Askep Gagal Ginjal Kronik
-
Upload
nikke-santi-sapta-riani -
Category
Documents
-
view
21 -
download
0
Transcript of Askep Gagal Ginjal Kronik
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN GAGAL GINJAL KRONIK
A. Definisi.
Gagal ginjal kronik adalah penurunan semua fungsi yang bertahap diikuti penimbunan
sisa metabolisme protein dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit (Mary E.
Doengoes, 2000). Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang progresif
dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme
dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia. (Smeltzer & Bare, 2001)
Gagal ginjal kronik adalah kegagalan fungsi ginjal untk mempertahankan metabolisme
serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat dekstuksi stuktur ginjal yang progresif
dengan manifestasi penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) di dalam darah.(Arief
Muttaqin & Kumala Sari, 2011)
B. Etiologi.
Penyebab dari gagal ginjal kronis antara lain :
1. Infeksi saluran kemih (pielonefritis kronis)
2. Penyakit peradangan (glomerulonefritis)
3. Penyakit vaskuler hipertensif (nefrosklerosis, stenosis arteri renalis)
4. Gangguan jaringan penyambung (SLE, poliarteritis nodusa, sklerosis sitemik)
5. Penyakit kongenital dan herediter (penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus
ginjal)
6. Penyakit metabolik (DM, gout, hiperparatiroidisme)
7. Nefropati toksik
8. Nefropati obstruktif (batu saluran kemih)
(Price & Wilson, 1994)
Penyebab gagak ginjal kronik cukup banyak tetapi untuk keperluan klinis dapat dibagi
dalam 2 kelompok :
1. Penyakit parenkim ginjal
Penyakit ginjal primer : Glomerulonefritis, Mielonefritis, Ginjal polikistik, Tbc
ginjal
Penyakit ginjal sekunder : Nefritis lupus, Nefropati, Amilordosis ginjal,
Poliarteritis nodasa, Sclerosis sistemik progresif, Gout, Dm
2. Penyakit ginjal obstruktif : pembesaran prostat,Batu saluran kemih, Refluks
ureter,
Secara garis besar penyebab gagal ginjal dapat dikategorikan infeksi yang
berulang dan nefron yang memburuk, Obstruksi saluran kemih, Destruksi
pembuluh darah akibat diabetes dan hipertensi yang lama, dan Scar pada jaringan
dan trauma langsung pada ginjal.
C. Patofisiologi
Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi 3 stadium
1. Stadium I
Penurunan cadangan ginjal (faal ginjal antar 40 % - 75 %). Tahap inilah yang
paling ringan, dimana faal ginjal masih baik. Pada tahap ini penderita ini belum
merasasakan gejala gejala dan pemeriksaan laboratorium faal ginjal masih dalam
masih dalam batas normal. Selama tahap ini kreatinin serum dan kadar BUN
(Blood Urea Nitrogen) dalam batas normal dan penderita asimtomatik. Gangguan
fungsi ginjal mungkin hanya dapat diketahui dengan memberikan beban kerja
yang berat, sepersti tes pemekatan kemih yang lama atau dengan mengadakan test
GFR yang teliti.
2. Stadium II
Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20 % - 50 %). Pada tahap ini penderita dapat
melakukan tugas tugas seperti biasa padahal daya dan konsentrasi ginjaL
menurun. Pada stadium ini pengobatan harus cepat daloam hal mengatasi
kekurangan cairan, kekurangan garam, gangguan jantung dan pencegahan
pemberian obat obatan yang bersifat menggnggu faal ginjal. Bila langkah langkah
ini dilakukan secepatnya dengan tepat dapat mencegah penderita masuk ketahap
yang lebih berat. Pada tahap ini lebih dari 75 % jaringan yang berfungsi telah
rusak. Kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan
konsentrasi BUN ini berbeda beda, tergantung dari kadar protein dalam diit.pada
stadium ini kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar normal.
Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20 % - 50 %). Pada tahap ini penderita dapat
melakukan tugas tugas seperti biasa padahal daya dan konsentrasi ginjaL
menurun. Pada stadium ini pengobatan harus cepat daloam hal mengatasi
kekurangan cairan, kekurangan garam, gangguan jantung dan pencegahan
pemberian obat obatan yang bersifat menggnggu faal ginjal. Bila langkah langkah
ini dilakukan secepatnya dengan tepat dapat mencegah penderita masuk ketahap
yang lebih berat. Pada tahap ini lebih dari 75 % jaringan yang berfungsi telah
rusak. Kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan
konsentrasi BUN ini berbeda beda, tergantung dari kadar protein dalam diit.pada
stadium ini kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar normal.
Poliuria akibat gagal ginjal biasanya lebih besar pada penyakit yang terutama
menyerang tubulus, meskipun poliuria bersifat sedang dan jarang lebih dari 3
liter / hari. Biasanya ditemukan anemia pada gagal ginjal dengan faal ginjal
diantara 5 % - 25 % . faal ginjal jelas sangat menurun dan timbul gejala gejala
kekurangan darah, tekanan darah akan naik, , aktifitas penderita mulai terganggu.
3. Stadium III
Uremi gagal ginjal (faal ginjal kurang dari 10 %)
Semua gejala sudah jelas dan penderita masuk dalam keadaan diman tak dapat
melakukan tugas sehari hair sebaimana mestinya. Gejal gejal yang timbul antara
lain mual, munta, nafsu makan berkurang., sesak nafas, pusing, sakit kepala, air
kemih berkurang, kurang tidur, kejang kejang dan akhirnya terjadi penurunan
kesadaran sampai koma. Stadum akhir timbul pada sekitar 90 % dari massa nefron
telah hancur. Nilai GFR nya 10 % dari keadaan normal dan kadar kreatinin
mungkin sebesar 5-10 ml / menit atau kurang.
Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat
mencolok sebagai penurunan. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita mulai
merasakan gejala yang cukup parah karena ginjal tidak sanggup lagi
mempertahankan homeostatis caiaran dan elektrolit dalam tubuh. Penderita
biasanya menjadi oliguri (pengeluaran kemih) kurang dari 500/ hari karena
kegagalan glomerulus meskipun proses penyakit mula mula menyerang tubulus
ginjal,
kompleks menyerang tubulus gijal, kompleks perubahan biokimia dan gejala
gejala yang dinamakan sindrom uremik mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh.
Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita pasti akan menggal kecuali ia mendapat
pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis.
D. Patofisiologi
Gagal ginjal kronis selalu berkaitan dengan penurunan progresif GFR. Stadium gagal
ginjal kronis didasarkan pada tingkat GFR(Glomerular Filtration Rate) yang tersisa dan
mencakup :
1. Penurunan cadangan ginjal;
Yang terjadi bila GFR turun 50% dari normal (penurunan fungsi ginjal), tetapi
tidak ada akumulasi sisa metabolic. Nefron yang sehat mengkompensasi nefron
yang sudah rusak, dan penurunan kemampuan mengkonsentrasi urin,
menyebabkan nocturia dan poliuri. Pemeriksaan CCT 24 jam diperlukan untuk
mendeteksi penurunan fungsi
2. Insufisiensi ginjal;
Terjadi apabila GFR turun menjadi 20 – 35% dari normal. Nefron-nefron yang
tersisa sangat rentan mengalami kerusakan sendiri karena beratnya beban yang
diterima. Mulai terjadi akumulai sisa metabolic dalam darah karena nefron yang
sehat tidak mampu lagi mengkompensasi. Penurunan respon terhadap diuretic,
menyebabkan oliguri, edema. Derajat insufisiensi dibagi menjadi ringan, sedang
dan berat, tergantung dari GFR, sehingga perlu pengobatan medis
3. Gagal ginjal; yang terjadi apabila GFR kurang dari 20% normal.
4. Penyakit gagal ginjal stadium akhir;
Terjadi bila GFR menjadi kurang dari 5% dari normal. Hanya sedikit nefron
fungsional yang tersisa. Di seluruh ginjal ditemukan jaringan parut dan atrofi
tubuluS. Akumulasi sisa metabolic dalam jumlah banyak seperti ureum dan
kreatinin dalam darah. Ginjal sudah tidak mampu mempertahankan homeostatis
dan pengobatannya dengan dialisa atau penggantian ginjal.(Corwin, 1994)
E. Tanda dan Gejala.
1. Gangguan pernafasan
Udema
Hipertensi
Anoreksia, nausea, vomitus
Ulserasi lambung
Stomatitis
Proteinuria
Hematuria
Letargi, apatis, penuruna konsentrasi
Anemia
Perdarahan
Turgor kulit jelek, gatak gatal pada kulit
Distrofi renal
Hiperkalemia
Asidosis metabolic
2. Kardiovaskuler
Hipertensi, gagal jantung kongestif, udema pulmoner, perikarditis
Pitting edema (kaki, tangan, sacrum)
Edema periorbital
Friction rub pericardial
Pembesaran vena leher
3. Dermatologi
Warna kulit abu-abu mengkilat
Kulit kering bersisik
Pruritus
Ekimosis
Kuku tipis dan rapuh
Rambut tipis dan kasar
4. Pulmoner
Krekels
Sputum kental dan liat
Nafas dangkal
Pernafasan kussmaul
5. Gastrointestinal
Anoreksia, mual, muntah, cegukan
Nafas berbau ammonia
Ulserasi dan perdarahan mulut
Konstipasi dan diare
Perdarahan saluran cerna
6. Neurologi
Tidak mampu konsentrasi
Kelemahan dan keletihan
Konfusi/ perubahan tingkat kesadaran
Disorientasi
Kejang
Rasa panas pada telapak kaki
Perubahan perilaku
7. Muskuloskeletal
Kram otot
Kekuatan otot hilang
Kelemahan pada tungkai
Fraktur tulang
Foot drop
8. Reproduktif
Amenore
Atrofi testekuler (Smeltzer & Bare, 2001)
F. Pemeriksaan Diagnotik.
1. Laboraturium
Laju endap darah: meninggi yang diperberat oleh adanya anemia, dan
hipoalbuminemia. Anemia normositer normokorom, dan jumlah retikulosit
yang rendah.
Ureum dan kreatinin: meninggi, biasanya perbandingan antara ureum dan
kreatinin kurang lebih 20:1. Ingat perbandingan bisa meninggi oleh karena
perdarahan saluran cerna, demam, luka bakar luas, pengobatan steroid dan
obstruksi saluran kemih. Perbandingan ini berkurang: ureum lebih kecil dari
kreatinin, pada diet rendah protein, dan tes Klirens kreatinin yang menurun.
Hiponatremi: umumnya karena kelebihan cairan. Hiperkalemia: biasanya
terjadi gagal ginjal lanjut bersama dengan menurunnya dieresis.
Hipokalsemia dan hiperfosfatemia: terjadi karena berkurangnya sintesis
vitamin D pada gagal ginjal kronik.
Phosphate alkaline meninggi akibat gangguan metabolism tulang, terutama
isoenziem fosfatase lindi tulang.
Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia: umumnya disebabkan gangguan
metabolism dan diet rendah protein.
Peninggian gula darah, akibat gangguan metabolism karbohidrat pada gagal
ginjal (resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan perifer).
Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolisme lemak, disebabkan peninggian
hormone insulin dan menurunnya lipoprotein lipase.
Asidosis metabolic dengan kompensasi respirasi menunjukan pH yang
menurun, BE yang menurun, HCO3 yang menurun, PCO3 yang menurun,
semuanya disebbsksn retensi asam – asam organic pada gagal ginjal.
2. Pemeriksaan lain.
Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal (adanya batu atau
adanya suatu obtruksi). Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal, oleh
sebab itu penderita diharapkan puasa.
Intra Vena Pielografi (IVP) untuk menilai system pelviokalises dan ureter.
Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada keadaan
tertentu, misalnya usia lanjut, diabetes mellitus, dan nefropati asam urat.
USG untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan
parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal, kandung
kemih, dan prostat.
Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan
(vaskuler, parenkim, ekskresi), serta sisa fungsi ginjal.
EKG untuk melihat kemungkinan: hipertropi ventrikel kiri, tanda- tanda
perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia). (Arief Muttaqin &
Kumala Sari, 2011)
G. Penatalaksanaa Medis.
1. Dialisis
Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal akut yang
serius, seperti hiperkalemia, perikarditis dan kejang. Perikarditis memperbaiki
abnormalitas biokimia ; menyebabkan caiarn, protein dan natrium dapat
dikonsumsi secara bebas ; menghilangkan kecendurungan perdarahan ; dan
membantu penyembuhan luka.
2. Penanganan hiperkalemia
Keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan masalah utama pada gagal ginjal
akut ; hiperkalemia merupakan kondisi yang paling mengancam jiwa pada
gangguan ini. Oleh karena itu pasien dipantau akan adanya hiperkalemia melalui
serangkaian pemeriksaan kadar elektrolit serum ( nilai kalium > 5.5 mEq/L ; SI :
5.5 mmol/L), perubahan EEG dan EKG (tinggi puncak gelombang T rendah atau
sangat tinggi), dan perubahan status klinis. Bila terjadi hiperkalemia, maka
pengobatannya adalah dengan mengurangi intake kalium, pemberian Na
Bikarbonat, dan pemberian infuse glukosa.
3. Penanganan anemia
Usaha pertama harus ditujukan untuk mengatasi factor defisiensi, kemudian
mencari apakah ada perdarahan yang mungkin dapat diatasi. Pengendalian gagal
ginjal pada keseluruhan akan dapat meninggikan Hb. Transfusi darah hanya dapat
diberikan bila ada indikasi yang kuat, misalnya ada insufisiensi koroner.
4. Penanganan asidosis.
Pemberian asam melalui makanan dan obat- obtan harus dihindari. Natrium
bikarbonat dapat diberikan peroral atau parerental. Pada permulaan 100mEq Na
bikarbonat diberi intravena perlahan – lahan, jika diperlukan dapat diulang.
Hemodialis dan dialisi peritoneal dapat juga mengatasi asidosis.
5. Penanganan hipertensi.
Pemberian obat beta blocker, alpa metildopa, dan vasodilator dilakukan.
Mengurangi intake garam dalam mengendalikan hipertensi harus hati – hati
karena tidak semua gagal ginjal disertai retensi natrium.
6. Transplatansi ginjal.
Dengan pencangkokan ginjal yang sehat ke pasien GGK, maka seluruh faal ginjal
diganti oleh ginjal yang baru. (Arief Muttaqin & Kumala Sari, 2011)
H. Komplikasi.
Komplikasi yang mungkin timbul akibat gagal ginjal kronis antara lain :
1. Hiperkalemia
2. Perikarditis
3. Hipertensi
4. Anemia
5. Penyakit tulang (Smeltzer & Bare, 2001)
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN.
A. Pengkajian.
1. Keluhan Utama
Keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari urine output sedikit
sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan kesadaran, tidak selera makan
(anoreksia), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, napas berbau (ureum),
dan gatal pada kulit.
2. Riwayat Kesehatan Sekarang.
Kaji onset penurunan urine output, penurunan kesadaran, perubahan pola nafas,
kelemahan fisik, adanya perubahan kulit, adanya napas berbau ammonia, dan
perubahan pemenuhan nutrisi. Kaji sudah kemana saja klien meminta pertolongan
untuk mengatasi masalahnya dan mendapat pengobatan apa.
3. Riwayat Kesehatan Dahulu.
Kaji adanya riwayat penaykit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah
jantung, penggunaan obat – obatan nefrotoksin, Benign Prostatic Hyperplasia, dan
prostateknomi. Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi system
perkemihan yang berulang, penyakit diabetes mellitus, dan penyakit hipertensi
pada masa sebelumnya yang menjadi predisposisi penyebab. Penting untuk dikaji
mengenai riwayat pemakaian obat – obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi
terhadap jenis obat kemudian dokumentasikan.
4. Psikososial
Adanya perubahan fungsi struktur tubuh dan adanya tindakan dialisi akan
menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya
perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien
mengalami kecemasan, gangguan konsep diri (gambaran diri) dan gangguan peran
pada keluarga (self esteem).
B. Pemeriksaan fisik.
1. Keadaan umum dan TTV
Keadaan umum klien lemah dan terlihat sakit berat. Tingkat kesadaran menurun
sesuai dengan tingkat uremia di mana dapat memengaruhi system saraf pusat.
Pada TTV sering didapatkan adanya perubahan RR meningkat. Tekanan darah
terjadi perubahan dari hipertensi ringan sampai berat.
2. B1 (Breathing)
Klien bernapas dengan bau urine (fetor uremik) sering didapatkan pada fase ini.
Respons uremia didapatkan adanya pernapasan kusmaul. Pola napas cepat dan
dalam merupakan upaya untuk melakukan pembuangan karbon dioksida yang
menumpuk di sirkulasi.
3. B2 (Blood)
Pada kondisi uremia berat, tindakan auskultasi perawat akan menemukan adanya
frictionrub yang merupakan tanda khas efusi pericardial. Didapatkan tanda dan
gejala gagal jantung kongestif, TD meningkat, akral dingin, CRT >3 detik,
palapitasi, nyeri dada atau angina dan sesak napas, gangguan irama jantung,
edema penurunan perfusi perifer sekunder dari penurunan curah jantung akibat
hiperkalemi, dan gangguan konduksi elektrikal otot ventrikel.
Pada system hematologi sering didapatkan adanya anemia. Anemia sebagai akibat
dari penurunan produksi eritropoetin, lesi gastrointestinal uremik, penurunan usia
sel darah merah, dan kehilangan darah, biasanya dari saluran GI, kecendrungan
mengalami perdarahan sekunder dari trombositopenia.
4. B3 (Brain)
Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral, seperti perubahan
proses piker dan disorientasi. Klien sering didapatkan adanya kejang, adanya
neuropati perifer, burning feet syndrome, kram otot, dan nyeri otot.
5. B4(Bladder)
Penurunan urine output <400ml/hari sampai anuria, terjadi penurunan libido
berat.
6. B5(Bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia dan diare sekunder dari bau
mulut ammonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran cerna sehingga
sering didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
7. B6(Bone)
Didapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki (memburuk
saat malam hari), kulit gatal, ada/brulangnya infeksi, pruritus, demam (sepsis,
dehidrasi), petekie, area ekimosis pada kulit, fraktur tulang, defosit fosfat kalsium,
pada kulit, jaringan lunak, dan sendi keterbatasan gerak sendi.
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum sekunder dari anemia dan
penurunan perfusi perifer dari hipertensi.
C. Diagnosa Keperawatan.
1. Resiko tinggi kelebihan volume cairan b.d. penurunan haluaran urin, retensi
cairan dan natrium sekunder terhadap penurunan fungsi ginjal
2. Resiko tinggi penurunan curah jantung b.d. ketidakseimbangan volume sirkulasi,
ketidakseimbangan elektrolit
3. Resiko tinggi pola napas tidak efektif b.d penurunan pH pada cairan serebropinal,
perembesan cairan, kongesti paru efek sekunder perubahan membran kapiler
alveoli dan retensi cairan interstitial dari edema paru dan respons asidosis
metabolic.
4. Resiko tinggi aritmia b.d gangguan konduksi elektrikal sekunder dari
hiperkalemia.
5. Resiko tinggi penurunan perfusi serebral b.d penurunan pH pada cairan
serebrospinal sekunder dari asidosis metabolic.
6. Resiko tinggi deficit neurologis, kejang b.d gangguan transmisi sel – sel saraf
sekunder dari hiperkalemia.
7. Resiko tinggi terjadi cedera (profil darah abnormal) b.d penekanan,
produksi/sekresi eritropoietin, penurunan produksi sel darah merah, gangguan
factor pembekuan, peningkatan kerapuhan vaskuler.
8. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d katabolisme protein,
pembatasan diet, peningkatan metabolisme, anoreksi, mual, muntah
9. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit b.d gangguan status metabolic, edema,
kulit kering, pruritus
10. Gangguan konsep diri (gambaran diri) b.d penurunan fungsi tubuh, tindakan
dialysis, koping maladaptive.
11. Gangguan mobilitas fisik b.d edema ekstremitas dan kelelahan fisik secara umum.
12. Cemas b.d Prognosis penyakit, ancaman, kondisi sakit, dan perubahan kesehatan.
13. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d
keterbatasan kognitif, kurang terpajan, misintepretasi informasi
D. Intervensi Keperawatan.
1. Resiko tinggi terhadap kelebihan volume cairan b.d. penurunan haluaran urin,
retensi cairan dan natrium sekunder terhadap penurunan fungsi ginjal
Tujuan : pasien menunjukkan pengeluaran urin tepat seimbang dengan
pemasukan.
Kriteria Hasil :
a. Hasil laboratorium mendekati normal
b. BB stabil
c. Tanda vital dalam batas normal
d. Tidak ada edema
Intervensi :
Intervensi Rasional
1. Kaji adanya edema ekstremitas Curiga gagal kongestif/kelebihan
volume cairan.
2. Istirahatkan/anjurkan klien untuk
tirah baring pada saat edema masih
terjadi
Menjaga klien dalam keadaan tirah
baring selama beberapa hari mungkin
diperlukan untuk meningkatkan
dieresis yang bertujuan mengurangi
edema
3. Kaji tekanan darah Sebagai salah satu cara untuk
mengetahui peningkatan jumlah
cairan yang dpat diketahui dengan
meningkatkan beban kerja jantung
yang dapat diketahui dai
meningkatnya tekanan darah
4. Ukur intake dan output Penurunan curah jantung
mengakibatkan gangguan perfusi
ginjal, retensi natrium/air, dan
penurunan urine output.
5. Timbang berat badan Perubahan tiba – tiba dari berat badan
menunjukan gangguan keseimbangan
cairan.
6. Pemberian oksigen tambahan dengan
kanula nasal/masker sesuai dengan
indikasi
Meningkatkan sediaan oksigen untuk
kebutuhan miokard untuk melawan
efek hipoksia/iskemia
7. Kolaborasi
Berikan diet tanpa garam
Berikan diet rendah protein tinggi
kalori
Berikan diuretic, contoh :
furosemide, spironolakton,
hidronolakton
Adenokortikosteroid golongan
prednisone
Lakukan dialisis
Natrium meningkatkan retensi
cairan dan meningkatkan volume
plasma.
Diet rendah protein menurunkan
insufisiensi renal dan retensi
nitrogen yang akan meningkatkan
BUN. Diet tinggi kalori untuk
cadangan energy dan mengurangi
katabolisme protein.
Diuretik bertujuan untuk
menurunkan volume plasma dan
menurunkan retensi cairan di
jaringan sehingga menurunkan
resiko terjadinya edema paru.
Adenokortikosteroid, golongan
prednisone digunakan untuk
menurunkan proteinuri
Dialisis untuk menurunkan
volume cairan yang berlebih.
2. Resiko tinggi penurunan curah jantung b.d. ketidakseimbangan volume sirkulasi,
ketidakseimbangan elektrolit
Tujuan : klien dapat mempertahankan curah jantung yang adekuat
Kriteria Hasil :
a. TD dan HR dalam batas normal
b. Nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler
Intervensi :
Intervensi Rasional
1. Auskultasi bunyi jantung. Evaluasi
adanya, dispnea, edema
perifer/kongesti vaskuler
S3/s4 dengan tonus nuffled, takikardia,
frekuensi jantung tak teratur, takipnea,
dipsnea, gemerisik, mengi, dan
edema/distensi jugular menunjukan
GGK
2. Kaji adanya hipertensi, awasi TD;
perhatikan perubahan postural saat
berbaring, duduk dan berdiri
Hipertensi bermakna dapat terjadi
karena gangguan pada system
aldosteron rennin-angiotensin
(disebabkan oleh disfungsi ginjal)
3. Kaji adanya nyeri dada, lokasi,
radiasi, beratnya, apakah berkurang
dengan inspirasi dalam dan posisi
telentang
Hipertensi dan GJKdapat menyebabkan
IM, kurang lebih pasien GGk dengan
dialisi mengalami perikarditis, dan
resiko efusi perikardial
4. Evaluasi bunyi jantung (perhatikan
friction rub), TD, nadi
perifer,pengisian kapiler, kongesti
vaskuler, suhu, san sensori/mental
Adanya hipotensi tiba – tiba,
penyempitan tekanan nadi, penurunan/
tsak adanya nadi perifer, distensi jugular
nyata, pucat, dan penyimpangan mental
dan menunjukan temponade yg
merupakan kedaruratan medic.
5. Kaji tingkat aktivitas, respons
terhadap aktivitas
Kelelahan dapat menyertai GGK dan
anemia.
6. Kolaborasi:
a. Awasi hasil laboratorium :
Elektrolit (Na, K, Ca, Mg),
BUN, creatinin
b. Berikan oksigen dan obat-
obatan antihipertensi sesuai
a. Ketidakseimbangan dapat
mengganggu konduksi elektrikal
dan fungsi jantung.
b. Menurunkan tahanan vaskuler
sistemik dan atau pengeluaran
rennin utk menurunkan kerja
indikasi
c. Siapkan dialysis
miokardial
c. Penurunan ureum toksisk dan
memperbaiki ketidakseimbangan
elektrolit dan kelebihan cairan
3. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d katabolisme protein,
pembatasan diet, peningkatan metabolisme, anoreksi, mual, muntah
Tujuan : mempertahankan status nutrisi adekuat
Kriteria hasil : berat badan stabil, tidak ditemukan edema, albumin dalam batas
normal.
Intervensi :
Intervensi Rasional
1. Kaji/catat pola, status nutrisi dan
pemasukan diet
Membantu dalam mengidentifikasi
defesiensi dan kebutuhan diet
2. Berikan makanan sedikit tapi sering,
sajikan makanan kesukaan kecuali
kontra indikasi
Meminimalakn anoreksia dan mual
sehubungan dengan status
uremik/menurunan peristaltic
3. Lakukan perawatan mulut, berikan
penyegar mulut
Perawatan mulut bertujuan
menyejukan, meminyaki, dan
membantu menyegarkan mulut, yang
sering tidak nyaman pada uremia dan
pembatasan makanan oral.
4. Timbang BB tiap hari Pasien puasa/katabolic akan secara
normal kehilangan 0,2-0,5 kg/hari.
Perubahan kelebihan 0,5 kg dapat
menunujukan perpindahan
kesimbngan cairan.
5. Kolaborasi ;
a. Awasi hasil laboratorium : BUN,
Albumin serum, transferin, Na, K
a. Indikator kebutuhan nutrisi,
pembatasan, dan kebutuhan
b. Konsul ahli gizi untuk mengatur
diet
c. Berikan diet ↑ kalori, ↓ protein,
hindari sumber gula pekat
d. Batasi K, Na, dan Phospat
e. Berikan obat sesuai indikasi :
sediaan besi; Kalsium; Vitamin
D dan B kompleks; Antiemetik
efektivitas energi.
b. Menentuksn kslori individudan
kebutuhan nutrisi dalam
pembatasan, dan megidentifikasi
rute paling efektif dan produknya
c. Jumlah protein eksogen yang
dibutuhkan kurang dari normal
kecuali pada pasien dalisis
d. Mencegah kerusakan ginjal lebih
lanjut
e. Zat besi berguna untuk anemia an
gangguan GI, kalsium untuk
memperbaiki fungsi jantung dan
neuromuscular, vit D untuk
memudahkan absorpsi kalsium dan
traktus GI, B kompleks sebagai
koenzim pada pertumbuhan sel.
4. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit b.d gangguan status metabolic, edema,
kulit kering, pruritus
Tujuan: dalam waktu 3x24jam, tidak terjadi kerusakan integritas kulit
Hasil yang diharapkan : kulit tidak kering, hiperpigmentasi, memar pada kulit
berkurang.
Intervensi :
Intervensi Rasional
1. Kaji terhadap kekeringan kulit,
pruritus, ekskoriasi dan infeksi
Perubahan mungkin disebabkan oleh
penurunan aktivitas kelanjar keringat
atau pengumpulan kalsium dan fosfat
pada lapisan kutaneus
1. Kaji terhadap adanya petekie dan
purpura
Perdarahan yang abnormal sering
dihubungkan dengan penurunan jumlah
dan fungsi platelet akibat uremia
2. Monitor lipatan kulit dan area yang
edema
Area – area ini sangat mudah terjadinya
injuri
3. Gunting kuku dan pertahankan
kuku terpotong pendek dan bersih.
Penurunan curah jantung
mengakibatkan gangguan perfusi
ginjal, retensi natrium/air, dan
penurunan urine output
4. Kolaborasi:
Berikan pengobatan antipruritus
sesuai indikasi
Mengurangi stimulus gatal pada kulit
5. Resiko tinggi aritmia b.d gangguan konduksi elektrikal sekunder dari
hiperkalemia
Tujuan: dalam waktu 1x24jam, curah jantung mengalami peningkatan.
Kriteria hasil: Klien tidak gelisah, klien tidak mengeluh mual, mual dan muntah,
GCS:4,5,6, TTV dalam batas normal, akral hangat, CRT <3detik, EKG normal,
kadar kalium normal.
Intervensi:
Intervensi Rasional
1. Monitor tekanan darah, nadi, Catat
bila ada perubahan TTV dan
keluhan dipsnea
Adanya edema paru, kongesti vaskuler,
dan keluhan dipsnea menunujukan
adanya gagal ginjal.
Hipertensi merupakan akibat dari
gangguan rennin angiostenin dan
aldosteron.
2. Beri oksigen 3 liter/menit Memeberikan asupan oksigen
tambahan yang diperlukan tubuh
3. Monitoring EKG Melihat adanya kelainan konduksi
listrik jantung yang dapat menurunkan
curah jantung
4. Kolaborasi:
Pemberian suplemen kalium oral
seperti obat Aspar K
Manajemen pemberian kalium IV
Dapat menghasilkan lesi usus kecil
Pada kasus yang berat, pemberian
kalium harus dalam larutan
nondekstrosa karena dapat merangsang
pelepasan insulin.
Kehilangan kalium harus diperbaiki
setiap hari, pemberian kalium adalah
sebanyaak 40-80mEq/hari