asfiksia traumatik

10
BAB I PENDAHULUAN Asfiksia adalah kumpulan dari pelbagai keadaan dimana terjadi gangguan dalam pertukaran udara pernafasan yang normal. Gangguan tersebut dapat disebabkan karena adanya obstruksi pada saluran pernafasan dan gangguan yang diakibatkan karena terhentinya sirkulasi. Gangguan ini akan menimbulkan suatu keadaan dimana oksigen dalam darah berkurang yang disertai dengan peningkatan kadar karbondioksida. Keadaan ini jika terus dibiarkan dapat menyebabkan terjadinya kematian. Asfiksia merupakan penyebab kematian terbanyak yang ditemukan dalam kasus kedokteran forensik. Asfiksia yang diakibatkan oleh karena adanya obstruksi pada saluran pernafasan disebut asfiksia mekanik. Asfiksia jenis inilah yang paling sering dijumpai dalam kasus tindak pidana yang menyangkut tubuh dan nyawa manusia. Mengetahui gambaran asfiksia, khususnya pada postmortem serta keadaan apa saja yang dapat menyebabkan asfiksia, khususnya asfiksia mekanik mempunyai arti penting terutama dikaitkan dengan proses penyidikan. Dalam penyidikan untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban yang diduga karena peristiwa tindak pidana, seorang penyidik berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya. Seorang dokter sebagaimana pasal 179 KUHAP wajib

Transcript of asfiksia traumatik

Page 1: asfiksia traumatik

BAB I

PENDAHULUAN

Asfiksia adalah kumpulan dari pelbagai keadaan dimana terjadi gangguan dalam

pertukaran udara pernafasan yang normal. Gangguan tersebut dapat disebabkan karena adanya

obstruksi pada saluran pernafasan dan gangguan yang diakibatkan karena terhentinya sirkulasi.

Gangguan ini akan menimbulkan suatu keadaan dimana oksigen dalam darah berkurang yang

disertai dengan peningkatan kadar karbondioksida. Keadaan ini jika terus dibiarkan dapat

menyebabkan terjadinya kematian.

Asfiksia merupakan penyebab kematian terbanyak yang ditemukan dalam kasus

kedokteran forensik. Asfiksia yang diakibatkan oleh karena adanya obstruksi pada saluran

pernafasan disebut asfiksia mekanik. Asfiksia jenis inilah yang paling sering dijumpai dalam

kasus tindak pidana yang menyangkut tubuh dan nyawa manusia. Mengetahui gambaran asfiksia,

khususnya pada postmortem serta keadaan apa saja yang dapat menyebabkan asfiksia, khususnya

asfiksia mekanik mempunyai arti penting terutama dikaitkan dengan proses penyidikan.

Dalam penyidikan untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban yang diduga

karena peristiwa tindak pidana, seorang penyidik berwenang mengajukan permintaan keterangan

ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya. Seorang dokter

sebagaimana pasal 179 KUHAP wajib memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan yang

sebenarnya menurut pengetahuan di bidang keahliannya demi keadilan. Untuk itu, sudah

selayaknya seorang dokter perlu mengetahui dengan seksama perihal ilmu forensik, salah

satunya asfiksia. Makalah ini secara garis besar akan membahas mengenai asfiksia, khususnya

asfiksia mekanik.

BAB II

ASFIKSIA

Terminologi

Page 2: asfiksia traumatik

Asfiksia berasal dari bahasaYunani, yaitu terdiri dari “a” yang berarti “tidak”, dan

“sphinx” yang artinya “nadi”. Jadi secara harfiah, asfiksia diartikan sebagai “tidak ada nadi” atau

“tidak berdenyut”. Pengertian ini sering salah dalam penggunaannya. Akibatnya sering

menimbulkan kebingungan untuk membedakan dengan status anoksia lainnya (1).

Definisi Asfiksia

Asfiksia atau mati lemas adalah suatu keadaan berupa berkurangnya kadar oksigen (O2)

dan berlebihnya kadar karbon dioksida (CO2) secara bersamaan dalam darah dan jaringan tubuh

akibat gangguan pertukaran antara oksigen (udara) dalam alveoli paru-paru dengan karbon

dioksida dalam darah kapiler paru-paru. Kekurangan oksigen disebut hipoksia dan kelebihan

karbon dioksida disebut hiperkapnia (1,2,3).

Dalam kenyataan sehari-hari, hipoksia ternyata merupakan gabungan dari empat

kelompok, dimana masing-masing kelompok tersebut memang mempunyai ciri tersendiri.

Walaupun ciri atau mekanisme yang terjadi pada masing-masing kelompok akan menghasilkan

akibat yang sama bagi tubuh. Kelompok tersebut adalah (2,4):

Hipoksik-hipoksia

Dalam keadaan ini oksigen gagal untuk masuk ke dalam sirkulasi darah.

Anemik-hipoksia

Keadaan dimana darah yang tersedia tidak dapat membawa oksigen yang cukup untuk

metabolisme dalam jaringan.

Stagnan-hipoksia

Keadaan dimana oleh karena suatu sebab terjadi kegagalan sirkulasi.

Histotoksik-hipoksia

Suatu keadaan dimana oksigen yang terdapat dalam darah, oleh karena suatu hal, oksigen

tersebut tidak dapat dipergunakan oleh jaringan.

Page 3: asfiksia traumatik

Etiologi Asfiksia

Dari segi etiologi, asfiksia dapat disebabkan oleh hal berikut (1,4):

Penyebab Alamiah, misalnya penyakit yang menyumbat saluran pernafasan seperti laryngitis

difteri, tumor laring, asma bronkiale, atau menimbulkan gangguan pergerakan paru seperti

fibrosis paru, pneumonia, COPD.

Trauma mekanik, yang menyebabkan asfiksia mekanik, misalnya trauma yang

mengakibatkan emboli, pneumotoraks bilateral, sumbatan atau halangan pada saluran napas

dan sebagainya. Emboli terbagi atas 2 macam, yaitu emboli lemak dan emboli udara. Emboli

lemak disebabkan oleh fraktur tulang panjang. Emboli udara disebabkan oleh terbukanya

vena jugularis akibat luka.

Keracunan bahan yang menimbulkan depresi pusat pernafasan, misalnya barbiturate,

narkotika.

Gejala Asfiksia

Ada 4 stadium gejala / tanda dari asfiksia, yaitu (1,5):

Fase dispneu / sianosis

Fase konvulsi

Fase apneu

Fase akhir / terminal / final

Pada fase dispneu / sianosis asfiksia berlangsung kira-kira 4 menit. Fase ini terjadi akibat

rendahnya kadar oksigen dan tingginya kadar karbon dioksida. Tingginya kadar karbon dioksida

akan merangsang medulla oblongata sehingga terjadi perubahan pada pernapasan, nadi dan

tekanan darah. Pernapasan terlihat cepat, berat, dan sukar. Nadi teraba cepat. Tekanan darah

terukur meningkat.

Page 4: asfiksia traumatik

Fase konvulsi asfiksia terjadi kira-kira 2 menit. Awalnya berupa kejang klonik lalu kejang

tonik kemudian opistotonik. Kesadaran mulai hilang, pupil dilatasi, denyut jantung lambat, dan

tekanan darah turun.

Fase apneu asfiksia berlangsung kira-kira 1 menit. Fase ini dapat kita amati berupa adanya

depresi pusat pernapasan (napas lemah), kesadaran menurun sampai hilang dan relaksasi

spingter.

Fase akhir asfiksia ditandai oleh adanya paralisis pusat pernapasan lengkap. Denyut jantung

beberapa saat masih ada lalu napas terhenti kemudian mati.

Gambaran Postmortem pada Asfiksia

Karena asfiksia merupakan mekanisme kematian, maka secara menyeluruh untuk semua

kasus akan ditemukan tanda-tanda umum yang hampir sama, yaitu:

Pada pemeriksaan luar (1,4,5):

Muka dan ujung-ujung ekstremitas sianotik (warna biru keunguan) yang disebabkan tubuh

mayat lebih membutuhkan HbCO2 daripada HbO2.

Tardieu’s spot pada konjungtiva bulbi dan palpebra. Tardieu’s spot merupakan bintik-bintik

perdarahan (petekie) akibat pelebaran kapiler darah setempat.

Lebam mayat cepat timbul, luas, dan lebih gelap karena terhambatnya pembekuan darah dan

meningkatnya fragilitas/permeabilitas kapiler. Hal ini akibat meningkatnya kadar CO2

sehingga darah dalam keadaan lebih cair. Lebam mayat lebih gelap karena meningkatnya

kadar HbCO2..

Busa halus keluar dari hidung dan mulut. Busa halus ini disebabkan adanya fenomena

kocokan pada pernapasan kuat.

Pada pemeriksaan dalam (1,4,5):

Page 5: asfiksia traumatik

Organ dalam tubuh lebih gelap & lebih berat dan ejakulasi pada mayat laki-laki akibat

kongesti / bendungan alat tubuh & sianotik.

Darah termasuk dalam jantung berwarna gelap dan lebih cair.

Tardieu’s spot pada pielum ginjal, pleura, perikard, galea apponeurotika, laring, kelenjar

timus dan kelenjar tiroid.

Busa halus di saluran pernapasan.

Edema paru.

Kelainan lain yang berhubungan dengan kekerasan seperti fraktur laring, fraktur tulang lidah

dan resapan darah pada luka.

Gambar 1. Ujung-ujung jari yang sianotik pada kasus asfiksia

6. ASFIKSIA TRAUMATIK (EXTERNAL PRESSURE OF THE CHEST)

6.1 Definisi

Asfiksia traumatik (external pressure of the chest) adalah terhalangnya udara untuk masuk dan

keluar dari paru-paru akibat terhentinya gerak napas yang disebabkan adanya suatu tekanan dari

luar pada dada korban (1,4).

6.2 Cara Kematian Pada Kasus Asfiksia Traumatik

Cara kematian pada kasus asfiksia traumatik, antara lain (1,4):

Kecelakaan (paling sering), misalnya terjepit antara lantai dengan elevator, antara 2

kendaraan, atau antara dinding dengan kendaraan yang mundur, tertimbun runtuhan benda

atau bangunan, pasir, atau batubara atau berdesakan di pintu sempit akibat panik.

Pembunuhan (misalnya burking)

6.3 Gambaran Postmortem

Page 6: asfiksia traumatik

Ada 2 hal yang penting kita lakukan pada pemeriksaan otopsi korban kasus asfiksia traumatik

(external pressure of the chest), yaitu (1,4):

Mencari tanda kekerasan di dada.

Menemukan tanda asfiksia.

7. INHALATION OF SUFFOCATING GASSES

7.1 Definisi

Inhalation of suffocating gasses adalah suatu keadaan dimana korban menghisap gas tertentu

dalam jumlah berlebihan sehingga kebutuhan O2 tidak terpenuhi (1).

7.2 Cara kematian pada kasus Inhalation of suffocating gasses:

Ada 3 cara kematian pada korban kasus inhalation of suffocating gasses, yaitu menghisap gas

(1):

CO

CO2

H2S

Gas CO banyak pada kebakaran hebat. Gas CO2 banyak pada sumur tua dan gudang bawah

tanah. Gas H2S pada tempat penyamakan kulit.

BAB III

PENUTUP

Asfiksia atau mati lemas adalah suatu keadaan berupa berkurangnya kadar oksigen dan

berlebihnya kadar karbon dioksida secara bersamaan dalam darah dan jaringan tubuh akibat

gangguan pertukaran antara oksigen dalam alveoli paru-paru dengan karbon dioksida dalam

darah kapiler paru-paru. Asfiksia mekanik adalah mati lemas yang terjadi bila udara pernafasan

Page 7: asfiksia traumatik

terhalang memasuki saluran pernafasan oleh berbagai kekerasan (yang bersifat mekanik),

misalnya pada kasus pembekapan (smothering), penyumbatan (gagging dan chocking),

penjeratan (strangulation), pencekikan (manual strangulation), penggantungan (hanging),

external pressure of the chest yaitu penekanan dinding dada dari luar, dan inhalation of

suffocating gasses.

DAFTAR PUSTAKA

1. Muhammad Al Fatih II. Asfiksia dalam Forensik Klinik. 2007. Available at

http://www.klinikindonesia.com/forensik.php. Diakses tanggal 6 Maret 2008

2. Abdul Mun’in Idries. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik Edisi Pertama. Binarupa Aksara.

1997. Hal 170-175

3. Anonim. Tanatologi Dan Identifikasi Kematian Mendadak (Khususnya Pada Kasus

Penggantungan). Available at http://fkuii.org/tiki-download_wiki_attachment.php?attId=14.

Diakses tanggal 6 Maret 2008

4. Budiyanto A. Kematian Akibat Asfiksia Mekanik dalam Ilmu Kedokteran Forensik Edisi I.

Jakarta. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1997. Hal

55 – 70.

5. Surya Putra. Penentuan Standar Asfiksia Sebagai Penyebab Kematian di Instalasi Kedokteran

Forensik RSUD DR.Sardjito. Badan Litbang Kesehatan, Departemen Kesehatan RI.

Available at http://digilib.litbang.depkes.go.id. Diakses tanggal 6 Maret 2008

6. Amy R. Suicidal Ligature Strangulation: Case Report and Review of the Literature. 2000.

Available at http://www.forensikkasus.fkui.com. Diakses tanggal 6 Maret 2008