ASKEP

21
ASKEP STRUMA Posted on Maret 26, 2008 by harnawatiaj 1. Pengertian struma nodosa non toksik Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang secara klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda hypertiroidisme. (Sri Hartini, Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, hal. 461, FKUI, 1987). 1. Anatomi kelenjar tyroid Kelenjar tyroid mempunyai dua lobus, struktur yang kaya vaskularisasi, lobus terletak di sebelah lateral trakea tepat dibawah laring dan dihubungkan dengan jembatan jaringan tiroid, yang disebut isthmus, yang terlentang pada permukaan anterior trakea. Secara mikroskopik, tiroid terutama terdiri atas folikel steroid, yang masing – masing menyimpan materi koloid dibagian pusatnya. Folikel memproduksi, menyimpan dan mensekresi kedua hormon utama T 3 (triodotironin) dan T 4 (tiroksin). Jika kelenjar secara aktif mengandung folikel yang besar, yang masing – masing mempunyai jumlah koloid yang disimpan dalam jumlah besar sel – selnya, sel – sel parafolikular mensekresi hormon kalsitonin. Hormon ini

Transcript of ASKEP

Page 1: ASKEP

ASKEP   STRUMA

Posted on Maret 26, 2008 by harnawatiaj

1.

Pengertian struma nodosa non toksik

Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang secara klinik

teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda hypertiroidisme.

(Sri Hartini, Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, hal. 461, FKUI, 1987).

1.

Anatomi kelenjar tyroid

Kelenjar tyroid mempunyai dua lobus, struktur yang kaya vaskularisasi,

lobus terletak di sebelah lateral trakea tepat dibawah laring dan dihubungkan

dengan jembatan jaringan tiroid, yang disebut isthmus, yang terlentang pada

permukaan anterior trakea. Secara mikroskopik, tiroid terutama terdiri atas

folikel steroid, yang masing – masing menyimpan materi koloid dibagian

pusatnya. Folikel memproduksi, menyimpan dan mensekresi kedua hormon

utama T3 (triodotironin) dan T4 (tiroksin). Jika kelenjar secara aktif

mengandung folikel yang besar, yang masing – masing mempunyai jumlah

koloid yang disimpan dalam jumlah besar sel – selnya, sel – sel parafolikular

mensekresi hormon kalsitonin. Hormon ini dan dua hormon lainnya

mempengaruhi metabolisme kalsium. Hormon – hormon ini akan dibicarakan

kemudian.

1.

Etiologi

Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid merupakan

faktor penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain :

1.

1.

Defisiensi iodium

Page 2: ASKEP

Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di daerah yang

kondisi air minum dan tanahnya kurang mengandung iodium, misalnya

daerah pegunungan.

1.

1.

Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon

tyroid.

Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (seperti substansi

dalam kol, lobak, kacang kedelai).

Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (misalnya :

thiocarbamide, sulfonylurea dan litium).

1.

Patofisiologi

Iodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk

pembentukan hormon tyroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus,

masuk ke dalam sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar

tyroid. Dalam kelenjar, iodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang

distimuler oleh Tiroid Stimulating Hormon kemudian disatukan menjadi

molekul tiroksin yang terjadi pada fase sel koloid. Senyawa yang terbentuk

dalam molekul diyodotironin membentuk tiroksin (T4) dan molekul yoditironin

(T3). Tiroksin (T4) menunjukkan pengaturan umpan balik negatif dari sekresi

Tiroid Stimulating Hormon dan bekerja langsung pada tirotropihypofisis,

sedang tyrodotironin (T3) merupakan hormon metabolik tidak aktif. Beberapa

obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan dan metabolisme

tyroid sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4) dan melalui rangsangan

umpan balik negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar hypofisis.

Keadaan ini menyebabkan pembesaran kelenjar tyroid.

1.

Gejala-gejala

Page 3: ASKEP

Pada penyakit struma nodosa nontoksik tyroid membesar dengan lambat.

Awalnya kelenjar ini membesar secara difus dan permukaan licin. Jika struma

cukup besar, akan menekan area trakea yang dapat mengakibatkan gangguan

pada respirasi dan juga esofhagus tertekan sehingga terjadi gangguan menelan.

1.

Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan atas dasar adanya struma yang bernodul dan tidak

toksik, melalui :

1.

1.

Pada palpasi teraba batas yang jelas, bernodul satu atau lebih,

konsistensinya kenyal.

Pada pemeriksaan laboratorium, ditemukan serum T4 (troksin)

dan T3 (triyodotironin) dalam batas normal.

Pada pemeriksaan USG (ultrasonografi) dapat dibedakan padat

atau tidaknya nodul.

Kepastian histologi dapat ditegakkan melalui biopsi yang hanya

dapat dilakukan oleh seorang tenaga ahli yang berpengalaman.

Pencegahan

2. Penatalaksanaan

Dengan pemberian kapsul minyak beriodium terutama bagi penduduk di

daerah endemik sedang dan berat.

Edukasi

Program ini bertujuan merubah prilaku masyarakat, dalam hal pola makan

dan memasyarakatkan pemakaian garam beriodium.

Page 4: ASKEP

Penyuntikan lipidol

Sasaran penyuntikan lipidol adalah penduduk yang tinggal di daerah

endemik diberi suntikan 40 % tiga tahun sekali dengan dosis untuk orang

dewasa dan anak di atas enam tahun 1 cc, sedang kurang dari enam tahun

diberi 0,2 cc – 0,8 cc.

1.

1.

Tindakan operasi

Pada struma nodosa non toksik yang besar dapat dilakukan tindakan operasi

bila pengobatan tidak berhasil, terjadi gangguan misalnya : penekanan pada

organ sekitarnya, indikasi, kosmetik, indikasi keganasan yang pasti akan

dicurigai.

Konsep Asuhan Keperawatan

Dalam melaksanakan asuhan keperawatan, penulis menggunakan pedoman

asuhan keperawatan sebagai dasar pemecahan masalah pasien secara ilmiah dan

sistematis yang meliputi tahap pengkajian, perencanaan keperawatan, tindakan

keperawatan dan evaluasi keperawatan.

1.

Pengkajian

Pengkajian merupakan langkah awal dari dasar dalam proses keperawatan

secara keseluruhan guna mendapat data atau informasi yang dibutuhkan untuk

menentukan masalah kesehatan yang dihadapi pasien melalui wawancara,

observasi, dan pemeriksaan fisik meliputi :

1.

1.

Aktivitas/istirahat ; insomnia, otot lemah, gangguan koordinasi,

kelelahan berat, atrofi otot.

Page 5: ASKEP

Eliminasi ; urine dalam jumlah banyak, perubahan dalam faeces,

diare.

Integritas ego ; mengalami stres yang berat baik emosional

maupun fisik, emosi labil, depresi.

Makanan/cairan ; kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu

makan meningkat, makan banyak, makannya sering, kehausan,

mual dan muntah, pembesaran tyroid, goiter.

Rasa nyeri/kenyamanan ; nyeri orbital, fotofobia.

Pernafasan ; frekuensi pernafasan meningkat, takipnea, dispnea,

edema paru (pada krisis tirotoksikosis).

Keamanan ; tidak toleransi terhadap panas, keringat yang

berlebihan, alergi terhadap iodium (mungkin digunakan pada

pemeriksaan), suhu meningkat di atas 37,40C, diaforesis, kulit

halus, hangat dan kemerahan, rambut tipis, mengkilat dan lurus,

eksoptamus : retraksi, iritasi pada konjungtiva dan berair,

pruritus, lesi eritema (sering terjadi pada pretibial) yang menjadi

sangat parah.

Seksualitas ; libido menurun, perdarahan sedikit atau tidak sama

sekali, impotensi.

Langkah selanjutnya adalah penentuan diagnosa keperawatan yang

merupakan suatu pernyataan dan masalah pasien secara nyata maupun

potensial berdasarkan data yang terkumpul. Diagnosa keperawatan pada pasien

dengan struma nodosa nontoksis khususnya post operai dapat dirumuskan

sebagai berikut ;

Resiko tinggi terjadi ketidakefektivan bersihan jalan nafas berhubungan dengan

obstruksi trakea, pembengkakan, perdarahan dan spasme laringeal.

Page 6: ASKEP

Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan cedera pita suara/kerusakan

laring, edema jaringan, nyeri, ketidaknyamanan.

Resiko tinggi terhadap cedera/tetani berhubungan dengan proses pembedahan,

rangsangan pada sistem saraf pusat.

Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan dengan tindakan bedah

terhadap jaringan/otot dan edema pasca operasi.

1.

Perencanaan keperawatan/intervensi

Perencanaan keperawatan adalah penyusunan rencana tindakan yang akan

dilaksanakan untuk menanggulangi masalah pasien sesuai diagnosa

keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan utama memenuhi kebutuhan

pasien. Berdasarkan diagnosa keperawatan yang diuraikan di atas, maka

disusunlah rencana keperawatan/intervensi sebagai berikut :

1.

1.

Resiko tinggi terjadi ketidakefektivan bersihan jalan nafas

berhubungan dengan obstruksi trakea, pembengkakan,

perdarahan dan spasme laryngeal.

Tujuan yang ingin dicpai sesuai kriteria hasil :

Mempertahankan jalan nafas paten dengan mencegah aspirasi.

Rencana tindakan/intervensi

Pantau frekuensi pernafasan, kedalaman dan kerja pernafasan.

Rasional :

Pernafasan secara normal kadang-kadang cepat, tetapi berkembangnya

distres pada pernafasan merupakan indikasi kompresi trakea karena

edema atau perdarahan.

Page 7: ASKEP

Auskultasi suara nafas, catat adanya suara ronchi.

Rasional :

Ronchi merupakan indikasi adanya obstruksi.spasme laringeal yang

membutuhkan evaluasi dan intervensi yang cepat.

Kaji adanya dispnea, stridor, dan sianosis. Perhatikan kualitas suara.

Rasional :

Indika qtor obstruksi trakea/spasme laring yang membutuhkan evaluasi

dan intervensi segera.

Waspadakan pasien untuk menghindari ikatan pada leher, menyokog kepala

dengan bantal.

Rasional :

Menurunkan kemungkinan tegangan pada daerah luka karena

pembedahan.

Bantu dalam perubahan posisi, latihan nafas dalam dan atau batuk efektif sesuai

indikasi.

Rasional :

Mempertahankan kebersihan jalan nafas dan evaluasi. Namun batuk

tidak dianjurkan dan dapat menimbulkan nyeri yang berat, tetapi hal itu

perlu untuk membersihkan jalan nafas.

Lakukan pengisapan lendir pada mulut dan trakea sesuai indikasi, catat warna

dan karakteristik sputum.

Rasional :

Edema atau nyeri dapat mengganggu kemampuan pasien untuk

mengeluarkan dan membersihkan jalan nafas sendiri.

Page 8: ASKEP

Lakukan penilaian ulang terhadap balutan secara teratur, terutama pada

bagian posterior

Rasional :

Jika terjadi perdarahan, balutan bagian anterior mungkin akan tampak

kering karena darah tertampung/terkumpul pada daerah yang

tergantung.

Selidiki kesulitan menelan, penumpukan sekresi oral.

Rasional :

Merupakan indikasi edema/perdarahan yang membeku pada jaringan

sekitar daerah operasi.

Pertahankan alat trakeosnomi di dekat pasien.

Rasional :

Terkenanya jalan nafas dapat menciptakan suasana yang mengancam

kehidupan yang memerlukan tindakan yang darurat.

Pembedahan tulang

Rasional :

Mungkin sangat diperlukan untuk penyambungan/perbaikan pembuluh

darah yang mengalami perdarahan yang terus menerus.

1.

1.

Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan cedera pita

suara/kerusakan saraf laring, edema jaringan, nyeri,

ketidaknyamanan.

Tujuan yang ingin dicapai sesuai kriteria hasil :

Page 9: ASKEP

Mampu menciptakan metode komunikasi dimana kebutuhan dapat

dipahami.

Rencana tindakan/intervensi

Kaji fungsi bicara secara periodik.

Rasional :

Suara serak dan sakit tenggorok akibat edema jaringan atau kerusakan

karena pembedahan pada saraf laringeal yang berakhir dalam beberapa

hari kerusakan saraf menetap dapat terjadi kelumpuhan pita suara atau

penekanan pada trakea.

Pertahankan komunikasi yang sederhana, beri pertanyaan yang hanya

memerlukan jawaban ya atau tidak.

Rasional :

Menurunkan kebutuhan berespon, mengurangi bicara.

Memberikan metode komunikasi alternatif yang sesuai, seperti papan tulis,

kertas tulis/papan gambar.

Rasional :

Memfasilitasi eksprsi yang dibutuhkan.

Antisipasi kebutuhan sebaik mungkin. Kunjungan pasien secara teratur.

Rasional ;

Menurunnya ansietas dan kebutuhan pasien untuk berkomunias.

Beritahu pasien untuk terus menerus membatasi bicara dan jawablah bel

panggilan dengan segera.

Rasional :

Page 10: ASKEP

Mencegah pasien bicara yang dipaksakan untuk menciptakan kebutuhan

yang diketahui/memerlukan bantuan.

Pertahankan lingkungan yang tenang.

Rasional :

Meningkatkan kemampuan mendengarkan komunikasi perlahan dan

menurunkan kerasnya suara yang harus diucapkan pasien untuk dapat

didengarkan.

1.

1.

Resiko tinggi terhadap cedera/tetani berhubungan dengan proses

pembedahan, rangsangan pada sistem saraf pusat.

Tujuan yang ingin dicapai sesuai kriteria hasil :

Menunjukkan tidak ada cedera dengan komplikasi terpenuhi/terkontrol.

Rencana tindakan/intervensi

Pantau tanda-tanda vital dan catat adanya peningkatan suhu tubuh, takikardi

(140 – 200/menit), disrtrimia, syanosis, sakit waktu bernafas (pembengkakan

paru).

Rasional :

Manipulasi kelenjar selama pembedahan dapat mengakibatkan

peningkatan pengeluaran hormon yang menyebabkan krisis tyroid.

Evaluasi reflesi secara periodik. Observasi adanya peka rangsang, misalnya

gerakan tersentak, adanya kejang, prestesia.

Rasional :

Hypolkasemia dengan tetani (biasanya sementara) dapat terjadi 1 – 7

hari pasca operasi dan merupakan indikasi hypoparatiroid yang dapat

Page 11: ASKEP

terjadi sebagai akibat dari trauma yang tidak disengaja pada

pengangkatan parsial atau total kelenjar paratiroid selama pembedahan.

Pertahankan penghalang tempat tidur/diberi bantalan, tmpat tidur pada posisi

yang rendah.

Rasional :

Menurunkan kemungkinan adanya trauma jika terjadi kejang.

Memantau kadar kalsium dalam serum.

Rasional :

Kalsium kurang dari 7,5/100 ml secara umum membutuhkan terapi

pengganti.

Kolaborasi

Berikan pengobatan sesuai indikasi (kalsium/glukonat, laktat).

Rasional ;

Memperbaiki kekurangan kalsium yang biasanya sementara tetapi

mungkin juga menjadi permanen.

1.

1.

Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan tindakan

bedah terhadap jaringan/otot dan paska operasi.

Tujuan yang ingin dicapai sesuai kriteria hasil :

Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol. Menunjukkan kemampuan

mengadakan relaksasi dan mengalihkan perhatian dengan aktif sesuai

situasi.

Rencana tindakan/intervensi :

Page 12: ASKEP

Kaji tanda-tanda adanya nyeri baik verbal maupun non verbal, catat lokasi,

intensitas (skala 0 – 10) dan lamanya.

Rasional :

Bermanfaat dalam mengevaluasi nyeri, menentukan pilihan intervensi,

menentukan efektivitas terapi.

Letakkan pasien dalam posisi semi fowler dan sokong kepala/leher dengan

bantal pasir/bantal kecil.

Rasional :

Mencegah hiperekstensi leher dan melindungi integritas gari jahitan.

Pertahankan leher/kepala dalam posisi netral dan sokong selama perubahan

posisi. Instruksikan pasien menggunakan tangannya untuk menyokong leher

selama pergerakan dan untuk menghindari hiperekstensi leher.

Rasional :

Mencegah stress pada garis jahitan dan menurunkan tegangan otot.

Letakkan bel dan barang yang sering digunakan dalam jangkauan yang mudah.

Rasional :

Membatasi ketegangan, nyeri otot pada daerah operasi.

Berikan minuman yang sejuk/makanan yang lunak ditoleransi jika pasien

mengalami kesulitan menelan.

Rasional :

Menurunkan nyeri tenggorok tetapi makanan lunak ditoleransi jika

pasien mengalami kesulitan menelan.

Page 13: ASKEP

Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi, seperti imajinasi, musik

yang lembut, relaksasi progresif.

Rasional :

Membantu untuk memfokuskan kembali perhatian dan membantu

pasien untuk mengatasi nyeri/rasa tidak nyaman secara lebih efektif.

Kolaborasi

Beri obat analgetik dan/atau analgetik spres tenggorok sesuai

kebutuhannya.

Berikan es jika ada indikasi

Rasional :

Menurunnya edema jaringan dan menurunkan persepsi terhadap nyeri.

1.

1.

Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi,

prognosis dan kebutuhan tindakan berhubungan dengan tidak

mengungkapkan secara terbuka/mengingat kembali, setelah

menginterpretasikan konsepsi.

Tujuan yang ingin dicapai sesuai kriteria hasil :

Adanya saling pengertian tentang prosedur pembedahan dan

penanganannya, berpartisipasi dalam program pengobatan, melakukan

perubahan gaya hidup yang perlu.

Rencana tindakan/intervensi :

Tinjau ulang prosedur pembedahan dan harapan selanjutnya.

Rasional ;

Page 14: ASKEP

Member pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat keputusan

sesuai informasi.

Diskusikan kebutuhan diet yang seimbang, diet bergizi dan bila dapat mencakup

garam beriodium.

Mempercepat penyembuhan dan membantu pasien mencapai berat

badan yang sesuai dengan pemakaian garam beriodium cukup.

Hindari makanan yang bersifat gastrogenik, misalnya makanan laut yang

berlebihan, kacang kedelai, lobak.

Rasional :

Merupakan kontradiksi setelah tiroidiktomi sebab makanan ini menekan

aktivitas tyroid.

Identifikasi makanan tinggi kalsium (misalnya : kuning telur, hati)

Rasional :

Memaksimalkan suplay dan absorbsi jika fungsi kelenjar paratiroid

terganggu.

Dorong program latihan umum progresif

Rasional :

Latihan dapat menstimulasi kelenjar tyroid dan produksi hormon yang

memfasilitasi pemulihan kesejahteraan.

1.

Pelaksanaan keperawatan

Pelaksanaan keperawatan merupakan perwujudan dari rencana keperawatan

yang telah dirumuskan dalam rangka memenuhi kebutuhan pasien secara

optimal dengan menggunakan keselamatan, keamanan dan kenyamanan pasien.

Dalam melaksanakan keperawatan, haruslah dilibatkan tim kesehatan lain

Page 15: ASKEP

dalam tindakan kolaborasi yang berhubungan dengan pelayanan keperawatan

serta berdasarkan atas ketentuan rumah sakit.

1.

Evaluasi

Evaluasi merupakan tahapan terakhir dari proses keperawatan yang bertujuan

untuk menilai tingkat keberhasilan dari asuhan keperawatan yang telah

dilaksanakan.

Dari rumusan seluruh rencana keperawatan serta impelementasinya, maka pada

tahap evaluasi ini akan difokuskan pada :

1. Apakah jalan nafas pasien efektif?

2. Apakah komunikasi verbal dari pasien lancar?

3. Apakah tidak terjadi tanda-tanda infeksi?

4. Apakah gangguan rasa nyaman dari pasien dapat terpenuhi?

5. Apakah pasien telah mengerti tentang proses penyakitnya serta tindakan

perawatan dan pengobatannya?

Sumber:

1. Brunner dan Suddarth, (2001) Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8, volume 2,

penerbit EGC.

2. Guyton, C. Arthur, (1991), Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit, Missisipi;

Departemen of Physiology and Biophysis. EGC. Penerbit Buku Kedokteran.

Jakarta.

3. Junadi, Purnawan,(2000), Kapita Selekta Kedokteran, edisi ke III, penerbit FKUI,

Jakarta.

4. Long, Barbara C, (1996), Keperawatan Medikal Bedah, EGC. Penerbit Buku

Kedokteran, Jakarta.

5. Price, Sylvia A,(1998). Patofisiologi, jilid 2, penerbit EGC, Jakarta.

Page 16: ASKEP

6. Tucker, Susan Martin(1998), Standar Perawatan Pasien, Penerbit buku

kedokteran, EGC. Jakarta.

1. Anonim, 1994., Struma Nodusa Non Toksik., Pedoman Diagnosis dan Terapi., Lab/UPF Ilmu Bedah., RSUD Dokter Sutomo., Surabaya

2. Adediji., Oluyinka S.,2004., Goiter, Diffuse Toxic., eMedicine.,

3. Davis, Anu Bhalla., 2005, Goiter, Toxic Nodular., eMedicine.,

4. De Jong. W, Sjamsuhidajat. R., 1998., Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi., EGC., Jakarta

5. Djokomoeljanto, 2001., Kelenjar Tiroid Embriologi, Anatomi dan Faalnya., Dalam : Suyono, Slamet (Editor)., 2001., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.,FKUI., Jakarta

6. http://www.emedicine.com/med/topic917.htm

7. http://www.emedicine.com/med/topic920.htm

8. http://www.emedicine.com/med/topic919.htm

9. http://www.emedicine.com/MED/topic916.htm

10. Lee, Stephanie L., 2004., Goiter, Non Toxic., eMedicine.,

11. Mansjoer A et al (editor) 2001., Struma Nodusa Non Toksik., Kapita Selekta Kedokteran., Jilid 1, Edisi III., Media Esculapius., FKUI., Jakarta

12. Mulinda, James R., 2005., Goiter., eMedicine.,

13. Sadler GP., Clark OH., van Heerden JA., Farley DR., 1999., Thyroid and Parathyroid., In : Schwartz. SI., et al., 1999.,Principles of Surgery. Vol 2., 7th Ed., McGraw-Hill., Newyork