Mengkuantifikasi Hubungan Antara Infeksi Campylobacter Dan Syndrome Guillain-barre
Askep Guillain Barre Sindrom GBS
-
Upload
afni-jirayu-chan -
Category
Documents
-
view
115 -
download
12
description
Transcript of Askep Guillain Barre Sindrom GBS
Dosen : Suarnianti, SKMKuliah : Keperawatan Medikal Bedah
ASKEP GUILLAIN BARRE SINDROM (GBS)
OLEH
KELOMPOK V1
MURNI NH.01.06.073NASRAYANI NH.01.06.075LANNI ISNAWAN NH.01.06.064MARWAH NH.01.06.068NASRIANI NH.01.06.076SUNARTI NH.01.06.109MERSHY NH.01.06.069NIRMAYANTI NH.01.06.077NURCAYA SUAT NH.01.06.078NANA NARUNDANA NH.01.06.074
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATANNANI HASANUDDIN
MAKASSAR
2008BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sindrom Guillain Barre (SGB) adalah suatu kelainan klien system saraf akut dan
difus yang mengenai radiks spinalis dan saraf perifer, dan kadang-kadang juga saraf
kranialis, yang biasanya timbul setelah suatu infeksi. Manifestasi klinis utaa dari SGB
adalah suatu kelumpuhan yang simetris tipe lower motor neuron dari otot-otot
ekstremitas, badan dan kadang-kadang juga muka. Sindrom Guillain Barre mempunyai
banyak sinonim, antara lain: polineuritis akut pasca infeksi, polineuritis febril,
poliradikulopati dan acute ascending paralysis. Penyakit ini terdapat diseluruh dunia pada
setiap musim, menyerang semua umur. SGB merupakan suatu penyakit autoimun,
dimana proses imunologis tersebut langsung mengenai system saraf perifer.
Mikroorganisme penyebab belum pernah ditemukan pada penderita penyakit ini dan pada
pemeriksaan patologis tidak ditemukan tanda-tanda radang. Periode laten antara infeksi
dan gejala polineuritis memberi dugaan bahwa kemungkinan kelainan yang terdapat
disebabkan oleh suatu respns terhadap reaksi alergi saraf perifer, pada banyaknya kasus
infeksi sebelunya tidak ditemukan , kadang-kadang kecuali saraf perifer dan serabut
spinal ventral dan dorsal, terdapat juga gangguan medulla spinalis dan medulla ablongata,
sampai saat ini belum ada terapi spesifik untuk SGB. Pengobatan secara simtomatis dan
perawatan yang baik dapat memperbaiki prognosisnya.
Belum diketahui angka kejadian penyakit di Indonesia, angka kejadian penyakit
ini diseluruh dunia berkisar antara 1-1,5 kasus per 100.000 penduduk pertahun , penyakit
ini menyerang semua umur tersering dikenai umur dewasa muda, insidensi lebih tinggi
pada perempuan dari pada laki-laki dengan perbandingan 2 : 1, dan lebih banyak terjadi
pada usia muda (umur 4-10 tahun). Umur yang termuda yang dilaporkan 3 bulan dan
yang tertua adalah 95 tahun, dan tidak ada hubungan antara frekuensi penyakit ini dengan
suatu musim tertentu.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah askep kami adalah sebagai berikut :
1. Apa yamg dimaksud dengan Sindrom Guillain Barre (SGB) ?
2. Apa etiologi dari Sindrom Guillain Barre (SGB) ?
3. Bagaimana manifestasi klinis dari Sindrom Guillain Barre (SGB) ?
4. Bagaimana patofisiologi Sindrom Guillain Barre (SGB) ?
5. Bagaimana proses keperawatan Sindrom Guillain Barre (SGB) ?
C. Tujuan
Tujuan dari makalah Askep kami adalah :
1. Untuk mengetahui arti Sindrom Guillain Barre (SGB) ?
2. Untuk mengetahui etiologi dari Sindrom Guillain Barre (SGB) ?
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Sindrom Guillain Barre (SGB) ?
4. Untuk mengetahui patofisiologi Sindrom Guillain Barre (SGB) ?
5. Untuk mengetahui proses keperawatan Sindrom Guillain Barre (SGB) ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Sindrom Guillain Barre (SGB) adalah suatu kelainan klien system saraf
akut dan difus yang mengenai radiks spinalis dan saraf perifer, dan kadang-
kadang juga saraf kranialis, yang biasanya timbul setelah suatu infeksi.
Sindrom Guillan Barre (SGB) adalah gangguan kelemahan neuromuscular
akut yang memburuk secara progresif yang dapat mengarah pada kelumpuhan
total, tepapi biasanya paralysis sementara (rencana askep).
Sindroma Guillain-Barre atau (Polineuritis asendens akut) adalah sejenis
Polineuropati akut yang menyebablan kelemahan otot yang semakin memburuk
dan kadang menyebabkan kelumpuhan.
Sindrom Guillain-Barre merupakan sindrom klinik yang menyebabkan
tidak diketahui yang menyangkut saraf perifer dan cranial. Paling banyak pasien-
pasien dengan sindroma ini ditimbulkan oleh adanya infeksi (pernapasan atau
gastrointestinal) 1 sampai 4 minggu sebelum terjadi serangan penurunan
neurologik. Pada beberapa keadaan, dapat terjadi setelah vaksinasi atau
pembedahan. Ini juga dapat diakibatkan oleh infeksi virus primer, reaksi imun,
dan beberapa proses lain, atau sebuah kombinasi proses. Salah satu hipotesis
menyatakan bahwa infeksi virus menyebabkan reaksi autoimun yang menyerang
mielin saraf perifer. (Mielin merupakan substansi yang ada disekitar atau
menyelimuti akson-akson saraf dan berperan penting pada transmisi implus
saraf). Bagian proksimal saraf cenderung paling sering terserang, dan akar saraf
dalam ruang subarakhnoid biasanya terpengaruh. Otopsi yang didapat
memperlihatkan beberapa infiltrasi limfositik yang secara khusus menetap
didalam akar saraf spinal.
B. Etiologi
Dahulu sindrom ini diduga disebabkan oleh infeksi virus, tetapi akhir-
akhir ini terungkap virus bukan sebagian penyebab, teori ini yang dianut sekarang
ialah suatu kelainan imunobiologik, baik secara primary immune response
maupun immune mediated process, pada umumnya sindrom ini sering didahului
oleh influenza atau infeksi saluran nafas bagian atas atau saluran pencernaan,
penyebab infeksi pada umunya virus dari kelompok herpes.
Sindrom ini dapat pula didahului oleh vaksinasi, infeksi bakteri, gangguan
endokrin, tindakan operasi, inestesi dan sebagainya.
Diduga penyebabnya adalah reaksi autoimun,dimana system kekebalan tubuh
melawan selubung sarafnya sendiri (mielin).
Padasekitar 80% penderita, gejalanya mulai timbul dalam 5 hari-3 minggu
setelah infeksi ringan, pembedahan atau imunisasi.
C. Patofisiologi
Akibat suatu infeksi atau keadaan tertentu yang mendahului SGB akan
timbul autoanibodi atau imunitas seluler terhadap jaringan system saraf-saraf
perifer. Infeksi-infeksi meningokokus, infeksi virus, sifilis ataupun trauma pada
medulla spinalis, dapat menimbulkan perlekatan-perlekatan selaput araknoid.
Pada tempat-tempat tertentu perlakuan pasca infeksi itu dapat menjirit radiks
ventralis (sekaligus radiks dorsalis), oleh karena itu LMN paling sering dijumpai
pada otot-otot anggota gerak, kelompok otot-otot disekitar persediaan bahu dan
pinggul, kelumpuhan tersebut bergandengan dengan adanya defisit sensorik pada
kedua tungkai atau otot-otot anggota gerak.infiltrasi terdiri atas sel mononuclear,
sel-sel infiltrate terutama terdiri dari sel-sel limposit berukuran kecil, sedang dn
tampak pula, makrofag, serta sel polimorfonuklear pada permulaan penyakit
setelah ini muncul sel plasma dan sel mast.
D. Manifestasi Klinis
Terdapat variasi dalam bentuk awitannya. Gejala-gejala neurologik
diawali dengan parestesia (kesemutan dan kebas) dan kelemahan otot kaki, yang
dapat berkembang ke ekstremitas atas, batang tubuh dan otot wajah. Kelemahan
otot dapat diikuti dengan cepat adanya paralisis yang lengkap. Saraf kranial yang
paling sering terserang, yang menunjukkan adanya paralisis dari okular, wajah
dan otot orofaring dan juga menyebabkan kesukaran berbicara, mengunyah dan
menelan. Disfungsi autonom yang sering terjadi dan memperlihatkan bentuk
reaksi berlebihan atau kurang bereaksinya system saraf simpatis dan parasimpatis,
seperti dimanifestasikan oleh gangguan frekuensi jantung dan ritme, perubahan
tekanan darah (hipertensi transien, hipotensi ortostatik) dan gangguan vasomotor
lainnya yang bervariasi. Keadaan ini juga dapat menyebabkan nyeri berat dan
menetap pada punggung dan daerah kaki. Seringkali pasien menunjukkan adanya
kehilangan sensasi terhadap posisi tubuh sama seperti keterbatasan atau tidak
adanya refleks tendon. Perubahan sensori dimanifestasikan dengan bentuk
parestesida.
Kebanyakan pasien mengalami pemulihan penuh beberapa bulan sampai
satu tahun, tetapi sekitar 10% menetap dengan residu ketidakmampuan.
E. Evaluasi Diagnostik
Cairan spinal memperlihatkan adanya peningkatan konsentrasi protein
dengan menghitung jumlah sel normal. Pengujian elektrofisiologis diperlihatkan
dalam bentuk lambatnya laju konduksi saraf.
F. Penatalaksanaan Klinis
Sindrom Guillain-Barre dipertimbangkan sebagai kedaruratan medis dan
pasien diatasi di unit perawatan intensif. Pasien yang mengalami masalah
pernapasan yang memerlukan ventilator, kadang-kadang untuk periode yang
lama. Plasmaferesis (perubahan plasma) yang menyebabkan reduksi antibiotik
kedalam sirkulasi sementara, yang dapat digunakan pada serangan berat dan dapat
membatasi keadaan yang memburuk pada pasien dan demielinasi. Diperlukan
pemantauan EKG kontinu, untuk kemungkinan perubahan kecepatan atau ritme
jantung. Disritmia jantung dihubungkan dengan keadaan abnormal autonom yang
diobati dengan propanolol untuk mencegah takikardia dan hipertensi. Atropin
dapat diberikan untuk menghindari episode bradikardia selama pengisapan
endotrakeal dan terapi fisik.
G. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian terhadap komplikasi sindrom Guillain-Barre meliputi
pemantauan terus menerus terhadap ancaman gannguan gagal napas akut yang
mengancam kehidupan. Komplikasi lain mencakup disritmia jantung, yang
terlihat melalui pemantauan EKG dan mengobservasi pasien terhadap tanda
trombosis vena profunda dan emboli paru-paru, yang sering mengancam pasien
imobilisasi dan paralisis.
2. Diagnosa Keperawatan
` Berdasarkan data pengkajian, diagnosa utama pasien terdiri dari:
o Pola napas dan pertukaran gas tidak efektif yang berhubungan dengan
kelemahan progresif cepat dan ancaman gagal pernapasan.
o Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan paralisi.
o Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
ketidakmampuan menelan, akibat disfungsi saraf kranial.
o Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan disfungsi saraf kranial.
o Takut dan ansietas yang berhubungan dengan kehilangan kontrol dan
paralisis.
3. Masalah Kolaboratif
Komplikasi Potensial
Berdasarkan data pengkajian, komplikasi potensial yang dapat terjadi meliputi:
o Gagal Pernapasan.
4. Perencanaan dan Implementasi
Sasaran
Sasaran utama pada pasien ini dapat mencakup mempertahankan fungsi
pernapasan, mencapai mobilitas, terpenuhinya kebutuhan nutrisi normal, mampu
berkomunikasi, menurunnya ketakutan dan ansietas dan tidak ada komlikasi.
5. Intervensi Keperawatan
o Mempertahankan Fungsi Pernapasan
Pasien sindroma Guillain-Barre bergantung pada perawat yang
mempertahankan dan merawatnya menuju pemulihan. Ventilasi mekanik
digunakan jika pengkajian sesuai kapasitas vital, pasien memperlihatkan
perkembangan kearah kemunduran, yang mengindikasi kearah memburukn6a
kekuatan otot-otot pernapasan. Pasien berada pada resiko tinggi bila tidak
dapat batuk dengan efektif untuk membersihkan jalan napas dan mengalami
kesulitan dalam menelan, yang dapat menyebabkan aspirasi saliva dan
mencetuskan gagal napas akut. Terapi fisik dada dan peninggian kepala
tempat tidur memudahkan pernapasan dan meningkatkan batuk lebih efektif.
Pengisapan mungkin diperlukan untuk mempertahankan jalan napas bersih.
o Memantau dan Mengatasi komplikasi Potensial
Pengkajian fungsi pernapasan dengan interval yang teratur adalah penting
karena pernapasan yang tidak efektif dan adanya kegagalan, karena adanya
kelemahan atau paralisis pada otot-otot interkostal dan diafragma yang
berkembang dengan cepat. Gagal napas adalah masalah besar yang
menyebabkan kematian, dimana tercatat cukup tinggi sekitar 10% sampai
20% dari pasien ini. Kapasitas vital pasien dipantau lebih sering dan dengan
interval yang teratur dalam penambahan kecepatan pernapasan dan kualitas
pernapasan, sehingga pernapasan yang tidak efektif dapat diantisipasi.
Penurunan kapasitas vital dihubungkan dengan kelemahan otot-otot yang
digunakan saat menelan, sehingga hal ini menyebabkan kesukaran saat batuk
dan menelan, dan adanya indikasi memburuknya fungsi pernapasan. Tanda
dan gejala meliputi adanya kesukaran bernapas saat bicara, pernapasan
dangkal dan iregular, menggunakan otot-otot aksesoris, takikardia dan
perubahan pola napas.
o Mengurangi Efek Imobilitas
Ekstremitas paralisis disokong dengan posisi fungsional dan memberikan
latihan rentang gerak secara pasif paling sedikit dua kali sehari. Perawat
melakukan kolaborasi dengan ahli terapi fisik untuk mencegah deformitas
kontraktur dengan menggunakan pengubahan posisi yang hati-hati dan latihan
rentang gerak. Trombosis dan vena profunda dan emboli paru merupakan
ancaman pasien paralisis, yang tidak tidak mampu menggerakkan ekstremitas.
Intervensi keperawatan meliputi memberikan hidrasi yang adekuat, membantu
terpai fisik, menggunakan stoking antiembolisme, dan pemberian obat-obat
antikoagulan yang ditentukan oleh dokter.
Individu paralisis mempunyai kemungkinan mengalami kompresi neuropati,
paling sering saraf ulnar dan peroneal. Bantalan dapat ditempatkan disiku dan
dikepala fibula untuk mencegah terjadinya masalah ini. Pencegahan dekubitus
adalah tantangan besar bagi perawat.
o Memberikan Nutrisi Adekuat
Perhatian yang diberikan untuk nutrisi yang adekuat dan pencegahan
kelemahan otot karena kurang makanan. Ilius paralisis dapat disebabkan oleh
insufisiensi aktivitas parasimpatis. Dalam kejadian ini, makanan melalui
intravena dipertimbangkan diberikan oleh dokter dan perawat memantau
bising usus sampai terdengar. Jika pasien tidak mampu menelan, makanan
diberikan melalui selang lambung. Bila pasien dapat menelan, makanan
melalui oral diberikan perlahan-perlahan dan sangat hati-hati.
o Meningkatkan Komunikasi
Karena paralisis, trakeostomi dan intubasi, maka pasien tidak mampu
berbicara, tertawa atau menangis dan juga tidak dapat mengekspresikan
emosinya. Masalah-masalah ini dipersulit dengan adanya kebosanan,
ketergantungan, isolasi, dan frustasi. Untuk mengembangkan beberapa bentuk
komunikasi, berupa memahami kata-kata orang lain dengan gerakan bibir dan
menggunakan kartu-kartu gambar, yang dikombinasu dengan sistem
mengedipkan mata untuk mengidentifikasi ya atau tidak, dapat dicoba pada
pasien ini. Jika pasien tetap dalam ventilator untuk waktu yang lama, maka
dirujuk kepada ahli terapi bicara bahasa. Terapi yang mungkin diberikan
(televisi, tape kaset dan kunjungan keluarga) dapat mengurangi frustasi yang
dihadapi.
o Mengurangi Rasa Takut dan Ansietas
Adanya keluarga dan teman-teman yang dipilih pasien melayani aktivitas dan
pengalihan (mis. Membaca) akan menurunkan perasaan terisolasi. Intervensi
keperawatan yang dapat membantu meningkatkan control sensasi pasien dan
dalam menurunkan ketakutan dengan cara memberikan informasi tentang
keadaan pasien, menekankan pada penghargaan terhadap sumber-sumber
koping (pertahanan diri), yang positif, membantu latihan relaksasi dan teknik-
teknik pengalihan dan memberikan respons yang baik dan positif. Perilaku
dan lingkungan yang diciptakan perawat, terapi fisik dan okupasi adalah
penting. Dengan memberikan asuhan keperawatan ahli , penjelasan dan
keyakinan membantu pasien meningkatkan kontrol terhadap situasi.
o Pendidikan Pasien dan Pertimbangan Perawatan di Rumah
Banyak pasien sindroma Guillain-Barre mengalami pemulihan yang sempurna
dalam beberapa minggu atau bulan. Pasien-pasien yang pernah mengalami
paralisis total atau lama mungkin membutuhkan beberapa tipe rehabilitasi
yang dilakukan terus setelah keluar dari rumah sakit. Program yang luas akan
bergantung pada pengkajian yang dibutuhkan dibuat oleh anggota tim
kesehatan. Alternatif program yang komprehensif bagi pasien jika dikurangi
adalah penting dan dukungan sosial dibatasi untuk program di rumah terhadap
terapi fisik dan okupasi.
Fase pemulihan mungkin lama dan akan membutuhkan kesabaran serta
keterlibatan pihak pasien dan keluarga untuk mengembalikan kemampuan
sebelumnya. Awitan akut dan perkembangan yang dramatik dari gejala-gejala
yang ada tidak dapat dilakukan penyelesaiannya dengan tiba-tiba dalam
mengubah fungsi-fungsi. Kelompok pendukung Guillain-Barre menawarkan
kedua informasi dan berinteraksi dengan kelompok, yang dapat membantu
selama fase pemulihan.
6. Evaluasi
Hasil yang diharapkan :
1. Mempertahankan pernapasan efektif dan bersihan jalan napas
a. Bunyi napas normal pada auskultasi
b. Memperlihatkan peningkatan fungsi respiratori bertahap
2. Memperlihatkan peningkatan mobilisasi
a. Mampu menggunakan ekstremitas kembali
b. Berpartisipasi dalam program rehabilitasi
3. Memperlihatkan kemampuan menelan
4. Memperlihatkan pemulihan berbicara
5. Meredanya ansietas dan rasa takut
6. Bebas dari komplikasi
a. Bernapas spontan
b. Mengalami kapasitas vital dalam batas normal
c. Menunjukkan gas darah arteri dan oksimetri normal
BAB 111
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapatkan adalah :
1. Sindrom Guillain Barre (SGB) adalah suatu kelainan klien system saraf akut dan
difus yang mengenai radiks spinalis dan saraf perifer, dan kadang-kadang juga saraf
kranialis, yang biasanya timbul setelah suatu infeksi.
2. Etiologinya adalah reaksi autoimun,dimana system kekebalan tubuh melawan
selubung sarafnya sendiri (mielin).
3. Gejala-gejala neurologik diawali dengan parestesia (kesemutan dan kebas) dan
kelemahan otot kaki, yang dapat berkembang ke ekstremitas atas, batang tubuh dan
otot wajah. Kelemahan otot dapat diikuti dengan cepat adanya paralisis yang
lengkap. Saraf kranial yang paling sering terserang, yang menunjukkan adanya
paralisis dari okular, wajah dan otot orofaring dan juga menyebabkan kesukaran
berbicara, mengunyah dan menelan.
B. Saran
o Pada penderita Sindrom Guillain Barre harus secepatnya mendapat
pertolongan klinis agar mengurangi resiko yang lebih lanjut.