Atresia Bilier
-
Upload
husna-ardiana -
Category
Documents
-
view
92 -
download
3
description
Transcript of Atresia Bilier
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ATRESIA BILIER
Kelompok 6 AJ2
Tri Medyan Prasetyo 131411123072
Lilis Kurniawati 131411123074
I Komang Leo Triandana Arizona 131411123076
M. Ruli Maulana 131411123078
Desi Wulan Eliawardani Putri 131411123080
Nabela Nurma Maharani 131411123082
Kurnia Dwi Sucianti 131411123084
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT penulis panjatkan atas terselesaikannya makalah
dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Atresia Bilier”. Penulisan makalah
ini di ambil dari berbagai sumber dan melibatkan beberapa pihak sehingga membantu
terselesaikannya makalah ini. Oleh karena itu penulis berterima kasih kepada semua pihak
yang telah ikut membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini.
Untuk itu kritik dan saran yang membantu perbaikan makalah penulis harapkan. Semoga
makalah ini bermanfaat bagi penulis secara pribadi dan pembaca pada umumnya.
Surabaya, November 2014
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Atresia bilier merupakan suatu penyakit yang didapatkan pada kehidupan pascanatal
dini akibat percabangan saluran bilier yang sebelumnya paten menjadi sklerotik. Bila
intervensi bedah untuk mengembalikan drainase bilier tidak dilakukan, sirosis dan
keadaan yang fatal tak terelakan (Hull & Johnston, 2008).
Pada pasien atresia bilier terjadi inflamasi di saluran empedu. Sistem empedu
membuang limbah metabolik dari hati dan mengangkut garam empedu yang diperlukan
untuk mencerna lemak di dalam usus halus. Pada atresia bilier terjadi penyumbatan aliran
empedu dari hati ke kandung empedu. Hal ini bisa menyebabkan kerusakan hati dan
sirosis hati, yang jika tidak diobati bisa berakibat fatal.
Atresia bilier ditemukan pada 1 dari 15.000 kelahiran. Rasio atresia bilier pada anak
perempuan dan anak laki-laki adalah 2:1. Meski jarang tetapi jumlah penderita atresia
bilier yang ditangani Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dalam dua belas tahun
terakhir (tahun 1998-2009) berjumlah 60 orang. Pada tahun 1998-2001, terdapat tiga
pasien, pada tahun 2002-2005 terdapat 23 pasien, dan pada tahun 2006-2009 terdapat 34
pasien atresia bilier.. Sedangkan di Instalasi Rawat Inap Anak RSU Dr. Sutomo Surabaya
antar tahun 1999-2004 dari 19270 penderita rawat inap, didapat 96 penderita dengan
penyakit kuning gangguan fungsi hati di dapatkan atresia bilier 9 (9,4%).
Perkembangan kasus atresia bilier berdasarkan angka-angka kejadian tersebut beserta
dampak yang muncul apabila tidak ditangani dengan tepat akan beakibat fatal, sehingga
penyusun tertarik untuk meyusun makalah tentang atresia bilier. Kasus atresia bilier perlu
mendapat perhatian khusus terutama dari perawat agar perawat dapat memberikan asuhan
keperawatan yang tepat sesuai dengan pengetahuan yang berkembang tentang
penanganan atresia bilier.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Menjelaskan konsep teori dan asuhan keperawatan pada klien dengan atresia
bilier.
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Menjelaskan pengertian dari penyakit atresia bilier
b. Menjelaskan klasifikasi dari penyakit atresia bilier
c. Menjelaskan tentang penyebab dari penyakit atresia bilier
d. Menjelaskan patofisiologi dari penyakit atresia bilier
e. Menjelaskan dan menyebutkan tanda dan gejala dari penyakit atresia bilier
f. Menjelaskan pemeriksaan diagnostik dari penyakit atresia bilier
g. Menjelaskan penatalaksanaan penyakit atresia bilier
h. Menjelaskan prognosis penyakit atresia bilier
i. Menjelaskan web of causation atresia bilier
j. Mampu membuat asuhan keperawatan pada kien dengan atresia bilier.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Teori
1. Pengertian
Atresia bilier adalah obstruksi duktus bilier progresif yang merupakan hasil
akhir proses destruksi serta inflamasi yang bermula dari duktus bilier ekstrahepatik
dan disebut juga kolangiopati obliteratif progresif (progressive obliterative
cholangiopathy).
Atresia bilier atau atresia biliaris ekstrahepatik, merupakan proses inflamasi
progresif yang menyebabkan fibrosis saluran empedu intrahepatik maupun
ekstrahepatik sehingga pada akhirnya akan terjadi obstruksi saluran tersebut (Wong,
2009).
Atresia bilier merupakan defek kongenital yang terjadi akibat tidak adanya
atau obstruksi satu atau lebih kandung empedu ekstrahepatik atau intrahepatik yang
menyebabkan penyimpangan drainase kandung empedu (Speer, 2002).
2. Klasifikasi
Klasifikasi dengan menggunakan system klasifikasi Kasai, cara ini banyak
digunakan. Mengklasifikasikan kasus atresia biliaris berdasarkan lokasi dan tingkat
patologinya. Seperti yang terlihat di bawah ini, 3 jenis atresia biliaris yang utama.
Klasifikasi atresia bliaris meliputi:
Tipe I: saluran empedu umumnya paten pada daerah proksimal.
Tipe II: atresia pada saluran empedu dapat terlihat, dengan sumbatan saluran
empedu ditemukan pada porta hepatis.
o Tipe IIa: fibrosis dan saluran empedu umumnya bersifat paten
o Tipe IIb: umumnya duktus biliaris dan duktus hepatic tidak ada.
Tipe III: lebih mengacu pada terputusnya duktus hepatic kanan dan kiri
sampai pada porta hepatic. Bentuk atresia ini adalah umum terjadi, sekitar
lebih dari 90% kasus.
(Gambar Klasifikasi Atresia Bilier, sumber: Mohan, 2010)
3. Etiologi
Penyebab sebenarnya atresia bilier tidak diketahui sekalipun mekanisme imun
atau viral injury bertanggung jawab atas proses progresif yang menimbulkan
obliterasi total saluran empedu (Wong, 2009).
Menurut National Institutes of Health of the US Departement of Health and
Human Services (2012), atresia bilier terjadi karena ada gangguan perkembangan dari
saluran empedu didalam maupu diluar hati. Tetapi ada beberapa faktor yang mungkin
dapat memicu terjadinya atresia bilier, antara lain:
Infeksi virus atau bakteri setelah lahir, misalnya cytomegalovirus, reovirus,
atau ritavirus.
Gangguan sistem kekebalan tubuh, misalnya serangan sistem kekebalan tubuh
pada hati atau kandung empedu tanpa diketahui penyebabnya.
Mutasi genetik.
Gangguan perkembangan hati dan saluran empedu saat perkembangan janin.
Paparan zat-zat beracun.
4. Patofisiologi
Atresia bilier terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan
yang menyebabkan kerusakan progresif pada duktus bilier ekstrahepatik
sehingga menyebabkan hambatan aliran empedu, dan tidak adanya atau kecilnya
lumen pada sebagian atau keseluruhan traktus bilier ekstrahepatik juga menyebabkan
obstruksi aliran empedu.
Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik akan menimbulkan hiperbilirubinemia
terkonjugasi yang disertai bilirubinuria. Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik dapat
total maupun parsial. Obstruksi total dapat disertai tinja yang alkoholik. Penyebab
tersering obstruksi bilier ekstrahepatik adalah sumbatan batu empedu pada ujung
bawah ductus koledokus, karsinoma kaput pancreas, karsinoma ampula vateri,
striktura pasca peradangan atau operasi.
Obstruksi pada saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan obstruksi aliran
normal empedu dari hati ke kantong empedu dan usus. Akhirnya terbentuk sumbatan
dan menyebabkan cairan empedu balik ke hati ini akan menyebabkan peradangan,
edema, degenerasi hati. Dan apabila asam empedu tertumpuk dapat merusak hati.
Bahkan hati menjadi fibrosis dan cirrhosis. Kemudian terjadi pembesaran hati yang
menekan vena portal sehingga mengalami hipertensi portal yang akan mengakibatkan
gagal hati.
Jika cairan empedu tersebar ke dalam darah dan kulit, akan menyebabkan rasa
gatal. Bilirubin yang tertahan dalam hati juga akan dikeluarkan ke dalam aliran
darah, yang dapat mewarnai kulit dan bagian putih mata sehingga berwarna kuning.
Degerasi secara gradual pada hati menyebabkan joundice, ikterik dan hepatomegaly.
Karena tidak ada aliran empedu dari hati ke dalam usus, lemak dan vitamin
larut lemak tidak dapat diabsorbsi, kekurangan vitamin larut lemak yaitu vitamin A,
D,E,K dan gagal tumbuh. Vitamin A, D, E, K larut dalam lemak sehingga
memerlukan lemak agar dapat diserap oleh tubuh. Kelebihan vitamin-vitamin tersebut
akan disimpan dalam hati dan lemak didalam tubuh, kemudian digunakan saat
diperlukan. Tetapi mengkonsumsi berlebihan vitamin yang larut dalam lemak dapat
membuat anda keracunan sehingga menyebabkan efek samping seperti mual, muntah,
dan masalah hati dan jantung
5. Manifestasi Klinis
Bayi dengan atresia bilier biasanya muncul sehat ketika mereka lahir. Gejala
penyakit ini biasanya muncul dalam dua minggu pertama setelah hidup. Gejala-gejala
termasuk:
a. Ikterus
Manifestasi paling dini dan gambaran klinis paling nyata. Pertama kali terlihat
pada sklera. Mungkin terdapat sejak lahir. Biasanya tidak terlihat sampai usia 2
hingga 3 minggu.
b. Urine berwarna gelap dan menodai popok.
Urin gelap yang disebabkan oleh penumpukan bilirubin (produk pemecahan dari
hemoglobin) dalam darah. Bilirubin kemudian disaring oleh ginjal dan dibuang
dalam urin.
c. Feses berwarna lebih cerah dari pada yang diperkirakan atau berwarna putih atau
coklat muda.
d. Hepatomegali dan distensi abdomen sering terjadi.
e. Splenomegali terjadi kemudian.
f. Gangguan metabolisme lemak menyebabkan: pertambahan berat badan yang
buruk, dan kegagalan tumbuh-kembang secara umum.
g. Pruritus
h. Iritabilitas (bayi menjadi rewel)
i. Sulit untuk menenangkan bayi.
(Wong, 2009)
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Uji fungsi hati hanya sedikit memberikan informasi, kecuali pada pemeriksaan
bilirubin serum secara serial. Pada atresia nilai-nilainya lebih berfluktuasi.
b. Uji Rose Bengal
Jika ekskresi isotop pada tinja setelah 72 jam penyuntikan melalui vena nilainya
kurang dari 8%, maka ini merupakan bukti adanya obstruksi bilier. Dapat diulang
setelah pemberian kolesteramin selama 3 minggu (1,0 g, 4 kali sehari). Pada
atresia hasilnya tidak akan berubah, tetapi pada hepatitis terjadi peningkatan
sebesar 10%.
c. Asam Empedu pada Duodenum
Pada obstruksi bilier komplet (seperti pada atresia) cairan duodenum tidak
mengandung asam empedu.
d. Biopsi Hati Perkutaneus
Mungkin dapat membantu, tetapi kadang-kadang secara histologis sukar
dibedakan dari sindrom hepatitis neonatal, terutama pada stadium awal. Biopsi
serial nilainya lebih mempunyai makna. Jika terjadi sirosis, harus dilanjutkan
dengan laparatomi, kolangiogram dan biopsi hepar melalui tindakan operasi.
e. Laparatomi dan Kolangiogram Operatif
Jika tidak ditemukan duktus, harus dilanjutkan dengan eksplorasi terhadap sistem
portal hati. Jika ditemukan duktus dengan diameter > 150 µ, maka dapat
dilakukan anastomosis sistem porta dengan usus yang dilengkungkan menurut
cara Roux-en-Y (teknik operasi Kasai).
7. Penatalaksanaan
a. Terapi Medis
1) Terapi Farmakologi
Memperbaiki aliran bahan-bahan yang dihasilkan oleh hati terutama asam
empedu (asam litokolat), dengan pemberian obat:
a) Fenobarbital 5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis, per oral. Fenobarbital akan
merangsang enzimglukuronil transferase (untuk mengubah bilirubin
indirek menjadi bilirubin direk); enzimsitokrom P-450 (untuk oksigenisasi
toksin), enzim Na+ K+ ATPase (menginduksi aliranempedu).
b) Kolestiramin 1 gram/kgBB/hari dibagi 6 dosis atau sesuai jadwal
pemberian susu. Kolestiramin memotong siklus enterohepatik asam
empedu sekunder.
Melindungi hati dari zat toksik, dengan pemberian:
a) Asam ursodeoksikolat, 310 mg/kgBB/hari, dibagi 3 dosis, per oral. Asam
ursodeoksikolat mempunyai daya ikat kompetitif terhadap asam litokolat
yang hepatotoksik.
2) Terapi Bedah
a) Prosedur Kasai
Prosedur kasai, dinamakan sesuai dengan penemu operasinya, biasanya
menjadi penatalaksanaan pertama untuk atresia bilier. Prosedur Kasai
dilakukan dengan menghilangkan duktus bilier yang membahayakan pada
bayi dan membuat saluran dari usus halus untuk menggantikannya.
Sebagai hasilnya empedu mengalir langsung ke usus halus.
Ketika operasi ini tidak menyembuhkan atresia bilier, operasi ini dapat
mengembalikan aliran empedu dan memperbaiki beberapa permasalahan
yang disebabkan oleh atresia bilier. Tanpa pembedahan, bayi dengan
atresia bilier tidak bisa hidup sampai usia 2 tahun. Prosedur ini paling
efektif pada bayi yang lebih muda dari usia 3 bulan, karena mereka
biasanya belum mengembangkan bahaya hati permanen. Beberapa bayi
dengan atresia bilier yang menjalani prosedur Kasai yang sukses akan
memperoleh kembali kesehatan yang baik dan tidak lagi tampak jaundice
atau memiliki masalah-masalah hati yang besar.
(Gambar operasi Kasai, sumber: Ali, 2012)
b) Transplantasi Hati
Transplantasi hati adalah terapi definitif untuk atresia bilier, dan angka
pasien bertahan hidup setelah pembedahan telah meningkat secara
dramatis dalam dalam beberapa tahun terakhir. Sebagai hasilnya, sebagian
besar bayi dengan atresia biler saat ini bertahan hidup. Perkembangan
dalam bedah transplantasi juga meningkatkan ketersediaan dan
penggunaan hati yang efisien untuk transplantasi pada anak-anak, jadi
hampir seluruh bayi yang membutuhkan transplantasi dapat menerima
satu.
Dalam beberapa tahun yang lalu, ukuran hati yang ditransplantasikan
harus cocok dengan ukuran hati bayi. Dengan demikian, hanya hati dari
anak kecil yang baru saja dinyatakan meninggal yang dapat
ditransplantasikan kepada bayi dengan atresia bilier. Metode baru saat ini
memungkinkan untuk mentransplantasikan sebagian hati dari orang
dewasa yang baru saja meninggal kepada bayi. Tipe pembedahan ini
disebut transplantasi pengurangan-ukuran (reduced-size transplant) atau
transplantasi pembagian-hati (split-liver transplant).
Bagian dari hati orang dewasa yang masih hidup juga dapat digunakan
untuk transplantasi. Jaringan hati yang sehat tumbuh dengan cepat. Oleh
karena itu, jika seorang bayi menerima bagian hati dari donor hidup,
keduanya baik donor maupun bayi dapat menumbuhkan hati yang lengkap
seiring waktu.
Bayi dengan atresia bilier fetal lebih memungkinkan untuk
membutuhkan transplantasi hati dan biasanya lebih segera daripada bayi
dengan bentuk perinatal yang biasa. Perluasan bahaya dapat juga
mempengaruhi seberapa cepat bayi akan membutuhkan transplantasi hati.
b. Terapi Non Medis
1) Diet dan Nutrisi
Bayi dengan atesia bilier sering mengalami defisiensi nutrisi dan
membutuhkan diet khusus selama mereka tumbuh. Mereka mungkin
membutuhkan diet dengan kalori lebih tinggi, karena atresia bilier
menyebabkan metabolisme menjadi lebih cepat. Penyakit ini juga mencegah
mereka mencerna lemak dan menyebabkan defisiensi protein dan vitamin.
Suplemen vitamin mungkin disarankan, bersamaan dengan penambahan
makanan berminyak trigliserida rantai-sedang, cairan, dan susu formula bayi.
Minyak tersebut menambah kalori dan lebih mudah dicerna tanpa empedu
daripada tipe lemak lain. Jika bayi atau anak terlalu sakit untuk makan, selang
makan mungkin direkomendasikan untuk menyediakan makanan cair tinggi-
kalori.
Sesudah transplantasi hati, sebagian besar bayi dan anak dapat kembali
pada diet mereka yang biasa. Suplemen vitamin mungkin masih dibutuhkan
karena obat-obatan yang digunakan untuk menjaga tubuh dari penolakan
terhadap hati baru dapat mempengaruhi kadar kalsium dan magnesium.
2) Perawatan Paliatif
Perawatan paliatif sesuai definisi dari WHO adalah perawatan aktif, total
untuk pasien dengan penyakit yang sudah tidak bisa berespon terhadap
perawatan kuratif dan bertujuan meningkatkan kualitas hidup mereka dan
keluarga mereka. Perawatan paliatif saat ini sudah dispesialiasikan dengan
jelas baik untuk pengobatan medis maupun keperawatan, berfokus pada
pengontrolan nyeri dan simptom-simptom lain meringankan penderitan dan
meningkatan kalitas dalam sisa hidup mereka. Keperawatan paliatif
mengintregasikan aspek perawatan psikologis dan spiritual supaya pasien
mampu untuk bertahan hidup dengan harga diri dn juga memberika dukungan
kepada keluarga baik selama pasien menderita penyakit tersebut maupun
kehilangan sesudahnya yang dialami keluarga (Marie Curie Cancer Care,
1995). Pada pasien atresia bilier perlu dilakukan home care untuk
meningkatkan drainase empedu dengan mempertahankan fungsi hati dan
mencegah komplikasi kegagalan hati.
3) Perawatan Suportif
Manajement perdarahan dengan pemberian vitamin K yang berperan
dalam pembekuan darah dan apabila kekurangan vitamin K dapat
menyebabkan perdarahan berlebihan dan kesulitan dalam
penyembuhan. Ini bisa ditemukan pada selada, kubis, kol, bayam,
kangkung, susu, dan sayuran berdaun hijau tua adalah sumber terbaik
vitamin ini.
Terapi ini diberikan karena klien dengan atresia bilier mengalami
obstruksi aliran dari hati ke dalam usus sehingga menyebabkan lemak
dan vitamin larut lemak tidak dapat diabsorbsi. Oleh karena itu
diberikan makanan yang mengandung medium chain triglycerides
(MCT) seperti minyak kelapa.
Perlindungan kulit bayi secara teratur akibat dari akumulasi toksik
yang menyebar ke dalam darah dan kulit yang mengakibatkan gatal
(pruiritis) pada kulit.
Pemberian health edukasi dan emosional support, keluarga juga turut
membantu dalam memberikan stimulasi perkembangan dan
pertumbuhan klien.
8. Prognosis
Prognosisnya tergantung dari usia saat dioperasi. Bila operasi Kasai dilakukan
sebelum berusia 60 hari, maka keberhasilan aliran empedu sesudah operasi mencapai
91% dan angka ini akan berkurang sampai 56% bila operasi dilakukan antara 61-70
hari dan 31% bila operasi diakukan pada 71-90 hari dan hanya 17% bila operasi
sesudah berumur 91 hari. Bila operasi Kasai berhasil, 5 tahun survival mencapai 47-
60% dan 10 tahun sebanyak 25-35%, dan dilaporkan ada yang survive tanpa
transplantasi sampai berumur 20-30 tahun, tapi dengan berbagai komplikasi.
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah kolangitis (30-60%). Hipertensi
portal (lebih dari 60%), sindrom hepatopulmonal atau keganasan. Pada operasi Kasai
yang tidak berhasil mengalirkan empedu akan berlanjut menjadi sirosis bilier yang
memerlukan transplantasi hati yang biasanya dikerjakan pada umur sekitar dua tahun
bahkan mungkin pada usia yang lebih muda pada umur lebih dari enam bulan. Faktor-
faktor yang dapat digunakan untuk memprediksi prognosis jangka panjang sesudah
operasi portoenterostomi Kasai adalah: usia saat operasi, gambaran histologi hati, dan
ukuran sisa duktus biliaris sebelum operasi. Giant cells sinsitial, nekrosis fokal,
bridging necrosis, dan kolangitis berhubungan dengan prognosis yang buruk.
Prognosis lebih baik bila tidak ada sirosis, hipertensi portal dan kelainan ekstrahepatik
lain, pengalaman tim ahli bedah, dan menghilangkannya ikterik sesudah operasi. Pada
yang tidak dilakukan operasi, biasanya penderita meninggal akibat pendarahan, gagal
hati kronik, sepsis atau bronkopneumonia pada sekitar umur dua tahun. Beberapa bayi
meninggal pada umur delapan bulan.
9. Komplikasi
Komplikasi yang biasanya muncul pada pasien dengan atresia bilier yaitu:
a. Kolangitis
Komplikasi langsung dari saluran empedu intrahepatic ke usus, dengan aliran
empedu yang tidak baik, dapat menyebabkan ascending cholangitis. Hal ini
terjadi terutama dalam minggu-minggu pertama atau bulan setelah prosedur Kasai
sebanyak 30-60% kasus.Infeksi ini bisa berat dan kadang-kadang fulminan. Ada
tanda-tanda sepsis (demam, hipotermia,status hemodinamik terganggu), ikterus
yang berulang, feses acholic dan mungkin timbul sakitperut. Diagnosis dapat
dipastikan dengan kultur darah dan atau biopsi hati.
b. Hipertensi portal
Portal hipertensi terjadi setidaknya pada dua pertiga dari anak-anak setelah
portoenterostomy. Hal paling umum yang terjadi adalah varises esofagus.
c. Hepatopulmonary syndrome dan hipertensi pulmonal
Seperti pada pasien dengan penyebab lain secara spontan (sirosis atau
prehepatic hipertensi portal) atau diperoleh (bedah) portosystemic shunts, shunts
pada arterivenosus pulmo mungkin terjadi. Biasanya, hal inimenyebabkan
hipoksia, sianosis, dan dyspneu. Diagnosis dapat ditegakan dengan
scintigraphyparu. Selain itu, hipertensi pulmonal dapat terjadi pada anak-anak
dengan sirosis yang menjadi penyebab kelesuan dan bahkan kematian mendadak.
Diagnosis dalam kasus ini dapat ditegakan oleh echocardiography. Transplantasi
liver dapat membalikan shunts, dan dapat membalikkan hipertensi pulmonal ke
tahap semula.
d. Keganasan
Hepatocarcinomas, hepatoblastomas, dan cholangiocarcinomas dapat timbul
pada pasien dengan atresia bilier yang telah mengalami sirosis. Skrining untuk
keganasan harus dilakukan secara teratur dalam tindak lanjut pasien dengan
operasi Kasai yang berhasil.
B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Anamnesa
1) Identitas Klien
2) Identitas Penanggungjawab
3) Riwayat Kesehatan
a) Keluhan Utama
Keluhan yang utama dirasakan pasien saat pengkajian. Keluhan yang
muncul adalah ikterus dan nyeri abdomen.
b) Riwayat Kesehatan Dahulu
Apakah ada tanda-tanda infeksi dahulu pada ibu, apakah ibu pernah
mengkonsumsi obat-obatan yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi.
c) Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya bayi masuk rumah sakit dengan keluhan bayi rewel akibat nyeri
abdomen, tubuh berwarna kuning, dan ada gatal-gatal di tubuh bayi.
d) Riwayat Keluarga
Apakah anggota keluarga ada yang mengalami gangguan hati dan empedu.
4) Pengkajian Pola Fungsional (Gordon)
a) Persepsi kesehatan atau penanganan kesehatan, mengambarkan persepsi
klien dan penanganan kesehatan.
Data subjektif: Alasan masuk rumah sakit (keluarga), riwayat medis dan
sosial, harapan pemberi perawatan kesehatan, persepsi klien atau keluarga
tentang status kesehatan dan kesejahteraan.
Data objektif: Pengamatan umum, hygiene berhias, umur.
b) Pola nutrisi atau metabolic, mengambarkan masukan nutrisi: keseimbangan
cairan dan elektrolit.
Data subjektif: Masukan lemak, asupan natrium, nafsu makan, masalah
dengan makan, menela dan pencernaan kemampuan menelan, mual, berat
badan.
Data objektif: Diet yang dianjurkan, persentase makanan yang dimakan,
kemampuan menelan, asupan kalori, makanan yang alergi, muntah,
masukan dan keluaran, tinggi badan, berat badan dan kulit.
c) Eliminasi, mengambarkan pola fungsi ekskresi usus, kandung kemih dan
kulit.
Data subjektif: Kandung kemih, frekuensi, nokturia, karakteristik keluaran
urine yang biasa, masalah berkemih, pola masukan cairan, frekuensi dari
karakteristik fees yang biasa, masalah dengan konstipasi atau diare.
Data objektif: Kandung kemih, jumlah urin, warna, bau, kandung kemih
teraba, masukan dan keluaran, jumlah feses, warna, konsistensi, abdomen
lemah, distensi nyeri tekan, bising usus
d) Aktivitas atau latihan menggambarkanpola latihan dan aktivitas, fungsi
pernafasan dan sirkulasi.
Data subjektif: Nafas pendek atau nyeri saat latihan (menangis saat
aktivitas), mobilitas, pola latihan yang biasa dilakukan pola aktivitas.
Data objektif: Frekuensi kedalaman, dan irama pernafasan, bunyi nafas,
adanya batuk, sirkulasi, frekuensi dan irama apical, tekanan darah, suhu,
mobilitas, kekuatan, genggaman tangan, reflex.
e) Tidur atau istirahat, menggambarkan pola tidur dan istirahat.
Data Subjektif: kebiasaan lama tidur, istirahat untuk aktivitas sehari-hari,
mengantuk, waktu tidur rutin.
Data Objektif: Waktu tidur atau tidur siang yang diamati, sering menguap,
lingkaran gelap dibawah mata : plosis kelopak mata, rentang perhatian.
f) Kognitif atau Perseptual, menggambarkan pola pendengaran, penglihatan,
pengecapan, perbaan, penghidu, persepsi nyeri, bahasa, memori an
penggambaran keputusan.
Data Subjektif: Masalah sensori dan perseptual: pendengaran, penglihatan,
perabaan, penghidu, dan pengecapan, persepsi nyeri dan penanganan nyeri.
Data objektif: Kemampuan melihat, mendengar, menghidu, merasakan,
tingkat kesadaran, pemeriksaan neurologis.
g) Persepsi Diri/ Konsep Diri, menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan
persepsi terhadap kemampuan.
Data objektif: Postur tubuh, kontak mata, ekspresi wajah
h) Peran atau hubungan, menggambarkan keefektifan peran dan hubungan
dengna orang terdekat.
Data objektif: Interaksi yang diamati
i) Seksualitas atau Reproduksi
j) Koping atau Toleransi Stres, menggambarkan kemampuan untuk
menangani stres dan penggunaan sistem pendukung
k) Nilai atau kepercayaan
b. Pemeriksaan Fisik
1) Breathing (B1) : sesak nafas, penggunaan otot bantu pernapasan, RR
meningkat.
2) Blood (B2) : takikardi, kecenderungan perdarahan (kekurangan
vitamin K)
3) Brain (B3) : gelisah atau rewel.
4) Bladder (B4) : urine warna gelap dan pekat.
5) Bowel (B5) : distensi abdomen, kaku pada kuadran kanan, asites,
feses warna pucat, mual, muntah, anoreksia, berat badan menurun, lingkar
perut meningkat.
6) Bone (B6) : otot lemah, kerusakan kulit, edema perifer, ikterik
pada sklera, kulit, dan membran mukosa, pruritus.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Pre Operasi
1) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penekanan diafragma akibat
distensi abdomen.
2) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan gangguan absorbsi
nutrien, mual dan muntah.
3) Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan penyakit
kronis.
4) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan gangguan penyerapan lemak dan vitamin lemak.
5) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi garam
empedu dalam jaringan, ditandai dengan adanya pruritis.
b. Post Operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik.
2) Risiko infeksi berhubungan dengan pembedahan.
3. Intervensi
a. Pre Operasi
Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Pola nafas
tidak efektif
berhubungan
dengan
penekanan
diafragma
akibat distensi
abdomen
Tujuan:
Menunjukkan
pola nafas
yang efektif
Kriteria Hasil:
RR= 30-40
napas/ menit
Kedalaman
inspirasi dan
kedalaman
bernafas
Tidak ada
penggunaan
otot bantu
nafas
Mandiri:
1. Kaji distensi
abdomen
2. Kaji RR, kedalaman,
dan kerja pernafasan.
3. Waspadakan klien
agar leher tidak
tertekuk/posisikan
semi ekstensi atau
eksensi pada saat
beristirahat
Kolaborasi:
4. Persiapkan operasi
bila diperlukan.
1. Distensi abdomen
merupakan tanda non
verbal gangguan
pencernaan.
2. Untuk mengetahui
adanya gangguan
pernapasan pada
pasien.
3. Menghindari
penekanan pada jalan
napas untuk
meminimalkan
penyempitan jalan
napas.
4. Operasi diperlukan
untuk memperbaiki
kondisi pasien
Kekurangan
volume cairan
berhubungan
dengan
absorpsi
nutrien yang
buruk.
Bayi akan
mempertahank
an
keseimbangan
cairan dan
elektrolit yang
ditandai oleh
waktu
pengisian
kembali
1. Pantau asupan dan
haluaran cairan setiap jam.
Ketika mengukur asupan
cairan, catat cairan
perintravena, nutrisi
parenteral total, dan setiap
pemberian makanan per
oral atau melalui selang
nasogastrik. Timbang
popok untuk mengukur
1. Pemantauan semacam
ini memungkinkan
evaluasi
keseimbangan cairan
bayi dan kebutuhan
intervensi lebih lanjut.
kapiler 3
hingga 5 detik,
tuurgor kulit
baik, haluaran
urine 1 sampai
2 ml/kg/jam.
jumlah urine dan feses.
Tingkatkan pemberian
cairan, sesuai program.
2. Timbang bayi pada waktu
yang sama setiap hari,
menggunakan skala yang
sama untuk memperoleh
hasil pengukuran yang
akurat.
3. Periksa pH feses bayi
dengan menggunakan strip
reagen (Uji-Tape)
kadarnya harus diantara 7
dan 7,5.
4. Pantau lingkar abdomen
bayi, sesuai program
menggunakan poin
referensi yang konsisten.
5. Observasi adanya tanda-
tanda dehidrasi (oliguria,
kulit kering, turgor kulit
buruk, dan fontanel serta
mata cekung).
6. Pantau tahanan perifer
total bayi, tekanan darah,
elektrolit, kadar protein
total, albumin, nitrogen
urea darah, dan kreatinin
serta hitung darah lengkap
(lihat apendiks E, nilai
temuan laboratorium
normal), sesuai program.
Laporkan setiap kelainan
2. Perubahan berat
badan dapat
mengidentifikasikan
perubahan dalam
keseimbangan cairan
bayi.
3. Mengetahui kadar pH
feses menentukan
absorpsi lemak dan
karbohidrat.
4. Pemantauan lingkar
abdomen mendeteksi
asites, dan pebesaran
hati.
5. Tanda dehidrasi
mengindikasikan
perlunya intervensi
segera untuk
mengatasi kekurangan
cairan pada anak.
6. Pemantauan dapat
mengevaluasi
keseimbangan cairan
dan elektrolit.
Keseimbangan yang
tidak diperbaiki dapat
menyebabkan
takikardia,
bradikardia, aritmia,
atau hipotensi.
dengan segera. Temuan yang tidak
normal dapat
mengindikasikan
penolakan atau
malfungsi hati.
Gangguan
petumbuhan
dan
perkembangan
berhubungan
dengan
penyakit
kronis.
Bayi akan
berkembang
dengan normal
yang ditaidai
dengan
pencapaian
tahap penting
perkembangan
bayi.
1. Lakukan program
stimulasi bayi yang
menekankan pencapaian
ketrampilan motorik
kasar. Lakukan latian
rentang pergerakan sendi
dan pengaturan posisi
(dudukkan bayi dalam
posisi tegak). Sediakan
objek yang mudah dicapai
bayi, juga sebuah ruang
terbuka untuk merangkak.
2. Jelaskan kepada orang tua
bahwa bayi mereka dapat
saja tidak mencapai tahap-
tahap penting
perkembangan dengan
kecepatan yang sama
seperti pada bayi lain yang
sehat (lihat Apendiks A
Pertumbuhan dan
perkembangan normal).
Anjurkan mereka untuk
menghadiri sesi kelompok
pendukung atau untuk
bertemu dengan orang tua
dari bayi yang mengalami
atresia bilier.
1. Sebuah program
stimulasi bayi yang
terencana membantu
mencapai tahap-tahap
penting
perkembangan.
Program semacam ini
juga membantu orang
tua memiliki ikatan
dengan bayi
2. Orang tua dari bayi
yang menderita sakit
kronis sering kali
memerlukan
konseling khusus
tentang
perkembangan yang
diharapkan pada bayi.
Kelompok pendukung
dan diskusi dengan
orang lain, yang
menghadapi masalah
yang sama, dapat
menghilangkan stres,
dan rasa takut, serta
dapat memberi
3. Sedapat mungkin lakukan
intervensi secara
berkelompok.
informasi penting
tentang cara-cara
menstimulasi
perkembangan.
3. Mengelompokan
intervensi
memungkinkan bayi
dapat beristirahat
tanpa gangguan,
istirahat ini
diperlukan untuk
bertumbuh dan
berkembang.
Ketidakseimba
ngan nutrisi
kurang dari
kebutuhan
tubuh
berhubungan
dengan
gangguan
penyerapan
lemak dan
vitamin lemak
Tujuan:
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama proses
keperawatan
diharapkan
pola nutrisi
adekuat.
Kriteria hasil:
BB pasien
stabil.
Konjungtiva
tidak anemis.
Mandiri:
1. Kaji distensi abdomen
2. Pantau masukan nutrisi
dan frekuensi muntah
3. Tumbang BB setiap hari
4. Berikan
makanan/minuman
sedikit tapi sering
5. Berikan kebersihan oral
sebelum makan
Kolaborasi:
6. Konsul dengan ahli diet
sesuai indikasi
1. Distensi abdomen
merupakan tanda non
verbal gangguan
pencernaan
2. Mengidentifikasi
kekurngan/ kebutuhan
nutrisi dengan
mengetahui intake
dan output klien
3. Mengawasi
keefektifan rencana
diet
4. Untuk menurunkan
rangsangan
mual/muntah
5. Mulut yang bersih
meningkatkan nafsu
makan
6. Berguna dalam
memenuhi kebutuhan
7. Berikan diet rendah
lemak, tinggi serat dan
batasi makanan
penghasil gas.
8. Berikan makanan yang
mengandung madium
chain trigycerides
(MCT) sesuai indikasi.
9. Monitor laboratorium
albumin, protein sesuai
program
10. Berikan vitamin-vitamin
yang larut dalam lemak
(A, D, E dan K)
nurisi individu dengan
diet yang paling tepat
7. Memenuhi kebutuhan
nutrisi dan
meminimalkan
rangsang pada
kantung empedu
8. Meningkatkan
perencanaan dan
absorbsi lemak serta
vitamin yang larut
dalam lemak
9. Memberikan
informasi tentang
keefektifan terapi.
10. Vitamin-vitamin
terebut terganggu
penyerapannya
Kerusakan
integritas kulit
berhubungan
dengan
akumulasi
garam
empedu
dalam
jaringan,
ditandai
dengan adanya
pruritis.
Tujuan:
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama proses
keperawatan
diharapkan
integritas kulit
baik
Kriteria hasil:
tidak
ada pruritus/
Lecet
jaringan/ kulit
utuh bebas
Mandiri:
1. Gunakan air mandi biasa
atau pemberian lotion/
cream, hindari sabun
alkali. Berikan minyak
kalamin sesuai indikasi.
2. Berikan massage pada
waktu tidur.
3. Pertahankan sprei kering
dan bebas lipatan
1. Mencegah kulit
kering berlebihan,
memberikan penghil
ang rasa gatal,
Sekaligus
menghindari infeksi.
2. Bermanfaat dalam
meningkatkan tidur
dan menurunkan
integritas kulit.
3. Kelembaban
meningkatkan prurit
us dan
meningkatkanresiko
eskortasi
4. Gunting kuku jari,
berikan sarung tangan
bila diindikasikan.
Kolaborasi:
5. Berikan obat sesuai
indikasi (antihistamin).
6. Berikan obat resin
kholestiramin (questian).
7. Pantau pemeriksaan
laboratorium sesuai
indikasi. (bilirubin direk
dan indirek)
kerusakan kulit.
4. Mencegah pasien
dari cidera tambahan
pada kulit,
khususnya bila tidur.
5. Antihistamin dapat
mengurangi gatal.
6. Berfungsi untuk
mengurangi pruritus
dan
hiperbilirubinemia.
7. Bilirubin direk
dikonjugasi oleh
enzim hepar
glukoronitin direk
yang dikonjugasi
dan tampak dalam
bentuk bebas dalam
darah atau terikat
pada albumin.
b. Post Operasi
Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Nyeri akut
berhubungan
dengan agen
injuri fisik.
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
diharapkan
nyeri
berkurang
1. Ciptakan lingkungan
yang tenang.
2. Atur posisi pasien
senyaman mungkin.
1. Rangsangan yang
berlebihan dari
lingkungan akan
memperberat rasa
nyeri.
2. Posisi yang nyaman
akan membantu
yang ditandai
dengan klien
merasa lebih
nyaman
3. Lakukan perawatan luka.
4. Kolaborasi dengan dokter
untuk pemberian
analgesik.
memberikan
kesempatan pada
otot untuk relaksasi
seoptimal mungkin.
3. Dapat meningkatkan
vaskularisasi dan
meningkatkan rasa
nyaman.
4. Obat-obatan
analgesic dapat
membantu
mengurangi nyeri
pasien.
Risiko infeksi
berhubungan
dengan
pembedahan.
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
diharapkan
tidak terjadi
infeksi.
Kriteria Hasil:
pasien bebas
dari tanda dan
gejala infeksi.
1. Tempatkan anak pada
ruang khusus. Batasi
pengunjung sesuai
indikasi.
2. Berikan protocol untuk
mencuci tangan yang
baik untuk semua staf
petugas.
3. Awasi suhu. Perhatiakan
hubungan antara
peningkatan suhu dan
pengobatan chemoterapi.
4. Berikan obat sesuai
indikasi, misalnya
antibiotik.
1. Melindungi anak
dari sumber
potensial
patogen/infeksi.
2. Mencegah
kontaminasi
silang/menurunkan
risiko infeksi.
3. Penurunan jumlah
WBC normal/matur
dapat diakibatkan
oleh proses
penyakit.
4. Dapat diberikan secara profilaksis atau mengobati infeksi secara khusus.
4. Dokumentasi
Dokumentasi yang perlu dicatat selama perawatan menurut Speer (2008) yaitu:
- Status bayi dan temuan hasil pengkajian pada saat pendaftaran
- Perubahan dalam status bayi
- Hasil diagnostic dan uji laboratorium yang relevan
- Asupan dan haluaran cairan
- Asupan nutrisi
- Status pertumbuhan dan perkembangan
- Respons bayi terhadap terapi
- Reaksi orang tua terhadap penyakit bayi dan hospitalisasi
- Pedoman penyuluhan keluarga
- Pedoman penyuluhan pemulangan.
Kasus Semu
An. R (laki-laki, 6 bulan 8 hari) dibawa ke Rumah Sakit dengan keluhan 1 bulan pasca
kelahiran sedikit demi sedikit kulit tampak berwarna kuning, tinja berwarna pucat, air
kencing berwarna gelap, demam, perut membesar dan selalu rewel. Dari hasil pemeriksaan
diketahui adanya hipertensi vena porta, peningkatan kadar bilirubin dan hasil Rontgen
didapatkan adanya pembesaran hati.
A. Pengkajian
1. Anamnesa
a. Identitas Klien
1) Nama: An. R
2) Jenis Kelamin: Laki-laki
3) Tanggal Lahir: 8 April 2014
4) Umur: 6 bulan 8 hari
5) Agama: Islam
6) Pendidikan: -
7) Pekerjaan: -
8) Status Pernikahan: Belum Menikah
9) Alamat: Kradian Kadipuro-Banjarsari
10) Tanggal Masuk: 8 Oktober 2014
11) Jam: 16.00 WIB
12) No. CM: 187549
13) Diagnosa Medis: Atresia Bilier
b. Identitas Penanggung Jawab
1) Nama: Tn. H
2) Umur: 44 tahun
3) Jenis Kelamin: Laki-laki
4) Agama: Islam
5) Pendidikan: SLTA
6) Pekerjaan: Wiraswasta
7) Alamat: Kradian Kadipuro-Banjarsari
8) Hubungan dengan Klien: Ayah Klien
c. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama: Ayah klien mengatakan anaknya demam
2) Riwayat Penyakit Sekarang: Demam selama 4 hari, rewel, perut membesar,
dan kulit tampak kuning, perut klien buncit dan keras, kulit tampak kuning,
kencing klien berwarna gelap, dan feses pucat.
3) Riwayat penyakit sebelumnya: -
4) Riwayat Tumbuh Kembang Anak:
Imunisasi: Hepatitis B-1 diberikan waktu 12 jam setelah lahir, BCG
diberikan saat lahir, polio oral diberikan bersamaan dengan DPT
Status Gizi: Didapatkan dari tabel Z-score dengan menggunakan
patokan BB, TB, dan umur. Hasil: BB rendah (Gizi Kurang).
5) Riwayat Kesehatan Keluarga: -
2. Pemeriksaan Fisik
a. B1 (Breathing): RR meningkat 42 x/menit, suhu 38,6 0C, penggunaan otot
bantu pernapasan, pernapasan cuping hidung, napas pendek.
b. B2 (Blood): TD meningkat 150/100 mmHg, HR meningkat 103 x/menit
(tachicardi).
c. B3 (Brain): gelisah (rewel), gngguan mental, gangguan kesadaran sampai
koma.
d. B4 (Bladder): perubahan warna urine gelap pekat dan feses pucat.
e. B5 (Bowel): anoreksia, mual muntah, penurunan berat badan BB/TB 5,2 Kg/
62 cm, distensi abdomen, hepatomegali, dehidrasi.
f. B6 (Bone): letargi atau kelemahan, kulit berkeringat dan gatal (pruritus),
edema perifer, jaundice, kerusakan kulit, perdarahan (kekurangan vitamin K),
otot tegang atau kaku bila kuadran kanan atas ditekan, ikterik.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Darah: Nilai normal:
WBC : 11.000 mg/dl 4,0-10x103 /uL
Eritrosit : 5000 4,7-6,1x106 /uL
Hb : 14 g/dl Lk :13,5-17,5 & Pr : 11,5-13,5 g/dl
Trombosit : 242.000 150-400x103/uL
AST : 45 U/L Lk : < 38 & Pr : < 32 U/L
ALT : 40 U/L Lk : < 41 & Pr : < 31 U/L
Bilurubin direct : 1,23 < 0,25 mg/dL
Bilurubin indirect : 1,52 0,5 mg/dL
Bilurubun total : 2,75 < 1,1 mg/dL
Albumin : 3,8 3,8-4,4 g/dL
Ureum : 31,9 10-50 mg/dL
BUN : 20 5-23 mg/dL
Analisa gas darah Nilai normal :
PCO2 : 40 35-45 mmHg
PO2 : 85 80-100 mmHg
HCO3 : 22,3 19-25 mmol/L
SaO2 : 98 %
Urine : Nilai normal :
Glukosa 0 (-)
Bilirubin +3 (-)
pH 7,3 (7,37-7,43)
Leukosit (-)
Protein0
Nitrogen 0
B. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah Keperawatan
1. DS : pasien terlihat sesak.
DO :
RR= 42x/menit
Penggunaan otot bantu
pernapasan
Napas pendek
cairan asam empedu balik ke
hati
Peradangan sel hati
Hepatomegali (pembesaran
hepar)
distensi abdomen
menekan diafragma
peningkatan Komplain paru
Kebutuhan oksigen meningkat
Frekuensi napas meningkat
Pola napas tidak efektif
2. DS : -
DO : Penurunan turgor kulit
Frekuensi nadi meningkat
103 x/menit
Produksi keringat
meningkat
Input = 700 ml/hr
Output = 1000 ml/hr
Pembesaran hepar
Distensi abdomen
Perut terasa penuh
Mual muntah
cairan banyak yang keluar
Kekurangan volume
cairan
3. DS: Klien Tidak
mau makan, rewel,
mual/muntah.
Obstruksi aliran dari hati ke dalam usus
gangguan penyerapan lemak dan
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Do:
Berat badan turun (6 kg
menjadi 5,1 kg) ,muntah,
konjungtiva anemis.
vitamin larut lemak (A, D, E, dan K)
Nutrisi kurang dari kebutuhan
4. Ds:-
Do:
Anak tampak tidak nyaman
dengan posisi tidunya
Terdapat pruritus di daerah
pantat & punggung anak
Albumin 3,27 g/dL (N:3,8-
5,4)
cairan asam empedu balik ke
hati
itching dan akumulasi dari toksik
tersebar ke dalam darah dan
kulit
Pruiritis (gatal) pd kulit
Kerusakan integritas kulit
5. DS: Orang tua sering
menanyakan keadaan
anaknya
DO: Orang tua tampak
bingung
Kurang sumber informasi Defisiensi Pengetahuan
C. Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penekanan diafragma akibat
distensi abdomen
2. Kekurangan volume cairan b.d dengan mual dan muntah
3. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia dan gangguan penyerapan lemak, ditandai dengan
berat badan turun dan konjungtiva anemis.
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi garam empedu
dalam jaringan, ditandai dengan adanya pruritis.
D. Intervensi Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penekanan diafragma akibat distensi
abdomen
Hasil yang diharapkan : dapat menunjukkan pola nafas yang efektif yang ditandai
RR= 30-40 napas/ menit, kedalaman inspirasi dan kedalaman bernafas, tidak ada
penggunaan otot bantu nafas
Intervensi :
a. Kaji distensi abdomen
b. Kaji RR, kedalaman, dan kerja pernafasan.
c. Waspadakan klien agar leher tidak tertekuk/posisikan semi ekstensi atau eksensi
pada saat beristirahat
d. Persiapkan operasi bila diperlukan.
2. Kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan absorbsi nutrisi yang
buruk.
Hasil yang diharapkan : Bayi akan mempertahankan kseimbangan cairan dan eleltrolit
yang ditandai oleh waktu pengisian-kembali kapiler 3 hingga 5 detik, turgor kulit
baik, dan haluaran urine 1 sampai 2 ml/kg/jam.
Intervensi :
a. Pantau asupan dan haluaran cairan setiap jam. Ketika mengukur asupan cairan,
catat cairan per intravena, nutrisi parenteral total, dan setiap pemberian makanan
per oral atau melalui selang nasogastric. Timbang popok untuk mengukur
jumlah urine dan feses. Tingkatkan pemberian cairan, sesuai program
b. Timbang bayi pada waktu yang sama setiap hari, menggunakan skala yang sama
untuk memperoleh hasil pengukuran yang akurat.
c. Periksa pH feses bayi dengan menggunakan strip reagen (Uji-Tape); kadarnya
harus di antara 7 dan 7,5.
d. Pantau lingkar abdomen bayi, sesuai program menggunakan poin referensi yang
konsisten.
e. Observasi adanya tanda-tanda dehidrasi (oliguria, kulit kering, turgor kulit baik,
dan fontanel serta mata cekung.
f. Pantau tahanan perifer total bayi, tekanan darah, elektrolit, kadar protein total,
albumin, nitrogen urea darah, dan kreatinin serta hitung darah lengkap, sesuai
program. Laporkan setiap kelainan dengan segera
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
gangguan penyerapan lemak dan vitamin lemak.
Hasil yang diharapkan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola
nutrisi adekuat yang ditandai BB pasien stabil.
Intervensi :
a. Kaji distensi abdomen
b. Pantau masukan nutrisi dan frekuensi muntah
c. Tumbang BB setiap hari
b. Berikan makanan/minuman sedikit tapi sering
c. Berikan kebersihan oral sebelum makan
d. Kolaborasi dengan ahli diet sesuai indikasi
e. Berikan diet rendah lemak, tinggi serat dan batasi makanan penghasil gas
f. Berikan makanan yang mengandung madium chain trigycerides (MCT) sesuai
indikasi
g. Monitor laboratorium albumin, protein sesuai program
h. Berikan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak (A, D, E dan K)
4. Kerusakan Integeritas Kulit berhubungan dengan akumulasi garam empedu
dalam jaringan, ditandai dengan adanya pruritis
Hasil yang diharapkan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses
keperawatan diharapkan integritas kulit baik yang ditandai tidak ada pruritus/lecet
Intervensi :
a. Gunakan air mandi biasa atau pemberian lotion/ cream, hindari sabun alkali.
Berikan minyak kalamin sesuai indikasi.
b. Berikan massage pada waktu tidur.
c. Pertahankan sprei kering dan bebas lipatan.
d. Gunting kuku jari, berikan sarung tangan bila diindikasikan.
e. Berikan obat sesuai indikasi (antihistamin).
f. Berikan obat resin kholestiramin (questian).
g. Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi. (bilirubin direk dan indirek)
WOC
Kerusakan progresif pd duktus bilier
Inflamasi progresif
Obstruksi aliran dari hati ke dalam
MK: Hipertensi
Obstruksi sal empedu ekstra hepatikObstruksi saluran empedu intra hepatik
MK: Gangguan pertumbuhan dan perkembangan
Kekurangan vitamin larut lemak (A,D,E dan K
Empedu kembali ke hati
Kerusakan duktus empedu sel hepatik
Proses peradangan pada hati
Gg. Supply darah pd sel hepar
Kerusakan sel ekskresi
↑ Bilirubin
Keluar ke aliran darah & kulit
Pruritus
Ikterus
MK: Kerusakan Integritas kulit
Kebutuhan O2 ↑
Peningkatan complain paru
Frekuensi nafas ↑
↑ Ekskresi bilirubin
Ekkresi bilirubin ke usus terhambat
Gg. Penyerapan lemak & vit larut lemak
Malnutrisi
Perut terasa penuh
Mual, muntah
MK: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
keb. tubuh
Pembedahan Kassai
Saluran empedu tidak terbentuk
Lemak & vitamin larut lemak tidak dapat diabsorbsi
Hepatomegali
Distensi abdomen
MK: Kekurangan vol. cairan
Menekan diafragma
MK: Resiko infeksi
Infeksi virus/ bakteri
MK: Pola napas tidak efektif
Idiopatik Kelainan Kongenital
Atresia Bilier
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Atresia bilier atau atresia biliaris ekstrahepatik, merupakan proses inflamasi progresif
yang menyebabkan fibrosis saluran empedu intrahepatik maupun ekstrahepatik sehingga
pada akhirnya akan terjadi obstruksi saluran tersebut. Etiologi atresia bilier belum
diketahui belum pasti. Pada pasien atresia bilier terjadi inflamasi di saluran empedu.
Sistem empedu membuang limbah metabolik dari hati dan mengangkut garam empedu
yang diperlukan untuk mencerna lemak di dalam usus halus. Pada atresia bilier terjadi
penyumbatan aliran empedu dari hati ke kandung empedu. Hal ini bisa menyebabkan
kerusakan hati dan sirosis hati, yang jika tidak diobati bisa berakibat fatal.
Penanganan atresia bilier dilakukan dengan prosedur Kasai. Prosedur Kasai dilakukan
dengan menghilangkan duktus bilier yang membahayakan pada bayi dan membuat
saluran dari usus halus untuk menggantikannya. Sebagai hasilnya empedu mengalir
langsung ke usus halus. Pembedahan akan berhasil jika dilakukan sebelum bayi berusia 8
minggu. Biasanya pembedahan ini hanya merupakan pengobatan sementara dan pada
akhirnya perlu dilakukan pencangkokan hati.
Diagnosa yang muncul pada kasus atresia bilier sebelum dilakukan operasi antara
lain: pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penekanan diafragma akibat distensi
abdomen, kekurangan volume cairan berhubungan dengan gangguan absorbsi nutrien,
mual dan muntah, gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan
penyakit kronis, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan gangguan penyerapan lemak dan vitamin lemak, dan kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan akumulasi garam empedu dalam jaringan, ditandai dengan
adanya pruritis. Setelah dilakukan operasi Kasai diagnosa yang muncul yaitu: nyeri akut
berhubungan dengan agen injuri fisik dan risiko infeksi berhubungan dengan
pembedahan.
B. Saran
Pada kasus atresia bilier perlu dilakukan deteksi dini untuk dapat dilakukan
penatalaksanaan medis dan non medis yang tepat, sehingga dapat memperpanjang
harapan hidup pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Hull, D. & Johnston, D. I. (2008). Dasar-dasar pediatri. Alih bahasa Hartono Gunadi.
Jakarta: EGC.
Kumar, V., Abbas, A. K., Fausto, N. (2005). Dasar patologis penyakit. Jakarta: EGC.
Marie Curie Cancer Care. (1995). Cancer care: prevention, treathment and palliation.
Edited by Jill David. London: Chapman and Hall.
Mohan, N. (2010). Biliary Atresia. Diakses 9 November 2014, dari India’s leading
Pediatric Liver Transplant Physician, website:
http://drneelammohan.com/pediatric-diseases/pediatric-hepatology/biliary-
atresia/.
National Institutes of Health of the US Departement of Health and Human Services.
(2012). Biliary Atresia. Nasional Digestive Diseases Information
Clearinghouses, 12, 5289.
Speer, K. M. (2002). Rencana asuhan keperawatan pediatrik dengan clinical pathways.
Alih bahasa Julianus Ake, Renata Komalasari. 2007. Jakarta: EGC.
Sulaiman, A. (2007). Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati. Jakarta: Jayabadi.
Waiman, E. & Oswari, H. Peran Operasi Kasai pada Pasien Atresia Bilier yang
Datang Terlambat. Sari pediatri, Vol. 11, No. 6, Aprill 2010.
Wong, D. L. (2002). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik ed. 6. Alih bahasa Egi Komara
Yudha. 2009. Jakarta: EGC.