Askep Dislokasi Anak Fix

35
MAKALAH SISTEM MUSKULUSKELETAL “ ASUHAN KEPERAWATAN DISLOKASI PADA ANAK“ Dosen Pembimbing : H. Andi Yudianto, S. Kep. Ns,. M. Kes Kelompok 01 : 1. Aisyah (7311038) 2. Aris Fatkhur Rozi (7311051) 3. M. Zainul arifin (7311041) 4. Basyirullah (7311052) 5. Fahmiatul Fununi (7311017) 6. Farichatus Solikha (7311016) 7. Lilik Agustina (7311021) 8. Luxmanul Hakim (7311023) PRODI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

Transcript of Askep Dislokasi Anak Fix

MAKALAH

SISTEM MUSKULUSKELETAL ASUHAN KEPERAWATAN DISLOKASI PADA ANAK

Dosen Pembimbing : H. Andi Yudianto, S. Kep. Ns,. M. Kes

Kelompok 01 :

1. Aisyah

(7311038)2. Aris Fatkhur Rozi(7311051)3. M. Zainul arifin(7311041)4. Basyirullah

(7311052)5. Fahmiatul Fununi(7311017)

6. Farichatus Solikha(7311016)

7. Lilik Agustina(7311021)

8. Luxmanul Hakim(7311023)PRODI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ULUM

JOMBANG, 2013LEMBAR PENGESAHAN

Makalah Sistem MuskuloskeletalAsuhan Keperawatan Dislokasi pada Anak

Di Fakultas Ilmu Kesehatan

Prodi S1 Keperawatan

Universitas Pesantren Tinngi Darul Ulum

Tahun Pelajaran 2013/2014

Disusun Oleh :

Kelompok 01 :

1. Aisyah

(7311038)2. Aris Fatkhur Rozi

(7311051)3. M. Zainul arifin (7311041)4. Basyirullah

(7311052)5. Fahmiatul Fununi

(7311017)

6. Farichatus Solikha

(7311016)

7. Lilik Agustina

(7311021)

8. Luxman Nul Khakim (7311023)disetujui dan disahkan pada Desember 2013

MENYETUJUI / MENGESAHKANDosen Pengajar dan Dosen PembimbingH. Andi Yudianto, S. Kep. Ns,. M. KesKATA PENGANTAR

Tiada kata yang lebih mulia selain ungkapan puji syukur alhamdulillah kehadirat Allah SWT. Karena berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah SISTEM MUSKULOSKELETAL tentang ASUHAN KEPERAWATAN DISLOKASI PADA ANAK ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan guna memenuhi tugas yang diberikan oleh Bapak H. Andi Yudianto, S. Kep. Ns,. M. Kes selaku dosen pembimbing.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun dan para pembaca sehingga dapat membantu kearah perubahan yang lebih baik di kemudian hari.

Jombang, Desember 2013

Penyusun

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN BAB II KONSEP DASAR

BAB III P E N U T UP

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN1.1. Latar Belakang

Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Seseorang yang tidak dapat mengatupkan mulutnya kembali sehabis membuka mulutnya adalah karena sendi rahangnya terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain: sendi rahangnya telah mengalami dislokasi.

Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi bahu dan sendi pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun menjadi macet. Selain macet, juga terasa nyeri. Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya menjadi kendor. Akibatnya, sendi itu akan gampang dislokasi lagi.

Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang mendukung dan me lindungin beberapa organ lunak, terutama dalam tengkorak dan panggul. Kerangka juga berfungsi sebagai alat ungkit pada gerakan dan menye diakan permukaan untuk kaitan otot-otot kerangka. Oleh karena fungsi tulang yang sangat penting bagi tubuh kita, maka telah semestinya tulang harus di jaga agar terhindar dari trauma atau benturan yang dapat mengakibatkan terjadinya patah tulang atau dislokasi tulang.Dislokasi terjadi saat ligarnen rnamberikan jalan sedemikian rupa sehinggaTulang berpindah dari posisinya yang normal di dalam sendi. Dislokasi dapat disebabkan oleh faktor penyakit atau trauma karena dapatan (acquired) atau karena sejak lahir (kongenital).1.2. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Dislokasi?2. Apa etiologi dari Dislokasi?3. Bagaimana manifestasi klinis Dislokasi?4. Apa saja klasifikasi Dislokasi ?

5. Apas saja maca-macam Dislokasi

6. Bagaimana penatalaksanaan Dislokasi secara medis dan keperawatan?7. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan dislokasi?1.3. Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu sebagai proses pembelajaran mahasiswa dalam memahami gangguan muskuloskeletal khusunya tentang dislokasi serta penatalaksanaannya. Tujuan khusus dari pembuatan makalah ini yaitu untuk memahami defenisi, etiologi, manifestasi klinis, klassifikasi, penatalaksanaan medis dan keperawatan serta asuhan keperawatan dislokasi.

BAB II

KAJIAN TEORI2.1. Definisi Dislokasi2.1.1. Dislokasi

Dislokasi adalah pindahnya permukaan sentuh tulang yang menyusun sendi. Cidera ini dihasilkan oleh gaya yang menyebabkan sendi melampaui batas normal anatomisnya. Pindahnya ujung tulang yang incomplete disebut dislokasi tidak sempurna atau sublaxation. Dislokasi yang komplit atau luxation, terjadi saat ada pemisahan yang komplit dari ujung tulang. (Helmi, 2012)

Dislokasi adalah suatu keadaan ketika permukaan sendi tulang tidak dalam hubungan anatomis atau keluarnya kepala sendi dari mangkuk sendi. (Surotun, 2008)

Dislokasi adalah keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan secara anatomis (tulang lepas dari sendi) . ( Brunner & Suddarth, 2001)Keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari mangkuknya, dislokasi merupakan suatu kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera. (Arif Mansyur, dkk. 2000)Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang di sertai luksasi sendi yang disebut fraktur dislokasi. ( Sjamsuhidajat, 2010).2.2. Klasifikasi DislokasiDislokasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :1. Dislokasi congenital Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan. Sebagian anak dilahirkan dengan dislokasi, misalnya dislokasi pangkal paha. Pada keadaan ini anak dilahirkan dengan dislokasi sendi pangkal paha secara klinik tungkai yang satu lebih pendek dibanding tungkai yang lainnya dan pantat bagian kiri serta kanan tidak simetris. Dislokasi congenital ini dapat bilateral (dua sisi). Adanya kecurigaan yang paling kecil pun terhadap kelainan congenital ini mengeluarkan pemeriksaan klinik yang cermat dan sianak diperiksa dengan sinar X, karena tindakan dini memberikan hasil yang sangat baik. Tindakan dengan reposisi dan pemasangan bidai selama beberapa bulan, jika kelainan ini tidak ditemukan secara dini, tindakannya akan jauh sulit dan diperlukan pembedahan.

2. Dislokasi patologik Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi. misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang berkurang.3. Dislokasi traumatic : Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan Saraf rusak dan mengalami stress berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena mengalami pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat sehingga dapat mengeluarkan tulang dari jaringan disekeilingnya dan mungkin juga merusak struktur sendi, ligamen, syaraf, dan system vaskular.

2.3. Macam-macam Dislokasi

2.3.1. Dislokasi Hip

Dislokasi hip adalah suatu keadaan lepasnya sendi pinggul oleh berbagai keadaan seperti trauma (paling sering akibat kecelakaan kendaraan bermotor dengan kecepatan tinggi), kelainan kongenital, artritis piogenik, dan ketidakseimbangan otot-otot pinggul. (Helmi, 2012)2.3.2. Dislokasi LututDislokasi lutut adalah suatu kondisi lepasnya sendi lutut yang disebabkan oleh benturan keras seperti kecelakaan lalu lintas. (Muttaqin, 2011)

Dislokasi lutut adalah suatu kondisi lepasnya sendi lutut yang disebabkan oleh benturan keras seperti kecelakaan lalu lintas. 12-13% kasus dislokasi lutut merupakan kondisi cedera sendi terbuka. Dislokasi lutut bisa berupa hal-hal berikut ini.a. Dislokasi anterior, disebakan oleh hiperekstensi berat pada lutut

b. Dislokasi posterior, disebabkan injuri dashboard dengan mekanisme fleksi pada lutut

c. Dislokasi medail, lateral, atau rotasi, merupakan kondisi trauma yang bersifat varus, valgus dan rotasi(Helmi, 2012)2.3.3. Dislokasi Patela

Dislokasi patela merupakan suatu kondisi lepasnya sendi pada patela yang berupa kondisi dislokasi traumatik dan dislokasi berulang. Dislokasi traumatik sering disebabkan oleh suatu trauma dengan ketidakmampuan sendi lutut dalam menerima perubahan posisi pada sendi lutut secara lateral. (Muttaqin, 2011)

2.3.4. Dislokasi Pergelangan Kaki

Dislokasi pergelangan kaki (Ankle) tanpa disertai fraktur sering terjadi dan menghasilkan hilangnya posisi dari permukaan artikular. Kondisi ini sering disebabkan oleh trauma, hipoplasia maleolus internal, lemahnya otot paroneus, dan adanya riwayat sprain pada pergelangan sendi yang berulang. (Helmi, 2012)2.3.5. Dislokasi Bahu

Dislokasi sendi bahu adalah lepasnya hubungan sendi pada bahu yang disebabkan oleh suatu cidera akut karena lengan dipaksa berabduksi, berotasi luar, dan ekstensi diluar kemampuan. (Helmi, 2012)2.3.6. Dislokasi Siku

Dislokasi siku adalh lepasnya hubungan sendi pada siku yang sering disebabkan oleh suatu cidera akibat trauma tidak langsung atau trauma langsung pada siku. Dislokasi pada siku akibat cidera lebih sering terjadi pada orang dewasa dibandingkan pada anak-anak. (Helmi, 2012)2.4. Etiologi DislokasiDislokasi terjadi saat ligarnen rnamberikan jalan sedemikian rupa sehingga tulang berpindah dari posisinya yang normnal di dalam sendi. Dislokasi dapat disebabkan oleh faktor penyakit atau trauma karena dapatan (acquired) atau karena sejak lahir (kongenital). Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang disertai luksasi sendi yang disebut fraktur dislokasi. ( Sjamsuhidajat, 2011).Etiologi dislokasi sendi meliputi kongenital (akibat kesalah pertumbuhan, dan sering terjadi di panggul), spontan atau patologi (akibat penyakit struktur sendi dan jaringan sekitarnya), atau traumatik.2.5. Manifestasi Klinis2.5.1. Manifestasi Klinis Umum

Tanda dan gejala pada dislokasi secara umum, meliputi hal-hal sebagai berikut.

a. Nyeri pada sendi

b. Deformitas pada persendian

c. Gangguan gerakan sendi

d. Pembengkakan sendi

(Helmi, 2012)

e. Perubahan panjang ekstremitas

f. Kehilangan mobilitas normal

g. Perubahan sumbu tulang yang mengalami dislokasi2.5.2. Manifestasi Klinis Dislokasi Hip

a. Pada pengkajian didapatkan riwayat trauma langsung pada lutut dan mendorong posisi kepala femur lepas dari mangkuk asetabulum.

b. Terlihat adanya deformitas pada panggul. Pada dislokasi anterior, didapatkan posisi sendi panggul terlihat fleksi, paha teradduksi dan mengalami rotasi eksternal. Pada dislokasi posterior, ditemukan deformitas pada sendi pamggul yang mengalami aduksi, rotasi interna, serta fleksi pada hip dan lutut.

c. Gaya berjalan mengalami perubahan, dan tidak dapat melakukan pergerakan normal.

d. Adanya nyeri tekan pada panggul.

e. Hambatan dalam menggerakkan femur secara abduksi, rotasi, dan hambatan dalam beraktifitas.2.5.3. Manifestasi Klinis Dislokasi Lututa. Adanya riwayat trauma dengan benturan yang hebat pada lutut.b. Nyeri tekan pada lutut

c. Deformitas pada sendi lutut

d. Ekspresi wajah meringis kesakitan saat melakukan perubahan posisi.

e. Adanya perubahan warna kulit, berupa ekimosis, atau memar luas.

f. Ketidakmampuan lutut dalam melakukan seluruh kegiatan.

2.5.4. Manifestasi Klinis Dislokasi Patela

a. Nyeri dan hambatan mobilitas fisik.

b. Adanya nyeri tekan pada lutut

c. Sendi lutut tidak bisa melakukan ekstensi2.5.5. Manifestasi Klinis Dislokasi Pergelangan KakiTerdapat empat tipe injuri, yaitu sebagai berikut.

1) Posterior, Talus yang bergerak ke arah posterior menghasilkan distrupsi sindemosis tibiofibular

2) Anterior, tibia menjadi dorsofleksi

3) Lateral, fraktur maleolus lateralis atau fraktur tibia.

4) Superior, Fraktur kalkaneus sehingga perlu dievaluasi adanya injuri spina.2.5.6. Manifestasi Klinis Dislokasi Bahu

a. Nyri bahu

b. Adanya penonjolan akromium

c. Kepal humerus teraba

d. Ketidakmampuan menggerakkan bahu.2.5.7. Manifestasi Klinis Dislokasi Sikua. Pasien tampak menyangga lengan bawahnya dengan sikub. Pembengkakan pada siku

c. Nyeri tekan pada sendi siku.

d. Ketidakmampuan dalam menggerakkan sendi siku.

2.6 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada dislokasi secara umum:

1. Lakukan reposisi segera.2. Dislokasi sendi kecil dapat direposisi di tempat kejadian tanpa anestesi, misalnya : dislokasi siku, dislokasi bahu, dislokasi jari pada fase syok), sislokasi bahu, siku atau jari dapat direposisi dengan anestesi loca; dan obat penenang misalnya valium.3. Dislokasi sendi besar, misalnya panggul memerlukan anestesi umum2.6.1 Penatalaksanaan Dislokasi Hip Dislokasi harus direduksi secepat mungkin di bawah anastesi umum. Pada sebagian besar kasus dilakukan reduksi tertutup. Seorang asisten menahan pelvis; ahli bedah menfleksikan pinggul dan lutut pasien sampai 90 derajat dan menarik paha ke atas secara vertikal. Jika sendi tidak stabil, atau fragmen yang besar tetap tak tereduksi, reduksi terbuka dan fiksasi internal diperlukan.2.6.2 Penatalaksanaan Dislokasi Lutut

Penatalaksanaan dislokasi lutut harus segera dilakukam reduksi. Reduksi di bawah anastesi sangat diperlukan, tindakan ini biasanya dilakukan dengan menarik langsung pada garis kaki., tetapi hiperekstensi harus dihindari karena mambahayakan pembuluh popliteus. Jika reduksi dapat dicapai, tungkai diistirahatkan pada bebat belakang dengan posisi lutut berfleksi 15 derajat dan sirkulasi diperiksa berulang-ulang selama seminggu berikutnya. Akibat adanya pembengkakan, penggunaan gips melingkar akan membahayakn.

Reduksi tertutup kadang-kadang gagal karena ligamen medial yang robek terletak diantara femur dan kondilus tibia, maka harus dilakukan reduksi terbuka, ligamen dijahit kembali ke tempatnya dan kapsul diperbaiki. Demikian juga, jika terdapat luka terbuka atau kerusakan pembuluh darah yang memerlukan operasi, bila ada peluang, baru memperbaiki ligamen dan kapsul. Jika tidak, struktur ini dibiarkan.

Pascareduksi ekstremitas bawah dilakukan posisi fleksi 20 untuk mencegah redislokasi. Pemberian kompres es dan elevasi lutut dilakukan untuk menurunkan respon nyeri. Selain itu, pascareduksi sebaiknya dilakukan pemeriksaan radiografi untuk mencatat adanya keberhasilan pascareduksi. Pasien diberikan terapi NSAIDs, analgetik, dan anxiolitik. Bila pembengkakan telah mereda, gips dipasang dan dipakai selama 12 minggu. Latihan otot kuadriseps dilakukan sejak awal. Penahanan beban dalam gips dapat dilakukan segera setelah pasien dapat mengangkat kakinya. Gerakan lutut diperoleh kembali bila gips dilepas.

2.6.3 Penatalaksanaan Dislokasi Patela

Penatalaksanaan awal dilakukan dengan melakukan reposisi patela ke tempatnya. Akan tetapi, terapi idealnya adalah bedah perbaikan dengan operasi pada struktur medial yang robek. Biasanya patela telah direduksi dan suatu bidai sudah dipakaikan. Terapi kemudian harus difokuskan pada penguatan kuadriseps (terutama vastus medialis). Sementara pasien tumbuh dewasa, mekanisme ekstensor sering menjadi lebih stabil.

2.6.4 Penatalaksanaan Dislokasi Pergelangan Kaki

Reduksi sendi pergelangan kaki dilakukan segera umtuk menurunkan risiko komplikasi neurovaskular. Reduksi dilakukan di bawah panduan anastesi spinal, sedasi umum disertai narkotik, atau anastesia umum.

Apabila dislokasi disertai dengan adanya fraktur, maka reduksi dilakukan dengan bedah terbuka dan pemasangan fiksasi interna.

2.6.5 Penatalaksanaan Dislokasi Bahu Reduksi dislokasi harus segera dilakukan sesegera mungkin. Beberapa intervensi dalam melakukan reduksi bahu, meliputi hal-hal sebagai berikut: Stimson manuever. Intervensi ini dilakukan dengan pengaturan posisi dan pemberian beban. Pasien diatur dengan posisi telungkup (prone) dengan lengan menjutai pada sisi ranjang dengan sudut bahu 90 dan fleksi ke depan. (Helmi, 2012)

Penurunan tertutup dan imobilisasi pada penahan bahu yang diikuti dengan rehabilitasi selam 3 6 minggu sangat di anjurkan selama dislokasi pertama. Namun, beberapa pakar yang menyokong rekonstruksi awal tidak melakukan penaganan konservatif karena resiko dislokasi berulang. (Nelson, 2000)2.7. Pemeriksaan DiagnostikPemeriksaan dagnostik secara umum:

1. Rontgen untuk mengetahui lokasi/luas cidera

2. CT scan untuk pemeriksaan sinar-X yang lebih canggih dengan bantuan komputer, sehingga memperoleh gambar yang lebih detail dan dapat dibuat gambaran secara 3 dimensi. Pada psien dislokasi ditemukan gambar 3 dimensi dimana sendi tidak berada pada tempatnya.3. MRI pemeriksaan yang menggunakan gelombang magnet dan frekuensi radio, sehingga dapat diperoleh gambaran tubuh (terutama jaringan lunak) dengan lebih detail. Seperti halnya CT-Scan, pada pemeriksaan MRI ditemukan adanya pergeseran sendi dari mangkuk sendi.4. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.5. Pemindaan tulang

6. Darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (pendarahan bermakna pada sisi fraktur)7. Kreatinin : trauma otot dapat meningkatkan beban kreatinin2.7.1. Pemeriksaan Diagnostik Dislokasi Hip

Pemeriksaan radiografi dilakukan untuk menilai adanya dislokasi hip baik posterior atau interior. Pemeriksaan CT scan sangat akurat untuk menjadi media dalam menilai derajat dari dislokasi hip.

2.7.2 Pemeriksaan Diagnostik Dislokasi Lutut

Pemeriksaan radiografi dapat memprediksi tingkat dislokasi lutut. Pada dislokasi komplet dengan perubahan posisi sendi yang jauh akan menyebabkan cedera pada arteri poplitea. Pemeriksaan USG dupleks bisa dilakukan untuk mendeteksi adanya injuri vaskular.

2.7.3 Pemeriksaan Diagnostik Dislokasi Pergelangan Kaki

Pemeriksaan radihrafi secara AP/Lat dan pandangan oblique untuk mendeteksi adanya dislokasi. Pemeriksaan CT scan dilakukan untuk menilai struktur oseus, fraktur okulta, dan alignment.

2.7.4 Pemeriksaan Diagnostik Dislokasi Bahu

Pada pemriksaan rontgen bagian anteroposterior akan memperlihatkan bayangan yang timpang-tindih antara kaput humerus dan fossa glenoid, kaput biasanya terletak di bawah dan medial terhadap mangkuk sendi. Foto lateral yang diarahkan pada daun skapula akan memperlihatkan kaput humerus keluar dan mangkuk sendi.

2.7.5 Pemeriksaan Diagnostik Dislokasi Siku

Pada pemeriksaan Rontgen didapatkan adanya perubahan letak pada sendi siku. Pemeriksaan Rontgen juga dilakukan pascareduksi untuk melihat kondisi setelah dilakukan reduksi tertutup. (Helmi, 2012)2.8. KomplikasiKomplikasi Dini :1. Cedera Saraf : Saraf aksila dapat cedera, pasien tidak dapat mengkerutkan otot deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang mati rasa pada otot tesebut.

2. Cedera pembuluh darah : Arteri aksilla dapat rusak

3. Fraktur disloksi

Komplikasi lanjut :1. Kekakuan sendi bahu: Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan kekakuan sendi bahu, terutama pada pasien yang berumur 40 tahun. Terjadinya kehilangan rotasi lateral, yang secara otomatis membatasi abduksi

2. Dislokasi yang berulang:terjadi kalau labrum glenoid robek atau kapsul terlepas dari bagian depan leher glenoid

3. Kelemahan ototBAB III

PATHWAY NURSING

\

BAB IVASUHAN KEPERAWATAN3.1. Pengkajian1. Biodata

2. Keluhan utama:

Keterbatasan aktifitas, gangguan sirkulasi, rasa nyeri dan gangguan neurosensori.

3. Riwayat perkembangan: Data ini menunjukkan sejauh mana tingkat perkembangan pada neonatus, bayi, prasekolah, usia sekolah, remaja, dewasa, tua, dan kebutuhan beraktifitas pada setiap tahap, serta gangguan/kejadian yang memengaruhi sistem muskuloskeletal pada tiap tahapnya.

4. Riwayat kesehatan masa lalu: Kelainan muskuloskeletal (jaatuh, infeksi, trauma, fraktur), cara penanggulangan, penyakit (Diabetes militus).

5. Riwayat kesehatan sekarang: Kapan timbul masalah, riwayat trauma, penyebab, gejala timbul secara tiba-tiba atau perlahan, lokasi, obat yang diminum, dan cara penanggulangan.6. Pemeriksaan fisik: Keadaan umum dan kesadaran, keadaan integumen (kulit, kuku), kardiovaskuler (hipertensi, takikardi), neurologis (spasme otot, kebas/kesemutan), keadaan ekstremitas, dan hematologi.

7. Riwayat psikososial:Reaksi emosional, citra tubuh, sistem pendukung..

8. Pola kebiasaan sehari-hari.a. Pola Persepsi dan Tata Laksana Kesehatan : Bahwa biasanya anak dislokasi mempunyai ketakutan masuk Rumah Sakit, anak beranggapan bahwa rumah sakit adalah hal yang menkutkan dan sulit untuk diajak bekerjasama.

b. Pola Nutrisi dan Metabolisme : Pola nutrisi dan metabolik pada anak dislokasi jarang mengalami gangguan kecuali apabila terdapat trauma pada abdomen atau komplikasi lain yang dapat menyebabkan klien antreksia.

c. Pola Aktifitas dan Latihan : Pada anak dislokasi setelah dilakukan pemasangan traksi akan mempengaruhi gerak dan pola aktivitasnya, oleh sebab itu dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari hari, anak akan di bantu oleh perawat atau keluarganya terutama ibu, mungkin untuk dilakukan latihan rentang gerak baik aktif maupun pasif.

d. Pola Tidur dan istirahat : Terganggunya pola tidur dan kebutuhan istirahat pada anak pemasangan traksi dengan dislokasi biasanya di sebabkan olah raga nyeri dan pemasangan juga di sebabkan adanya traksi.

e. Pola Perceptual dan Kognitif : Baik anak maupun kelurga biasanya kurang memahami tentang proses penyembuhan dan pembentukan atau penyambungan sendi kembali yang memerlukan proses dan waktu sehingga dalam tahap tahap perawatan perlu kata penatalaksanaan yang kompraktif.

f. Pola Defekasi dan Miksi : Anak kadang kadang masih dalam perawatan di rumah sakit membatasi makan dan minum, hal ini dikarenakan adanya immobilisasi pemasangan traksi yang mengharuskan anak tidak mempergunakan kakinya yang cedera untuk aktifitas sehingga anak kurang beraktifitas dan dapat mengakibatkan konstipasi (sembelit).

3.2. Diagnosa KeperawatanDiagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada ganguan ini:

1. Nyeri akut yang berhubungan dengan kompresi saraf, kerusakan neuromuskuloskeletal

2. Risiko sindrom kompartemen yang berhubungan dengan terjebaknya pembuluh darah , saraf, dan jaringan lunak lainnya akibat pembengkakan.

3. Resiko trauma yang berhubungan dengan penurunan kekuatan otot, dan ketidak tahuan cara mobilisasi yang adekuat.

4. Resiko infeksi yang berhubungan dengan kerusakan jaringan lunak.

5. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan jaringan.

6. Kerusakan integritas jaringan yang berhubungan dengan kerusakan jaringan lunak sekunder akibat paska-fasiotomi.7. Ansietas berhubungan dengan respons psikologis

8. Gangguan body image berhubungan dengan deformitas dan perubahan bentuk tubuh.3.3. Diagnosa dan Intervensi1. Nyeri Akut berhubungan dengan kompresi saraf, kerusakan neuromuskuloskeletal.

Tujuan : dalam waktu 1X24 jam nyeri berkurang atau teradaptasi.

Kriteria hasil : secara subjektif, klien melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi, dapat mengidentifikasi aktifitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri, klien tidak gelisah, skala nyeri 1-5 (ekstrim, berat, sedang, ringan, atau tidak ada) atau teradaptasi.NoIntervensiRasional

1Kaji nyeri dengan skala 1-5Nyeri merupakan respon subjektif yang dapat dikaji menggunakan skala nyeri. Klien melaporkan nyeri biasanya diatas tingkat cidera.

2Pantau keluhan nyeri local, apakah disertai pembengkakanDeteksi dini untuk mengetahui adanya tanda sindrom kompartemen.

3Lakukan managemen nyeri keperawatan:

a. Atur posisi imobilisasi pada tungkai bawah

b. Lakukan pemasangan gips setelah pembengkakan berkurang.

c. Manageman lingkungan : tenang, batasi pengunjung dan istirahatkan klien.

d. Ajarkan teknik pernafasan dalam ketika nyeri muncul

e. Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri

f. Lakukan managemen sentuhana. Imobuilisasi yang adekuat dapat mengurangi pergerakan fragmen tulang yang menjadi unsure utrama penyebab nyeri pada lutut.

b. Gips dipakai untuk mengurangi pergerakan tulang yang masih lemah yang merupakan predisposisi stimulus nyeri.

c. Lingkungan tenang ajkan menurunkan stimulus nyeri eksternal dan poembatasan pengunjung akanmembantu meningkatkan kondisi O2 yang berkurang.

d. Meningkatkan asupan O2 sehingga akan menurunkan nyeri sekunder akibat iskemia.

e. Distraksi dapat menurunkan stimulus internal dengan mekanisme peningkatan produksi endorphin dean enkafalin yang memblok reseptor nyeri agar tidak dikirim ke korteks serebri sehingga menurunkan persepsi nyeri.

f. Manageman sentuhan dapat membantu penurunan nyeri.

4Kolaborasi :

a. Pemberian analgesic

b. Reduksi tertutupa. Analgesic memblok nlintasan nyeri sehingga nyeri akan berkurang.

b. Reduksi dibawah pengaruh anastesi sangat diperlukan : ini biasanya dilakukan dengan menarik langsung pada garis kaki dan dapat menurunkan stimulus nyeri akibat cidera jarinagn lunak.

2. Resiko sindrom kompartemen yang berhubungan dengan terjebaknya pembuluh darah, saraf, dan jaringan lunak lainnya akibat pembengkakan.

Tujuan : dalam waktu 1X24 jam resiko sindrom tidak terjadi.

Kriteria hasil : klien tidak mengeluh nyeri local hebat, skala 1-5, CRT < 3detik, akral pada sisi lesi hangat, nadi pada sisi lesi sama dengan sisi yang sehat.

noIntervensiRasional

1Pantau pulsasi nadi, perfusi perifer, dan CRT pada sisi lesi setiap jam.Perubahan nadi, perfusi, dan meningkatnya CRT pada sisi lesi menunjukkan tanda awal tidak baiknya system vascular akibat pembengkakan.

2Pantau status nyeri setiap jamKeluhan nyeri local hebat pada klien fraktur disertai pembengkakan merupakan peringatan pada perawat tentang gejala sindrom kompartemen.

3Kaji dan bebaskan apabila ada bagian pembebatan yang kuat pada bagian proksimalPembebatan merupakan stimulus yang dapat meningkatkan respon penjepitan pada pembuluh darah dan jaringan lunak lainnya sehingga harus dibebaskan.

4Kolaborasi:

Debridement dan fisiotomiUntuk menurunkan dan menghilangkan respon penjepitan pada bagian proksimal

3. Resiko trauma berhubungan dengan ketidakmampuan menggerakkan tungkai bawah, penurunan kekuatan otot, ketidaktauan cara mobilisasi yang adekuat.

Tujuan: dalam waktu 2X24 jam resiko trauma tidak terjadi.

kriteria hasil : klien mau berpartisipasi dalam pencegahan trauma.

noIntervensiRasional

1Pertahankan tirah baring dan imobilisasi sesuai indikasi. Meminimalkan rangsangan nyeri akibat gesekan antara fragmen tulang dengan jaringan lunak disekitarnya.

2Gunakan pagar tempat tidurMencegah klien jatuh.

3Ajarkan mobilisasi berjalan dengan menggunakan tongkat Meningkatkan pengetahuan klien untuk menghindari trauma pada saat melakukan mobilisasi berjalan.

4Ajarkan latihan otot kuadriseps sejak awal.Latihan otot kuadriseps yang dilakukan sejak awal dapat mencegah terjadinya atrofi otot.

5Berikan penahanan beban pada klien yang terpasang gips.Penahanan beban dalam gips dapat dilakukan segera setelah klien dapat mengangkat kakinya

6Evaluasi tanda/gejala nperluasan cidera jaringan ( peradangan local/sistemik seperti peningkatan nyeri, edema, damam)Menilai perkembangan masalah klien

7Kolaborasi pemberian obat antibiotic pasca bedah.Antibiotik bersifat bakteriosida/bakteriostatik untuk membunuh / menghambat perkembangan kuman.

3.4. Evaluasi KeperawatanSetelah melakukan intervensi keperawatan diharapkan klien:1. Mengalami peredaan nyeri

a. Melaporkan penurunan nyeri

b. Tidak mengalami nyeri tekan ditempat terjadinya infeksi

c. Menunjukkan perilaku yang lebih rileks

d. Memperagakan keterampilan reduksi nyeri dengan meningkatkan keberhasilan

2. Mempertahankan mobilitas fisika. Berpartisipasi dalam program latihan dan aktivitas perawatan diri.b. Mencari bantuan sesuai kebutuhan

c. Mempertahankan koordinasi dan mobilitas secara optimal BAB IV

PENUTUP

4.1. KesimpulanDislokasi adalah suatu keadaan ketika permukaan sendi tulang tidak dalam hubungan anatomis atau keluarnya kepala sendi dari mangkuk sendi. Hal ini merupakan kejadain kedaruratan yang memerlukan pertolongan segera. Sublukasi merupakan defisiensi hubungan normal antara tulang rawwan satu dengan yang lainnya atau dislokasi parsial permukaan sendi.Penatalaksanaan terhadap gangguan ini meliputi:

1. Sendi yang terkena diimobilisasi saat klien dipindahkan

2. Dislokasi direduksi atau diresposisi.

3. Diimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau traksi sampai posisi stabil

4. Kompres es selam 20-30 menit secara intermiten selama 24 jam.

5. Ekstremtas ditinggikan sesuai jantung untuk mengontrol pembengkakan dan memberi istirahat.

6. Setelah reduksi, lakukan gerakan aktif lembut, 3-4 kali/hari.

7. Tingkatkan kenyamanan.DAFTAR PUSTAKAAlpers, Amn. 2006. Buku Ajar Pediatrik Rudolph. Jakarta: EGC

Helmi, zairin noor. 2012. Buku Ajar Ganguan Muskuloskiletal. Jakarta: Salemba Medika

Muttaqin, arif. 2011. Buku Saku Ganguan Muskuloskiletal. Jakarta: EGC

Nelson, Behrman. 2000. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta; EGC

Sjamsuhidajat. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC

Smeltzer, suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta EGC

Surotun, dkk. 2008. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskiletal. Jakarta; EGCTrauma langsung pada belakang siku

Ansietas

Jatuh pada tangan dengan posisi siku fleksi atau siku hiperekstensi

Denyut nadi radial (-) dan tanda iskemia pada bagian distal (CRT > 3 detik, pucat, paralisis, akral dingin)

Resiko tinggi sindrom kompartemen

Hambatan mobilitas Gangguan ADL

Lengan bengkak

Cedera arteri brakialis

Penurunan kemampuan pergerakan siku

Resiko tinggi trauma

Ketidak tahuan teknik mobilisasi dan imobilisasi siku

Tindakan redupsi tertutup

Nyeri

Neurapraksia

Proknosis penyakit

Lepasnyasendi siku

Cidera saraf medianus atau ulnaris

Respons psikologis

Dislokasi siku anterior

Dislokasi siku posterior

Trauma pada lutut

Reduksi tertutup

Kerusakan jaringan lunak

Tindakan fasiotomi

Cidera arteri popliteal

Cidera arteri popliteal

Nyeri

Pembekakan pada proksimal betis

Gerak sendi lutut

Ansietas

Dislokasi lutut

Resiko tinggi infeksi

Pemasangan gips sirkular

Resiko tinggi sindrom kompartemen

Respon lokal : Nyeri, parestesia, perfusi distal , CRT > 3 detik, denyut nadi (-), pucat

Kerusakan neumuskular

Resiko tinggi trauma

Hambatan mobilitas fisik

Cidera saraf popliteal

Kerusakan sstruktur lutut

Cidera saraf popliteal

Respond psikologis

Krusakan struktur lutut

Ligamen krusiata, dan satu atau dua ligamen lateral robek

pg. 21