ASFIKSIA NEONATORUM

download ASFIKSIA NEONATORUM

of 34

description

sss

Transcript of ASFIKSIA NEONATORUM

ASFIKSIA NEONATORUM

A. PENGERTIANAsfiksia Neonatorum adalah keadaan di mana bayi lahir tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Keadaan ini biasanya disertai dengan keadaan hipoksia dan hiperapnu. Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernafas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir yang ditandai dengan keadaan PaO2 di dalam darah rendah (hipoksemia), hiperkarbia (PaCO2 Meningkat) dan asidosis. Asfiksia neonatorum ialah keadaann di mana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis. Bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kehamilan. Asfiksia juga dapat mempengaruhi organ vital lainnya. (Sarwono Prawiroharjo, 2002).

B. ETIOLOGISecara umum dikarenakan adanya gangguan pertukaran gas atau pengangkutan dari ibu ke janin pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir. (Towel : 1996).Faktor faktor yg mempengaruhinya :1. Faktor Ibua. Hipoksia ibub. Usia < 20 tahun atau > 30 tahunc. Gravid 4 atau lebihd. Penyakit pembuluh darah ibu yang mengganggu pertukaran gas ke janin, misalnya hipertensi, gangguan kontraksi uterus, dan lain-lain.e. Demam selama persalinanf. Kehamilan post matur (sesudah 42 minggu kehamilan)2. Faktor Plasentaa. Plasenta tipisb. Plasenta kecilc. Plasenta tidak menempeld. Solusio plasenta dan prolapsus plasentae. Perdarahan plasenta3. Faktor Janina. Prematurb. IUGRc. Gamelid. Tali pusat menumbunge. Kelainan Konginetalf. Disproporsi sefalopelvik4. Faktor Persalinana. Partus lamab. Partus tindakan5. Faktor Umbilikala. Prolaps tali pusat b. Lilitan tali pusat.

C. PATOFISIOLOGIPenyebab asfiksia dapat berasal dari faktor ibu, janin dan plasenta. Adanya hipoksia dan iskemia jaringan menyebabkan perubahan fungsional dan biokimia pada janin. faktor ini yang berperan pada kejadian asfiksia.

D. KLASIFIKASI ASFIKSIAJenis-jenis asfiksia ada 2 macam :1. Asfiksia lipida (biru)2. Asfiksia palida (putih)Perbedaan Asfiksia Palida dengan Asfiksia Lipida adalah :PerbedaanAsfiksia PalidaAsfiksia Lipida

Warna kulit Tonus otot Reaksi rangsangan Bunyi jantung Prognosis Pucat Sudah kurang Negatif Tidak teratur Jelek Kebiru-biruan Masih baik Positif Masih teratur Lebih baik

E. GEJALA DAN TANDAGejala dan tanda-tandanya adalah :1. Pernafasan cuping hidung2. Pernafasan cepat3. Nadi cepat4. Sianosis5. Nilai APGAR kurang dari 6

F. DIAGNOSASetelah bayi lahir :1. Bayi tampak pucat dan kebiru-biruan2. Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala, neurologi seperti kejang, nistagmus, dan menangis kurang baik atau tidak menangis.3. Untuk menemukan asfiksia pada BBL dilakukan penilaian APGAR skor.

Tingkat/derajat asfiksia yang dialami bayi adalah sebagai berikut:SCORE012

A : Appereance (warna kulit)Biru pucat

Tubuh kemerahan ektstremitas biruSeluruh tubuh kemerahan

P : Pulse (denyut nadi)Tidak ada< 100 kali/menit> 100 kali/menit

G : Grimace (reflek)Tidak adaGerak sedikitMenangis, batuk bersin

A : Activity (tonus otot)Lumpuh

Ektstremitas fleksi

Gerakan aktif

R : Respiration (pernafasan)Tidak adaSedikit lemah, Tidak teraturTeratur, menangis kuat

Nilai APGAR : 0 3 : Asfiksia Berat 4 6 : Asfiksia Sedang 7 10 : Asfiksia Ringan/Normal

G. PROGNOSA1. Asfiksia ringan/normal prognosanya baik.2. Asfiksia sedang tergantung kecepatan penatalaksanaan bila cepat, prognosa baik.3. Asfiksia berat dapat menimbulkan kematian pada hari-hari pertama atau kelainan syaraf permanen, asfiksia dengan ph 6,9 dapat menyebabkan kejang, koma dan kelainan neurologis yang permanen, misalnya palsicerebral, retertadimental.

H. MANIFESTASI KLINIS1. Respon buruk pada usaha resusitasi2. Hipoksia3. Hiperkarbia4. Asidosis metabolik atau respiratorik5. Usaha bernafas minimal atau tidak ada6. Kejang7. Perubahan fungsi jantung8. Kegagalan sistem multi organ

I. PENATALAKSANAAN1. Tindakan Umum Bersihkan jalan nafas : kepala bayi diletakkan lebih rendah agar lender mudah mengalir, bila perlu digunakan larinyoskop untuk membantu penghisapan lender dari saluran nafas yang lebih dalam. Rangsang reflek pernafasan : dilakukan setelah 20 detik bayi tidak memperlihatkan bernafas dengan cara menepuk-pekuk kaki bayi, mengelus dada, perut atau pinggang. Mempertahankan suhu tubuh agar tidak memperburuk keadaan dengan cara : membungkus bayi dengan kain kering, badan bayi harus dalam keadaan kering, jangan memandikan bayi dengan air dingin, gunakan minyak atau baby oil untuk membersihkan tubuhnya.

2. Tindakan Khusus Asfiksia BeratBerikan dengan tekanan positif dan intermiten melalui pipa endotrakeal. Dapat dilakukan dengan tiupan udara yang telah diperkaya dengan . Tekanan yang diberikan tidak 30 cm H 20. Bila pernafasan spontan tidak timbul lakukan massage jantung dengan ibu jari yang menekan pertengahan sternum 80 100 x/menit.

Asfiksia Sedang/RinganPasang relkiek pernafasan (hisap lender, rangsang nyeri) selama 30 60 detik. Bila gagal lakukan pernafasan kodok (Frog breathing) 1 2 menit yaitu : kepala bayi ekstensi maksimal beri 1 2 L/menit melalui kateter dalam hidung, buka mulut dan hidung serta gerakan dagu ke atas bawah secara teratur 20 x/menit.Penghisapan cairan lambung untuk mencegah regurgitasi.

3. Apabila nilai APGAR dala menit ke 5 sudah baik (7 10) lakukan perawatan selanjutnya sebagai berikut.a. Membersihkan badan bayib. Merawat tali pusatc. Pemberian ASI sedini mungkin dan adekuatd. Melaksanakan antropometri dan pengkajian kesehatane. Memasang pakaian bayif. Memasang pening

4. Mengajarkan orang tua/ibu cara :a. Merawat tali pusatb. Menyusui dengan baikc. Membersihkan jalan nafasd. Memandikan bayie. Mengobservasi keadaan pernafasan bayi

5. Menjelaskan pentingnya :a. Pemberian ASI sedini mungkin sampai usia 2 tahunb. Makanan bergizi pada ibuc. Makanan tambahan buat bayi di atas usia 4 buland. Mengikuti program KB sesegera mungkin

DAFTAR PUSTAKA

Muchtar, R. 1998. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC. Prawihardjo, Sarwono. 2001. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta :Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo. Prawihardjo, Sarwono. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta :Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo. Stright, Barbara R. 2005. Keperawatan Ibu Bayi Baru Lahir. Jakarta : EGC.

RESUSITASI NEONATUS

PendahuluanDiperkirakan 10% bayi baru lahir membutuhkan bantuan untuk bernapas pada saat lahir dan 1% saja yang membutuhkan resusitasi yang ekstensif. Penilaian awal saat lahir harus dilakukan pada semua bayi. Penilaian awal itu ialah: apakah bayi cukup bulan, apakah bayi menangis atau bernapas, dan apakah tonus otot bayi baik. Jika bayi lahir cukup bulan, menangis, dan tonus ototnya baik, bayi dikeringkan dan Dipertahankan tetap hangat. Hal ini dilakukan dengan bayi berbaring di dada ibunya dan tidak dipisahkan dari ibunya. Bayi yang tidak memenuhi kriteria tersebut, dinilai untuk dilakukan satu atau lebih tindakan secara berurutan di bawah ini:A. Langkah awal stabilisasi (memberikan kehangatan, membersihkan jalan napas jika diperlukan, mengeringkan, merangsang)B. VentilasiC. Kompresi dadaD. Pemberian epinefrin dan/atau cairan penambah volumeDiberikan waktu kira-kira 60 detik (the Golden Minute) untuk melengkapi langkah awal, menilai kembali, dan memulai ventilasi jika dibutuhkan. Penentuan ke langkah berikut didasarkan pada penilaian simultan dua tanda vital yaitu pernapasan dan frekuensi denyut jantung. Setelah ventilasi tekanan positif (VTP) atau setelah pemberian oksigen tambahan, penilaian dilakukan pada tiga hal yaitu frekuensi denyut jantung, pernapasan, dan status oksigenasi. Setelah publikasi tahun 2005, telah diidentifikasi beberapa kontroversi dan pada tahun 2010 dibuat kesepakatan. Berikut ini adalah rekomendasi utama untuk resusitasi neonatus: Penilaian setelah langkah awal ditentukan oleh penilaian simultan dua tanda vital yaitu frekuensi denyut jantung dan pernapasan. Oksimeter digunakan untuk menilai oksigenasi karena penilaian warna kulit tidak dapat diandalkan. Untuk bayi yang lahir cukup bulan sebaiknya resusitasi dilakukan dengan udara dibanding dengan oksigen 100%. Oksigen tambahan diberikan dengan mencampur oksigen dan udara (blended oxygen) , dan pangaturan konsentrasi dipandu berdasarkan oksimetri. Bukti yang ada tidak cukup mendukung atau menolak dilakukannya pengisapan trakea secara rutin pada bayi dengan air ketuban bercampur mekonium, bahkan pada bayi dalam keadaan depresi (lihat keterangan pada Langkah Awal). Rasio kompresi dada dan ventilasi tetap 3:1 untuk neonatus kecuali jika diketahui adanya penyebab jantung. Pada kasus ini rasio lebih besar dapat dipertimbangkan. Terapi hipotermia dipertimbangkan untuk bayi yang lahir cukup bulan atau mendekati cukup bulan dengan perkembangan kearah terjadinya ensefalopati hipoksik iskemik sedang atau berat, dengan protokol dan tindak lanjut sesuai panduan. Penghentian resusitasi dipertimbangkan jika tidak terdeteksi detak jantung selama 10 menit. Banyak faktor ikut berperan dalam keputusan melanjutkan resusitasi setelah 10 menit. Penjepitan talipusat harus ditunda sedikitnya sampai satu menit untuk bayi yang tidak membutuhkan resusitasi. Bukti tidak cukup untuk merekomendasikan lama waktu untuk penjepitan talipusat pada bayi yang memerlukan resusitasi.Langkah AwalLangkah awal resusitasi ialah memberikan kehangatan dengan meletakkan bayi di bawah pemancar panas, memposisikan bayi pada posisi menghidu/sedikit tengadah untuk membuka jalan napas, membersihkan jalan napas jika perlu, mengeringkan bayi, dan stimulasi napas.Membersihkan jalan napas:a. Jika cairan amnion jernih. Pengisapan langsung segera setelah lahir tidak dilakukan secara rutin, tetapi hanya dilakukan bagi bayi yang mengalami obstruksi napas dan yang memerlukan VTP. b. Jika terdapat mekonium. Bukti yang ada tidak mendukung atau tidak menolak dilakukannya pengisapan rutin pada bayi dengan ketuban bercampur mekonium dan bayi tidak bugar atau depresi. Tanpa penelitian (RCT), saat ini tidak cukup data untuk merekomendasikan perubahan praktek yang saat ini dilakukan. Praktek yang dilakukan ialah melakukan pengisapan endotrakeal pada bayi dengan pewarnaan mekonium yang tidak bugar. Namun, jika usaha intubasi perlu waktu lama dan/atau tidak berhasil, ventilasi dengan balon dan sungkup dilakukan terutama jika terdapat bradikardia persisten.Menilai kebutuhan oksigen dan pemberian oksigenTatalaksana oksigen yang optimal pada resusitasi neonatus menjadi penting karena adanya bukti bahwa baik kekurangan ataupun kelebihan oksigen dapat merusak bayi. Persentil oksigen berdasarkan waktu dapat dilihat pada gambar algoritma. Penggunaan oksimetri nadi (pulse oximetry) direkomendasikan jika: Resusitasi diantisipasi VTP diperlukan lebih dari beberapa kali napas Sianosis menetap Oksigen tambahan diberikan.

Pemberian oksigen tambahanTarget saturasi oksigen dapat dicapai dengan memulai resusitasi dengan udara atau oksigen campuran (blended oxygen) dan dilakukan titrasi konsentrasi oksigen untuk mencapai SpO2 sesuai target. Jika oksigen campuran tidak tersedia, resusitasi dimulai dengan udara kamar. Jika bayi bradikardia (kurang dari 60 per menit) setelah 90 detik resusitasi dengan oksigen konsentrasi rendah, konsentrasi oksigen ditingkatkan sampai 100% hingga didapatkan frekuensi denyut jantung normal. Ventilasi Tekanan Positif (VTP)Jika bayi tetap apnu atau megap-megap, atau jika frekuensi denyut jantung kurang dari 100 per menit setelah langkah awal resusitasi, VTP dimulai.Pernapasan awal dan bantuan ventilasiBantuan ventilasi harus diberikan dengan frekuensi napas 40 60 kali per menit untuk mencapai dan mempertahankan frekuensi denyut jantung lebih dari 100 per menit. Penilaian ventilasi awal yang adekuat ialah perbaikan cepat dari frekuensi denyut jantung. Tekanan akhir ekspirasiBanyak ahli merekomendasikan pemberian continuous positive airway pressure (CPAP) pada bayi yang bernapas spontan tetapi mengalami kesulitan setelah lahir. Penggunaan CPAP ini baru diteliti pada bayi prematur. Untuk bayi cukup bulan dengan gawat napas, tidak ada cukup bukti untuk mendukung atau tidak mendukung penggunaan CPAP di ruang bersalin.Alat untuk ventilasiAlat untuk melakukan VTP untuk resusitasi neonatus adalah Balon Tidak Mengembang Sendiri (balon anestesi), Balon Mengembang Sendiri, atau T-piece resuscitator. Laryngeal Mask Airway (LMA; sungkup larings) disebutkan dapat digunakan dan efektif untuk bayi >2000 gram atau 34 minggu. LMA dipertimbangkan jika ventilasi dengan balon sungkup tidak berhasil dan intubasi endotrakeal tidak berhasil atau tidak mungkin. LMA belum diteliti untuk digunakan pada kasus air ketuban bercampur mekonium, pada kompresi dada, atau untuk pemberian obat melalui trakea.Pemasangan intubasi endotrakealIndikasi intubasi endotrakeal pada resusitasi neonatus ialah: Pengisapan endotrakeal awal dari bayi dengan mekonium dan tidak bugar. Jika ventilsi dengan balon-sungkup tidak efektif atau memerlukan waktu lama. Jika dilakukan kompresi dada. Untuk situasi khusus seperti hernia diafragmatika kongenital atau bayi berat lahir amat sangat rendah.Kompresi dadaIndikasi kompresi dada ialah jika frekuensi denyut jantung kurang dari 60 per menit setelah ventilasi adekuat dengan oksigen selama 30 detik. Untuk neonatus, rasio kompresi:ventilasi tetap 3:1. Pernapasan, frekuensi denyut jantung, dan oksigenasi harus dinilai secara periodik dan kompresi ventilasi tetap dilakukan sampai frekuensi denyut jantung sama atau lebih dari 60 per menit. MedikasiObat-obatan jarang digunakan pada resusitasi bayi baru lahir. Namun, jika frekuensi denyut jantung kurang dari 60 per menit walaupun telah diberikan ventilasi adekuat dengan oksigen 100% dan kompresi dada, pemberian epinefrin atau pengembang volume atau ke duanya dapat dilakukan. EpinefrinEpinefrin direkomendasikan untuk diberikan secara intravena dengan dosis intrvena 0,01 0,03 mg/kg. Dosis endotrakeal 0,05 1,0 mg/kg dapat dipertimbangkan sambil menunggu akses vena didapat, tetapi efektifitas cara ini belum dievaluasi. Konsentrasi epinefrin yang digunakan untuk neonatus ialah 1:10.000 (0,1 mg/mL). Pengembang volumePengembang volume dipertimbangkan jika diketahui atau diduga kehilangan darah dan frekuensi denyut jantung bayi tidak menunjukkan respon adekuat terhadap upaya resusitasi lain. Kristaloid isotonik atau darah dapat diberikan di ruang bersalin. Dosis 10 mL/kg, dapat diulangi. Perawatan pasca resusitasiBayi setelah resusitasi dan sudah menunjukkan tanda-tanda vital normal, mempunyai risiko untuk perburukan kembali. Oleh karena itu setelah ventilasi dan sirkulasi adekuat tercapai, bayi harus diawasi ketat dan antisipasi jika terjadi gangguan.NaloksonNalokson tidak diindikasikan sebagai bagian dari usaha resusitasi awal di ruang bersalin untuk bayi dengan depresi napas. GlukosaBayi baru lahir dengan kadar glukosa rendah mempunyai risiko yang meningkat untuk terjadinya perlukaan (injury) otak dan akibat buruk setelah kejadian hipoksik iskemik. Pemberian glukosa intravena harus dipertimbangkan segera setelah resusitasi dengan tujuan menghindari hipoglikemia.Hipotermia untuk terapiBeberapa penelitian melakukan terapi hipotermia pada bayi dengan umur kehamilan 36 minggu atau lebih, dengan ensefalopatia hipoksik iskemik sedang dan berat. Hasil penelitian ini menunjukkan mortalitas dan gangguan perkembangan neurologik yang lebih rendah pada bayi yang diberi terapi hipotermia dibanding bayi yang tidak diberi terapi hipotermia. Penggunaan cara ini harus menuruti panduan yang ketat dan dilakukan di fasilitas yang memadai.Penghentian resusitasiPenghentian resusitasi dipertimbangkan jika tidak terdeteksi detak jantung selama 10 menit. Banyak faktor ikut berperan dalam keputusan melanjutkan resusitasi setelah 10 menit.RUJUKAN:1. Wyllie J, et al. Part 11: Neonatal Resuscitation. 2010 International Consensus on Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care Science with Treatment Recommendations. Resuscitation 2010;81S:e260-e287.2. Kattwinkel J et al. Special Report Neonatal Resuscitation: 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Pediatrics 2010;126:e1400-e1413.

DENGUE SHOCK SYNDROME

DEFENISI

Dengue shock syndrome (DSS) adalah sindrom syok yang terjadi pada penderita Dengue Hemorhagic Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue. Dengue Shock Syndrome bukan saja merupakan suatu permasalahan kesehatan masyarakat yang menyebar dengan luas dan tiba-tiba, tetapi juga merupakan suatu permasalahan klinis, karena 30-50% penderita demam berdarah dengue akan mengalami renjatan dan berakhir dengan kematian terutama bila tidak ditangani sevara dini dan adekuat.

ETIOLOGI

Demam dengue dan DHF disebabkan oleh salah satu dari 4 serotipe virus yang berbeda antigen.Virus ini adalah kelompok Flavivirus dan serotipenya adalah DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Infeksi oleh salah satu jenis serotipe ini akan memberikan kekebalan seumur hidup tetapi tidak menimbulkan kekebalan terhadap serotipe yang lain. Sehingga seseorang yang hidup di daerah endemis DHF dapat mengalami infeksi sebanyak 4 kali seumur hidupnya. Dengue adalah penyakit daerah tropis dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk ini adalah nyamuk rumah yang menggigit pada siang hari. Faktor resiko penting pada DHF adalah serotipe virus, dan faktor penderita seperti umur, status imunitas, dan predisposisi genetis.

INSIDEN

Suat penelitian di Jakarta oleh Sumarmo (1973-1978) mendapatkan bahwa penderita DSS terutama pada golongan umur 1-4 tahun (46,5%), sedang wong (1973) dari singapura melaporkan pada umur 5-10 tahun dan di Manadoterutama dijumpai pada umur 6-8 tahun kemudian pada tahun 1983 didapatkan terbanyak pada umur 4-6 tahun.Tidak terdapat perbedaan antara jenis kelamin tetapi kematian lebih banyak ditemukan pada anak perempuan daripada anak laki-laki. Jumlah penderita DBD/DHF yang mengalami renjatan berkisar antara 26-65%, dimana Sumarmo dkk. (1985) mendapatkan 63%, Kho dkk. (1979) melaporkan 50%, Rampengan (1986) melaporkan 59,4% sedangkan WHO (1973) melaporkan 65,45% dari seluruh penderita demam berdarah dengue yang dirawat. (2)

PATOFISIOLOGI Patofisiologi yang terutama pada Dengue Shock Syndrom ialah tejadinya peninggian permeabilitas dinding pembuluh darah yang mendadak dengan akibat terjadinya perembesan plasma dan elekrolit melalui endotel dinding pembuluh darah dan masuk kedalam ruang interstitial, sehingga menyebabkan hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia dan efusi cairan ke rongga serosa. Pada penderita dengan renjatan berat maka volume plasma dapat berkurang sampai kurang lebih 30 % dan berlangsung selama 24-48 jam. Renjatan hipovolemi ini bila tidak segera diatasi maka dapat mengakibatkan anoksia jaringan, asidosis metabolik, sehingga terjadi pergeseran ion kalium intraseluler ke ekstraseluler. Mekanisme ini diikuti pula dengan penurunan kontraksi otot jantung dan venous pooling, sehingga lebi lanjut akan memperberat renjatan. Sebab lain kematian penderita DSS ialah perdarahan hebat saluran pencernaan yang biasanya timbul setelah renjatan berlangsung lama dan tidak diatasi adekuat.Terjadinya perdarahan ini disebabkan oleh : a. Trombositopenia hebat, dimana trombosit mulai menurun pada masa demam dan mencapai nilai terendah pada masa renjatan.b. Gangguan fungsi trombositc. Kelainan system koagulasi, masa tromboplastin partial, masa protrombin memanjang sedangkan sebagian besar penderita didapatkan masa thrombin norma. Beberapa factor pembekuan menurun, termasuk factor II, V, VII, IX, X dan fibrinogen.d. Pembekuan intravaskuler yang meluas (Disseminated Intravascular Coagulation DIC). MANIFESTASI KLINIS Dengue Shock Syndrome (DSS) menurut klasifikasi WHO (1975) merupakan demam berdarah dengue derajat III dan IV atau demam berdarah dengue dengan tanda-tanda kegagalan sirkulasi sampai tingkat renjatan. Renjatan : Terjadinya renjatan pada DBD biasanya terjadinya pada saat atau setelah demam menurun yaitu siantara hari ke-3 dan ke-7, bahkan renjatan dapat terjadi pada hari ke-10. Manifestasi klinik renjatan pada anak terdiri atas :

a. Kulit pucat, dingin dan lembab terutama pada ujung jari kaki, tangan dan hidung.b. Anak semula rewel, cengeng dan gelisah lambat-laun ksadaran menurun menjadi apati, spoor dan koma.c. Perubahan nadi baik frekuensi maupun amplitudonya.d. Tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang.e. Tekanan sistolik menurun menjadi 80 mmHg atau kurang.f. Oligouri sampai anuria. (infeksi tropic)Berdasarkan gangguan sirkulasi di atas, maka sebaian ahli membagi renjatan atas:a. Renjatan berat (profound shock) ialah renjatan yang ditandai oleh tekanan darah yang tidak dapat diukur dan nadi ta dapat diraba.b. Renjatan sedang ialah tekanan nadi menurun 20 mmHg atau lebih dan atau tekanan darah sistolik kuranh atau sama dengan 80 mmHg. Panas : Merupakan salah satu manifestasi klinik yang selalu ditemukan, kebanyakan peneliti melaporkan 100% penderita DSS didahului oleh panas. Sumarno (1983) dalam penelitiannya mendapatkan bahwa suhu penderita DSS terendah ialah 36,2 derajat celcius dan tertinggi 40,8 derajat celcius dan ternyata DSS banyak dijumpai pada suhu sekitar 37 derajat celcius.Panas mempunyai nilai prognostic pada penderita DSS ; bila renjatan terjadi pada suhu tubuh lebih dari 39 derajat celcius, maka tingkat prognose jelek.Hepatomegali : Dilaporkan dari berbagai tempat dengan angka bervarisi. Di Indonesia (Jakarta) dilaporkan 89%, semarang 65,9% dan Cuba 62 %. Terdapat korelasi antara persentase hepatomegali dengan derajat berat penyakit tetapi pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit, dengan kata lain, pembesaran hati pada penderita DBD derajat IV tidak selalu lebih besardari penderita DBD derajat II.DIAGNOSIS Hingga kini diagnosis DBD/DSS masih berdasarkan atas patokan yang telah dirumuskan oleh WHO pada tahun 1975 yang terdiri dari 4 kriteria klinik dan 2 kriteria laboratorik dengan syarat bila criteria laboratorik terpenuhi ditambah minimal 2 kriteria klinik (satu diantaranya ialah panas) seperti yang telah diuraikan diatas. Derajat I dan II disebut DHF/DBD tanpa renjatan sedang derajat III dan IV disebut DHF/DBD dengan renjatan atau DSS. Wong dkk. (1973) juga mengemkakan beberapa tanda dan gejala yang perlu diperhatikan dalam diagnosis klinim penderita dengue shock syndrome, yaitu : a. Clouding of sensoriumb. Tanda-tanda hipovolemia, seperti akral dingin, tekanan darah menurun.c. Nyeri perutd. Tanda-tanda perdarahan diluar kulit, dalam hal ini seperti epistaksis, hematemesis, melena, hematuri, dan hemoptisis.e. Trombositopenia beratf. Adanya pleural efosion pada toraks fotog. Tanda-tanda miokarditis pada EKG.PENATALAKSANAANPada dasarnya bersifat suportif,yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat perdarahan. Pasien DB dapat berobat jalan,sedangkan pasien DBD dirawat di ruang perawatan biasa, tetapi pada kasus DBD dengan komplikasi diperlukan perawatan intensif. Fase kritis pada umunya terjadi pada hari ke-3.Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat timbul akibat demam tinggi,anoreksia dan muntah. Pasien perlu diberi minum banyak,50ml/kgBB dalam 4-6 jam pertama berupa air teh dengan gula,sirup,susu,sari buah atau oralit. Setelah keadaan dehidrasi dapat diatasi,berikan cairan rumatan 80-100ml/kgBB dalam 24 jam berikutnya. Hipererksi dapat diatasi dengan antipiretik,dan bila perlu surface cooling dengan kompres es dan alkohol 70%.Parasetanol direkomendasikan untuk mengatasi demam dengan dosis 10-15mg/kgBB/kali. Penanganan SyokDalam keadaan renjatan berat diberikan cairan ringer laktat secara cepat selama 30 menit,apabila tidak teratasi dapat diganti dengan koloid 10-20ml/kgBB/jam,dengan jumlah maksimal 30 ml/kgBB,akan tetapi bila masih belum berhasil diduga telah terjadi perdarahan,maka dianjurkan pemberian tranfusi darah segar.Apabila kadar Ht tetap >40 vol%,berikan darah sebanyak 10ml/kgBB/jam,tapi bila perdarahan masif berikan 20ml/kgBB. Bila renjatan tidak berat,maka berikan cairan dengan kecepatan 20ml/kgBB/jam. Bila renjatan sudah diatasi,nadi sudah teraba,amplitudo nadi cukup besar,tekanan sistolik 80mmHg atau lebih,maka kecepatan tetesan dikurangi menjadi 10ml/kgBB/jam.Kecepatan pemberian cairan selanjutnya disesuaikan dengan gejala klinik dan nilai hematokrit yang diperiksa periodik.Evaluasi klinis,nadi,tekanan darah,pernafasan,suhu dan pengeluaran urin dilakukan lebih sering. Penyulit-penyulit1. Perdarahan massif2. Kegagalan pernapasan akibat udema parau atau kolaps paru3. Ensefalopati dengue4. Kegagalan jantungKriteria Memulangkan Pasien :1. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik2. Nafsu makan membaik3. Tampak perbaikan secara klinis4. Hematokrit stabil5. Tiga hari setelah syok teratasi6. Jumlah trombosit >50.000/ml7. Tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis).PENCEGAHANPengembangan vaksin untuk dengue sangat sulit karena keempat jenis serotipe virus bisa mengakibatkan penyakit. Perlindungan terhadap satu atau dua jenis serotipe ternyata meningkatkan resiko terjadinya penyakit yang serius. Saat ini sedang dicoba dikembangkan vaksin terhadap keempat serotipe sekaligus. sampai sekarang satu-satunya usaha pencegahan atau pengendalian dengue dan dhf adalah dengan memerangi nyamuk yang mengakibatkan penularan. a. aegypti berkembang biak terutama di tempat-tempat buatan manusia, seperti wadah plastik, ban mobil bekas dan tempat-tempat lain yang menampung air hujan. nyamuk ini menggigit pada siang hari, beristirahat di dalam rumah dan meletakkan telurnya pada tempat-tempat air bersih tergenang. Pencegahan dilakukan dengan langkah 3m : 1. menguras bak air 2. menutup tempat-tempat yang mungkin menjadi tempat berkembang biak nyamuk3. mengubur barang-barang bekas yang bisa menampung air. Di tempat penampungan air seperti bak mandi diberikan insektisida yang membunuh larva nyamuk seperti abate. Hal ini bisa mencegah perkembangbiakan nyamuk selama beberapa minggu, tapi pemberiannya harus diulang setiap beberapa waktu tertentu. di tempat yang sudah terjangkit dhf dilakukan penyemprotan insektisida secara fogging, tapi efeknya hanya bersifat sesaat dan sangat tergantung pada jenis insektisida yang dipakai. Di Samping itu partikel obat ini tidak dapat masuk ke dalam rumah tempat ditemukannya nyamuk dewasa. Untuk perlindungan yang lebih intensif, orang-orang yang tidur di siang hari sebaiknya menggunakan kelambu, memasang kasa nyamuk di pintu dan jendela, menggunakan semprotan nyamuk di dalam rumah dan obat-obat nyamuk yang dioleskan. PROGNOSAPrognosa penderita tergantung dari beberapa factor :1. Sangat erat kaitannya dengan lama dan beratnya renjatan, waktu, metode, adekuat tidaknya penanganan.2. Ada tidaknya rekuren syok yang terutama terjadi dalam 6 jam pertama pemberian infuse dimulai.3. Panas selama renjatan4. Tanda-tanda serebral.DAFTAR PUSTAKA1. Wahono TD., dkk., Demam Berdarah Dengue. Available at ; http://www.dkk-bpp.com2. Rampengan T.H., Laurentz I.R., Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 1997. p.136-1573. Demam Berdarah Dengue. Available at ; www.medicastore.com4. Behrman RE., et.al. Nelson Textbook of Pediatrics. 17th edition.Saunders, Philadelphia.20045. Diktat Penyakit Infeksi. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar. 2003. p. 39-57

KEJANG PADA ANAK

Kejang merupakan suatu manifestasi klinis yang sering dijumpai di ruang gawat darurat. Hampir 5% anak berumur di bawah 16 tahun setidaknya pernah mengalami sekali kejang selama hidupnya. Kejang penting sebagai suatu tanda adanya gangguan neurologis. Keadaan tersebut merupakan keadaan darurat. Kejang mungkin sederhana, dapat berhenti sendiri dan sedikit memerlukan,

pengobatan lanjutan, atau merupakan gejala awal dari penyakti cenderung menjadi status epileptikus.

berat, atauTatalaksana kejang seringkali tidak dilakukan secara baik. Karena diagnosis yang salah atau penggunaan obat yang kurang tepat dapat menyebabkan kejang tidak terkontrol, depresi nafas dan rawat inap yang tidak perlu.Langkah awal dalam menghadapi kejang adalah memastikan apakah gejala saat ini kejang atau bkuan. Selanjutnya melakukan identifikasi kemungkinan penyebabnya.

PATOFISIOLOGI

Kejang adalah manifestasi klinis khas yang berlangsung secara intermitten dapat berupa gangguan kesadaran, tingkah laku, emosi, motorik, sensorik, dan atau otonom yang disebabkan oleh lepasnya muatan listrik yang berlebihan di neuron otak. Status epileptikus adalah kejang yang terjadi lebih dari 30 menit atu kejang berulang lebih dari 30 menit tanpa disertai pemulihan kesadaran.Mekanisme dasar terjadinya kejang adalah peningkatan aktifitas listrik yang berlebihan pada neuron-neuron dan mampu secara berurutan merangsang sel neuron lain secara bersama-sama melepaskan muatan listriknya. Hal tersebut diduga disebabkan oleh; 1] kemampuan membran sel sebagai pacemaker neuron untuk melepaskan muatan listrik yang berlebihan; 2] berkurangnya inhibisi oleh neurotransmitter asam gama amino butirat [GABA]; atau 3] meningkatnya eksitasi sinaptik oleh transmiter asam glutamat dan aspartat melalui jalur eksitasin yang berulang. Status epileptikus terjadi oleh karena proses eksitasi yang berlebihan berlangsung terus menerus, di samping akibat ilnhibisi yang tidak sempurna.

KRITERIA KEJANG

Diagnosis kejang ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan penunjang, sangat penting membedakan apakah serangan yang terjadi adalah kejang atau serangan yang menyerupai kejang. Perbedaan diantara keduanya adalah pada tabel 1

Tabel 1. Perbedaan antara kejang dan serangan yang menyerupai kejang

Keadaan Kejang Menyerupai kejangOnsetLama seranganKesadaranSianosisGerakan ekstremitasStereotipik seranganLidah tergigit atau luka lain Gerakan abnormal bola mata Fleksi pasif ekstremitas Dapat diprovokasiTahanan terhadap gerakan pasifBingung pasca seranganIktal EEG abnormalPasca iktal EEG abnormalSumber: Smith dkk (1998).3

Tiba-tiba Detik/menit Sering terganggu SeringSinkron Selalu Sering SelaluGerakan tetap adaJarangJarangHampir selaluSelalu selalu

Mungkin gradual Beberapa menit Jarang terganggu JarangAsinkronJarangSangat jarangJarangGerakan hilang Hampir selalu SelaluTidak pernahHampir tidak pernah jarang

KLASIFIKASI

Setelah diyakini bahwa serangan ini adalah kejang, selanjutnya perlu ditentukan jenis kejang. Saat ini klasifikasi kejang yang umum digunakan adalah berdasarkan Klasifikasi International League Against Epilepsy of Epileptic Seizure [ILAE] 1981, yaitu dapat dilihat pada tabel 2.Tabel 2. Klasifikasi kejangI. Kejang parsial (fokal, lokal) A. Kejang fokal sederhana B. Kejang parsial kompleksC. Kejang parsial yang menjadi umumII. Kejang umumA. AbsensB. MioklonikC. KlonikD. TonikE. Tonik-klonikF. AtonikIII. Tidak dapat diklasifikasi

ETIOLOGI

Langkah selanjutnya, setelah diyakini bahwa serangan saat ini adalahkejang adalah mencari penyebab kejang. Penentuan faktor penyebab kejang sangat menentukan untuk tatalaksana selanjutnya, karena kejang dapat diakibatkan berbagai macam etiologi. Adapun etiologi kejang yang tersering pada anak dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Penyebab tersering kejang pada anak

- Kejang demam- Infeksi: meningitis, ensefalitis-Gangguan metabolik: hipoglikemia, hiponatremia, hipoksemia, hipokalsemia, gangguan elektrolit, defisiensi piridoksin, gagal ginjal, gagal hati, gangguan metabolik bawaan- Trauma kepala- Keracunan: alkohol, teofilin- Penghentian obat anti epilepsi-Lain-lain: enselopati hipertensi, tumor otak, perdarahan intrakranial, idiopatik

DIAGNOSIS

Anamnesis dan pemeriksaan fissi

yang baik dipelrukan untuk memilihpemeriksaan penunjang yang terarah dan tatalaksana selanjutnya. Anamnesis dimulai dari riwayat perjalanan penyakit sampai terjadinya kejang, kemudian mencari kemungkinan adanya fakot r pencetus atau penyebab kejnag. Ditanyakan riwayat kejang sebelumnya, kondisi medis yang berhubungan, obat- obatan, trauma, gejala-gejala infeksi, keluhan neurologis, nyeri atau cedera akibat kejang. Pemeriksaan fisis dimulai dengan tanda-tanda vital, mencari tanda-tanda trauma akut kepala dan adanya kelainan sistemik, terpapar zat toksik, infeksi, atau adanya kelainan neurologis fokal. Bila terjadi penurunan kesadaran diperlukan pemeriksaan lanjutan untuk mencari faktor penyebab.Untuk menentukan faktor penyebab dan komplikasi kejang pada anak, diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang yaitu: laboratorium, pungsi lumbal, elektroensefalografi, dan neuroradiologi. Pemilihan jenis pemeriksaan penunjang disesuaikan dengan kebutuhan. Pemeriksaan yang dianjurkan pada pasien dengan kejang pertama adalah kadar glukosa darah, elektrolit, dan hitung jenis.

TATALAKSANA

Status epileptikus pada anak merupakan suatu kegawatan yang mengancam jiwa dengan resiko terjadinya gejala sisa neurologis. Makin lama kejang berlangsung makin sulit menghentikannya, oleh karena itu tatalaksana kejang umum yang lebih dari 5 menit adalah menghentikan kejang dan mencegah terjadinya status epileptikus.

Penghentian kejang:

0 - 5 menit:- Yakinkan bahwa aliran udara pernafasan baik- Monitoring tanda vital, pertahankan perfusi oksigen ke jaringan, berikan oksigen- Bila keadaan pasien stabil, lakukan anamnesis terarah, pemeriksaan umum dan neurologi secara cepat- Cari tanda-tanda trauma, kelumpuhan fokal dan tanda-tanda infeksi

5 10 menit:- Pemasangan akses intarvena- Pengambilan darah untuk pemeriksaan: darah rutin, glukosa, elektrolit- Pemberian diazepam 0,2 0,5 mg/kgbb secara intravena, atau diazepam rektal0,5 mg/kgbb (berat badan < 10 kg = 5 mg; berat badan > 10 kg = 10 mg). Dosis diazepam intravena atau rektal dapat diulang satu dua kali setelah 5 10 menit..- Jika didapatkan hipoglikemia, berikan glukosa 25% 2ml/kgbb.

10 15 menit- Cenderung menjadi status konvulsivus- Berikan fenitoin 15 20 mg/kgbb intravena diencerkan dengan NaCl 0,9%- Dapat diberikan dosis ulangan fenitoin 5 10 mg/kgbb sampai maksimum dosis 30 mg/kgbb.

30 menit- Berikan fenobarbital 10 mg/kgbb, dapat diberikan dosis tambahan 5-10 mg/kg dengan interval 10 15 menit.- Pemeriksaan laboratorium sesuai kebutuhan, seperti analisis gas darah, elektrolit, gula darah. Lakukan koreksi sesuai kelainan yang ada. Awasi tanda-tanda depresi pernafasan.- Bila kejang masih berlangsung siapkan intubasi dan kirim ke unit perawatanintensifPenanganan kejang bisa dilihat pada algoritma penanganan kejang sebagai berikut:

KEJANG

0-5 menit

atau

DIAZEPAM(iv)0,3-0,5 MG/KG (maks. 20 mg)

DIAZEPAM (rektal5 mg (BB10kg

KEJANG (-) KEJANG (+)

(A) Diulang interval 5 menit

5-10 menit

KEJANG (+)

KEJANG (-) Fenitoin bolus IV 15-20 mg/kgBB Fenitoin: 12 jam kemudian Kecepatan: 25mg/menit5-7 mg/kgbbKEJANG (+)

10-15menit

Fenobarbital IV/IM10-20 mg/kgbb

KEJANG (-)Fenobarbital 12 jam kemudian3-4 mg/kgbb

KEJANG (+)

ICU Midazolam: 0,2 mg/kgbb Fenobarbital: 5-10 mg/kgbb

Daftar Pustaka

1. Schweich PJ, Zempsky WT. Selected topic in emergency medicine.Dalam: McMilan JA, DeAngelis CD, Feigen RD, Warshaw JB, Ed. Oskispediatrics. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins, 1999, h, 566-89.2. Roth HI, Drislane FW. Seizures. Neurol Clin 1998; 16:257-84.3. Smith DF, Appleton RE, MacKenzie JM, Chadwick DW. An Atlas of epilepsy. Edisi ke-1. New York: The Parthenon Publishing Group, 1998. h. 15-23.4. Westbrook GL. Seizures and epilepsy. Dalam: Kandel ER, Scwartz JH,Jessel TM, ed. Principal of neural science. New York: MCGraw-Hill,2000. h. 940-55.5. Najm I, Ying Z, Janigro D. Mechanisms of epileptogenesis. Neurol ClinNorth Am 2001; 19:237-50.6. Hanhan UA, Fiallos MR, Orlowski JP. Status epilepticus. Pediatr ClinNorth Am 2001;48:683-94.7. Commission on Classification and Terminology of the Internaitonal League Against Epilepsy. Propsoal for revised clinical and electroencephalographic classification of epileptic seizures. Epilepsia1981; 22:489-501.8. Bradford JC, Kyriakedes CG. Evidence based emergency medicine; Evaluatin and diagnostic testing evaluation of the patient with seizures; An evidence based approach. Em Med Clin North Am 1999; 20:285-9.9. Appleton PR, Choonara I, Marland T, Phillips B, Scott R, Whitehouse W.The treatment of convulsive status epilepticus in children. Arch Dis Child2000; 83:415-19.

KEJANG PADA ANAK

A. KEJANG DISERTAI DEMAM1. DEFINISIKejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 380C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan 5 tahun. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam.

2. KLASIFIFKASI1. Kejang demam sederhana (Simple febrile seizure)2. Kejang demam kompleks (Complex febrile seizure)Kejang demam sederhana Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam.Kejang demam kompleksKejang demam dengan salah satu ciri berikut ini:1. Kejang lama > 15 menit2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jamKejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam. Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang didahului kejang parsial. Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, di antara 2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% di antara anak yang mengalami kejang demam.

3. ETIOLOGIPenyebab kejang demam hingga kini masih belum diketahui dengan pasti. Ada beberapa faktor yang mungkin berperan dalam menyebabkan kejang demam,yaitu:1. Demamnya sendiri2. Efek produk toksik daripada mikroorganisme (kuman dan virus) terhadap otak3. Respon alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi4. Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit5. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan atau yang tidak diketahui atau ensefalopati toksik sepintas6. Gabungan semua faktor diatasDemam yang disebabkan oleh imunisasi juga dapat memprovokasi kejang demam. Anak yang mengalami kejang setelah imunisasi selalu terjadi waktu anak sedang demam. Kejang setelah imunisasi terutama didapatkan setelah imunisasi pertusis (DPT) dan morbili (campak).Dari penelitian yang telah dilakukan Prof.Dr.dr.S.M.Lumbantobing pada 297 penderita kejang demam, 66(22,2%) penderita tidak diketahui penyebabnya.2 Penyebab utama didasarkan atas bagian tubuh yang terlibat peradangan. Ada penderita yang mengalami kelainan pada lebih dari satu bagian tubuhnya, misalnya tonsilo-faringitis dan otrtis media akut. (lihat tabel ).

Penyebab demam pada 297 penderita KDPenyebab demamJumlah penderita

Tonsilitis dan/atau faringitisOtitis media akut (radang liang telinga tengah)Enteritis/gastroenteritis (radang saluran cerna)Enteritis/gastroenteritis disertai DehidrasiBronkitis (radang saiuran nafas)Bronkopeneumonia (radang paru dan saluran nafas)Morbili (campak)Varisela (cacar air)Dengue (demam berdarah)Tidak diketahui10091

22

441738

121166

Pernah dilaporkan bahwa infeksi tertentu lebih sering di-sertai KD daripada infeksi lainnya. Sekitar 4,8% - 45% penderita gastroenteritis oteh kuman Shigella mengaiami KD dibanding gastroenteritis oieh kuman penyebab lainnya di mana angka kejadian KD hanya sekitar 1%, Lahat dkk mengemukakan bahwa tingginya angka kejadian KD pada shigellosis dan salmonellosis mungkin berkaitan dengan efek toksik akibat racun yang dihasilkan kuman bersangkutan.

4. PATOFISIOLOGIMeskipun mekanisme pasti terjadinya kejang tidak diketahui, beberapa faktor fisiologis dianggap bertanggung jawab atas berkembangnya suatu kejang.Untuk mempertahankan hidup sel atau organ otak, diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk memetabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya kosentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ menjadi rendah sedangkan di luar sel neuron terjadi keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan petensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel.Keseimbangan petensial membran ini dapat diubah oleh adanya:a. Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraseluler.b. Rangsangan yang datangnya mendadak, misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya.c. Perubahan dari patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.Pada keadaan demam, kenaikan 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat sampai 20%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron, dan dalam waktu yang singkat dapat terjadi difusi ion kalium listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tubuh tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang sudah dapat terjadi pada suhu 38oC, sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru dapat terjadi pada suhu 40oC atau lebih.

Pada kejang yang berlangsung lama biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet sedangkan otot pernafasan tidak efisien sehingga tidak sempat bernafas yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea, hipoglikemia, laktat asidosis disebabkan metabolisme anaerob, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh yang semakin meningkat oleh karena meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otot meningkat.Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul oedem otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron.Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa berulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga di dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita menjadi kejang.

5. MANIFESTASI KLINIKTerjadinya kejang pada kejang demam terkait dengan kenaikan suhu yang cepat dan biasanya berkembang bila suhu tubuh mencapai 39C atau lebih (rectal). Umumnya kejang berlangsung singkat, berupa serangan tonik klonik. Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi seperti mata terbalik keatas dengan disertai kekakuan atau kelemahan,gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan, atau hanya sentakan atau kekakuan fokal.Sebagian besar kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari 8% yang berlangsung lebih dari 15 menit. Sering kali kejang berhenti sendiri setelah mendapat pertolongan pertama. Setelah kejang berhenti anak tampak capek, mengantuk, tertidur pulas, dan tidak memberikan reaksi apapun untuk sejenak atau disebut periode mengantuk singkat pasca kejang, tetapi setelah beberapa detik atau menit, anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis.Kejang demam yang berlangsung lebih lama dari 15 menit sering bersifat fokal atau unilateral dan kadang-kadang diikuti oleh parese Tood (lumpuh sementara pasca serangan kejang) yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama biasanya lebih sering terjadi pada kejang demam yang pertama.

6. DIAGNOSIS Diagnosis kejang demam ditegakkan berdasarkan kriteria Livingston yang telah dimodifikasi, yang merupakan pedoman yang dipakai oleh Sub Bagian Saraf Anak IKA FKUI-RSCM Jakarta, yaitu:1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan 6 tahun2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15menit3. Kejang bersifat umum4. Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal6. Pemeriksaan EEG yang dibuat setidaknya 1 minggu sesudah suhu normal tidak menunjukkan kelainan7. Frekuensi bangkitan kejang dalam satu tahun tidak melebihi 4 kaliSecara klinis umumnya tidak sulit untuk menegakkan diagnosis kejang demam, dengan adanya gejala kejang pada suhu badan yang tinggi serta tidak didapatkan gejala neurologis lain dan anak segera sadar setelah kejang berlalu. Tetapi perlu diingat bahwa kejang dengan suhu badan yang tinggi dapat pula tejadi pada kelainan lain, misalnya pada radang selaput otak (meningitis) atau radang otak (ensefalitis).Pemeriksaan cairan serebrospinal dapat dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama dan dengan usia kurang dari 1 tahun. Elektroensefalografi (EEG) ternyata kurang mempunyai nilai prognostic, EEG tidak dapat digunakan untuk memperkirakan kemungkinan terjadinya epilepsy atau kejang demam berulang dikemudian hari. Saat ini pemeriksaaan EEG tidak dianjurkan untuk pasien kejang demam sederhana. Pemeriksaan laboratorium tidak dianjurkan dan dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi. Pasien dengan keadaan diare, muntah dan gangguan keseimbangan cairan dapat diduga terdapat gangguan metabolisme akut, sehingga pemeriksaan elektrolit diperlukan. Pemeriksaan labratorium lain perlu dilakukan untuk mencari penyebab timbulnya demam.

7. PENATALAKSANAANa. Penatalaksanaan Saat KejangBiasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang kejang sudah berhenti. Apabila pasien datang dalam keadaan kejang, obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,3-0,5 mg/ Kg perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg/ menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 20 mg.Obat praktis yang dapat diberikan oleh orang tua dirumah adalah diazepam rectal. Efek samping berupa depresi pernafasan jarang ditemukan bila diberikan secara rectal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/ kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan < 10 Kg dan 10 mg untuk anak dengan berat badan > 10 Kg. Atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak dibwah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak diatas usia 3 tahun.Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, pasien dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg. Bila kejang tetap belum berhanti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10-20 mg/ Kg/ kali dengan kecepatan 1 mg/ Kg/ menit atau kurang dari 50 mg/ menit. Bila kejang berhenti, dosis selanjutnya diberikan 12 jam setelah dosis awal dengan dosis 4-8 mg/ kg/ hari. Bila dengan pemberian fenitoin kejang masih belum berhenti pasien harus dirawat di ruang intensif.Lorazepam tidak dianjurkan sebab meskipun digunakan secara rektal, memerlukan waktu hingga 45 menit untuk di absorbsi.

b. Penatalaksanaan DemamTidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko terjadinya kejang demam. Namun antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10-15 mg/ kg/ kali, diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Ibuprofen dapat diberikan dengan dosis 5-10 mg/ kg/ kali, diberikan 3-4 kali sehari.Asam asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrome reye terutama pada anak kurang dari 18 bulan, sehingga penggunaanya tidak dianjurkan.Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/ Kg setiap 8 jam pada saat demam dapat menurunkan resiko berulangnya kejang pada 30-60% kasus. Begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/ kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5 C. (19, 21, 22) Diazepam diberikan selama durasi penyakit (sekitar 2-3 hari). Namun, pada dosis yang cukup tinggi dapat menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25-39 % kasus. Diazepam sering diberikan pada anak dengan ambang batas kejang demam yang sangat rendah terutama jika kejang terjadi secara berulang dan berlangsung lama. Diazepam diberikan secara rektal pada saat : Saat anak demam sebelum kejang Secepatnya setelah anak kejangFenobarbital, carbamazepin, dan fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam.c. Obat RumatanPengobatan rumatan hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan salah satu ciri sebagai berikut : Kejang lama berlangsung > 15 menit Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang. (Misalnya : hemiparesis, Paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus) Kejang fokal. Kejang fokal atau fokal menjadi umum menunjukkan bahwa anak mempunyai fokus organik.Pengobatan rumatan dipertimbangkan bila : Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan Kejang demam > 4 kali per tahun.Kelainan neurologis yang tidak nyata misalnya keterlambatan perkembangan ringan bukan merupakan indikasi pengobatan rumatan.Jenis antikonvulsan yang digunakan untuk pengobatan rumatan adalah asam valproat dan fenobarbital. Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan resiko berulangnya kejang. Namun pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan prilaku dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Pada sebagian kecil kasus, terutam yang berumur kurang dari 2 tahun, asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping, maka pengobatan rumatan hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek.Obat rumatan pilihan pada saat ini adalah asam valproat. Dosis asam valproat adalah 15-40 mg/ kg/ hari dinagi dalam 2-3 dosis. Fenobarbital juga dapat diberikan dengan dosis 3-4 mg/ kg/ hari dibagi dalam 1-2 dosis. Pengobatan rumatan diberikan hingga 1 tahun bebas kejang, kemudian obat dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan. d. EdukasiKejang merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Kecemasan ini dapat dikurangi dengan memberikan penjelasan, diantaranya : Meyakinkan bahwa kejang demam sederhana sering terjadi dan mempunyai prognosis yang baik Memberitahukan cara penanganan kejang. Terdapat beberapa hal yang harus dilakukan bila anak kembali kejang : Tetap tenang dan tidak panic Kendorkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher. Bila tidak sadar, pastikan anak tidur terlentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan atau lendir di mulut dan hidung. Walaupun ada kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu ke dalam mulut. Ukur suhu tubuh, observasi bentuk kejang dan lama waktu kejang Tetap berada bersama pasien selama kejang Berikan diazepam rektal. Diazepam tidak diberikan bila kejang telah berhenti. Bawa ke dokter/ rumah sakit bila kejang berlangsung lebih dari 5 menit. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali Memberitahu bahwa resiko kerusakan otak dan perkembangan menjadi epilepsi sangat kecil Pemberian obat-obatan memang efektif untuk mencegah rekurensi kejang tetapi harus diingat adanya efek samping obat.e. VaksinasiKejang dapat terjadi setelah imunisasi dengan vaksin whole cell diphtheria-pertussis-tetanus dan vaksin measles, namun hal ini bukan merupakan efek dari komponen vaksin. Perjalanan kejang secara klinis sangat identik dengan kejang demam, sehingga disebut sebagai kejang demam. Frekuensi kejang demam pada vaksin DPT atau measles adalah 6-9 dan 24-25 per 100.000 anak setelah divaksinasi. Vaksin pertusis acellular baru tidak menyebabkan demam, sehingga imunisasi dengan vaksin ini tidak menyebabkan kejang demam. Tidak ada kontraindikasi untuk melakukan vaksinasi terhadap anak yang mengalami kejang demam.Kejang setelah demam karena vaksinasi sangat jarang. Angka kejadian pasca vaksinasi DPT adalah 6-9 kasus/ 100.000 anak yang divaksinasi. Sedangkan angka kejadian pasca vaksinasi MMR adalah 25-34/ 100.000 anak. Dianjurkan untuk memberikan diazepam rektal atau oral bila anak demam, terutama setelah vaksinasi DPT atau MMR. Beberapa dokter merekomendasikan pemberian parasetamol pada saat vaksinasi hingga 3 hari kemudian.

8. KOMPLIKASIKejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lebih lama (>15 menit) yaitu:a. Kerusakan otak b. Retardasi mentalc. Biasanya disertai apnoe, hipoksemia, hiperkapnea, asidosislaktat, hipotensi artrial, suhu tubuh makin meningkat.

9. PROGNOSIS Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Penelitian retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, biasanya terjadi pada kejang lama atau kejang berulang baik umum maupun fokal.Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor resiko berulangnya kejang demam adalah :a. Riwayat kejang demam dalam keluargab. Usia kurang dari 12 bulanc. Temperatur yang rendah saat kejangd. Cepatnya kejang setelah demame. Kejang demam kompleksBila terdapat seluruh faktor diatas, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80%. Sedangkan bila tidak terdapat salah satu faktor diatas, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 10-15%. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar pada satu tahun pertama setelah kejang. Anak dengan kejang demam sederhana memiliki resiko yang sama untuk mengalami epilepsi sebelum usia 7 tahun dengan populasi umum yaitu 1%. Faktor resiko terjadi epilepsi meningkat di kemudian hari apabila :a. Kelainan neurologis atau gangguan perkembangan yang jelas sebelum kejang pertamab. Kejang demam kompleksc. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandungd. kejang demam sederhana sebelum usia 9 bulan.Masing-masing faktor resiko meningkat kemungkinan kejadian epilepsi sampai 4-6%. Kombinasi dari faktor resiko tersebut meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 10-49 %. Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumatan pada kejang demam.

DAFTAR PUSTAKA

1. Pusponegoro Hd, Widodo Dp, Ismael S. Konsesus Penatalaksanaan Kejang Demam. Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. 20062. Ismael S. Kppik-Xi, 1983; Soetomenggolo Ts. Buku Ajar Neurologi Anak 1999.3. Tumbelaka,Alan R.,Trihono, Partini P.,Kurniati,Nia.,Putro Widodo,Dwi. Penanganan Demam Pada Anak Secara Profesional: Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak XLVII.Cetakan pertama,FKUI-RSCM.Jakara,2005