Traumatik Konseling
-
Upload
muhammad-hasby-jamil -
Category
Documents
-
view
412 -
download
5
description
Transcript of Traumatik Konseling
KONSELING POPULASI KHUSUS
Tentang:
KONSELING TRAUMATIK
Oleh :
ELFA NENGSIHI
IIS DARMAWATI
NETRI KARNILA
MARTA JALFA
Dosen pengampu mata kuliah:
Irman S.Ag., M.pd
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
BATUSANGKAR
2012
0
KONSELING TRAUMATIK
A. Pendahuluan
Manusia sebagai makhluk hidup yang hidup di dunia ini tidak pernah terlepas
dari masalah dan kejadian-kejadian berat yang kadangkalatidak sanggup mereka
hadapi. Kejadian yang dialami oleh individu tersebut dapat menimbulkan rasa takut
yang berlebihan dan dapat mengencam kehidupan yang disebut dengan trauma.
Trauma adalah keadaan jiwa atau tingkah laku yang tidak normal sebagai akibat dari
tekanan jiwa atau cedera jasmani.
Trauma yang dialami oleh individu harus segera diatasi agar tidak
menimbulkan masalah yang lebih besar nantinya, seorang konselor sangat berperan
dalam memberikan layanan kepada individu yang mengalami trauma yang disebut
juga dengan konseling traumatik. Untuk lebih jelasnya kami akan membahas tentang
konseling traumatik lebih dalam.
B. Konseling Traumatik
1. Pengertian dan Hakekat Trauma
Trauma berasal dari bahasa Yunani yang berarti luka (Cerney, dalam Pickett,
1998). Kata trauma digunakan untuk menggambarkan kejadian atau situasi yang
dialami oleh korban. Kejadian atau pengalaman traumatik akan dihayati secara
berbeda-beda antara individu yang satu dengan yang lainnya, sehingga setiap orang
akan memiliki reaksi yang berbeda pula pada saat menghadapi kejadian yang
traumatik. Pengalaman traumatik adalah suatu kejadian yang dialami atau
disaksikan oleh individu, yang mengancam keselamatan dirinya (Lonergan, 1999).
Oleh sebab itu, merupakan suatu hal yang wajar ketika seseorang mengalami shok
baik secara fisik maupun emosional sebagai suatu reaksi stress atas kejadian
traumatik tersebut. Kadangkala efek aftershock ini baru terjadi setelah beberapa
jam, hari atau bahkan berminggu-minggu. Respon individual terjadi umumnya
adalan perasaan takut, tidak berdaya, atau merasa ngeri. Gejala dan simtom yang
muncul tergantung pada seberapa parah kejadian tersebut. Demikian juga cara
individu menghadapi krisis tersebut akan tergantung pula pada sejarah dan
pengalaman masa lalu mereka.
1
Luka jiwa atau kadang disebut juga dengan trauma dapat terjadi pada semua
insan, tak terkecuali diri kita. Saat mencapai dewasa maka kemampuan
untukmengatasi luka jiwa akan semakin lengkap dan komplit, sehingga luka jiwa
yang terjadi dapat cepat sembuh atau bahkan sembuh sama sekali. Disadari atau
tidak jiwa kita yang terbentuk sampai dewasa seperti sekarang ini dipenuhi oleh
luka-luka yang terjadi waktu kita masih kecil atau remaja. Masa yang sangat rawan
dikarenakan seorang anak kecil belum dilengkapi dengan kemampuan secara
sempurna untuk untuk mengobati luka jiwa yang dialami.
Trauma adalah kejadian jiwa atau tingkah laku yang tidak normal sebagai
akibat dari tekanan jiwa atau cedera jasmani. Selain itu trauma juga dapat diartikan
sebagai luka yang ditimbulkan oleh faktor eksternal, jiwa yang timbul akibat
peristiwa traumatik. Peristiwa traumatik bisa sekali terjadi, bertahan dalam jangka
lama, atau berulang-ulang dialami oleh penderita. Trauma psikologis juga bisa
timbul akibat trauma fisik atau tampa ada trauma fisik pun. Penyebab trauma
psikologis antara lain pelecehan seksual, kekerasan, ancaman atau bencana.
Namun, tidak semua penyebab tersebut punya efek sama terhadap tiap orang. Ada
orang yang bisa mengatasi masalah tersebut dan ada pula yang tidak bisa
mengontrol emosi dan ingatannya pada peristiwa yang dialami.
2. Faktor penyebab trauma
a. Faktor internal (psikologis)
Bentuk gangguan dan kekacauan fungsi mental atau kesehatan mental yang
disebabkan oleh kegagalan beraksinya mekanisme adaptasi dari fungsi-fungsi
kejiwaan terhadap stimuli ekstrn dan ketegangan-ketegangan sehingga muncul
gangguan fungsi dan gangguan struktur dari satu bagian, satu organ dan sistem
kejiwaan. Merupakan totalitas kesatuan ekspresi proses kejiwaan yang patologis
yang terhadap stimuli sosial dikombinasikan dengan faktor-faktor kausati
fsekunder lainnya patologi (ilmu penyakit).
Secara sederhana, trauma dirumuskan sebgai gangguan kejiwaan akibat
ketidakmampuan seseorang mengatasi persoalan hidup yang harus dijalaninya,
sehingga yang bersangkutan bertingkah secara kurang wajar. Berikut ini
penyebab yang mendasari timbulnya trauma pada diri seseorang:
a) Kepribadian yang lemah dan kurangnya percaya diri sehingga
menyebabkan yang bersangkutan merasa rendah diri.
2
b) Terjadinya konflik sosial budaya akibat adanya norma yang berbeda antara
dirinya dengan lingkungan masyarakat
c) Pemahaman yang salah sehingga memberikan reaksi berlebihan terhadap
kehidupan sosial dan juga sebaliknya terlalu rendah . Proses-proses yang
diambil oleh seseorang dalam menghadapi kekalutan mental, sehingga
mendorongnya kearah positif.
Penderita trauma lebih banyak terdapat dalam lingkungan kota-kota
besar yang banyak memberikan tantangan hidup yang berat dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya. Anak-anak usia muda tidak berhasil dalam memcapai
apa yang dikehendakinya. Para korban bencana alam dan di tempat-tempat
konflik, karena stress terhadap harta bendanya yang hilang.
b. Faktor eksternal (fisik)
Adapun faktor eksternal tersebut adalah :
1. Faktor orang tua dalam bersosialisasi dalm kehidupan keluarga, terjadinya
penganiayaan yang menjadikan luka atau trauma fisik
2. Kejahatan atau perbuatan yang tidak bertanggung jawab yang mengakibatkan
trauma fisik dalam bentuk luka pada badan dan organ pada tubuh korban.
Berikut ada beberapa ciri-ciri trauma: 1) disebabkan oleh kejadian dahsyat
yang mengguncang di luar rencana dan kemauan kita, 2) kejadian itu sudah
berlalu, 3) terjadi mekanisme psikofisik, 4) sensitif terhadap stimulus yang
menyerupai kejadian asli.
Seperti kita ketahui bahwa konseling merupakan salah satu bentuk
hubungan yang bersifat membantu, makna bantuan itu sendiri yaitu sebagai
upaya untuk membantu orang lain agar mampu tumbuh kearah yang dipilihnya
sendiri, mampu menyelesaikan masalah yang dihadapinya dan mampu
menghadapi krisis-krisis yang dialami dalam kehidupannya.
Tugas konselor adalah memciptakan kondisi-kindisi pasilitatif yang
diperlukan bagi pertumbuhan dan perkembangan klien. Sementara itu, tujuan
konseling mengadakan perubahan perilaku pada klien sehingga memungkinkan
hidupnya lebih produktif dan memuaskan.
Sedangkan kita ketahui bahwa konseling trumatik adalah upaya klien dapat
memahami diri sehubungan masalah trauma yang dialaminya dan berusaha
untuk mengatasinya sebaik mungkin. Konseling traumatik sangat berbeda
dengan konseling biasa dilakukan oleh konselor, perbedaan ini terletak pada
3
waktu, fokus aktivitas, dan tujuan. Dilihat dari segi waktu konseling traumatik
sangat butuh waktu yang panjang dari pada konseling biasa. Kemudian dari
segi fokus konseling traumatik lebih memperhatikan pada satu masalah, yaitu
trauma yang dirasakan sekarang.
Adapun konseling biasa pada umumnya suka menghubungkan satu masalah
klien dengan masalah lainnya, seperti latar belakang klien, proses ketidak
sadaran klien, masalah komunikasi klien, transferensi dan conter transferensi
antara klien dak konselor. Kritis identitas atau seksualitas klien keterhimpitan
pribadi klien dan konflik nilai yang terjadi pada klien.
Dilihat dari segi aktifitas, konseling traumatik lebih banyak melibatkan
orang dalam membantu klien dan paling banyak aktif adalah konselor, konselor
berusaha mengarahkan, mensugesti, memberi saran, mencari dukungan dari
keluarga dan teman klien, menghubungi orang yang lebih ahli untuk referal,
menghubungkan klien dengan ahli lain untuk referal, melibatkan orang atau
agen lain yang kompeten secara legal untuk membantu klien, dan mengusulkan
berbagai perubahan lingkungan untuk kesembuhan klien.
Dilihat dari segi tujuan, konseling traumatik lebih menekankan pada
pulihnya kembali klien pada keadaan sebelum trauma dan mampu
menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan yang baru. Secara lebih spesifik,
Muro dan Kottman dalam Achmad Juntika Nurihsan (2003) menyebutkan
bahwa tujuan konseling traumatik adalah sebagai berikut:
a) Berfikir realistis bahwa trauma adalah bagian dari kehidupan
b) Memperoleh pemahaman tentang peristiwa dan situasi yang menimbulkan
trauma
c) Memahami dan menerima perasaan yang berhubungan dengan trauma
d) Belajar keterampilan baru untuk mengatasi trauma
3. Keterampilan Yang harus dimiliki oleh konselor dalam konseling traumatik
Ada empat keterampilan yang harus dimiliki oleh konselor dalam strategi
konseling traumatik yaitu:
a. Pandangan yang realistik
Konselor hendaklah memiliki pandangan yang realistis terhadap peran
mereka dalam membantu orang yang mengalami trauma. Keterampilan ini
4
berguna bagi konselor untuk memahami kelemahan dan kelebihan dalam
membantu klien yang mengalami trauma.
b. Orientasi yang holistik
Konselor konseling traumatik dalam bekerja harus holistik. Kondisi
trauma pada klien bukan harus dihadapi secara berlebihan atau sebaliknya.
Dalam konseling traumatik konselor harus menerima berbagai bantuan dari
berbagai pihak demi kesembuhan klien. Kadang-kadang klien lebih tepat untuk
dirujuk pada psikistrik untuk disembuhkan dengan pendekatan medik. Mungkin
juga klien lebih tepat dirujuk kepada ulama atau pendeta untuk memenuhi
kebutuhan aspek spritualnya.
Dengan memperhatikan kondisi klien secara holistik, konselor dituntut
untuk dapat bekerja sama dengan berbagai ahli yang ada dimasyarakat untuk
membantu kesembuhan kliennya.
c. Fleksibiliti
Konseling traumatik memerlukan fleksibilitas. Karena keterbatasan-
keterbatasan yang ada, konseling traumatik mungkin lebih fleksibel dalam
pelaksanaanya. Karena keterbatasan tempat, mungkin konseling melalui telepon
akan lebih tepat. Karena keterbatasan waktu, ada kemungkinan terjadi
perubahan waktu dalam konseling.
d. Keseimbangan antara empati dan ketegasan
Konseling traumatik membutuhkan keseimbangan yang kuat antara
empati dan ketegasan. Konselor harus mampu melihat kapan dia harus empati
dan kapan dia harus tegas dalam mengarahkan klien untuk kesembuhan klien.
Kalau konselor terlalu hanyut dengan perasaan klien, maka konselor akan
mengalami kesulitan dalam membantu klien. Begitu juga apabila konselor tidak
tepat waktunya dalam memberikan arahan yang tegas pada klien maka
konseling akan tidak efektif.
Proses konseling traumatik terlaksana karena hubungan konseling berjalan
dengan baik, proses konseling traumatik adalah peristiwa yang tengah
berlangsung dan memberi makna bagi klien yang mengalami trauma dan
memberi makna pula bagi konselor yang membantu mengatasi trauma kliennya
tersebut.
5
4. Proses dan tahapan dalam strategi konseling traumatik
Proses konseling traumatik terlaksana karena hubungan konseling berjalan
dengan baik. Proses konseling traumatik adalah peristiwa tengah berlangsung dan
memberi makna bagi klien yang mengalami trauma dan memberi makna pula bagi
konselor yang membantu mengatasi trauma kliennya.
Trauma sebagai penyakit emosional tidak dapat sembuh langsung jadi, tetapi
memerlukan proses dan tahapan-tahapan mulai dari tahapan pencegahan,
penanggulangan dan penyembuhan. Dalam upaya penyembuhan/tindak lanjut
upaya pemulihan dapat digunakan dengan tiga bentuk terapi yaitu terapi dengan
penggunakan obat-obatan, terapi melalui elektronik (eletro-shock therapy) dan
terapi melalui pendekatan psikologi (psycho-therapy) yang dilaksanakan oleh para
ahli di bidangnya masing-masing. Sesuai dengan ruang lingkup pembahasan,
dalam makalah ini difokuskan hanya pada alternatif terapi ketiga yaitu terapi
psikologis.
Terapi psikologi merupakan bantuan layanan yang menggunakan pendekatan
psikologis, pendidikan dan lingkup budaya. Tujuannya adalah untuk membantu
klien menguasai kemampuan tertentu sehingga dapat mencapai tujuan yang
diinginkan.
Sebagaimana proses konseling pada umumnya, proses dalam strategi
konseling traumatik juga dibagi atas tiga tahapan, yaitu tahap awal konseling, tahap
pertengahan (tahap kerja), dan tahap akhir konseling (Achmad Juntika Nurihsan).
a. Tahap awal konseling
Tahap awal ini terjadi sejak klien bertemu dengan konselor hingga berjalan
proses konseling dan menemukan definisi masalah trauma klien. Cavanagh
(1982) menyebut tahap ini dengan istilah introduction, infitation dan
environmental support. Adapun yang dilakukan oleh konselor dalam proses
konseling pada tahap ini adalah sebagai berikut:
1. Membangun hubungan konseling traumatic yang melibatkan klien yang
mengalami trauma
2. Memperjelas dan mendefenisikan masalah trauma
3. Membuat penjajakan alternative bantuan untuk mengatasi masalah trauma
4. Menegosiasikan kontrak
b. Tahap pertengahan konseling
6
Berdasarkan kejelasan trauma klien yang disepakati pada tahap awal, kegiatan
selanjutnya adalah mengkonfrontasikan pada: 1) penjelajahan trauma yang
dialami klien, 2) bantuan apa yang akan diberikan berdasarkan penilaian
kembali apa-apa yang telah dijelajahi tentang trauma klien.
Adapun tujuan pada tahap ini adalah:
1. Menjelajahi serta mengeksplorasi trauma serta kepedulian klien dan
lingkungannya dalam mengatasi trauma tersebut
2. Menjaga agar hubungan konseling selalu terpelihara
3. Proses konseling agar berjalan sesuai kontrak
c. Tahap akhir konseling
Cavanagh (1982)menyebut tahap ini dengan istilah termination. Pada
tahap ini, konseling ditandai dengn beberapa hal berikut ini:
1. Menurunnya kecemasan klien, hal ini diketahui setelah konselor menanyakan
keadaan kecemasanya
2. Adanya perubahan perilaku klien kearah yang lebih positif, sehat dan
dinamik
3. Adanya tujuan hidup yang jelas di masa yang akan datang dengan program
yang jelas pula
4. Terjadinya perubaha sikap yang positif terhadap masalah yang dialaminya,
dapat mengoreksi diri dan meniadakan sikap yang suka menyalahkan dunia
luar seperti orang tua, teman dan keadaan yang tidak menguntungkan
Tujusan tahap akhir ini adalah memutuskan perubahan sikap dan
perilaku yang tidak bermasalah. Klien dapat melakukan keputusan tersebut
karena klien sejak awal berkomunikasi dengan memutuskan perubahan sikap
tersebut. Adapun tujuan lainnya dari tahap ini adalah:
1) Terjadinya transfer of learning pada diri klien
2) Melaksanakan perubahan perilaku klien agar mampu mengatasi
masalahnya
3) Mengakhiri hubungan konseling.
7
C. Penutup
1. Kesimpulan
Trauma adalah keadaan jiwa atau tingkah laku yang tidak normal sebagai
akibat dari tekanan jiwa atau cedera jasmani. Selain itu trauma juga dapat diartikan
sebagai luka yang ditimbulkan oleh factor ekternal.
Konseling traumatic adalah upaya klien dapat memahami diri sehubungan
dengan masalh trauma yang dialaminya dan berusaha untuk mengatasinya sebaik
mungkin. Proses dan tahapan dalam strategi konseling traumatic terbagi atas 3
tahapan, yaitu:
a. tahap awal konseling
b. tahap pertengahan konseling
c. tahap akhir konseling
2. Saran
penulis berharap tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca dalam hal
menambah ilmu pengetahuan khususnya pemahaman mengenai konseling
traumatic. Penulis berharap tulisan ini menjadi acuan dan pedoman bagi konselor
dalam memberikan bantuan layanan kepada klien yang mengalami trauma.
8
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Juntika Nurihsan, srategi layanan bimbingan dan konseling, (bandung: PT Refika Aditama, 2009)
http://eko13. wordpress. Com/2008/05/02/trauma/
http://grahakonseling. Blogspot. Com/2009/10/konseling-truamatik-di-tengah-bencana.html
http://adepndoktinggi.wordpress.com/2010/02/08/konsep-konseling-traumatik/
http://sabda.org/c3i/jun/2008/konseling_konseling_trauma
http://ichas7girl.blogspot.com/2010/11/trauma-konseling.html
9