askep gerontik
-
Upload
fahmis-germinativum -
Category
Documents
-
view
88 -
download
1
Transcript of askep gerontik
MAKALAH
KEPERAWATAN KOMUNITAS II
“ ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK DI PANTI
WERDHA“
Dosen Pembimbing :Nasruddin, SKM. M. Kes
Kelompok 08 :
1. Asmiul adzim
2. Fahmiatul Fununi
3. Sahnaz marselina
4. Sukry Sukirman
5. Yuni Anitasari
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PRODI S1 KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ULUM
JOMBANG, 2013
LEMBAR PENGESAHAN
Makalah
Keperawatan Komunitas
“Asuhan Keperawatan Gerontik di Panti Werdha”
Di Fakultas Ilmu Kesehatan
Prodi S1 Keperawatan
Universitas Pesantren Tinngi Darul Ulum
Tahun Pelajaran 2013/2014
Disusun Oleh :
Kelompok 08 :
1. Asmiul adzim
2. Fahmiatul Fununi
3. Sahnaz marselina
4. Sukry Sukirman
5. Yuni Anitasari
disetujui dan disahkan pada Desember2013
MENYETUJUI / MENGESAHKAN
Dosen Pengajar dan Dosen Pembimbing
Nasruddin, SKM. M. Kes
KATA PENGANTAR
Tiada kata yang lebih mulia selain ungkapan puji syukur alhamdulillah kehadirat Allah SWT.
Karena berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah
KEPERAWATAN KOMUNITAS tentang “ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK DI
PANTI WERDHA” ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan guna memenuhi tugas
yang diberikan oleh BapakNasruddin, SKM. M. Kes selaku dosen pembimbing.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.Oleh
karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun dan para
pembaca sehingga dapat membantu kearah perubahan yang lebih baik di kemudian hari.
Jombang, Desember 2013
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... 1
LEMBAR PENGESAHAN................................................................................ 2
KATA PENGANTAR........................................................................................ 3
DAFTAR ISI .................................................................................................... 4
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 5
BAB II KONSEP DASAR .............................................................................
BAB III P E N U T UP .....................................................................................
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan telah menurunkan angka kematian
umum, angka kematian bayi, dan angka kelahiran. Hal ini berdampak pada
meningkatnya usia harapan hidup bangsa Indonesia dan meningkatnya jumlah penduduk
golongan lanjut usia.
Pertumbuhan jumlah penduduk lanjut usia (lansia) di Indonesia tercatat sebagai paling
pesat di dunia dalam kurun waktu tahun 1990-2025. Jumlah lansia yang kini sekitar 16
juta orang, akan menjadi 25,5 juta pada tahun 2020, atau sebesar 11,37 persen dari
jumlah penduduk. Itu berarti jumlah lansia di Indonesia akan berada di peringkat empat
dunia, di bawah Cina, India, dan Amerika Serikat.
Menurut data demografi internasional dari Bureau of the Census USA (1993),
kenaikan jumlah lansia Indonesia antara tahun 1990-2025 mencapai 414%, tertinggi di
dunia. Kenaikan pesat itu berkait dengan usia harapan hidup penduduk Indonesia.
Dalam sensus Badan Pusat Statistik (BPS) 1998, harapan hidup penduduk Indonesia rata-
rata 63 tahun untuk kaum pria, dan wanita 67 tahun. Tetapi menurut kajian WHO (1999)
harapan penduduk Indonesia rata-rata 59,7 tahun, menempati peringkat ke-103 dunia.
Nomor satu adalah Jepang (74,5 tahun).
Perhatian pemerintah terhadap keberadaan lansia sudah meningkat. GBHN 1993
mengamanatkan agar lansia yang masih produktif dan mandiri diberi kesempatan
berperan aktif dalam pembangunan.. Pemerintah juga menetapkan tanggal 29 mei
sebagai Hari Lansia Nasional, sedang DPR menerbitkan UU no 13 tahun 1998 tentang
kesejahteraan lansia.
Dengan makin bertambahnya penduduk usia lanjut, bertambah pula penderita
golongan ini yang memerlukan pelayanan kesehatan. Berbeda dengan segmen populasi
lain, populasi lanjut usia dimanapun selalu menunjukkan morbiditas dan mortalitas yang
lebih tinggi dibanding populasi lain. Disamping itu, oleh karena aspek disabilitas yang
tinggi pada segmen populasi ini selalu membutuhkan derajat keperawatan yang tinggi.
Keperawatan pada usia lanjut merupakan bagian dari tugas dan profesi keperawatan
yang memerlukan berbagai keahlian dan keterampilan yang spesifik, sehingga di bidang
keperawatan pun saat ini ilmu keperawatan lanjut usia berkembang menjadi suatu
spesialisasi yang mulai berkembang.
Keperawatan lanjut usia dalam bahasa Inggris sering dibedakan atas Gerontologic
nursing (gerontic nursing) dan geriatric nursing sesuai keterlibatannya dalam bidang
yang berlainan. Gerontologic nurse atau perawat gerontologi adalah perawat yang
bertugas memberikan asuhan keperawatan pada semua penderita berusia diatas 65 tahun
(di Indonesia dan Asia dipakai batasan usia 60 tahun) tanpa melihat apapun penyebabnya
dan dimanapun dia bertugas. Secara definisi, hal ini berbeda dengan perawat geriatrik,
yaitu mereka yang berusia diatas 65 tahun dan menderita lebih dari satu macam penyakit
(multipel patologi), disertai dengan berbagai masalah psikologik maupun sosial.
1.2. Tujuan Penulisan
1.2.1. Tujuan Umum
a. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Komunitas II
b. Agar mahasiswa mampu memahami dan membuat Asuhan Keperawatan Lansia
di Panti.
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu memahami konsep kelompok khusus lansia
b. Mengidentifikasi masalah yang terjadi pada kelompok khusus lansia dipanti
werdha
c. Membuat asuhan keperawatan pada kelompok khusus lansia dip anti werdha
d. Mahasiswa mampu mengaplikasikan pada masalah yang terjadi pada kelompok
khusus dip anti werdha
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Lanjut Usia
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan
manusia (Budi Anna Keliat, 1999 dalam Buku Siti Maryam, dkk, 2008). Sedangkan
menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998 tentang Kesehatan dikatakan
bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun. (R. Siti
Maryam, dkk, 2008: 32)
2.2. Batasan Lanjut Usia
Di bawah ini dikemukakan beberapa pendapat mengenai batasan umur.
1. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)Lanjut Usia meliputi:
a. Usia pertengahan (Middle Age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
b. Lanjut usia (Elderly) ialah kelompok usia antara 60 dan 74 tahun.
c. Lanjut usia tua (Old) ialah kelompok usia antara 75 dan 90 tahun.
d. Usia sangat tua (Very Old) ialah kelompok di atas usia 90 tahun.
2. Departemen Kesehatan RI mengklasifikasikan lanjut usia sebagai berikut:
a. Pralansia (prasenilis): Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
b. Lansia: Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
c. Lansia risiko tinggi: Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang
berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan (Depkes RI, 2003).
d. Lansia potensial: Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau
kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa (Depkes RI, 2003).
e. Lansia tidak potensial: Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga
hidupnya bergantung pada bantuan orang lain (Depkes RI, 2003).
2.3. Tipe Lanjut Usia
Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan,
kondisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya (Nugroho, 2000 dalam buku R. Siti
Maryam, dkk, 2008).Tipe tersebut dapat dibagi sebagai berikut:
1. Tipe arif bijaksana
Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman,
mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi
undangan, dan menjadi panutan.
2. Tipe mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari pekerjaan,
bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.
3. Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah, tidak sabar,
mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik dan banyak menuntut.
4. Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan melakukan
pekerjaan apa saja.
5. Tipe bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif, dan acuh
tak acuh.
Tipe lain dari lansia adalah tipe optimis, tipe konstruktif, tipe dependen
(ketergantungan), tipe defensif (bertahan), tipe militant dan serius, tipe pemarah/frustasi
(kecewa akibat kegagalan dalam melakukan sesuatu), serta tipe putus asa (benci pada diri
sendiri).
Sedangkan bila dilihat dari tingkat kemandiriannya yang dinilai berdasarkan
kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari (indeks kemandirian Katz), para
lansia dapat digolongkan menjadi beberapa tipe yaitu lansia mandiri sepenuhnya, lansia
mandiri dengan bantuan langsung keluarganya, lansia mandiri dengan bantuan secara
tidak langsung, lansia dengan bantuan badan sosial, lansia dip anti werda, lansia yang
dirawat di rumah sakit, dan lansia dengan gangguan mental.
2.4. Proses Penuaan
Tahap dewasa merupakan tahap tubuh mencapai titik perkembangan yang maksimal.
Setelah itu tubuh mulai menyusut dikarenakan berkurangnya jumlah sel-sel yang ada di
dalam tubuh. Sebagai akibatnya, tubuh juga akan mengalami penurunan fungsi secara
perlahan-lahan. Itulah yang dikatakan proses penuaan.
Penuaan atau proses terjadinya tua adalah suatu proses menghilangnya secara
perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi serta
memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantinides, 1994). Seiring dengan proses
menua tersebut, tubuh akan mengalami berbagai masalah kesehatan atau yang biasa
disebut sebagai penyakit degeneratif.
2.5. Mitos dan Stereotip Seputar Lanjut Usia
Menurut Sheiera Saul, 1974 mitos-mitos seputar lansia antara lain sebagai berikut:
1. Mitos kedamaian dan ketenangan
Adanya anggapan bahwa para lansia dapat santai menikmati hidup, hasil kerja, dan
jerih payahnya di masa muda. Berbagai guncangan kehidupan seakan-akan sudah
berhasil dilewati. Kenyataannya, sering ditemui lansia yang mengalami stress karena
kemiskinan dan berbagai keluhan serta penderitaan karena penyakit.
2. Mitos konservatif dan kemunduran
Konservatif berarti kolot, bersikap mempertahankan kebiasaan, tradisi, dan keadaan
yang berlaku. Adanya anggapan bahwa para lansia itu tidak kreatif, menolak inovasi,
berorientasi ke masa silam, kembali ke masa kanak-kanak, sulit berubah, keras kepala,
dan cerewet. Kenyataannya, tidak semua lansia bersikap dan mempunyai pemikiran
demikian.
3. Mitos berpenyakitan
Adanya anggapan bahwa masa tua dipandang sebagai masa degenerasi biologis yang
disertai berbagai penyakit dan sakit-sakitan. Kenyataannya, tidak semua lansia
berpenyakitan. Saat ini sudah banyak jenis pengobatan serta lansia yang rajin
melakukan pemeriksaan berkala sehingga lansia tetap sehat dan bugar.
4. Mitos senilitas
Adanya anggapan bahwa para lansia sudah pikun. Kenyataannya, banyak yang masih
tetap cerdas dan bermanfaat bagi masyarakat, karena banyak cara untuk
menyesuaikan diri terhadap penurunan daya ingat.
5. Mitos tidak jatuh cinta
Adanya anggapan bahwa para lansia sudah tidak lagi jatuh cinta dan bergairah kepada
lawan jenis. Kenyataannya, perasaan dan emosi setiap orang berubah sepanjang masa
serta perasaan cinta tidak berhenti hanya karena menjadi tua.
6. Mitos aseksualitas
Adanya anggapan bahwa pada lansia hubungan seks menurun, minat, dorongan,
gairah, kebutuhan, dan daya seks berkurang. Kenyataannya, kehidupan seks para
lansia normal-normal saja dan tetap bergairah, hal ini dibuktikan dengan banyaknya
lansia yang ditinggal mati oleh pasangannya, namun masih ada rencana untuk
menikah lagi.
7. Mitos ketidakproduktifan
Adanya anggapan bahwa para lansia tidak produktif lagi. Kenyataannya, banyak para
lansia yang mencapai kematangan, kemantapan, dan produktivitas mental maupun
material.
Mitos-mitos di atas harus disadari perawat dalam memberikan asuhan keperawatan,
karena banyak kondisi lansia yang sesuai dengan mitos tersebut dan sebagian lagi tidak
mengalaminya.
2.6. Teori Proses Penuaan
Sebenarnya secara individual tahap proses penuaan terjadi pada orang dengan usia
berbeda, masing-masing lanjut usia mempunyai kebiasaan yang berbeda, tidak ada satu
factor pun ditemukan untuk mencegah proses penuaan.
1. Teori-Teori Biologi
a. Teori Genetik dan Mutasi (Somatic Mutatic Theory)
Menurut teori ini menua telah terprogram secara generic untuk spesies-spesies
tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang deprogram
oleh molekul-molekul/DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi.
Sebagai contoh yang khas adalah mutasi dari sel-sel kelamin (terjadi penurunan
kemampuan fungsional sel).
b. Pemakaian dan Rusak kelebihan usaha dan stress menyebabkan sel-sel tubuh lelah
(terpakai).
c. Pengumpulan dari pigmen atau lemak dalam tubuh yang disebut teori akumulasi
dari produk sisa. Sebagai contoh adanya pigmen Lipofuchine di sel otot jantung
dan sel susunan syaraf pusat pada orang lanjut usia yang mengakibatkan
mengganggu sel itu sendiri.
d. Peningkatan jumlah kolagen dalam jaringan.
e. Tidak ada perlindungan terhadap radiasi, penyakit dan kekurangan gizi.
f. Reaksi dari kekebalan sendiri (Auto Immune Theory)
Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat khusus. Ada
jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut sehingga jaringan
tubuh menjadi lemah dan sakit. Sebagai contoh ialah tambahan kelenjar timus yang
ada pada usia dewasa berinvolusi dan semenjak itu terjadilah kelainan autoimun
(menurut Goldteris dan Brocklehurst).
g. Teori Immunology Slow Virus (Immunology Slow Virus Theory)
Sistem imun menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya virus ke
dalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh.
h. Teori Stress
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi
jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan
usaha dan stress menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.
i. Teori Radikal Bebas
Radikal bebas dapat terbentuk di dalam bebas, tidak stabilnya radikal bebas
(kelompok atom) mengakibatkan oksidasi oksigen bahan-bahan organik seperti
karbohidrat dan proton. Radikal ini menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.
j. Teori Rantai Silang
Sel-sel yang tua atau using, reaksi kimianya menyebabkan ikatan yang kuat,
khususnya jaringan kolagen, ikatan ini menyebabkan kurangnya elastis, kekacauan,
dan hilangnya fungsi.
k. Teori Program
Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang membelah setelah sel-
sel tersebut mati.
2. Teori Kejiwaan Sosial
a. Aktivitas atau Kegiatan (Activity Theory)
1) Ketentuan akan meningkatnya pada penurunan jumlah kegiatan secara langsung.
Teori ini menyatakan bahwa pada lanjut usia yang sukses adalah mereka yang aktif
dan ikut banyak dalam kegiatan sosial.
2) Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari lanjut usia.
3) Mempertahankan hubungan antara system sosial dan individu agar tetap stabil dari
usia pertengahan ke lanjut usia.
b. Kepribadian Berlanjut (Continuity Theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia. Teori ini
merupakan gabungan dari teori di atas. Pada teori ini menyatakan bahwa perubahan
yang terjadi pada seseorang yang lanjut usia dipengaruhi oleh tipe personality yang
dimiliknya.
c. Teori Pembebasan (Didengagement Theory)
Putusnya pergaulan atau hubungan dengan masyarakat dan kemunduran individu oleh
Cummning dan Henry 1961. Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia,
seseorang secara berangsur-angsur mulai melepsakan diri dari kehidupan sosialnya atau
menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial
lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering terjadi
kehilangan ganda (Triple Loss), yakni:
1) Kehilangan peran (Loss of Role)
2) Hambatan kontak sosial (Restrastion of Contacts and Relation Ships)
3) Berkurangnya komitmen (Reuced Commitment to Social Mores and Values)
2.7. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penuaan
R. Siti Maryam, dkk, 2008 menyebutkan factor-faktor yang mempengaruhi penuaan
adalah sebagai berikut:
1. Hereditas (Keturunan/Genetik)
2. Nutrisi (Asupan Makanan)
3. Status Kesehatan
4. Pengalaman Hidup
5. Lingkungan
6. Stress
2.8. Perubahan-perubahan yang Terjadi pada Lanjut Usia
Banyak kemampuan berkurang pada saat orang bertambah tua. Dari ujung rambut
sampai ujung kaki mengalami perubahan dengan makin bertambahnya umur. Menurut
Nugroho (2000) perubahan yang terjadi pada lansia adalah sebagai berikut:
1. Perubahan Fisik
a. Sel
Jumlahnya menjadi sedikit, ukurannya lebih besar, berkurangnya cairan intra
seluler, menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, dan hati, jumlah sel otak
menurun, terganggunya mekanisme perbaikan sel.
b. Sistem Persyarafan
Respon menjadi lambat dan hubungan antara persyarafan menurun, berat otak
menurun 10-20%, mengecilnya syaraf panca indra sehingga mengakibatkan
berkurangnya respon penglihatan dan pendengaran, mengecilnya syaraf penciuman
dan perasa, lebih sensitif terhadap suhu, ketahanan tubuh terhadap dingin rendah,
kurang sensitif terhadap sentuhan.
c. Sistem Penglihatan
Menurun lapang pandang dan daya akomodasi mata, lensa lebih suram (kekeruhan
pada lensa) menjadi katarak, pupil timbul sklerosis, daya membedakan warna
menurun.
d. Sistem Pendengaran
Hilangnya atau turunnya daya pendengaran, terutama pada bunyi suara atau nada
yang tinggi, suara tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas
umur 65 tahun, membran timpani menjadi atrofi menyebabkan otosklerosis.
e. Sistem Kardiovaskuler
Katup jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung menurun 1% setiap
tahun sesudah berumur 20 tahun, kehilangan sensitivitas dan elastisitas pembuluh
darah, kurangnya efektivitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi perubahan
posisi dari tidur ke duduk (duduk ke berdiri) bisa menyebabkan tekanan darah
menurun menjadi 65 mmHg dan tekanan darah meninggi akibat meningkatnya
resistensi dari pembuluh darah perifer, sistole normal ±170 mmHg, diastole normal
± 95 mmHg.
f. Sistem Pengaturan Temperatur Tubuh
Pada pengaturan suhu, hipotalamus dianggap bekerja sebagai suatu thermostat
yaitu menetapkan suatu suhu tertentu, kemunduran terjadi beberapa faktor yang
mempengaruhinya yang sering ditemukan antara lain: temperatur tubuh menurun,
keterbatasan reflek menggigil dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak
sehingga terjadi rendahnya aktifitas otot.
g. Sistem Respirasi
Paru-paru kehilangan elastisitas, kapasitas residu meningkat, menarik nafas lebih
berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun dan kedalaman nafas turun.
Kemampuan batuk menurun (menurunnya aktivitas silia), O2 arteri menurun
menjadi 75 mmHg, CO2 arteri tidak berganti.
h. Sistem Gastrointestinal
Banyak gigi yang tanggal, sensitivitas indra pengecap menurun, pelebaran
esophagus, rasa lapar menurun, asam lambung menurun, waktu pengosongan
menurun, peristaltik lemah, dan sering timbul konstipasi, fungsi absorbsi menurun.
i. Sistem Genitourinaria
Otot-otot pada vesika urinaria melemah dan kapasitasnya menurun sampai 200 mg,
frekuensi BAK meningkat, pada wanita sering terjadi atrofi vulva, selaput lendir
mongering, elastisitas jaringan menurun dan disertai penurunan frekuensi seksual
intercrouse berefek pada seks sekunder.
j. Sistem Endokrin
Produksi hampir semua hormon menurun (ACTH, TSH, FSH, LH), penurunan
sekresi hormon kelamin misalnya: estrogen, progesterone, dan testoteron.
k. Sistem Kulit
Kulit menjadi keriput dan mengkerut karena kehilangan proses keratinisasi dan
kehilangan jaringan lemak, berkurangnya elastisitas akibat penurunan cairan dan
vaskularisasi, kuku jari menjadi keras dan rapuh, kelenjar keringat berkurang
jumlah dan fungsinya, perubahan pada bentuk sel epidermis.
l. Sistem Muskuloskeletal
Tulang kehilangan cairan dan rapuh, kifosis, penipisan dan pemendekan tulang,
persendian membesar dan kaku, tendon mengkerut dan mengalami sclerosis, atropi
serabut otot sehingga gerakan menjadi lamban, otot mudah kram dan tremor.
2. Perubahan Mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah:
a. Perubahan fisik.
b. Kesehatan umum.
c. Tingkat pendidikan.
d. Hereditas.
e. Lingkungan.
f. Perubahan kepribadian yang drastis namun jarang terjadi misalnya kekakuan sikap.
g. Kenangan, kenangan jangka pendek yang terjadi 0-10 menit.
h. Kenangan lama tidak berubah.
i. Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal, berkurangnya
penampilan, persepsi, dan ketrampilan psikomotor terjadi perubahan pada daya
membayangkan karena tekanan dari faktor waktu.
3. Perubahan Psikososial
a. Perubahan lain adalah adanya perubahan psikososial yang menyebabkan rasa tidak
aman, takut, merasa penyakit selalu mengancam sering bingung panik dan depresif.
b. Hal ini disebabkan antara lain karena ketergantungan fisik dan sosioekonomi.
c. Pensiunan, kehilangan financial, pendapatan berkurang, kehilangan status, teman
atau relasi.
d. Sadar akan datangnya kematian.
e. Perubahan dalam cara hidup, kemampuan gerak sempit.
f. Ekonomi akibat perhentian jabatan, biaya hidup tinggi.
g. Penyakit kronis.
h. Kesepian, pengasingan dari lingkungan sosial.
i. Gangguan syaraf panca indra.
j. Gizi
k. Kehilangan teman dan keluarga.
l. Berkurangnya kekuatan fisik.
2.9. Permasalahan pada Lansia
Berbagai permasalahan yang berkaitan dengan pencapaian kesejahteraan lansia
antara lain (Setiabudi, 1999: 40-42):
1. Permasalahan Umum
a. Makin besarnya jumlah lansia yang berada dibawah garis kemiskinan.
b.Makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga yang berusia lanjut
kurang diperhatikan, dihargai, dan dihormati.
c. Lahirnya kelompok masyarakat industri.
d. Masih rendahnya kualitas dan kuantitas tenaga profesional pelayanan lansia.
e. Belum membudaya dan melembaganya pembinaan kesejahteraan lansia.
2. Permasalahan Khusus
a. Berlangsungnya proses menua yang berakibat timbulnya masalah baik fisik, mental
maupun sosial.
b. Berkurangnya integrasi sosial lansia.
c. Rendahnya produktivitas kerja lansia.
d. Banyaknya lansia yang miskin, terlantar, dan cacat.
e.Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah pada tatanan masyarakat
individualistik.
f. Adanya dampak negatif dari proses pembangunan yang dapat mengganggu
kesehatan fisik lansia.
2.10. Beberapa Penyakit dan Sifat Penyakit pada Lansia
Penyakit atau gangguan umum pada lansia ada 7 macam, yaitu:
a. Depresi Mental
b. Gangguan Pendengaran
c. Bronkitis Kronis
d. Gangguan pada tungkai atau sikap berjalan
e. Gangguan pada koksa/sendi panggul
f. Anemia
g. Demensia
Beberapa sifat penyakit pada lansia yang membedakannya dengan penyakit pada
orang dewasa seperti yang dijelaskan berikut ini:
1. Penyebab Penyakit
Penyebab penyakit pada lansia umumnya berasal dari dalam tubuh (endogen),
sedangkan pada orang dewasa berasal dari luar tubuh (eksogen). Hal ini disebabkan
karena pada lansia telah terjadi penurunan fungsi dari berbagai organ-organ tubuh
akibat kerusakan sel-sel karena proses menua, sehingga produksi hormone, enzim,
dan zat-zat yang diperlukan untuk kekebalan tubuh menjadi berkurang. Dengan
demikian, lansia akan lebih mudah terkena infeksi. Sering pula, penyakit lebih dari
satu jenis (multipatologi), dimana satu sama lain dapat berdiri sendiri maupun saling
berkaitan dan memperberat.
2. Gejala penyakit sering tidak khas/tidak jelas
Misalnya, penyakit infeksi paru (pneumonia) sering kali tidak didapati demam tinggi
dan batuk darah, gejala terlihat ringan padahal penyakit sebenarnya cukup serius,
sehingga penderita menganggap penyakitnya tidak berat dan tidak perlu berobat.
3. Memerlukan lebih banyak obat (polifarmasi)
Akibat banyaknya penyakit pada lansia, maka dalam pengobatannya memerlukan
obat yang beraneka ragam dibandingkan dengan orang dewasa. Selain itu, perlu
diketahui bahwa fungsi organ-organ vital tubuh seperti hati dan ginjal yang berperan
dalam mengolah obat-obat yang masuk ke dalam tubuh telah berkurang. Hal ini
menyebabkan kemungkinan besar obat tersebut akan menumpuk dalam tubuh dan
terjadi keracunan obat dengan segala komplikasinya bila diberikan dengan dosis
yang sama dengan orang dewasa. Oleh karena itu, dosis obat perlu dikurangi pada
lansia. Efek samping obat sering pula terjadi pada lansia yang menyebabkan
timbulnya penyakit-penyakit baru akibat pemberian obat tadi (iatrogenik), misalnya
poliuri/sering BAK akibat pemakaian obat diuretik (obat untuk meningkatkan
pengeluaran air seni), dapat terjatuh akibat penggunaan obat-obat penurun tekanan
darah, penenang, antidepresi, dan lain-lain. Efek samping obat pada lansia biasanya
terjadi karena diagnosis yang tidak tepat, ketidakpatuhan meminum obat, serta
penggunaan obat yang berlebihan dan berulang-ulang dalam waktu yang lama.
4. Sering mengalami gangguan jiwa
Pada lansia yang telah lama menderita sakit sering mengalami tekanan jiwa
(depresi). Oleh karena itu, dalam pengobatannya tidak hanya gangguan fisiknya saja
yang diobati, tetapi juga gangguan jiwanya yang justru seing tersembunyi gejalanya.
Jika yang mengobatinya tidak teliti akan mempersulit penyembuhan penyakitnya.
2.11. Pembinaan Kesehatan Lansia di Panti dan Terapi Modalitas
1. Tujuan
a. Tujuan Umum
Meningkatnya derajat kesehatan dan mutu kehidupan lansia dip anti agar mereka
dapat hidup layak.
b. Tujuan Khusus
1) Meningkatnya pembinaan dan pelayanan kesehatan lansia dip anti, baik oleh
petugas kesehatan maupun petugas panti.
2) Meningkatnya kesadaran dan kemampuan lansia khususnya yang tinggal dip
anti dalam memelihara kesehatan diri sendiri.
3) Meningkatnya peran serta keluarga dan masyarakat dalam upaya pemeliharaan
kesehatan lansia di panti.
2. Sasaran
a. Sasaran Umum
1) Pengelola dan petugas penghuni panti
2) Keluarga lansia
3) Masyarakat luas
4) Instansi dan organisasi terkait
b. Sasaran Khusus
Lansia penghuni panti
3. Kegiatan
Pelaksanaan kegiatan pembinaan kesehatan lansia dilakukan melalui upaya
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
a. Upaya Promotif
Adalah upaya untuk menggairahkan semangat hidup dan meningkatkan derajat
kesehatan lansia agar tetap berguna, baik bagi dirinya, keluarga, maupun
masyarakat. Kegiatan tersebut dapat berupa penyuluhan/demonstrasi dan/atau
pelatihan bagi petugas panti mengenai hal-hal berikut ini:
1) Masalah gizi dan diet
a) Cara mengukur keadaan gizi lansia.
b) Cara memilih bahan makanan yang bergizi bagi lansia.
c) Cara menyusun menu sehat dan diet khusus.
d) Cara menghitung kebutuhan makanan di panti.
e) Cara menyelenggarakan penyediaan di panti.
f) Cara mengawasi keadaan gizi lansia.
2) Perawatan dasar kesehatan
Melakukan pengkajian komprehensif pada lansia
a) Perawatan kesehatan dasar lansia yang masih aktif.
b) Perawatan kesehatan dasar bagi lansia yang pasif.
c) Perawatan khusus lansia yang mengalami gangguan.
d) Perawatan dasar lingkungan panti, baik di dalam maupun di luar panti.
3) Keperawatan kasus darurat
a) Mengenal kasus darurat.
b) Tindakan pertolongan pertama kasus darurat.
4) Mengenal kasus gangguan jiwa
a) Tanda dan gejala gangguan jiwa pada lansia.
b) Cara mencegah dan mengatasi gangguan jiwa pada lansia.
5) Olah raga
a) Maksud dan tujuan olah raga bagi lansia.
b) Macam-macam olah raga yang tepat bagi lansia.
c) Cara-cara melakukan olah raga yang benar.
6) Teknik-teknik berkomunikasi
a) Bimbingan rohani.
b) Sarasehan, pembinaan mental, dan ceramah keagamaan.
c) Pembinaan dan pengembangan kegemaran pada lansia di panti.
d) Rekreasi.
e) Kegiatan lomba antar lansia di dalam panti atau antar panti.
f) Penyebarluasan informasi tentang kesehatan lansia di panti maupun
masyarakat luas melalui berbagai macam media.
b. Upaya Preventif
Adalah upaya pencegahan terhadap kemungkinan terjadi penyakit-penyakit yang
disebabkan oleh proses penuaan dan komplikasinya. Kegiatannya dapat berupa
kegiatan berikut ini:
1) Pemeriksaan berkala yang dapat dilakukan di panti oleh petugas kesehatan
yang datang ke panti secara periodic atau di puskesmas dengan menggunakan
KMS lansia.
2) Penjaringan penyakit pada lansia, baik oleh petugas kesehatan di puskesmas
maupun petugas panti yang telah dilatih dalam pemeliharaan kesehatan lansia.
3) Pemantauan kesehatan oleh dirinya sendiri dengan bantuan petugas panti yang
menggunakan buku catatan pribadi.
4) Melakukan olah raga secara teratur sesuai dengan kemampuan dan kondisi
masing-masing.
5) Mengelola diet dan makanan lansia penghuni panti sesuai dengan kondisi
kesehatannya masing-masing.
6) Meningkatkan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
7) Mengembangkan kegemarannya agar dapat mengisi waktu dan tetap produktif.
8) Melakukan orientasi realita, yaitu upaya pengenalan terhadap lingkungan
sekelilingnya agar lansia dapat lebih mampu mengadakan hubungan dan
pembatasan terhadap waktu, tempat, dan orang secara optimal.
c. Upaya Kuratif
Upaya kuratif adalah upaya pengobatan bagi lansia oleh petugas kesehatan atau
petugas panti terlatih sesuai kebutuhan. Kegiatan ini dapat berupa hal-hal berikut
ini:
1) Pelayanan kesehatan dasar di panti oleh petugas kesehatan atau petugas panti
yang telah dilatih melalui bimbingan dan pengawasan petugas
kesehatan/puskesmas.
2) Pengobatan jalan di puskesmas.
3) Perawatan dietetik.
4) Perawatan kesehatan jiwa.
5) Perawatan kesehatan gigi dan mulut.
6) Perawatan kesehatan mata.
7) Perawatan kesehatan melalui kegiatan puskesmas.
8) Rujukan ke rumah sakit, dokter spesialis, atau ahli kesehatan yang diperlukan.
d. Upaya Rehabilitatif
Adalah upaya untuk mempertahankan fungsi organ seoptimal mungkin. Kegiatan
ini dapat berupa rehabilitasi mental, vokasional (ketrampilan/kejuruan), dan
kegiatan fisik. Kegiatan ini dilakukan oleh petugas kesehatan, petugas panti yang
telah dilatih dan berada dalam pengawasan dokter, atau ahlinya (perawat).
Pada saat orang tua terpisah dari anak serta cucunya, maka muncul perasaan
tidak berguna (useless) dan kesepian. Padahal mereka yang sudah tua masih
mampu mengaktualisasikan potensinya secara optimal. Jika lansia dapat
mempertahankan pola hidup serta cara dia memandang suatu makna kehidupan,
maka sampai ajal menjemput mereka masih dapat berbuat banyak bagi
kepentingan semua orang.
10 kebutuhan lansia (10 needs of the erderly) menurut Darmojo (2001) adalah
sebagai berikut:
1) Makanan cukup dan sehat (healthy food).
2) Pakaian dan kelengkapannya (cloth and common accessories).
3) Perumahan/tempat tinggal/tempat berteduh (home, place to stay).
4) Perawatan dan pengawasan kesehatan (health care and facilities).
5) Bantuan teknis praktis sehari-hari/bantuan hokum (technical, judicial
assistance).
6) Transportasi umum (facilities for public transportations).
7) Kunjungan/teman bicara/informasi (visits, companies, informations).
8) Rekreasi dan hiburan sehat lainnya (recreational activities, picnic).
9) Rasa aman dan tentram (safety feeling).
10) Bantuan alat-alat panca indra (other assistance/aids). Kesinambungan
bantuan dana dan fasilitas (continuation of subsidies and facilities).
4. Terapi Modalitas
Terapi modalitas merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengisi waktu luang
bagi lansia.
a. Tujuan
1) Mengisi waktu luang bagi lansia.
2) Meningkatkan kesehatan lansia.
3) Meningkatkan produktivitas lansia.
4) Meningkatkan interaksi sosial antar lansia.
b. Jenis Kegiatan
1) Psikodrama
Bertujuan untuk mengekspresikan perasaan lansia. Tema dapat dipilih sesuai
dengan masalah lansia.
2) Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
Terdiri atas 7-10 orang. Bertujuan untuk meningkatkan kebersamaan,
bersosialisasi, bertukar pengalaman, dan mengubah perilaku. Untuk
terlaksananya terapi ini dibutuhkan leader, co-leader, dan fasilitator. Misalnya
cerdas cermat, tebak gambar, dan lain-lain.
3) Terapi musik
Bertujuan untuk menghibur para lansia sehingga meningkatkan gairah hidup
dan dapat mengenang masa lalu.
4) Terapi berkebun
Bertujuan untuk melatih kesabaran, kebersamaan, dan memanfaatkan waktu
luang.
5) Terapi dengan binatang
Bertujuan untuk meningkatkan rasa kasih saying dan mengisi hari-hari sepinya
dengan bermain bersama binatang.
6) Terapi okupasi
Bertujuan untuk memanfaatkan waktu luang dan meningkatkan produktivitas
dengan membuat atau menghasilkan karya dari bahan yang telah disediakan.
7) Terapi kognitif
Bertujuan agar daya ingat tidak menurun. Seperti mengadakan cerdas cermat,
mengisi TTS, dan lain-lain.
8) Life review terapi
Bertujuan untuk meningkatkan gairah hidup dan harga diri dengan
menceritakan pengalaman hidupnya.
9) Rekreasi
Bertujuan untuk meningkatkan sosialisasi, gairah hidup, menurunkan rasa
bosan, dan melihat pemandangan.
10) Terapi keagamaan
Bertujuan untuk kebersamaan, persiapan menjelang kematian, dan
meningkatkan rasa nyaman. Seperti mengadakan pengajian, kebaktian, dan
lain-lain.
2.12. Sifat Penyakit pada Lansia
Beberapa sifat penyakit pada lansia yang membedakannya dengan penyakit pada
orang dewasa seperti yang dijelaskan berikut ini:
1. Penyebab penyakit
Penyebab penyakit pada lansia pada umumnya berasal dari dalam tubuh (endogen),
sedangkan pada orang dewasa berasal dari luar tubuh (eksogen). Hal ini disebabkan
karena pada lansia telah terjadi penurunan fungsi dari berbagai organ-organ tubuh
akibat kerusakab sel-sel karena prosesmenua, sehingga produksi hormon, enzim, dan
zat-zat yang diperlukan untuk kekebalan tubuh menjadi berkurang. Dengan
demikian, lansia akan lebih mudah terkena infeksi. Sering pula, penyakit lebih dari
satu jenis (multipatologi), dimana satu sama lain dapat berdiri sendiri maupun saling
berkaitan dan memperberat.
2. Gejala penyakit sering tidak khas/tidak jelas
Misalnya, penyakit infeksi paru (pneumonia) sering kali didapati demam tinggi dan
batuk darah, gejala terlihat ringan padahal penyakit sebenarnya cukup serius,
sehingga penderita menganggap penyakitnya tidak berat dan tidak perlu berobat.
3. Memerlukan lebih banyak obat (polifarmasi)
Akibat banyaknya penyakit pada lansia, maka dalam pengobatannya memerlukan
obat beranekaragam dibandingkan dengan orang dewasa. Selain itu, perlu diketahui
bahwa fungsi organ-organ vital tubuh seperti hati dan ginjal yang berperan dalam
mengolahobat-obat yang masuk ke dalam tubuh telah berkurang. Hail ini
menyebabkan kemungkinan besar obat tersebut akan menumpuk dalam tubuh dan
terjadi keracunan obat dengan segala komplikasinya jika diberikan dengan dosis
yang sama dengan orang dewasa. Oleh karena itu, dosis obat perlu dikurangi pada
lansia. Efek samping obat sering pula terjadi pada lansia yang menyebabkan
timbulnya penyakit-penyakit baru akibat pemberian obat tadi (iatrigenik), misalnya
poliuri/sering BAK akibat pemakaian obat diuretic (obat untuk meningkatkan
pengeluaran air seni), dapat terjatuh akibat penggunaan obat-obat penurunan tekanan
darah, penenang, antidepresi, dan lain-lain. Efek sampng obat pada lansia biasanya
terjadi karena diagnosis yang tidak tepat ketidakpatuhan meminum obat, serta
penggunaan obat yang berlebihan dan berulang-ulang dalam waktu yang lama
4 Sering mengalami gangguan jiwa
Pada lansia yang telah lama menderita sakit sering mengalami tekanan jiwa
(depresi).Oleh karena itu, dalam pengobatannya tidak hanya gangguan fisiknya saja
yang diobati, tetapi juga gangguan jiwanya yang justru sering tersembunyi
gejalanya. Jika yang mengobatinya tidak teliti akan mempersulit penyembuhan
penyakitnya.
2.13. Manajemen stress
Stress tidak lain dari suatu ancaman nyata atau dirasakan yang tertuju pada kondisi
sik, emosi, dan sosial seseorang. Kesemuanya dapat menimbulkan stress. Telah banyak
teori yang diajukan tentang stress ini, namun yang mengaitkannya dengan lansia dan
penuaan hampir tidak ada (miller, 1995). Pengertian tentang stress perlu dikaitkan
dengan koping. Jadi ringkasnya, bahwa:
1. Stress adalah kejadian eksternal serta situasi lingkungan yang membebani
kemampuan adaptasi individu, terutama berupa beban emosional dan kejiwaan;
sedangkan
2. Koping adalah cara berfikir dan bereaksi yang ditujukan untuk mengatasi beban
atau transaksi yang menyakitkan itu (stressor). Pembaca dapat merujuk pada teori-
teori tentang stress antara lain sindrom adaptasi umum menurut selye (1956) serta
jumlah pakar terkemuka mengenai stress ini. Berikut ini disajikan factor-faktor
yang mempengaruhi koping pada lansia.
a. faktor-faktor yang mempengaruhi koping pada lansia
Pengaruh dari berbagai pengalaman hidup beserta koping.
o Berbagai orang mamaknai pengalaman hidupnya secara unik
o Fakor waktu cukup berpengaruh, khususnya bila berbagai
kejadianmenimpa dalam selang waktu yang singkat
o Bila suatu kejadian yang menimpa itu tidak diantisipasi sebelumnya
o Pengalaman pahit yang dialami sehari-hari memerlukan koping yang lebih
besar ketimbang
o koping untuk suatu tragedy
Sumber-sumber koping:
o Bagi dewasa adalah aset/harta milik lansia
o Dukungan sosial merupakan penangkal terhadap stress Gaya koping:
o Hal ini lebih dipengaruhi oleh lsegi usia/kematangan
o Gaya koping yang pasif, yaitu yang lebih berfokus pada emosi dikatakan
cukup efektif terhadap kejadian-kejadian yang tak mungkin lagi di ubah
o Gaya koping yang aktif, yaitu yang lebih berfokus pada masalah dikatakan
cukup efektifterhadap kejadian-kejadian yang masihdapat di ubah
o Menurut banyak kalangan bahwa segi keagamaan dan aktivitas tertentu
merupakan perilaku yang efektif
o Aktifitas yang bersifat menarik perhatian sangat membantu
Dalam penghujung usia, seseorang tentu saja telah mengalami kejadian-kejadian
dengan resiko stroke yang tinggi, misalnya: penyakit akut atau kronis, pension,
kematian kerabat, kesulitan keuangan atau perpindahan tempat domisili (lansia yang
akan dimasukkan ke panti), serta masih banyak lagi. Walaupun mereka penyebab stress
cukup beragam, namun dampak siologis pada umumnya berupa, yaitu dalam benyuk
rangsangan saraf simpatis yang menyebabkan dikeluarkannya hormone-hormon dengan
segenap akibat yang ditimbulkannya.
Stress yang berlangsung secara berkepanjangan bisa berakibat serius, termasuk
kemungkinan munculnya penyakit jantung, hipertensi, stroke, penyakit kanker,
penyakit maag, sanpai pada kemungkinan penyakit kulit serta berbagai komplikasi lain,
termasuk masalah sosial dan emosional, caranya seseorang lansia beradaptasi terhadap
stress sangat dipengaruhi oleh tipe kepribadian serta strategi penyesuaian (koping) yang
telah digunakan sepanjang hidupnya. Mencari teman serta menjaga persahabatan
merupakan bentuk strategi yang penting.Persahabatan dapat member dukungan bagi
lansia, terutama disaat stress meningkatkan rasa percaya diri untuk mengatasi kesulitan
yang dihadapi. Klien lansia harus diberanikan agar berespon terhadap stress dengan
cara yang sehat. Salain itu perlu menjaga keseimbangan nutrisi, istirahat yang cukup,
serta exercise. Juga dapat dipertimbangkan terapi relaksasi, sebagai contoh di Negara
maju tak jarang orang melakukan yoga, meditasi, layihan relaksasi sampai pada
melibatkan diri dalam berbagai aktivitas yang terkait dengan upaya mengatasi stress.
Strategi koping yang dapat di ikhtiarkan terhadap aneka tantangan yang dihadapi
lansia.
Penyesuaian psikososial Strategi koping
o Stereoptip lansia
o Pension
o Pengurangan pendapatan
o Kemunduran kesehatan
o Keterbatasan fungsional (aktivitas sehari-hari)
o Kemunduran kognitif
o Kematian anggota keliarga
o Perpindahan hunian
o Tantangan kejiwaan lainnya
o Peril dipertimbangkan identitas diri yang kuat percaya diri)
o Kembangkan keterampilan baru, gunakan waktu luang, berperan aktif dalam
kegiatan-kegiatan yang bermakana
o Manfaatkan fasilitas discount yang tersedia
o Gaya hidup sehat(gizi, olahraga, dan istirahat secukupnya
o Penyesuaian diri terhadap longkungan dan jika perlu menggunakan alat bantu
o Memanfaatkan peluang pendidikan seperti grup diskusi, perpustakaan, dan hal-hal
lain yang kreatif
o Boleh larut dalam kesedihan secukupnya, bila perlu memanfaatkan konseling, bina
keakraban yang baru
o Di Negara maju, bagi para lansia tersedia berbagai pilihan hunian
o Pertahankan selera humor, gunakan teknik penghilanh stress, dan berpartisipasi
dalam aktivitas kelompok.
Sumber: Miller 1995
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KELOMPOK
GERONTI DI PANTI WERDHA
Nama Kelompok : Kelompok III
Tingkat : III
Lahan Praktik : Panti Werdha, Brangkal, Mojokerto
Tanggal Pengkajian : 10 Desember 2013
Pimpinan Panti : Drs. Sirro Judin, M.M.
Dikelola Oleh : Departemen Sosial RI
A. PENGKAJIAN
1. Karakteristik Penghuni
a. Berdasarkan umur
Karakteristik umur Perempuan Laki-laki Jumlah Prosentase
< 60
60 – 70
71 – 90
> 90
-
3
2
-
-
2
1
-
-
5
3
-
0 %
62,5 %
37,5 %
-
Jumlah 9 - 9 100 %
b. Berdasarkan pendidikan
Tingkat Pendidikan Jumlah Prosentase
Tidak sekolah
Tidak tamat SD
Tamat SD/sederajat
Tamat SMP/sederajat
Tamat SMA
4
3
-
-
1
50 %
37,5 %
-
-
12,5 %
Jumlah 8 100
c. Berdasarkan agama
Agama Jumlah Prosentase
Muslim
Non Muslim
8
-
100
-
Jumlah 8
2. Data khusus
a. Biologis
1) Keadaan kesehatan
5 Besar Keluhan Lansia Jumlah Prosentase
Nyeri persendian
Gangguan fungsi pendengaran
Penglihatan kabur
Tidak senang berinteraksi
Lain - lain
6
3
4
1
1
40 %
20 %
26,6 %
5,65 %
5,65 %
Jumlah 15 100 %
Dari hasil pengkajian didapatkan beberapa lansia yaitu sekitar 6 orang
mengeluh pegal dan nyeri pada daerah pinggang, tangan dan kaki. Biasanya mereka
merasa pegal dan nyeri pada saat istirahat (tidur), sebagian lansia mengatakan pegal
dan nyeri tersebut saat atau setelah melakukan aktivitas.
2) Pola makan dan minum
Frekuensi makan 3 x sehari. Para lansia biasa makan berkumpul di ruang TV,
tetapi ada sebagian lansia yang makan di kamar masing-masing. Sekitar 5- 6 orang
lansia yang makan dikamar mereka masing-masing dengan alasan lebih nyaman
makan dikamar. Menu makanan pagi hari nasi, sayur, tempe. Makan siang terdiri
dari nasi, sayur, tempe dan telur. Menu makan sore sama dengan dengan menu
makan siang. Para lansia kadang-kadang membeli makanan sendiri di luar seperti
roti, dan lain-lain setiap sore atau pagi, kadang-kadang para lansia mendapat
makanan tambahan (snack) seperti bubur kacang, roti, gorengan, buah-buahan.
Sebagian lansia minum sebanyak 4 – 6 mug kecil dalam sehari (1 mug kecil =
200 ml). Sekitar 2 – 3 lansia yang memakai mug besar dan dalam sehari mereka
minum 1 – 2 mug (1 mug besar = 600 ml). Hasil observasi kelompok di dapat
mukosa bibir dan kulit lansia lembab.
3) Pola tidur
Para lansia masuk kamar tidur sekitar pukul 21.00 WIB setelah menonton
acara TV. Namun ada sebagian lasia ada yang langsung masuk kamar setelah
melaksanakan sholat Isya sekitar pukul 20.00 WIB. Kegiatan yang dilakukan
sebelum tidur diantaranya menonton TV dan mengaji. Sebagian besar lansia bangun
jam 04.00 WIB pagi untuk bersiap-siap melaksanakan sholat shubuh berjama’ah.
Tetapi ada 1 – 2 orang yang tidak melaksanakan sholat berjamaah karena kondisi
lansia yang tidak memungkinkan. Jika dijumlahkan, jumlah jam tidur lansia adalah 7
– 8 jam dalam sehari.
4) Kebersihan diri
Penampilan sebagian besar penghuni panti Werdha tampak bersih dan rapih.
Setiap lansia mandi dan gosok gigi 2 – 3 kali dalam satu hari dilakukan terutama jika
mereka akan melaksanakan sholat. Tercium bau mulut saat berkomunikasi dengan
beberapa lansia terdapat kotoran pada rangkaian gigi dan warna gigi yang
menguning. Lansia keramas 2 -3 kali setiap minggu dengan menggunakan shampo,
baju klien ganti 2 hari sekali.
b. Psikologis dan sosial
1) Kebiasaan buruk kelompok
Satu lansia mempunyai kebiasaan merokok di panti dan biasa menghabiskan
dua sampai tiga batang setiap hari terutama setelah selesai makan.
2) Keadaan emosi
Ada satu lansia yang bila di ajak bicara jawabannya tidak sesuai tema yang
sedang dibicarakan, sehingga sering kali jadi bahan tertawaan sesama lansia.
3) Pengambilan keputusan
Di panti Werdha tidak ada lansia yang berperan sebagai pengambil
keputusan. Masing – masing berhak menentukan yang terbaik bagi dirinya.
Bila ada anggota wisma yang sakit, maka lansia yang lain hanya melaporkan
kepada petugas wisma.
4) Rekreasi
Kegiatan rekreasi yang dilakukan anggota panti Werdha antara lain
menonton TV, mendengarkan Radio atau bercakap – cakap di ruang tengah.
Pengurus panti mengadakan program rekreasi dalam setahun sekali dan diikuti
oleh seluruh lansia dip anti Werdha< Brangkal, Mojokerto
5) Perilaku mencari pelayanan kesehatan
Lansia yang sakit hanya minum obat yang di berikan oleh petugas
puskesmas yang datang ke panti setiap hari kamis pagi. Jika obatnya habis
para lansia tidak mencari obat warung karena keadaan ekonomi para lansia
yang kurang, kecuali ada lansia yang sakit parah biasanya para lansia lapor ke
petugas wisma.
6) Ketergantungan obat
Sebagian lansia yang sering menggunakan obat warung atau jamu saat
mempunyai keluhan kesehatan. Mereka merasa keluhannya berkurang tetapi
tidak mengetahui akibat kebiasaan ini pada kesehatannya. Pengaturan minum
obat selanjutnya diserahkan kepada pengurus wisma.
7) Kecacatan
Di Panti Werdha tidak ada lansia yang mengalami kecacatan.
8) Keadaan ekonomi
Semua lansia di Panti Werdha tidak ada yang mempunyai tunjangan
pensiun, mereka hanya mendapatkan uang santunan dari panti sebesar Rp
2.500.- / minggu. Uang itu kebanyakan di simpan atau digunakan untuk
membeli kebutuhan sehari – hari.
9) Kegiatan organisasi sosial
Sebagian besar lansia mengikuti pengajian dan senam lansia yang
diadakan di panti. Pengajian setiap hari Senin dan Rabu serta senam setiap
hari Selasa dan Jum’at.
10) Hubungan antara anggota kelompok
Sebagian besar lansia di dalam kelompok mementingkan kepentingan
pribadi masing – masing dan cenderung membiarkan dan tidak perduli satu
sama lain. Lansia – lansia sering berkomunikasi dan terlibat dalam interaksi
kelompok.
11) Hubungan di luar kelompok
Sebagian besar lansia menyatakan jarang berkunjung dan berhubungan
dengan lansia yang tinggal di wisma yang lain, hubungan dengan lansia di
wisma lain dilakukan melalui kegiatan pengajian dan olah raga.
12) Hubungan dengan anggota keluarga
Tidak ada waktu khusus untuk kunjungan keluarga. Keluarga bisa
mengunjungi lansia kapan saja sesuai kebutuhan keluarga. Tetapi sebagian
lansia tidak pernah lagi di kunjungi oleh keluarga karena sanak keluarganya
sudah tidak ada.
c. Spiritual
1) Ketaatan beribadah.
Semua lansia di Panti Werdha beragama Islam dan saat menjalankan
ibadah ( shalat lima waktu ) dan selalu mengikuti pengajian yang diadakan
oleh panti. Semua lansia percaya akan tibanya kematian dan lansia pasrah bila
kematian menjemput mereka.
2) Keyakinan tentang kesehatan
Lansia percaya bahwa sakit dan sehat adalah hal yang wajar terjadi
pada manusia. Beberapa lansia sering mengeluh pegal dan nyeri, biasanya jika
hal itu terjadi mereka biasanya menggunakan minyak kayu putih atau balsem
pada daerah yang terasa sakit. Cara tersebut cukup mengurangi rasa sakit.
d. Kultural
1) Adat yang mempengaruhi kesehatan
Lansia di panti Werdha semuanya berasal dari pulau jawa dan tidak ada adat
istiadat garuhi kesehatan.
2) Tabu – tabu
Tidak ada pantrangan budaya yang dianut oleh lansia di panti Werdha
e. Keadaan lingkungan dalam
1) Penerangan
Semua kamar umumnya mendapatkan penerangan yang cukup baik masing –
masing kamar diberi lampu lima watt. Penerangan di ruang tengah dan di
pintu menuju kamar mandi menggunakan neon 40 watt pada malam hari
sebagian lampu dimatikan.
2) Kebersihan dan kerapihan
Secara umum kondisi kamar – kamar cukup bersih dan rapi, juga ruang tamu,
kamar mandi dan wc. Setiap hari wisma dibersihkan oleh para lansia dan
kamar – kamar lansia di bersihkan oleh para lansia yang menempati kamar
tersebut. Namun lantai di panti agak licin, terutama di depan kamar mandi. Di
kamar mandi tidak terdapat pegangan pengaman.
3) Sirkulasi udara
Sirkulasi udara secara umum cukup baik karena di wisma terdapat cukup
jendela termasuk disetiap kamar lansia yang selalu dibuka setiap pagi selain
itu dikamar – kamar lansia terdapat cukup ventilasi.
f. Keadaan lingkungan dan halaman
1) Pemanfaatan halaman
Halaman wisma dimanfaatkan untuk penghijauan, para lansia merawatnya
dengan menyiramnya dan menyiangi rumput.
2) Pembuangan air limbah
Semua limbah dari kamar mandi dan WC dialirkan melalui saluran tertutup
dan di teruskan ke sungai Citarum.
3) Pembuangan sampah
Kebanyakan sampah di wisma adalah sampah organik, sampah tersebut
ditampung menggunakan tempat sampah dan setiap pagi diangkut ke
penampungan sampah.
4) Sumber pencemaran
Letak panti yang berdekatan dengan jalan raya utama merupakan penyebab
pencemaran udara dan sumber kebisingan.
B. Analisa Data
Data Diagnosa Keperawatan
Data Subjektif
Beberapa lansia mengeluh pegal dan nyeri pada Gangguan rasa nyaman : nyeri
pinggang, tangan dan kaki.
Mereka mengatakan belum tahu cara yang tepat untuk
mengatasi pegal dan nyeri.
Mereka mengatakan pegal dan nyeri yang dirasakan
muncul pada saat istirahat (tidur) sebagian lansia
mengatakan pegal dan nyeri tersebut saat atau setelah
melakukan aktivitas.
Jika timbul nyeri mereka menggunakan minyak kayu
putih atau balsem pada daerah yang pegal atau nyeri.
Cara tersebut cukup mengurangi rasa sakit atau pegal
yang dialami.
Data Objektif
6 orang dari 8 orang lansia di Wisma Melati RPSTW
Budhi Daya menderita rematik atau 40%.
sendi di wisma Melati RPSTW
Budhi Daya b.d kurangnya
motivasi : proses
degenerasi/penurunan fungsi
muskuluskeletal
dimanifestasikan dengan 36%
lansia mengeluh nyeri dan pegal
pada daerah pinggang dan
ekstremitas
Data Subjektif
Sekitar 3 orang lansia mengeluh penglihatannya kabur
atau sekitar 20%, 2 orang menggunakan kaca mata.
Data Objektif
Di kamar mandi tidak terdapat pegangan pengaman.
Lantai di wisma agak licin.
Resiko cedera pada lansia di
wisma Melati RPSTW Budhi
Daya Telukjambe Karawang b.d
kurang pengetahuan tentang
gangguan penglihatan
(penglihatan kabur) dan cara
perawatannya dengan
dimanifestasikan 21,4% lansia
mengalami penglihatan kabur.
Data Subjektif
4 orang lansia di wisma anggrek RPSTW Budhi Daya
mengeluh penglihatannya berkurang, sekitar 26,6 %.
Perubahan sensori perseptual
Visual pada lansia di wisama
Melati RPSTW Budhi Daya
Data Objektif
Pada pemeriksaan fisik didapatkan data adanya
lingkaran putih pada lensa mata.
Telukjambe Karawang b.d
kekeruhan pada lensa mata
dimanifestasikan 26,6% lansia
mengalami masalah katarak
C. DAFTAR MASALAH
Dari keluhan – keluhan diatas didapatkan maslah keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman : Nyeri sendi
2. Risiko cedera
3. Perubahan sensori perseptual ( visual )
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Lansia adalah seseorang yang berumur 60 tahun keatas (UU No. 13 Tahun 1998).
Sejalan dengan program keluarga berencana yang telah dicanangkan dan dilaksanakan
oleh pemerintah, pada tahun 2000 jumlah lansia berdasarkan sensus penduduk adalah
sekitar 7,5% dari jumlah penduduk Indonesia atau sekitar 15,9 juta orang berusia diatas
60 tahun (BPS dan SUPAS 1995 dan 2000). Didalam kehidupan nasional, usia lanjut
dapat merupakan sumber daya yang bernilai karena pengetahuan, pengalaman hidup serta
kasrifan yang dimiliki yang dapat dimanfaatkan unutk upaya peningkatan mutu
kehidupan keluarga dan masyarakat.
Seorang yang menua akan mengalami perubahan-perubahan baik fisik, mental,
sosial dan spiritual. Perubahan ini akan mempengaruhi setiap aspek kehidupan termasuk
kesehatan yang memerlukan perhatian khusus dimana lansia merupakan salah satu
kelompok rawan dalam keluarga karena kepekaan dan kerentanannya yang tinggi
terhadap gangguan kesehatan. Oleh karena itu asuhan keperawatan yang komprehensif
perlu dilakukan untuk mempertahankan dan maninggikan derajat kesehatan lansia
sehinngga tetap mejadi produktif sesuai kemampuan.
Hasil pengamatan kami selama praktek keperawatan gerontik di RPSTW Budhi
Daya Karawang, masalah keperawatan yang sering timbul pada penghuni wisma (lansia)
adalah gangguan rasa nyaman; nyeri berhubungan dengan proses degenerasi (rheumatik)
dan resiko cedera berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan (katarak). Dan
untuk mengobati masalah tersebut di usahakan tidak dengan pengobatan medis tapi
dengan pengobatan tradisional karena masalah tersebut hubungannya dengan proses
penuaan (kecuali parah).
B. Rekomendasi
Dalam penanganan masalah pada lansia di panti umumnya sudah baik, namun demi
tercapainya kesehatan dan kesejahteraan para penghuni kelompok ingin menyampaikan
beberapa masukan, antara lain :
1. Agar pihak panti memfasilitasi para lansia untuk menanam bahan-bahan pengobatan
alternatif.
2. Memperhatikan keselamatan para lansia, terutama di dalam wisma. Membuan
pegangan lansia untuk berjalan, terutama menuju dan dalam kamar mandi.
3. Tidak membiarkan para lansia keluar sendiri, karena posisi panti dekat dengan jalan
raya.
4. Tidak mencampurkan penghuni lansia laki-laki dan perempuan dalam satu wisma
5. Demikian masukan yang dapat kelompok berikan yang sekiranya dapat dijadikan
pertimbangan bagi panti untuk terus meningkatkan kesehatan, keselamatan dan
kesejahteraan para lansia penghuni panti.
DAFTAR PUSTAKA
Strockslager, Jaime L. dan Liz Schaeffer. 2008. Asuhan Keperawatan Geriatrik. Edisi ke-2.
Jakarta:EGC
Maryam, R Siti.et al. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta:salemba
medika
Nugroho, wahyudi. 2008. Keperawatan Gerontik & Geriatrik. Jakarta: EGC
Pudjiastuti, Sri Ssurini dan Budi Utomo. 2003. Fisioterapi Pada Lansia. Jakarta: EGC
Tamher, S. dan noorkasiani. 2009. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan
Keperawatan . Jakarta: salemba medika