Atresia Bilier Anak

19
A. DEFENISI Atresia bilier adalah suatu defek kongenital yang merupakan hasil dari tidak adanya atau obstruksi satu/lebih saluran empedu pada ekstra hepatik atau intra hepatik (Suriadi, 2001) Atresia bilier adalah sumbatan saluran empedu mengenai seluruh atau sebagian dari saluran empedu ekstrahepatik atau intrahepatik, ekstrahepatik bila sumbatan terjadi didalam duktus koledokus, dan intrahepatik bila penyumbatan terjadi antara sel hati dan duktus koledokus. (Ilmu Kesehatan Anak , 1985 : 542) Atresia biliary merupakan obliterasi atau hipoplasi satu komponen atau lebih dari duktus biliaris akibat terhentinya perkembangan janin, menyebabkan ikterus persisten dan kerusakan hati yang bervariasi dari statis empedu sampai sirosis biliaris, dengan splenomegali bila berlanjut menjadi hipertensi porta. (Kamus Kedokteran Dorland 2002) Atresia bilier atau atresia biliaris ekstrahepatik merupakan proses inflamasi progresif yang menyebabkan fibrosis saluran empedu intrahepatik maupun ekstrahepatik sehingga pada akhirnya akan terjadi obstruksi saluran tersebut. (Donna L. Wong 2008: 1028) Atresia bilier merupakan kegagalan perkembangan lumen pada korda epitel yang akhirnya menjadi duktus biliaris, kegagalan ini bisa menyeluruh atau sebagian. (Chandrasoma & Taylor,2005) Atresia Billiary merupakan kelainan kongenital yang berhubungan dengan kolangio hepatic intra uteri dimana saluran empedu mengalami fibrosis. Proses ini sering 1

Transcript of Atresia Bilier Anak

Page 1: Atresia Bilier Anak

A. DEFENISI

Atresia bilier adalah suatu defek kongenital yang merupakan hasil dari tidak adanya atau

obstruksi satu/lebih saluran empedu pada ekstra hepatik atau intra hepatik (Suriadi,

2001)

Atresia bilier adalah sumbatan saluran empedu mengenai seluruh atau sebagian dari

saluran empedu ekstrahepatik atau intrahepatik, ekstrahepatik bila sumbatan terjadi

didalam duktus koledokus, dan intrahepatik bila penyumbatan terjadi antara sel hati dan

duktus koledokus. (Ilmu Kesehatan Anak , 1985 : 542)

Atresia biliary merupakan obliterasi atau hipoplasi satu komponen atau lebih dari duktus

biliaris akibat terhentinya perkembangan janin, menyebabkan ikterus persisten dan

kerusakan hati yang bervariasi dari statis empedu sampai sirosis biliaris, dengan

splenomegali bila berlanjut menjadi hipertensi porta. (Kamus Kedokteran Dorland 2002)

Atresia bilier atau atresia biliaris ekstrahepatik merupakan proses inflamasi progresif

yang menyebabkan fibrosis saluran empedu intrahepatik maupun ekstrahepatik sehingga

pada akhirnya akan terjadi obstruksi saluran tersebut. (Donna L. Wong 2008: 1028)

Atresia bilier merupakan kegagalan perkembangan lumen pada korda epitel yang

akhirnya menjadi duktus biliaris, kegagalan ini bisa menyeluruh atau sebagian.

(Chandrasoma & Taylor,2005)

Atresia Billiary merupakan kelainan kongenital yang berhubungan dengan kolangio

hepatic intra uteri dimana saluran empedu mengalami fibrosis. Proses ini sering berjalan

terus setelah bayi lahir sehingga prognosis umumnya buruk. (Sjamsu Hidajat, 1998)

Gambar 1

Atresia Bilier

1

Page 2: Atresia Bilier Anak

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI

1. Anatomi Sistem Biliary

Hati terletak di belakang tulang-tulang iga (kosta) dalam rongga abdomen daerah

kanan atas. Hati memiliki berat sekitar 1500 gr, dan di bagi menjadi empat lobus.

Setiap lobus hati terbungkus oleh lapisan tipis jaringan ikat yang membentang ke

dalam lobus itu sendiri dan membagi massa hati menjadi unit-unit yang lebih kecil,

yang disebut lobulus. Sirkulasi darah ke dalam dan ke luar hati sangat penting dalam

penyelenggaran fungsi hati.

Saluran empedu terkecil yang disebut kanalikulus terletak di antara lobulus hati.

Kanalikulus menerima hasil sekresi dari hepatosit yang membawanya ke saluran

empedu yang lebih besar yang akhirnya akan membentuk duktus hepatikus. Duktus

hepatikus dari hati dan duktus sistikus dari kandung empedu bergabung untuk

membentuk duktus koledokus (commom bile duct) yang akan mengosongkan isinya

ke dalam intestinum. Aliran empedu ke dalam intestinum di kendalikan oleh sfingter

Oddi yang terletak pada tempat sambungan (junction) di mana duktus koledokus

memasuki duodenum.

Kandung empedu (vesika felea), yang merupakan organ berbentuk sebuah pear,

berongga dan menyerupai kantong dengan panjang 7,5-10 cm, terletak dalam suatu

cekungan yang dangkal pada permukaan inferior hati dimana organ tersebut terikat

pada hati oleh jaringan ikat yang longgar. Kapasitas kandung empedu 30-50 ml

empedu. Dindingnya terutama tersusun dari otot polos. Kandung empedu

dihubungkan dengan duktus koledokus lewat duktus sistikus.

a. Kandung Empedu

Kandung empedu adalah sebuah kantung berbentuk seperti buah pear, memiliki

panjang 7-10 cm dengan kapasitas 30-50 ml namun saat terdistensi dapat

mencapai 300 ml. Kandung empedu berlokasi di sebuah lekukan pada

permukaaan bawah hepar yang secara anatomi membagi hepar menjadi lobus

kanan dan lobus kiri. Kandung empedu dibagi menjadi 4 area secara anatomi

yaitu fundus, leher, corpus, dan infundibulum.

Fundus berbentuk bulat dan ujungnya 1-2 cm melebihi batas hepar, strukturnya

kebanyakan berupa otot polos, kontras dengan korpus yang kebanyakan terdiri

dari jaringan elastis. Leher biasanya membentuk sebuah lengkungan, yang

mencembung dan membesar membentuk Hartmann’s pouch.

2

Page 3: Atresia Bilier Anak

Kandung empedu terdiri dari epitel silindris yang mengandung kolesterol dan

tetesan lemak. Mukus disekresi ke dalam kandung empedu dalam kelenjar

tubuloalveolar yang ditemukan dalam mukosa infundibulum dan leher kandung

empedu, tetapi tidak pada fundus dan korpus. Epitel yang berada sepanjang

kandung empedu ditunjang oleh lamina propria. Lapisan ototnya adalah serat

longitudinal sirkuler dan oblik, tetapi tanpa lapisan yang berkembang sempurna.

Perimuskular subserosa mengandung jaringan penyambung, saraf, pembuluh

darah, limfe dan adiposa. Kandung empedu ditutupi oleh lapisan serosa kecuali

bagian kandung empedu yang menempel pada hepar. Kandung empedu

dibedakan secara histologis dari organ-organ gastrointestinal lainnya dari lapisan

muskularis mukosa dan submukosa yang sedikit.

Arteri sistika yang mensuplai kandung empedu biasanya berasal dari cabang

arteri hepatika kanan. Lokasi Arteri sistika dapat bervariasi namun hampir selalu

di temukan di segitiga hepatosistica, yaitu area yang dibatasi oleh Ductus sistikus,

Ductus hepaticus komunis dan batas hepar (segitiga Calot). Ketika arteri sistika

mencapai bagian leher dari kandung empedu, akan terbagi menjadi anterior dan

posterior. Aliran vena akan melalui vena kecil dan akan langsung memasuki

hepar, atau lebih jarang akan menuju vena besar sistika menuju vena porta.

Aliran limfe kandung empedu akan menuju kelenjar limfe pada bagian leher.

Persarafan kandung empedu berasal dari nervus vagus dan dari cabang simpatis

melewati pleksus celiaca. Tingkat preganglionik simpatisnya adalah T8 dan T9.

Rangsang dari hepar, kandung empedu, dan duktus biliaris akan menuju serat

aferen simpatis melewati nervus splanchnic memediasi nyeri kolik bilier. Cabang

hepatik dari nervus vagus memberikan serat kolinergik pada kandung empedu,

duktus biliaris dan hepar.

b. Pembentukan empedu

Empedu dibentuk secara terus menerus oleh hepatosit dan dikumpulkan dalam

kanalikulus serta saluran empedu. Empedu terutama tersusun dari air dan

elektrolit, seperti natrium, kalium, kalsium, klorida serta bikarbonat, dan juga

mengandung dalam jumlah yang berati beberapa substansi seperti lesitin,

kolesterol, billirubin serta garam-garam empedu. Empedu dikumpulkan dan

disimpan dalam kandung empedu untuk kemudian dialirkan ke dalam intestinum

bila diperlukan bagi pencernaan. Fungsi empedu adalah ekskretorik seperti

3

Page 4: Atresia Bilier Anak

ekskresi bilirubin dan sebagai pembantu proses pencernaan melalui emulsifikasi

lemak oleh garam-garam empedu.

Garam-garam empedu disintesis oleh hepatosit dari kolesterol. Setelah terjadi

konjugasi atau pengikatan dengan asam-asam amino (taurin dan glisin), garam

empedu diekskresikan ke dalam empedu. Bersama dengan kolesterol dan lesitin,

garam empedu diperlukan untuk emulsifikasi lemak dalam intestinum. Proses ini

sangat penting untuk proses pencernaan dan penyerapan yang efisien.

Kemudian garam empedu akan diserap kembali, terutama dalam ileum distal, ke

dalam darah portal untuk kembali ke hati dan sekali lagi diekskresikan ke dalam

empedu. Lintasan hepatosit empedu intestinum dan kembali lagi kepada hepatosit

dinamakan sirkulasi enterohepatik. Akibat adanya sirkulasi enterohepatik, maka

dari seluruh garam empedu yang masuk ke dalam intestinum, hanya sebagian

kecil yang akan diekskresikan ke dalam feses. Keadaan ini menurunkan

kebutuhan terhadap sintesis aktif garam empedu oleh sel-sel hati.

c. Ekskresi Bilirubin

Bilirubin adalah pigmen yang berasal dari pemecahan hemoglobin oleh sel-sel

pada sistem retikuloendotelial yang mencakup se-sel Kupffer dari hati. Hepatosit

mengeluarkan bilirubin dari dalam darah dan melalui reaksi kimia mengubahnya

lewat konjugasi menjadi asam glukoronat yang membuat bilirubin lebih dapat

larut di dalam larutan yang encer. Bilirubin terkonjugasi diekskresikan oleh

hepatosit ke dalam kanalikulus empedu di dekatnya dan akhirnya dibawa dalm

empedu ke duodenum.

Dalam usus halus, bilirubin dikonversikan menjadi urobilinogen yang sebagian

akan diekskresikan ke dalam feses dan sebagian lagi diabsorbsi lewat mukosa

intestinal ke dalam daerah portal. Sebagian besar dari urobilinogen yang diserap

kembali ini dikeluarkan oleh hepatosit dan diekskresikan sekali lagi ke dalam

empedu (sirkulasi enterehepatik). Sebagian urobilinogen memasuki sirkulasi

sistemik dan diekskresikan oleh ginjal ke dalam urin. Eliminasi bilirubin dalam

empedu menggambarkan jalur utama ekskresi bagi senyawa ini.

Konsentrasi bilirubin dalam darah dapat meningkat jika terdapat penyakit hati,

bila aliran empedu terhalang (yaitu, oleh batu empedu dalam saluran empedu)

atau bila terjadi penghancuran sel-sel darah merah yang berlebihan. Pada

obstruksi saluran empedu, bilirubin tidak memasuki intestinum dan sebagai

akibatnya, urobilinogen tidak terdapat dalam urin.

4

Page 5: Atresia Bilier Anak

Gambar 2

Anatomi Bilier

2. Fisilogi Kandung Empedu

Kandung empedu berfungsi sebagai depot penyimpanan bagi empedu. Di antara saat-

saat makan, ketika sfingter Oddi tertutup, empedu yang diproduksi oleh hepatosit

akan memasuki kandung empedu. Selama penyimpanan, sebagian besar air dalam

empedu diserap melalui dinding kandung empedu sehingga empedu dalam kandung

empedu lebih pekat lima hingga sepuluh kali dari konsentrasi saat diekskresikan

pertama kalinya oleh hati. Ketika makanan masuk ke dalam duodenum akan terjadi

kontraksi kandung empedu dan relaksasi sfingter Oddi yang memungkinkan empedu

mengalir masuk ke dalam intestinum. Respon ini diantarai oleh sekresi hormon

kolesitokinin-pankreozimin (CCK-PZ) dari dinding usus.

C. ETIOLOGI

Etiologi Atresia Billiary masih belum diketahui dengan pasti. Atresia Billiary terjadi

antara lain karena proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan

progresif pada duktus bilier ekstra hepatik sehingga menyebabkan hambatan aliiran

empedu. Ada juga sebagian ahli yang menyatakan bahwa faktor genetik ikut berperan,

yang dikaitkan dengan adanya kelainan kromosom trisomi 17, 18 dan 21 serta

terdapatnya anomaly oragan pada 10-30 % kasus Atresia Billiary. (Parlin Ringoringo)

Atresia atau hipoplasia dapat melibatkan semua atau sebagian dari duktus biliaris

ekstrahepatic dan juga duktus intrahepatic.

5

Page 6: Atresia Bilier Anak

Hal penting yang harus diketahui bahwa atresia bilier bukanlah penyakit yang

diturunkan. Kasus atresia bilier pernah terjadi pada bayi kembar identik, dimana hanya

satu anak yang menderita penyakit tersebut. (Steven M, 2009)

Insiden Atresia Billiary adalah 1/10000 sampai 1/14.000 kelahiran hidup. Rasio atresia

billiary pada anak perempuan dan laki-laki adalah +1,4:1. Dari 904 kasus atresia billiary

yang terdaftar di lebih dari 100 institusi, atresia billiary terdapat pada ras Kaukasia

(62%), berkulit hitam (20%), Hispanik (11%), Asia (4,2%) dan Indian Amerika (1,5%).

D. KLASIFIKASI ATRESIA BILLIER

Menurut anatomis atresia billier ada 3 tipe :

1. Tipe I Atresia sebagian atau totalis yang disebut duktus hepatikus komunis, segmen

proksimal paten

2. Tipe IIa Obliterasi duktus hepatikus komunis (duktus billiaris komunis, duktus

sistikus, dan kandung empedu semuanya)

3. Tipe IIb Obliterasi duktus bilierkomunis, duktus hepatikus komunis, duktus sistikus,

kandung empedu normal

4. Tipe III Obliterasi pada semua system duktus billier ekstrahepatik sampai ke hilus

Tipe I dan II merupakan jenis atresia yang dapat di operasi (correctable) sedangkan tipe

III adalah bentuk atresia yang tidak dapat di operasi (non correctable), bila telah terjadi

sirosis maka dilakukan transpalantasi hati. (Parlin Ringoringo)

Gambar 3

Klasifikasi Atresia Bilier

6

Page 7: Atresia Bilier Anak

E. PATOFISIOLOGI

Penyebabnya sebenarnya atresia bilier tidak diketahui sekalipun mekanisme imun atau

viral injurio bertanggung jawab atas progresif yang menimbulkan obstruksi saluran

empedu. Berbagai laporan menunjukkan bahwa atresia bilier tidak terlihat pada janin,

bayi yang baru lahir (Halamek dan Stefien Soen, 1997). Keadaan ini menunjukan bahwa

atresia bilier terjadi pada akhir kehamilan atau pada periode perinatal dan

bermanisfestasi dalam waktu beberapa minggu sesudah dilahirkan. Inflamasi terjadi

secara progresif dengan menimbulkan obstruksi dan fibrosis pada saluran empedu

intrahepatik atau ekstrahepatik (Wong, 2008).

Obstruksi pada saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan obstruksi aliran normal

empedu keluar hati, kantung empedu dan usus akhirnya akan menyebabkan peradangan,

edema, degenerasi hati, bahkan hati menjadi fibrosis dan sirosis.

Obstruksi melibatkan dua duktus hepatic yaitu duktus biliaris yang menimbulkan ikterus

dan duktus didalam lobus hati yang meningkatkan ekskresi bilirubin. Obstruksi yang

terjadi mencegah terjadi bilirubin ke dalam usus menimbulkan tinja berwarna pucat

seperti kapur.

Obstruksi bilier menyebabkan akumulasi garam empedu di dalam darah sehingga

menimbulkan gejala pruritus pada kulit. Karena tidak adanya empedu dalam usus, lemak

dan vitamin A, D, E, K tidak dapat di absorbsi sehingga mengalami kekurangan vitamin

yang menyebabkan gagal tumbuh pada anak (Parakrama, 2005).

F. MANIFESTASI KLINIS

1. Warna tinja pucat, terhambatnya aliran empedu untuk mengakut garam empedu yang

diperlukan untuk mencerna lemak dalam usus halus dimana fungsi empedu adalah

mengekresikan bilirubin dan membantu proses pencernaan melalui emulsifikasi

lemak oleh garam empedu

2. Asites

3. Spenomegali

4. Distensi abdomen

5. Hepatomegali

6. Pruritus, akibatnya adanya obstruksi pada saluran empedu maka terjadi resistensi

garam empedu

7. Jaundice dalam 2 minggu sampai 2 bulan (kenaikan kadar bilirubin berlangsung

cepat >5 mg/dl dalam 24 jam, kadar bilirubin serum >12 mg/dl pada bayi cukup

7

Page 8: Atresia Bilier Anak

bulan serta >15 mg/dl pada bayi premature pada minggu pertama kehidupan), karena

obtruksi pengaliran getah empedu dalam duodenum akan menimbulkan gejala yang

khas yaitu getah empedu tidak dibawa ke duodenum tapi di serap oleh darah dan

penyerapan empedu ini akan menyebabkan kulit dan membrane mukosa berwarna

kuning

8. Letargi

9. Urine berwarna gelap, sebagian urobilinogen memasuki sirkulasi sistemik dan di

ekresikan ginjal ke dalam urine pada obstruksi saluran empedu bilirubin tidak

memasuki intestinum sehingga urobilinogen tidak terdapat dalam urine

10.  Bayi tidak mau minum dan lemah

11. Mual muntah

G. KOMPLIKASI

1. Kolangitis

Komunikasi langsung dari saluran empedu intrahepatic ke usus, dengan aliran

empedu yang tidak baik, dapat menyebabkan ascending cholangitis. Hal ini terjadi

terutama dalam minggu-minggu pertama atau bulan setelah prosedur Kasai sebanyak

30-60% kasus. Infeksi bisa berat dan kadang-kadang fulminan. Ada tanda-tanda

sepsis (demam, hipotermia, status hemodinamik terganggu), ikterus yang berulang,

feses acholic dan mungkin timbul sakit perut. Diagnostic dapat dipastikan dengan

kultur darah atau biopsy hati.

2. Hipertensi portal

Aliran darah yang melewati hati terganggu (rusak) meningkatkan tekanan darah yang

melewati vena vortal, diikuti oleh penumpukan cairan dirongga abdomen

mengakibatkan volume intravena menurun dan ginjal melepas renin yang

meningkatkan skeresi hormon aldesteron oleh kelenjar adrenal yang selanjutnya

membuat ginjal menahan natriun dan air dalam upaya unruk menggembalikan

volume intravaskuler dalam keadaan normal.

3. Hepapulmonary syndrome dan hipertensi pulmonal

Seperti pada pasien dengan penyebab lain secara spontan (sirosis atau prehepatic

hipertensi portal) atau diperoleh (bedah) portosystemic shunts, shunts pada

arterivenosus pilmo mungkin terjadi. Biasanya, hal ini menyebabkan hipoksia,

sianosis dan dyspneu. Diagnosis dapat ditegakkan dengan scintigraphy paru. Selain

itu, hipertensi pulmonal dapat terjadi pada anak-anak dengan sirosis yang menjadi

8

Page 9: Atresia Bilier Anak

penyebab kelesuan dan bahkan kematian mendadak. Diagnosis dalam kasus ini dapat

ditegakkan oleh echocardiograf. Transplantasi liver dapat membalikkan shunts, dan

dapat membalikkan hipertensi pulmonal ke tahap semula.

4. Keganasan

Hepatocarcinomas, hepatoblastomas, dan cholangiocarcinomas dapat timbul pada

pasien dengan atresia bilier yang mengalami bilier. Skrining untuk keganasan harus

dilakukan secara teratur dalam tindak lanjut pasien dengan operasi Kasai yang

berhasil.

H. PEMERIKSANAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Laboratorium

a. Pemerikasaan rutin

1) Kadar komponen bilirubin direk < 4 mg/dl.

2) Kadar SGOT normal.

3) Kadar SGPT normal.

b. Pemeriksaan khusus

Pemeriksaan Aspirasi Duodenum (DAT) merupakan upaya diagnostik yang

cukup sensitif. Pawlaskaw menyatakan bahwa karena kadar bilirubin dalam

empedu hanya 10 %, sedangkan kadar asam empedu di dalam empedu adalah

60%. Maka asam empedu di dalam cairan duodenum dapat menentukan adanya

Atresia Billiary.

2. Penelitian

Untuk menentukan potensi saluran empedu dan menilai parenkim hati.

a. Pemeriksaan Ultra Sonografi

Diagnostik USG dilakukan dalam 3 fase: saat puasa, saat minum dan sesudah

minum.

b. Sintigrafi Hati

1) Isotop Technetium

Sebelum dilakukan pemeriksaan, pasien diberikan fenobarbital 5 mg/kgBB

per hari per oral dalam 2 dosisi selama 5 hari. Pada Atresia Billiary, proses

pengambilan isotop normal, tetapi ekskresinya ke usus lambat atau tidak

terjadi sama sekali.

2) Indeks hepatik kurang dari 4,3 merupakan petunjuk kuat adanya Atresia

Billiary.

9

Page 10: Atresia Bilier Anak

c. Pemeriksaan Kelangiografi

Pemeriksaan ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreaticography)

merupakan upaya diagnostik dini yang berguna untuk membedakan antara

Atresia Billiary dengan kolestasis intra hepatik.

Gambar 4

Kelangiografi

d. Liver scan

Scan pada liver dengan menggunakan metode HIDA (Hepatobiliary

Iminodeacetic Acid). HIDA melakukan pemotretan pada jalur dari empedu dalam

tubuh, sehingga dapat menunjukkan bilamana ada blockade pada aliran empedu.

3. Biopsi hati

Gambaran histopatologik hati adalah alat diagnostic yang paling dapat diandalkan. Di

tangan seorang ahli patologi yang berpengalaman, akurasi diagnostiknya mencapai

95%, sehingga dapat membantu pengambilan keputusan untuk melakukan laparatomi

eksplorasi, dan bahkan berperan untuk penentuan operasi Kasai. Keberhasilan aliran

empedu pasca operasi Kasai ditentukan oleh diameter duktus bilier yang paten di

daerah hilus hati. (Steven M, 2009)

10

Page 11: Atresia Bilier Anak

I. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada pasien dengan kasus Atresia Billiary antara

lain :

1. Terapi Medika Mentosa

Terapi Medika Mentosa ini bertujuan untuk :

a. Memperbaiki aliran bahanbahan yang dihasilkan oleh hati, terutama asam

empedu (asam litokolat), dengan memberikan :

1) Fenobarbital 5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis per oral.

Fenobarbital akan merangsang enzim glukoronil transferase yang berfungsi

untuk mengubah bilirubin indirek menjadi bilirubin direk.

2) Enzim sitokrom P-450, berfungsi untuk oksigenasi toksin.

3) Enzim Na+, K+, ATPase yang berfungsi menginduksi aliran empedu.

4) Kolestiramin 1gr/kgBB/hari dibagi menjadi 6 dosis atau sesuai jadwal

pemberian susu. Kolestiramin memotong siklus enterohepatik asam empedu

sekunder.

b. Pencitraan untuk menentukan potensi saluran empedu dan menilai parenkim hati.

1) Asam ursodeoksikolat, 310 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis per oral. Asam

ursodeoksikolat mempunyai daya ikat kompetitif terhadap asam litokolat

yang hepatotoksik.

2. Terapi Nutrisi

Terapi Nutrisi ini memungkinkan anak tumbuh dan berkembang seoptimal mungkin,

yaitu dengan :

a. Pemberian makanan yang mengandung Medium Chain Trigliserida (MCT) untuk

mengatasi mal absorbsi lemak.

b. Penatalaksanaan defisiensi vitamin yang larut dalam lemak.

3. Terapi Bedah

Jika pada semua pemeriksaan yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis gagal

atau dengan hasil yang meragukan, Fitzgerald mengajukan untuk segera dilakukan

Laparatomi Eksplorasi pada keadaan sebagai berikut :

a. Bila feses tetap akolik dengan bilirubin direk > 4 mg/dl atau terus meningkat

meskipun telah diberi Fenobarbital atau telah dilakukan Uji Prednison selama 5

hari.

b. Gamma-GT meningkat > 5 hari

c. Tidak ada defisiensi alfa-1 antitripsin.

11

Page 12: Atresia Bilier Anak

d. Pada Sintigrafi tidak ditemukan eksresi usus.

Jika diagnosis telah ditegakkan, maka segera dilakukan intervensi bedah dengan

ketentuan :

a. Pada Atresia Billiary yang dapat dikoreksi (correctable) yaitu tipe I dan II

dengan intervensi bedah portoenterostomi

b. Pada Atresia Billiary yang tidak dapat dikoreksi (noncorrectable), terlebih dahulu

dilakukan laparatomi eksplorasi untuk menentukan potensi duktus bilier yang ada

di daerah hilus hati dengan bantuan “Frozen Section”. Masih ada atau tidaknya

duktus bilier yang paten tetap dikerjakan operasi Kasai, yaitu operasi untuk

melompati Atresia Billiary dan langsung menghubungkan hati dengan usus halus

(hanya untuk tujuan jangka pendek) dan bila mungkin untuk persiapan

transplantasi hati (untuk tujuan jangka panjang).

1) Terapi bedah Kasai prosedur

Prosedur yang terbaik adalah mengganti saluran empedu yang mengalirkan

empedu ke usus. Tetapi prosedur ini hanya mungkin dilakukan pada 5-10%

penderita. Untuk melompati atresia bilier langsung menghubungkan hati

dengan usus halus, dilakukan pembedahan yang disebut operasi Kasai.

Pembedahan akan berhasil jika dilakukan sebelum bayi berusia 8 minggu.

Biasanya pembedahan ini hanya merupakan pengobatan sementara pada

akhirnya perlu dilakukan pencangkokan hati. (Widodo Judarwanto).

Gambar

Kasai Prosedur

12

Page 13: Atresia Bilier Anak

DAFTAR PUSTAKA

Hull, David dan Derek I. Johnston. 2008. Dasar-Dasar Pediatric Edisi 3. Jakarta; EGC

Ringoringo, Parlin. Atresia Bilier Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta; FKUI RSCM

Suradi dkk. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi 2. Penebar Swadaya, Jakarta

Schwartz, Shires Spencer. 2002. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah Edisi 6. Jakarta; EGC

13