ASKEP ASFIKSIA.docx

23
ASKEP ASFIKSIA ASUHAN KEPERAWATAN ASFIKSIA NEONATORUM I. TINJAUAN LITERATUR A. DEFINISI DAN DESKRIPSI Asfiksia secara harafiah dinyatakan sebagai kondisi tanpa denyut jantung. Asfiksia neonatorum atau newborn asphyxia adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang mengalami kegagalan bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir (Association American Pediatric, 2003; Harris, 2003). Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia/hipoksia janin. Asfiksia neonatorum merupakan kasus kegawadaruratan dalam kelahiran. Kasus ini dapat memicu timbulnya cerebral palsy, serangan kejang, retardasi mental, ketulian, ketidakseimbangan penglihatan, gangguan perilaku (Harris, 2003; Winknjosastro, 2007). B. Demografi Menurut Ariawan dkk (2006), dari total NMR (Neonatal Mortality Rate) tahun 2005 yaitu 22/1000 kelahiran hidup, 27% kematian neonatal disebabkan oleh asfiksia. Angka kejadian yang cukup besar ini perlu mendapatkan perhatian serius. Data dari WHO memperlihatkan bahwa angka kematian neonatal di negara berkembang berkisar 4-9 juta/tahun disebabkan oleh asfixia, prosentasenya berkisar 20% (Laberge, 2006). C. Etiologi Tabel I.1. Penyebab asfixia (Harris, 2003; Shresta dkk, 2008)

description

askep asfiksia

Transcript of ASKEP ASFIKSIA.docx

Page 1: ASKEP ASFIKSIA.docx

ASKEP ASFIKSIA

ASUHAN KEPERAWATAN ASFIKSIA NEONATORUM

I. TINJAUAN LITERATUR

A. DEFINISI DAN DESKRIPSI

Asfiksia secara harafiah dinyatakan sebagai kondisi tanpa denyut jantung. Asfiksia

neonatorum atau newborn asphyxia adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang mengalami

kegagalan bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir (Association American

Pediatric, 2003; Harris, 2003).

Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia/hipoksia

janin. Asfiksia neonatorum merupakan kasus kegawadaruratan dalam kelahiran. Kasus ini

dapat memicu timbulnya cerebral palsy, serangan kejang, retardasi mental, ketulian,

ketidakseimbangan penglihatan, gangguan perilaku (Harris, 2003; Winknjosastro, 2007).

B. Demografi

Menurut Ariawan dkk (2006), dari total NMR (Neonatal Mortality Rate) tahun 2005

yaitu 22/1000 kelahiran hidup, 27% kematian neonatal disebabkan oleh asfiksia. Angka

kejadian yang cukup besar ini perlu mendapatkan perhatian serius.

Data dari WHO memperlihatkan bahwa angka kematian neonatal di negara

berkembang berkisar 4-9 juta/tahun disebabkan oleh asfixia, prosentasenya berkisar 20%

(Laberge, 2006).

    C. Etiologi

    Tabel I.1. Penyebab asfixia (Harris, 2003; Shresta dkk, 2008)Ibu                           Plasenta                                BayiToxicosis             infark                                    perdarahan otakPerdarahan           placenta previa                    cacat bawaan di bagian   sistem                                                                          pernapasantetani uteri           solutio placenta                    aspirasi meconium

Faktor resiko tinggi kehamilan yang menimbulkan asfiksia neonatorum menurut

Laberge (2006), adalah:

    1. Usia ibu kurang dari 16 tahun dan lebih dari 40 tahun

    2. Status ekonomi sosial yang rendah

    3. Penyakit pada ibu seperti: diabetes mellitus, hipertensi, anemia, PPOK, CHF, kelainan

hemoglobin

Page 2: ASKEP ASFIKSIA.docx

    4. Riwayat kehamilan dulu yang jelek: aborsi, prematur, preeklampsia

    5. Letak bayi sungsang

    6. Pemakaian obat-obatan, alcohol dan rokok

    7. Tidak ada pemeriksaan selama kehamilan

Hipoksia janin yang menyebabkan asfiksia neonatorum terjadi karena gangguan pertukaran gas transport O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan dalam persediaan O2 dan dalam menghilangkan CO2. Gangguan ini dapat berlangsung secara menahun akibat kondisi atau kelainan pada ibu selama kehamilan, atau secara mendadak karena hal-hal yang diderita ibu dalam persalinan (Ward dkk, 2008).

D. Patofisiologi

Oksigen sangat penting untuk kehidupan. Selama proses kehamilan janin

mendapatkan oksigen dan nutrien dari ibu melalui mekanisme difusi. Proses ini terjadi

melalui plasenta ibu dan diberikan kepada janin melalui darah (Gregorio dkk, 2007).

Sebelum lahir alveoli paru bayi menguncup dan terisi oleh cairan. Paru janin tidak

berfungsi sebagai sumber oksigen atau jalan untuk mengeluarkan CO2 (karbon dioksida)

sehingga paru tidak perlu di perfusi atau dialiri darah dalam jumlah besar (Gregorio dkk,

2007).

Setelah lahir, bayi tidak berhubungan lagi dengan plasenta dan akan segera

bergantung dengan paru sebagai sumber utama oksigen. Oleh karena itu, maka beberapa saat

sesudah lahir paru harus segera terisi oksigen dan pembuluh darah paru harus berelaksasi

untuk memberikan perfusi pada alveoli dan menyerap oksigen untuk diedarkan keseluruh

tubuh (Gregorio dkk, 2007).

Menurut James (1958) dalam FKUI (1997), Pernafasan spontan pada bayi baru

lahir bergantung kepada kondisi janin pada masa kehamilan dan persalinan. Proses kelahiran

sendiri selalu menimbulkan asfiksia ringan yang bersifat sementara pada bayi (asfiksia

transien). Proses ini dianggap sangat perlu untuk merangsang kemoresptor pusat pernafasan

agar terjadi “primary gasping” yang kemudian akan berlanjut dengan pernafasan teratur, sifat

asfiksia ini mempunyai pengaruh buruk karena reaksi adaptasi bayi dapat mengatasinya.

Menurut Harris (2003), bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan

oksigen yang lama pada kehamilan atau persalinan, akan terjadi asfiksia yang lebih berat.

Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan

kematian. Kerusakan dan gangguan fungsi tubuh ini dapat reversibel atau tidak tergantung

kepada berat dan lamanya asfiksia.

Asfiksia yang terjadi dimulai dengan suatu periode apnu (“primary apnoe”)

disertai dengan penurunan frekuensi jantung. Selanjutnya bayi akan memperlihatkan usaha

bernafas (gasping) yang kemudian akan diikuti oleh pernafasan teratur (Harris, 2003).

Page 3: ASKEP ASFIKSIA.docx

Pada tingkat asfiksia berat, usaha bernafas ini tidak tampak dan bayi selanjutnya

berada dalam periode apnu kedua (“secondary apnoe”). Pada tingkat ini disamping bradikardi

ditemukan pula penurunan darah. Disamping adanya perubahan klinis, akan terjadi pula

gangguan metabolisme dan perubahan asam- basa pada tubuh bayi (Harris, 2003).

Pada tingkat pertama gangguan pertukaran gas mungkin hanya akan menimbulkan

asidosis respiratorik, Bila gangguan berlanjut, dalam tubuh bayi akan terjadi proses

metabolisme anaerob yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga sumber glikogen

tubuh, terutama pada jantung dan hati akan berkurang (Ward, 2008).

Menurut Hasegawa dkk (2002), asam anorganik yang terjadi akibat metabolisme

ini akan menyebabkan timbulnya asidosis metabolik. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi

perubahan kardiovaskuler yang disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya :

      a) Hilangnya sumber glikogen dalam jantung dan akan mempengaruhi fungsi jantung

      b) Terjadinya asidosis metabolik akan mengakibatkan menurunnya sel jaringan, ternasuk otot

jantung, sehingga menimbulkan kelemahan jantung

      c) Pengisian udara pada alveoli yang kurang adekuat akan menyebabkan tingginya resistensi

pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan sistem sirkulasi lain akan

mengalami gangguan asidosis dan gangguan kardiovaskuler yang terjadi dalam tubuh

berakibat buruk terhadap sel otak. Kerusakan sel otak yang terjadinya menimbulkan kematian

atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya.

E. Gambaran Klinis menurut UCSF Children’s Hospital (2007):

     1.Hipoksia

     2.RR> 60 x/mnt atau tidak terdeteksi

     3.Napas gasping sampai dapat terjadi henti napas

     4.Bradikardia

     5.Tonus otot berkurang

     6.Warna kulit sianotik/pucat

     7.pH darah arteri kurang dari 7 di area umbilikal

8.Apnu primer : Pernafasan cepat, denyut nadi menurun dan tonus neuromuscular menurun

9.Apnu sekunder : Apabila asfiksia berlanjut, bagi menunjukkan pernafasan megap-megap yang dalam, denyut

jantung terus menurun, bayi terlihat lemah (pasif), pernafasan makin lama makin lemah

F. KLASIFIKASI

    Menurut Harris (2003), Asfiksia neonatorum diklasifikasikan:

    1. Asfiksia Ringan

        Skor APGAR 7-10, bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa.

   2. Asfiksia sedang

Page 4: ASKEP ASFIKSIA.docx

    Skor APGAR 4-6, pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih dari

100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.

 3. Asfiksia Berat

     Skor APGAR 0-3, pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100 x

permenit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak

ada. Pada asphyksia dengan henti jantung yaitu bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih

dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung menghilang post partum,

pemeriksaan fisik sama pada asphyksia berat.

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

    1. Pemeriksaan Fisik

        a) APGAR

 Derajat asfiksia bayi yang baru lahir diukur dengan skala APGAR. Menurut

Aehlert (2005) dan Wong (2004), komponen penilaian APGAR adalah:

        A: Appearance (color/warna kulit)

        P: Pulse (heart rate/denyut jantung)

        G: Grimace (peka tehadap rangsangan)

        A: Activity (kekuatan otot)

        R: Respirations (usaha bernapas)

Keterangan:

         nilai 0-3 : asfiksia berat

         nilai 4-6 : asfiksia sedang

         nilai 7-10 : normal

pemantauan nilai apgar dilakukan pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai apgar 5

menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor mencapai 7. Skor

apgar berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru lahir dan menentukan

prognosis. Resusitasi segera dilakukan 30 detik setelah bayi lahir jika tidak ada reaksi.

     b. Denyut jantung janin

         Frekuensi normal adalah antara 120 dan 160 denyut semenit, selama his frekuensi ini biasa

turun, tetapi diluar his kembali lagi kepada keadaan semula. Peningkatan kecepatan denyut

jantung secara umum tidak besar artinya. Apabila frekuensi turun sampai dibawah 100 x

semenit di luar his dan tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya (Wiknjosastro, 2007).

 

  c. Mekanisme dalam air ketuban

         Mekoneum pada presentasi-sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada presentasi kepala

mungkin menunjukkan gangguan oksigenasi dan harus menimbulkan kewaspadaan.

Page 5: ASKEP ASFIKSIA.docx

Keberadaan mekoneum dalam air ketuban pada presentasi-kepala dapat menjadi indikasi

untuk mengakhiri persalinan bila mudah.dilakukan (Wiknjosastro, 2007).

2. Pemeriksaan Penunjang

    a) Pemeriksaan pH darah janin

         Dengan menggunakan amnioskopi yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil pada

kulit kepala janin dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya

asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu sampai turun dibawah 7,2 hal itu

dianggap sebagai tanda bahaya (Wiknjosastro, 2007).

    b) Analisa Gas Darah

        Analisa dilakukan pada darah arteri, penting untuk mengetahui adanya asidosis dan alkalosis

respiratorik/metabolik. Hal ini diketahui dengan tingkat saturasi SaO2 dan PaO2. Pemeriksaan

ini juga dilakukan untuk mengetahui oksigenasi, evaluasi tingkat kemajuan terapi (Muttaqin,

2008).

     c) Elektrolit Darah

         Komplikasi metabolisme terjadi di dalam tubuh akibatnya persediaan garam-garam elektrolit

sebagai buffer juga terganggu kesetimbangannya. Timbul asidosis laktat, hipokalsemi,

hiponatremia, hiperkalemi. Pemeriksaan elektrolit darah dilakukan uji laboratorium dengan

test urine untuk kandungan ureum, natrium, keton atau protein (Harris, 2003).

       d)  Gula darah

         Pemeriksaan gula darah dilakukan uji laboratorium dengan test urine untuk kandungan

glukosa. Menurut Harris (2003), penderita asfiksia umumnya mengalami hipoglikemi.

     e)  Pemeriksaan radiologik

          Pemeriksaan radiologik seperti ultrasonografi (USG),computed tomography scan (CT-Scan) dan magnetic resonance imaging (MRI) mempunyai nilai yang tinggi dalam menegakkan diagnosis (Tanner dkk, 2000) G. PENATALAKSANAAN MEDIS

       1. Resusitasi Neonatal Tindakan Umum (Aehlert 2005; Simms, 2006; Ward, 2008)

Resusitasi dicapai dengan prinsip A, B, C, D (Airway, Breathing, Circulation,

Drugs). Tahapan inisiasi resusitasi ditentukan oleh penilaian tahap awal dengan skala

APGAR.

Page 6: ASKEP ASFIKSIA.docx

Keberadaan Meconium pada bayi yang aktif tidak akan menjadi masalah. Bayi

dapat segera diberikan kepada ibu agar mendapatkan ASI. Fungsi ASI akan mendesak

meconium.

      a) Kondisi hangat

          Bayi yang tidak aktif harus dikondisikan hangat. Kehilangan panas tubuh dapat dicegah

dengan menyesuaikan suhu tubuh bayi dengan suhu lingkungan:

         1) Bayi dapat dibungkus dengan handuk atau kain hangat di seluruh badan hingga kepala

         2) Memindahkan kain basah, segera mengeringkan kulit bayi

         3) Menghangatkan ruangan

     b) Positioning

Pemberian posisi yang disarankan adalah supinasi, dengan bagian leher hiperekstensi atau

fleksi karena posisi ini akan membuka jalan napas lebih lebar.

     c) Ventilasi

Bila usaha membuat bayi hangat dan pemberian posisi belum berhasil maka dapat dilakukan laringoscopi untuk memastikan posisi mekonium. Tindakan ini dilanjutkan dengan suction dan memberi O2.Ventilasi yang diberikan berupa IPPV (Intermittent Positive Pressure Ventilation). Alatnya terdiri dari balon dan corong dengan tekanan 25-35 cmH20 atau 30 kali/menit. Tekanan tidak boleh melampaui tekanan alveoli paru.

Ventilasi cairan parsial, paru diventilasi dengan perfluorokarbon yang mengikat

oksigen. Ventilasi cairan berfungsi menurunkan tegangan tinggi permukaan (surfactant)

sehingga lapisan perbatasan cairan-udara menjadi terbuka, udara dapat mengalir dan terjadi

pertukaran gas.

      d) ECMO (Extracorporeal Membrane Oxygenation)

         Teknik ini dipergunakan untuk meminimalkan insidensi dysplasia bronkopulmonal. Darah

disirkulasi melalui apparatus eksterna untuk pertukaran gas. Teknik tersebut menggunakan

mesin yang mem-by pass saluran pernapasan-hati, dilengkapi dengan pompa eksternal dan

oksigenasi.

   2. Resusitasi Neonatal Tindakan khusus ( calonpulmonolog.blogspot.com 2008)

       a) Asfiksia berat

         Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan, langkah utama memperbaiki ventilasi paru dengan

pemberian O2 dengan tekanan dan intermiten, cara terbaik dengan intubasi endotrakeal lalu

diberikan O2 tidak lebih dari 30 mmHg.

Asfiksia berat hampir selalu disertai asidosis, koreksi dengan bikarbonat natrium 2-

4 mEq/kgBB, diberikan pula dextrose 15-20 % dengan dosis 2-4ml/kgBB. Kedua obat ini

Page 7: ASKEP ASFIKSIA.docx

disuntikan kedalam intra vena perlahan melalui vena umbilikalis, reaksi obat ini akan terlihat

jelas jika ventilasi paru sedikit banyak telah berlangsung.

Usaha pernapasan biasanya mulai timbul setelah tekanan positif diberikan 1-3 kali,

bila tidak didapatkan perbaikan pernapasan atau frekuensi jantung, maka masase jantung

eksternal dikerjakan dengan frekuensi 80-100/menit.

Tindakan ini diselingi ventilasi tekanan dalam perbandingan 1:3 yaitu setiap kali

satu ventilasi tekanan diikuti oleh 3 kali kompresi dinding toraks, jika tindakan ini tidak

berhasil bayi harus dinilai kembali, mungkin hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan

asam dan basa yang belum dikoreksi atau gangguan organik seperti hernia diafragmatika atau

stenosis jalan nafas.

    b) Asfiksia sedang

         Proses stimulasi penting untuk menimbulkan reflek pernapasan, bila dalam waktu 30-60 detik

tidak timbul pernapasan spontan. Stimulasi harus dilakukan dengan hati-hati. Bayi dengan

indikasi tetanus tidak dianjurkan pemberian rangsang.

Pemberian ventilasi aktif harus segera dilakukan. Ventilasi sederhana dengan

kateter O2 intranasal dengan aliran 1-2 lt/mnt, bayi diletakkan dalam posisi dorsofleksi

kepala.

Kemudian dilakukan gerakan membuka dan menutup nares dan mulut disertai

gerakan dagu keatas dan kebawah dengan frekuensi 20 kali/menit, sambil diperhatikan

gerakan dinding toraks dan abdomen. Bila bayi memperlihatkan gerakan pernapasan spontan,

usahakan mengikuti gerakan tersebut, ventilasi dihentikan jika hasil tidak dicapai dalam 1-2

menit, sehingga ventilasi paru dengan tekanan positif secara tidak langsung segera dilakukan,

ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan dari mulut ke mulut atau dari

ventilasi ke kantong masker.

Pada ventilasi dari mulut ke mulut, sebelumnya mulut penolong diisi dulu dengan

O2, ventilasi dilakukan dengan frekuensi 20-30 kali permenit dan perhatikan gerakan nafas

spontan yang mungkin timbul. Tindakan dinyatakan tidak berhasil jika terjadi penurunan

frekuensi jantung atau perburukan tonus otot, intubasi endotrakheal harus segera dilakukan.

Pemberian obat bikarbonat natrium 4.2% (2-4 ml/kg bb) dan dextrose 10 % (2.5

ml/kg bb) dapat segera diberikan jika 3 menit setelah lahir tidak memperlihatkan pernapasan

teratur dan ventilasi telah dilakukan dengan adekuat.

BAB II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Keperawatan (Aehlert, 2005)

Page 8: ASKEP ASFIKSIA.docx

1. Anamnesis

Identitas klien yang harus diketahui adalah nama, umur, jenis kelamin, alamat

rumah, agama atau kepercayan orang tua, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status

pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, sosial ekonomi, asuransi kesehatan, riwayat

penyakit saat ini.

Klien dengan asfiksia neonatorum akan mengalami aspirasi meconium, kesulitan

bernapas, kelemahan kekuatan otot, warna kulit pucat, kemungkinan prematur.

Perlu ditanyakan apakah kelahiran sebelumnya berakhir dengan kematian

neonatal, riwayat ibu mengalami penyakit DM, hipertensi, tetani uteri atau malnutrisi,

riwayat konsumsi alkohol, obat dan rokok.

2. Pengkajian Psikososial

Pengkajian ini meliputi: validasi perasaan orang tua klien terhadap penyakit

bayinya, cara orang tua klien mengatasi penyakit, perilaku  orang tua klien/tindakan yang

diambil ketika menghadapi penyakitnya.

3. Pemeriksaan Fisik

   a. Breathing/B1

     1. Inspeksi

Bentuk dada (barrel atau cembung), kesimetrisan, adanya insisi, selang dada atau

penyimpangan lain. Pada klien dengan asfiksia akan mengalami usaha bernapas yang lambat

sehingga gerakan cuping hidung mudah terlihat. Terkadang pernapsannya tak teratur bahkan

henti napas

      2. Palpasi

Palpasi dilakukan untuk mengetahui perkembangan paru yang adekuat. Bayi

dengan penyakit congenital/bawaan perkembangan paru tidak baik atau hipoplasia. Sering

terjadi di paru bagian kiri.

     3. Perkusi

Suara perkusi di area dada kiri terdengar lebih redup dan pekak.  

      4. Auskultasi

Suara napas menurun sampai menghilang. Bunyi napas tak teratur bahkan lambat.

b. Blood/B2

       1. Inspeksi

Pada saat dilakukan inspeksi, perlu diperhatikan letak ictus cordis normal yang

berada pada ICS 5 pada linea medio calviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan

untuk mengetahui ada/tidaknya pergeseran jantung.

Page 9: ASKEP ASFIKSIA.docx

     2. Palpasi

Palpasi dilakukan dengan menghitung denyut jantung (heart rate) dan harus

memperhatikan kedalaman dan teratur atau tidaknya denyut jantung. Selain itu, perlu juga

memperhatikan adanya thrill (getaran ictus cordis). Memeriksa nadi lengan dengan

meletakkan telunjuk dan jari tengah anda di bagian dalam siku bayi di sisi yang paling dekat

dengan tubuh.

      3. Perkusi

Tindakan perkusi dilakukan untuk menentukan batas jantung (area yang bersuara

pekak). Hal ini untuk menentukan adanya pergeseran jantung karena desakan diafragma bila

terjadi kasus hernia diafragmatika.

      4. Auskultasi

Auskultasi dilakukan dengan menentukan bunyi jantung I dan II tunggal atau

gallop, bunyi jantung III merupakan gejala payah jantung, murmur yang menunjukkan

adanya peningkatan arus turbulensi darah. Penderita asfiksia neonatal denyut jantung kurang

dari 100/menit atau tidak terdengar sama sekali.

c. Brain/B3

Ketika melakukan inspeksi, tingkat kesadaran perlu dikaji dengan skala GCS.

Fungsi sensorik seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan.

Penderita asfiksia berat tidak akan menunjukkan respon GCS

d. Bladder/B4

Pengukuran volume input/output urine dilakukan dalam hubungannya dengan

intake cairan. Oleh karena itu perlu ditinjau adanya oliguria atau tidak karena dapat menjadi

pertanda awal adanya syok.

e. Bowel /B5

Ketika inspeksi dilihat bentuk abdomen yang membuncit/datar, tepi perut

menonjol/tidak, umbilicus menonjol/tidak, ada benjolan massa/tidak. Pada klien biasanya

didapatkan indikasi mual, muntah, penurunan nafsu makan, penurunan berat badan.

f. Bone/ B6

Hal yang perlu diperhatikan adalah adanya edema peritibial, pemeriksaan

capillary refill time, feel pada kedua ekstremitas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer.

Selanjutnya dilakukan pemeriksaan kekuatan otot untuk dibandingkan antara bagian kiri dan

kanan.

g. Antropometri

Page 10: ASKEP ASFIKSIA.docx

                        Pengukuran dengan antropometri untuk mengetahui tanda

kegawatan/abnormalitas utama. Berat bayi yang kurang dari normal dapat menjadi faktor

resiko pada penderita asfiksia.

C. DIAGNOSIS KEPERAWATAN YANG SERING MUNCUL

1. Gangguan pertukaran gas b/d hipoksemia

2. Ketidakefektifan jalan napas b/d penurunan kemampuan batuk efektif

3. Risiko tinggi infeksi b/d prosedur infasif

4. Gangguan perfusi jaringan b/d kerusakan jaringan

5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake nutrisi tidak adekuat

6. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan otot pernapasan

7. Kecemasan b/d dengan koping tidak efektif

8. Gangguan tidur b/d sesak napas

D. RENCANA INTERVENSI

1.Gangguan pertukaran gas b/d hipoksemia secara menetap (Muttaqin, 2008)Tujuan : Dalam waktu 2x24 jam setelah diberikan intervensi keperawatan tidak terjadi

gangguan pertukaran gasKriteria evaluasi:1. Melaporkan tidak adanya/penurunan dispnea2. Klien menunjukkan tidak adanya gejala distress pernapasan

3. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan adekuat dengan AGD dalam rentang normal

Rencana Intervensi Rasional

Evaluasi tingkat kesadaran, skala APGAR

Aspek penting perawatan Asfiksia adalah meningkatkan ventilasi. Tujuan modalitas terapi adalah member dukungan ventilasi sampai integritas membran alveoli-kapiler kembali baik. Dua tujuan tambahan adalah:a. memelihara ventilasi adekuat dan oksigenasi selama periode kritis hipoksemiab. mengembalikan faktor etiologi yang mengawali penyebab distress pernapasan

Lakukan pemberian terapi oksigen Akumulasi sekret dan berkurangnya jaringan paru yang sehat dapat mengganggu oksigenasi organ vital dan jaringan tubuh

Lakukan ventilasi mekanik Oksigen adalah obat dengan sifat terapeutik penting dan secara potensial mempunyai efek samping toksik. Jumlah oksigen yang diberikan harus peling rendah dari Fi 02 yang

Page 11: ASKEP ASFIKSIA.docx

menghasilkan kandungan oksigen adekuat (misalnya kandungan oksihemoglobin > 90%)

Monitor kadar hemoglobin Kebanyakan volume oksigen ditranspotasikan ke jaringan dalam ikatan dengan hemoglobin. Bila anemia terjadi, kandungan oksigen dalam darah menurun sebagai efek dari ventilasi mekanik dan suplemen. Pengukuran seri hemoglobin perlu untuk kalkulasi kandungan oksigen yang akan menentukan kebutuhan untuk transfusi sel darah merah

Kolaborasi pemilihan pemberian cairan Tujuan utama adalah mempertahankan parameter fisiologis normal. Pengukuran berat badan harian akurat menjadi indicator penting terhadap ketidakseimbangan cairan

Kolaborasi pemberian terapi farmakologi

Terapi menggunakan obat-obatan yang bersifat surfactant (surface reactant) berfunngsi untuk menurunkan tegangan permukaan jaringan paru, bikarbonat natrium 4.2% (2-4 ml/kg bb)

2.Ketidakefektifan jalan napas b/d penurunan batuk efektif (Wong, 2004)Tujuan : Dalam waktu 1x24 jam setelah diberikan intervensi keperawatan pasien

menunjukkan jalan napas yang patenKriteria evaluasi:

1. Menunjukkan jalan napas yang tetap bersih2. Klien dapat mengeluarkan sekret tanpa stress dan keletihan

Rencana Intervensi Rasional

Aspirasi jalan napas sesuai kebutuhan Penghisapan dilakukan sampai 5 detik dengan waktu yang cukup di antara tindakan untuk memungkinkan reoksigenasi

Beri posisi telentang dengan leher sedikit ekstensi dan hidung menghadap ke atap

Posisi ini penting untuk menimbulkan tekanan positif pada paru

Hindari posisi yang dapat menyebabkan obstruksi jalan napas

Kondisi ini penting agar tidak terjadi penipisan oksigen

Implementasikan penatalaksanaan kedaruratan untuk obstruksi udara

Penyediaan alat kedaruratan siap pakai harus terpenuhi untuk prosedur RJP (Resusitasi Jantung Paru) dan ETT (Endotracheal Tube)

Kolaborasi dalam pemberian terapi nebulizer, aerosol, ekspetorant

Terapi ini untuk mencegah aspirasi karena  volume yang besar dari sputum yang dapat tiba-tiba mengental

Page 12: ASKEP ASFIKSIA.docx

 

3. Risiko tinggi infeksi b/d prosedur infasif  (Hidayat, 2008)

Tujuan : Dalam waktu 1x24 jam setelah diberikan intervensi keperawatan pasien tidak terjadi infeksi

Kriteria evaluasi:1. Tidak terjadi infeksi nosokomial

Rencana Intervensi Rasional

Memantau TTV Mengamati tanda-tanda fisik seperti: warna, sekresi, pola pernapasan, status kesadaran.

Melakukan perawatan  fisik seperti: suction

Sputum yang menumpuk dapat menjadi media patologis untuk tubuh

Memeriksa setting ventilator mekanik Pemeriksaan sehari 2x, bila ventilator dilepaskan. Melakukan setting ventilator dan tekanan alarm bila diperlukan

Menjaga peralatan yang terpakai tetap aseptik

Menyediakan intervensi keperawatan dengan teknik aseptik

Menjaga eksterior tetap bersih dari apapun

Ruangan yang bersih akan menambah kenyamanan dan mencegah infeksi

 

4. Gangguan perfusi jaringan b/d perfusi jaringan (Hidayat, 2008)

Tujuan : Dalam waktu 2x24 jam setelah diberikan intervensi keperawatan pasien tidak terjadi gangguan perfusi jaringan renal

Kriteria evaluasi:1. Tidak terjadi gangguan perfusi renal dengan memantau intake dan

output normalRencana Intervensi Rasional

Kaji komplikasi paru dengan TTV, bunyi paru tambahan/tidak normal

Mengetahui adanya kelainan pada organ paru

Pantau pengeluaran urine normal

Menjaga metabolisme klien dalam tahap normal

Pantau berat jenis urine Mengetahui adanya reabsobsi protein-protein dalam urine lebih mudah memonitor kesehatan

Pantau laboratorium urine lengkap

Mengetahui kelainan patologis melalui urine

Monitor pemeriksaan darah Mengetahui kelainan sel darah dan penyakit yang dapat memperparah kondisi klien

Kolaborasi dalam pemberian Pertimbangan ini diperlukan

Page 13: ASKEP ASFIKSIA.docx

diuretik bila tidak terjadi kelainan fungsi ginjal pada klien

 

5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d

intake nutrisi tidak adekuat

Tujuan : Dalam waktu 1x24 jam setelah diberikan intervensi keperawatan pasien dapat meningkatkan nafsu makan

Kriteria evaluasi:1. Terjadi kenaikan berat badan harian

Rencana Intervensi Rasional

Kaji antropometri klien Mengetahui adanya kelainan pertumbuhan

Mengukur berat badan harian Pertahankan status nutrisi adekuat

Pertahankan intake kalori Asupan kalori dapat dilakukan secara intravena, total parenteral nutrition dengan menyediakan 80-120 Kcal/kg setiap 24 jam

Pantau laboratorium urine lengkap

Mengetahui kelainan patologis melalui urine

Pertahankan gula darah Menghindari kondisi yang hipoglikemi

Pertahankan input-output Mengetahui ada/tidaknya kekurangan cairan

Memonitor gejala komplikasi gastrointestinal

Mengetahui sumber kehilangan nutrisi atau kurangnya asupan nutrisi seperti: mual, muntah, diare, konstipasi

 

6. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan otot pernapasan

Tujuan : Dalam waktu 1x24 jam setelah diberikan intervensi keperawatan pasien dapat meningkatkan energi adekuat

Kriteria evaluasi:1. Terjadi aktivitas peningkatan aktivitas

Rencana Intervensi Rasional

Kaji tingkat toleransi fisik klien

Bantu klien dalam memenuhi aktivitasnya

Berikan aktivitas pengalihan Hibur klien dengan melibatkan keluarga sesuai kondisi dan kemampuan

Berikan aktivitas bermain Bermain dapat mencegah

Page 14: ASKEP ASFIKSIA.docx

kebosanan dan meningkatkan ketenangan

Berikan periode istirahat dan tidur yang sesuai

Klien dapat segera diistirahatkan bila terjadi kelelahan

7. Kecemasan b/d dengan koping tidak efektif

Tujuan : Dalam waktu 1x24 jam setelah diberikan intervensi keperawatan pasien dapat mengalami penurunan cemas

Kriteria evaluasi:1. Klien tidak menunjukkan bukti distres2. Orang tua tetap bersama anak memberikan kenyamanan

Rencana Intervensi Rasional

Jelaskan pada orang tua prosedur dan peralatan yang tidak dikenal

Usahakan orangtua dapat mendampingi anak

Gunakan perilaku tenang dan menenangkan untuk mengurangi ansietas anak

Beri tindakan yang dapat memberikan kenyamanan anak dengan membelai

Berikan alat keamanan Mainan yang dikenal naka dapat diberikan, misalnya selimut

Hindari  tindakan yang mencemaskan orang tua

Pertahankan sikap rileks

Tingkatkan rasa percaya diri orang tua

Libatkan dalam setiap tindakan perawatan klien

8. Gangguan tidur b/d sesak napas

Tujuan : Dalam waktu 1x24 jam setelah diberikan intervensi keperawatan pasien dapat mencapai tidur berkualitas

Kriteria evaluasi:1. Klien tidak menunjukkan kelelahan: tenang, diam, rileks2. Klien mendapatkan jumlah tidur yang cukup (14-18 jam/hari)

Rencana Intervensi Rasional

Beri lingkungan tenang Jadwalkan kunjungan agar klien istirahat cukup

Atur aktivitas untuk waktu tidur yang maksimum

Ikuti rutinitas anak yang biasanya selama waktu tidur, waktu istirahat

Anjurkan periode istirahat yang sering dan waktu tidur yang teratur

Frekuensi tidur yang teratur akan membuat klien mudah tidur yang berkualitas

Kolaborasi pemberian obat sedatif dan analgetik

Indikasi terjadi kegelisahan dan rasa nyeri

Page 15: ASKEP ASFIKSIA.docx