Askep Leukemia
-
Upload
ayu-komang-dian-cahyanti -
Category
Documents
-
view
33 -
download
0
description
Transcript of Askep Leukemia
ASUHAN KEPERAWATANPADA PASIEN DENGAN LEUKEMIA
KONSEP DASAR PENYAKIT
A. PENGERTIAN
Leukemia adalah neoplasma akut atau kronis dari sel-sel pembentuk darah
dalam sumsum tulang dan limfa nadi (Reeves, 2001). Sifat khas leukemia adalah
proliferasi tidak teratur atau akumulasi sel darah putih dalam sumsum tulang,
menggantikan elemen sumsum tulang normal. Juga terjadi proliferasi di hati, limpa
dan nodus limfatikus, dan invasi organ non hematologis, seperti meninges, traktus
gastrointesinal, ginjal dan kulit.
B. ETIOLOGI
Penyebab yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor predisposisi
yang menyebabkan terjadinya leukemia yaitu :
1) Faktor genetik : virus tertentu meyebabkan terjadinya perubahan struktur gen
( T cell leukemia-lymphoma virus/HTLV)
2) Radiasi ionisasi : lingkungan kerja, pranatal, pengobatan kanker sebelumnya.
3) Terpapar zat-zat kimiawi seperti benzen, arsen, kloramfenikol, fenilbutazon,
dan agen anti neoplastik.
4) Obat-obat imunosupresif, obat karsinogenik seperti diethylstilbestrol
5) Faktor herediter, misalnya pada kembar monozigot.
6) Kelainan kromosom : Sindrom Bloom’s, trisomi 21 (Sindrom Down’s),
Trisomi G (Sindrom Klinefelter’s), Sindrom fanconi’s, Kromosom
Philadelphia positif, Telangiektasis ataksia.
C. JENIS LEUKEMIA
1) Leukemia Mielogenus Akut (AML) mengenai sel stem hematopeotik yang
kelak berdiferensiasi ke semua sel Mieloid: monosit, granulosit, eritrosit,
eritrosit dan trombosit. Semua kelompok usia dapat terkena; insidensi
meningkat sesuai bertambahnya usia. Merupakan leukemia nonlimfositik
yang paling sering terjadi.
Prognosis:
Hampir 60% penderita mengalami remisi dengan kemoterapi intensif, tetapi
hanya 15%-30% tetap bebas penyakit sampai 5 tahun. Transplantasi sumsum
tulang cukup baik pada beberapa penderita.
2) Leukemia Mielogenus Kronis (CML) juga dimasukkan dalam sistem
keganasan sel stem mieloid. Namun lebih banyak sel normal dibanding
1
bentuk akut, sehingga penyakit ini lebih ringan. CML jarang menyerang
individu di bawah 20 tahun. Manifestasi mirip dengan gambaran AML tetapi
tanda dan gejala lebih ringan, pasien menunjukkan tanpa gejala selama
bertahun-tahun, peningkatan leukosit kadang sampai jumlah yang luar biasa,
limpa membesar.
Prognosis:
Remisi dapat diinduksi dengan kemoterapi, tetapi median kelangsungan
hidup 3-4 tahun tidak berubah. Transplantasi sumsum tulang dapat
menyembuhkan. Setelah terjadinya krisis blas, semua bentuk pengobatan
menjadi benar-benar tidak efektif.
3) Luekemia Limfositik Akut (ALL) dianggap sebagai proliferasi ganas
limfoblast. Sering terjadi pada anak-anak, laki-laki lebih banyak dibanding
perempuan, puncak insiden usia 4 tahun, setelah usia 15 ALL jarang terjadi.
Manifestasi limfosit immatur berproliferasi dalam sumsum tulang dan
jaringan perifer, sehingga mengganggu perkembangan sel normal.
Prognosis:
Dengan kemoterapi,lebih dari 90% anak dengan LLA mengalami remisi
lengkap dan lebih dari 60% dapat hidup 5 tahun lagi. Sebagian besar sangat
mungkin disembuhkan. Orang dewasa atau anak-anak dengan LLA atau LLA
sel B posotif Ig permukaan mempunyai prognosis tidak sebaik itu.
4) Leukemia Limfositik Kronis (CLL) merupakan kelainan ringan mengenai
individu usia 50 sampai 70 tahun. Manifestasi klinis pasien tidak
menunjukkan gejala, baru terdiagnosa saat pemeriksaan fisik atau
penanganan penyakit lain.
Prognosis:
Sangat bervariasi; tergantung terutama pada stadium klinis, sebagaimana
ditentukan dari jumlah daerahlimfoid yang membesar dan ada atau tidak adanya
trombositopenia dan anemia. Secara keseluruhan, median angka kelangsungan
hidup adalah 4-6 tahun.
2
D. PATHWAY
Penyebab pasti belum diketahui
E. TANDA DAN GEJALA
1) Aktivitas : kelelahan, kelemahan, malaise, kelelahan otot.
2) Sirkulasi :palpitasi, takikardi, mur-mur jantung, membran mukosa pucat.
3) Eliminasi : diare, nyeri tekan perianal, darah merah terang, feses hitam,
penurunan haluaran urin.
4) Integritas ego : perasaan tidak berdaya, menarik diri, takut, mudah
terangsang, ansietas.
3
Prod. Sel darah putih
ggn. Sel darah putih
Merusak prod. Sel drh
Trombosiopenia
Ggn. Pembekuan drh
Ggn. Pertahanan tubuh
Sist. imun
Menyerang limfe
Pembesaran limfe
Anemia
Mual, muntah, anoreksia
Masukan cairan <
keletihan
Faktor predisposisi:Faktoe genetic, radiasi ionisasi,
terpapar zat2 kimiawi, obat imunosupresif, factor herediter,
kelainan kromosom.
Res. perdarahan
Resti. infeksi
Nyeri
Intoleransi aktivitas
Res. < vol. cairanPerub. Nutrisi <
keb. tubuh
5) Makanan/cairan: anoreksia, muntah, perubahan rasa, faringitis, penurunan
BB dan disfagia
6) Neurosensori : penurunan koordinasi, disorientasi, pusing kesemutan,
parestesia, aktivitas kejang, otot mudah terangsang.
7) Nyeri : nyeri abomen, sakit kepala, nyeri sendi, perilaku hati-hati gelisah
8) Pernafasan : nafas pendek, batuk, dispneu, takipneu, ronkhi, gemericik,
penurunan bunyi nafas
9) Keamanan : gangguan penglihatan, perdarahan spontan tidak terkontrol,
demam, infeksi, kemerahan, purpura, pembesaran nodus limfe.
10) Seksualitas : perubahan libido, perubahan menstruasi, impotensi, menoragia.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Hitung darah lengkap : menunjukkan normositik, anemia normositik
2) Hemoglobulin : dapat kurang dari 10 gr/100ml
3) Retikulosit : jumlah biasaya rendah
4) Trombosit : sangat rendah (< 50000/mm)
5) SDP : mungkin lebih dari 50000/cm dengan peningkatan SDP immatur
6) PTT : memanjang
7) LDH : mungkin meningkat
8) Asam urat serum : mungkin meningkat
9) Muramidase serum : pengikatan pada leukemia monositik akut dan
mielomonositik
10) Copper serum : meningkat
11) Zink serum : menurun
12) Foto dada dan biopsi nodus limfe : dapat mengindikasikan derajat
keterlibatan
G. PENATALAKSANAAN
1) Pelaksanaan kemoterapi
2) Irradiasi kranial
3) Terdapat tiga fase pelaksanaan keoterapi
- Fase induksi. Dimulai 4-6 minggu setelah diagnosa ditegakkan. Pada fase
ini diberikan terapi kortikostreroid (prednison), vincristin dan L-
asparaginase. Fase induksi dinyatakan behasil jika tanda-tanda penyakit
berkurang atau tidak ada dan dalam sumsum tulang ditemukan jumlah sel
muda kurang dari 5%
4
- Fase Profilaksis. Sistem saraf pusat Pada fase ini diberikan terapi
methotrexate, cytarabine dan hydrocotison melaui intrathecal untuk
mencegah invasi sel leukemia ke otak. Terapi irradiasi kranial dilakukan
hanya pada pasien leukemia yang mengalami gangguan sistem saraf
pusat.
- Konsolidasi. Pada fase ini kombinasi pengobatan dilakukan untuk
mempertahankan remisis dan mengurangi jumlah sel-sel leukemia yang
beredar dalam tubuh. Secara berkala, mingguan atau bulanan dilakukan
pemeriksaan darah lengkap untuk menilai respon sumsum tulang
terhadap pengobatan. Jika terjadi supresi sumsum tulang, maka
pengobatan dihentikan sementara atau dosis obat dikurangi.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1) Anamnesa
a. Riwayat penyakit : pengobatan kanker sebelumnya
b. Riwayat keluarga : adanya gangguan hematologis, adanya faktor
herediter (misal kembar monozigot).
c. Kaji adanya tanda-tanda anemia : kelemahan, kelelahan, pucat, sakit
kepala, anoreksia, muntah, sesak, nafas cepat.
d. Kaji adanya tanda-tanda leukopenia : demam, stomatitis, gejala infeksi
pernafasan atas, infeksi perkemihan; infeksi kulit dapat timbul kemerahan
atau hiotam tanpa pus
e. Kaji adanya tanda-tanda trombositopenia : ptechiae, purpura, perdarahan
membran mukosa, pembentukan hematoma, purpura; kaji adanya tanda-
tanda invasi ekstra medula: limfadenopati, hepatomegali, splenomegali.
f. Kaji adanya pembesaran testis, hematuria, hipertensi, gagal ginjal,
inflamasi di sekkitar rektal dan nyeri.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI
5
1) Nyeri berhubungan dengan agen fisikal seperti pembesaran organ/nodus
limfe, sumsum tulang yang dikemas dengan sel leukemia; agen kimia
pengobatan antileukemik
Tujuan : nyeri teratasi
Kriteria hasil :
Pasien menyatakan nyeri hilang atau terkontrol
Menunjukkan perilaku penanganan nyeri. Tampak rileks dan mampu
istirahat
Intervensi :
a. Kaji keluhan nyeri, perhatikan perubahan pada derajat dan sisi (gunakan
skala 0-10)
R/ membantu mengkaji kebutuhan untuk intervensi, dapat
mengindikasikan terjadinya komplikasi.
b. Awasi tanda vital, perhatikan petunjuk non-verbal misal tegangan otot,
gelisah.
R/ membantu mengevaluasi pernyataan verbal dan keefektifan intervensi.
c. Berikan lingkungan tenang dan kurangi rangsangan penuh stres.
R/ meningkatkan istirahat,meningkatkan kemampuan koping.
d. Tempatkan pada posis nyaman dan sokong sendi, ekstremitas dengan
bantal.
R/ dapat menurunkan ketidaknyamanan sendi.
e. Ubah posisi secara periodik dan bantu latihan rentang gerak lembut.
R/ memperbaiki sirkulasi jaringan dan mobilitas sendi.
f. Berikan tindakan kenyamanan ( pijatan, kompres dingin dan dukungan
psikologis).
R/ meminimalkan kebutuhan/meningkatkan efek obat.
g. Kaji ulang/tingkatkan intervensi kenyamanan pasien sendiri
R/ penanganan sukses terhadap nyeri memerlukan keterlibatan pasien.
h. Evaluasi dan dukung mekanisme koping pasien.
R/ penggunaan persepsi sendiri lebih efektif.
i. Dorong menggunakan teknik menajemen nyeri contoh latihan
relaksasi/nafas dalam, sentuhan.
R/ memudahkan relaksasi, meningkatkan kemampuan koping.
j. Bantu aktivitas terapeutik.
R/ membantu manajemen nyeri dengan perhatian langsung.
k. Kolaborasi :
6
Analgesik (asetaminofen) : mengatasi nyeri ringan
Narkotik (morfin) : mengatasi nyeri berat
Agen antiansietas (diazepam) : meningkatkan kerja analgesik/narkotik.
2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mual,muntah, anoreksia
Tujuan: menunjukkan peningkatan berat badan dengan nilai laboratorium
normal.
Kriteria hasil: tidak mengalami tanda mal nutrisi, menunjukkan perilaku
perubahan pola hidup untuk meningkatkan / mempertahankan berat badan
yang sesuai.
Intervensi:
a. kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai.
R/ mengidentifikasi defisiensi, menduga kemungkinan intervensi.
b. Observasi dan catat masukan makanan pasien.
R/ mengawasi masukan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi
makanan.
c. Timbang berat badan tiap hari.
R/ mengawasi penurunan berat badan atau efektivitas intervensi
nutrisi.
d. Berikan makan sedikit dan frekuensi sering.
R/ makan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan meningkatkan
pemasukan juga mencegah distensi gaster.
e. Berikan dan bantu hygiene mulut yang baik.
R/ maningkatkan nafsu makan dan pemasukan oral., menurunkan
pertumbuhan bakreti, meminimalkan kemungkinan infeksi.
f. Kolaborasi pada ahli gizi.
R/ membantu dalam membuat rencana diet.
3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, peningkatan
laju metabolik
Tujuan : pasien mampu mentoleransi aktivitas
Kriteria hasil :
Peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur
Berpartisipasi dalam aktivitas sehari-hari sesuai tingkat kemampuan
Menunjukkan penurunan tanda fisiologis tidak toleran misal nadi,
pernafasan dan TD dalam batas normal
7
Intervensi
a. Evaluasi laporan kelemahan, perhatikan ketidakmampuan untuk
berpartisipasi dalam aktivitas.
R/ efek leukemia, anemia, dan kemoterapi mungkin kumulatif.
b. Berikan lingkungan tenang dan periode istirahat tanpa gangguan.
R/ menghemat energi untuk aktivitas dan regenerasi seluler
c. Implementasikan teknik penghematan energi, contoh lebih baik duduk
daripada berdiri, pengunaan kursi untuk mandi.
R/ memaksimalkan sediaan energi untuk tugas perawatan diri.
d. Jadwalkan makan sekitar kemoterapi. Berikan kebersihan mulut sebelum
makan dan berikan antiemetik sesuai indikasi.
R/ meningkatkan pemasukan dengan menurunkan mual.
e. Kolaborasi : berikan oksigen tambahan
R/ memaksimalkan sediaan oksigenuntuk kebutuhan seluler.
4) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan
berlebihan : muntah, perdarahan,diare ; penurunan pemasukan cairan :
mual,anoreksia ; peningkatan kebutuhan cairan : demam, hipermetabolik.
Tujuan : volume cairan terpenuhi
Kriteria hasil :
Volume cairan adekuat
Mukosa lembab
Tanda vital stabil : TD 90/60 mmHg, nadi 100 x/menit, RR 20 x/mntd.
Nadi terabae. Haluaran urin 30 ml/jamf. Kapileri refill < 2 detik
Intervensi :
a. Awasi masukan/haluaran. Hitung kehilangan cairan dan keseimbangna
cairan. Perhatikan penurunan urin, ukur berat jenis dan pH urin.
R/ penurunan sirkulasi sekunder terhadap destruksi SDM dan
pencetusnya pada tubulus ginjal dan/atau terjadinya batu ginjal
(sehubungan dengan peningkatan kadar asam urat) dapat menimbulkan
retensi urin atau gagal ginjal.
b. Timbang berat badan tiap hari
R/ mengukur keadekuatan penggantian cairan sesuai fungsi ginjal.
c. Awasi TD dan frekuensi jantung
R/ perubahan dapat menunjukkan efek hipovolemia
(perdarahan/dehidrasi).
8
d. Evaluasi turgor kulit, pengisian kapiler dan kondisi membran mukosa.
R/ indikator langsung status cairan/hidrasi.
e. Beri masukan cairan 3-4 L/hari.
R meningkatkan aliran urine, mencegar pencetus asam urat,
meningkatkan pembersihan obat antineoplastik.
f. Inspeksi kulit/membran mukosa untuk petekie, area ekimosis; perhatikan
perdarahan gusi, darah warna karat atau samar pada feses dan urin;
perdarahan lanjut dari sisi tusukan invsif.
R/ supresi sumsum tulang dan produksi trombosit menempatkan pasien
pada resiko perdarahan spontan tak terkontrol.
g. Implementasikan tindakan untuk mencegah cedera jaringan/perdarahan.
R/ jaringan rapuh dan gangguan mekanisme pembekuan meningkatkan
resiko perdarahan meskipun trauma minor.
h. Batasi perawatan oral mencuci mulut bila diindikasikan, hidari pencuci
mulut dengan alkohol.
R/ bila perdarahan terjadi meskipun dengan sikat halus dapat
menyebabkan kerusakan jaringan. Alkohol mempunyai efek
mengeringkan dan mungkin nyeri karena mengiritasi jaringan.
i. Berikan diet halus.
R/ dapat membantu menurunkan iritasi gusi.
j. Kolaborasi : berikan cairan IV sesuai indikasi
R/ mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Awasi pemeriksaan laboratorium (Hb/Ht, pembekuan)
R/ intervensi dini untuk menghindari perdarahan spontan.
Berikan SDM, trombosit, faktor pembekuan.
R/ menormalkan jumlah SDM, memperbaiki anemia, mencegah
perdarahan.
Berikan obat sesuai indikasi:
Ondansetron: menghilangkan mual/muntah
Allipurinol: menurunkan kesempatan nefropati sebagai akibat produksi
asam urat.
Kalium asetat: alkalinasi urin yang mencegah pembentukan batu ginjal.
5) Resiko terjadi perdarahan berhubungan dengan trombositopenia
9
Tujuan : pasien bebas dari gejala perdarahan
Kriteria hasil :
TD 90/60mmHg
Nadi 100 x/mnt
Ekskresi dan sekresi negtif terhadap darah
Ht 40-54% (laki-laki), 37-47% ( permpuan)
Hb 14-18%
Intervensi
a. Pantau hitung trombosit dengan jumlah 50.000/ ml, resiko terjadi
perdarahan. Pantau Ht dan Hb terhadap tanda perdarahan
b. Minta pasien untuk mengingatkan perawat bila ada rembesan darah dari
gusi.
c. Inspeksi kulit, mulut, hidung urin, feses, muntahan dan tempat tusukan
IV terhadap perdarahan
d. Pantau TV interval sering dan waspadai tanda perdarahan.
e. Gunakan jarum ukuran kecil
f. Jika terjadi perdarahan, tinggikan bagian yang sakit dan berikan kompres
dingin dan tekan perlahan.
g. Beri bantalan tempat tidur untuk cegah trauma
h. Anjurkan pada pasien untuk menggunakan sikat gigi halus atau pencukur
listrik.
6) Resiko infeksi berhubungn dengan menururnnya sistem pertahanan
tubuh sekunder gangguan pematangan SDP, peningkatan jumlah limfosit
immatur, imunosupresi, peneknan sumsum tulang.
Tujuan : pasien bebas dari infeksi
Kriteria hasil :
Normotermia
Hasil kultur negatif
Peningkatan penyembuhan
Intervensi :
a. Tempatkan pada ruangan yang khusus. Batasi pengunjung sesuai indikasi.
R/ Melindungi dari sumber potensial patogen/infeksi.
b. Cuci tangan untuk semua petugas dan pengunjung.
R/ mencegah kontaminasi silang/ menurunkan resiko infeksi
c. Awasi suhu, perhatikan hubungan antara peningkatan suhu dan
10
pengobatan kemoterapi. Observasi demam sehubungan dengan
takikardia, hipotensi, perubahan mental samar.
R/ hipertermia lanjut terjadi pada beberapa tipe infeksi, dan demam (tidak
berhubungan dengan obat atau produk darah) terjadi pada kebanyakan
pasien leukemia.
d. Cegah menggigil : tingkatkan cairan, berikan mandi kompres.
R/ membantu menurukan demam, yang menambah ketidakseimbangan
cairan, ketidaknyamanan, dan komplikasi SSP.
e. Dorong sering mengubah posisi, napas dalam dan batuk.
R/ mencegah stasis sekret pernapasan, menurunkan resiko atelektasis/
pneumonia.
f. Auskultasi bunyi nafas, perhatikan gemericik, ronkhi; inspeksi sekresi
terhadap perubahan karakteristik, contoh peningktatan sputum atau
sputum kental, urine bau busuk dengan berkemih tiba-tiba atau rasa
terbakar.
R/ intervensi dini penting untuk mencegah sepsis/ septisemia pada
individu imunosupresi.
g. Inspeksi kulit unutk nyeri tekan, area eritematosus; luka terbuka.
Besihkan kulit dengan larutan antibakterial.
R/ mengindikasikan infeksi lokal.
h. Inspeksi membran mukosa mulut. Bersihkan mulut dengan sikat gigi
halus.
R/ Rongga mulut adalah media yang baik untuk pertumbuhan organisme.
i. Tingkatkan kebersihan perianal. Berikan rendam duduk menggunakan
betadine atau Hibiclens bila diindiksikan.
R/ meningkatkan kebersihan, menurunkan resiko abses perianal,
meningkatkan sirkulasi dan penyembuhan.
j. Berikan periode istirahat tanpa gangguan.
R/ menghambat energi untuk penyembuhan, regenerasi seluler.
k. Dorong peningkatan masukan makanan tinggi protein dan cairan.
R/ meningkatkan pembentukan antibodi dan mencegah dehidrasi.
l. Hindari prosedur invasif (tusukan jarum dan Awasi pemeriksaan
laboratorium misal : injeksi) bila mungkin.
R/ kulit robek dapat memberikan jakan masuk patogenik, potensial
organisme letal.
m. Kolaborasi : hitung darah lerngkap, apakah SDP turun.
R/ penurunan SDP normal/martur dapat diakibatkan oleh proses penyakit.
Hindari antipiretik yang mengandung aspirin.
11
R/ aspirin dapat menyebabkan perdarahan pada gaster dan menurunkan
jumlah trombosit lamjut.
Berikan obat sesuai indikasi contoh antibiotik.
R/ dapat diberikan secara profilaktik atau mengobati infeksi khusus.
DAFTAR PUSTAKA
12
a. Doenges, Marilynn E. Nursing Care Plans: Guidelines For Planning And
Documenting Patient Care. Ed. 3. Jakarta : EGC
b. Price, Sylvia Anderson. Pathophysiology. 1994. Clinical Concepts Of Disease
Processes. Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC
c. Reeves, Charlene J et al. 2001. Medical-Surgical Nursing.. Ed. I. Jakarta :
Salemba Medika
d. Robbins, Cotran, Kumar. 1999. Dasar patologi Penyakit Ed. 5. Jakarta: EGC
e. Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Ed. 8. Jakarta : EGC.
f. Tucker, Susan Martin et al. Patient care Standards. 1998. Nursing Process,
diagnosis, And Outcome. Ed. 5. Jakarta : EGC
13