ASSESMEN IMPLEMENTASI TRACEABILITY PADA RANTAI … · 28000 dapat menjadi solusi untuk menjamin...
Transcript of ASSESMEN IMPLEMENTASI TRACEABILITY PADA RANTAI … · 28000 dapat menjadi solusi untuk menjamin...
i
ASSESMEN IMPLEMENTASI TRACEABILITY
PADA RANTAI DISTRIBUSI PRODUK TUNA LOIN BEKU
BERBASIS ISO 28000
BAYU ARDY KRESNA
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014
ii
i
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Assesmen
Implementasi Traceability pada Rantai Distribusi Produk Tuna Loin Beku
Berbasis ISO 28000 adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014
Bayu Ardy Kresna
NIM C34090052
ii
ABSTRAK
BAYU ARDY KRESNA. Assesmen Implementasi Traceability pada Rantai
Distribusi Produk Tuna Loin Beku Berbasis ISO 28000. Dibimbing oleh WINI
TRILAKSANI dan BAMBANG RIYANTO
Arus perdagangan perikanan dunia sedang menunjukkan kecenderungan
positif, namun masih terganjal pada berbagai permasalahan mutu dan keamanan
pangan. Traceability penting untuk diterapkan. Metode yang telah dikembangkan
diantaranya quality tracing and tracking (QTT), biotracing, dan sebagainya. ISO
28000 dapat menjadi solusi untuk menjamin keamanan rantai distribusi tuna sejak
ditangkap, diolah, hingga siap untuk ekspor. Tujuan dari penelitian ini adalah
melakukan asesmen implementasi traceabiliy rantai distribusi tuna loin beku
dengan ISO 28000. Penelitian dilakukan dengan metode analisis sistem keamanan
rantai distribusi produk tuna loin beku, pengkajian risiko kritis produk tuna loin
beku, penentuan efisiensi jaringan distribusi produk tuna loin beku, dan asesmen
traceability dengan ISO 28000. Sistem keamanan pangan yang dilakukan kapal
dan transit belum sesuai standar, sedangkan UPI dan eksportir sudah memenuhi
standar. Kajian manajemen risiko kritis pada rantai distribusi tuna loin beku
mengindikasikan empat risiko kritis yang berhubungan dengan suhu, jumlah
mikroba, dan histamin. Efisiensi jaringan ditunjukkan dengan kapabilitas proses
yang berada pada level mampu dan masih harus ditingkatkan dalam mencapai six
sigma. Penilaian dengan ISO 28000 menunjukkan kekurangan dalam sistem
manajemen dan adminstrasi.
Kata kunci: ISO 28000, risiko kritis, sistem keamanan, tuna loin beku
ABSTRACT BAYU ARDY KRESNA. Assesment of Traceability Implementation in Supply
Chain of Frozen Loin Tuna With ISO 28000. Supervised by WINI TRILAKSANI
and BAMBANG RIYANTO
Nowadays, world trade of fisheries give the positive trend, but there are
many problems in food safety and quality. Traceability is important to be
implemented. There are many method in traceability such as quality tracing and
tracking, biotracing, etc. ISO 28000 can be a solution to ensure the safety of tuna
supply chain from vessel, transit, plant, and export. The aim of this study is doing
the assesment of traceability implementation in supply chain of frozen loin tuna
with ISO 28000. The method was analyzed the security management in supply
chain of frozen loin tuna, studied about critical risk in frozen loin tuna,
determinated of network eficiency in supply chain of frozen loin tuna, and
assesmented with ISO 28000. The result showed a poor food safety system in
vessel and transit, but a good system in plant and export. The study in critical risk
showed four critical risk which related with temperature, total microbe, and
histamine. Network eficiency showed good result in process capability that means
company can produced to be six sigma industry. The result of ISO 28000
assesment showed good result, but company needs continual improvement
especially in management system and administration.
Keywords: ISO 28000, critical risk , security system, frozen loin tuna
iii
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
i
ASSESMEN IMPLEMENTASI TRACEABILITY PADA RANTAI
DISTRIBUSI PRODUK TUNA LOIN BEKU
BERBASIS ISO 28000
BAYU ARDY KRESNA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada
Departemen Teknologi Hasil Perairan
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
i
i
Judul Skripsi : Assesmen Implementasi Traceability pada Rantai Distribusi
Produk Tuna Loin Beku Berbasis ISO 28000
Nama : Bayu Ardy Kresna
NIM : C34090052
Program Studi : Teknologi Hasil Perairan
Disetujui oleh
Dr Ir Wini Trilaksani, MSc
Pembimbing I
Bambang Riyanto, SPi, MSi
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir Joko Santoso, MSi
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
ii
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan
judul Assesmen Implementasi Traceability pada Rantai Distribusi Produk Tuna
Loin Beku Berbasis ISO 28000. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Teknologi Hasil Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis mengucpkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini, terutama
kepada:
1. Dr. Ir. Wini Trilaksani, M.Sc dan Bambang Riyanto S.Pi, M.Si selaku
dosen pembimbing atas segala arahannya.
2. Ir. Heru Sumaryanto, M.Si selaku dosen penguji atas segala masukannya.
3. Program studi Departemen Teknologi Hasil Perairan, Dr. Desniar, S.Pi,
M.Si atas segala masukannya.
4. Bapak Hendra Sugandhi dan Bapak Nur Hadipitoyo selaku pimpinan
PT X yang telah memberikan kesempatan penelitian kepada penulis di
PT X
5. Orang tua dan keluarga yang telah memberikan semangat dan motivasi
6. Ibu Ema Masuroh S.Si atas bantuan yang diberikan selama penulis
melakukan penelitian
7. Teman-teman THP 46 serta KEMAKI 46 atas semangat dan motivasinya.
Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan dalam perbaikan di
masa depan. Demikian skripsi ini disusun, semoga bermanfaat.
Bogor, 21 Februari 2014
Bayu Ardy Kresna
ii
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL .........................................................................................
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
PENDAHULUAN ........................................................................................
Latar Belakang ........................................................................................
Tujuan Penelitian ...................................................................................
METODE ......................................................................................................
Waktu dan Tempat .................................................................................
Prosedur Penelitian .................................................................................
Prosedur Analisis... .................................................................................
HASIL DAN PEMBAHASAN .....................................................................
Sistem Keamanan Rantai Distribusi Tuna Loin Beku ............................
Kajian Risiko pada Rantai Distribusi Produk Tuna Loin Beku .............
Kajian Efisiensi Rantai Distribusi Tuna Loin Beku ...............................
Asesmen Sistem Keamanan Rantai Distribusi Tuna Loin Beku
dengan ISO 28000 .................................................................................
SIMPULAN DAN SARAN .........................................................................
Simpulan ................................................................................................
Saran .....................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
LAMPIRAN ................................................................................................
RIWAYAT HIDUP ....................................................................................
viii
viii
viii
1
1
5
5
5
5
8
9
9
25
29
34
39
39
40
41
45
133
iii
DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
Model SIPOC PT X..............................................................................
Risiko terhadap mutu dan keamanan pangan tuna loin beku................
Rencana tanggap risiko.........................................................................
24
26
29
DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Rantai distribusi tuna loin beku PT X....................................................
Diagram pareto nilai risiko (Risk Score) ..............................................
Diagram pareto nilai Risk Priority Number (RPN) ..............................
Diagram pencar nilai risiko dan RPN ..................................................
Peta kendali data evaluasi kadar histamin ikan tuna .............................
Peta kendali data verifikasi kadar histamin ikan tuna ...........................
Peta kendali data evaluasi nilai TPC ikan tuna .....................................
Peta kendali data verifikasi nilai TPC ikan tuna ...................................
Kadar TVB bahan baku ikan tuna PT X .............................................
10
27
28
28
30
31
32
33
34
DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
Format tabel observasi kegiatan rantai distribusi tuna loin beku ..........
Format tabel observasi sistem higiene rantai distribusi tuna loin beku ..
Hasil observasi kegiatan pada rantai distribusi tuna loin beku ...............
Hasil observasi sistem higiene pada rantai distribusi produk tuna loin
beku..........................................................................................................
Format angket pengetahuan higiene karyawan .......................................
Pedoman skor Likelhood RFMEA ........................................................
Pedoman skor Impact RFMEA ..............................................................
Pedoman skor Detction RFMEA ...........................................................
Layout PT X............................................................................................
Form Kontrol Suhu PT X ......................................................................
Sertifikat HACCP PT X ........................................................................
Prosedur Penarikan Produk PT X...........................................................
Form Pest Control PT X ........................................................................
Hasil Pengecekan Kesehatan Karyawan PT X ......................................
Surat Keterangan Pemasok ....................................................................
Sertifikat Hasil Tangkapan PT X............................................................
Harvest Vessel Receiving Record PT X.................................................
Form Daily Report Raw Material Receiving..........................................
Form Spesifikasi Bahan Pengemas PT X ..............................................
Sertifikat Kesehatan Produk Perikanan .................................................
Invoice Packing List PT X ....................................................................
Kebijakan Manajemen PT X .................................................................
Struktur Organisasi PT X ......................................................................
45
46
57
61
102
103
103
104
104
106
106
107
107
108
108
109
111
111
112
112
113
113
114
iv
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
Tim HACCP PT X ................................................................................
Pembagian Tugas Tim HACCP PT X ..................................................
Distribusi Dokumen PT X ....................................................................
Diagram Alir Produksi Tuna Loin Beku PT X .....................................
Rencana Tanggap Darurat PT X ...........................................................
Sertifikat Kalibrasi PT X ......................................................................
Hasil Asesmen ISO 28000 PT X ..........................................................
114
114
115
116
116
117
118
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Arus perdagangan modern menuntut sebuah sistem yang cepat dan
berlangsung lintas negara maupun benua. Perdagangan ekspor maupun impor
telah banyak mewarnai arus perdagangan dewasa ini untuk berbagai komoditi.
Hasil laut (ikan) merupakan salah satu komoditi pangan yang penting bagi
masyarakat dunia, diindikasikan dengan terjadinya peningkatan konsumsi ikan
dunia dalam lima tahun terakhir (FAO 2012). Konsumsi ikan dunia pada tahun
2006 hanya berkisar 114,3 juta ton, namun pada tahun 2011 telah meningkat
menjadi 130,8 juta ton. Kebutuhan ikan dunia pada tahun 2011 ini telah diimbangi
dengan pasokan ikan dunia sebesar 154 juta ton. Pasokan ini umumnya dapat
dipenuhi melalui proses ekspor maupun impor. Lem (2011) menyatakan bahwa
negara-negara dengan sektor perikanan yang kuat, umumnya adalah negara yang
melakukan proses ekspor maupun impor sekaligus.
Kecenderungan positif perdagangan hasil perikanan dunia dapat ditandai
dengan banyaknya target pasar baru maupun bertambahnya negara-negara
pengekspor. Kondisi ini disebabkan oleh adanya peningkatan populasi manusia
dan pertumbuhan ekonomi yang baik (Lem 2011), juga dimungkinkan karena
adanya dinamika perubahan gaya hidup manusia dalam mengonsumsi makanan di
era ini sehingga proses ekspor dan impor dalam distribusi hasil perikanan menjadi
semakin banyak dilakukan dan semakin kompleks. Sistem rantai distribusi hasil
perikanan yang kompleks salah satunya dapat tergambar dari sistem rantai
distribusi ikan tuna.
Ikan tuna merupakan salah satu komoditas ekspor perikanan dunia yang
juga menjadi unggulan produk ekspor non migas Indonesia. Perkembangan ekspor
tuna Indonesia terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2011
ekspor tuna Indonesia mencapai 141.774 ton meningkat dari 122.450 ton pada
tahun 2010 (KKP 2012). Namun potensi ekspor Indonesia yang besar juga harus
diimbangi dengan kemampuan menyikapi regulasi-regulasi yang ada. Sistem
rantai distribusi tuna umumnya terikat dengan berbagai regulasi yang ketat dan
berbagai isu dalam perdagangan global. Isu yang umum diangkat dalam rantai
distribusi tuna antara lain ketahanan pangan, mutu dan keamanan pangan ikan,
property right and fisheries management, Illegal Unregulated Unreported (IUU),
sustainable development, dan ecolabelling in fisheries (FAO 2004). Isu ini
tertuang dalam sebuah kebijakan perdagangan yang pada akhirnya akan
berdampak pada kebijakan publik mengenai kehidupan sosial masyarakat dan
ketahanan pangan suatu wilayah (ICTSD 2006).
Aspek ketahanan pangan (food security) akan selalu terkait dengan
kegiatan produksi bahan baku dalam hal ini industri penangkapan dan aspek
pengolahan produk. Permasalahan yang dihadapi oleh industri penangkapan tuna,
diantaranya jarak penangkapan (fishing ground) yang jauh, permodalan yang
masih lemah, teknologi penanganan ikan di atas kapal (Good Handling Practices
atau GHP) yang belum diterapkan secara benar, sarana pendaratan ikan yang
belum memadai, dan kasus pencurian ikan (illegal fishing) kapal asing serta
pendaratan ikan (fish landing) kapal Indonesia di negara lain (Trilaksani 2011).
2
IUU merupakan salah satu permasalahan kompleks dalam rantai distribusi tuna
pada proses penangkapan. IUU berkontribusi pada terjadinya over fishing dan
hambatan pada recovery populasi ikan dan ekosistem, serta sustainability dari
distribusi ikan tuna. Menurut studi kasus di 54 negara oleh UK Department for
International Development (DFID) (2009) menunjukkan kerugian dari IUU
mencapai 11 sampai 26 ton ikan per tahunnya. Hasil kajian ini juga menempatkan
negara berkembang sebagai daerah yang rawan terhadap penangkapan ikan secara
ilegal. Dampak dari IUU ini antara lain pada ekonomi suatu negara baik secara
langsung maupun tidak langsung, serta dampak pada ekosistem lingkungan.
Maraknya kasus IUU fishing mendorong dilakukannya sistem kuota penangkapan
ikan tuna di suatu perairan yang diatur oleh organisasi tertentu seperti Regional
Fisheries Management Organization (RFMO) yang harus diikuti oleh industri
perikanan tangkap dunia. Hal ini merupakan salah satu langkah yang dapat
ditempuh untuk menanggulangi risiko yang mungkin ditimbulkan dan harus
didukung oleh berbagai upaya sistem keamanan selama proses distribusi tuna.
Menurut Trilaksani (2011), permasalahan seperti ini secara langsung akan
mempengaruhi industri pengolahan yang menyangkut masalah ketersediaan bahan
(volume), harga bahan baku, mutu dan keamanan pangan (fish quality dan safety).
Aspek fish quality and safety akan berkaitan dengan permasalahan
kualitas tuna selama proses distribusi dan ketika sampai pada konsumen serta
dampaknya bagi kesehatan konsumen. Kajian yang telah dilakukan oleh Rizal
(2011) menunjukkan bahwa jalur distribusi tuna di Unit Pengolahan Ikan (UPI)
PT X di Muara Baru, Jakarta cukup rumit. Ikan tuna yang didaratkan kapal di
tempat transit akan disalurkan menuju tiga tempat, yaitu diangkut langsung ke
distributor, melalui UPI, dan pasar lokal. Proses distribusi yang rumit ini
membutuhkan suatu perhatian khusus dari setiap stakeholder karena apabila tidak
ditangani dengan baik di setiap tahapan distribusi akan berpotensi menimbulkan
permasalahan keamanan pangan.
Mutu dan keamanan produk tuna dapat diindikasikan dengan adanya
histamin, mikroorganisme pembusuk, patogen, ataupun logam berat. Histamin dan
bakteri patogen merupakan isu utama yang menjadi syarat masuk produk tuna di
negara importir. Food and Drugs Admnistration (FDA) (2009) melaporkan bahwa
terjadi 13 kasus tahun 2007 dan tahun 2008 sebanyak 7 kasus penolakan tuna
Indonesia akibat histamin. Pada bulan Juli 2012, terdapat 9 kasus tuna Indonesia
yang mengandung filthy dan 18 kasus tuna Indonesia yang mengandung
Salmonella, serta tidak ditemukannya kasus histamin. Secara kesuluruhan,
kecenderungan penolakan kasus tuna Indonesia oleh FDA disebabkan oleh dua
hal, yaitu histamin, filthy dan Salmonella (Buzby et al. 2008). Berdasarkan data
tersebut, permasalahan histamin sudah mulai diantisipasi oleh Indonesia. Menurut
Buzby et al. (2008), Indonesia dan Vietnam merupakan dua negara dengan kasus
penolakan oleh histamin terbanyak pada masa lalu.
Permasalahan yang ditimbulkan oleh keamanan pangan harus dapat
diselesaikan secara sistematis. Hal ini karena konsumen menuntut tersedianya
pangan yang aman. Menurut Olsonn dan Skoljdbrand (2008), konsumen pangan
umumnya menginginkan produk yang berkualitas tinggi dan aman saat
dikonsumsi dengan mutu yang sebanding dengan saat pengolahan. Salah satu
program dalam menjaga keamanan produk selama proses rantai distribusi tuna
adalah traceability system atau sistem ketertelusuran. Traceability system
3
merupakan suatu sistem yang dapat mengikuti perpindahan produk pada setiap
tahapannya, baik itu produksi, pengolahan, maupun distribusi (CAC/GL 60 2006).
Penerapan traceability system akan memberi banyak keuntungan bagi perusahaan.
Lees (2003) menyatakan bahwa jika sebuah perusahaan menerapkan traceability
system akan mendapat keuntungan, diantaranya mencegah insiden keracunan
pangan, meminimalkan potensi recall produk, memfasilitasi risk assesment
sepanjang rantai pangan, mengontrol residu pada pangan, mengontrol bahan baku,
mencegah penipuan saat dilakukan audit, membantu perusahaan meningkatkan
manajemen mutu dan monitoring proses, menyesuaikan dengan peraturan yang
berlaku, meningkatkan kesehatan dan kepercayaan konsumen, meningkatkan
kepercayaan antar pelaku dalam jaringan rantai pasok, meningkatkan “image”
perusahaan, dan meningkatkan keamanan. Pentingnya penerapan traceability,
mendorong beberapa negara mengeluarkan peraturan yang mewajibkan penerapan
sistem ini. Traceability system wajib diterapkan oleh Amerika dan Uni Eropa.
Amerika melalui US Farm Security and Rural Investment Act 2002 (FDA 2002b)
menyatakan bahwa perlu dicantumkan label “Country of Origin” pada produk
daging sapi, kambing, babi, ikan, pangan yang mudah rusak, serta kacang-
kacangan. Peraturan lainnya adalah US Bioterorism adn Response Act 2002 (FDA
2002a) yang menyatakan bahwa terhitung mulai 12 Juni 2002, FDA mensyaratkan
bahwa perlu didaftarkan semua fasilitas pangan yang akan masuk ke Amerika.
Uni Eropa melalui European Union (E.U), Article 4, regulation 104/2000 (EC
2000) menyatakan bahwa mulai 1 Januari 2002, seluruh produk perikanan harus
diberi label mengenai jenis spesies dan metode produksi serta penangkapan dan
budidaya. Selain itu European Community Commission Reguation 2065/2001,
Article 8 (EC 2001) mensyaratkan bahwa semua ikan dalam keadaan chilling,
beku, dan kering serta fillet ikan dan kerang, ketika didistribusikan kepada
retailer harus mencantumkan label sesuai ketentuan dari EU 104/2000. EU
General Food Law Regulation 178/2002, Article 18 (EC 2002) mensyaratkan
bahwa traceability untuk proses pangan dan bahan-bahan yang turut serta dalam
produksi pangan, mulai dari tahap produksi, pengolahan, dan distribusi harus
mengidentifikasi supplier dan konsumen serta melakukan dokumentasi. Indonesia
juga mensyaratkan penerapan dari traceability. Peraturan Pemerintah (PP) No 28
tahun 2004 pasal 37 (PP 2004) mensyaratkan bahwa setiap pangan segar dan
olahan yang akan masuk ke wilayah Indonesia harus disertai dengan dokumen
hasil pengujian. Peraturan Pemerintah (PP) No 69 tahun 1999 pasal 2 (PP 1999)
mensyaratkan bahwa setiap orang yang memproduksi atau memasukkan pangan
yang dikemas ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan wajib
mencantumkan label pada, di dalam, dan atau di kemasan pangan. Keputusan
Menteri Kelautan dan Perikanan RI nomor 01/MEN/2007 bab VII (KKP 2007)
mensyaratkan bahwa ketertelusuran hasil perikanan pada seluruh tahap produksi,
pengolahan, dan distribusi harus dikembangkan. Pelaku usaha hasil perikanan
harus mampu mengidentifikasi personil dan pelaku usaha yang mengirim pasokan
ikan untuk tujuan pengolahan, serta membangun sistem dan prosedur yang
memungkinkan otoritas kompeten dapat mendapatkan informasi bila diperlukan.
Pelaku usaha pengolahan harus memberikan label atau informasi yang
mengidentifikasi ketertelusurannya sesuai dengan persyaratan jenis produk
tertentu. Pentingnya penerapan traceability mendorong berbagai pihak untuk
menerapkan sistem ini. Sistem traceability dunia terus berkembang untuk
4
menghasilkan model telusur yang efektif dan efisien. Salah satu metode yang
cukup berkembang adalah quality tracing and tracking (QTT). Metode ini sangat
tepat untuk diadopsi pada pangan yang mudah rusak (high perishable food).
Penerapan metode ini dapat memberi beberapa keunggulan seperti jaminan
keamanan pangan, kepuasan konsumen, dan penghematan biaya. QTT secara
umum juga dapat mengoptimalkan sistem rantai pasok dari suatu industri (Scheer
2006). Kajian lainnya adalah perkembangan metode biotracing. Biotracing
merupakan sistem ketertelusuran terhadap kontaminan biologis selama proses
rantai pangan. Sistem ini mampu mengendalikan bahaya patogen dan
meningkatkan sistem model sistem ketertelusuran (Jordan et al. 2011).
Perkembangan lainnya juga menunjukkan tuntutan perubahan sistem
ketertelusuran menjadi lebih cepat dan akurat. Hal ini berdampak pada pergeseran
model sistem ketertelusuran dengan model manual (paper based traceability)
menjadi model berbasis web (ICT traceability). Model ini mampu membuat
sistem ketertelusuran menjadi lebih sederhana dan akurat (Morreale dan Puccio
2011). Skoglund dan Dejmek (2007) juga melakukan kajian mengenai konsep
fuzzy traceability. Kajian ini menjelaskan bahwa sistem ini mampu memberikan
hasil yang lebih akurat dari industri pangan yang bersifat dinamis. Radio
Frequency Identification (RFID) juga diyakini mampu memberi nilai tambah
dalam model traceability. Kajian yang dilakukan Zhang et al. (2009) menjelaskan
bahwa teknologi RFID dapat meningkatkan pengumpulan informasi traceability
secara cepat dan akurat. Perkembangan sistem ketertelusuran dengan berbagai
model ini membuat asesmen sistem ketelusuran sangat penting dilakukan. CAC
(1995) menjelaskan bahwa inspeksi dan sertifikasi harus dilakukan untuk
memastikan pangan dan proses produksinya. Setiap pelaku bisnis harus
mempersiapkan diri dalam menghadapi inspeksi dengan menerapkan standar yang
sesuai. ISO 28000 dapat menjadi salah satu pilihan standar untuk melakukan
asesmen dari penerapan sistem ketertelusuran. ISO 28000 bertujuan untuk
meningkatkan keamanan pada rantai distribusi suatu produk. Penerapan ISO
28000 masih belum banyak dilakukan dan hanya terfokus pada industri logistik
atau jasa transportasi. Hal ini mungkin disebabkan karena masih terdapat
paradigma bahwa sektor rantai pasok hanya penting dijaga keamanannya pada
saat proses transportasi. Namun faktor keamanan pada industri tuna sudah dimulai
dari saat ikan ditangkap hingga ekspor. ISO 28000 dapat berperan lebih disini
karena keamanan yang tertuang di dalam ISO 28000 merupakan keamanan pada
titik kritis dari suatu perusahaan dengan memperhatikan risiko yang mungkin
terjadi selama proses rantai distribusi, dari hulu hingga hilir. ISO 28000 dapat
diterapkan pada berbagai jenis industri mulai dari skala kecil hingga
multinasional, baik industri manufaktur, jasa, maupun logistik (ISO 28000:2007).
Penerapan sistem ini cukup penting digunakan sebagai salah satu acuan untuk
mengembangkan sebuah sistem rantai distribusi yang memperhatikan aspek
keamanan dan peningkatan berkesinambungan. Sistem ini bekerja melalui
beberapa aspek, seperti keamanan terhadap kebijakan manajemen, rencana
keamanan, dan pemeriksaan serta tindakan koreksi (ISO 28000:2007).
Melihat adanya peluang dari ISO 28000 untuk menyelesaikan
permasalahan pada sistem distribusi tuna yang kompleks, maka diperlukan suatu
kajian terhadap implementasi sistem ketertelusuran produksi tuna berbasis ISO
28000. Kajian ini nantinya akan terarah pada kemampuan perusahaan untuk
5
menjaga dan meningkatkan efektivitas manajemen risiko kritis pada distribusi
produk tuna loin beku dan melihat sistem manajemen keamanan yang berlaku
berdasarkan ISO 28000.
Tujuan
Tujuan umum dari penelitian ini ialah melakukan asesmen terhadap
implementasi sistem traceability pada rantai distribusi tuna loin beku berbasis ISO
28000. Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini ialah sebagai berikut:
1. Melakukan analisis sistem keamanan rantai distribusi tuna loin beku
2. Menentukan risiko kritis pada proses distribusi produk tuna loin beku
3. Mengkaji efektivitas kontrol pada risiko kritis proses pengolahan tuna loin
beku dan kesesuaian dengan regulasi yang berlaku.
4. Menentukan nilai asesmen dari ISO 28000.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada salah satu perusahaan pengolahan ikan tuna
(PT X), yang terletak di kawasan Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam
Zachman, Muara Baru, Jakarta Utara. Analisis mutu dilakukan pada Laboratorium
Mikrobiologi Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan
pada bulan April-September 2013.
Prosedur Penelitian
1. Analisis sistem keamanan rantai distribusi produk tuna loin beku
Tahapan penelitian ini dilakukan dengan mempelajari, mendeskripsikan dan
memverifikasi jaringan distribusi penanganan ikan tuna yang memiliki
kaitan dengan PT X, sebagai mata rantai industri pengolahan tuna loin.
Acuan yang digunakan adalah CEN 14660:2003. Diagram alir sistem rantai
distribusi tuna juga digambarkan melalui model SIPOC (Wagar et al. 2006).
Model ini bertujuan untuk menggambarkan sistem rantai distribusi tuna di
PT X dan mengontrol perbaikan yang terus menerus. Model SIPOC akan
menggambarkan aliran aktivitas dari Supplier, Input, Proses, Output, dan
Customer dimana tiap tahapannya memiliki persyaratan tertentu yang harus
dipenuhi dalam menjamin mutu dan keamanan produk. Beberapa acuan lain
adalah BSN (2006b), Blanc et al. (2005), dan Recommended International
Code of Practice General Principles of Food Higiene CAC/RCP 1-1969
dalam Food Hygiene Basic Text (CAC 2009), Code of Practice for Fish and
Fishery Products CAC/RCP 52 2003, (EC) 178/2002 of The European
6
Parliament and European Council of 28 January 2002 mengenai General
Principle and Requirements of Food Law (EC 2002), The Public Health
Security and Bioterorism Prepadness and Response Act of 2002 (FDA
2002), Council Regulation (EC) 104/2000 of 17 December 1999 on the
Common Organization of the Markets in Fishery and Aquaculture Products
(EC 2000), PER.18/MEN/2010 (KKP 2010), PER.13/MEN/2012 (KKP
2012), KEP.01/MEN/2007 (KKP 2007), CAC/RCP 47-2001 tentang Code
of Hygiene Practice for the Transport of Food in Bulk and Semi-Packed
Food (CAC 2001). Prosedur ini dilakukan dengan pengamatan pada sistem
rantai distribusi tuna dan hal-hal yang mempengaruhi keamanannya, serta
dokumen yang berperan.
Beberapa kegiatan yang dilakukan adalah :
a. Mempelajari jaringan rantai distribusi tuna yang berkaitan dengan PT X
mulai dari penangkapan hingga ekspor
b. Pengumpulan data aktivitas pada setiap bagian rantai distribusi tuna
dengan observasi dan wawancara. (Form data dapat dilihat pada
Lampiran 1.)
c. Pengumpulan data dan persyaratan higiene sepanjang rantai distribusi
tuna dengan observasi dan wawancara (Form dapat dilihat pada
Lampiran 2.)
d. Pembuatan jaringan rantai distribusi tuna PT X dalam bentuk skema.
e. Pembuatan diagram alir proses distribusi dengan menggunakan model
SIPOC.
f. Verifikasi dan presentasi jaringan rantai distribusi tuna di PT X dengan
konsultasi dan diskusi kepada QC dan manajer umum PT X
Luaran yang diharapkan adalah:
a. Data aktivitas pada setiap bagian rantai distribusi tuna (Lampiran 3).
b. Data persyaratan higiene sepanjang rantai distribusi tuna (Lampiran 4).
c. Manajemen rantai distribusi tuna loin beku PT X
d. Data persyaratan pada setiap tahapan distribusi tuna loin beku
2. Kajian risiko kritis dari distribusi tuna loin beku
Tahapan ini dilakukan dengan melihat peluang terjadi risiko kritis tuna loin
beku dari proses produksi tuna loin beku. Risiko kritis dapat menyebabkan
timbulnya keamanan pangan. CAC (2003) menyebutkan bahwa penentuan
bahaya keamanan pangan harus dianalisis dan ditentukan tingkat
signifikannya, serta ditetapkan upaya kontrol. Penentuan peluang risiko
kritis dilakukan dengan metode Risk Failure Mode and Effect Analysis
(RFMEA) (Carbone dan Tippet 2004). Langkah selanjutnya adalah
melakukan hasil analisis nilai histamin (Veratox kit) dan TPC (SNI 01-
2332.3-2006) dari rekaman PT X. Pengujian nilai TVB dilakukan dengan
metode cawan conway dan mengacu pada AOAC (1984). Pada tahapan ini
juga dilakukan pengujian kompetensi karyawan dengan menggunakan
kuisioner (Aarnisalo et al. 2006). Tahapan ini akan dilakukan beberapa
kegiatan yaitu:
a. Mengambil data evaluasi hasil pengujian histamin dan Total Plate Count
(TPC) di PT X selama bulan Januari 2012-Desember 2012
7
b. Mengambil data verifikasi hasil pengujian histamin dan Total Plate
Count (TPC) di PT X selama bulan Mei 2013
c. Melakukan pengujian terhadap nilai Total Volatile Base (TVB) dari
sampel ikan tuna di PT X dengan 3 kali ulangan dari dua supplier yang
masuk ke perusahaan.
d. Melakukan uji pengetahuan karyawan mengenai higiene dengan
menggunakan angket (Format angket dapat dilihat pada Lampiran 5).
Luaran yang diharapkan adalah:
a. Data risiko kritis dari tuna loin beku dari proses produksi tuna loin beku.
b. Data tingkat pengetahuan dan kepedulian karyawan terhadap higiene.
c. Data evaluasi hasil pengujian histamin dan Total Plate Count (TPC) di
PT X seama bulan Januari 2012-Desember 2012.
d. Data verifikasi hasil pengujian histamin dan Total Plate Count (TPC) di
PT X seama bulan Mei 2013.
e. Data nilai Total Volatile Base (TVB) dari transit A dan transit B.
3. Penentuan efisiensi jaringan distribusi tuna loin beku
Tahapan penelitian ini dilakukan dengan menentukan efektivitas proses
distribusi melalui pendekatan Statistical Process Control untuk parameter
histamin dan Total Plate Count (TPC). Alat bantu yang digunakan untuk
parameter histamin dan TPC adalah peta kendali dengan menggunakan
SPSS 17.0. Pendekatan ini dilakukan untuk melihat bahwa produk yang
diekspor sesuai dengan standar yang ditetapkan. Efisiensi dilihat dari nilai
kapabilitas proses yang didapatkan yang mengacu pada standar perusahaan.
Acuan standar untuk nilai histamin adalah standar perusahaan yang
mengacu pada FDA (2011) dan BSN (2006a). Acuan standar untuk nilai
TPC adalah standar perusahaan yang mengacu pada FDA (2013) dan BSN
(2006a). Penentuan nilai Total Volatile Base (TVB) dilakukan dengan
membandingkan nilai TVB dari dua supplier yang masuk ke PT X dengan
menggunakan diagram batang. Acuan untuk nilai TVB berdasarkan Farber
(1965).
Luaran yang diharapkan adalah:
a. Peta kendali nilai evaluasi histamin dan TPC PT X selama bulan Januari
2012-Desember 2012.
b. Peta kendali nilai verifikasi histamin dan TPC PT X selama bulan Mei
2013.
c. Diagram batang nilai TVB dari transit A dan transit B
4. Asesmen sistem traceability dengan ISO 28000
Tahapan penelitian ini dilakukan dengan melakukan audit ISO 28000 pada
PT X berdasarkan SNI ISO 28000:2009 (BSN 2009). Teknik audit yang
dilakukan sesuai dengan SNI 19-19011:2005 (BSN 2005) tentang Panduan
Audit Sistem Manajemen Mutu dan/atau Lingkungan.
Luaran yang diharapkan adalah:
a. Teknik audit ISO 28000 di PT X
b. Data assesmen ISO 28000 PT X
8
Prosedur Analisis
Analisis risiko kritis (Carbone dan Tippet 2004)
Penentuan risiko kritis yang harus menjadi perhatian khusus pihak
manajemen dilakukan dengan menggunakan metode Risk Failure Mode and
Effect Analysis (RFMEA) (Carbone dan Tippet 2004). Penggunaan RFMEA
dilakukan dengan menentukan nilai 1-10 untuk Likelihood (L), Impact (I), dan
Detection (D). Kategori nilai dapat dilihat pada Lampiran 6-8. Langkah
selanjutnya adalah dengan menentukan nilai Risk Score yang didapat dari (L) x
(I), dan nilai Risk Priority Number (RPN) dari (L) x (I) x (D). Batas kritis nilai
Risk Score dan RPN ditentukan dengan menggunakan diagram pareto dan
dipetakan dengan menggunakan scatterplot. Diagram pareto merupakan grafik
batang yang menunjukkan masalah berdasarkan urutan banyaknya kejadian.
Masalah yang paling banyak terjadi ditunjukkan pada sisi paling kiri, dan
seterusnya hingga yang terendah di sisi kanan (Gaspersz 2012). Tahapan analisis
risiko kritis adalah:
1. Seluruh risiko yang mungkin muncul diidentifikasi pada proses pembuatan
tuna loin beku.
2. Pada kolom Likelihood (L), Impact (I), dan Detection (D) diberikan nilai 1-10
3. Nilai Risk Score dihitung dengan perkalian antara nilai Likelihood dan nilai
Impact (L x I).
4. Nilai Risk Score digambarkan dalam bentuk diagram pareto dan ditentukan
nilai kritis risiko.
5. Nilai RPN dihitung dengan perkalian antara nilai Likelihood, nilai Impact,
dan nilai Detection (L x I x D).
6. Nilai RPN digambarkan dalam bentuk diagram pareto dan ditentukan nilai
kritis RPN.
7. Nilai risiko dan nilai RPN dipetakan dalam scatterplot (diagram pencar).
8. Risiko kritis ditentukan dengan melihat risiko yang berada lebih besar dari
batas kritis nilai risiko dan RPN.
Analisis kapabilitas proses (Gaspersz 2012)
Analisis kapabilitas proses dilakukan dengan Statistical Process Control
(SPC) dengan menggunakan software SPSS 17.0. Penentuan nilai kapabilitas
proses dilakukan terhadap parameter histamin dan TPC. Jenis data yang
digunakan adalah data evaluasi yang diperoleh dari hasil rekaman (record
keeping) histamin dan TPC di PT X selama kurun waktu Januari 2012- Desember
2012, yang selanjutnya dianalisis menggunakan metode SPC. Untuk verifikasi,
data yang digunakan adalah data hasil rekaman (record keeping) histamin dan
TPC di PT X selama bulan Mei 2013.
Gaspersz (2012) menuliskan bahwa nilai kapabilitas proses dapat dibagi
menjadi tiga bagian, yaitu:
Cp 2,0 :Proses dianggap mampu (capable) karena telah mencapai
industri kelas dunia yang mencapai tingkat six sigma.
1 Cp 1,99 :Proses masih harus ditingkatkan terus menerus agar
mencapai tingkat kelas dunia yang telah mencapai taraf six
sigma.
Cp 1,0 :Proses dianggap tidak mampu (not capable).
9
Hasil dari nilai kapabilitas proses dapat menjadi salah satu indikator dari tingkat
efektivitas distribusi produk tuna loin beku dilihat dari nilai histamin dan TPC.
Total Volatil Base (TVB) (AOAC 1984)
Pengujian Total Volatil Base (TVB) bertujuan untuk menentukan mutu dan
kesegaran dari ikan dengan menentukan jumlah kandungan senyawa-senyawa
basa volatil yang terbentuk akibat degradasi protein. Pengujian TVB dilakukan
dengan metode cawan conway dan mengacu pada AOAC 1984.
Tahapan pengujian diawali dengan preparasi sampel daging ikan dengan
ditimbang sebanyak 15 gram. Sampel tersebut kemudian dihancurkan (pengecilan
ukuran) dan ditambahkan TCA 7% sebanyak 45 mL dan dihomogenkan selama 1
menit. Larutan disaring hingga diperoleh filtrat yang jernih. Langkah selanjutnya
adalah penambahan 1 mL H3BO3 ke dalam inner chamber cawan conway,
sedangkan filtrat sampel dimasukkan ke dalam outer chamber bagian kiri.
Selanjutnya ditambahkan 1 mL K2CO3 jenuh ke dalam outer chamber bagian
kanan sehingga tidak tercampur dengan filtrat. Cawan segera ditutup lalu
dilakukan gerakan memutar agar filtrat bercampur dengan K2CO3. Prosedur yang
sama juga dilakukan untuk penentuan nilai blanko, namun fitrat diganti dengan
TCA 7%. Tahap selanjutnya adalah kedua cawan diinkubasi pada suhu 35 C
selama 2 jam. Selanjutnya larutan asam borat pada inner chamber dititrasi dengan
larutan HCL 0,02 N hingga warna larutan asam borat menjadi merah muda.
Perhitungan TVB dilakukan dengan rumus:
Kadar TVB (mgN/100g) =
Keterangan :
Vc = volume larutan HCl pada titrasi contoh/sampel
Vb = volume larutan HCl pada titrasi blanko
Ar N = berat atom nitrogen (14,007)
Fp = faktor pengenceran
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sistem Keamanan Rantai Distribusi Tuna Loin Beku
Analisis aktivitas jaringan rantai distribusi tuna loin beku
Aktivitas pada jaringan rantai distribusi tuna loin beku di PT X dilakukan
oleh beberapa pihak mulai dari kapal, transit, Unit Pengolah Ikan (UPI), hingga
eksportir. Pasca penangkapan ikan dilakukan proses penanganan di kapal, di
transit dilakukan proses bongkar muat dan pembelian ikan, di UPI dilakukan
proses pengolahan tuna. Tahap ekspor dilakukan proses pengiriman produk ke
tempat yang dituju. Model rantai distribusi tuna loin beku dapat dilihat pada
Gambar 1.
10
Gambar 1 Rantai distribusi tuna loin beku PT X
1. Kapal
Kapal yang digunakan untuk menangkap tuna adalah jenis kapal longliner.
Pada tahap penangkapan ikan, aktivitas yang dilakukan antara lain memasang
longline pada daerah penangkapan, penangkapan, pembuangan isi perut dan
insang, pencucian, dan penyimpanan ikan dalam palka bersuhu -1,5 ˚C. Pihak
kapal memberikan Sertifikat Hasil Tangkapan Ikan (SHTI) yang berisi mengenai
hasil tangkapan ikan dan ikan tersebut tidak berasal dari kegiatan IUU Fishing.
Penilaian kesesuaian yang dilakukan pada tahap penangkapan ikan mengacu pada
Blanc et al. (2005), CAC/RCP 52-2003 mengenai Code of Practice for Fish and
Fishery Products, PER.18/MEN/2010, PER.13/MEN/2012, dan
KEP.01/MEN/2007. Hasil penilaian menunjukkan ditemukannya ketidaksesuaian,
yaitu ikan yang ditangkap tidak dimatikan dengan cepat, air untuk mencuci tidak
berstandar air minum, dan tidak dilakukan pengisian log book dengan data yang
sebenarnya dan tepat waktu. Luaran informasi yang diharapkan dari tahap ini
adalah logbook pengangkapan ikan.
2. Transit
Tahap transit berfungsi sebagai tempat bongkar muat dan pembelian ikan
oleh perusahaan. PT X memiliki kerjasama dengan 3 transit untuk melakukan
pembelian ikan. Aktivitas yang dilakukan pada tahapan ini adalah mengangkut
ikan dari palka kapal menuju transit, proses penentuan mutu ikan, pembelian ikan
oleh perusahaan, dan pengangkutan ikan dari transit menuju perusahaan. Penilaian
kesesuaian yang dilakukan mengacu pada Blanc et al. (2005), SNI 01-2729-3-
2006 mengenai Penanganan dan Pengolahan Ikan Segar, serta CAC (2009)
mengenai Recomended International Code of Practice General Principles of
Food Hygiene (CAC/RCP 1-1969). Hasil penilaian menunjukkan ketidaksesuaian,
yaitu pembongkaran ikan dilakukan tidak hati-hati (kasar), terjemur di bawah
sinar matahari secara langsung. Luaran informasi yang diharapkan dari tahap ini
adalah catch certificate dan dokumen Harvest Vessel Receiving Record.
3. Unit pengolahan ikan (UPI)
Tahap di UPI berfungsi sebagai proses pengolahan tuna. PT X sebagai UPI
mengolah tuna menjadi beberapa produk diantaranya tuna loin beku, tuna saku
beku, tuna steak beku, dan sebagainya. BSN (2006a) mendefinisikan tuna loin
beku sebagai produk olahan hasil perikanan dengan bahan baku tuna segar atau
beku yang mengalami perlakuan sebagai berikut: penerimaan, penyiangan atau
tanpa penyiangan, pencucian, pembuatan loin, pengulitan dan perapihan, sortasi
mutu pembungkusan (wrapping), pembekuan, penimbangan, pengepakan,
pelabelan, dan penyimpanan. Aktivitas yang dilakukan pada tahapan ini adalah
penerimaan bahan baku, pencucian, penimbangan, pemotongan loin, skinning dan
11
trimming, pemberian CO (karbon monoksida), penyimpanan di dalam chillroom,
sortasi mutu dan retouching, pemvakuman, pembekuan, packing, pelabelan,
penyimpanan dalam cold storage, dan stuffing. Setiap tahapan memiliki rekaman
tertentu yang dituliskan dalam form rekaman. Penilaian kesesuaian yang
dilakukan mengacu pada SNI 01-4104-3-2006 mengenai Penanganan dan
Pengolahan Tuna Loin Beku, dan Aktivitas pada tahapan ini tidak ditemukan
ketidaksesuaian, namun terdapat pemberian CO pada proses produksi di PT X.
Pemberian CO pada produk diketahui oleh pihak pembeli dan diperbolehkan
untuk ditambahkan pada proses produksi tuna loin beku.
Luaran informasi yang diharapkan dari tahapan ini adalah record of
periodically pest control, record of water and ice analysis, daliy report of
sanitation inspection, periodically sanitation checklist, freezing monitoring
report, daily report of packing and labelling, cold storage temperatur report,
receiving report packaging report materials and label, daily report of pest
control, chilling tmperature monitoring report, daily report of inspection product
after trimming before freezing, daily record of temperature control, daiy report of
raw material receiving, report of stuffing inspection.
4. Eksportir
Tahap eksportir berfungsi untuk mengirimkan produk tuna kepada
konsumen. PT X melakukan proses ekspor kepada buyer di Amerika Serikat.
Aktivitas yang dilakukan pada tahapan ini adalah menerima Purchase Order (PO)
dari pembeli, pembuatan kontrak, pemilihan kontainer, persiapan kontainer
(pencucian, pre cooling), persiapan dokumen, dan pengiriman barang. Penilaian
kesesuaian pada tahapan ini mengacu pada CEN 14460:2003. Aktivitas pada
tahapan ini tidak ditemukan ketidaksesuaian. Luaran informasi yang diharapkan
adalah invoice packing list dan health certificate.
5. Retailer
Tahap retailer berfungi untuk menerima, menangani, menyimpan, dan
menunjukkan produk kepada konsumen dengan tetap memperhatikan bahaya
keamanan pangan dan mutu dari produk. Retailer harus mengetahui supplier dari
produknya dan mampu memastikan serta bertanggung jawab terhadap mutu dan
keamanan produknya. Penilaian kesesuaian pada tahapan ini dilakukan dengan
melakukan wawancara kepada manajer marketing PT X dengan mengacu pada
Code of Practice for Fish and Fishery Products (CAC/RCP 52-2003). Aktivitas
pada tahapan ini tidak ditemukan ketidaksesuaian.
Analisis persyaratan higiene jaringan rantai distribusi tuna loin beku
Persyaratan higiene merupakan salah satu persyaratan yang penting untuk
diterapkan pada semua tahapan distribusi tuna, dimulai dari ikan diangkat dari
laut, proses pengolahan, dan pengiriman kepada konsumen.
1. Kapal
Terdapat dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu persyaratan higiene untuk
kapal penangkap dan pengangkut ikan dan persyaratan higiene untuk penanganan
di kapal penangkap dan pengangkut ikan. Pada persyaratan higiene untuk kapal
penangkap dan pengangkut ikan terlihat bahwa kondisi kapal pada umumnya
tidak selalu dalam keadaan bersih, produk perikanan tidak mendapat penanganan
langsung setelah dikeluarkan dari palka, proses pembuangan isi perut dan insang
diduga tidak dilakukan secara higienis, dan produk perikanan segera didinginkan
12
di kapal sesaat setelah longline diangkat dari laut. Penilaian kesesuaian yang
dilakukan mengacu pada CAC/RCP 52-2003 tentang Code of Practice for Fish
and Fishery Products dan KEP. 01/MEN/2007 tentang Persyaratan Jaminan Mutu
dan Keamanan Hasil Perikanan pada Proses Produksi, Pengolahan, dan Distribusi.
Hasil penilaian menunjukkan ketidaksesuaian, yaitu kondisi kapal tidak bersih,
tidak dilakukan penanganan yang cepat pada ikan, dan tidak dilakukan pencucian
dengan air yang memenuhi standar.
Pada persyaratan higiene untuk penanganan kapal penangkap dan
pengangkut ikan terlihat bahwa tidak terdapat penanggung jawab ikan secara
khusus, sanitasi palka kurang terjaga, karyawan tidak mengenakan seragam,
bahkan ada yang tidak mengenakan baju, karyawan tidak mencuci tangan, tidak
dilakukan pemeriksaan terhadap karyawan apakah karyawan sakit atau memiliki
luka yang dapat mengontaminasi. Selama proses pembongkaran ikan dari palka,
terdapat karyawan yang merokok, meludah, dan bersenda gurau di area geladak
kapal. Ikan dicuci dengan menggunakan air laut, proses pendinginan dilakukan
dengan sistem Refrigerated Sea Water (RSW) hingga suhu mencapai -1,5 ˚C, dan
tidak dilakukan pengisisan log book dengan data yang akurat dan tepat waktu.
Penilaian kesesuaian yang dilakukan mengacu pada CAC/RCP 52-2003 tentang
Code of Practice for Fish and Fishery Products dan KEP. 01/MEN/2007 tentang
Persyaratan Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan pada Proses Produksi,
Pengolahan, dan Distribusi. Hasil penilaian menunjukkan beberapa
ketidaksesuaian, yaitu tidak terdapat penanggung jawab mutu ikan, kondisi umum
kapal tidak higienis, karyawan tidak mengenakan pakaian kerja, kesehatan
karyawan tidak diperiksa, sikap karyawan tidak diperhatikan, diantaranya
merokok, meludah, bercanda, serta tidak dilakukan proses rekaman dengan baik.
2. Transit
Pada tahap transit terdapat beberapa persyaratan sanitasi dan higiene yang
harus dipenuhi mencakup proses bongkar muat ikan, desain dan fasilitas transit,
peralatan, supply air, higiene personal dan pengunjung. Penilaian kesesuaian di
transit mengacu pada KEP. 01/MEN/2007 tentang Persyaratan Jaminan Mutu dan
Keamanan Hasil Perikanan Pada Proses Produksi, Pengolahan, dan Distribusi.
Acuan lainnya adalah Recommended Intrnational Code of Practice General
Principles of Food Higiene CAC/RCP 1-1969 dalam Food Hygiene Basic Text
(CAC 2009) serta CAC/RCP 52-2003 tentang Code of Practice for Fish and
Fishery Products (CAC 2003). Kondisi proses bongkar muat ikan di transit,
umumnya kurang baik karena ada beberapa karyawan yang menendang ikan.
Peralatan yang digunakan umumnya dapat dengan mudah dibersihkan, namun
pembersihan hanya dilakukan dengan menyiram air tanpa mencuci dengan
desinfektan. Terdapat pula peralatan yang terbuat dari bahan mudah berkarat,
seperti ganco yang terbuat dari besi. Hasil penilaian menunjukkan beberapa
ketidaksesuaian, antara lain tidak dilakukan proses sanitasi, terdapat hewan
peliharaan, dan terdapat perlakuan yang dapat menyebabkan kerusakan fisik pada
ikan. Selain itu terdapat peralatan yang terbuat dari bahan mudah berkarat.
Regulasi KKP (2007) mensyaratkan, proses penanganan ikan harus berlangsung
dengan cepat dan dihindarkan dari perlakuan yang dapat menyebabkan kerusakan
pada produk. Peralatan yang bersentuhan langsung dengan produk harus terbuat
dari bahan yang mudah dibersihkan dan selalu dijaga kebersihannya. CAC (2003);
13
CAC (2009) juga mensyaratkan bahwa peralatan harus terbuat dari bahan yang
mudah dibersihkan dan dipindahkan, tidak terbuat dari bahan yang bersifat toksik.
Transit A merupakan salah satu supplier PT X berada di lokasi Pelabuhan
Perikanan Samudera Nizam Zachman, Muara Baru, Jakarta. Kondisi layout transit
kurang baik dan dapat menyebabkan kontaminasi silang karena tidak terdapat
perbedaan antara ruang penerimaan ikan dan penyimpanan barang, serta tidak
diberi bak pencuci kaki. Selain itu terdapat hewan peliharaan (anjing) di dalam
area transit. Fasilitas lain di transit antara lain dinding yang tidak kedap air, langit-
langit yang kotor dan penuh sarang laba-laba, dan tidak memiliki pintu yang
permanen hanya terbuat/dibatasi plastik curtain. Lantai dan area bekerja terbuat
dari bahan yang kedap air dan memiliki kemiringan yang cukup. Fasilitas supplai
air menggunakan air yang dialirkan dari laut. Hasil penilaian menunjukkan
beberapa ketidaksesuaian, yaitu layout yang dapat menyebabkan kontaminasi
silang dan ditemukan puntung rokok pada lantai transit. Permukaan dinding tidak
kedap air dan langit-langit tidak bersih, serta tidak terdapat pintu. Selain itu, air
yang digunakan juga tidak berspesifikasi air minum. Menurut CAC (2003); CAC
(2009), layout harus tidak memungkinkan terjadinya kontminasi silang.
Permukaan dinding halus, terbuat dari bahan yang tidak toksik, serta kedap air.
Langit-langit harus mampu meminimalkan kotoran dan mencegah kondensasi,
dan pintu harus memiliki permukaan yang lembut, kedap air dan mudah
dibersihkan. Supplai air yang kontak dengan bahan pangan harus menggunakan
air dengan spesifikasi air minum.
Transit A juga memiliki kondisi yang kurang baik pada aspek higiene
personal. Kondisi higiene personal yang dilihat pada transit A adalah tidak ada
pemeriksaan kesehatan bagi karyawan, karyawan hanya memakai boot sebagai
seragam kerja dan jarang mencuci tangan. Selain itu karyawan merokok,
berbicara, makan dan minum di area transit. Pembeli ikan dan pengunjung tidak
menggunakan seragam dan dapat merokok atau makan dan minum di dalam area
transit. Hasil penilaian menunjukkan beberapa ketidaksesuaian, yaitu kesehatan
karyawan tidak diperiksa, karyawan tidak mengenakan pakaian kerja secara
lengkap, tidak memperhatikan sikap karyawan, seperti merokok. Pembeli tidak
disyaratkan untuk mengikuti peraturan higiene. Terdapat pembeli yang merokok
serta makan dan minum di trasit. Menurut CAC (2003); CAC (2009), karyawan
yang diketahui atau diduga menderita penyakit dilarang masuk ke dalam area
penanganan ikan. Selain itu karyawan yang menderita sakit seperti diare, demam,
muntah tidak diperkenankan masuk ke dalam ruang produksi. Kebersihan
personal juga wajib diperhatikan, yaitu karyawan harus memakai seragam
lengkap, mulai dari penutup kepala hingga alas kaki, serta harus sering mencuci
tangan ketika keluar dari toilet, memulai melakukan pekerjaan, dan sebagainya.
Karyawan juga dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengkontaminasi, seperti
merokok dan makan. Pengunjung juga harus mengikuti peraturan higiene yang
berlaku.
3. Unit pengolahan ikan
Unit Pengolahan Ikan (UPI) adalah PT X yang mengolah ikan tuna menjadi
beberapa produk diantaranya tuna loin beku, tuna steak beku, dan tuna saku beku.
Pada kajian persyaratan higiene untuk UPI, mengacu pada KEP. 01/MEN/2007
tentang Persyaratan Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan pada Proses
Produksi, Pengolahan, dan Distribusi. Acuan lainnya adalah Recommended
14
Intrnational Code of Practice General Principles of Food Higiene CAC/RCP 1-
1969 dalam Food Hygiene Basic Text (CAC 2009), CAC/RCP 52-2003 tentang
Code of Practice for Fish and Fishery Products, (EC) 178/2002 of The European
Parliament and European Council of 28 January 2002 mengenai General
Principle and Requirements of Food Law, The Public Health Security and
Bioterorism Prepadness and Response Act of 2002, Council Regulation (EC)
104/2000 of 17 December 1999 on the Common Organization of the Markets in
Fishery and Aquaculture Products. Penilaian ini tertuju ke dalam beberapa aspek,
seperti lokasi perusahaan, design dan layout perusahaan, peralatan, fasilitas,
proses pengendalian, pemeliharaan dan sanitasi, higiene personal, pelatihan, serta
informasi dan informasi produk dan kepedulian konsumen.
3.1. Lokasi
PT X merupakan UPI yang memiliki lokasi di kawasan Pelabuhan
Perikanan Samudera Nizam Zachman, Muara Baru, Jakarta Utara. Kawasan ini
merupakan kawasan industri bagi industri pengolahan hasil perikanan. Kondisi
pabrik dan lingkungannya selalu dijaga kebersihannya. Sistem pembuangan air di
pabrik tidak memungkinkan adanya arus balik serta kondisi tanah tidak berpotensi
menimbulkan kontaminasi. Hasil penilaian menunjukkan tidak ditemukan
ketidaksesuaian PT X dengan peraturan yang berlaku untuk aspek lokasi
perusahaan.
3.2. Desain dan layout
Desain dan layout PT X memiliki kondisi yang baik. Kondisi ruang
pengolahan terpisah dengan ruang ganti pakaian, toilet, kantor, dan gudang. Area
UPI juga memadai untuk melakukan pekerjaan dengan saniter dan higienis. UPI
juga berada dalam kawasan industri yang diizinkan. Layout PT X dapat dilihat
pada Lampiran 9. Hasil penilaian menunjukkan tidak ditemukan ketidaksesuaian
PT X dengan peraturan yang berlaku untuk aspek desain dan layout perusahaan
secara umum.
Ruang penerimaan
Desain dan layout ruang penerimaan bahan baku PT X tergolong baik dan
tidak terdapat penilaian ketidaksesuaian. Secara umum kondisi ruang penerimaan
PT X selalu dijaga kebersihannya, memiliki pasokan dan tekanan air yang cukup
untuk melakukan pencucian, saluran pembuangan tepat dan bersih, serta ruang
penerimaan tertutup dari lingkungan luar dan dibatasi oleh plastik curtain.
Permukaan dinding ruang penerimaan terbuat dari keramik, berwarna putih,
mudah dibersihkan, dan kedap air. Kondisi lantai juga memiliki kemiringan yang
cukup dan tidak terdapat air yang menggenang. Langit-langit mudah dibersihkan
dan dapat mencegah kondensasi. Pintu terbuat dari bahan yang tahan karat dan
lembut, serta area bekerja yang kontak dengan ikan terbuat dari keramik berwarna
putih dan selalu dijaga kebersihannya.
Ruang penanganan dan pengolahan
Desain dan layout pada ruang penanganan dan pengolahan PT X cukup
baik, namun masih ditemukan beberapa ketidaksesuaian. Permukaan dinding
terbuat dari keramik berwarna putih yang kedap air dan mudah dibersihkan.
Seluruh kabel dan pipa tertutup dengan baik. Beberapa permukaan dinding
tampak tidak halus dan berlubang, serta terdapat beberapa titik pada sudut
pertemuan tembok dan dinding sulit dibersihkan. Hasil penilaian menunjukkan
ketidaksesuaian pada permukaan dinding yang tidak halus dan berlubang serta
15
sudut yang sulit dibersihkan. Menurut CAC (2003); CAC (2009); KKP (2007),
permukaan dinding harus halus, tanpa retak, celah, atau lubang, serta mudah
dibersihkan dan didesinfeksi. Selain itu pertemuan antara lantai dan dinding serta
dinding dan dinding mudah dibersihkan.
Kondisi lantai pada ruang penanganan dan pengolahan memiliki kemiringan
yang cukup dan terbuat dari keramik berwarna putih yang kedap air dan mudah
dibersihkan. Langit-langit berwarna abu-abu muda, terbuat dari aluminium, dan
tidak menyebabkan kondensasi. Permukaannya juga halus dan mudah dicuci.
Ventilasi juga mencukupi dan mampu menyaring uap air. Kondisi area bekerja
yang kontak dengan ikan merupakan peralatan yang terbuat dari stainless steel
dan talenan berwarna bahan putih. Peralatan ini tidak menyerap air, tidak toksik,
dan mudah dibersihkan.
Pintu masuk ruang penanganan dan pengolahan berwarna abu-abu dan
terbuat dari aluminium, tahan air, tahan korosi, mudah dibersihkan, dan menutup
semi otomatis. Pada pintu masuk terdapat alat pembunuh serangga. Hasil
penilaian menunjukkan ketidaksesuaian dimana pintu tidak menutup secara
otomatis. Menurut CAC (2009); KKP (2007), pintu harus memiliki permukaan
yang lembut, kedap air, tahan korosi, serta menutup secara otomatis.
Ruang pendinginan, es, dan gudang beku
Desain dan layout pada ruang pendingin, es, dan gudang beku cukup baik,
namun masih ditemukan ketidaksesuaian. Permukaan dinding terbuat dari
aluminium yang kedap air, berwarna terang, dan tahan lama. Permukaan dinding
juga halus, tanpa retak, dan mudah didesinfeksi. Langit-langit juga tampak
berwarna terang, bebas dari retak dan celah, serta permukaannya halus.
Kondisi lantai memiliki kemiringan yang cukup dan mudah dibersihkan
serta terbuat dari bahan yang kedap air. Kondisi lantai cukup licin karena es yang
menempel. Hasil penilaian menunjukkan adanya ketidaksesuaian karena lantai
yang licin. Menurut CAC (2003); CAC (2009); KKP (2007), lantai harus
memiliki kemiringan yang cukup, mudah dibersihkan dan didesinfeksi, terbuat
dari bahan yang kedap air, tidak beracun, tidak menyerp, tidak licin, dan tidak
retak.
3.3. Peralatan
Peralatan yang digunakan oleh PT X dalam proses pengolahan tuna adalah
meja dan pisau yang terbuat dari bahan stainless steel, mudah dibersihkan, tahan
karat, dan tahan air. Peralatan lain adalah keranjang yang terbuat dari plastik dan
diberi warna berbeda untuk area dan fungsi kerja berbeda, serta talenan yang
selalu dijaga kebersihannya. Peralatan produksi selalu dibersihkan dua kali sehari,
yaitu saat akan istirahat dan saat akan pulang, serta dilakukan monitoring
pembersihan oleh QC. Pencucian alat dilakukan di dalam ruang produksi.
Peralatan disimpan di dalam anteroom ketika tidak sedang digunakan. Hasil
penilaian menunjukkan ketidaksesuaian, yaitu tempat pencucian alat tidak
terpisah dan tidak memiliki pintu masuk dan keluar yang terpisah. CAC (2003);
CAC (2009); KKP (2007), menyatakan bahwa peralatan harus mempunyai
tempat pencucian alat yang terpisah, serta tempat pencucian mempunyai pintu
masuk dan keluar yang terpisah.
3.4. Fasilitas
Fasilitas yang terdapat pada UPI terdiri dari bebrapa hal yang berguna untuk
menunjang proses pengolahan tuna. CAC (2009) dan KKP (2007) mensyaratkan
16
bahwa fasilitas yang terdapat dalam industri pangan mencakup beberapa hal, yaitu
supplai air, drainase dan pembuangan limbah, pembersihan, ruang ganti, kamar
mandi, dan toilet, kontrol suhu, penerangan, fasilitas pencucian tangan dan
desinfeksi, fasilitas pembekuan, serta pembuatan dan penggunaan es.
Suplai air
Suplai air di PT X dipenuhi dari suplai air baku yang didapatkan dari Perum
Nizam Zachman dan mengalami proses pengolahan air di PT X. Sistem
pengolahan air dilakukan dengan proses filtrasi yang selanjutnya dibagi ke dalam
tiga pompa. Ketiga pompa digunakan sebagai penanda dari penggunaan air
selanjutnya. Air yang kontak dengan bahan pangan akan melalui proses ozonasi
dan Reverse Osmosis (RO) yang selanjutnya dialirkan ke water chiller. Air yang
digunakan untuk pembersihan hanya dilalui menuju proses ozonasi dan water
chiller. Dalam penggunaannya terdapat nomor seri dan penanda dari air yang
dapat digunakan untuk kontak dengan bahan pangan dan yang tidak dapat. Air
yang kontak dengan bahan pangan telah memenuhi spesifikasi air minum yang
sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor
907/MENKES/SK/VII/2002 dan diuji secara berkala oleh laboratorium internal.
Pasokan dan tekanan air cukup karena PT X mempunyai tangki penampung air
dengan kapasitas yang memadai dan selalu dalam kondisi terkontrol. Hasil
penilaian menunjukkan satu temuan ketidaksesuaian, yaitu PT X tidak memiliki
peta distribusi air. Menurut CAC (2003); CAC (2009) dan KKP (2007), suplai air
yang kontak dengan bahan pangan harus menggunakan air dengan spesifikasi air
minum, pasokan air cukup, terdapat penandaan yang jelas antara pipa penanda air
minum dan bukan air minum, serta memiliki peta distribusi air dan kran yang
diberi nomor seri.
Drainase dan pembuangan limbah
Sistem drainase dan pembuangan limbah di PT X terkontrol dalam kondisi
yang baik. Limbah padat potongan ikan sisa hasil produksi ditempatkan dalam
wadah khusus yang terbuat dari fiber serta berwarna cerah dan dibersihkan setiap
hari. Limbah tersebut selalu diambil oleh pengumpul setiap hari. Limbah cair dari
PT X akan dialirkan melalui saluran pembuangan limbah yang tertutup dan
dialirkan keluar pabrik untuk ditampung pada suatu kolam penampungan. Sistem
pengelolaan limbah cair dikelola oleh pihak PPS Nizam Zachman dan PT X hanya
membayar biaya pengolahan setiap bulannya. Hasil penilaian menunjukkan tidak
ditemukan ketidaksesuaian pada sistem drainase dan pembuangan limbah PT X.
Pembersihan
Pembersihan di PT X dilakukan dengan menggunakan air dingin serta air
panas dan sabun sebagai desinfektan. Sabun digunakan untuk mencuci semua
peralatan dan dinding. Air panas digunakan untuk membilas peralatan yang telah
dicuci sebelum disimpan di dalam anteroom. Hasil penilaian tidak menunjukkan
adanya ketidaksesuaian pada aspek fasilitas pembersihan di PT X.
Ruang ganti, kamar mandi, dan toilet
Fasilitas ruang ganti di PT X memadai dan terpisah antara pria dan wanita.
Lantai dan dinding ruang ganti terbuat dari keramik berwarna putih dan kedap air
serta mudah dibersihkan. Ruang ganti dilengkapi dengan loker untuk menyimpan
barang karyawan selama proses pengolahan berlangsung. Terdapat tempat cuci
tangan yang memadai di dekat setiap toilet dan pintu masuk ruang produksi yang
dilengkapi dengan kran otomatis dan deseinfektan namun tidak dilengkapi dengan
17
pengering sekali pakai. Lokasi toilet terpisah dari ruang pengolahan yang
dilengkapi dengan dengan sistem menyiram air yang masih berfungsi. Terdapat
empat toilet untuk karyawan dan satu toilet untuk staf. Karyawan di PT X
berjumlah 71 karyawan yang terdiri dari 20 karyawan pria dan 51 karyawan
wanita. Peraturan Menteri Perindustrian nomor 75/M-IND/PER/7/2010
mensyaratkan bahwa dibutuhkan 1 toilet untuk setiap 25 orang karyawan pria dan
dibutuhkan 3 toilet untuk 41-75 karyawan wanita.
Kontrol suhu dan penerangan
CAC (2009) mensyaratkan bahwa sebuah pabrik pengolahan pangan harus
memiliki fasilitas pengontrol suhu, baik suhu produk maupun suhu ruangan.
Kondisi fasilitas kontrol suhu di PT X telah memadai. Terdapat termometer dan
alat pengontrol suhu di dalam ruang produksi, chill room, alat pembeku, dan
gudang beku. Selain itu suhu produk pangan juga selalu dalam kondisi terkontrol
pada setiap tahap pengolahan. Data hasil kontrol suhu selalu dicatat dalam
rekaman. Form catatan kontrol suhu dapat dilihat pada Lampiran 10.
Kondisi penerangan di PT X memadai dengan menggunakan lampu
berwarna putih, diberi pelindung yang aman, dan cahaya memadai. Kondisi lampu
juga tidak berpotensi menyebabkan kontaminasi pada proses pengolahan. Hasil
penilaian menunjukkan tidak ditemukan ketidaksesuaian dalam aspek kontrol
suhu dan penerangan di PT X.
Fasilitas pencucian tangan dan desinfeksi
Kondisi fasilitas pencucian tangan di PT X memiliki hasil yang cukup baik.
Hal ini dapat dilihat dari fasilitas bak cuci kaki dengan ukuran yang sesuai pada
pintu masuk utama ruang pengolahan. Bak cuci kaki menggunakan air bersih dan
diberi klorin 200 ppm. Fasilitas cuci tangan juga terdapat di pintu masuk utama
ruang pengolahan dan dilengkapi dengan sabun dan kran otomatis. Namun, belum
digunakan pengering sekali pakai. Pintu masuk ruang pengolahan yang berasal
dari lift tidak dilengkapi dengan bak cuci kaki dan fasilitas cuci tangan. Hasil
penilaian menunjukkan adanya ketidaksesuaian pada tidak dilengkapinya bak cuci
kaki dan fasilitas cuci tangan pada pintu masuk dari lift, serta pada fasilitas cuci
tangan tidak dilengkapi dengan pengering sekali pakai. Menurut CAC (2003);
CAC (2009) dan KKP (2007), semua pintu masuk ke area pengolahan dilengkapi
dengan bak cuci kaki dengan ukuran yang sesuai. Selain itu juga harus terdapat
pengering sekali pakai pada fasilitas cuci tangan.
Fasilitas pembekuan
Fasilitas pembekuan di PT X meliputi alat pembeku dan gudang pembeku.
Alat pembeku tuna di PT X menggunakan Air Blast Freezer (ABF). Kapasitas alat
pembeku dan gudang membeku memadai dan dilengkapi dengan alat pencatat
suhu. Fasilitas ABF dan gudang beku juga dilengkapi dengan tirai, namun
anteroom tidak dilengkapi dengan tirai. Penyimpanan produk dilakukan dengan
metode First In First Out (FIFO) dan disimpan dengan menggunakan pallet untuk
tuna saku serta produk ground meat, dan keranjang untuk tuna loin. Hasil
penilaian menunjukkan ketidaksesuaian dimana pintu masuk anteroom tidak
dilengkapi dengan tirai. Menurut CAC (2009) dan KKP (2007), pintu masuk
anteroom dan gudang beku harus dilengkapi dengan tirai.
Pembuatan dan penggunaan es
Pembuatan es di PT X dilakukan dengan menggunakan mesin pembuat es.
Es yang dibuat berasal dari air dengan spesifikasi air minum dan telah melalui
18
proses ozonasi dan Reverse Osmosis (RO). Es yang dihasilkan kemudian
disimpan dalam tempat khusus es yang bersih dan selalu dijaga kebersihannya.
Hasil penilaian menunjukkan tidak ditemukan ketidaksesuaian untuk fasilitas
pembuatan dan penggunaan es di PT X.
3.5. Prosedur pengendalian
Pengendalian bahaya pangan
Pengendalian bahaya pangan di PT X telah dilakukan dengan baik. PT X
telah mendapatkan sertifikasi HACCP dari Direktorat Jenderal Pengolahan dan
Pemasaran Hasil Periakan (P2HP) Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan
nilai A (Lampiran 11). Sertifikasi HACCP tersebut juga telah diimplementasikan
dengan baik di dalam proses produksi. Setiap proses produksi dituangkan dalam
diagram alir proses manual HACCP. Selain itu juga dilakukan tahapan identifikasi
bahaya, penentuan titik kritis, dan prosedur monitoring, serta tindakan koreksi
yang sesuai dalam manual HACCP. Produsen pangan wajib melakukan kontrol
untuk memastikan keamanan pangannya. Upaya kontrol tersebut berupa
pencegahan, penghilangan, dan pengurangan bahaya kemanan pangan
(FDA 2006). Hasil penilaian menunjukkan tidak ditemukannya ketidaksesuaian.
Aspek kunci dalam pengendalian sistem higiene
Pengendalian sistem higiene memiliki beberapa aspek kunci. Aspek kunci
ini berperan dalam pengendalian waktu dan suhu proses, kalibrasi alat pengukur
suhu, pengawasan pada setiap proses, dan pengendalian kontaminasi silang
(CAC 2009). Aspek kunci pada pengendalian higiene PT X terdapat pada
pengukuran dan pencatatan suhu ikan saat penerimaan bahan baku. Selanjutnya
adalah pengukuran dan pencatatan suhu produk dan ruangan pendinginan,
pembekuan, dan gudang beku. Hal lain yang dilakukan adalah melakukan
pengecekan produk dari adanya kontaminasi mikrobiologi dan fisik. Kalibrasi
pada termometer juga dilakukan secara berkala. Hasil penilaian menunjukkan
tidak ditemukannya ketidaksesuaian pada aspek kunci pengendalian higiene PT X.
Persyaratan bahan baku
Pada proses penerimaan bahan baku di PT X, terdapat beberapa persyaratan
yang harus dipenuhi, yaitu ikan tuna yang diterima adalah minimal grade B
dengan suhu pusat < 3 ˚C, serta memenuhi persyaratan organoleptik. Proses
pencucian ikan juga dilakukan dengan cepat ± 1 menit. Ikan yang tidak langsung
dipotong, disimpan di dalam bak penampungan yang diberi es. Peralatan yang
digunakan selama proses penerimaan bahan baku dalam keadaan bersih. Setelah
pembuangan kepala tidak dilakukan proses pencucian dengan air. Limbah hasil
pemotongan ditempatkan pada sebuah wadah khusus. Hasil penilaian
menunjukkan adanya ketidaksesuaian, yaitu tidak dilakukan pencucian dengan air
setelah dilakukan pemotongan kepala. Menurut CAC (2003); KKP (2007), setelah
pembuangan kepala dan isi perut segera dilakukan pencucian dengan air yang
dipersyaratkan.
Pengemasan
Produk tuna loin PT X memiliki bahan pengemas berupa plastik vakum dan
master karton. Kondisi pengemasan bersifat higienis dan tidak menurunkan mutu
produk. Bahan pengemas yang tidak digunakan disimpan di dalam gudang dan
melewati proses ozonasi saat akan memasuki ruang produksi. Pada kemasan
master karton, mencakup beberapa informasi seperti nutrition fact, jenis produk,
berat bersih, petunjuk penggunaan dan penyimpanan produk, kode produksi,
19
tanggal produksi, tulisan “Product of Indonesia” dan “Dolphin Safe”, serta
terdapat nomor registrasi dari Food and Drugs Administration (FDA). CAC
(2007) melalui General Standard for The Labelling of Prepackaged Food
menyampaikan bahwa terdapat informasi wajib yang harus terdapat pada label
pangan, yaitu nama produk, bahan baku, berat bersih, nama dan alamat produsen,
asal negara, kode dan tanggal produksi, serta petunjuk penggunaan. Hasil
penilaian tidak ditemukan ketidaksesuaian untuk aspek pengemasan PT X.
Air
Prosedur pengendalian air di PT X dilakukan dengan baik. Air yang digunakan
untuk kontak dengan bahan pangan dan bahan baku pembuatan es telah melewati
proses ozonasi dan Reverse Osmosis (RO). Selain itu terdapat nomor seri dan
penanda yang jelas pada setiap kran output air di dalam ruang produksi. Hasil
penilaian tidak menunjukkan adanya ketidaksesuaian.
Manajemen dan supervisi
Sistem manajemen dan supevisi di PT X telah berlangsung baik. Manajer
mengerti dan menerapkan program higiene dalam proses produksi dan membuat
aturan mengenai pelaksanaan program higiene. Manajer memiliki latar belakang
pendidikan di bidang perikanan dan pernah mengikuti beberapa pelatihan
manajemen mutu dan keamanan pangan. Hasil penilaian menunjukkan tidak
ditemukannya ketidaksesuaian sistem manajemen dan supervisi di PT X.
Dokumentasi dan rekaman
Sistem dokumentasi dan rekaman di PT X telah berlangsung dengan baik.
Seluruh proses produksi telah dilakukan perekaman dengan baik. Tidak terdapat
dokumen yang dipalsukan dan dapat dipercaya. Rekaman selalu dimutakhirkan
dan tersedia di dalam ruang manajemen. Masa simpan dokumen adalah selama
tujuh tahun ke belakang. Hasil penilaian tidak ditemukan ketidaksesuaian.
Prosedur penarikan
Prosedur penarikan di PT X telah dipersiapkan dengan baik dan terdapat di
dalam manual HACCP. Sistem traceability juga telah dilakukan dengan baik
dengan memberi nomor dan kode produksi pada setiap batch tuna. Manajer
produksi mengetahui dan paham mengenai sistem traceability dan recall jika
terjadi keadaan darurat. Prosedur penarikan dilakukan secara upward dan
backward. Prosedur penarikan PT X dapat dilihat pada Lampiran 12. Hasil
penilaian menunjukkan tidak ditemukannya ketidaksesuaian.
3.6. Pemeliharaan dan sanitasi
Pemeliharaan dan pembersihan
Proses pembersihan ruangan produksi di PT X dilakukan dengan melakukan
pencucian pada dinding ruangan dan menyiram dengan air. Selama proses
produksi, lantai selalu disiram dengan air setiap 30 menit sekali oleh petugas
sanitasi. Pembersihan peralatan dilakukan dengan pencucian sabun dan
pembilasan dengan air panas. Program piket juga dijalankan untuk mengatur
program pembersihan. Hasil penilaian menunjukkan tidak ditemukannya
ketidaksesuaian.
Pengawasan binatang pengerat (Pest control)
Program pest control di PT X dilakukan dengan sistem kontrak dengan
perusahaan pest control. Program ini dilakukan setiap 2 kali dalam 1 bulan.
Petugas dari PT X bertugas untuk melakukan supervisi terhadap tugas yang
dilakukan perusahaan pest control dan dicatat dalam rekaman. Form catatan dapat
20
dilihat pada Lampiran 13. Selain program pest control, juga dilakukan pemberian
penangkap lalat (insect killer) di beberapa titik, seperti pintu masuk ruang
pengolahan, dan sebagainya. Selain itu juga terdapat anti rayap pada beberapa titik
di dalam PT X. Hasil penilaian menunjukkan tidak ditemukan ketidaksesuaian.
Manajemen limbah dan efektifitas pengawasan
Sistem manajemen limbah di PT X memungkinkan limbah tidak terakumulasi
pada proses penanganan pangan, penyimpanan pangan, dan area pengolahan.
Limbah padat selalu dibuang setiap hari dengan cara diambil oleh pengumpul
yang ditentukan. Limbah cair perusahaan dialirkan menuju kolam penampungan
yang dikelola oleh PPS Nizam Zachman. Efektifitas pengawasan di PT X juga
berlangsung dengan baik dimana program sanitasi diawasi secara berkala dan
dibawah pengawasan manajer serta secara berkala dilakukan sampling kondisi
mikrobiologi dan direkam. Hasil penilaian menunjukkan tidak ditemukan
ketidaksesuaian.
3.7. Higiene personal
Status kesehatan karyawan
Status kesehatan karyawan di PT X selalu dicek setiap 6 bulan sekali. Program
pengecekan status kesehatan karyawan dilakukan bekerjasama dengan klinik
pelabuhan. Hal ini karena program pengecekan yang lengkap, harga yang
ekonomis, dan jarak yang tidak terlalu jauh dari perusahaan. Hasil pengecekan
status kesehatan karyawan dapat dilihat pada Lampiran 14. Program pengecekan
kesehatan yang dilakukan adalah torax, feses, mata, urin, telinga, buta warna,
tensi tekanan darah. Pengecekan kesehatan ini berlaku wajib bagi setiap karyawan
dan staf yang menangani ikan. Karyawan yang memiliki status kesehatan yang
berpotensi untuk mengontaminasi produk, dialihkan ke bagian lain. Hasil
penilaian menunjukkan tidak ditemukan ketidaksesuaian.
Sakit
Karyawan yang menderita sakit seperti diare, muntah, demam tidak
diperkenankan masuk ke dalam ruang produksi. Selain itu juga terdapat sarana
pertolongan pertama dan luka ditutup dengan perban. Namun, tidak dilakukan
pengecekan secara pasti siapa saja karyawan yang menderita sakit. Hasil penilaian
menunjukkan adanya ketidaksesuaian, yaitu tidak dilakukan pengecekan secara
pasti siapa saja karyawan yang menderita sakit.
Kebersihan personal
Kebersihan personal di PT X dilakukan dengan cukup baik. Karyawan
memakai pakaian seragam lengkap dengan topi yang menutupi rambut, masker,
seragam, dan boot. Karyawan harus melepas seluruh seragam ketika memasuki
toilet dan harus mencuci tangan setelah keluar dari toilet. Seragam karyawan
harus dicuci setelah digunakan selama 2 hari dan dicuci oleh pihak UPI. Saat jam
istirahat, baju karyawan harus digantung di sebuah lemari yang mengandung
ozon, namun banyak karyawan kurang tertib dalam menaruh seragam. Hasil
penilaian menunjukkan ketidaksesuaian, yaitu tidak dilakukan kontrol
penggantungan baju dalam ruang ozon baik pada saat jam istirahat maupun saat
pulang bekerja.
Sikap personal
Pengawasan terhadap sikap karyawan juga telah dilakukan oleh PT X. Pada
beberapa tempat, terdapat larangan untuk makan, merokok, dan meludah di
kawasan pabrik. Karyawan tidak ada yang merokok dalam lingkungan pabrik.
21
Makan dan minum hanya diizinkan di ruang istirahat, tidak boleh dilakukan di
ruang produksi maupun ruang ganti. Makan dan minum tidak boleh dengan
menggunakan seragam. Namun, terdapat beberapa karyawan yang bercanda saat
proses produksi tidak tinggi. Hasil penilaian menunjukkan adanya
ketidaksesuaian, yaitu terdapat beberapa karyawan yang bercanda saat proses
produksi berlangsung.
Pengunjung
Pengunjung di PT X yang akan masuk ke dalam ruang produksi harus
mengikuti segala ketentuan sanitasi dan higiene yang berlaku, seperti
menggunakan seragam lengkap, mencuci tangan, tidak makan serta minum, dan
merokok. Pengunjung yang dimaksud mencakup pihak manajemen, tamu,
maupun mahasiswa praktek kerja lapang. Hasil penilaian menunjukkan tidak
ditemukan ketidaksesuaian.
3.8. Pelatihan
Kepedulian dan tanggung jawab
Menurut CAC (2003); CAC (2009), karyawan harus peduli dan bertanggung
jawab untuk melindungi produk dari kontaminasi dan kerusakan serta harus
memiliki kemampuan untuk menangani produk dengan higienis. Hasil survei yang
dilakukan kepada 34 orang responden yang berasal dari karyawan, 97,1%
karyawan menyatakan peduli dengan kebersihan selama bekerja, dan 94,1%
karyawan menyatakan peduli dengan produk yang dihasilkan perusahaan. Hasil
ini menunjukkan tidak ditemukan ketidaksesuaian.
Program pelatihan
Program pelatihan karyawan di PT X dilakukan secara internal oleh manajer
PT X dengan sistem Learning by Doing. Hal ini bertujuan agar karyawan dapat
mengerti secara utuh dengan cara yang mudah mengenai sistem higiene
perusahaan. Pelatihan yang diberikan mengenai titik kritis pada tuna seperti suhu
rendah untuk mencegah histamin, dan sebagainya. Pelatihan eksternal diberikan
kepada karyawan tertentu seperti QC dan analis laboratorium. Hasil penilaian
menunjukkan tidak ditemukan ketidaksesuaian.
Instruksi dan supervisi
Supervisi selama proses produksi dilakukan oleh mandor dan QC dan
beberapa kali dikontrol oleh manajer produksi. Pada saat supervisi dapat diketahui
pengetahuan karyawan mengenai higiene yang diaplikasikan dalam pekerjaannya.
Hasil penilaian menunjukkan tidak ditemukan ketidaksesuaian.
Pembaharuan pelatihan
Menurut CAC (2003); CAC (2009), program pelatihan harus selalu
dilakukan review dan diperbaharui sesuai dengan keperluan yang ada. Program
pelatihan karyawan di PT X dilakukan secara Learning by Doing dan materi yang
selalu disesuaikan dengan kebutuhan dari para karyawan. Hasil penilaian
menunjukkan tidak ditemukan ketidaksesuaian, namun pihak perusahaan tidak
membuat program pelatihan secara terencana dan terdokumentasi.
3.9. Informasi produk dan kepedulian konsumen
Identifikasi lot dan informasi produk
Menurut CAC (2009), setiap kontainer atau sarana pengangkut harus
ditandai dengan identitas produsen dan lot. Selain itu semua produk pangan harus
diberi informasi yang memadai agar dapat digunakan pada rantai pangan
berikutnya dengan aman dan benar. Setiap produk yang akan diekspor oleh PT X
22
telah diberi identitas dalam kontainer dan dicatat sehingga memungkinkan untuk
dilakukan traceability. Selain itu, semua produk telah diberikan informasi yang
memadai bagi konsumen dan pihak lain yang menangani produk termasuk cara
penyimpanan produk. Hasil penilaian menunjukkan tidak terdapat
ketidaksesuaian.
Pelabelan dan pendidikan konsumen
Berdasarkan persyaratan CAC (2009), semua produk pangan harus diberi
label dengan benar agar dapat digunakan pada rantai pangan berikutnya dengan
aman dan benar. Selain itu program pendidikan konsumen dilakukan untuk
memberi pengetahuan kepada konsumen mengenai sifat produk dan kaitan antara
suhu dan kerusakan produk. Pelabelan yang dilakukan di PT X telah berjalan
dengan baik. Setiap produk telah diberikan label sesuai dengan ketentuan yang
berlaku. Selain itu, pendidikan kepada konsumen di PT X dilakukan dengan
memberikan keterangan yang jelas pada label produk bahwa produk harus
disimpan pada suhu tertentu serta dengan pemberian tanggal produksi. Hasil
penilaian menunjukkan tidak ditemukan ketidaksesuaian.
4. Eksportir
Proses ekspor tuna loin beku PT X dilakukan dengan menggunakan
kontainer melalui jalur laut. Penilaian higiene selama proses ekspor mengacu pada
KEP. 01/MEN/2007 tentang Persyaratan Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil
Perikanan pada Proses Produksi, Pengolahan, dan Distribusi. Acuan lainnya
adalah Recommended Intrnational Code of Practice General Principles of Food
Higiene CAC/RCP 1-1969 dalam Food Hygiene Basic Text (CAC 2009),
CAC/RCP 52-2003 tentang Code of Practice for Fish and Fishery Products, serta
CAC/RCP 47-2001 tentang Code of Hygiene Practice for the Transport of Food
in Bulk and Semi-Packed Food. Aspek yang dinilai meliputi peryaratan
transportasi serta penggunaan dan pemeliharaan.
4.1. Transportasi
Persyaratan
Sistem transportasi yang dilakukan oleh PT X adalah dengan menggunakan
kontainer. Kontainer yang digunakan merupakan kontainer yang memiliki desain
untuk menghindari kontaminasi dan kerusakan fisik, mudah dibersihkan.
Kontainer juga dilengkapi dengan pendingin udara sehingga dapat menjaga suhu
produk dan memiliki data rekaman suhu selama pendingin udara hidup. Pihak
perusahaan memiliki data penyimpanan suhu selama proses distribusi melalui data
rekaman. Hasil penilaian menunjukkan tidak ditemukan ketidaksesuaian.
Penggunaan dan pemeliharaan
Kontainer yang digunakan PT X untuk melakukan ekspor adalah kontainer
yang dikhususkan untuk mengangkut bahan pangan. Kontainer yang akan
digunakan, dicuci terlebih dahulu dan didinginkan hingga mencapai suhu yang
sesuai sebelum produk dimasukkan. Hasil penilaian menunjukkan tidak
ditemukan ketidaksesuaian.
5. Retailer
Proses retail produk tuna loin beku PT X dilakukan oleh importir di
Amerika. Penilaian persyaratan higiene pada proses retail mengacu pada
CAC/RCP 52-2003 tentang Code of Practice for Fish and Fishery Products.
Persyaratan pada proses retail adalah pengendalian pada setiap tahapan untuk
mengurangi kontaminasi bahaya. Produk tuna loin harus bebas dari benda asing
23
(filth). Produk tuna loin beku disimpan pada suhu dibawah -18 ˚C dan dilakukan
sampling dari beberapa tempat di bagian kontainer serta pengecekan suhu internal
kontainer dan produk.
Kontainer ekspor yang disewa oleh PT X merupakan kontainer yang
dilengkapi dengan pendingin udara dan dilengkapi dengan perekam data suhu
selama proses ekspor berlangung. Pihak retailer dapat melakukan pengecekan
suhu berdasarkan data rekaman tersebut dan dapat melakukan sampling pada
beberapa bagian kontainer.
6. Model SIPOC
Model SIPOC merupakan suatu alat yang berguna dan paling banyak
digunakan dalam manajemen rantai pasokan (supply chain management) untuk
peningkatan proses terus menerus (Gaspersz 2012). SIPOC merupakan
kepanjangan dari lima elemen kunci sistem rantai pasokan, yaitu supplier, input,
proses, output, dan customer. Penjabaran kelima elemen kunci tersebut dapat
mendeskripsikan dengan jelas, tugas dan peran utama dari kelima elemen kunci
tersebut yang selanjutnya dapat digunakan untuk peningkatan berkesinambungan.
Model SIPOC untuk PT X dapat dilihat pada Tabel 1. Pada elemen supplier
terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi agar diizinkan untuk mengirim
barang, baik ikan maupun bahan pendukung ke PT X. Pada elemen input,
terdapat berbagai persyaratan yang ditentukan PT X untuk barang yang masuk ke
proses pengolahan, baik ikan, bahan pengemas, dan sebagainya. Persyaratan
tersebut mengacu kepada regulasi terkait dan standar perusahaan. Regulasi yang
digunakan antara lain berdasarkan FDA (2013) dan BSN (2006a). Pada elemen
proses terdapat proses pengolahan yang dilakukan di PT X. Pengawasan terhadap
proses pengolahan dilakukan dengan mengacu pada HACCP Plan PT X. Elemen
output menjabarkan mengenai produk yang dihasilkan oleh PT X. Persyaratan
pada produk yang dihasilkan mengacu pada regulasi yang berlaku serta standar
yang ditetapkan oleh perusahaan. Regulasi yang digunakan antara lan mengacu
pada FDA (2011) dan BSN (2006a). Pada elemen customer terdapat konsumen
yang dituju dari PT X. Persyaratan pengiriman produk kepada konsumen
mengacu pada regulasi terkait.
24
Tabel 1. Model SIPOC PT X
SUPPLIER INPUT PROCESS OUTPUT CUSTOMER
Transit A Yellowfin Tuna* Penerimaan bahan
baku
Tuna Saku Importir Amerika
Transit B Big Eye Tuna* Pencucian I Tuna Loin Pasar Lokal
Transit C Penyimpanan
sementara
Tuna Steak
Bahan
Pengemas*
Penimbangan I Tuna Cube
PT Surya Agung Bahan Kimia Pemotongan
kepala dan loin
Tuna Ground
Meat
PT Davri
Plasindo
Nusantara
Pembuangan
daging gelap dan
bely
Kamma
PT Panca Mitra Skinning dan
Trimming
Dagu
PT Multi Kreasi Penimbangan II Tuna scrab
PT Akrilik
Kurnia Kencana
Pemberian CO Daging gelap
PT Antar Kimia Penyimpanan
dalam chill room
Belly
PT Kartika Sortasi mutu
Retouching
Penimbangan III
Pemvakuman
Pembekuan
Penimbangan IV
Packing
Pelabelan
Penyimpanan
Persyaratan Supplier:
1. Ikan hanya dapat dibeli dari supplier yang telah disetujui perusahaan.
2. Persetujuan supplier dikontrol oleh manajer pembelian dan disetujui oleh
manajer Quality Assurance dan General Manager
3. Informasi dari supplier mencakup:
a. Nama, alamat, nomor persetujuan
b. Jenis dari bahan baku yang disediakan
c. Daerah asal bahan baku
d. Fasilitas dari supplier
e. Penanganan yang dilakukan oleh supplier
f. Sistem pengawetan yang sampai ikan sampai di perusahaan
4. Informasi ini tercantum dalam Form Surat Keterangan Pemasok dan
Sertifikat Hasil Tangkapan Ikan (Catch Certificate)
(Lampiran 15 dan 16)
Persyaratan Input:
Spesifikasi Bahan Baku:
a. Nama Spesies: Big Eye Tuna, Yellowfin Tuna, Bluefin Tuna, Albacore Tuna
b. Ukuran bahan baku: minimum 12 kg/ekor
c. Kriteria minimum: mata menonjol, daging elastis, bau netral
d. Proses penerimaan bahan baku:
1. Kapal penangkap ikan
2. Pembongkaran
25
3. Grading
4. Pencucian
5. Penimbangan
6. Pengesan
7. Pengangkutan (suhu ≤ 3 ˚C)
Informasi ini tercantum dalam Form Harvest Vessel Receiving Record
(Lampiran 17) dan Daily Report of Raw Material Receiving (Lampiran 18)
Spesifikasi Bahan Pengemas:
a. Bahan pengamas harus bersih dan terlindungi dari debu
b. Label dan logo harus tampak jelas
c. Bahan pengemas harus berasal dari supplier yang telah disetujui perusahaan
d. Bahan pengemas harus higienis
Informasi ini tercantum dalam Form lampiran 19.
Persyaratan Output (Tuna saku, loin, steak, cube, ground meat):
1. TPC : < 500.000/gram
2. E. coli : < 0,3 MPN/gram
3. Salmonella : Negatif
4. Vibrio cholera : Negatif
5. Vibrio parahaemolyticus : Negatif
6. Tes Kimia untuk Merkuri : < 1 ppm
7. Cd (Kadnium) : < 0,1 ppm
8. Pb (Plumbum/ lead) : < 0,2 ppm
9. Histamin : < 50 ppm
Persyaratan Customer
Dokumen sebelum proses ekspor: Purchase Order (PO) dan Kontrak
Isi kontrak mencakup:
a. Jenis Barang
b. Harga
c. Kuantitas
d. Pengiriman
e. Cara Pembayaran
Dokumen saat proses ekspor:
a. Sertifikat mutu (Lampiran 20)
b. Invoice Packing List (Lampiran 21)
c. Bill of Loading
Kajian Risiko pada Rantai Distribusi Tuna Loin Beku
Risiko selama proses distribusi tuna loin beku umumnya adalah risiko yang
berhubungan dengan mutu dan keamanan pangan. Penentuan peluang terjadinya
risiko perlu dilakukan di dalam rencana kontrol risiko atau Risk Control Plan
(RCP). RCP dapat digunakan sebagai strategi untuk meminimalkan peluang
terjadinya risiko. RCP juga harus tertulis dalam rencana manajemen. Penerapan
RCP juga memberi peluang bagi produsen pangan untuk melakukan tindakan
koreksi dan membuat implementasi strategi baru bagi fasilitas dan proses
pengolahannya (FDA 2006). Kajian risiko pada rantai distribusi tuna loin beku
26
dilakukan dengan menggunakan Risk Failure Mode and Effect Analysis (RFMEA)
(Carbone dan Tippet 2004). Berdasarkan kajian dengan RFMEA, risiko yang telah
diurutkan diberi nilai berdasarkan peluang terjadinya (Likelihood), dampak yang
dihasilkan (Impact), dan metode deteksi yang dilakukan (Detection). Nilai risiko
didapatkan dari hasil perkalian antara Likelihood (L) dan Impact (I), sedangkan
nilai Risk Priority Number (RPN) didapat dari Likelihood (L) x Impact (I) x
Detection (D). Hasil penilaian menunjukkan 11 risiko terhadap mutu dan
keamanan pangan yang mungkin terjadi selama proses distribusi tuna loin beku di
PT X. Risiko terhadap mutu dan keamanan pangan selama distribusi produk tuna
loin beku dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Risiko terhadap mutu dan keamanan pangan tuna loin beku
Risk
ID
Risk Event Symptom Likelihoo
d
Impact Risk
Score
Detection RPN
A Jika tidak dilakukan
pengecekan
suhu
Saat bahan baku masuk
dan selama
proses
7 9 63 6 378
B Jika tidak dilakukan
proses secara
higienis
Saat bahan baku masuk
dan selama
proses
6 8 48 4 192
C Jika suhu
ruang proses,
chill room, cold storage,
dan ABF
berfluktuasi
Selama
proses
pengolahan
3 9 27 1 27
D Jika produk mengalami
kontaminasi
dari peralatan dan
pekerja
Selama proses
pengolahan
6 9 54 4 216
E Jika metal
detector tidak akurat
Pada
pengecekan akhir
6 8 48 7 336
F Jika terjadi
penyimpangan waktu
pembekuan
Selama
proses pembekuan
3 6 18 3 54
G Jika terjadi kesalahan
pekerja
Selama proses
pengolahan
7 5 35 3 105
H Jika terjadi
kesalahan kalibrasi
pada alat
Selama
proses pengolahan
5 3 15 3 45
I Jika bahan pengemas
yang
Selama proses
pengolahan
1 9 9 2 18
27
digunakan
tidak
berspesifikas
i food grade J Jika terjadi
penanganan
yang kasar
Selama
proses
pengolahan
5 6 30 3 90
K Jika air dan
es yang
digunakan tidak
berspesifikas
i air minum
Selama
proses
pengolahan
1 9 9 2 18
Penilaian risiko dari Tabel 1. Dilanjutkan dengan membuat diagram pareto
terhadap nilai risiko (Risk Score) dan nilai Risk Priority Number (RPN), serta
membuat diagram pencar untuk mengetahui risiko-risiko yang kritis.
Risk Score 15 9 963 54 48 48 35 30 27 18
Percent 4,2 2,5 2,517,7 15,2 13,5 13,5 9,8 8,4 7,6 5,1
Cum % 94,9 97,5 100,017,7 32,9 46,3 59,8 69,7 78,1 85,7 90,7
Risk ID OtherIHFCJGEBDA
400
300
200
100
0
100
80
60
40
20
0
Ris
k S
co
re
Pe
rce
nt
Pareto Chart of Risk ID
Gambar 2 Diagram pareto nilai risiko (Risk Score)
Hasil analisis nilai risiko dengan menggunakan diagram pareto menunjukkan
bahwa nilai risiko tertinggi dimiliki oleh risiko dengan kode A adalah 63. Dengan
melihat diagram pareto ini, maka ditentukan nilai kritis risiko adalah 30.
Penentuan nilai RPN dapat dilihat pada Gambar 3
28
RPN 63378 336 216 192 105 90 54 45
Percent 4,325,6 22,7 14,6 13,0 7,1 6,1 3,7 3,0
Cum % 100,025,6 48,3 62,9 75,9 83,0 89,0 92,7 95,7
Risk ID OtherHFJGBDEA
1600
1400
1200
1000
800
600
400
200
0
100
80
60
40
20
0
RP
N
Pe
rce
nt
Pareto Chart of Risk ID
Gambar 3 Diagram pareto nilai Risk Priority Number (RPN)
Gambar 3. menunjukkan diagram pareto antara Risk ID dengan nilai RPN.
Gambar tersebut menunjukkan bahwa risiko dengan kode A memiliki nilai RPN
tertinggi sebesar 378, yang diikuti oleh risiko dengan kode E, D, dan B. Dengan
melihat diagram pareto ini, maka ditentukan nilai kritis RPN sebesar 180.
Penentuan risiko-risiko kritis dapat dilihat pada Gambar 4
Gambar 4. Diagram pencar nilai risiko (Risk Score) dan RPN
Gambar 4 menunjukkan diagram pencar antara nilai risiko dengan nilai RPN yang
menentukan risiko-risiko kritis. Berdasarkan Gambar 5, terdapat 4 risiko kritis
yang harus diperhatikan secara serius oleh manajemen. Keempat risiko tersebut
adalah risiko dengan kode A, B, D, dan E. Risiko A terjadi bila tidak dilakukan
pengecekan suhu selama proses pengolahan dan penerimaan bahan baku. Risiko B
29
terjadi jika proses tidak dilakukan secara higienis selama proses pengolahan dan
penerimaan bahan baku. Risiko D terjadi bila produk mengalami kontaminasi dari
peralatan dan pekerja selama proses pengolahan. Risiko E terjadi bila metal
detector tidak akurat pada pengecekan akhir. Risiko A akan mengakibatkan
timbulnya histamin. Risiko B dan D akan mengakibatkan jumlah mikroba
meningkat pada produk. Risiko E akan mengakibatkan adanya serpihan logam
pada produk. Tindak lanjut untuk meminimalkan peluang terjadinya risiko adalah
dengan membuat rencana tanggap risiko. Pembuatan rencana tanggap risiko dapat
menekan nilai RPN sampai ke titik terendah yang mampu dicapai oleh risiko
tersebut. Rencana tanggap risiko dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Rencana Tanggap Risiko
Risk
Response
Plan
Revised
Likelihood
(RL)
Revised
Impact
(RI)
Revised
Risk Score
Revised
Detection
(RD)
Revised
RPN
A 2 3 6 3 18
B 2 3 6 4 24 D 2 3 6 4 24
E 2 3 6 5 30
Tabel 3 menunjukkan bahwa setelah dilakukan kajian rencana tanggap risiko,
nilai RPN mampu diturunkan hingga ≤ 30. Hal ini menunjukkan apabila
manajemen serius untuk melakukan manajemen risiko dengan baik, maka peluang
terjadinya risiko-risiko kritis dapat diturunkan secara signifikan, bahkan jauh di
bawah batas kritis nilai RPN.
PT X perlu melihat tingkat efektivitas dari distribusi produk tuna loin beku.
Distribusi produk tuna loin beku di PT X yang efektif dapat terjadi bila keempat
risiko tersebut dapat diminimalkan, terutama risiko A, B, dan D yang memerlukan
pengujian laboratorium.
Kajian Efisiensi Rantai Distribusi Tuna Loin Beku
Nilai histamin, Total Plate Count (TPC), dan Total Volatile Base (TVB)
merupakan indikator yang dapat mempengaruhi mutu dan keamanan pangan dari
produk ikan tuna. Pengukuran terhadap histamin dan TPC dilakukan dengan
menggunakan teknik Statistical Process Control (SPC), yaitu peta kendali
(control chart) beserta analisis kapabilitas proses. Pembuatan peta kendali dan
penentuan nilai kapabilitas proses menggunakan software SPSS 17.0. Pengukuran
terhadap nilai TVB dilakukan dengan menggunakan diagram batang dari dua
sampel berbeda.
Evaluasi terhadap kadar histamin ikan tuna di PT X
Histamin merupakan salah satu bahaya keamanan pangan yang umum
dijumpai pada produk ikan tuna. Food and Drugs Administration (FDA)
mensyaratkan kadar histamin yang diizinkan adalah <50 ppm. Pengujian histamin
di PT X umumnya dilakukan pada produk akhir (ground meat), dengan batas
toleransi pada kadar 30 ppm. Pengujian histamin di PT X dilakukan dengan
menggunakan histamine assay kit, yaitu Veratox kit.
30
Data yang diambil pada pengujian histamin berasal dari data rekaman
(record keeping) PT X. Data tersebut terbagi menjadi dua, yaitu data evaluasi dan
data verifikasi. Data evaluasi merupakan data pengujian histamin tuna selama
bulan Januari 2012 sampai dengan Desmber 2012. Data evaluasi yang didapatkan
berjumlah 216 data. Data verifikasi merupakan data pengujian histamin tuna
selama bulan Mei 2013. Data verifikasi yang didapatkan berjumlah 20 data.
Berdasarkan hasil perhitungan data evaluasi kadar histamin tuna
memperlihatkan bahwa kadar histamin tuna memiliki nilai rata-rata proses (X-bar)
sebesar 1,647 ppm dan nilai batas kontrol atas (Upper Control Limit-UCL)
sebesar 9,326 ppm. Nilai ini lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai batas
spesifikasi atas (Upper Spesification Limit-USL) sebesar 30 ppm.
Gambar 5 Peta kendali data evaluasi kadar histamin ikan tuna selama 1
tahun
Analisis data evaluasi dengan peta kendali pada Gambar 5 menunjukkan
bahwa tidak ada data yang melebihi dari batas spesifikasi atas (USL). Namun
terdapat 14 data dari 216 data atau sekitar 6,48% ikan tuna melewati batas kontrol
atas (UCL). Hasil perhitungan kapabilitas proses (Cp) pada data evaluasi kadar
histamin tuna sebesar 3,907. Hasil menunjukkan bahwa proses industri berada
dalam keadaan stabil dan mampu (Cp ≥2), artinya proses dianggap mampu
(capable) karena telah mencapai industri kelas dunia yang mencapai tingkat six
sigma.
Hasil perhitungan data verifikasi kadar histamin tuna memperlihatkan
bahwa kadar histamin tuna memiliki nilai rata-rata (X-bar) sebesar 1,150 ppm dan
nilai batas kontrol atas (UCL) sebesar 4,165 ppm. Nilai ini lebih rendah jika
dibandingkan dengan nilai batas spesifikasi atas (Upper Spesification Limit-USL)
adalah 30 ppm.
31
Nilai H
ista
min
Jumlah Data
Gambar 6 Peta kendali data verifikasi kadar histamin ikan tuna selama 1
bulan
Analisis data evaluasi dengan peta kendali pada Gambar 6 menunjukkan
bahwa tidak ada data yang melebihi dari batas spesifikasi atas (USL) dan batas
kontrol atas (UCL). Hasil perhitungan kapabilitas proses (Cp) pada data evaluasi
kadar histamin tuna adalah 9,834. Hasil ini menunjukkan bahwa proses industri
berada dalam keadaan stabil dan mampu (Cp ≥2), artinya proses dianggap mampu
(capable) karena telah mencapai industri kelas dunia yang mencapai tingkat six
sigma.
Berdasarkan data evaluasi dan data verifikasi kadar histamin ikan tuna,
proses dianggap mampu (capable) karena telah mencapai industri kelas dunia
yang mencapai tingkat six sigma. Namun, pada data evaluasi masih terdapat
6,48% nilai kadar histamin yang melebihi batas kontrol atas (UCL). PT X
sebaiknya tetap melakukan peningkatan dalam proses penanganan ikan agar
seluruh nilai histamin berada dalam batas kontrol.
Evaluasi terhadap nilai TPC ikan tuna di PT X
Nilai Total Plate Count (TPC) merupakan nilai yang digunakan untuk
menunjukkan jumlah mikroba yang ada pada suatu produk. Nilai TPC dapat
digunakan sebagai suatu indikator keamanan pangan, maka perlu ditetapkan batas
toleransi maksimum yang terkandung dalam daging ikan. Nilai TPC yang
diijinkan oleh PT X adalah <500.000/gram. Pengujian TPC di PT X dilakukan
dengan mengacu pada SNI 01-2332.3-2006.
Data yang diambil pada pengujian TPC berasal dari data rekaman (record
keeping) PT X. Data tersebut terbagi menjadi dua, yaiut data evaluasi dan data
verifikasi. Data evaluasi merupakan data pengujian nilai TPC tuna selama bulan
Januari 2012 sampai dengan Desember 2012. Data evaluasi yang didapatkan
berjumlah 240 data. Data verifikasi merupakan data pengujian nilai TPC tuna
selama bulan Mei 2013. Data verifikasi yang didapatkan berjumlah 18 data.
32
Berdasarkan hasil perhitungan data evaluasi nilai TPC tuna memperlihatkan
bahwa rata-rata proses (X-bar) nilai TPC tuna adalah adalah 71.195,83/gram dan
nilai batas kontrol atas (Upper Control Limit-UCL) adalah sebesar
345473,49/gram. Nilai ini lebih rendah dibandingkan dengan nilai batas
spesifikasi atas (Upper Spesification Limit-USL) yang telah ditentukan yaitu
500.000/gram.
Gambar 7 Peta kendali data evaluasi nilai TPC ikan tuna selama 1 tahun
Analisis peta kendali nilai TPC ikan tuna pada Gambar 7 menunjukkan
bahwa tidak terdapat data yang melewati batas spesifikasi atas (USL). Terdapat 5
data dari 240 data atau sekitar 2,08% data yang memiliki nilai tertinggi, namun
belum melewati nilai batas kontrol atas (UCL). Hasil perhitungan kapabilitas
proses (Cp) pada data evaluasi nilai TPC ikan tuna adalah adalah 1,840. Nilai ini
menunjukkan bahwa keadaan proses industri berada dalam keadaan stabil dan
tidak mampu (1 ≤ Cp <1,99), artinya proses masih harus ditingkatkan terus
menerus agar mencapai tingkat kelas dunia yang telah mencapai taraf six sigma.
Hasil perhitungan data verifikasi nilai TPC ikan tuna memperlihatkan
bahwa rata-rata proses (X-bar) nilai TPC ikan tuna sebesar 60.388,88/gram dan
nilai batas kontrol atas (Upper Control Limit-UCL) sebesar 356284,42/gram.
Nilai ini lebih rendah dibandingkan dengan nilai spesikasi atas (Upper
Spesification Limit-USL) yaitu sebesar 500.000/gram.
33
Gambar 8 Peta kendali data verifikasi nilai TPC ikan tuna selama 1 bulan
Analisis peta kendali data verifikasi nilai TPC ikan tuna pada Gambar 8
menunjukkan bahwa tidak terdapat data yang melewati nilai batas kontrol atas
(UCL) maupun nilai batas spesifikasi atas (USL). Perhitungan nilai kapabilitas
proses (Cp) menunjukkan nilai 1,690. Hasil ini menunjukkan bahwa keadaan
proses industri berada dalam keadaan stabil dan tidak mampu (1 ≤ Cp < 1,99),
artinya proses masih harus ditingkatkan terus menerus agar mencapai tingkat
kelas dunia yang telah mencapai taraf six sigma.
Berdasarkan data evaluasi dan data verifikasi nilai TPC ikan tuna, keadaan
proses industri berada dalam keadaan stabil dan tidak mampu. PT X perlu
melakukan beberapa perbaikan dan peningkatan terus menerus agar dapat
memiliki nilai kapabilitas proses (Cp) Cp ≥ 2.
Evaluasi terhadap nilai TVB ikan tuna di PT X
Total Volatile Base (TVB) merupakan uji yang dilakukan untuk mengetahui
tingkat kesegaran ikan. Tingkat kesegaran ikan berdasarkan hasil pengujian TVB
terbagi ke dalam empat tingkat, yaitu ikan sangat segar (TVB ≤ 10 mg N/100
gram), ikan segar (kadar TVB 10-20 mg N/100 gram), ikan yang berada pada
batas kesegaran yang masih dapat dikonsumsi (kadar TVB 20-30 mg N/100gram),
dan ikan busuk yang tidak dapat dikonsumsi (kadar TVB > 30 mg N/100 gram)
(Farber 1965). Kadar TVB tidak mempengaruhi keamanan pangan secara
langsung, namun dapat berperan sebagai salah satu indikator keamanan pangan
dan mutu. Hal ini karena kadar TVB dipengaruhi oleh suhu. Menurut kajian yang
dilakkukan oleh Affiano (2011), kadar TVB ikan tuna akan mengalami kenaikan
seiring dengan naiknya suhu penyimpanan ikan tuna. Suhu yang semakin rendah
dapat menghambat terbentuknya TVB pada ikan tuna. PT X tidak melakukan
pengujian TVB pada laboratorium internal.
Data yang diperoleh pada pengujian TVB berasal dari data primer dengan
sampel yang berasal dari 2 transit berbeda, yaitu transit A dan transit B, sebagai
34
supplier ikan PT X. Pengujian bertujuan untuk melihat tingkat kesegaran ikan PT
X yang dipasok oleh transit A dan transit B. Pengujian dilaukan dengan 3 kali
ulangan duplo. Pengujian TVB dilakukan dengan metode cawan conway dan
mengacu pada AOAC (1984).
Berdasarkan hasil perhitungan kadar TVB, rata-rata kadar TVB ikan tuna
dari transit A adalah 9,65±0,90 mg N/100 gram, sedangkan rata-rata kadar TVB
ikan tuna dari transit B adalah 11,23±1,02 mg N/100 gram. Kadar TVB ikan tuna
dari transit A dan transit B dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9 Kadar TVB bahan baku ikan tuna PT X dari PT A ( )
dan PT B ( )
Gambar 9 menunjukkan kadar TVB pada bahan baku ikan tuna PT X. Hasil
pengujian menunjukkan bahwa bahan baku ikan tuna PT X memiliki tingkat
kesegaran sangat segar dan segar. Hal ini menunjukkan bahwa kedua supplier
yang diplih oleh PT X dapat memasok ikan tuna dengan kesegaran yang baik.
Kadar TVB bahan baku ikan tuna sangat dipengaruhi oleh penerapan suhu rendah
selama proses penanganan tuna dari penangkapan, penyimpanan di kapal, transit,
hingga sampai di UPI.
Asesmen Sistem Keamanan Rantai Distribusi Tuna Loin Beku dengan
ISO 28000
ISO 28000 merupakan suatu standar yang menjelaskan mengenai
persyaratan untuk sistem manajemen keamanan, termasuk aspek-aspek kritis
terhadap pemastian keamanan pada rantai pasokan. Manajemen keamanan banyak
terkait dengan aspek lainnya dalam manajemen bisnis. Aspek-aspek tersebut
mencakup semua kegiatan yang dikendalikan atau dipengaruhi oleh organisasi
yang berdampak pada keamanan rantai pasokan. Aspek-aspek lain harus
diperhatikan secara langsung, di mana dan kapan aspek-aspek tersebut memiliki
dampak pada manajemen keamanan, termasuk saat memindahkan barang-barang
35
tersebut sepanjang rantai pasokan. Standar ini dapat diterapkan pada semua
ukuran organisasi, mulai dari organisasi kecil hingga organisasi multinasional,
dalam manufaktur, jasa, penyimpanan, atau transportasi pada setiap tahapan
produksi atau rantai pasokan. Fungsi penerapan standar ISO 28000 antara lain
untuk menetapkan, melaksanakan, memelihara, dan meningkatkan sistem
manajemen keamanan. Fungsi lainnya adalah untuk memastikan kesesuaian
dengan kebijakan manajemen keamanan yang ditetapkan dan memperagakan
kesesuaian tersebut bagi pihak lain. ISO 28000 memiliki lima elemen sistem
manajemen keamanan, yaitu kebijakan manajemen keamanan, perencanaan
keamanan, implementasi dan operasional, pengecekan dan tindakan korektif, serta
tinjauan manajemen dan peningkatan berkesinambungan (SNI ISO 28000: 2009).
PT X merupakan Unit Pengolahan Ikan (UPI) yang memproduksi berbagai produk
olahan tuna, seperti tuna loin beku. Aspek kritis yang patut dicermati dalam
pengolahan tuna loin beku adalah faktor keamanan pangan. Penilaian dengan ISO
28000 akan memperlihatkan hasil penerapan sistem manajemen keamanan pangan
di PT X yang sesuai dengan kaijan pada subbab sebelumnya. Tabel klausul hasil
penilaian ISO 28000 di PT X dapat dilihat pada Lampiran 30.
A. Persyaratan umum
Hasil penilaian menunjukkan bahwa PT X telah menerapkan dengan baik
seluruh persyaratan pada klausul 4.1. Sistem manajemen keamanan PT X tertera
dalam HACCP Plan perusahaan. PT X menetapkan keamanan pangan sebagai
ruang lingkup sistem manajemen keamnaannya. Peningkatan terus menerus
dilakukan dengan memperhatikan hasil audit dan dilakukan amandemen di dalam
manual HACCP perusahaan. Proses subkontrak dilakukan PT X kepada PT A
untuk melakukan program pest control dan telah tertera di dalam manual HACCP.
B. Kebijakan manajemen keamanan
Hasil penilaian menunjukkan bahwa PT X telah menerapkan sebagian
persyaratan yang tertera dalam klausul 4.2, kecuali komunikasi kebijakan kepada
seluruh pegawai, pihak ketiga, atau pihak yang relevan. Seluruh kebijakan telah
disahkan oleh Direktur perusahaan. Kebijakan perusahaan diturunkan dalam
program-program yang konsisten dengan kebijkan utama perusahaan dan menjadi
kerangka penyusunan sasaran, target dan manajemen keamanan. Kebijakan
berlandaskan hukum dan perturan yang berlaku dan dilakukan amandemen jika
diperlukan. Kebijakan tertulis dan terdokumentasikan pada manual HACCP
perusahaan dan terdapat daftar distribusi dokumen pada manual HACCP
perusahaan. Kebijakan tidak dikomunikasikan dalam bentuk rapat manajemen,
tetapi hanya dikomunikasikan secara informal. Kebijakan manajemen perusahaan
dapat dilihat pada Lampiran 22.
C. Penilaian risiko keamanan dan perencanaan
1. Penilaian risiko keamanan
Hasil penilaian menunjukkan bahwa PT X memenuhi sebagian persyaratan
pada klausul 4.3.1, namun penilaian risiko manajemen keamanan PT X belum
mencakup pada ancaman kejadian alam. PT X tidak memperhitungkan ancaman
kejadian alam pada manual HACCP dan pengendaliannya hanya bersifat
spontanitas pegawai serta pengalaman karyawan. Penilaian risiko secara umum
terdapat dalam tabel analisis bahaya pada manual HACCP PT X dan telah
disahkan oleh Direktur perusahaan. Penilaian risiko yang terdapat pada PT X
mencakup ancaman fisik, seperti kerusakan insidental atau kerusakan fungsional
36
dan termasuk terorime, namun pencegahan bahaya bioterorism tidak
terdokumentasi hanya diaplikasikan dalam bentuk Closed Circuit Television
(CCTV). Penilaian risiko juga mencakup ancaman risiko operasional, faktor di
luar pengendalian operasional, seperti kegagalan jasa yang dipasok dari luar,
ancaman risiko pemangku kepentingn, diantaranya kegagalan untuk memenuhi
persyaratan perundangan, desain atau instalasi peralatan keamanan, manajemen
informasi, dan ancaman terhadap kelangsungan opersional. Hasil penilaian ini
memberi input bagi sasaran, target, dan program manajemen keamanan.
Metodologi dalam penilaian risiko bersifat proaktif (HACCP) dan klasifikasi
ancaman atau risiko berdasarkan tabel analisis bahaya HACCP. Monitoring telah
dilakukan dan penilaian risiko ini terdokumentasi.
2. Persyaratan hukum, peraturan perundangan, dan persyaratan keamanan
lainnya
Hasil penilaian menunjukkan bahwa PT X memenuhi sebagian persyaratan
pada klasul 4.3.2, namun PT X belum mengkomunikasikan kepada pihak ketiga
dalam bentuk rapat manajemen. Komunikasi hanya berlangsung secara lisan dan
berupa distribusi dokumen. PT X mendapat akses terhadap persyaratan hukum
dan perundangan melalui PPS Nizam Zachman. PT X juga selalu menjaga dan
memperbaharui informasi agar selalu mutakhir.
3. Sasaran manajemen keamanan
Hasil penilaian menunjukkan bahwa PT X telah memenuhi beberapa
persyaratan pada klausul ini, namun masih terdapat beberapa persyaratan yang
belum diterapkan. PT X telah menetapkan, menerapkan, dan memelihara sasaran
manajemen keamanan dalam manual HACCP serta diturunkan secara konsisten
dari kebijakan perusahaan. Sasaran manajemen keamanan juga mencakup
persyaratan hukum, ancaman dan risiko keamanan, pilihan teknologi, persyaratan
keuangan, persyaratan operasional, persyaratan bisnis, dan pandangan pemangku
kepentingan. Sasaran manajemen PT X juga konsisten dengan komitmen
organisasi terhadap peningkatan berkesinambungan dan mampu diubah jika
diperlukan. Beberapa persyaratan yang belum diterapkan oleh PT X adalah tidak
dikomunikasikan dengan pihak ketiga, diantaranya supplier dalam bentuk rapat
manajemen. Sasaran manajemen keamanan juga tidak dilakukan tinjauan
manajemen secara rutin dalam bentuk rapat manajemen.
4. Target manajemen keamanan
Hasil penilaian menunjukkan bahwa beberapa persyaratan telah diterapkan
oleh PT X. PT X telah menetapkan, menereapkan, dan memelihara target
manajemen keamanan yang terdokumentasi di dalam manual HACCP. Target ini
diturunkan dari sasaran manajemen keamanan. Target manajemen keamanan
terdapat pada setiap tingkatan dan bagian selama proses pengolahan, serta dapat
diubah bila diperlukan. PT X belum menerapkan persyaratan lainnya, diantaranya
target manajemen keamanan tidak dikomunikasikan dalam bentuk rapat
manajemen kepada pihak ketiga dan tidak dilakukan tinjauan manajemen secara
rutin dalam bentuk rapat.
5. Program manajemen keamanan
Hasil penilaian menunjukkan bahwa terdapat beberapa persyaratan yang
telah ditetapkan oleh PT X. Program manajemen keamanan PT X telah
ditetapkan, diterapkan, dan dipelihara serta didokumentasikan dalam manual
HACCP. Program manajemen keamanan PT X juga mencakup mengenai
37
tanggung jawab dan wewenang yang ditetapkan untuk mencapai sasaran dan
target manajemen keamanan namun tidak mencakup mengenai cara dan skala
waktu untuk mencapai sasaran dan target manajemen keamanan. Program
manajemen keamanan PT X dapat diubah bila diperlukan. Efektivitas dan
efisiensi program manajemen keamanan PT X tidak terdokumentasi dan tidak
dihitung secara spesifik, terutama untuk efektivitas setiap karyawan. Efektivitas
dan efisiensi hanya dihitung dari jumlah produk akhir yang dapat diekspor
berbanding dengan jumlah ikan yang masuk. PT X juga tidak melakukan tinjauan
manajemen secara rutin dalam bentuk rapat untuk memastikan bahwa program
tersebut tetap efektif dan konsisten dengan sasaran dan target.
D. Implementasi dan operasional
1. Struktur, wewenang, dan tanggung jawab manajemen keamanan
Hasil penilaian menunjukkan bahwa PT X telah menerapkan beberapa
persyaratan. PT X telah mentapkan, menerapkan, dan memelihara struktur
organisasi yang terdokumentasi dalam manual HACCP serta dikomunikasikan
kepada individu yang bersangkutan. Penanggung jawab keseluruhan desain,
pemeliharaan, dokumentasi, dan peningkatan sistem manajemen keamanan
organisasi diberikan kepada koordinator HACCP, sedangkan penanggung jawab
untuk memastikan sasaran dan taget manajemen keamanan diberikan kepada
manajer produksi dan koordinator HACCP. Manajemen puncak
mengkomunikasikan kepada organisasi dengan sistem rapat dengan mandor
secara tidak rutin. Komunikasi sebaiknya juga dilakukan dengan memasang
kebijakan di setiap sudut perusahaan. Manajemen puncak tidak melakukan
tinjauan manajemen secara rutin dalam bentuk rapat untuk mengevaluasi ancaman
dan risiko serta kelayakan dari sasaran, target, dan program manajemen
keamanan. Struktur organisasi, pembagian tugas dan wewenang di PT X dapat
dilihat pada Lampiran 23-25.
2. Kompetensi, pelatihan dan kepedulian
PT X telah menerapkan seluruh persyaratan klausul ini dengan baik. Pihak
yang bertanggung jawab terhadap desain, operasi, dan manajemen keamanan
memiliki kualifikasi pendidikan, pelatihan, dan pengalaman yang cukup di bidang
pengolahan hasil perkanan. Pada manual HACCP terdapat instruksi untuk setiap
bagian dan proses yang dilakukan serta terdapat working instruction pada
beberapa tempat. Karyawan peduli dengan peran dan tanggung jawab mereka
dalam menjalankan program manajemen keamanan. Hal ini dapat dilihat dari hasil
wawancara yang dilakukan kepada 34 karyawan menunjukkan bahwa terdapat
97,1% karyawan peduli dengan kebersihan bekerja. Kebersihan bekerja
merupakan salah satu program manajemen keamanan PT X. Rekaman kompetensi
dan pelatihan juga terus disimpan.
3. Komunikasi
Hasil penilaian menunjukkan PT X tidak memenuhi salah satu persyaratan
dari klausul ini. PT X mempertimbangkan keamanan informasi dalam
penyebarluasannya, namun PT X tidak melakukan komunikasi dalam bentuk rapat
secara rutin oleh manajemen dengan pemangku kepentingan lain dan pihak ketiga,
diantaranya supplier. Komunikasi dilakukan pula dengan melakukan distribusi
dokumen kepada pemangku kepentingan terkait. Sistem distribusi dokumen PT X
dapat dilihat pada Lampiran 26.
38
4. Dokumentasi
Hasil penilaian menunjukkan bahwa PT X telah memenuhi persyaratan
dokumentasi. Sistem dokumentasi terdapat pada manual HACCP dan catatan
selalu disimpan dengan baik. Informasi tersebut hanya dapat diakses oleh staf
yang berwenang.
5. Pengendalian dokumen dan data
Hasil penilaian menunjukkan bahwa PT X telah menerapkan persyaratan
pada klausul ini. Dokumen, data, dan informasi di PT X hanya dapat diakses oleh
individu yang berwenang. Dokumen, data, dan informasi juga ditinjau di dalam
audit internal setiap 3 bulan sekali. Versi terkini dokumen, data, dan informasi
disimpan di seluruh lokasi operasi yang penting. Dokumen, data, dan informasi
yang tidak berlaku disimpan pada tempat terpisah serta disimpan untuk periode 7
tahun terakhir. Dokumen, data, dan informasi di PT X disimpan dengan baik, dan
dibuatkan cadangan untuk dokumen elektronik.
6. Pengendalian operasional
Hasil penilaian menunjukkan bahwa PT X telah memenuhi seluruh
persyaratan pada klausul ini. PT X telah mengidentifikasi setiap operasi dan
kegiatan yang dilakukan dengan mempertimbangkan ancaman yang mungkin
timbul dari setiap proses tersebut melalui HACCP. Kegiatan produksi tuna loin
beku PT X dapat dilihat pada Lampiran 27. Seluruh prosedur tersebut
terdokumentasi dan jika diperlukan dapat direvisi dan disahkan sesuai dengan
peraturan yang berlaku.
7. Kesiapsiagaan darurat, tanggap darurat, dan pemulihan keamanan
Hasil penilaian menunjukkan terdapat beberapa persyaratan yang belum
dipenuhi oleh PT X. PT X telah menetapkan, menerapkan, dan memelihara
rencana prosedur dalam menghadapi tanggap darurat yang terdokumentasi di
dalam manual HACCP. Prosedur dalam menghadapi tanggap darurat dapat dilihat
pada Lampiran 28. PT X belum meninjau secara periodik efektivitas dari tanggap
darurat dan tidak menguji secara periodik prosedur-prosedur ini.
E. Pengecekan dan tindakan korektif
1. Pengukuran dan pemantauan kinerja keamanan
Hasil penilaian menunjukkan bahwa PT X telah memenuhi seluruh
persyaratan pada klausul ini. PT X telah menetapkan dan memelihara prosedur
untuk memantau kinerja sistem keamanan selama proses maupun pada produk
akhir. Tindakan proaktif dan reaktif ditetapkan dalam manual HACCP dan
dilakukan jika diperlukan. Proses kalibrasi alat dilakukan setiap hari oleh QC dan
catatan kalibrasi disimpan. Beberapa peralatan telah mendapat sertifikasi kalibrasi
dari Komite Akreditasi Nasional (KAN). Sertifikat kalibrasi PT X dapat dilihat
pada Lampiran 29.
2. Evaluasi sistem
Hasil penilaian menunjukkan bahwa PT X telah memenuhi seluruh
persyaratan pada klausul ini. PT X telah melakukan evaluasi rencana manajemen
keamanan secara berkala melalui pengujian, namun PT X tidak melakukan
evaluasi sistem melalui evaluasi kinerja, peninjauan ulang hasil audit, dan latihan
secara berkala. Perubahan hasil evaluasi dituangkan dalam amandemen dokumen
HACCP. Hasil rekaman evaluasi secara berkala disimpan.
39
3. Kegagalan, insiden, ketidaksesuaian, serta tindakan korektif dan
pencegahan yang terkait dengan keamanan
Hasil penilaian menunjukkan bahwa PT X telah memebuhi seluruh
peryaratan pada klausul ini. PT X telah menunjuk Tim HACCP untuk
mengevaluasi dan memulai tindakan pencegahan untuk identifikasi potensi
kegagalan. Investigasi terkait kegagalan, insiden, dan ketidaksesuaian
dikoordinasikan oleh tim HACCP, terutama QC, manajer produksi, dan analis
laboratorium. Tindakan korektif dikoordinasikan melalui QC dan manajer
produksi. Tindakan korektif dan pencegahan dilakukan berdasarkan prinsip
HACCP. Seluruh tindakan korektif yang dilakukan dicatat dalam rekaman.
4. Pengendalian rekaman
Hasil penilaian menunjukkan bahwa PT X telah memenuhi seluruh
persyaratan pada klausul ini. PT X telah menetapkan dan memelihara catatan yang
diperlukan. Rekaman yang sudah tidak berlaku, diletakkan pada tempat yang
terpisah dan disimpan untuk periode 7 tahun terakhir. Rekaman senantiasa dapat
dibaca. Rekaman digital memiliki back up dan hanya bisa diakses oleh pihak yang
berwenang.
5. Audit
Hasil penilaian menunjukkan bahwa PT X telah memenuhi seluruh
persyaratan pada klausul ini. Audit internal di PT X dilakukan secara terjadwal
setiap 3 bulan sekali dan diikuti oleh seluruh tim HACCP. Audit dilakukan oleh
personel independen yang tidak memiliki tanggung jawab langsung terhadap
kegiatan yang diperiksa. Hasil audit diaporkan kepada Direktur PT X. Tindakan
perbaikan yang diambil mengikuti dari hasil audit sebelumnya.
F. Tinjauan Manajemen dan Peningkatan Berkesinambungan
Hasil penilaian menunjukkan bahwa PT X belum memenuhi seluruh
persyaratan pada klausul ini. Manajemen puncak PT X tidak meninjau sistem
manajemen keamanan organisasi pada selang waktu yang direncanakan dan tidak
melalui rapat formal. Tinjauan manajemen hanya dilakukan secara informal.
Proses peningkatan berkesinambungan dilakukan oleh PT X secara teknis, namun
tidak terdokumentasi dengan baik.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Rantai distribusi produk tuna loin beku diperankan oleh beberapa pelaku,
dimulai dari kapal, transit, UPI, hingga eksportir. Penerapan program higiene
yang dilakukan di pihak kapal dan transit masih belum memenuhi standar.
Beberapa aspek masih tidak memenuhi standar yang berlaku seperti layout dan
desain hingga higiene personal. Pihak UPI dan eksportir umumnya memiliki
implementasi program higiene yang lebih baik, hanya terdapat sedikit
kekurangan, seperti pada bagian desain dan layout, peralatan, dan fasilitas. Hal ini
menjadi penting karena UPI dan eksportir merupakan pihak penentu terakhir yang
mempengaruhi kualitas produk.
40
Kajian risiko yang dilakukan selama proses distribusi produk tuna loin beku
di PT X menunjukkan bahwa terdapat empat risiko kritis yang perlu diawasi
secara khusus oleh pihak manajemen. Keempat risiko tersebut berhubungan
dengan suhu, jumlah mikroba, dan serpihan logam. Dampak terbesar yang
ditimbulkan dari risiko suhu dan jumlah mikroba adalah kadar histamin, nilai
TPC, dan TVB.
Hasil perhitungan efektivitas terhadap kadar histamin PT X selama tahun
2012 menunjukkan hasil yang baik dengan nilai kapabilitas proses adalah 3,907,
yang berarti proses dianggap mampu (capable) karena telah mencapai industri
kelas dunia yang mencapai tingkat six sigma. Hasil perhitungan efektivitas
terhadap nilai TPC PT X selama tahun 2012 menunjukkan hasil yang cukup baik
dengan nilai kapabilitas proses adalah 1,840, yang berarti proses masih harus
ditingkatkan terus menerus agar mencapai tingkat kelas dunia yang telah
mencapai taraf six sigma. Hasil pegujian terhadap nilai TVB untuk bahan baku PT
X menunjukkan hasil yang baik, yaitu ikan sangat segar untuk tuna dari transit A
dan ikan segar untuk tuna dari transit B.
Penilaian dengan ISO 28000 juga menunjukkan bahwa PT X telah
menetapkan dan melaksanakan sistem manajemen keamanan untuk produk tuna
loin beku, namun sistem manajemen keamanan yang diterapkan PT X masih
dilakukan secara teknis. Perapihan sistem manajemen keamanan secara
administrasi dan manajerial masih belum dilakukan. Hal ini dapat dilihat dari
tinjauan manajemen yang umumnya bersifat informal serta tidak terjadwal secara
rutin.
Saran
Perbaikan dan peningkatan terus menerus perlu dilakukan PT X dalam
program higienenya. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan memperketat
pengawasan dan kontrol kepada karyawan. Perbaikan lain yang harus dilakukan
adalah perapihan sistem manajemen keamanan secara administrasi dan manajerial,
seperti tinjauan manajemen terjadwal secara rutin.
41
DAFTAR PUSTAKA
Aarnisalo K, K Tallayaara, G Wirtanen, R Maijala, L Raaska. 2006. The hygienic
working practices of maintenance personel and equipment hygiene in the
Finnish food industry. Food Control. 17: 1001-1011
Affiano I. 2011. Analisis perkembangan histamin tuna (Thunnus sp.) dan bakteri
pembentuknya pada beberapa setting standar suhu penyimpanan. [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 1984. Official Method of
Analysis of The Association of Official Analytical Chemist. Airlington,
Virginia (US): The Association of Official Analytical Chemist, Inc
Blanc M, Desurmont A, Beverly S. 2005. Onboard Handling of Sashimi-Grade
Tuna. Auckland (NZ): Secretariat of The Pacific Community P 1-22
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2005. SNI 19-19011-2005. Panduan Audit
Sistem Manajemen Mutu dan/atau Lingkungan. Jakarta: Badan
Standardisasi Nasional
.______________________________. 2006a. SNI 01-4104.1-2006. Spesifikasi
Tuna Loin Beku. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional
.______________________________. 2006b. SNI 01-4104.3-2006. Penanganan
dan Pengolahan Tuna Loin Beku. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional
.______________________________. 2009. SNI ISO 28000:2009. Spesifikasi
Sistem Manajemen Keamanan pada Rantai Pasokan. Jakarta: Badan
Standardisasi Nasional
Buzby JC, Laurian JU, Donna R. 2008. Food safety and imports: an analysis of
FDA food-related import refusal reports. Economic Information Bulletin.
39: 1-39
[CAC] Codex Allimentarious Comission. 1995. CAC/GL 20-1995. Principles for
Food Import and Export Inspection and Certification. Rome (IT): CAC.
._________________________________-. 2001. CAC/RCP 47-2001. Code of
Hygiene Practice for the Transport of Food in Bulk and Semi-Packed Food.
Rome (IT): CAC
._________________________________. 2003. CAC/RCP 52-2003. Code of
Practice for Fish and Fishery Product. Rome (IT): CAC
.__________________________________. 2006. CAC/GL 60-2006. Principles
for Traceability/Product Tracing as a Tool Within a Food Inspection and
Certification System. Rome (IT): CAC.
._________________________________. 2007. Food Labelling Fifth Edition.
Rome (IT): CAC
._________________________________. 2009. Food Hygiene Basic Texts
Fourth Edition. Rome (IT): CAC
Carbone TA dan Tippett DD. 2004. Project risk management using the project
risk FMEA. Engineering Management Journal. 16(4): 28-35
CEN 14660. 2003. CEN Workshop Agreement. Traceability of Fishery Products
Spesification of the Information To Be Recorded ind Captured Fish
Distribution Chains. European Committe for Standarization.
[DFID] Department for International Development. 2009. Illegal, unreported,
unregulated fishing. Policy Brief. 8: 1-4.
42
[EC] The Council of The European Union. 2000. Council Regulation (EC) No
104/2000 of 17 December 1999 on the common organization of the markets
in the fishery and aquaculture products. Official Journals of the European
Communities. 17(22): 1-31
[EC] Commission Regulation. 2001. Commission Regulation (EC) No 2065/2001
on 22 October 2001 on laying down detailed rules for the application of
Council Regulation (EC) No 104/2000 as regards informing consumers
about fishery and aquaculture products. Official Journal of the European
Communities. 002(001): 1-7.
[EC] The European Parliament and The Council of The European Union. 2002.
Regulation (EC) No 178/2002 of 28 January 2002 laying down the general
principles and requirements of food law, establishing the European Food
Safety Authority and laying down procedures in matters of food safety.
Official Journal of the European Communities. 31(1): 1-24
[FAO] Food and Agriculture Organization. 2004. The State Of Food Insecurity in
the World. Rome (IT): FAO
.__________________________________. 2012. The State of World Fisheries
and Aquaculture. Rome (IT): FAO
Farber L. 1965. Freshness Tests. Di dalam: Borgstorm G, editor. Fish as Food.
Vol IV. New York (US): Academic Press, Inc
[FDA] Food and Drug Administration. 2002a. Public health security and
bioterorism preparedness and response act of 2002. Public Law. 107-188:
12 Juni 2002.
.___________________________________. 2002b. Farm security and rural
investment. Public Law. 107-171: 13 Mei 2002.
_____________________________________. 2006. Managing Food Safety: A
Regulator’s Manual For Applying HACCP Principles to Risk-based Retail
and Food Service Inspections and Evaluating Voluntary Food Safety
Management Systems. Florida (US): US Department of Health and Human
Services
.___________________________________. 2009. FDA Import Refusal Report.
http://www.fda.gov [26 Maret 2013]
.___________________________________. 2011. Fish and Fishery Products
Hazards and Controls Guidance Chapter 7 Scombrotoxin (Histamine)
Formation. Florda (US): US Department of Health and Human Services.
.___________________________________. 2013. Summary of Current Food
Standards Minimum Requirement for Analysis of Finished Products. Florida
(US): US Department of Helath and Human Services.
Gaspersz V. 2012. All in One Management Toolbook. Bogor (ID): Tri-Al-Bros
Publishing
[ICTSD] International Center for Trade and Sustainable Development. 2006.
Fisheries International Trade and Sustainable Development: Policy
Discussion Paper. Geneva (CH): ICTSD
[ISO 28000:2007] The International for Standarization 28000:2007. 2007.
Specification for Security Management Systems for The Supply Chain. The
International for Standarization. Switzerland
Jordan KN, Teagasc, Ireland, M. Wagner, J. Hoorfar. 2011. The role of service
orientation in future web-based food traceability system. Di dalam: J.
43
Hoorfar, K. Jordan, F. Butler, R. Prugger, editor. Food Chain Integrity A
Holistic Approach to Food Traceability, Safety, Quality, Authenticity.
Cambridge (GB): Woodhead Publishing Limited.
[KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2007. Keputusan Menteri Kelautan
dan Perikanan RI nomor 01/MEN/2007 tanggal 5 Januari 2007 tentang
Persyaratan Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan pada Proses
Produksi, Pengolahan, dan Distribusi. Jakarta: KKP
._____________________________________. 2010. Peraturan Menteri Kelautan
dan Perikanan RI nomor 18/MEN/2010 tanggal 5 Oktober 2010 tentang Log
Book Penangkapan Ikan. Jakarta: KKP
._____________________________________. 2012. Peraturan Menteri Kelautan
dan Perikanan RI nomor 13/MEN/2012 tanggal 29 Juni 2012 tentang
Sertifikat Hasil Tangkapan Ikan. Jakarta: KKP
._____________________________________. 2012. Ekspor Tuna Terus
Meningkat. http://www.kkp.go.id [15 Februari 2013]
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2002. Keputusan Menteri Kesehatan
RI nomor 907/MENKES/SK/VII/2002 tanggal 29 Juli 2002 tentang Syarat-
Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Idonesia
Kementerian Perindustrian Republik Indonesia. 2010. Peraturan Menteri
Perindustrian RI nomor 75/M-IND/PER/7/2010 tanggal 19 Juli 2010
tentang Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (Good
Manufacturing Practices). Jakarta: Kementerian Perindustrian Republik
Indonesia
Lees M. 2003. Food Authenticity and Traceability. Cambridge (GB): Woodhead
Publishing
Lem A. 2011. Status of World Fisheies Supply, Demand, and Trade. Rome (IT):
FAO
Morreale V dan M. Puccio. 2011. The role of service orientation in future web-
based food traceability system. Di dalam: J. Hoorfar, K. Jordan, F. Butler,
R. Prugger, editor. Food Chain Integrity A Holistic Approach to Food
Traceability, Safety, Quality, Authenticity. Cambridge (GB): Woodhead
Publishing Limited.
Olson dan Skoljdbrand. 2008. Risk management and quality assurance through
the food supply chain-case studies in Swedish food industry. Journal of
Food Science. 2: 49-56
[PP] Peraturan Pemerintah. 1999. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
nomor 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan. Jakarta: Sekretariat
Negara Republik Indonesia.
.______________________ . 2004. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
nomor 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan. Jakarta:
Sekretariat Negara Republik Indonesia.
Rizal A. 2011. Analisis dan desain sistem informasi untuk penerapan dokumentasi
program traceability pada rantai distribusi produk tuna loin beku. [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Scheer FP. 2006. Optimising supply chains using traceability systems. Di dalam:
Smith I dan Anthony Furness, editor. Improving Traceability in Food
Processing and Distribution. Cambridge (GB): Woodhead Publishing
Limited.
44
Skoglund T dan Dejmek P. 2007. Fuzzy traceabiity: A process simulation derived
extension of traceability concept in continuous food processing. Food and
Bioproducts Processing. 85(C4): 1-11. doi: 10.1205/FBP07044.
Trilaksani W. 2011. Pengembangan sistem manajemen mutu terpadu produk tuna
ekspor: suatu kajian fungsi manajemen mutu dan keamanan produk di
Muara Baru, DKI Jakarta. [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Wagar EA, MD, Raz M, Yasin B. 2006. Patient safety partnership projects in the
clinical laboratory. Am J Clin Pathol. 126(Suppl 1): S53-S60.
doi: 10.1309/620L63B6BV9CG6K1.
Zhang Hu, Zhang Jian, Shen Ping, Zhang Xiaoshuan, Mu Weisong. 2009.
Modeling method of traceability system based on information flow in meat
food supply chain. Wseas Transactions on Information Science and
Application. 6(7): 1-10.
45
Lampiran 1. Format tabel observasi kegiatan rantai distribusi tuna loin beku
Nama tahapan
distribusi
Aktivitas yang dilakukan
Dokumen Acuan Isi Acuan
Kapal Blanc et al (2005)
PER.18/MEN/2010
KEP 01/MEN/2007
1. Log book harus diisi dan dengan data yang sebenarnya dan tepat waktu
2. Penangkapan ikan
3. Teknik mematikan tuna
4. Pembuangan darah
5. Pembuangan insang dan isi perut
6. Pencucian
7. Penyimpanan (on board storage)
Transit Blanc et al (2005)
SNI 01-2729-3-
2006
CAC (2009)
1. Pembongkaran dilakukan dengan hati-hati
2. Tidak dibiarkan lama saat berada di tempat yang terkena sinar matahari langsung
3. Pemeriksaan dan sortasi
4. Pembersihan
5. Pengemasan 6. Pengangkutan
7. Lokasi transit
8. Design dan fasilitas
9. Supply air
10. Personel hygiene
UPI SNI 01-4104-3-
2006
CAC (2009)
1. Penerimaan
2. Penyiangan atau tanpa penyiangan
3. Pencucian
4. Pembuatan loin
5. Pengulitan dan perapihan
6. Sortasi mutu
7. Pembungkusan 8. Pembekuan
9. Penimbangan
10. Pengepakan
46
Eksportir CEN 14460:2003 1. Identitas Wholesaler 2. Identitas, sumber, dan kontrol suhu dari tiap unit produk
3. Sejarah proses produksi
4. Tujuan unit produk
Retailer CAC (2003) 1. Menerima, menangani, menyimpan, dan menunjukkan produk pada konsumen
2. Harus mengetahui suppliernya dan data mengenai produk 3. Harus memastikan dan bertanggung jawab terhadap mutu dan keamanan produk
Lampiran 2 Format Tabel Observasi Sistem Higiene Rantai Distribusi Tuna Loin Beku
Nama
Tahapan
Distribusi
Persyaratan
Acuan Utama: CAC (2001), CAC (2003); CAC (2009); KEP 01/MEN/2007
Kondisi Ketidaksesuain
Kapal Persyaratan Umum Kapal Penangkap dan Pengangkut Ikan terdiri dari:
1. Kapal penangkap dan pengangkut ikan yang digunakan untuk melakukan penangkapan dan penanganan di atas kapal harus
memenuhi persyaratan ketentuan sanitasi dan hygiene kapal perikanan.
2. Kapal ikan harus didesain dan dikonstruksi sehingga tidak menyebabkan kontaminasi produk dari air kotor, limbah, asap,
minyak, oli, gemuk atau bahan-bahan lain.
3. Permukaan kontak langsung dengan produk harus dibuat dari bahan yang tidak korosif yang halus dan mudah dibersihkan.
Permukaan yang menggunakan pelapis harus tahan/kuat dan tahan lama serta tidak toksin.
4. Peralatan dan bahan yang digunakan untuk menangani ikan harus terbuat dari bahan yang tidak mudah karat yang mudah dibersihkan dan disanitasi.
5. Bila kapal penangkap dan/atau pengangkut ikan mempunyai penampung air untuk penanganan ikan, maka harus ditempatkan
pada lokasi yang terhindar dari kontaminasi.
Persyaratan Khusus Struktur dan Peralatan Kapal Penangkap dan Pengangkut
Ikan terdiri dari:
1. Kapal ikan yang didesain dan dilengkapi peralatan untuk mempertahankan kesegaran ikan selama penangkapan hingga 24 jam.
a. Kapal yang didesain dan dilengkapi peralatan untuk menjaga kesegaran ikan hingga 24 jam harus dilengkapi peralatan palka,
tanki atau wadah untuk menyimpan ikan dan menjaga suhu pendinginannya pada titik leleh es.
b. Palka harus terpisah dari ruang mesin dan ruang anak buah kapal untuk menjaga kontaminasi. palka, tangki atau wadah yang
digunakan harus menjamin bahwa kondisi penyimpanan dalam menjaga kesegaran ikan memenuhi persyaratan higienis.
c. Kapal yang dilengkapi dengan pendingin dengan air laut bersih dingin, tangki harus dilengkapi dengan peralatan yang menjamin
47
kondisi suhu yang merata pada seluruh bagian tangki dengan suhu < 3oC setelah 6 jam setelah ikan ditangkap dan < 6oC. Kondisi suhu dimonitor dan dicatat.
2. Persyaratan kapal dilengkapi dengan pembeku (freezer), kapal penangkap dan pengangkut ikan dengan freezer harus:
a. Memiliki peralatan pembekuan yang cukup kapasitas untuk menurunkan suhu secara cepat sehingga mencapai suhu pusat ikan
sama atau kurang dari -18 °C;
b. Mempunyai peralatan pembekuan yang cukup untuk menjaga produk dalam palka tidak lebih besar dari -18oC. Ruang
penyimpanan harus dilengkapi dengan alat pencatat suhu yang ditempatkan pada tempat yang mudah dibaca. Sensor suhu harus
ditempatkan pada tempat suhu tertinggi di dalam palka.
Registrasi Kapal Penangkap dan Pengangkut Ikan terdiri dari:
1. Kapal penangkap dan pengangkut ikan yang telah menerapkan persyaratan diberikan nomor registrasi.
2. Kapal penangkap dan pengangkut ikan wajib menerapkan persyaratan higiene kapal ikan.
3. Kapal penangkap dan pengangkut ikan wajib menempatkan penanggung jawab mutu di atas kapal dan memiliki sertifikat
pengolah ikan (SPI). 4. Persyaratan dan tata cara penempatan penanggung jawab mutu di atas kapal dan pemberian nomor registrasi ditetapkan lebih
lanjut oleh Direktur Jenderal Perikanan Tangkap.
5. Persyaratan dan tata cara pemberian SPI sebagaimana angka 3 ditetapkan lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Pengolahan dan
Pemasaran Hasil Perikanan.
Persyaratan Higiene Kapal Penangkap dan Pengangkut Ikan terdiri dari:
1. Setiap kapal penangkap dan pengangkut ikan harus memenuhi persyaratan higiene dan penerapan sistem rantai dingin.
2. Ketika digunakan, bagian-bagian dari kapal atau wadah untuk penyimpan hasil tangkap harus dijaga kebersihannya dan dijaga
selalu dalam kondisi baik, terutama tidak terkontaminasi bahan bakar dan air kotor.
3. Segera setelah diangkat ke geladak, produk perikanan harus dijaga dari kontaminasi dan dari akibat panas matahari atau sumber
panas lainnya. Ketika ikan dicuci, air yang digunakan adalah air minum atau dengan air laut bersih.
4. Produk hasil tangkap harus ditangani dan disimpan sehingga terhindar dari memar. Penanganan menggunakan ganco untuk menangani ikan besar harus dijaga agar tidak melukai daging ikan.
5. Produk perikanan yang tidak disimpan dalam keadaan hidup harus segera didinginkan setelah naik ke kapal penangkap dan/atau
pengangkut ikan.
6. Es yang digunakan untuk pendinginan ikan harus terbuat dari air minum atau air laut bersih.
7. Bila ikan dipotong kepala dan/atau dihilangkan isi perut, maka kegiatan tersebut harus dilakukan secara higienis setelah
penangkapan, dan produk harus dicuci segera dan menyeluruh dengan air minum atau air laut bersih. Isi perut dan bagian lain yang
dapat mengakibatkan bahaya kesehatan harus segera disingkirkan. Hati dan telur yang dapat dikonsumsi harus disimpan dengan es
pada suhu dingin (chilling), atau dibekukan.
8. Jika menggunakan pembekuan dengan air garam (brine) untuk ikan utuh sebagai bahan baku pengalengan, suhu tidak boleh lebih besar dari -9 ˚C pada pusat ikan. Air garam harus tidak menjadi sumber kontaminasi ikan.
48
Persyaratan Hygiene Terhadap Penanganan di Kapal Penangkap dan
Pengangkut Ikan terdiri dari:
1. Penanggung jawab penanganan ikan di kapal penangkap dan pengangkut ikan harus bertanggung jawab dalam menerapkan cara
pananganan ikan yang baik;
2. Penanggung jawab sebagaimana dimaksud pada angka 1, harus mempunyai kewenangan untuk menjamin bahwa persyaratan-
persyaratan yang tercantum dalam ketentuan ini diterapkan;
3. Penanggung jawab sebagaimana dimaksud pada angka 1 juga menyediakan program pengendalian bagi Inspektur hasil perikanan
untuk tujuan pemeriksaan mutu di atas kapal penangkap dan/atau pengangkut ikan serta menyediakan lembaran catatan yang
meliputi lembaran komentar inspektur dan pencatatan suhu;
4. Kondisi umum hygiene tempat dan peralatan harus mempunyai kondisi yang higienis;
5. Karyawan yang menangani langsung hasil perikanan di atas kapal harus menggunakan pakaian kerja yang bersih dan tutup
kepala sehingga menutupi rambut secara sempurna;
6. Karyawan yang menangani hasil perikanan harus mencuci tangan sebelum memulai pekerjaan; 7. Karyawan yang sedang mengalami luka tangan tidak boleh menangani produk;
8. Tidak diperbolehkan merokok, meludah, makan dan minum diruang kerja dan di tempat penyimpanan produk;
9. Pembuangan kepala dan isi perut harus dilakukan secara higienis dan segera dicuci dengan air minum dan atau air laut bersih;
10. Hasil perikanan yang dibungkus dan dikemas harus dilakukan pada kondisi yang higienis untuk menghindari kontaminasi;
11. Bahan kemasan dan bahan lain yang kontak langsung dengan hasil perikanan harus memenuhi persyaratan higiene, dan
khususnya:
a. Tidak boleh mempengaruhi karakteristik organoleptik dari hasil perikanan;
b. Tidak boleh menularkan bahan-bahan yang membahayakan kesehatan manusia;
c. Harus cukup kuat melindungi hasil perikanan.
12. Penyimpanan hasil perikanan di atas kapal harus dijaga suhunya sesuai dengan persyaratan, khususnya:
a. Hasil perikanan segar atau dilelehkan termasuk krustasea rebus yang didinginkan dan produk kekerangan harus disimpan pada suhu leleh es;
b. Hasil perikanan beku, kecuali ikan beku yang menggunakan air garam untuk keperluan pengalengan, harus dipertahankan pada
suhu pusat -18°C atau lebih rendah, untuk semua bagian produk dengan fluktuasi tidak lebih dari 3°C selama pengangkutan;
13. Pelaku usaha penangkapan dan pengangkutan ikan harus:
a. membuktikan kepada otoritas kompeten atas pemenuhan persyaratan sebagaimana pasal 5 hingga 9;
b. pelaku usaha Penangkapan dan pengangkutan ikan harus mendokumentasikan GHdP yang diterapkan.
c. menjamin bahwa dokumen yang dikembangkan selalu dijaga tetap terkini;
d. memelihara dokumen lainnya dan rekaman hingga periode waktu tertentu.
Transit Bongkar Muat Ikan
Pelaku usaha dalam melakukan bongkar muat produk perikanan di tempat pendaratan ikan wajib:
49
1. Memastikan bahwa bongkar muat dan peralatan pendaratan yang berhubungan langsung dengan produk perikanan terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan dan disanitasi serta dijaga tetap dalam keadaan baik terpelihara atau dibersihkan;
2. Menghindari kontaminasi produk perikanan selama bongkar muat dan pendaratan khususnya dengan cara:
a. melakukan operasi bongkar muat dan pendaratan dengan cepat;
b. menempatkan produk perikanan dan tidak terlambat dalam melakukan perlindungan suhu sebagaimana yang dipersyaratkan; dan
c. tidak menggunakan peralatan dan perlakuan yang menyebabkan hal-hal kerusakan yang tidak diinginkan pada bagian produk
perikanan.
Penyimpanan dan Pengangkutan
Kegiatan penyimpanan dan pengangkutan hasil perikanan dilakukan dengan:
1. Sistem rantai dingin;
2. Menjaga suhu selama penyimpanan dan pengangkutan sesuai dengan persyaratan yang berlaku, meliputi:
a. hasil perikanan segar atau dilelehkan termasuk crustacean rebus yang didinginkan dan produk kekerangan harus disimpan pada
suhu leleh es; b. hasil perikanan beku, kecuali ikan beku yang menggunakan air garam untuk keperluan pengalengan, harus dipertahankan pada
suhu pusat -18° C atau lebih rendah, untuk semua bagian produk dengan fluktuasi tidak lebih dari 3°C selama pengangkutan;
c. jika produk perikanan disimpan dalam es, lelehan air es harus tidak menggenangi produk.
3. Diangkut dari cold storage ke UPI untuk dilelehkan pada saat penerimaan untuk tujuan preparasi dan/atau pengolahan, di mana
jarak yang ditempuh singkat, tidak melebihi 50 km atau 1 jam perjalanan;
4. Diangkut atau disimpan dengan produk lain yang dapat mengakibatkan kontaminasi atau mempengaruhi higiene tidak
diperkenankan kecuali, produk tersebut dikemas sedemikian rupa, sehingga mampu melindungi produk tersebut;
5. Menggunakan kendaraan pengangkut hasil perikanan dengan kontruksi dan dilengkapi peralatan sedemikian rupa, sehingga suhu
dapat dijaga selama pengangkutan. Jika es digunakan untuk pendinginan maka harus ada saluran pembuangan untuk menjamin
lelehan es tidak menggenangi produk. Permukaan bagian dalam dari alat transportasi harus didesain sedemikian rupa sehingga
tidak merusak produk, di mana permukaannya harus rata, mudah dibersihkan, dan disanitasi; 6. Menggunakan alat pengangkut yang tidak dapat mengkontaminasi produk hasil perikanan;
7. Tidak boleh diangkut dengan menggunakan kendaraan atau wadah yang tidak bersih kecuali disanitasi terlebih dahulu;
8. Persyaratan pengangkutan hasil perikanan yang dipasarkan dalam keadaan hidup harus tidak berpengaruh buruk terhadap hasil
perikanan tersebut;
9. Pelaku usaha penyimpanan dan pengangkutan Ikan harus:
a. membuktikan kepada otoritas kompeten atas pemenuhan persyaratan sebagaimana butir 1 hingga 8;
b. pelaku usaha penyimpanan dan pengangkutan Ikan harus menerapkan dan mendokumentasikan GHdP.
c. menjamin bahwa dokumen yang dikembangkan selalu dijaga tetap terkini;
d. memelihara dokumen lainnya dan rekaman hingga periode waktu tertentu.
UPI a. Lokasi harus berada di tempat yang tidak berpolusi tinggi sehingga dapat mengkontaminasi pangan, tidak banjir, dan mampu
50
membuang limbah dengan efektif
b. Kondisi lingkungan bersih dan selalu dijaga kebersihannya
c. Sistem pembuangan air/saluran bersih dan tidak memungkinkan arus balik ke dalam ruang pengolahan
d. Kondisi tanah tidak memungkinkan terjadinya kontaminasi ke dalam fasilitas
a. Tidak memungkinkan adanya kontaminasi silang
b. Area UPI memadai untuk melakukan pekerjaan dalam kondisi saniter dan higienis
c. Area UPI terdapat di daerah industri yang telah disetujui
d. Area bersih terpisah dari area kotor
e. Layout dapat mencegah kontaminasi
a. a. Ruang penerimaan dan pengolahan bersih dan mudah diperbaiki
b. b. Tersedia cukup air bersih sesuai dengan ketentuan
c. c. Saluran pembuangan tepat dan bersih
d. d. Ruang penerimaan tertutup dari lingkungan luar
Permukaan dinding halus, terbuat dari bahan yang tidak toksik, serta kedap air
Lantai harus memiliki kemiringan yang cukup dan mudah dibersihkan
Langit-langit harus mampu meminimalkan kotoran dan mencegah kondensasi
Jendela harus mudah dibersihkan dan meminimalkan kotoran
Pintu harus memiliki permukaan yang lembut, kedap air, dan mudah dibersihkan
Memiliki permukaan yang halus, mudah dibersihkan, tidak menyerap air, dan tidak toksik
a. Peralatan harus terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan, didesinfeksi dan dipindahkan, tidak terbuat dari bahan yang bersifat
toksik
b. Dilakukan monitoring pembersihan dan sanitasi peralatan
c. Terbuat dari bahan yang tahan karat, kedap air dengan permukaan yang halus
d. Selalu terjaga dalam kondisi yang bersih
e. Fasilitas dan peralatan dibersihkan minimal satu kali dalam sehari
f. Mempunyai tempat pencucian alat yang terpisah
g. Tempat pencucian mempunyai pintu masuk dan keluar yang terpisah
h. Mempunyai saluran pembuangan air yang baik
i. Peralatan diberi tanda untuk area kerja yang berbeda
51
a. Supply air yang kontak dengan bahan pangan harus menggunakan air dengan spesifikasi air minum
b. Pasokan dan tekanan air cukup
c. Penandaan yang jelas antara pipa-pipa air minum dan bukan air minum
d. Mempunyai peta distribusi air dengan outlet dan kran yang diberi nomor seri
a. Sistem drainase dan pembuangan limbah harus tersedia
b. Sistem ini harus meminimalkan risiko kontaminasi silang
c. Area pembuangan limbah terpisah
d. Tempat limbah tahan karat dan dilengkapi dengan tutup
e. Tempat limbah dibersihkan dengan benar
f. Limbah dipindahkan minimal sekali dalam sehari
g. Wadah dan tempat penyimpanan limbah segera dibersihkan setelah digunakan
Fasilitas pembersihan memadai untuk membersihkan pangan dan peralatan serta mampu mensuplai air panas maupun dingin dalam
jumlah yang cukup
a. Tersedia ruang ganti dalam jumlah yang cukup
b. Dinding dan lantai ruang ganti halus, kedap air, dan mudah dibersihkan
c. Tersedia tempat cuci tangan dengan jumlah yang cukup dan dilengkapi dengan sabun dan desinfektan dan pengering sekali pakai
d. Tersedia toilet dengan jumlah yang cukup dan dilengkapi dengan sabun dan desinfektan dan pengering sekali pakai
e. Pintu toilet tidak berhubungan langsung dengan ruang penanganan dan pengolahan ikan
f. Toilet dilengkapi dengan sistem menyiram air (water flushing system) dan masih berfungsi
g. Kran pada tempat cuci tangan tidak dioperasikan dengan tangan
h. Tersedia sarana bak cuci tangan dan penyuci hama
i. Tersedia loker untuk menyimpan barang karyawan
j. Barang karyawan tidak disimpan di area penanganan pangan
Tersedia fasilitas untuk mengontrol suhu produk pangan dan mengontrol suhu ruang
a. Penerangan alami atau dengan lampu mampu membuat proses yang higienis
b. Penerangan tidak merubah warna pangan
c. Penerangan ruang pengolahan dan ruang inspeksi memadai
d. Lampu menggunakan pelindung yang aman
e. Lampu tidak menyebabkan adanya kontaminasi
52
a. Semua pintu masuk ke area pengolahan dilengkapi dengan bak cuci kaki dengan ukuran yang sesuai
b. Bak cuci kaki menggunakan air bersih dan desinfektan
c. Semua pintu masuk ke ruang pengolahan dilengkapi dengan fasilitas cuci tangan dan desinfeksi yang cukup
d. Kran sir tidak dioperasikan dengan tangan
e. Menggunakan sabun dan desinfektan yang disetujui
f. Fasilitas cuci tangan dilengkapi dengan pengering sekali pakai
a. Kapasitas alat pembeku dan gudang beku memadai
b. Mampu menyimpan ikan dengan suhu ikan pada minimal -18 ˚C
c. Dilengkapi dengan alat pencatat suhu yang mudah dibaca
d. Penyimpanan produk menggunakan pallet untuk mencegah kontaminasi
e. Penyimpanan produk dengan metode FIFO
f. Sensor suhu pada alat pencatat suhu tidak diletakkan di lokasi/area yang mempunyai suhu paling tinggi
g. Dilengkapi tirai pada pintu masuk anteroom dan gudang beku
h. Mempunyai fasilitas anteroom
a. Es dibuat dari air bermutu air minum
b. Es disimpan dalam tempat/wadah yang didesain khusus untuk menyimpan es
c. Tempat penyimpanan es bersih dan dipelihara dengan baik
Pelaku bisnis industri pangan harus melakukan:
a. Mengidentifikasi tahap kritis dalam proses produksi pangan
b. Mengimplementasikan prosedur pengendalian yang efektif pada tahapan tersebut
c. Mengawasi proses pengendalian agar berjalan efektif
d. Melakukan review secara berkala
a. Melakukan pengendalian terhadap waktu dan suhu proses
b. Alat pengukur suhu diperiksa secara berkala
c. Melakukan pengawasan secara spesifik pada berbagai proses seperti pendinginan, proses termal, iradiasi, pengeringan,
pengawetan kimiawi, dan packing dengan modifikasi atmosfer
d. Pengendalian terhadap kontaminasi mikrobiologi, kimiawi, dan fisik
e. Pengendalian terhadap kontaminasi silang
53
a. Bahan baku tidak mengandung parasit, toksin, pestisida, dan terdekomposisi
b. Dilakukan proses sortir sebelum diproses
c. Laboratorium internal melakukan pemeriksaan
d. Temperatur < 3 ˚C
e. Peralatan yang digunakan dalam keadaan bersih
f. Waktu pencucian tidak lebih dari 3 menit
g. Produk yang tidak segera diproses diberi es atau dimasukkan ke dalam pendingin
h. Dilakukan pengesan kembali pada produk yang sudah dies secara teratur
i. Produk yang sudah dies dikemas atau dimasukkan ke pendingin
j. Pembuangan isi perut dan kepala dilakukan dengan higienis
k. Setelah pembuangan kepala dan isi perut segera dilakukan pencucian dengan air yang dipersyaratkan
l. Pembuatan fillet dan pemotongan dilakukan di tempat yang berbeda dengan pembuangan isi perut dan kepala
m. Proses pemfilletan dan pemotongan dilakukan dengan air yang dipersyaratkan
n. Tidak ada penundaan dalam proses pembuatan fillet atau steak
o. Fillet dan steak segera dibekukan
p. Jeroan dan bagian yang tidak dibutuhkan cepat dipisahkan dari produk
a. Bahan dan desain pengemas harus memadai untuk mencegah kontaminasi, mencegah kerusakan, dan memenuhi ketentuan
pelabelan
b. Pengemasan dilakukan pada kondisi higienis untuk menghindarkan kontaminasi
c. Bahan pengemas yang kontak dengan produk tidak boleh memperburuk karakteristik produk secara organoleptik
d. Bahan pengemas yang kontak dengan produk tidak menularkan bahan berbahaya
e. Bahan pengemas yang tidak digunakan disimpan di tempat yang jauh dari area pengolahan dan terlindung dari debu dan
kontaminasi
f. Kemasan ikan dan produk serta dokumen-dokumen yang menunjukkan nomor persetujuan (approval number) yang diberikan
oleh competent authorithy diikuti oleh ringkasan atau deskripsi produk, jenis produk, tahun, bulan, dan tanggal produksi
g. Kemasan menunjukkan dalam kalimat jelas “Produk dari Indonesia”
Air yang digunakan dalam proses pengolahan pangan baik yang sebagai bahan baku, es, dan air yang kontak dengan bahan pangan
adalah air yang berspesifikasi air minum
a. Manajer dan supervisor harus memiliki pengetahuan yang cukup mengenai higiene pangan sehingga dapat menetukan risiko
54
potensial, melakukan tindakan pencegahan dan koreksi, dan memastikan proses pengawasan dapat berjalan dengan efektif
b. Tindakan pencegahan diikuti
c. Prosedur monitoring diikuti
d. Tindakan perbaikan dilakukan atau diikuti
a. Rekaman data selama proses pengolahan, produksi, dan distribusi harus disimpan sampai masa simpan produk habis
b. Rekaman telah dimutakhirkan
c. Rekaman dapat dipercaya
d. Dokumen tidak dipalsukan
e. Rekaman tersedia
a. Manajer harus mengetahui cara yang cepat dan efektif untuk menarik kembali produk yang telah beredar di pasaran karena
diduga dapat membahayakan kesehatan konsumen
b. Proses penarikan ini harus berada di bawah pengawasan hingga produk ini dimusnahkan atau untuk kepentingan lain yang tidak
membahayakan kesehatan manusia
a. Pembersihan dilakukan dengan menghilangkan kotoran dan residu sehingga mencegah kontaminasi
b. Pembersihan secara kimiawi harus dilakukan dengan hati-hati dan tidak menimbulkan kontaminasi
c. Pembersihan dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti dengan panas, penggosokan, pembersihan vakum atau metode lain
dengan menggunakan air dan bahan kimia seperti desinfektan, basa, dan asam
d. Program pembersihan harus dapat memastikan bahwa setiap area bersih
e. Program pembersihan harus mencakup:
1. Area dan peralatan bersih
2. Tanggung jawab dari setiap bagian tugas
3. Metode dan frekuensi pembersihan
4. Pengawasan
a. Tersedia dengan jumlah yang cukup fasilitas pencegah binatang pengerat
b. Tersedia prosedur dan frekuensi pest control serta bahan kimia yang disetujui
c. Tersedia peta penempatan perangkap dan umpan (verifikasi harus dilakukan)
d. Tersedia prosedur pembuangan binatang pengganggu yang mati
e. Tersedia prosedur program pembersihan setelah fumigasi
f. Pemberian nomor dan penempatan penangkapan lalat
55
g. Pembasmi tikus, pembasmi serangga, disinfektan dan racun lainnya tersimpan dalam lemari yang dapat dikunci
h. Tidak terdapat barang/benda/tempat yang menarik kehadiran hewan pengerat/serangga
i. Upaya pengawasan penceghan dan pembasmian
Limbah tidak terakumulasi pada proses penanganan pangan, penyimpanan pangan, dan area pengolahan
Program sanitasi harus diawasi secara berkala, dilakukan verifikasi, dan sampling mikrobiologi dari lingkungan, dan dilakukan
review secara berkala
a. Karyawan yang diketahui atau diduga menderita penyakit dilarang masuk ke dalam area penanganan ikan
b. Setiap karyawan mendapat pengecekan kesehatan dan dilakukan secara berkala (cek record dan verifikasi)
a. Karyawan yang menderita sakit seperti diare, demam, muntah tidak diperkenankan masuk ke dalam ruang produksi
b. Luka ditutup dengan perban yang tahan air
c. Tersedia sarana pertolongan pertama
a. Karyawan harus memakai seragam lengkap, mulai dari penutup kepala hingga alas kaki.
b. Semua karyawan mengenakan pakaian yang sesuai dan bersih (jumlah pakaian seragam per karyawan dan frekuensi ganti
pakaian dicek)
c. Karyawan harus sering mencuci tangan ketika keluar dari toilet, memulai melakukan pekerjaan, dan sebagainya
d. Pakaian kerja karyawan dicuci oleh UPI
e. Karywan menggunakan tutup kepala yang dapat menutupi rambut secara keseluruhan
a. Karyawan dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengkontaminasi, seperti merokok, makan.
b. Terdapat tanda-tanda yang jelas untuk pelarangan merokok, makan, meludah, dan lainnya di ruang pengolahan dan tempat
penyimpanan
Pengunjung harus mengikuti segala ketentuan higiene yang berlaku
Karyawan harus peduli dan bertanggung jawab untuk melindungi produk dari kontaminasi dan kerusakan serta harus memiliki
kemampuan untuk menangani produk dengan higienis
Program pelatihan harus mencakup:
1. Sifat alami dari produk, mengenai bakteri patogen dan mikroorganisme pembusuk
2. Sikap ketika menangani dan mengemas produk
3. Batas aman produk sebelum dikonsumsi
4. Kondisi produk saat disimpan
5. Umur simpan dari produk
56
Supervisi perlu dilakukan secara berkala untuk meliht efektivitas dari pelatihan yang dilakukan
Program pelatihan harus selalu dilakukan review dan diperbaharui sesuai dengan keperluan yang ada
Setiap kontainer atau sarana pengangkut harus ditandai dengan identitas produsen dan lot
Semua produk pangan harus diberi informasi yang memadai agar dapat digunakan pada rantai pangan berikutnya dengan aman dan
benar
Semua produk pangan harus diberi label dengan benar agar dapat digunakan pada rantai pangan berikutnya dengan aman dan benar
Program ini dilakukan untuk memberi pengetahuan kepada konsumen mengenai sifat produk dan kaitan antara suhu dan kerusakan
produk
Eksportir SARANA DISTRIBUSI HASIL PERIKANAN
1. Sarana distribusi hasil perikanan baik yang digunakan untuk hasil tangkapan maupun budidaya harus dijaga dalam keadaan
bersih dan baik untuk menghindari kontaminasi dan kerusakan fisik, dan didesain agar mudah
dibersihkan dan/atau disanitasi.
2. Sarana berupa kendaraan pengangkut tidak digunakan untuk tujuan lain selain hasil perikanan yang dapat mengkontaminasi hasil
perikanan.
3. Bila pada saat yang sama sarana kendaraan yang digunakan juga untuk mengangkut produk lain, harus dipisahkan dan dijamin
kebersihannya agar tidak mengkontaminasi hasil perikanan.
4. Sarana pengangkut harus dapat melindungi produk dari resiko penurunan mutu dan keamanan hasil perikanan.
5. Pelaku usaha distribusi hasil perikanan harus:
a. Membuktikan kepada otoritas kompeten atas pemenuhan persyaratan sebagaimana butir 1 hingga 4;
b. Pelaku usaha distribusi hasil perikanan harus mendokumentasikan sistem manajemen keamanan pangannya yang mencakup
GHdP yang diterapkan.
c. Menjamin bahwa dokumen yang dikembangkan selalu dijaga tetap terkini;
d. Memelihara dokumen lainnya dan rekaman hingga periode waktu tertentu.
57
Lampiran 3. Hasil Observasi Kegiatan Pada Rantai Distribusi Tuna Loin Beku
Nama
tahapan
distribusi
Tahapan Kegiatan Aktivitas yang dilakukan Keterangan Acuan Isi Acuan Ketidaksesuaian
Kapal Penangkapan ikan 1. Kapal berangkat dan mencari
fishing ground
2. Memasang long line
3. Setelah 6 jam dipasang, kemudian
long line diangkat 4. Ikan yang ditangkap dibuang isi
perut dan insang
5. Dilakukan pencucian
6. Ikan disimpan dalam palka dengan
air laut bersuhu
-1,5 ˚C
1. Kapal berlayar 6-7 bulan
2. Fishing ground berada
pada Samudera Hindia
3. Ikan yang ditangkap
dititipkan ke kapal yang hendak pulang
4. Proses penitipan ikan
tidak dilakukan dengan
penyerahan dokumen
dan data ikan
5. Tidak dilakukan
pengisian log book dan
pencatatan lainnya
Blanc et al (2005)
PER.18/MEN/2010
KEP 01/MEN/2007
1. Log book harus diisi
dan dengan data yang
sebenarnya
dan tepat waktu
2. Penangkapan ikan 3. Teknik mematikan tuna
4. Pembuangan darah
5. Pembuangan insang
dan isi perut
6. Pencucian
7. Penyimpanan
(on board storage)
1. Tuna tidak dimatikan
dengan cepat.
2. Proses pencucian
dilakukan dengan
menggunakan air laut yang tidak terjamin
kebersihannya.
3. Tidak dilakukan
pengisian log book
dengan data yang
sebenarnya dan tepat
waktu.
Transit Pembongkaran ikan 1. Ikan diangkat dari palka kapal dan
dialirkan masuk ke dalam transit
melalui lubang dengan curtain.
2. Ikan yang masuk dilakukan pengecekan grade oleh checker.
3. Ikan dengan grade AAA/AA/A
dibersihkan insang, dicuci dengan
spons, ditimbang, dan dimasukan
ke dalam bak berisi es, lalu
dilakukan packing
4. Ikan dengan grade B/C/D
ditimbang dan dibawa keluar
melalui lubang dengan curtain.
5. Pengangkutn dengan menggunakan
1. Penanganan dilakukan
tidak secara halus
(kasar).
Blanc et al (2005)
SNI 01-2729-3-2006
CAC (2003)
1. Pembongkaran
dilakukan dengan hati-
hati
2. Tidak dibiarkan lama saat berada di tempat
yang terkena sinar
matahari langsung
3. Pemeriksaan dan
sortasi
4. Pembersihan
5. Pengemasan
6. Pengangkutan
7. Lokasi transit
8. Design dan fasilitas
1. Pembongkaran dilakukan
tidak dengan hati-hati
(kasar).
2. Beberapa ikan yang telah dibongkar berada di
bawah matahari
langsung.
3. Pengambilan ikan
dengan ganco tidak
selalu dilakukan di
bagian kepala, namun
juga di bagian ekor.
58
mobil dari perusahaan. 9. Supply air 10.Personel hygiene
UPI Penerimaan bahan
baku
Ikan masuk melalui lubang dengan
curtain dan dilakukan pengecekan suhu
dan mutu ikan secara organoleptik
Dokumentasi pada:
Harvest Vessel Receiving
Record
SNI 01-4104-3-2006
CAC (2003)
1. Penerimaan
2. Penyiangan atau tanpa
penyiangan
3. Pencucian
4. Pembuatan loin
5. Pengulitan dan
perapihan
6. Sortasi mutu
7. Pembungkusan
8. Pembekuan
9. Penimbangan
10.Pengepakan
Pencucian I Ikan dicuci untuk menghilangkan
kotoran pada permukaan kulit
Penyimpanan sementara
Ikan disimpan di dalam bak penyimpanan yang berisi es dan klorin
30 ppm
Penimbangan I Ikan diangkat dari bak penyimpanan
dan ditimbang untuk mengetahui bobot
utuh ikan
Dilakukan proses pencatatan
Dokumentasi pada:
Daily Report Of Raw
Material Receiving
Pemotongan kepala
dan loin
Ikan dipotong bagian kepala dan
dipotong loin.
Setelah dilakukan pemotongan kepala
tidak dilakukan pencucian dengan air.
Dokumentasi pada:
Daily Report Of Inspection
Product after
Trimming/Slicing Before
Freezing
Pembuangan
daging gelap dan
bely
Loin yang telah dipotong kemudian
dipisahkan bagian daging gelap dan
belly
Skinning dan
Trimming
Loin dibuang kulitnya dan dilakukan
perapihan.
Penimbangan II Loin ditimbang untuk mengetahui
bobot loin yang didapat.
Dilakukan proses pencaatan
Dokumentasi pada:
Tally Sheet Cutting
Pemberian CO Loin diberi gas CO untuk membuat
warna tetap merah
Penyimpanan
dalam chill room
Loin disimpan di dalam chill room
selama 48 jam
Dokumentasi pada:
Chilling Temperature
59
Sortasi mutu Loin disortasi berdasarkan warna dan tekstur.
Loin dengan grade A akan diolah
menjadi tuna saku, loin dengan grade B
akan diolah menjadi Loin ID-on, dan
loin dengan grade C akan diolah
menjadi tuna steak.
Monitoring Report
Retouching Loin dirapihkan dibagian sisinya dan
dilap dengan spons
Penimbangan III Loin ditimbang untuk mengetahui
rendemen produk
Dilakukan proses pencatatan
Dokumentasi pada:
Tally Sheet Cutting
Pemvakuman Loin dimasukan ke dalam plastik
vakum dan divakum menggunakan
mesin vakum
Pembekuan Loin disusun di keranjang dan diberi
no batch untuk dibekukan di Air Blast
Freezer pada suhu -40 ˚C selama 7-8
jam
Dokumentasi pada:
Freezing Monitoring Report
Penimbangan IV Penimbangan akhir untuk mengetahui
bobot loin setelah dibekukan dan sebelum masuk pada proses packing.
Dilakukan proses pencatatan
Dokumentasi pada:
Tally Sheet Cutting
Packing Loin dikemas di dalam master karton Dokumentasi pada:
Daily Report of Packing and
Labeling
Pelabelan Pemberian label dan kode produksi dari perusahaan
Penyimpanan Penyimpanan loin di dalam Cold
Storage dengan suhu -18 ˚C
Dokumentasi pada:
Cold Storage Temperature
Report
60
Eksportir Ekspor 1. Pengiriman Purchase Order dari buyer
2. Pembuatan kontrak
3. Pemilihan kontainer
4. Persiapan kontainer (pencucian,
pre-cooling)
5. Persiapan dokumen
6. Proses ekspor
1. Proses pencarian buyer dilakukan lewat promosi
saat pameran dan
melalui website
perusahaan
2. Isi kontrak penjualan
antara lain jenis barang,
harga, jumlah,
pengiriman, cara
pembayaran
3. Pembayaran untuk buyer
baru dilakukan di muka,
sedangkan untuk langganan dilakukan di
akhir
4. Proses pembayaran
dengan sistem transfer.
Lebih aman dengan
menggunakan L/C,
namun biaya bank lebih
mahal
5. Harga berdasarkan
negosiasi dengan
melihat harga pasaran di Amerika
6. Jika ada keluhan terkait
mutu, maka akan
dilakukan penurunan
harga berdasarkan 1
grade lebih rendah,
sekitar 20%.
7. Dokumen yang
diperluakan saat ekspor
adalah sertifikat mutu
CEN 14460:2003 1. Identitas Wholesaler 2. Identitas, sumber, dan
kontrol suhu dari tiap
unit produk
3. Sejarah proses
produksi
4. Tujuan unit produk
61
Invoice Packing List, dan Bill of Lading
8. Persyaratan kontainer
telah diketahui oleh
perusahaan logistik
9. Syarat memilih kontainer
adalah harga yang lebih
murah, karena tidak ada
perbedaaan pada waktu
pengiriman.
10. Tidak ada target waktu
dan jumlah pengiriman.
Jika ada barang akan dikirim. Hal utama yang
menjadi pokok perhaian
dan persyaratan dari
buyer adalah mutu
produk yang baik.
Lampiran 4. Hasil Observasi Sistem Higiene pada Rantai Distribusi Produk Tuna Loin Beku
Nama
Tahapan
Distribusi
Aspek Higiene (CAC 2009) Persyaratan Kondisi Ketidaksesuaian
Kapal Persyaratan Higiene Kapal Penangkap dan
Pengangkut Ikan terdiri dari:
(KEP 01/MEN/2007)
1. Setiap kapal penangkap dan pengangkut ikan harus
memenuhi persyaratan
higiene dan penerapan sistem rantai dingin.
2. Ketika digunakan, bagian-bagian dari kapal atau
wadah untuk penyimpan
1. Kondisi kapal tidak selalu
dalam keadaan bersih.
2. Ikan yang telah diangkat di
geladak, terkadang lama
dalam proses penanganan.
3. Proses pembuangan isi
perut dan insang
dilakukan, namun diduga
1. Kapal tidak menerapkan
sistem higiene.
62
hasil tangkap harus dijaga kebersihannya dan dijaga selalu dalam kondisi
baik, terutama tidak terkontaminasi bahan bakar dan air
kotor.
3. Segera setelah diangkat ke geladak, produk perikanan
harus dijaga dari
kontaminasi dan dari akibat panas matahari atau sumber
panas lainnya.
Ketika ikan dicuci, air yang digunakan adalah air
minum atau dengan air
laut bersih.
4. Produk hasil tangkap harus ditangani dan disimpan
sehingga terhindar dari memar. Penanganan menggunakan ganco untuk
menangani ikan besar
harus dijaga agar tidak melukai daging ikan.
5. Produk perikanan yang tidak disimpan dalam
keadaan hidup harus segera
didinginkan setelah naik ke kapal penangkap dan/atau
pengangkut ikan.
6. Es yang digunakan untuk pendinginan ikan harus
terbuat dari air minum
atau air laut bersih.
7. Bila ikan dipotong kepala dan/atau dihilangkan isi perut, maka kegiatan
tersebut harus dilakukan secara higienis setelah
penangkapan, dan produk
harus dicuci segera dan menyeluruh dengan air minum
atau air laut bersih.
Isi perut dan bagian lain yang dapat mengakibatkan
bahaya kesehatan
harus segera disingkirkan. Hati dan telur yang dapat
dikonsumsi harus
disimpan dengan es pada suhu dingin (chilling), atau
tidak dilakukan secara
higienis.
4. Produk perikanan segera
didinginkan di dalam
kapal
2. Tidak segera dilakukan
penanganan secara cepat.
3. Tidak melakukan pencucian
dengan air yang
disyaratkan.
63
dibekukan. 8. Jika menggunakan pembekuan dengan air garam
(brine) untuk ikan utuh
sebagai bahan baku pengalengan, suhu tidak boleh lebih
besar dari -9 ˚C
pada pusat ikan. Air garam harus tidak menjadi sumber
kontaminasi ikan.
Persyaratan Hygiene Terhadap Penanganan di
Kapal Penangkap dan
Pengangkut Ikan terdiri dari:
(KEP 01/MEN/2007)
1. Penanggung jawab penanganan ikan di kapal
penangkap dan pengangkut ikan harus bertanggung
jawab dalam menerapkan cara pananganan ikan yang
baik;
2. Penanggung jawab sebagaimana dimaksud pada
angka 1, harus
mempunyai kewenangan untuk menjamin bahwa
persyaratan-persyaratan
yang tercantum dalam ketentuan ini diterapkan;
3. Penanggung jawab sebagaimana dimaksud pada
angka 1 juga menyediakan program pengendalian bagi Inspektur hasil perikanan untuk tujuan pemeriksaan
mutu di atas kapal penangkap dan/atau pengangkut
ikan serta menyediakan lembaran catatan yang meliputi
lembaran komentar inspektur dan pencatatan suhu;
4. Kondisi umum hygiene tempat dan peralatan harus
mempunyai kondisi yang higienis;
5. Karyawan yang menangani langsung hasil perikanan
di atas kapal harus menggunakan pakaian kerja yang
bersih dan tutup kepala sehingga menutupi rambut
secara sempurna;
1. Tidak ada penanggung
jawab ikan secara khusus.
2. Kondisi tempat
penyimpanan dan palka
tidak dalam keadaan
higienis.
3. Karyawan tidak ada yang
mengenakan pakaian kerja,
bahkan ada yang tidak
mengenakan baju.
4. Karyawan tidak mencuci
tangan terlebih dahulu.
5. Tidak diperiksa apakah
karyawan sedang
mengalami luka atau tidak.
6. Selama pembongkaran,
terdapat karyawan yang
merokok ataupun meludah
di geladak kapal.
1. Tidak ada penanggung
jawab penanganan ikan.
2. Kondisi umum kapal tidak
higienis.
3. Karyawan tidak
mengenakan pakaian kerja.
64
6. Karyawan yang menangani hasil perikanan harus mencuci tangan sebelum memulai pekerjaan;
7. Karyawan yang sedang mengalami luka tangan tidak
boleh menangani produk;
8. Tidak diperbolehkan merokok, meludah, makan dan
minum diruang kerja dan di tempat penyimpanan
produk;
9. Pembuangan kepala dan isi perut harus dilakukan
secara higienis dan segera dicuci dengan air minum dan
atau air laut bersih;
10. Hasil perikanan yang dibungkus dan dikemas harus
dilakukan pada kondisi yang higienis untuk enghindari
kontaminasi; 11. Bahan kemasan dan bahan lain yang kontak
langsung dengan hasil perikanan harus memenuhi
persyaratan higiene, dan khususnya:
a. Tidak boleh mempengaruhi karakteristik organoleptik
dari hasil perikanan;
b. Tidak boleh menularkan bahan-bahan yang
membahayakan kesehatan manusia;
c. Harus cukup kuat melindungi hasil perikanan.
12. Penyimpanan hasil perikanan di atas kapal harus
dijaga suhunya sesuai dengan persyaratan, khususnya:
a. Hasil perikanan segar atau dilelehkan termasuk krustasea rebus yang didinginkan dan produk
kekerangan harus disimpan pada suhu leleh es;
b. Hasil perikanan beku, kecuali ikan beku yang
menggunakan air garam untuk keperluan pengalengan,
harus dipertahankan pada suhu pusat -18°C atau lebih
rendah, untuk semua bagian produk dengan fluktuasi
tidak lebih dari 3°C selama pengangkutan;
13. Pelaku usaha penangkapan dan pengangkutan ikan
harus:
a. membuktikan kepada otoritas kompeten atas
7. Ikan dicuci dengan
menggunakan air laut.
8. Ikan dibekukan dengan
menggunakan sistem
Refrigerated Sea Water
(RSW) dan suhu
dipertahankan pada -1,5 ˚C
9. Tidak dilakukan proses
dokumentasi dan pengisian
log book dengan data yang
akurat dan tepat waktu.
4. Kesehatan karyawan tidak
diperiksa.
5. Sikap karyawan tidak
diperhatikan (merokok).
6. Tidak dilakukan rekaman.
65
pemenuhan persyaratan sebagaimana pasal 5 hingga 9; b. pelaku usaha Penangkapan dan pengangkutan ikan
harus mendokumentasikan GHdP yang diterapkan.
c. menjamin bahwa dokumen yang dikembangkan
selalu dijaga tetap terkini;
d. memelihara dokumen lainnya dan rekaman hingga
periode waktu tertentu.
66
Transit Bongkar Muat Ikan
(KEP 01/MEN/2007), CAC (2009)
Pelaku usaha dalam melakukan bongkar muat produk
perikanan di tempat
pendaratan ikan wajib:
1. Memastikan bahwa bongkar muat dan peralatan
pendaratan yang berhubungan langsung dengan produk
perikanan terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan
dan disanitasi serta dijaga tetap dalam keadaan baik
terpelihara atau dibersihkan;
2. Menghindari kontaminasi produk perikanan selama
bongkar muat dan pendaratan khususnya dengan cara:
a. melakukan operasi bongkar muat dan pendaratan dengan cepat;
b. menempatkan produk perikanan dan tidak terlambat
dalam melakukan perlindungan suhu sebagaimana yang
dipersyaratkan; dan
c. tidak menggunakan peralatan dan perlakuan yang
menyebabkan hal-hal kerusakan yang tidak diinginkan
pada bagian produk perikanan.
1. Peralatan yang digunakan
dapat dan mudah
dibersihkan dan disanitasi,
namun tidak dilakukan
proses sanitasi, hanya
disiram dengan air.
2. Produk dapat
terkontaminasi karena
terdapat hewan peliharaan
(anjing) di dalam transit.
3. Ganco digunakan tidak
hanya pada bagian kepala,
namun juga ekor.
4. Beberapa ikan juga
ditendang selama proses di
dalam transit.
1. Tidak dilakukan proses
sanitasi.
2. Terdapat hewan peliharaan.
3. Ada perlakuan yang dapat
mengakibatkan kerusakan
fisik ikan
Design dan Fasilitas
1. Lokasi
Lokasi harus berada di tempat yang tidak berpolusi
tinggi sehingga dapat mengkontaminasi pangan, tidak
banjir, dan mampu membuang limbah dengan efektif
Lokasi transit berada di dalam
Kompleks Pelabuhan
Perikanan Samudera Nizam
Zachman, Jakarta
67
2. Layout Tidak memungkinkan adanya kontaminasi silang Layout transit tidak baik dan
dapat menyebabkan
kontaminasi silang karena
tidak dilakukan perbedaan
ruang antara ruang
penanganan ikan dan ruang
untuk menyimpan barang,
tidak diberi bak pencuci kaki.
Dapat menyebabkan
kontaminasi silang
Terdapat Rokok di dalam ruang
transit
68
3. Permukaan dinding Permukaan dinding halus, terbuat dari bahan yang tidak
toksik, serta kedap air
Permukaan dinding terdiri dari
bahan yang tidak kedap air
Permukaan dinding tidak kedap
air
4. Langit-langit Langit-langit harus mampu meminimalkan kotoran dan
mencegah kondensasi
Langit-langit kotor dan banyak
terdapat kotoran serta sarang
laba-laba.
Langit-langit tidak bersih
5. Lantai Lantai harus memiliki kemiringan yang cukup dan
mudah dibersihkan
Lantai terbuat dari keramik
dan memiliki kemiringan yang
cukup
69
6. Jendela Jendela harus mudah dibersihkan dan meminimalkan
kotoran
Tidak terdapat jendela di
dalam ruang transit.
7. Pintu Pintu harus memiliki permukaan yang lembut, kedap
air, dan mudah dibersihkan
Tidak terdapat pintu yang
permanen, hanya terdapat
curtain
Tidak terdapat pintu
8. Area bekerja yang
kontak dengan
bahan pangan
Memiliki permukaan yang halus, mudah dibersihkan,
tidak menyerap air, dan tidak toksik
Permukaan area bekerja
terbuat dari keramik yang
didesain dengan kemiringan
yang cukup serta berwarna
putih.
70
Peralatan Peralatan harus terbuat dari bahan yang mudah
dibersihkan dan dipindahkan, tidak terbuat dari bahan
yang bersifat toksik
Peralatan yang digunakan
adalah ganco tidak terbuat dari
bahan yang mudah
dibersihkan, namun alat check
ikan terbuat dari bahan yang
mudah dibersihkan.
Ganco tidak terbuat dari bahan
yang mudah dibersihkan dan
mudah berkarat
Suplai Air Suplai air yang kontak dengan bahan pangan harus
menggunakan air dengan spesifikasi air minum
Air yang digunakan adalah air
yang diambil dari laut.
Air yang digunakan bukan
standar air minum
Higiene Personal
1. Status kesehatan
Karyawan yang diketahui atau diduga menderita
penyakit dilarang masuk ke dalam area penanganan
ikan
Tidak ada pemeriksaan
kesehatan bagi karyawan
transit.
Kesehatan karyawan tidak
diperiksa
2. Sakit Karyawan yang menderita sakit seperti diare, demam,
muntah tidak diperkenankan masuk ke dalam ruang
Tidak ada pemeriksaan
kesehatan bagi karyawan
Kesehatan karyawan tidak
diperiksa
71
produksi transit.
3. Kebersihan personal Karyawan harus memakai seragam lengkap, mulai dari
penutup kepala hingga alas kaki.
Karyawan harus sering mencuci tangan ketika keluar
dari toilet, memulai melakukan pekerjaan, dan
sebagainya
Karyawan tidak memakai
seragam bekerja, hanya
memakai boot saja.
Karyawan tidak pernah atau
jarang melakukan cuci tangan.
Tidak menggunakan pakaian
kerja
4. Sikap personal Karyawan dilarang melakukan kegiatan yang dapat
mengkontaminasi, seperti merokok, makan.
Karyawan merokok, berbicara
makan, dan minum di ruang
penanganan ikan
Tidak memperhatikan sikap
karyawan (berbicara, dsb)
5. Pengunjung Pengunjung harus mengikuti segala ketentuan higiene
yang berlaku
Pembeli ikan tidak mengikuti
ketentuan higiene yang
berlaku.
Tidak menerapkan higiene bagi
pembeli (merokok dsb)
UPI Design dan Fasilitas
1. Lokasi
CAC (2003); CAC (2009);
KEP 01/MEN/2007
a. Lokasi harus berada di tempat yang tidak berpolusi
tinggi sehingga dapat mengkontaminasi pangan, tidak
1. Lokasi UPI berada di
dalam kawasan Pelabuhan
Perikanan Samudera
Nizam Zachman, Muara
72
banjir, dan mampu membuang limbah dengan efektif
b. Kondisi lingkungan bersih dan selalu dijaga
kebersihannya
c. Sistem pembuangan air/saluran bersih dan tidak
memungkinkan arus balik ke dalam ruang
pengolahan
d. Kondisi tanah tidak memungkinkan terjadinya
kontaminasi ke dalam fasilitas
Baru, Jakarta
2. Kondisi lingkungan di
sekitar pabrik selalu dijaga
kebersihannya
3. Sistem pembuangan air
tidak memungkinkan arus
balik
4. Kondisi tanah tidak
memungkinkan adanya
kontaminasi
2. Design dan layout a. Tidak memungkinkan adanya kontaminasi silang
b. Area UPI memadai untuk melakukan pekerjaan
dalam kondisi saniter dan higienis
c. Area UPI terdapat di daerah industri yang telah
disetujui
d. Area bersih terpisah dari area kotor
e. Layout dapat mencegah kontaminasi
1. Ruang pengolahan terpisah
dengan ruang ganti
pakaian, toilet, kantor, dan
gudang
2. Area UPI memadai untuk
melakukan pekerjaan
dengan saniter dan higienis
3. UPI berada di kawasan
industri Pelabuhan
Perikanan Samudera
Nizam Zachman
4. Design dan layout
perusahaan dapat dilihat
pada Lampiran 9
2.1. Ruang Penerimaan e. a. a. Ruang penerimaan bersih dan mudah diperbaiki
f. b. b. Tersedia cukup air bersih sesuai dengan ketentuan
g. c. c. Saluran pembuangan tepat dan bersih
h. d. d. Ruang penerimaan tertutup dari lingkungan luar
1. Ruang penerimaan selalu
dijaga kebersihannya
2. Pasokan air cukup dan
tekanan air cukup untuk
melakukan pencucian
73
3. Saluran pembuangan tepat
dan bersih
4. Ruang penerimaan tertutup
dari lingkungan luar dan
dibatasi oleh curtain
2.1.1. Permukaan diniding Permukaan dinding halus, terbuat dari bahan yang tidak
toksik, serta kedap air
Permukaan dinding terbuat
dari keramik, berwarna putih,
mudah dibersihkan, dan kedap
air
2.1.2. Lantai Lantai harus memiliki kemiringan yang cukup dan
mudah dibersihkan
Kemiringan lantai cukup dan
tidak ada air yang
menggenang
2.1.3. Langit-langit Langit-langit harus mampu meminimalkan kotoran dan
mencegah kondensasi
Langit-langit mampu
mencegah kondensasi dan
74
mudah dibersihkan
2.1.4. Jendela Jendela harus mudah dibersihkan dan meminimalkan
kotoran
Tidak terdapat jendela
2.1.5. Pintu Pintu harus memiliki permukaan yang lembut, kedap
air, dan mudah dibersihkan
Pintu terbuat dari bahan yang
tahan karat dan lembut
2.1.6. Area bekerja yang
kontak dengan
pangan
Memiliki permukaan yang halus, mudah dibersihkan,
tidak menyerap air, dan tidak toksik
Area bekerja yang kontak
dengan ikan terbuat dari
keramik berwarna putih yang
mudah dibersihkan dan selalu
dijaga kebersihannya
2.2. Ruang Penanganan
dan pengolahan
2.2.1. Permukaan diniding a. Permukaan dinding halus, terbuat dari bahan yang
tidak toksik, serta kedap air dan tahan lama
b. Permukaan dinding halus, tanpa retak, celah, atau
1. Permukaan dinding terbuat
dari keramik berwarna
putih yang kedap air dan
1. Terdapat beberapa bagian
permukaan dinding yang
berlubah dan memiliki
75
lubang, serta mudah dibersihkan dan didesinfeksi
c. Bebas dari penonjolan dan seluruh pipa dan kabel
ditutup dengan baik
d. Pertemuan antara lantai dan dinding serta dinding dan
dinding mudah dibersihkan
mudah dibersihkan
2. Terdapat beberapa
permukaan dinidng yang
berlubang dan tidak halus
3. Seluruh kabel dan pipa
tertutup dengan baik
4. Pertemuan antara lantai
dan dinding serta dinding
dan dinding tidak
membentuk sudut yang
sulit dibersihkan, namun
masih ada beberapa titik
yang membentuk sudut
celah serta tidak halus
2. Terdapat beberapa titik
yang membentuk sudut
pada pertemuan lantai dan
dinding serta dinding dan
dinding
2.2.2. Lantai a.Lantai harus memiliki kemiringan yang cukup dan
mudah dibersihkan serta didesinfeksi
b. Terbuat dari bahan yang kedap air, tidak beracun,
tidak menyerap, tidak licin, dan tidak retak
1. Lantai memiliki kemiringan
yang cukup sehingga tidak
terdapat air yang
menggenang
2. Terbuat dari keramik
berwarna putih yang kedap
76
air dan mudah dibersihkan
serta didesinfeksi
2.2.3. Langit-langit a. Langit-langit dirancang untuk mencegah akumulasi
kotoran, mengurangi kondensasi dan pertumbuhan
jamur, dan pengelupasan
b. Bebas dari retak dan celah
c. Permukaannya halus, mudah dicuci dan berwarna
terang untuk menjamin kebersihannya
1. Langit-langit berwarna abu-
abu muda dan terbuat dari
aluminium serta tidak
menyebabkan kondensasi
2. Permukaannya halus dan
mudah dicuci
2.2.4. Ventilasi a. Ventilasi mencukupi
b. Memungkinkan untuk menyaring uap air
c. Tidak terjadi kondensasi di ruangan yang
mempengaruhi produk atau material pengemasan
1. Ventilasi mencukupi dan
memungkinkan untuk
menyaring uap air
2. Tidak terjadi kondensasi
77
2.2.5. Pintu a. Pintu harus memiliki permukaan yang lembut, kedap
air, tahan korosi, serta menutup secara otomatis
b. Mudah dibersihkan dalam kondisi baik serta
dilengkapi dengan alat pencegah lalat
1. Pintu terbuat dari
aluminium berwarna abu-
abu muda yang lembut,
tahan air, tahan korosi, dan
menutup semi otomatis
2. Mudah dibersihkan dan di
pintu masuk terdapat alat
pencegah lalat/serangga
1. Pintu tidak menutup secara
otomatis
2.2.6. Area bekerja yang
kontak dengan
pangan
Memiliki permukaan yang halus, mudah dibersihkan,
tidak menyerap air, dan tidak toksik
1. Area bekerja yang kontak
dengan ikan merupakan
peralatan yang terbuat dari
stainless steel berwarna
abu-abu dan talenan
berwarna putih.
2. Peralatan ini tidak
menyerap air, tidak toksik,
78
dan mudah dibersihkan
2.3. Ruang pendinginan,
es, dan gudang
beku
2.3.1. Permukaan diniding a. Permukaan dinding halus, terbuat dari bahan yang
tidak toksik, serta kedap air dan tahan lama
b. Permukaan dinding halus, tanpa retak, celah, atau
lubang, serta mudah dibersihkan dan didesinfeksi
c. Bebas dari penonjolan dan seluruh pipa dan kabel
ditutup dengan baik
d. Pertemuan antara lantai dan dinding serta dinding dan
dinding mudah dibersihkan
1. Permukaan dinding halus
terbut dari aluminium yang
kedap air, berwarna terang,
tahan lama
2. Permukaan dinding halus
dan tanpa retak serta mudah
didisnfeksi
2.3.2. Lantai a.Lantai harus memiliki kemiringan yang cukup dan
mudah dibersihkan serta didesinfeksi
1. Lantai memiliki kemiringan
yang cukup dan mudah
1. Lantai licin karena es yang
menepel pada lantai
79
b. Terbuat dari bahan yang kedap air, tidak beracun,
tidak menyerap, tidak licin, dan tidak retak
dibersihkan serta terbuat
dari bahan yang kedap air
dan tidak menyerap air
2. Kondisi lantai licin karena
es yang menempel
2.3.3. Langit-langit a. Langit-langit dirancang untuk mencegah akumulasi
kotoran, mengurangi kondensasi dan pertumbuhan
jamur, dan pengelupasan
b. Bebas dari retak dan celah
c. Permukaannya halus, mudah dicuci dan berwarna
terang untuk menjamin kebersihannya
1. Langit-langit berwarna
terang, dirancang untuk
mencegah akumulasi
kotoran dan kondensasi
2. Bebas dari retak dan celah
3. Permukaannya halus dan
mudah dicuci
3. Peralatan a. Peralatan harus terbuat dari bahan yang mudah
dibersihkan, didesinfeksi dan dipindahkan, tidak
terbuat dari bahan yang bersifat toksik
b. Dilakukan monitoring pembersihan dan sanitasi
peralatan
c. Terbuat dari bahan yang tahan karat, kedap air
dengan permukaan yang halus
d. Selalu terjaga dalam kondisi yang bersih
e. Fasilitas dan peralatan dibersihkan minimal satu kali
1. Peralatan yang digunakan,
seperti meja produksi, pisau
terbuat dari bahan stainless
steel yang mudah
dibersihkan, tahan karat,
dan tahan air
1. Tempat pencucian alat tidak
terpisah dan tidak memiliki
pintu masuk dan keluar
yang terpisah
80
dalam sehari
f. Mempunyai tempat pencucian alat yang terpisah
g. Tempat pencucian mempunyai pintu masuk dan
keluar yang terpisah
h. Mempunyai saluran pembuangan air yang baik
i. Peralatan diberi tanda untuk area kerja yang berbeda
2. Keranjang yang digunakan
terbuat dari plastik dan
diberi warna yang berbeda
untuk area dan fungsi kerja
yang berbeda
81
3. Talenan berwarna putih dan
selalu dijaga kebersihannya
4. Peralatan selalu dibersihkan
dua kali sehari, yaitu saat
akan istirahat dan saat akan
pulang, serta dilakukan
monitoring pembersihan
5. Peralatan disimpan di dalam
anteroom ketika tidak
sedang digunakan
6. Saluran pembuangan air
baik
7. Tempat pencucian alat
berada di ruang produksi
82
4. Fasilitas
4.1. Suplai Air a. Suplai air yang kontak dengan bahan pangan harus
menggunakan air dengan spesifikasi air minum
b. Pasokan dan tekanan air cukup
c. Penandaan yang jelas antara pipa-pipa air minum
dan bukan air minum
d. Mempunyai peta distribusi air dengan outlet dan
kran yang diberi nomor seri
1. Air baku didapatkan dari
perum yang diolah melalu
proses filtrasi. Air yang
telah difilter kemudian
dipisah melalui 3 pompa.
Air yang kontak dengan
bahan pangan akan
dilewatkan pada proses
ozonasi dan sistem Reverse
Osmosis (RO) lalu masuk
ke water chiller.
2. Pasokan air dilakukan oleh
pompa 250 watt
3. Pipa air minum dan bukan
air minum terpisah dengan
jelas
4. Kran diberi nomor seri di
dalam ruang produksi
1. Tidak memiliki peta
distribusi air
4.2. Drainase dan
pembuangan limbah
a. Sistem drainase dan pembuangan limbah harus
tersedia
b. Sistem ini harus meminimalkan risiko kontaminasi
silang
c. Area pembuangan limbah terpisah
d. Tempat limbah tahan karat dan dilengkapi dengan
tutup
e. Tempat limbah dibersihkan dengan benar
f. Limbah dipindahkan minimal sekali dalam sehari
g. Wadah dan tempat penyimpanan limbah segera
1. Limbah padat hasil produksi
ditempatkan pada wadah
khusus yang terbuat dari
fiber
83
dibersihkan setelah digunakan 2. Limbah yang telah
terkumpul akan diambil
oleh pengumpul
3. Wadah tersebut dibersihkan
sekali dalam sehari
4. Limbah cair akan masuk
melalui saluran
pembuangan limbah yang
tertutup dan dialirkan keluar
pabrik lalu ditampung.
5. Pihak PPS akan mengolah
limbah tersebut
4.3. Pembersihan Fasilitas pembersihan memadai untuk membersihkan
pangan dan peralatan serta mampu mensuplai air panas
maupun dingin dalam jumlah yang cukup
1. Fasilitas pembersihan
berupa air dingin dan air
panas serta sabun.
2. Sabun untuk mencuci setiap
peralatan yang digunakan
dan dinding
3. Air panas digunakan untuk
membilas peralatan yang
telah dicuci
84
4.4. Ruang ganti, kamar
mandi, dan toilet
a. Tersedia ruang ganti dalam jumlah yang cukup
b. Dinding dan lantai ruang ganti halus, kedap air, dan
mudah dibersihkan
c. Tersedia tempat cuci tangan dengan jumlah yang
cukup dan dilengkapi dengan sabun dan desinfektan
dan pengering sekali pakai
d. Tersedia toilet dengan jumlah yang cukup dan
dilengkapi dengan sabun dan desinfektan dan
pengering sekali pakai
e. Pintu toilet tidak berhubungan langsung dengan
ruang penanganan dan pengolahan ikan
f. Toilet dilengkapi dengan sistem menyiram air
(water flushing system) dan masih berfungsi
g. Kran pada tempat cuci tangan tidak dioperasikan
1. Ruang ganti memadai dan
terpisah antara pria dan
wanita
2. Lantai terbuat dari keramik
berwarna putih yang kedap
air dan mudah dibersihkan
3. Dinding terbuat dari
keramik berwarna putih
yang kedap air dan mudah
dibersihkan
4. Tersedia tempat cuci tangan
yang memadai namun tidak
dilengkapi sabun dan
pengering sekali pakai
1. Tidak dilengkapi pengering
sekali pakai
85
dengan tangan
h. Tersedia sarana bak cuci tangan dan penyuci hama
i. Tersedia loker untuk menyimpan barang karyawan
j. Barang karyawan tidak disimpan di area
penanganan pangan
5. Terdapat 4 toilet untuk
karyawan dan 1 toilet untuk
staf
6. Toilet tidak berada dekat
ruang pengolahan dan
dilengkapi sistem menyiram
air yang masih berfungsi
7. Kran pada tempat cuci
tangan dioperasikan secara
otomatis
8. Tersedia loker untuk
menyimpan barang
karyawan
9. Karyawan tidak
diperkenankan membawa
barang atau perhiasan ke
dalam area penanganan
pangan
4.5. Kontrol Suhu Tersedia fasilitas untuk mengontrol suhu produk pangan
dan mengontrol suhu ruang
1. Terdapat termometer dan
alat pengontrol suhu di
dalam ruang produksi, chill
86
room, alat pembeku, dan
gudang beku
2. Data hasil kontrol suhu
dicatat dalam catatan
4.6. Penerangan a. Penerangan alami atau dengan lampu mampu
membuat proses yang higienis
b. Penerangan tidak merubah warna pangan
c. Penerangan ruang pengolahan dan ruang inspeksi
memadai
d. Lampu menggunakan pelindung yang aman
e. Lampu tidak menyebabkan adanya kontaminasi
1. Penerangan dengan
mengguakan lampu yang
berwarna putih dan dengan
cahaya yang memadai
2. Lampu menggunakan
pelindung yang aman
4.7. Fasilitas pencucian a. Semua pintu masuk ke area pengolahan dilengkapi 1. Pintu masuk utama ke 1. Pintu masuk dari lift tidak
87
tangan dan
desinfeksi
dengan bak cuci kaki dengan ukuran yang sesuai
b. Bak cuci kaki menggunakan air bersih dan
desinfektan
c. Semua pintu masuk ke ruang pengolahan
dilengkapi dengan fasilitas cuci tangan dan
desinfeksi yang cukup
d. Kran sir tidak dioperasikan dengan tangan
e. Menggunakan sabun dan desinfektan yang disetujui
f. Fasilitas cuci tangan dilengkapi dengan pengering
sekali pakai
dalam ruang pengolahan
dilengkapi dengan bak cuci
kaki dengan ukuran yang
sesuai dan fasilitas cuci
tangan
2. Pintu masuk dari lift tidak
dilengkapi oleh bak cuci
kaki dan fasilitas cuci
tangan
3. Bak cuci kaki menggunakan
air bersih dan diberi klorin
200 ppm
4. Kran air dioperasikan
dengan otomatis
5. Fasilitas cuci tangan tidak
dilengkapi pengering sekali
pakai
6. Menggunakan sabun yang
disetujui
dilengkapi bak cuci kaki
dan fasilitas cuci tangan
2. Tidak dilengkapi pengering
sekali pakai pada fasilitas
cuci tangan
88
4.8. Fasilitas pembekuan
dan penyimpanan
beku
a. Kapasitas alat pembeku dan gudang beku memadai
b. Mampu menyimpan ikan dengan suhu ikan pada
minimal -18 ˚C
c. Dilengkapi dengan alat pencatat suhu yang mudah
dibaca
d. Penyimpanan produk menggunakan pallet untuk
mencegah kontaminasi
e. Penyimpanan produk dengan metode FIFO
f. Sensor suhu pada alat pencatat suhu tidak diletakkan
di lokasi/area yang mempunyai suhu paling tinggi
g. Dilengkapi tirai pada pintu masuk anteroom dan
gudang beku
h. Mempunyai fasilitas anteroom
1. Kapasitas alat pembeku dan
gudang beku memadai
2. Fasilitas pembekuan
mampu menyimpan ikan
pada suhu -18 ˚C dan
dilengkapi dengan alat
pencatat suhu
3. Produk disimpan dengan
1. Tidak terdapat tirai pada
pintu masuk anteroom
89
menggunakan pallet unutk
tuna saku, ground meat dan
keranjang untuk loin
4. Penyimpanan produk
dengan metode FIFO
5. Fasilitas pembekuan
dilengkapi tirai pada pintu
sedangkan anteroom tidak
dilengkapi tirai
4.9. Pembuatan dan
penggunaan es
a. Es dibuat dari air bermutu air minum
b. Es disimpan dalam tempat/wadah yang didesain
khusus untuk menyimpan es
c. Tempat penyimpanan es bersih dan dipelihara
dengan baik
1. Es dibuat dari air yang telah
melewati proses ozonasi
2. Es disimpan dalam tempat
khusus es yang bersih dan
dipelihara dengan baik
5. Prosedur Pengendalian
5.1. Pengendalian bahaya
pangan
Pelaku bisnis industri pangan harus melakukan:
a. Mengidentifikasi tahap kritis dalam proses produksi
pangan
b. Mengimplementasikan prosedur pengendalian yang
efektif pada tahapan tersebut
c. Mengawasi proses pengendalian agar berjalan
1. Setiap proses produksi
dituangkan dalam diagram
alir proses dalam HACCP
Plan
2. Dilakukan identifikasi
bahaya, titik kritis, dan
90
efektif
d. Melakukan review secara berkala
prosedur monitoring, dan
tindakan koreksinya dalam
HACCP Plan
5.2. Aspek kunci dalam
pengendalian sistem
higiene
a. Melakukan pengendalian terhadap waktu dan suhu
proses
b. Alat pengukur suhu diperiksa secara berkala
c. Melakukan pengawasan secara spesifik pada
berbagai proses seperti pendinginan, proses termal,
iradiasi, pengeringan, pengawetan kimiawi, dan
packing dengan modifikasi atmosfer
d. Pengendalian terhadap kontaminasi mikrobiologi,
kimiawi, dan fisik
e. Pengendalian terhadap kontaminasi silang
1. Mengukur dan mencatat
suhu ikan saat penerimaan
bahan baku
2. Mengukur dan mencatat
suhu produk dan ruangan
pendinginan, pembekuan,
dan gudang beku
3. Melakukan pengecekan
produk dari adanya
kontaminasi mikrobiologi
(analisis lab) dan fisik
(metal detector)
5.3. Persyaratan bahan
baku
a. Bahan baku tidak mengandung parasit, toksin,
pestisida, dan terdekomposisi
b. Dilakukan proses sortir sebelum diproses
c. Laboratorium internal melakukan pemeriksaan
d. Temperatur < 3 ˚C
e. Peralatan yang digunakan dalam keadaan bersih
f. Waktu pencucian tidak lebih dari 3 menit
g. Produk yang tidak segera diproses diberi es atau
dimasukkan ke dalam pendingin
h. Dilakukan pengesan kembali pada produk yang
sudah dies secara teratur
i. Produk yang sudah dies dikemas atau dimasukkan
ke pendingin
j. Pembuangan isi perut dan kepala dilakukan dengan
1. Bahan baku yang diterima
adalah ikan tuna grade B
dengan suhu pusat < 3 ˚C
dan memenuhi persyaratan
organoleptik (tidak bau dan
tekstur daging kenyal)
2. Proses pencucian cepat ± 1
menit
3. Peralatan selama proses
penerimaan bahan baku
dalam keadaan bersih
4. Setalah pembuangan kepala
tidak dilakukan pencucian
dengan air
1. Tidak dilakukan pencucian
setelah dilakukan
pemotongan kepala
91
higienis
k. Setelah pembuangan kepala dan isi perut segera
dilakukan pencucian dengan air yang
dipersyaratkan
l. Pembuatan fillet dan pemotongan dilakukan di
tempat yang berbeda dengan pembuangan isi perut
dan kepala
m. Proses pemfilletan dan pemotongan dilakukan
dengan air yang dipersyaratkan
n. Tidak ada penundaan dalam proses pembuatan fillet
atau steak
o. Fillet dan steak segera dibekukan
p. Jeroan dan bagian yang tidak dibutuhkan cepat
dipisahkan dari produk
5. Limbah hasil pemotongan
diletakkan pada wadah
khusus
6. Ikan yang tidak langsung
diproses disimpan pada bak
yang diberi es
5.4. Pengemasan a. Bahan dan desain pengemas harus memadai untuk
mencegah kontaminasi, mencegah kerusakan, dan
memenuhi ketentuan pelabelan
b. Pengemasan dilakukan pada kondisi higienis untuk
menghindarkan kontaminasi
c. Bahan pengemas yang kontak dengan produk tidak
boleh memperburuk karakteristik produk secara
organoleptik
d. Bahan pengemas yang kontak dengan produk tidak
menularkan bahan berbahaya
e. Bahan pengemas yang tidak digunakan disimpan di
tempat yang jauh dari area pengolahan dan
terlindung dari debu dan kontaminasi
f. Kemasan ikan dan produk serta dokumen-dokumen
yang menunjukkan nomor persetujuan (approval
1. Bahan pengemas adalah
plastik vakum dan master
karton
2. Bahan pengemas yang
kontak dengan produk tidak
menurunkan mutu produk
3. Kondisi pengemasan
bersifat higienis
4. Bahan pengemas yang tidak
digunakan disimpan di
dalam gudang dam
melewati proses ozonasi
saat akan memasuki ruang
produksi
5. Pada kemasan karton
92
number) yang diberikan oleh competent authorithy
diikuti oleh ringkasan atau deskripsi produk, jenis
produk, tahun, bulan, dan tanggal produksi
g. Kemasan menunjukkan dalam kalimat jelas “Produk
dari Indonesia”
mencakup informasi
nutrition fact, jenis produk,
berat bersih, petunjuk
penggunaan dan
penyimpanan produk, kode
produksi, tanggal produksi,
dan “Product of Indonesia”,
serta “Dolphin Safe”
6. Terdapat nomor persetujuan
dari FDA.
FDA Registration No.
14928704680
5.5. Air Air yang digunakan dalam proses pengolahan pangan
baik yang sebagai bahan baku, es, dan air yang kontak
dengan bahan pangan adalah air yang berspesifikasi air
minum (sesuai KepMenKes RI No
907/MENKES/SK/VII/2002)
1. Air yang digunakan adalah
air yang telah melewati
proses ozonasi dan Reverse
Osmosis (RO)
5.6. Manajemen dan
supervisi
a. Manajer dan supervisor harus memiliki pengetahuan
yang cukup mengenai higiene pangan sehingga
dapat menetukan risiko potensial, melakukan
tindakan pencegahan dan koreksi, dan memastikan
proses pengawasan dapat berjalan dengan efektif
b. Tindakan pencegahan diikuti
c. Prosedur monitoring diikuti
d. Tindakan perbaikan dilakukan atau diikuti
1. Manajer mengerti dan
menerapkan program
higiene dalam proses
produksi
2. Manajer membuat aturan
mengenai pelaksaan
program higiene
3. Manajer mengikuti
pelatihan manajemen mutu
5.7. Dokumentasi dan
rekaman
a. Rekaman data selama proses pengolahan, produksi,
dan distribusi harus disimpan sampai masa simpan
1. Seluruh proses produksi
dilakukan perekaman
93
produk habis
b. Rekaman telah dimutakhirkan
c. Rekaman dapat dipercaya
d. Dokumen tidak dipalsukan
e. Rekaman tersedia
dengan baik
2. Tidak ada dokumen yang
dipalsukan dan dapat
dipercaya
3. Rekaman selalu
dimutakhirkan dan tersedia
di dalam ruang manajemen
5.8. Prosedur penarikan a. Manajer harus mengetahui cara yang cepat dan
efektif untuk menarik kembali produk yang telah
beredar di pasaran karena diduga dapat
membahayakan kesehatan konsumen
b. Proses penarikan ini harus berada di bawah
pengawasan hingga produk ini dimusnahkan atau
untuk kepentingan lain yang tidak membahayakan
kesehatan manusia
1. Sistem traceability telah
dilakukan dengan baik
dengan memberi batch dan
kode-kode produksi
2. Terdapat prosedur
penarikan di dalam HACCP
Plan Perusahaan
6. Pemeliharaan dan
sanitasi
6.1. Pemeliharaan dan
pembersihan
a. Pembersihan dilakukan dengan menghilangkan
kotoran dan residu sehingga mencegah kontaminasi
b. Pembersihan secara kimiawi harus dilakukan
dengan hati-hati dan tidak menimbulkan
kontaminasi
c. Pembersihan dapat dilakukan dengan berbagai cara,
seperti dengan panas, penggosokan, pembersihan
vakum atau metode lain dengan menggunakan air
dan bahan kimia seperti desinfektan, basa, dan asam
d. Program pembersihan harus dapat memastikan
bahwa setiap area bersih
e. Program pembersihan harus mencakup:
1. Pembersihan ruangan
dilakukan dengan
melakukan pencucian pada
dinding ruang proses dan
menyiram dengan air
2. Selama proses produksi,
lantai selalu disiram dengan
air
3. Pembersihan peralatan
dilakukan dengan mencuci
dengan sabun, dan
membilas dengan air panas
94
1. Area dan peralatan bersih
2. Tanggung jawab dari setiap bagian tugas
3. Metode dan frekuensi pembersihan
4. Pengawasan
4. Adanya program piket
untuk mengatur program
pembersihan
6.2. Pengawasan
binatang pengerat
(pest control)
a. Tersedia dengan jumlah yang cukup fasilitas
pencegah binatang pengerat
b. Tersedia prosedur dan frekuensi pest control serta
bahan kimia yang disetujui
c. Tersedia peta penempatan perangkap dan umpan
(verifikasi harus dilakukan)
d. Tersedia prosedur pembuangan binatang
pengganggu yang mati
e. Tersedia prosedur program pembersihan setelah
fumigasi
f. Pemberian nomor dan penempatan penangkapan
lalat
g. Pembasmi tikus, pembasmi serangga, disinfektan
dan racun lainnya tersimpan dalam lemari yang
dapat dikunci
h. Tidak terdapat barang/benda/tempat yang menarik
kehadiran hewan pengerat/serangga
i. Upaya pengawasan penceghan dan pembasmian
1. Program pest control
dilakukan dengan sistem
kontrak dengan perusahaan
pest control
2. Program dilakukan setiap 1
bulan 2 kali.
3. Petugas dari PT X berfungsi
untuk melakukan supervisi
terhadap tugas yang
dilakukan oleh perusahaan
pest control
4. Pemberian penagkap lalat
dilakukan di beberapa titik,
seperti pintu masuk ruang
pengolahan, dan
sebagainya.
5. Binatang pengganggu yang
mati dibuang tanpa
menyebabkan kontaminasi
6. Terdapat pula anti rayap
untuk beberapa tempat.
6.3. Manajemen limbah Limbah tidak terakumulasi pada proses penanganan
pangan, penyimpanan pangan, dan area pengolahan
1. Limbah padat setiap hari
selalu diambil oleh
pengumpul
2. Limbah cair dialirkan ke
95
kolam penampungan
pelabuhan
6.4. Efektivitas
pengawasan
Program sanitasi harus diawasi secara berkala,
dilakukan verifikasi, dan sampling mikrobiologi dari
lingkungan, dan dilakukan review secara berkala
1. Program sanitasi dilakukan
di bawah pengawasan
manajer umum dan secara
berkala dilakukan sampling
mikrobiologi dan direkam
7. Higiene personal
7.1. Status kesehatan a. Karyawan yang diketahui atau diduga menderita
penyakit dilarang masuk ke dalam area penanganan
ikan
b. Setiap karyawan mendapat pengecekan kesehatan
dan dilakukan secara berkala (cek record dan
verifikasi)
1. Status kesehatan karyawan
selalu dicek setiap 6 bulan
sekali
2. Karyawan yang
kesehatannya
memungkinkan untuk
mengkontaminasi produk,
dialihkan ke bagian lain
3. Program pengecekan status
kesehatan karyawan
dilakukan bekerjasama
dengan klinik pelabuhan.
Hal ini karena pertimbangan
program pengecekan yang
lengkap dan harga yang
ekonomis, serta jarak yang
tidak terlalu jauh
4. Program pengecekan
kesehatan yang dilakukan
adalah torax, feses, mata,
urin, telinga, buta warna,
96
dan tensi tekanan darah
5. Pengcekan kesehatan ini
berlaku wajib bagi seluruh
karyawan dan staf yang
menangani ikan
7.2. Sakit a. Karyawan yang menderita sakit seperti diare,
demam, muntah tidak diperkenankan masuk ke
dalam ruang produksi
b. Luka ditutup dengan perban yang tahan air
c. Tersedia sarana pertolongan pertama
1. Karyawan yang menderita
sakit tidak boleh melakukan
kegiatan produksi
1. Tidak dicek secara pasti
siapa saja karyawan yang
sakit
7.3. Kebersihan personal a. Karyawan harus memakai seragam lengkap, mulai
dari penutup kepala hingga alas kaki.
b. Semua karyawan mengenakan pakaian yang sesuai
dan bersih (jumlah pakaian seragam per karyawan
dan frekuensi ganti pakaian dicek)
c. Karyawan harus sering mencuci tangan ketika
keluar dari toilet, memulai melakukan pekerjaan,
dan sebagainya
d. Pakaian kerja karyawan dicuci oleh UPI
e. Karywan menggunakan tutup kepala yang dapat
menutupi rambut secara keseluruhan
1. Karyawan memakai topi
yang menutupi rambut,
masker, seragam dan boot
2. Karyawan harus melepas
seluruh seragam ketika
memasuki toilet dan harus
mencuci tangan setelah
keluar toilet
3. Seragam karyawan harus
dicuci setelah digunakan
selama 2 hari
4. Seragam dicuci oleh UPI
1. Tidak dikontrol
penggantungan baju pada
ruang ozon, baik pada saat
istirahat maupun pada saat
selesai bekerja
7.4. Sikap personal a. Karyawan dilarang melakukan kegiatan yang dapat
mengkontaminasi, seperti merokok, makan.
b. Terdapat tanda-tanda yang jelas untuk pelarangan
merokok, makan, meludah, dan lainnya di ruang
pengolahan dan tempat penyimpanan
1. Terdapat larangan untuk
makan, merokok, dan
meludah di dalam kawasan
pabrik
2. Karyawan tidak ada yang
merokok dalam lingkungan
1. Banyak karyawan yang
bercanda di ruang produksi
saat menganggur dan sering
membetulkan topi dan
masker
97
pabrik
3. Makan hanya diizinkan di
ruang istirahat
4. Banyak karyawan yang
bercanda di ruang produksi
ketika menganggur dan
membetulkan topi dan
masker
7.5. Pengunjung Pengunjung harus mengikuti segala ketentuan higiene
yang berlaku
1. Pihak manajemen dan
mahasiswa pkl atau pihak
eksternal yang masuk ke
dalam ruang produksi harus
mengikuti peraturan yang
berlaku
8. Pelatihan
8.1. Kepedulian dan
tanggung jawab
Karyawan harus peduli dan bertanggung jawab untuk
melindungi produk dari kontaminasi dan kerusakan
serta harus memiliki kemampuan untuk menangani
produk dengan higienis
1. 97,1% responden dari
karyawan menyatakan
peduli terhadap kebersihan
selama bekerja
2. 94,1% responden dari
karyawan menyatakn peduli
terhadap produk yang
dihasilkan perusahaan.
8.2. Program pelatihan Program pelatihan harus mencakup:
1. Sifat alami dari produk, mengenai bakteri
patogen dan mikroorganisme pembusuk
2. Sikap ketika menangani dan mengemas produk
3. Batas aman produk sebelum dikonsumsi
4. Kondisi produk saat disimpan
1. Program pelatihan internal
dilakukan dengan Learning
by Doing. Hal ini
dimaksudnkan agar
karyawan dapat mengerti
secara utuh mengenai
98
5. Umur simpan dari produk sistem higiene perusahaan
2. Pelatihan eksternal
diberikan kepada karywan
tertentu, seperti QC dan
analis laboratorium
8.3. Instruksi dan supervisi Supervisi perlu dilakukan secara berkala untuk meliht
efektivitas dari pelatihan yang dilakukan
1. Supervisi dilakukan oleh
mandor dan beberapa kali
dikontrol langsung oleh
manajer produksi
2. Pada saat supervisi dapat
dilihat pengetahuan
karyawan tentang higiene
yang diaplikasikan pada
pekerjaannya
8.4. Pembaharuan
pelatihan
Program pelatihan harus selalu dilakukan review dan
diperbaharui sesuai dengan keperluan yang ada
1. Program pelatihan
karyawan dilakukan secara
Learning by Doing sehingga
materi yang diberikan selalu
disesuaikan dengan
kebutuhan dari karyawan
9. Informasi produk dan
kepedulian konsumen
9.1. Identifikasi lot Setiap kontainer atau sarana pengangkut harus ditandai
dengan identitas produsen dan lot
1. Setiap produk yang akan
diekspor telah diberi
identitas dalam kontainer
dan dicatat
9.2. Informasi produk Semua produk pangan harus diberi informasi yang
memadai agar dapat digunakan pada rantai pangan
berikutnya dengan aman dan benar
1. Semua produk telah
diberikan informasi yang
memadai bagi konsumen
99
dan pihak lain yang
menagani produk termasuk
cara penyimpanan produk
9.3. Pelabelan Semua produk pangan harus diberi label dengan benar
agar dapat digunakan pada rantai pangan berikutnya
dengan aman dan benar
1. Setiap produk telah
diberikan label sesuai
dengan ketentuan yang
berlaku
9.4. Pendidikan konsumen Program ini dilakukan untuk memberi pengetahuan
kepada konsumen mengenai sifat produk dan kaitan
antara suhu dan kerusakan produk
1. Pendidikan kepada
konsumen dilakukan
dengan memberikan
keterangan yang jelas pada
label produk bahwa produk
harus disimpan pada suhu
tertentu dan pemberian
tanggal produksi
Eksportir 1. Transportasi CAC (2009); KEP 01/MEN/2007
100
1.1. Persyaratan a. Sarana distribusi hasil perikanan baik yang digunakan
untuk hasil tangkapan maupun budidaya harus dijaga
dalam keadaan bersih dan baik untuk menghindari
kontaminasi dan kerusakan fisik, dan didesain agar
mudah dibersihkan dan/atau disanitasi
b. Sarana pengangkut harus dapat melindungi produk
dari risiko penurunan mutu dan keamanan hasil
perikanan
c. Dapat menjaga suku, kelembaban, dan atmosfer
secara efektif untuk mencegah kontaminasi dan
kerusakan produk
d. Suhu, kelembaban, dan atmosfer dapat dikontrol
dengan efektif
e. Dapat dibersihkan dan didesinfeksi dengan efektif
f. Pelaku usaha distribusi hasil perikanan harus
mendokumentasikan sistem manajemen keamanan
pangannya yang mencakup GHdP yang diterapkan
g. Menjamin bahwa dokumen yang dikembangkan
selalu dijaga tetap terkini
h. Memelihara dokumen lainnya dan rekaman hingga
periode waktu tertentu
1. Sistem transportasi yang
dilakukan adalah dengan
menggunakan kontainer.
2. Kontainer yang digunakan
merupakan kontainer yang
memiliki desain untuk
menghindari kontaminasi
dan kerusakan fisik, mudah
dibersihkan dan disanitasi
3. Kontainer dilengkapi
dengan pendingin udara
sehingga dapat menjaga
suhu produk tetap terjaga
dan memiliki data rekaman
suhu selama pendingin
udara hidup
4. Pihak perusahaan memiliki
data penyimpanan suhu
selama proses distribusi
melalui data rekaman.
1.2. Penggunaan dan
pemeliharaan
a. Sarana berupa kendaraan pengangkut tidak digunakan
untuk tujuan lain selain hasil perikanan yang dapat
1. Kontainer yang digunakan
untuk melakukan ekspor
101
mengontaminasi hasil perikanan
b. Bila pada saat yang sama sarana kendaraan yang
digunakan juga untuk mengangkut produk lain, harus
dipisahkan dan dijamin kebersihannya agar tidak
mengontaminasi hasil perikanan
c. Saran pengangkut harus tetap dijaga kebersihannya
d. Sebaiknya sarana pengangkut harus didesain untuk
transpotasi pangan dan digunakan untuk tujuan
tersebut
adalah kontainer yang
dikhususkan untuk
mengangkut bahan pangan
2. Kontainer yang akan
digunakan akan dicuci
terlebih dahulu dan
didinginkan hingga
mencapai suhu yang sesuai
sebelum produk
dimasukkan
102
Lampiran 5. Format Angket Pengetahuan Hygiene Karyawan
[modifikasi Aarnisalo et al. (2006)]
Silanglah jawaban yang menurut anda benar
1. Seberapa sering anda masuk ke dalam ruang produksi
a. Terus menerus di dalam ruang produksi
b. Lebih dari 5 kali
c. Tidak lebih dari 5 kali
d. 2-3 kali
e. Sekali
f.Tidak pernah
2. Seberapa sering anda menyentuh permukaan produk secara langsung
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Jarang
e. Tidak pernah
3. Pakaian pelindung apa yang anda gunakan
a. Alas kaki/ Boots
b. Topi
c. Pakaian seragam lengkap
d. Sarung tangan
e. Baju seragam
f.Lainnya
4. Kapan anda mencuci tangan selama waktu bekerja
a. Setelah keluar toilet
b. Setelah bekerja ketika tangan kotor
c. Sebelum makan siang
d. Sebelum memasuki area produksi
e. Sebelum bekerja tanpa menggunakan sarung tangan
f.Setelah merokok
g. Lainnya
5. Seberapa sering anda mencuci peralatan yang anda gunakan
a. Selalu setelah bekerja
b. 1x sehari
c. 1x seminggu
d. 2-4 kali sebulan
e. 2 kali sebulan
f.1 kali sebulan
g. 1 kali setahun atau kurang
h. Tidak pernah
6. Apakah anda mengerti mengenai higiene
a. Ya
b. Pernah mendengar
c. Tidak
7. Apakah anda peduli dengan kebersihan selama bekerja
a. Ya
b. Biasa saja
c. Tidak
103
8. Apakah anda peduli dengan produk yang dihasilkan perusahaan
a. Ya
b. Biasa saja
c. Tidak
9. Apakah anda paham mengenai histamin
a. Ya
b. Pernah mendengar
c. Tidak
10. Apakah anda paham mengenai kontaminasi
a. Ya
b. Pernah mendengar
c. Tidak
Lampiran 6. Pedoman Skor Likelihood RFMEA
Skor Likelihood (L) Peluang atau Kemungkinan Terjadi Satu
Peristiwa Berisiko
9 atau 10 Hampir pasti akan terjadi, peluang 90-100%
7 atau 8 Akan terjadi, peluang sekitar 70-80%
5 atau 6 Mungkin terjadi atau tidak terjadi, peluang 50%
3 atau 4 Sangat mungkin tidak akan terjadi, peluang 30-
40%
1 atau 2 Hampir pasti tidak akan terjadi, peluang 10-
20%
Lampiran 7. Pedoman Skor Impact RFMEA
Skor Impact (I) Pengaruh terhadap Aspek Teknis
9 atau 10 Berdampak pada produk akhir atau suatu item
tidak dapat digunakan lagi
7 atau 8 Berdampak pada produk akhir atau suatu item
yang tidak dapat digunakan oleh klien atau
pelanggan
5 atau 6 Berdampak pada produk akhir atau suatu item
yang membutuhkan persetujuan klien atau
pelanggan apakah mau menerima atau tidak
produk itu
3 atau 4 Berdampak kecil pada produk akhir atau suatu
item yang cukup membutuhkan persetujuan dari
pihak internal perusahaan untuk menyerahkan
produk itu kepada klien atau pelanggan
104
1 atau 2 Tidak berdampak pada produk akhir atau suatu
item
Lampiran 8. Pedoman Skor Detection RFMEA
Skor Detection (D) Kemampuan Metode Deteksi terhadap Risiko
9 atau 10 Tidak ada metode deteksi atau metode deteksi
yang ada tidak mampu memberikan cukup
waktu untuk melaksanakan rencana kontingensi
7 atau 8 Metode deteksi tidak terbukti atau tidak andal,
atau efektivitas metode deteksi tidak diketahui
untuk mendeteksi tepat waktu
5 atau 6 Metode deteksi memiliki tingkat efektivitas
yang rata-rata (medium)
3 atau 4 Metode deteksi memiliki tingkat efektivitas
yang tinggi
1 atau 2 Metode deteksi sangat efektif dan hampir pasti
risiko akan terdeteksi dengan waktu yang cukup
untuk melaksanakan rencana kontingensi
Lampiran 9. Layout PT X
105
106
Lampiran 10. Form Kontrol Suhu PT X
Lampiran 11. Sertifikat HACCP PT X
PT X
PT X
107
Lampiran 12. Prosedur Penarikan PT X
Backward:
1. Nama kapal dan suplier
2. Tanggal kedatangan bahan baku
3. Suhu di setiap tahapan proses
4. Mutu bahan baku
5. Hasil dari nilai histamin
6. Hasil pengecekan mikrobiologi
Upward:
1. Nama perusahaan
2. Nama produk
3. Tanggal produksi
4. Tanggal pengiriman
5. Berat bersih
6. Nomor Health Certificate
7. Nama penerbangan
8. Nomor Airway Bill
9. Nomor styrofoam
10. Spesies
Lampiran 13. Form Pest Control PT X
PT X
108
Lampiran 14. Hasil Pengecekan Kesehatan Karyawan
Lampiran 15. Surat Keterangan Pemasok
PT X
PT X
PT X
PT X
TRANSIT A DAN B MUARA BARU
TRANSIT A DAN B MUARA BARU
109
Lampiran 16. Sertifikat Hasil Tangkapan (Catch Certificate) PT X
110
111
Lampiran 17. Harvest Vessel Receiving Record PT X
Lampiran 18. Form Daily Report Raw Material Receiving PT X
PT X
PT X
112
Lampiran 19. Form Spesifikasi Bahan Pengemas
Lampiran 20. Sertifikat Kesehatan Produk Perikanan
PT X
PT X
113
Lampiran 21. Invoice Packing List PT X
Lampiran 22. Kebijakan Manajemen PT X
PT X
PT X
PT X
114
Lampiran 23. Struktur Organisasi PT X
Lampiran 24. Tim HACCP PT X
Nama Jabatan
Cynthia Utami Koordinator HACCP
Melinda QC
Hesti Ningrum Analis Laboratorium
Nur Hadipitoyo Manajer Produksi Khow Teng Kwie Purchaising
Marsel Judianto Marketing
Supriyanto Maintenance Engineer
Lampiran 25. Pembagian Tugas Tim HACCP PT X
Jabatan Tugas
Direktur 1. Membuat Keputusan Akhir
2. Melakukan review terhadap HACCP
secara berkala
3. Melakukan review terhadap QC 4. Interaksi dengan pembeli
Koordinator QA 1. Mengkoordinir kegiatan HACCP
2. Melakukan audit secara berkala dan
review terhadap GMP dan SSOP
3. Memfasilitasi audit
4. Melakukan rekruitmen dan pelatihan
OC 1. Melakukan dokumentasi dan update
tentang HACCP
2. Melakukan audit mingguan, review, dan
pelatihan
3. Memantau HACCP, SOP, dan SSOP 4. Melakukan pengecekan produk
5. Mengecek spesifikasi dari pembeli
PT X
115
6. Memantau seluruh kegiatan pest control
Analis Laboratorium 1. Mengambil sampel produk untuk
analisis laboratorium
2. Mengambil sampel air dan es
3. Melakukan tes swabbing
4. Melakukan dokumentasi dan update
tentang HACCP
Manajer Produksi 1. Mengimplementasikan dan menjaga
SOP
2. Melakukan review dan audit SOP
3. Memastikan produk yang diproduksi sesuai dengan spesifikasi
Purchaising 1. Mendukung kegiatan pembelian
2. Melakukan pembelian material
3. Melakukan operasi terhadap logistik dan
gudang
Maintenance Engineer 1. Melakukan GMP untuk mesin pabrik
2. Melakukan perawatan untuk es, air,
pemanas air, dan listrik
3. Melakukan penrawatan untuk sistem
drainase, insulasi, dan pembekuan, serta
penerangan
4. Melakukan perawatan untuk seluruh peralatan
Marketing 1. Menyiapkan dokumen dan proses ekspor
2. Berkoordinasi dengan pembeli
3. Melakukan komunikasi bila terjadi
proses recall
4. Mengawasi proses pengiriman barang di
kapal dan melakukan review serta audit
Lampiran 26. Distribusi Dokumen PT X
Jabatan Instansi Jenis Dokumen
Direktur PT X Copy 1
Manajer QA PT X Copy 2
Manajer Produksi PT X Copy 3
Fish Inspector Dinas Perikanan DKI Jakarta Copy 4
Directorate of Quality and
Safety Certification
Badan Karantina Ikan,
Pengendalian Mutu, dan
Keamanan Hasil Perikanan,
Kementerian Kelautan dan
Perikanan RI (BKIPM KKP
RI)
Copy 5
Fish Inspection and Quality
Control
Badan Pengujian Mutu dan
Pengolahan Hasil Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta
(BPMPHPK DKI Jakarta)
Copy 6
Arsip PT X Asli
116
Lampiran 27. Diagram Alir Produksi Tuna Loin Beku PT X
Lampiran 28. Rencana Tanggap Darurat PT X
Keluhan
Direktur
Manajer Pemasaran Manajer Produksi
QC
Export Record Internal
Export Record External
PT X
117
Lampiran 29. Sertifikat Kalibrasi PT X
PT X
118
Lampiran 30. Hasil Asesmen ISO 28000 PT X
Nomor
Klausul
Interpretasi Klausul Kondisi Keterangan
Ya Tidak
4.1. Persyaratan Umum
Organisasi harus menetapkan, mendokumentasikan, menerapkan, memelihara, dan
meningkatkan sistem manajemen keamanan yang efektif untuk mengidentifikasi ancaman
keamanan, menilai risiko, dan mengendalikan serta mengurangi akibatnya
√ Sistem manajemen keamanan pangan
tertera di dalam HACCP Plan
Perusahaan
Organisasi harus terus menerus meningkatkan efektifitasnya sesuai dengan persyaratan yang
ditetapkan dalam seluruh klausul 4
√ Peningkatan efektifitas dengan adanya
amandemen jika dokumen sudah tidak
relevan dengan kondisi yang ada
Organisasi harus menetapkan ruang lingkup sistem manajemen keamanannya √ Ruang lingkup sistem manajemen
keamanan pangan
Apabila organisasi memilih untuk mensubkontrakan proses apapun yang mempengaruhi
kesesuaian dengan persyaratan ini, organisasi harus memastikan bahwa proses tersebut
dikendalikan
√ Proses sub kontrak dilakukan oleh
perusahaan khsus untuk pest control
dan tertera di dalam HACCP Plan
Pengendalian dan tanggung jawab yang dibutuhkan terhadap proses yang disubkontrakan
tersebut harus diidentifikasi di dalam sistem manajemen keamanan
√ Proses yang disubkontrakan tertera di
dalam HACCP Plan
4.2. Kebijakan Manajemen Keamanan
Manajemen puncak organisasi harus mengesahkan seluruh kebijakan manajemen keamanan.
√ Seluruh kebijakan telah disahkan oleh
Direktur perusahaan
Kebijakan harus konsisten dengan kebijakan organisasi yang lain √ Kebijakan diturunkan dalam program-
program yang konsisten dengan
kebijakan utama perusahaan
Kebijakan harus memberi kerangka kerja untuk penyusunan sasaran, target, dan program
manajemen keamanan yang spesifik
√
Kebijakan harus konsisten dengan kerangka kerja manajemen risiko dan ancaman keamanan
pada organisasi secara menyeluruh
√
Kebijakan harus memadai untuk menghadapi ancaman-ancaman pada organisasi dan sifat √
119
serta skala operasionalnya
Kebijakan harus menjabarkan sasaran manajemen keamanan secara menyeluruh dengan
jelas
√
Kebijakan harus mencakup komitmen untuk peningkatan berkesinambungan proses
manajemen keamanan
√
Kebijakan harus mencakup komitmen untuk mentaati ketentuan hukum, peraturan dan
undang-undang yang berlaku serta peraturan lainnya yang mengikat organisasi
√
Kebijakan harus disetujui oleh manajemen puncak √
Kebijakan harus didokumentasikan, diimplementasikan, dan dipelihara √ Tertulis dan terdokumentasikan pada
HACCP Plan perusahaan
Kebijakan harus dikomunikasikan kepada semua pegawai dan pihak ketiga yang relevan
termasuk kontraktor dan pengunjung dengan maksud agar mereka memahami tanggung
jawabnya masing-masing terkait masalah keamanan
√ Tidak dikomunikasikan dalam bentuk
rapat managemen, hanya secara non
formal
Kebijakan harus tersedia bagi pemangku kepentingan jika perlu √ Terdapat daftar distribusi dokumen
Kebijakan harus disesuaikan jika terjadi akuisisi atau penggabungan dengan organisasi lain
atau perubahan lain pada ruang lingkup bisnis organisasi yang mungkin mempengaruhi
keberlangsungan atau relevansi dari sistem manajemen keamanan
√ Terdapat proses amandemen
4.3. Penilaian Risiko Keamanan dan Perencanaan
4.3.1. Penilaian Risiko Keamanan
Organisasi harus menetapkan dan memelihara prosedur untuk melakukan identifikasi dan
penilaian terhadap ancaman keamanan secara terus menerus dan ancaman serta risiko yang
berkaitan dengan manajemen keamanan, dan identifikasi serta pelaksanaan tindakan
pengendalian manajemen yang diperlukan
√ Dokumen analisis bahaya terdapat
dalam HACCP Plan dan telah disahkan
oleh Direktur.
Identifikasi ancaman dan risiko keamanan, metode penilaian, dan pengendaliannya
sebaiknya dilakukan secara minimal disesuaikan dengan keadaan dan skala operasional
√
Penilaian ini harus mempertimbangkan kemungkinan timbulnya suatu kejadian dan seluruh
akibat-akibatnya yang harus dicakup:
a. Ancaman kegagalan fisik dan risiko, seperti kegagalan fungsional, kerusakan
insidental, kerusakan parah, atau ancaman teroris atau tindakan kriminal
√
Penilaian bahaya mencakup untuk
kegagalan fungsional, kerusakan
insidental.
Pengendalian bahaya bioterorism tidak
120
terdokumentasi namun diaplikasikan
dalam bentuk CCTV
b. Ancaman dan risiko operasional, termasuk pengendalian keamanan, faktor manusia
dan aktivitas lainnya yang mempengaruhi kinerja, kondisi atau keselamatan
organisasi
√
c. Kejadian alam (badai, banjir, dsb) yang mungkin menyebabkan tidak efektifnya
peralatan dan tindakan pengamanan
√ Tidak diperhitungkan dalam HACCP
Plan. Pengendaliannya hanya bersifat
spontanitas pegawai dan pencegahan
berdasarkan pengalaman
d. Faktor di luar pengendalian organisasi, seperti gagalnya peralatan dan jasa yang
dipasok dari luar
√
e. Ancaman dan risiko terhadap pemangku kepentingan seperti kegagalan untuk
memenuhi persyaratan perundangan atau rusaknya reputasi atau merk dagang
√
f. Desain atau instalasi peralatan keamanan termasuk penggantian, pemeliharaan, dsb √ Terdapat dalam rekaman selama proses
g. Manajemen informasi dan data serta komunikasi √
h. Ancaman terhadap kelangsungan operasional √
Organisasi harus memastikan bahwa hasil penilaian ini dan dampak pengendalian ini
dipertimbangkan dan bila dianggap memadai memberikan input terhadap:
a. Sasaran dan target manajemen keamanan
√
b. Program manajemen keamanan √
c. Penetapan persyaratan untuk desain, spesifikasi, dan instalasi √
d. Identifikasi sumber daya yang memadai termasuk tingkatan staf √
e. Identifikasi kebutuhan pelatihan dan keterampilan √
f. Pengembangan pengendalian operasional √
g. Kerangka kerja manajemen risiko dan ancaman organisasi secara keseluruhan √
Organisasi harus mendokumentasikan dan menjaga agar informasi di atas diperbaharui √ Setiap kebijakan perusahaan dan
prosedur kerja selalu terdokumentasi
dan diperbaharui
121
Metodologi organisasi harus identifikasi dan penilaian ancaman dan risiko harus:
a. Ditetapkan sesuai dengan ruang lingkup, sifat, dan waktu untuk memastikan bahwa
metodologinya proaktif dan bukan reaktif
√
Seluruh metodologi yang diterapkan
adalah proaktif (HACCP)
b. Mencakup pengumpulan informasi yang berkaitan dengan ancaman dan risiko
keamanan
√
c. Membuat klasifikasi ancaman dan risiko dan mengidentifikasi mana yang harus
dihindari, dihilangkan, dan dikendalikan
√ Terdapat dalam tabel analisis bahaya
d. Melakukan pemantauan atas tindakan untuk memastikan efektivitas dan jangka waktu
pelaksanaannya (lihat 4.5.1.)
√ Monitoring dilakukan untuk sistem
keseluruhan namun belum secara
personal
4.3.2. Persyaratan Hukum, Peraturan Perundangan, dan Persyaratan Keamanan Lainnya
Organisasi harus menetapkan, menerapkan, dan memelihara prosedur:
a. Untuk mengidentifikasi dan mengakses persyaratan perundang undangan yang
berlaku serta persyaratan lainnya yang mengikat organisasi terkait dengan ancaman
dan risiko keamanannya
√
Akses terhapadap persyaratan
perundangan dapat diberikan dengan
mudah karena masih berada di bawah
pembinaan PPS Nizam Zachman
b. Untuk menentukan bagaimana persyaratan ini diterapkan pada ancaman dan risiko
keamanannya
√
Organisasi harus menjaga agar informasi selalu mutakhir √
Organisasi harus mengkomunikasikan informasi relevan mengenai ketentuan hukum dan
persyaratan lainnya kepada pegawainya dan pihak ketiga terkait lainnya termasuk kontraktor
√ Adanya distribusi dokumen dan
penyampainan secara langsung dari
pihak manajemen kepada karyawan
4.3.3. Sasaran Manajemen Keamanan
Organisasi harus menetapkan, menerapkan, dan memelihara sasaran manajemen keamanan
yang terdokumentasi pada fungsi dan tingkatan yang relevan di dalam organisasi.
√
Sasaran manajemen keamanan telah
disahkan, dan diterapkan serta
terdokumentasi dalam HACCP Plan
Sasaran tersebut harus diturunkan dari dan konsisten dengan kebijakan √
Saat menetapkan dan meninjau sasarannya, organisasi harus memperhatikan:
a. Persyaratan hukum, peraturan perundangan, dan peraturan keamanan lainnya
√
b. Ancaman dan risiko keamanan √
c. Pilihan teknologi dan pilihan lainnya √
122
d. Persyaratan keuangan √
e. Persyaratan operasional √
f. Persyaratan bisnis √
g. Pandangan pemangku kepentingan √
Sasaran manajemen keamanan harus:
a. Konsisten dengan komitmen organisasi terhadap peningkatan berkesinambungan √
b. Bisa dihitung (bila memungkinkan) √
c. Dikomunikasikan kepada seluruh pegawai dan pihak ketiga terkait, termasuk
kontraktor, dengan maksud agar mereka menyadari kewajiban masing-masing
√ Tidak dikomunikasikan dalam bentuk
rapat dengan management bersama
supplier
d. Ditinjau secara berkala untuk memastikan bahwa sasaran tersebut masih tetap relevan
dan konsisten dengan kebijakan manajemen keamanan.
√ Tidak dilakukan tinjauan manajemen
secara rutin dalam bentuk rapat
e. Bila dianggap perlu, sasaran manajemen keamanan harus diubah sesuai kondisi yang
ada
√
4.3.4. Target Manajemen Keamanan
Organisasi harus menetapkan, menerapkan, dan memelihara target manajemen keamanan
yang terdokumentasi sesuai dengan kebutuhan organisasi
√
Target manajemen keamanan telah
disahkan dan diterapkan, dan
terdokumentasi di dalam HACCP Plan
Target ini harus diturunkan dari, dan konsisten dengan sasaran manajemen keamanan √
Target-terget ini harus:
a. Terinci di setiap tingkatan yang sesuai
√
Target terdapat di setiap tingkatan dan
bagian yang terangkum dalam suatu
kegiatan distribusi produk, namun
belum spesifik pada personal
b. Spesifik, terukur, bisa dicapai, relevan, dan berjangka waktu (bila memungkinkan) √
c. Dikomunikasikan kepada seluruh pegawai dan pihak ketiga terkait, termasuk
kontraktor, dengan maksud agar mereka menyadari kewajiban masing-masing
√ Tidak dikomunikasikan dalam bentuk
rapat manajemen kepada pihak ketiga.
d. Ditinjau secara berkala untuk memastikan bahwa sasaran tersebut masih tetap relevan
dan konsisten dengan sasaran manajemen keamanan
√ Tidak dilakukan tinjauan manajemen
secara rutin dalam bentuk rapat
e. Bila dianggap perlu, target manajemen keamanan harus diubah sesuai kondisi yang
ada
√
123
4.3.5 Program manajemen Keamanan
Organisasi harus menetapkan, menerapkan, dan memelihara program manajemen keamanan
untuk mencapai saasaran dan targetnya
√
Program manajemen keamanan telah
disahkan, diterapkan, dan
diokumentasikan di dalam HACCP
Plan
Program harus dioptimasi dan ditetapkan prioritasnya, dan organisasi harus menjamin bahwa
program tersebut diterapkan secara efisien dan efektif dalam biaya
√ Tidak dilihat efektif dan efisiensi dari
program yang dijalankan untuk pegawai
Program harus terdokumentasi yang berisi tanggung jawab dan wewenang yang telah
ditetapkan untuk mencapai sasaran dan target manajemen keamanan serta cara dan skala
waktu untuk mencapai target dan sasaran manajemen keamanan
√
Program tersebut harus mencakup dokumentasi yang menjelaskan:
a. Tanggung jawab dan wewenang yang telah ditetapkan untuk mencapai sasaran dan
target manajemen keamanan
√
b. Cara dan skala waktu kapan sasaran dan target manajemen keamanan harus tercapai √
Program harus ditinjau secara berkala untuk memastikan bahwa program tersebut tetap
efektif dan konsisten dengan sasran dan target
√ Tidak dilakukan tinjauan manajemen
secara rutin dalam bentuk rapat
Bila dianggap perlu, program harus diubah sesuai kondisi yang ada √
4.4. Implementasi dan Operasional
4.4.1. Struktur, Wewenang, dan Tanggung Jawab untuk Manajeman Keamanan
Organisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara struktur organisasi, peran, dan
tanggung jawab dan wewenang yang konsisten dengan pencapaian kebijakan, sasaran,
target, dan program manajemen keamanan
√
Sturuktur dan wewnang organisasi
tercantum di dalam HACCP Plan
Peran, tanggung jawab, dan wewenang tersebut harus didokumentasikan dan
dkomunikasikan kepada individu yang bertanggung jawab terhadap penerapan dan
pemeliharannya
√
124
Manajemen puncak harus memberikan bukti komitmennya terhadap pengembangan dan
penerapan sistem manajemen keamanan dan meningkatkan efektifitasnya secara
berkesinambungan dengan cara:
a. Manajemen puncak harus menunjuk anggota manajemen puncak ,di luar tanggung
jawab lainnya, harus bertanggung jawab atas seluruh desain, pemeliharaan,
dokumentasi, dan peningkatan sistem manajemen keamanan organisasi
√
Manajemen puncak menunjuk ketua tim
HACCP
b. Menunjuk seseorang atau lebih dari manajemen dengan wewenang yang diperlukan
untuk memastikan bahwa sasaran dan target manajemen keamanan telah
dilaksanakan
√ Manajemen puncak menunjuk manajer
produksi dan manajer QA
c. Manajemen puncak harus mengidentifikasi dan memantau persyaratan dan harapan
pemangku kepentingan organisasi dan mengambil tindakan yang diperlukan serta
tepat waktu untuk mengelola harapan tersebut
√
d. Manajemen puncak harus memastikan ketersediaan sumber daya secara memadai √
e. Manajemen puncak harus mempertimbangkan dampak merugikan yang mungkin
terjadi dari penerapan kebijakan manajemen keamanan, sasaran, target, program, dan
lain-lain terhadap aspek lain dalam organisasi
√
f. Manajemen puncak harus memastikan bahwa setiap program keamanan yang
bersumber dari bagian lain dalam organisasi akan melengkapi sistem manajemen
keamanannya
√
g. Manajemen puncak harus mengkomunikasikan kepada organisasi mengenai
pentingnya memenuhi persyaratan manajemen keamanan agar sesuai dengan
kebijakannya
√
h. Manajemen puncak harus memastikan bahwa ancaman dan risiko terkait keamanan
selalu dievaluasi dan dicakup di dalam sistem penilaian ancaman dan risiko
organisasi, sebagaimana mestinya
√ Tidak dilakukan tinjauan manajemen
secara rutin dalam bentuk rapat
i. Manajemen puncak memastikan kelayakan dari sasaran, target, dan program
manajemen keamanan
√ Tidak dilakukan tinjauan manajemen
secara rutin dalam bentuk rapat
4.4.2. Kompetensi, Pelatihan, dan Kepedulian
125
Organisasi harus memastikan bahwa personel yang bertanggung jawab terhadap desain,
operasi, dan manajemen keamanan peralatan dan proses memiliki kualifikasi memadai
dalam segi pendidikan, pelatihan dan/atau pengalaman
√ Kualifikasi Koordinator HACCP adalah
Sarjana Perikanan
Organisasi harus menetapkan dan memelihara prosedur untuk membuat personel atau pihak
yang bekerja untuk organisasi peduli atas hal-hal berikut:
a. Pentingnya kesesuaian terhadap kebijakan dan prosedur manajemen keamanan dan
persyaratan sistem manajemen keamanan
√
Terdapat prosedur dan instruksi kerja
untuk setiap bagian dan proses
b. Peran dan tanggung jawab mereka dalam mencapai kesesuaian dengan kebijakan dan
prosedur manajemen keamanan dan dengan persyaratan sistem manajemen
keamanan , termasuk persyaratan kesiapan dan tanggap darurat
√
c. Akibat potensial terhadap keamanan organisasi apabila keluar dari prosedur
operasional yang telah ditetapkan
√
Rekaman kompetensi dan pelatihan harus disimpan √
4.4.3. Komunikasi
Organisasi harus mempunyai prosedur untuk memastikan bahwa informasi manajemen
keamanan yang relevan dikomunikasikan kepada pegawai terkait, kontraktor, dan pemangku
kepentingan lainnya
√ Tidak dilakukan komunikasi dalam
bentuk rapat oleh manajemen dengan
pemangku kepentingan lain, seperti
supplier
Dikarenakan sifat peka dari informasi tertentu terkait keamanan, pertimbangan sebaiknya
diberikan terhadap kepekaan informasi tersebut sebelum disebarluaskan
√
4.4.4. Dokumentasi
Organisasi harus menetapkan dan memelihara sistem dokmentasi manajemen keamanan
yang meliputi, namun tidak terbatas pada hal berikut:
a. Kebijakan keamanan, saasaran, dan target keamanan
√
b. Uraian lingkup sistem manajemen keamanan √
c. Uraian dari elemen-elemen utama sistem manajemen keamanan dan interaksinya,
beserta referensi terhadap dokumen terkait
√
d. Dokumen, termasuk catatan atau rekaman yang diperlukan oleh Standar Internasional
ISO 28000 ini
√
e. Dokumen, termasuk rekaman atau catatan yang ditentukan oleh organisasi yang akan √
126
diperlukan untuk menjamin efektivitas perencanaan, operasional, dan pengendalian
proses yang berhubungan dengan ancaman keamanan yang signifikan dan risiko
Organisasi harus menentukan sensitivitas keamanan dari informasi dan harus mengambil
langkah-langkah untuk mencegah akses dari pihak-pihak yang tidak berwenang
√ Hanya dapat diakses oleh bagian
tertentu saja
4.4.5. Pengendalian Dokumen dan Data
Organisasi harus menetapkan dan memelihara prosedur untuk mengendalikan semua
dokumen, data, dan informasi yang dibutuhkan dalam klausul 4 dari standar ini untuk
menjamin bahwa:
a. Dokumen, data, dan informasi hanya dapat diakses oleh individu yang berwenang
√
b. Dokumen, data, dan informasi ditinjau secara berkala, direvisi sesuai keperluan, dan
disahkan kecukupannya oleh personel yang berwenang
√ Melalui audit internal setiap 3 bulan
sekali
c. Versi terkini dari dokumen, data, dan informasi yang relevan tersedia di seluruh
lokasi operasi yang penting untuk pelaksanaan sistem manajemen keamanan yang
efektif
√
d. Dokumen, data, dan informasi yang tidak berlaku segera disingkirkan dari semua titik
dan tempat penggunaannya, atau dijamin dari penggunaan yang tidak semestinya
√
e. Dokumen, data, dan informasi arsip yang disimpan untuk keprluan hukum atau
pengetahuan atau keduanya harus diidentifikasi secara tepat
√
f. Dokumen, data, dan informasi harus diamankan dan bila berupa elektronik harus
dibuatkan cadangan dan dapat diulihkan
√
4.4.6. Pengendalian Operasional
Organisasi harus mengidentifikasi operasi-operasi dan kegiatan yang diperlukan untuk
mencapai:
a. Kebijakan manajemen keamanan
√
b. Pengendalian akitivitas dan mitigasi dari ancaman yang diidentifikasi memiliki risiko
signifikasn
√
c. Kepatuhan terhadap hukum, undang-undang, dan persyaratan peraturan keamanan
lainnya
√
d. Tujuan manajemen keamanan √
127
e. Pelaksanaan program manajemen √
f. Tingkat keamanan rantai pasokan yang disyaratkan √
Organsiasi harus menjamin operasional ini dan kegiatan yang dilakukan di bawah kondisi
yang ditetapkan melalui:
a. Menetapkan, menerapkan, dan memelihara prosedur terdokumentasi untuk
mengendalikan situasi dimana ketiadaan prosedur itu dapat menyebabkan kegagalan
untuk mencapai operasi dan kegiatan yang tcantum dalam klausul 4.4.6 butir f di atas
√
b. Mengevaluasi setiap ancaman yang ditimbulkan dari kegiatan rantai pasokan hulu
dan menerapkan pengendalian untuk mengurangi dampak ini terhadap organisasi dan
operator rantai pasokan hilir lainnya
√
c. Menetapkan dan memelihara persyaratan untuk barang atau jasa yang berdampak
pada keamanan dan mengkomunikasikan hal ini kepada pemasok dan kontraktor
√
Prosedur ini harus mencakup pengendalian untuk desain, instalasi, operasional, perbaikan,
modifikasi dari item-item terkait keamanan dari peralatan, instrumentasi, dll
√
Apabila pengaturan yang ada direvisi atau bila ada peraturan baru yang diperkenalkan yang
dapat berdampak pada operasional manajemen keamanan dan kegiatan, maka organisasi
harus mempertimbangkan ancaman terkait keamanan dan risiko sebelum diimplementasi
√
Pengaturan yang direvisi atau peraturan baru yang dipertimbangkan harus mencakup:
a. Struktur organisasi, peran atau tanggung jawab yang direvisi
√
b. Kebijakan manajemen keamanan, sasaran, target, atau program-progeam yang
direvisi
√
c. Proses dan prosedur yang direvisi √
d. Pengenalan infrasturuktur baru, peralatan keamanan atau teknologi, yang dapat
mencakup perangkat keras (hardware) dan/atau perangkat lunak (software)
√
e. Pengenalan kontraktor, pemasok, atau personil baru yang sesuai √
4.4.7. Kesiapsiagaan darurat, Tanggap Darurat, dan Pemulihan Keamanan
Organisasi harus menetapkan, menerapkan, dan memelihara rencana dan prosedur yang tepat
untuk mengidentifikasi potensi dan tanggapan terhadap insiden keamanan dan situasi
√
128
darurat, serta untuk mencegah dan mengurangi kemungkinan konsekuensi yang terkait
dengannya
Rencana dan prosedur harus mencakup informasi penyediaan dan pemeliharaan setiap
fasilitas peralatan yang diidentifikasi, fasilitas atau jasa yang diperlukan selama atau setelah
insiden atau situasi darurat
√
Organisasi harus secara periodik meninjau ulang efektifitas kesiapsiagaan darurat, tanggap
darurat, dan rencana dan prosedur pemulihan keamanan, khususnya setelah terjadi insiden
atau situasi darurat yang disebabkan oleh pelanggaran keamanan dan ancaman
√ Proses peninjauan ulang tidak dilakukan
untuk melihat efektifitas kesiapsiagaan.
Organisasi harus secara periodik menguji prosedur-prosedur ini √ Tidak dilakukan pengujian atau
simulasi terhadap prosedur tanggap
darurat
4.5. Pengecekan dan Tindakan Korektif
4.5.1. Pengukuran dan Pemantauan Kinerja Keamanan
Organisasi harus menetapkan dan memelihara prosedur untuk memantau dan mengukur
kinerja sistem manajemen keamanan
√
Organisasi harus mempertimbangkan ancaman terkait keamanan dan risiko, termasuk
mekanisme kerusakan potensial dan konsekuensinya, ketika menetapkan frekuensi
pengukuran dan penentuan parameter kinerja kunci
√
Prosedur ini harus memberikan:
a. Pengukuran kualitatif dan kuantitatif sesuai dengan kebutuhan organisasi
√
b. Memantau sejauh mana kebijakan manajemen keamanan organisasi, sasaran, dan
target tercapai
√
c. Tindakan proaktif dari kinerja yang memantau kesesuaian terhadap program
manajemen keamanan, kriteria pengendalian operasional, dan peratura hukum,
undang-undang, dan peraturan persyaratan keamanan lainnya
√
d. Tindakan reaktif dari kinerja yang memantau kerusakan terkait keamanan, kegagalan,
insiden, ketidaksesuaian (termasuk kejadian nyaris celaka dan alarm yang salah) dan
bukti historis lain dari kinerja sistem manajemen keamanan yang tidak sempurna
√ Terdapat prosedur tindakan koreksi
pada setiap tahap
e. Pencatatan data serta hasil pemantauan dan pengukuran yang cukup untuk √
129
menmfasilitasi analisis tindakan korektif dan tindakan pencegahan
f. Jika peralatan pematauan diperlukan untuk kinerja dan/atau pengukuran dan
pemantauan, organisasi harus memerlukan penetapan dan pemeliharaan prosedur
untuk kalibrasi dan pemeliharaan peralatan tersebut
√ Sertifikasi kalibrasi dilakukan untuk
alat-alat tertentu saja karena alasan
ekonomi
g. Catatan kalibrasi dan aktivitas pemeliharaan beserta hasil harus disimpan untuk
waktu yang cukup agar sesuai dengan undang-undang dan kebijakan organisasi
√
4.5.2. Evaluasi Sistem
Organisasi harus mengevaluasi rencanan manajemen keamanan, prosedur, dan kemampuan
manajemen keamanan secara berkala melalui peninjauan ulang, pengujian, laporan pasca
insiden, pembelajaran, evaluasi kinerja, dan latihan secara berkala
√ Proses evaluasi dilakukan melalui
pengujian, dan audit perusahaan
Perubahan signifikan harus tercermin langsung di dalam prosedur √
Organiasasi harus mengevaluasi kesesuaian secara berkala menggunakan undang-undang
dan peraturan yang relevan, praktik terbaik industri, dan sesuai dengan kebijakan dan
sasaran organisasi
√
Organisasi harus menyimpan rekaman atau catatan hasil evaluasi berkala √
4.5.3. Kegagalan, Insisden, Ketidaksesuaian, serta Tindakan Korektif dan Pencegahan yang
Terkait dengan Keamanan
Organisasi harus menetapkan, menerapkan, dan memelihara prosedur untuk menetukan
tanggung jawab dan kewenangan untuk:
a. Mengevaluasi dan memulai tindakan pencegahan untuk identifikasi potensi
kegagalan keamanan agar sedapat mungkin dicegah dari kejadian
√
Dikoordinasikan oleh Tim HACCP
b. Melakukan investigasi terkait:
1. Kegagalan termasuk kejadian nyaris celaka dan kesalahan alarm
2. Insiden dan situasi darurat
3. Ketidaksusaian (non conformance)
√
√
√
Dikoordinasikan oleh QC/manajer QA
dan manajer produksi
c. Mengambil tindakan untuk memitigasi konsekuensi yang timbul dari kegagaln
tersebut, insiden, atau ketidaksesuaian
√ Tindakan korektif yang dikoordinasi
oleh QC/manajer QA dan manajer
produksi
d. Memulai dan menyelesaikan tindakan korektif √
130
e. Mengkonfirmasi efektifitas dari tindakan korektif yang diambil √
Prosedur ini harus mensyaratkan bahwa seluruh tindakan korektif dan pencegahan yang
diusulkan ditinjau melalui proses penilaian risiko dan ancaman keamanan sebelum
diterapkan kecuali apabila diperlukan penerapan segera untuk mencegah bahaya yang
mengancam kehidupan atau keselamatan publik
√ Sesuai prinsip HACCP
Setiap tindakan korektif atau preventif yang diambil untuk menghilangkan penyebab
ketidaksesuaian aktual dan potensil harus sesuai dengan besarnya masalah dan sepadan
dengan ancaman terkait manajemen keamanan dan risiko yang mungkin dihadapi
√
Organisasi harus menerapkan dan merekam atau mencatat setiap perubahan dalam prosedur
terdokumentasi yang dihasilkan dari tindakan korektif dan pencegahan dan harus mencakup
kebutuhan pelatihan apabila diperlukan
√ Dicatat dalam rekaman
4.5.4. Pengendalian Rekaman
Organisasi harus menetapkan dan memelihara catatan yang diperlukan untuk menunjukkan
kesesuaian dengan persyaratan sistem manajemen keamanan dan Standar Internasional ISO
28000 ini, serta hasil yang dicapai
√
Record Keeping
Organisasi harus menetapkan, menerapkan, dan memelihara prosedur untuk identifikasi,
penyimpanan, perlindungan, pengambilan, retensi, dan pembuangan rekaman
√ Penyimpanan record keeping hingga 7
tahun
Rekaman harus dan senantiasa dapat dibaca, dapat diidentifikasi, dan tertelusur √
Dokumen elektronik dan digital seharusnya tidak mudah rusak, memliki back up yang aman
dan hanya bisa diakses oleh personal berwenang
√
4.5.5. Audit
Organisasi harus menetapkan, menerapkan, dan memelihara program audit manajemen
keamanan dan harus menjamin bahwa audit sistem manajemen keamanan dilakukan pada
interval waktu yang direncanakan untuk:
a. Menentukan apakah sistem manajemen keamanan tersebut:
1. Memenuhi peraturan yang direncanakan untuk manajemen keamanan termasuk
persyaratan dari keseluruhan klausul 4 dari Standar Internasional ISO 28000
ini
2. Telah diimplementasikan dan dipelihara
√
√
Audit internal HACCP
131
3. Efektif dalam memenuhi kebijakan dan sasaran manajemen keamanan
organisasi
√
b. Meninjau ulang hasil audit sebelumya dan tindakan yang diambil untuk memperbaiki
ketidaksesuaian
√ Audit internal HACCP
c. Memberikan informasi tentang hasil audit kepada manajemen √ Audit internal HACCP
d. Memverifikasi bahwa peralatan keamanan dan personel dikerahkan secara tepat √ Audit internal HACCP
Program audit, termasuk penjadwalan, harus berdasarkan hasil penilaian risiko dan ancaman
terhadap aktivitas organisasi termasuk hasil audit sebelumya
√ Penjadwalan setiap 3 bulan mengikuti
hasil audit sebelumnya
Prosedur audit harus mencakup ruang lingkup, frekuensi, metodologi serta kompetensi,
termasuk tanggung jawab dan persyaratan untuk meakukan audit serta melaporkan hasilnya
√ Audit internal HACCP
Bila memungkinkan, audit harus dilakukan oleh personel yang independen yang tidak
memiliki tanggung jawab langsung terhadap kegiatan yang diperiksa
√
4.6. Tinjauan Manajemen dan Peningkatan Berkesinambungan
Manajemen puncak harus meninjau sistem manajemen keamanan organisasi, pada selang
waktu yang direncanakan, untuk menjamin kesesuaian, kecukupan, dan efektivitas
√
Tidak dilakukan peninjauan oleh
manajemen puncak melalui rapat
Peninjauan ulang harus mencakup penilaian kesempatan perbaikan dan perlunya perubahan
pada sistem manajemen keamanan, termasuk kebijakan keamanan dan sasaran keamanan
beserta ancaman dan risiko
√ Tidak dilakukan peninjauan ulang
secara formal, namun hanya secara
informal.
Catatan peninjauan ulang manajemen harus disimpan √
Input untuk peninjauan ulang harus mencakup:
a. Hasil audit dan evaluasi kepatuhan terhadap persyaratan hukum dan persyaratan
lainnya yang diikuti organisasi
√
b. Komunikasi dari pihak eksternal yang berkepenitingan, termasuk keluhan √
c. Kinerja organisasi menyangkut masalah keamanan √
d. Sejauh mana sasaran dan target telah tercapai √
e. Status tindakan korektif dan pencegahan √
f. Tindak lanjut dari peninjauan ulang manajemen sebelumnya √
g. Situasi yang berubah, termasuk perkembangan persyaratan hukum, dan lainnya yang
berkaitan dengan aspek keamanan
√
132
h. Rekomendasi untuk peningkatan √
Output dari peninjauan ulang manajemen harus mencakup setiap keputusan dan tindakan
yang berkaitan dengan kemungkinan perubahan kebijakan keamanan, sasaran, target, dan
unsur-unsur lain dari sistem manajemen keamanan, konsisten dengan komitmen pada
perbaikan atau peningkatan terus-menerus
√
133
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 6 Juli 1991 dari ayah Gunawan
Alimin dan ibu Angelika. Penulis adalah putra pertama dari tiga bersaudara.
Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Marsudirini Bekasi dan pada tahun yang
sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Teknologi Hasil
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Agama
Katolik TPB pada tahun ajaran 2010/2011, 2011/2012, dan 2012/2013, asisten
praktikum Avertebrata Air pada tahun ajaran 2011/2012 dan 2012/2013, asisten
praktikum Metode Statistika ada tahun ajaran 2011/2012, asisten praktikum
Mikrobiologi Hasil Perairan pada tahun ajaran 2012/2013, asisten praktikum
Diversivikasi dan Pengembangan Produk Perairan pada tahun ajaran 2012/2013
dan 2013/2014, asisten praktikum Teknologi Pemanfaatan Hasil Samping dan
Limbah Industri Hasil Perairan pada tahun ajaran 2012/2013. Penulis juga aktif
sebagai Ketua Umum UKM Keluarga Mahasiswa Katolik IPB (Kemaki), staf
Divisi Sosial Kemasyarakatan dan Peduli Pangan Himasilkan IPB, dan berbagai
kepanitiaan di lingkungan Institut Pertanian Bogor. Penulis juga pernah mengikuti
beberapa pelatihan, seperti Pelatihan Entrepreneurship dari Universitas Ciputrra
Entrepreneurship Center (UCEC) dan Bank Indonesia, Pelatihan Hazard Analysis
Critical Control Point (HACCP) oleh IPB, Kementrian Pertanian RI, dan
Kementrian Kelautan dan Perikanan RI, Pelatihan ISO 22000 oleh IPB dan
Kementrian Perindustrian RI. Bulan Juli-Agustus 2012 penulis melaksanakan
Praktik Lapangan di PT Lautan Niaga Jaya, Muara Baru, Jakarta dengan judul
Kajian Implementasi Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) Pada
Proses Pengolahan Tuna Saku di PT Lautan Niaga Jaya, Muara Baru, Jakarta.
Penulis juga aktif mengikuti berbagai lomba tingkat mahasiswa. Beberapa
prestasi yang diraih oleh penulis antara lain ialah Finalis Bank Indonesia
Entrepreneurship Program tahun 2012 dan Semifinalis Nutrifood Leadership
Award tahun 2013.