laporan kasus atresia bilier

39
BAB I PENDAHULUAN Penyebab kolestasis ekstrahepatik neonatal yang terbanyak adalah atresia bilier. Atresia bilier terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan progresif pada duktus bilier ekstrahepatik. Hal ini menyebabkan hambatan aliran empedu yang mengakibatkan terjadinya penumpukan garam empedu dan peningkatan bilirubin direk di dalam hati dan darah. 1 Atresia bilier ditemukan pada 1 dari 15.000 kelahiran. Rasio kejadian atresia bilier pada anak perempuan dan laki-laki adalah 2:1. Insiden atresia bilier dilaporkan sebanyak 5/100.000 kelahiran hidup di Belanda, 5,1/100.000 kelahiran hidup di Prancis, 6/100.000 kelahiran hidup di Inggris, 6,5/100.000 kelahiran hidup di Texas, 7/100.000 kelahiran hidup di Australia, 7,4/100.000 kelahiran hidup di USA dan 10.6/100.000 kelahiran hidup di Jepang. 1,2 Di Indonesia, tahun 2002-2003, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo mencatat jumlah kasus atresia bilier mencapai 37-38 bayi atau 23 persen dari 162 bayi berpenyakit kuning akibat kelainan fungsi hati. Instalasi Rawat Inap RSU Dr. Sutomo Surabaya pada tahun 1994-2004 melaporkan 9 dari 96 penderita dengan penyakit kuning 1

description

laporan kasus atresia bilier neonatus

Transcript of laporan kasus atresia bilier

Page 1: laporan kasus atresia bilier

BAB I

PENDAHULUAN

Penyebab kolestasis ekstrahepatik neonatal yang terbanyak adalah atresia

bilier. Atresia bilier terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan yang

menyebabkan kerusakan progresif pada duktus bilier ekstrahepatik. Hal ini

menyebabkan hambatan aliran empedu yang mengakibatkan terjadinya penumpukan

garam empedu dan peningkatan bilirubin direk di dalam hati dan darah.1

Atresia bilier ditemukan pada 1 dari 15.000 kelahiran. Rasio kejadian atresia

bilier pada anak perempuan dan laki-laki adalah 2:1. Insiden atresia bilier dilaporkan

sebanyak 5/100.000 kelahiran hidup di Belanda, 5,1/100.000 kelahiran hidup di

Prancis, 6/100.000 kelahiran hidup di Inggris, 6,5/100.000 kelahiran hidup di Texas,

7/100.000 kelahiran hidup di Australia, 7,4/100.000 kelahiran hidup di USA dan

10.6/100.000 kelahiran hidup di Jepang.1,2

Di Indonesia, tahun 2002-2003, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo mencatat

jumlah kasus atresia bilier mencapai 37-38 bayi atau 23 persen dari 162 bayi

berpenyakit kuning akibat kelainan fungsi hati. Instalasi Rawat Inap RSU Dr. Sutomo

Surabaya pada tahun 1994-2004 melaporkan 9 dari 96 penderita dengan penyakit

kuning yang disebabkan gangguan fungsi hari di dapatkan atresia bilier (9.4%).1,2

Gejala dan tanda atresia billier adalah ikterus, urine yang berwarna gelap,

feses pucat dan penurunan berat badan. Pada pemeriksaan fisk dijumpai adanya

hepatospleenomegali. Ada beberapa komplikasi yang terjadi pada penyakit ini, antara

lain hipertensi portal, hepatopulmonary syndrome, hipertensi pulmonal dan

keganasan1,2

Penatalaksanaan atresia bilier hanya dengan cara pembedahan. Tindakan

bedah memiliki angka keberhasilan 86% jika dilakukan pada usia 8 minggu. Jika

dilakukan pada usia >8 minggu, maka angka keberhasilannya hanya 36%. Oleh

karena itu, diagnosis atresia bilier harus ditegakkan sedini mungkin.1

1

Page 2: laporan kasus atresia bilier

BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas pasien

Nama : DD

No. CM : 0-99-47-67

Tanggal lahir : 27 Oktober 2013

Tanggal pemeriksaan : 21 April 2014

Usia : 8 bulan 26 hari

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Aceh Singkil

Tgl masuk RS : 1 April 2014

Orang tua

Ayah

Nama : Tn. J

Usia : 36 tahun

Alamat : Aceh Singkil

Ibu

Nama : Ny. R

Usia : 32 tahun

Alamat : Aceh Singkil

2.2 Anamnesis

(Anamnesis dilakukan secara allo-anamnesis dengan orang tua pasien di ruang rawat

Seurune I pada tanggal 21 April 2014)

KU : Badan kuning

KT : Perut membesar, tinja berwarna putih, BAK berwarna gelap.

RPS : Pasien datang dengan keluhan kuning diseluruh tubuh yang

dialami sejak lahir. Awalnya kuning terlihat dari mata pasien, tetapi ibu pasien

2

Page 3: laporan kasus atresia bilier

menganggap itu hal yang biasa yang akan hilang dengan sendirinya. Namun

kuning tidak menghilang bahkan dialami pasien hingga diseluruh tubuh. Saat

pasien berumur 4 bulan, ibu pasien mulai menyadari bahwa kuning diseluruh

tubuh anaknya bukanlah hal yang biasa hingga memutuskan membawa

anaknya ke dokter. Pasien juga mengeluhkan perut yang membesar yang di

alami sejak lahir. Ibu pasien sudah menyadari sejak pasien berumur 3 hari dan

mengira itu adalah hal yang biasa. Namun semakin lama perut pasien semakin

membesar. Selain itu ibu pasien juga menyadari bahwa tubuh anaknya

semakin kurus perlahan-lahan sejak dua bulan terakhir, nafsu makan menurun,

dan lebih sering rewel dibandingkan dengan sebelumnya. Pasien juga

mengeluhkan gatal-gatal di tubuh sejak 2 bulan yang lalu. Gatal dirasakan

hilang timbul. BAB lancar dengan frekuensi 1-2x/hari, kosistensi padat dan

berwarna putih. BAB berwarna putih di alami pasien sejak lahir. BAK

berwarna gelap yang dialami pasien sejak lahir.

RPD : Pasien mengalami keluhan ini sejak lahir.

RPK : Tidak ada keluarga pasien yang mengalami hal yang sama

RPO : Pasien sudah pernh berobat sebelumnya ke dokter, namun tidak

ada perbaikan

R. Kehamilan: Ibu Pasien mengatakan bahwa saat kehamilan, ANC teratur ke

bidan setiap bulan dan ke dokter kandungan untuk di USG. Hasil USG

dikatakan bahwa janin dalam keadaan baik. Riwayat perdarahan pada

kehamilan usia 5 buan. Ibu pasien mengatakan pernah mengalami demam

tinggi pada kehamilan 7 bulan.

R. Persalinan: Pasien merupakan anak pertama. Bayi lahir secara pervaginam

di Bidan, dengan usia kehamilan 37 minggu, BBL 2900 g dan segera

menangis.

R. Imunisasi : Lengkap, namun sejak 2 bln terakhir tidak lanjut imunisasi

karena pasien di rawat di RS

R. Makanan : 0 – 5 bulan : Asi + susu formula

5- sekarang : Susu formula + bubur beras merah

3

Page 4: laporan kasus atresia bilier

2.3 Vital sign

Kesadaran : compos mentis

HR : 121x/menit

RR : 35x/menit

T : 36,0oC

2.4 Data Antropometri

Usia Kronologis : 8 bulan 26 hari

BB : 4,7 Kg

TB : 61 cm

2.5 Status gizi

BB/U : -1> z score >-2

TB/U : 1< z score <1

BB/TB: z score < -3 SD

Kesan : Gizi Buruk

2.6 Pemeriksaan fisik

Kesadaran : E4M6V5 (Compos Mentis)

Keadaan Umum : Tampak lemas dan rewel.

Kepala : Normocephali

Rambut : Hitam, tipis, kering/ kusam, tidak mudah dicabut

Mata : Konj. Palpebra Inferior anemis (-/-), sclera ikterik (+/+), mata

cekung (-/-), pupil bulat isokor, RCL (+/+), RCTL (+/+)

Telinga : Normotia, serumen (-)

Hidung : NCH (-), sekret (-)

Mulut : Mukosa bibir kering, sianosis (-), faring hiperemis (-)

Leher : Pembesaran KGB (-)

4

Page 5: laporan kasus atresia bilier

Thorax :

Paru

I : Simetris, retraksi (+), tulang iga tampak jelas

P : SF Ka = Ki, nyeri tekan (-)

P : Sonor (+/+)

A : Ves (+/+), Wh (-/-), Rh (-/-)

Cor

I : Iktus kordis tidak terlihat

P : Iktus kordis teraba

P : batas jantung sulit diperiksa

P : BJ I > BJ II, Reguler, Bising (-)

Abdomen I : Simetris, distensi (+), ikterik (+), kolateral vein (+)

P : Hepar teraba 1cm dari arcus costae dekstra, konsistensi keras,

tepi rata, nyeri tekan sulit dinilai. Spleen teraba pada schufner

3. Undulasi (+)

P : Redup di seluruh lapangan abdomen

A : Peristaltik (+), kesan normal

Ekstremitas : Superior : Edema (-/-), pucat (-/-), ikterik (+/+)

Inferior : Edema (-/-), pucat (-/-), ikterik (+/+)

2.7 Pemeriksaan Penunjang

2.7.1 Pemeriksaan Laboratorium (27-04-2014)

Hb :11.3 g/dl

Ht :33 %

Eritrosit : 4.1 x 107/ul

Leukosit :14.2 x 106/ ul

Trombosit : 121 x 103

CT/BT :10’/ 5’ menit

Bilirubin Total: 17.61 mg/dl

Bilirubin direct:16.96 mg/dl

Protein Total : 5.6 U/l

5

Page 6: laporan kasus atresia bilier

Albumin : 3.3 g/dl

Globulin : 2.3 g/dl

Cr/ Ur : 0.4/13bmg/dl

Na : 144 meq/L

Cl : 112 meq/L

K : 4.7 meq/L

Hit. Jenis : 1/0/3/40/51/5

2.7.2 Pemeriksaan USG Hepar/GB/Lien (10-04-2014)

Gambar: USG Hepar/GB/Lien

Hasil bacaan pemeriksaan USG hepar/GB/lien:

Hepar: Ukuran normal, intensitas echo baik, vena porta dan hepatica normal, tak

tampak massa/kista/nodul

GB :Tak tampak gambaran GB sehingga tidak dapat diukur ukuran GB

Tak tampak triangular cord sign

Tampak intensitas echo cairan di cavum abdomen

6

Page 7: laporan kasus atresia bilier

Lien : Ukuran normal, intensitas echo baik, tak tampak massa solid atai kistik

Post prandial (30 menit after sufor)

Tak tampak gambaran GB sehingga tidak dapat diukur ukuran GB

Tampak triangular cord sign

Tampak intensitas echo cairan di cavum abdomen

Kesan: Atresia bilier, ascites, lien

2.7.3 Biopsi Hati (28-04-2014)

Biopsi Hati dilakukan Intraoperatif, Jaringan di kirim ke PA untuk dilakukan

pemeriksaan histopatologi.

Hasil pemeriksaan didapatkan:

Makroskopis: Terima sediaan jaringan dengan ukuran 1.5x1x0.5 cm, kehijauan,

konsistensi kenyal, 2 cup 1 blok, proses habis

Mikroskopis: Sediaan jaringan tampak kelompokan sel-sel hepatocyst yang sebagian

nekrosis dan dijumpai sel intrahepar biliaris yang menginvasi diantara

sel-sel hepatocyte. Bagian lain tampak kelompokan sel-sel radang.

Kesan: Suatu Primary Biliary Chirhosis

2.8 Diagnosis Banding

Obstruksi Jaundice ec dd/ 1. Atresia billier

2. Neonatal hepatitis

Ascites

Gizi Buruk Tipe Marasmus

2.9 Diagnosa Sementara

Obstruksi jaundice ec atresia bilier + ascites + Gizi buruk tipe marasmus

2.10 Terapi

2.10.1 Terapi Medikamentosa

IVFD 4:1 350 cc + KCL 3 cc/24 jam

Inj. Ceftriaxone 150 mg/12 jam

7

Page 8: laporan kasus atresia bilier

Inj. Novalgin 50 mg/8 jam

Urdafac 75 mg/8jam p.o

2.10.2 Terapi Nutrisi

Kebutuhan cairan: 130 cc/kgBB/hari

130 x 4.7 = 611 cc/hr

Kebutuhan Kalori: (80-100) x 4.7

(376-470) Kkal/hr

Kebutuhan Protein: (1-1.5) g/kgBB/hr

(4.7- 7.05) g/hari

Cerelac 3x 1,5 sendok the

Susu Formula 1 g x 1 sendok takar

Biscuit bayi 2 x 1.5 keping

2.10.3 Terapi Bedah

Kasai prosedur

Laporan Operasi:

Dilakukan eksplorasi pada hepar dan didapatkan: hepar berwarna

kehitaman, konsistensi keras, permukaan berbenjol-benjol, tepi tumpul

Kesan: Cirrhosis Hepatis

Dilanjutkan dengan biopsy hepar

Identifikasi Gall Bladder didapatkan: Ukuran ½ cm

Kesan: Atresia Billiaris tipe I

Diputuskan untuk tidak melanjutkan operasi kasai dan direncanakan

transplantasi hepar.

2.11 Diagnosis Post Operasi

Atresia Biliaris tipe I + Cirrhosis Hepatis + Gizi Buruk Tipe Marasmus

2.12 Prognosis

Dubia ad malam

2.13 Follow Up

8

Page 9: laporan kasus atresia bilier

FOLLOW UP PASIEN

TGL VITAL SIGN PEMERIKSAAN FISIK TERAPI21/04/2014

H-21

KU:

Kuning

diseluruh tubuh,

rewel (+), perut

kembung (+)

Vital Sign:

HR: 100 x/mnt

RR : 32 x/mnt

T : 36.6 0C

BB : 4700 g

PB : 61 cm

Kepala : Normocephali, rambut hitam kering, distribusi merata, tidak mudah rontok

Mata : konj. Palpebra inf anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)

Telinga : Normotia, sekret (-)Hidung : NCH (+), Sekret (-),

epistaksis (-)Mulut : Mukosa lembab, sianosis

(-)Leher : Pembesaran KGB (-)Thorak : I : Simetris, Retraksi intercostal

(-), Retraksi Supraclavikular (-)

P : Simetris, SF ka = SF kiP : Sonor (+/+) A : ves (+/+), rh (+/+), wh (-/-),

stridor (+/+)Cor : Bj I > BJ II, Reg, Bising (-)Abd : I : Distensi (+)P: Hepar teraba 1 cm dari arcus

costae dekstra, tepi rata, nyeri tekan sulit dinilai, spleen teraba pada garis schufner 3, undulasi (+)

P: Redup di seluruh lapangan abdomen

A: Peristaltik (+) kesan normalExtr : Sup : edema (-/-),

pucat (-/-), ikterik (+/+)

Inf : edema (-/-), pucat (+/+), ikterik (+/+)

Ass : Obstruksi Jaundice ec atresia bilier dd/ neonatal hepatitis + ascites

Terapi:IVFD 4:1 300 cc/24 jamInj. Ceftriaxone 200 mg/24 jamUrdafac 2 x 40 mgDiet : diet bubur susu 300 cc/24 jam

Planning:

- Konsul gizi dan tumbuh kembang

- Rencana operasi kasai prosedur besok (22/04/2014)

22/04/2014 KU: Kepala : Normocephali, rambut hitam kering, distribusi

Terapi:IVFD 4:1 300 cc/24

9

Page 10: laporan kasus atresia bilier

H-22 Kuning

diseluruh tubuh,

rewel (+), perut

kembung (+)

Vital Sign:

HR: 104 x/mnt

RR : 30 x/mnt

T : 36.9 0C

BB : 4700 g

PB : 61 cm

merata, tidak mudah rontok

Mata : konj. Palpebra inf anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)

Telinga : Normotia, sekret (-)Hidung : NCH (+), Sekret (-),

epistaksis (-)Mulut : Mukosa lembab, sianosis

(-)Leher : Pembesaran KGB (-)Thorak : I : Simetris, Retraksi intercostal

(-), Retraksi Supraclavikular (-)

P : Simetris, SF ka = SF kiP : Sonor (+/+) A : ves (+/+), rh (+/+), wh (-/-),

stridor (+/+)Cor : Bj I > BJ II, Reg, Bising (-)Abd : I : Distensi (+)P: Hepar teraba 1 cm dari arcus

costae dekstra, tepi rata, nyeri tekan sulit dinilai, spleen teraba pada garis schufner 3, undulasi (+)

P: Redup di seluruh lapangan abdomen

A: Peristaltik (+) kesan normalExtr : Sup : edema (-/-),

pucat (-/-), ikterik (+/+)

Inf : edema (-/-), pucat (+/+), ikterik (+/+)

Ass : Obstruksi Jaundice ec atresia bilier dd/ neonatal hepatitis + ascites

jamInj. Ceftriaxone 200 mg/24 jamUrdafac 2 x 40 mgDiet : diet bubur susu 300 cc/24 jam

Planning:Operasi kasai prosedur

23/04/2014

H-23

KU:

Kuning

Kepala : Normocephali, rambut hitam kering, distribusi merata, tidak mudah

Terapi:IVFD 4:1 350 cc/24 jam+KCL 3cc

10

Page 11: laporan kasus atresia bilier

diseluruh tubuh,

rewel (+), perut

kembung (+)

Vital Sign:

HR: 104 x/mnt

RR : 30 x/mnt

T : 36.9 0C

BB : 4700 g

PB : 61 cm

rontokMata : konj. Palpebra inf

anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)

Telinga : Normotia, sekret (-)Hidung : NCH (+), Sekret (-),

epistaksis (-)Mulut : Mukosa lembab, sianosis

(-)Leher : Pembesaran KGB (-)Thorak : I : Simetris, Retraksi intercostal

(-), Retraksi Supraclavikular (-)

P : Simetris, SF ka = SF kiP : Sonor (+/+) A : ves (+/+), rh (+/+), wh (-/-),

stridor (+/+)Cor : Bj I > BJ II, Reg, Bising (-)Abd : I : Distensi (+), terpasang drain

ascites.P: Hepar teraba 1 cm dari arcus

costae dekstra, tepi rata, nyeri tekan sulit dinilai, spleen teraba pada garis schufner 3, undulasi (+)

P: Redup di seluruh lapangan abdomen

A: Peristaltik (+) kesan normalExtr : Sup : edema (-/-),

pucat (-/-), ikterik (+/+)

Inf : edema (-/-), pucat (+/+), ikterik (+/+)

Ass : Atresia Billier type 1 + Cirrhosis Hepatis + Gizi buruk tipe marasmus

Inj. Ceftriaxone 200 mg/24 jamInj. Novalgin 50 mg/8jamUrdafac 75 cc/8jamDiet : susu formula 30 cc/3 jam NGT

Planning:Drain ascites dibuka tiap 8 jam dan dikeluarkan 100 ccCek darah rutin post operasiTransplantasi Hepar

24/04/2014

H-24

KU:

Kuning

Kepala : Normocephali, rambut hitam kering, distribusi merata, tidak mudah

Terapi:IVFD 4:1 350 cc/24 jam+KCL 3cc

11

Page 12: laporan kasus atresia bilier

diseluruh tubuh,

rewel (+), perut

kembung (+)

Vital Sign:

HR: 112 x/mnt

RR : 38 x/mnt

T : 36.9 0C

BB : 4700 g

PB : 61 cm

rontokMata : konj. Palpebra inf

anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)

Telinga : Normotia, sekret (-)Hidung : NCH (+), Sekret (-),

epistaksis (-)Mulut : Mukosa lembab, sianosis

(-)Leher : Pembesaran KGB (-)Thorak : I : Simetris, Retraksi intercostal

(-), Retraksi Supraclavikular (-)

P : Simetris, SF ka = SF kiP : Sonor (+/+) A : ves (+/+), rh (+/+), wh (-/-),

stridor (+/+)Cor : Bj I > BJ II, Reg, Bising (-)Abd : I : Distensi (+), terpasang drain

ascites.P: Hepar teraba 1 cm dari arcus

costae dekstra, tepi rata, nyeri tekan sulit dinilai, spleen teraba pada garis schufner 3, undulasi (+)

P: Redup di seluruh lapangan abdomen

A: Peristaltik (+) kesan normalExtr : Sup : edema (-/-),

pucat (-/-), ikterik (+/+)

Inf : edema (-/-), pucat (+/+), ikterik (+/+)

Ass : Atresia Billier type 1 + Cirrhosis Hepatis + Gizi buruk tipe marasmus + Anemia + bisitopenia

Inj. Ceftriaxone 200 mg/24 jamInj. Novalgin 50 mg/8jamUrdafac 75 cc/8jamDiet : susu formula 30 cc/3 jam NGT

Planning:Drain ascites dibuka tiap 8 jam dan dikeluarkan 100 ccTransplantasi Hepar

Hasil Lab:Hb:8.9 g/dlLeukosit: 14.600Thrmb: 95.000 U/L

Transfusi PRC 50 cc

25/04/2014

H-25

KU:

Kuning

Kepala : Normocephali, rambut hitam kering, distribusi merata, tidak mudah

Terapi:IVFD 4:1 350 cc/24 jam+KCL 3cc

12

Page 13: laporan kasus atresia bilier

diseluruh tubuh,

rewel (+), perut

kembung (+)

Vital Sign:

HR: 112 x/mnt

RR : 38 x/mnt

T : 36.9 0C

BB : 4700 g

PB : 61 cm

rontokMata : konj. Palpebra inf

anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)

Telinga : Normotia, sekret (-)Hidung : NCH (+), Sekret (-),

epistaksis (-)Mulut : Mukosa lembab, sianosis

(-)Leher : Pembesaran KGB (-)Thorak : I : Simetris, Retraksi intercostal

(-), Retraksi Supraclavikular (-)

P : Simetris, SF ka = SF kiP : Sonor (+/+) A : ves (+/+), rh (+/+), wh (-/-),

stridor (+/+)Cor : Bj I > BJ II, Reg, Bising (-)Abd : I : Distensi (+), terpasang drain

ascites.P: Hepar teraba 1 cm dari arcus

costae dekstra, tepi rata, nyeri tekan sulit dinilai, spleen teraba pada garis schufner 3, undulasi (+)

P: Redup di seluruh lapangan abdomen

A: Peristaltik (+) kesan normalExtr : Sup : edema (-/-),

pucat (-/-), ikterik (+/+)

Inf : edema (-/-), pucat (+/+), ikterik (+/+)

Ass : Atresia Billier type 1 + Cirrhosis Hepatis + Gizi buruk tipe marasmus

Inj. Ceftriaxone 200 mg/24 jamInj. Novalgin 50 mg/8jamUrdafac 75 cc/8jamDiet : cerelac 3x1.5 cth. Susu formula 19 cc x 1 sendok takar. Biscuit bayi 2x1.5 keping.

Planning:Drain ascites dibuka tiap 8 jam dan dikeluarkan 100 ccCek darah rutin post operasiTransplantasi Hepar

Hb: 10 g/dlLeukosit: 11.900/mm3Thrombost: 208000 U/L

BAB III

13

Page 14: laporan kasus atresia bilier

ANALISA KASUS

3.1 Anamnesis

Diagnosis atresia billier dapat ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik

dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis pasien atresia bilier dapat diketahui

adanya gejala ikterik pada seluruh tubuh, feses berwarna dempul dan urine berwarna

gelap.Pada pasien ini, gejala di atas ditemukan yang terjadi pada pasien sejak lahir.

Sesuai dengan teori, pada pasien dengan atresia billier didapatkan tanda

ikterus.Ikterus merupakan suatu keadaan dimana terjadi penimbunan pigmen empedu

pada tubuh menyebabkan perubahan warna jaringan menjadi kuning, terutama pada

jaringan tubuh yang banyak mengandung serabut elastin seperti aorta dan

sklera.Warna kuning ini disebabkan adanya akumulasi bilirubin pada proses

(hiperbilirubinemia). Adanya ikterus yang mengenai hampir seluruh organ tubuh

menunjukkan terjadinya gangguan sekresi bilirubin.3,4

Berdasarkan penyebabnya, ikterus dapat dibedakan menjadi 3, yaitu:

1. Ikterus pre-hepatik

Ikterus jenis ini terjadi karena adanya kerusakan RBC atau intravaskular

hemolisis, misalnya pada kasus anemia hemolitik menyebabkan terjadinya

pembentukan bilirubin yang berlebih. Hemolisis dapat disebabkan oleh parasit darah,

contoh: Babesia sp., dan Anaplasma sp. Bilirubin yang tidak terkonjugasi bersifat

tidak larut dalam air sehingga tidak diekskresikan dalam urin dan tidak terjadi

bilirubinuria tetapi terjadi peningkatan urobilinogen. Hal ini menyebabkan warna urin

dan feses menjadi gelap.Ikterus yang disebabkan oleh hiperbilirubinemia tak

terkonjugasi bersifat ringan dan berwarna kuning pucat. Contoh kasus pada anjing

adalah kejadian Leptospirosis oleh infeksi Leptospira grippotyphosa.4,5

2. Ikterus hepatik

Ikterus jenis ini terjadi di dalam hati karena penurunan pengambilan dan

konjugasi oleh hepatosit sehingga gagal membentuk bilirubin terkonjugasi.Kegagalan

tersebut disebabkan rusaknya sel-sel hepatosit, hepatitis akut atau kronis dan

pemakaian obat yang berpengaruh terhadap pengambilan bilirubin oleh sel

14

Page 15: laporan kasus atresia bilier

hati.Gangguan konjugasi bilirubin dapat disebabkan karena defisiensi enzim

glukoronil transferase sebagai katalisator.4.5

3. Ikterus Post-Hepatik

Mekanisme terjadinya ikterus post hepatik adalah terjadinya penurunan

sekresi bilirubin terkonjugasi sehinga mengakibatkan hiperbilirubinemia terkonjugasi.

Bilirubin terkonjugasi bersifat larut di dalam air, sehingga diekskresikan ke dalam

urin (bilirubinuria) melalui ginjal, tetapi urobilinogen menjadi berkurang sehingga

warna feses terlihat pucat. Faktor penyebab gangguan sekresi bilirubin dapat berupa

faktor fungsional maupun obstruksi duktus choledocus yang disebabkan oleh

cholelithiasis, infestasi parasit, tumor hati, dan inflamasi yang mengakibatkan

fibrosis.4.5

Penilaian Ikterus Menurut Kramer6

Daerah Luas Ikterus Kadar Bilirubin (mg%)

1 Kepala dan leher 52 Daerah 1+ badan bagian atas 9

3Daerah 1,2 + badan bagian bawah dan Tungkai

11

4Daerah 1,2,3 + lengan dan kaki dibawah tungkai

12

5 Daerah 1,2,3,4 + tangan dan kaki  16

3.2 Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik didapatkan sklera mata tampak ikterik, pada

pemeriksaan fisik abdomen didapatkan secara inspeksi adanya distensi dan vena

kolateral.Auskultasi terdengar suara peristaltik usus dengan kesan yang normal.Pada

perabaan abdomen didapatkan adanya pembesaran pada hepar 1cm dari arkus costae

dekstra, konsistensi keras, tepi rata, nyeri tekan sulit dinilai.Spleen teraba pada

schufner 3, undulasi positif (+).Pada perkusi abdomen didapatkan suara redup di

seluruh lapangan paru.Hal ini menunjukkan adanya ascites. Ekstremitas superior dan

inferior menunjukkan adanya ikterik.

15

Page 16: laporan kasus atresia bilier

Sesuai dengan teori, tanda yang didapatkan pada atresia billier biasanya

mengalami pertumbuhan normal dan peningkatan berat badan selama minggu

pertama kehidupan. Selain itu, pada atresia billier didapatkan hepatomegali.

Splenomegali menunjukkan adanya sirosis hepatis yang progresif dengan hipertensi

portal.6

Hipertensi portal didefinisikan sebagai peningkatan tekanan vena porta yang

menetap diatas nilai normal yaitu 6-12 cm H2O.tanpa memandang penyakit dasarnya,

mekasisme primer penyebab hipertensi portal adalah peningkatan resistensi terhadap

aliran darah melalui hati. Selain itu, biasanya terjadi peningkatan aliran arteria

splangnikus. Kombinasi kedua factor yaitu menurunnya aliran keluar melalui vena

hepatika dan meningkatnya aliran masuk bersama-sama menghasilkan beban

berlebihan pada system porta.Pembebanan berlebihan system porta ini merangsang

timbulnya aliran kolateral guna menghindari obstrusi hepatic (varises). Tekanan balik

pada system portal menyebabkan spleenomegali dan sebagian bertanggung jawab atas

tertimbunnya asites.6,7,8

Asites merupakan penimbunan cairan encer intrapertoneal yang mengandung

sedikit protein. Factor utama pathogenesis asites adalah peningkatan tekanan

hidrostatik pada kapiler usus (hipertensi porta) dan penurunan tekanan osmotic koloid

akibat hipoalbuminemia. Factor lain yang berperan adalah retensi natrium dan air

serta peningkatan sintesis dan aliran limfe hati.7,8,9

Saluran kolateral penting yang timbul akibat sirosis dan hipertensi portal

terdapat pada esophagus bagian bawah.Pirau darah melalui saluran ini ke vena kava

menyebabkan dilatasi vena-vena tersebut (varises esophagus).Varises ini terjadi pada

sekitar 70% penderita sirosis lanjut.Perdarahan dari varises ini sering menyebabkan

kematian. Sirkulasi kolateral juga melibatkan vena superfisial dinding abdomen, dan

timbulan sirkulasi ini mengakibatkan dilatasi vena-vena sekitar umbilikus

(kaputmedusa). System vena rectal membantu dekompensasi tekanan portal sehingga

vena-vena berdilatasi dan menyebabkan berkembangnya hemoroid interna.

Perdarahan dari hemoroid yang pecah biasanya tidak hebat karena jarak yang lebih

16

Page 17: laporan kasus atresia bilier

jauh dari vena porta. Splenomegali pada sirosis dapat dijelaskan berdasarkan kongesti

pasif kronis akibat aliran balik dan tekanan darah yang lebih tinggi pada vena

lienalis9,10

Beberapa faktor yang terlibat dalam pathogenesis asites pada sirosis hati

adalah hipertensi porta, hipoalbuminemia, meningkatnya pembentukan dan aliran

limfe hati, retensi natrium dan gangguan ekskresi air. Mekanisme yang menginduksi

hipertensi porta adalah resistensi terhadap aliran darah melalui hati.Hal ini

menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dalam jaringan pembuluh darah

intestinal. Hipoalbuminemia terjadi karena menurunnya sintesis yang dihasilkan oleh

sel-sel hati yang terganggu. Hipoabuminemia menyebabkan menurunnya tekanan

osmotik koloid.kombinasi antara tekanan hidrostatik yang meningkat dengan tekanan

osmotik yang menurun dalam jaringan pembuluh darah intestinal menyebabkan

terjadinya transudasi cairan dari ruang intravaskular ke ruang interstisial sesuai

dengan hukum gaya Starling. Hipertensi porta kemudian meningkatkan pembentukan

limfe hepatik, yang menyeka dari hati ke dalam rongga peritoneum. Mekanisme ini

menyebabkan tingginya kandungan protein dalam cairan asites sehingga

meningkatkan tekanan osmotik koloid dalam cairan rongga peritoneum yang memicu

terjadinya transudasi cairan dari rongga intravascular ke ruang peritoneum.10

3.3 Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan laboratorium di dapatkan peningkatan kadar bilirubin

terkonjugasi, yaitu 16.6 mg/dl, hasil laboratorium ini dapat mengarahkan kita bahwa

pada pasien terdapat kelainan hati posthepatika yang sangkaan lebih kepada atresia

biller. Selain pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan penunjang lain yang dapat

membantu menunjang kearah diagnosis adalah pemeriksaan radiologi ultrasonografi.

Pada pemeriksaan ini didapatkan kesan atresia billier.

Pasien direncanakan untuk dilakukan tindakan kolangiografi intraoperative

yang selanjutnya kemungkinan dilakukannya kasai prosedur. Pada intraoperative

didapatkan hepar berwarna kehitaman, konsistensi keras, permukaan berbenjol-

17

Page 18: laporan kasus atresia bilier

benjol, tepi tumpul yang menunjukkan telah terjadi cirrhosis hepatis yang kemudian

dilanjutkan dengan biopsi hepar.Kemudian dilakukan identifikasi gall bladder dan

didapkan ukuran 1.5 cm, kesan suatu atresia billiaris sehingga tindakan kolangiografi

intraoperative tidak dilakukan.kasai prosedur tidak dianjutkan dan direncanakan

transplantasi hepar.

Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan adanya peningkatan nilai bilirubin

total dan bilirubin direk, yaitu bilirubin total: 17.61 mg/dl dan bilirubin direct:16.96

mg/dl. Nilai rentang rujukan bilirubin normal pada bayi adalah 0.3-1.1 mg/dL Total

dan 0.1-0.4 mg/dL direk. Fraksi direk dan indirek digunakan untuk menentukan

apakah penyakit ini terutama mengenai fungsi hepatoseluler (ikterus hepatik)

misalnya bilirubin total tinggi, direk rendah, atau sumbatan pasca hepatic (misalnya

bilirubin total tinggi, direk tinggi (ikterus pascahepatik)11

Berikut ini adalah tabel penyebab hiperbilirubinemia

Tabel: Penyebab hiperbilirubinemia

Sesuai dengan teori, akurasi diagnostic USG 77% dan dapat ditingkatkan bila

pemeriksaan dilakukan dalam 3 fase, yaitu pada keadaan puasa, saat minum dan

sesudah minum.Bila pada saat atau sesudah minum kandung empedu berkontraksi,

maka atresia bilier kemungkinan besar (90%) dapat disingkirkan. Dilatasi abnormal

duktus bilier, tidak ditemukannya kandung empedu, dan meningkatnya ekogenitas

hati, sangat mendukung diagnosis atresia bilier. Namun demikian, adanya kandung

empedu tidak menyingkirkan kemungkinan atresia bilier, yaitu atresia bilier tipe I /

distal.Selain itu, pemeriksaan ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio

18

Page 19: laporan kasus atresia bilier

Pancreaticography) merupakan upaya diagnostik dini yang berguna untuk

membedakan antara atresia bilier dengan kolestasis intrahepatik. Bila diagnosis

atresia bilier masih meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan kolangiografi durante

operasionam. Sampai saat ini pemeriksaan kolangiografi dianggap sebagai baku emas

untuk membedakan kolestasis intrahepatik dengan atresia bilier.10

Gambaran histopatologik hati adalah alat diagnostik yang paling dapat

diandalkan. Di tangan seorang ahli patologi yang berpengalaman, akurasi

diagnostiknya mencapai 95%, sehingga dapat membantu pengambilan keputusan

untuk melakukan laparatomi eksplorasi, dan bahkan berperan untuk penentuan

operasi Kasai. Keberhasilan aliran empedu pasca operasi Kasai ditentukan oleh

diameter duktus bilier yang paten di daerah hilus hati. Bila diameter duktus 100 200

u atau 150 400 u maka aliran empedu dapat terjadi. Penelitian menganjurkan agar

dilakukanfrozen section pada saat laparatomi eksplorasi, untuk menentukan apakah

portoenterostomi dapat dikerjakan. Gambaran histopatologik hati yang mengarah ke

atresia bilier mengharuskan intervensi bedah secara dini.Yang menjadi pertanyaan

adalah waktu yang paling optimal untuk melakukan biopsi hati.Harus disadari,

terjadinya proliferasi duktuler (gambaran histopatologik yang menyokong diagnosis

atresia bilier tetapi tidak patognomonik) memerlukan waktu. Oleh karena itu tidak

dianjurkan untuk melakukan biopsi pada usia < 6 minggu.11,12

3.4 Diagnosis

Diagnosis atresia bilier ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik

dan pemeriksaan penunjang. Manifestasi klinis utama atresia bilier adalah tinja

akolik, air kemih seperti air teh, dan ikterus. Ada beberapa keadaan klinis yang dapat

dipakai sebagai patokan untuk membedakan antara kolestasis intrahepatik dan

ekstrahepatik, yaitu: warna kulit, urine, feses, pruritus, billirubin serum direk dan

indirek, bilirubin urine dan urobilinogen urine.

19

Page 20: laporan kasus atresia bilier

Gambaran perbandingan ikterus pre, intra, dan pascahepatik.8

Gambaran Prehepatik Intrahepatik PascahepatikWarna kulit kuning pucat Oranye-kuning

muda atau tuaKuning-hijau muda atau tua

Warna urine Normal (atau pucat dengan urobilin)

Gelap (bilirubin terkonjugasi

Gelap (bilirubin terkonjugasi)

Warna feses Normal atau gelap Pucat (lebih sedikit sterkobilin)

Warna dempul (tidak ada sterkobilin)

Pruritus Tidak ada Tidak menetap Biasa menetapBilirubin serum

indirekMeningkat Meningkat Meningkat

Bilirubin serum direk

Normal Meningkat Meningkat

Bilirubin urine Tidak ada Meningkat MeningkatUrobilinogen

urineMeningkat Sedikit meningkat Menurun

Diagnosis pascaoperasi ditentukan sebagai atresia billier tipe I + cirrhosis

hepatis. Hasil biopsy hepar didapatkan kesan suatu Primary Biliary Chirhosis. Kasai

mengajukan klasifikasi atresia bilier sebagai berikut :

I. Atresia (sebagian atau total) duktus bilier komunis, segmen proksimal paten.

II. Obliterasi duktus hepatikus komunis (duktus bilier komunis, duktus sistikus, dan

kandung empedu semuanya normal).

III. Obliterasi duktus bilierkomunis, duktus hepatikus komunis, duktus sistikus.

Kandung empedu normal.

IV. Semua sistem duktus bilier ekstrahepatik mengalami obliterasi, sampai ke hilus.

Tipe I dan II merupakan jenis atresia bilier yang dapat dioperasi (correctable),

sedangkan tipe III adalah bentuk yang tidak dapat dioperasi (non-correctable).

Sayangnya dari semua kasus atresia bilier, hanya 10% yang tergolong tipe I dan II.9,10

20

Page 21: laporan kasus atresia bilier

Gambar 1.Klasifikas Atresia Bilier

3.5. Penatalaksanaan

Terapi Medikamentosa

IVFD 4:1 350 cc + KCL 3 cc/24 jam

Inj. Ceftriaxone 150 mg/12 jam iv

Inj. Novalgin 50 mg/8 jam iv

Urdafac 75 mg/8jam p.o

Terapi Nutrisi

21

Page 22: laporan kasus atresia bilier

Kebutuhan cairan: 130 cc/kgBB/hari

130 x 4.7 = 611 cc/hr

Kebutuhan Kalori: (80-100) x 4.7

(376-470) Kkal/hr

Kebutuhan Protein: (1-1.5) g/kgBB/hr

(4.7- 7.05) g/hari

Cerelac 3x 1,5 sendok the

Susu Formula 1 g x 1 sendok takar

Biscuit bayi 2 x 1.5 keping

Terapi Bedah

Kasai prosedur, kesan: Atresia Billiaris tipe I

Terapi nutrisi, yang bertujuan untuk memungkinkan anak tumbuh dan

berkembang seoptimal mungkin, yaitu :

a. Pemberian makanan yang mengandung medium chain triglycerides (MCT)

untuk mengatasi malabsorpsi lemak.

b. Penatalaksanaan defisiensi vitamin yang larut dalam lemak.

Terapi bedah, Kasai Prosedur adalah Prosedur yang terbaik adalah

mengganti saluran empedu yang mengalirkan empedu ke usus. Tetapi prosedur ini

hanya mungkin dilakukan pada 5-10% penderita. Untuk melompati atresia bilier dan

langsung menghubungkan hati dengan usus halus, dilakukan pembedahan yang

disebut prosedur Kasai. Pembedahan akan berhasil jika dilakukan sebelum bayi

berusia 8 minggu. Biasanya pembedahan ini hanya merupakan pengobatan sementara

dan pada akhirnya perlu dilakukan pencangkokan hati.12

Prosedur kasai bisa membuat sebagian pasien berumur panjang. Namun,

fungsi hati pada sebagian pasien lainnya semakin memburuk. Umumnya, pasien

datang ke rumah sakit dalam kondisi yang sudah buruk, yakni saat bayi berusia lebih

dari dua bulan. Penderita penyakit ginjal memiliki alternatif pengobatan dialisa, tetapi

tidak demikian halnya dengan penderita penyakit hati yang berat. Jika hati sudah

tidak berfungsi lagi, maka satu-satunya pilihan pengobatan adalah pencangkokkan

hati.10,12

22

Page 23: laporan kasus atresia bilier

Pencangkokan atau Transplantasi Hatimemiliki tingkat keberhasilan yang

tinggi untuk atresia bilier dan kemampuan hidup setelah operasi meningkat secara

dramatis dalam beberapa tahun terakhir.Anak-anak dengan atresia bilier sekarang

dapat hidup hingga dewasa, beberapa bahkan telah mempunyai anak.Kemajuan dalam

operasi transplantasi telah juga meningkatkan kemungkianan untuk dilakukannya

transplantasi pada anak-anak dengan atresia bilier.Di masa lalu, hanya hati dari anak

kecil yang dapat digunakan untuk transplatasi karena ukuran hati harus cocok. Baru-

baru ini, telah dikembangkan untuk menggunakan bagian dari hati orang dewasa,

yang disebut "reduced size" atau "split liver" transplantasi, untuk transplantasi pada

anak dengan atresia bilier.12

Adapun indikasi umum untuk transplantasi hati yaitu13

1. Penyakit cholestatic :Sirosis bilier primer, sclerosing kolangitis, sirosis bilier

sekunder, atresia bilier dan cystic fibrosis.

2. Hepatitis kronis: Hepatitis B, hepatitis C, hepatitis D, hepatitis autoimun

kronis aktif, dan sirosis kriptogenik.

3. Siosis alkoholik

Adapun kontraindikasi untuk transplamtasi adalah

1. Infeksi HIV

2. Peminum alcohol aktif atau penyalahgunaan zat

3. Infeksi sistemik

4. Pasien dengan penyakit jantung, paru-paru, dan adanya kelainan neurologis

5. Gangguan kejiwaan

6. Ketidakmampuan mematuhi rejimen pra dan pasca transplantasi.

Syarat-syarat bagi pendonor hati adalah:12,13

23

Page 24: laporan kasus atresia bilier

1. Memiliki kesehatan yang baik.

2. Memiliki golongan darah yang sesuai atau kompatibel dengan penerima

3. Donor tanpa motivasi keuangan

4. Usia antara 18-60 tahun

3.6 Komplikasi

Pada pasien ini telah terjadi komplikasi yang di akibatkan oleh atresia billier.

Komplikasi yang terjadi adalah sirosis hepatis.Sirosis hepatis yang dialami pasien

disebabkan oleh saluran empedu tidak dapat transportasi ke empedu, usus empedu

disimpan di hati (dikenal sebagai stasis) dan hasil pada sirosis hati.Proliferasi dari

ductules empedu kecil terjadi, dan fibroblast peribiliary menjadi aktif. Ini "reaktif"

sel-sel epitel empedu di kolestasis, tidak seperti kondisi normal, memproduksi dan

mengeluarkan berbagai sitokin seperti CCL-2 atau MCP-1 , tumor nekrosis faktor (TNF) ,

Interleukin-6 (IL-6) , TGF-beta , endotelin (ET) , dan oksida nitrat (NO) .Di antaranya,

TGF-beta adalah sitokin profibrogenic paling penting yang dapat dilihat pada fibrosis

hati di kolestasis kronis. Selama aktivasi epitel empedu kronis dan fibrosis progresif,

pasien menderita akhirnya menunjukkan tanda-tanda dan gejala hipertensi portal

(pendarahan varises esophagogastric, splenomegali, sindrom hepatorenal (HRS),

sindrom hepatopulmonary (HPS)).12

BAB IV

KESIMPULAN

24

Page 25: laporan kasus atresia bilier

Atresia bilier adalah proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan

kerusakan progresif pada duktus bilier ekstrahepatik sehingga menyebabkan

hambatan aliran empedu sehingga terjadi penumpukan garam empedu dan

peningkatan bilirubin direk. Hal ini menimbulkan berbagai gejala klinis dan yang

paling khas pada kasus ini adalah bayi tampak ikterik, warna feses dempul, dan urine

berwarna kuning pekat, serta didapatkan hasil pemeriksaan penunjang yang

mengarahkan ke suatu penyakit ekstrahepatik yaitu didapatkannya peningkatan kadar

bilirubin direk dan bilirubin total.

Pada penyakit atresia bilier, penatalaksanaan yang dapat dilakukan selain

pengobatan medikamentosa dan nutrisi adalah prosedur pembedahan. Proedur

pembedahan untuk kasus atresia bilier adalah prosedur kasai yang memiliki angka

keberhasilan 86% jika dilakukan pada usia < 8 minggu. Hal ini menunjukkan betapa

pentingnya diagnosis dini pada pasien dengan atresia bilier agar memiliki prognosis

yang lebih baik.

Pada kasus ini, prosedur kasai tidak dapat dilakukan lagi dikarenakan usia

pasien 8 bulan dan telah terjadi komplikasi. Pada kasus ini, komplikasi yang terjadi

pada pasien adalah sirosis hati yang menyebabkan hipertensi porta sehingga

menimbulkan asites. Oeh karena itu, satu-satunya cara yang dapat dilakukan adalah

transplantasi hati.

DAFTAR PUSTAKA

25

Page 26: laporan kasus atresia bilier

1. Karrer FM, Bensard DD. 2009. Neonatal cholestasis. Semin Peditr Surgery. pp: 166-9

2. Price, S.A., and Wilson. L.M. 2002. Gangguan Sistem Hepatologi Vol I. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6, EGC, Jakarta.

3. Panduan Pelayanan Medis. 2007. Atresia Bilier. RSCM. Jakarta. Pp 118-21.4. Sokol RJ, Mack C.2001. Ethiopathogenesis of biliary atresia. Semin Liver Dis.

Pp.517-245. Zerbini, M.C., Galluci.S.D., Maezono, R., et.al. 2000. Liver Biopsy in Neonatal

Cholestasis. A Review on Statistical Ground. Pp: 793-9.6. Setchell, O, and Connell N. 2001. Disorder of bile acids synthesis and

metabolism : a metabolic basis for liver diseases. In : Suchy FJ, Sokol RJ, Balistreri WF,eds. Liver Diseases in Children. Philadephia:Lippincott,Williams & Wilkins. pp: 701-34.

7. Sokol RJ, Mack C, Narkewicz MR, Karrer FM. 2003. Pathogenesis and Outcome of Biliary Atresia: Current Concept. J Pediatr Gastroenterol Nutr. Pp :37:4-21

8. Merry, M., and Sarah, M. 2011. Kolestasi Ekstra Hepatik ec Causa Atresia Bilier. Vol 3, No.2. Jakarta.

9. Chung, R.T., and Podolsky, D.K. 2005. Cirrhosis and Its Complication in : Harrison’s Principles of Internal Medicine Volume II. Editor: Kasper, et al. 16th

Edition. New York.10. Balistreri WF, Gand R, Hoofnagle JH, et al. 2003. Biliary atresia: current

concept and research direction. Summery of a syposium. Hepatology. Pp:23:1682-92.

11. Farrant P, Meire HB, Mieli-Vergani G. 2001. Improved diagnosis of extrahepatic biliary atresia by high frequency utrasound of the gall bladder.Br J Radiol. Pp:952-4

12. Chardot, C., Carton, M, and Spire, B. 2001. Is Kasai Operation Still Indicated in Children Older Than 3 Months Diagnosed With Biliary Atresia?. Pediatric Surgery. Pp 224-8

13. Strong, R.W., 2006. Living Donor Transplantation: an overview. Hepatobilliary Pancreas Surgery. pp: 370-7

26