Asal Usul Konstruktivisme

30
TUGAS FILSAFAT FILSAFAT DAN KONSTRUKTIVISME Oleh : 1. Aqidatul Meiliyah (12030174033) 2. Hetri Nur F (12030174244) 3. Rachmania Widya N. (12030174248) Tahun Pelajaran 2014/2015 Prodi Pendidikan Matematika Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

description

asal-usul, macam, konstruktivisme piaget

Transcript of Asal Usul Konstruktivisme

TUGAS FILSAFATFILSAFAT DAN KONSTRUKTIVISME

Oleh :1. Aqidatul Meiliyah(12030174033)2. Hetri Nur F(12030174244)3. Rachmania Widya N.(12030174248)

Tahun Pelajaran 2014/2015Prodi Pendidikan MatematikaJurusan MatematikaFakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan AlamUniversitas Negeri Surabaya2015ASAL USUL KONSTRUKTIVISME

Menurut Von Glasersfeld (1988) pengertian konstruktif kognitif muncul pada abad ini dalam tulisan Mark Baldwin yang secara luas diperdalam dan disebarkan oleh Jean Peaget. Namun bila ditelusuri lebih jauh gagasan pokok konstruktivisme sebenarnya sudah dimulai oleh Giambatissta Vico, seorang epistemolog dari italia. Dialah cikal bakal konstruktivisme.Pada tahun 1710, Vico dalam De Antiquissima Italorum Sapientia, mengungkapkan filsafatnya dengan berkata, Tuhan adalah pencipta alam semesta dan manusia tuan dari ciptaan. Dia menjelaskan bahwa mengetahui berarti mengetahui bagaimana membuat sesuatu . ini berarti bahwa seseorang itu baru mengetahui sesuatu jika ia dapat menjelaskan unsur-unsur apa yang membangun sesuatu itu. Menurut vico, hanya Tuhan sajalah yang dapat mengerti alam raya ini karena hanya dia yang tahu bagaimana membuatnya dan dari apa Ia membuatnya. Sementara itu orang hanya dapat mengetahui sesuatu yang telah dikosntruksikannya (Von Glasersfeld, 1988). Bagi Vico, pengetahuan selalu menunjuk kepada struktur konsep yang dibentuk. Ini berbeda dengan kaum empirisme yang menyatakan bahwa pengetahuan itu harus menunjuk kepada kenyataan luar. Menurut Vico, pengetahua tidak lepas dari orang (subjek) yang tahu. Pengetahuan merupakan struktur konsep dari pengamat yang berlaku. Sayang, bahwa Vico menurut banyak pengamat tidak membuktikan teorinya.Berdasarkan identifikasi pengetahuan sesuatu dengan membuat sesuatu Vico mengatakan bahwa matematika adalah cabang pengetahuan yang paling tinggi. Alasannya, dalam matematika ,orang menciptakan dalam pikirannya semua unsur dan aturan-aturan secara lengkap dipakai untuk matematika. Orang sendirilah yang menciptakan matematika sehingga orang dapat mengerti secara penuh. Sedangkan dalam pengetahuan fisika dan terlebih humaniora, manusia tidak dapat mengerti secara penuh dan hanya tuhanlah yang mengerti secara penuh karena tuhanlah yang menciptakan mereka. Karena itu bagi Vico, mekanika adalah kurang pasti daripada matematika,fisika kurang pasti daripada mekanika, dan kegiatan-kegiatan manusiawi kurang pasti daripada fisika. Dengan cara ini Vico membedakan taraf-taraf pengetahuan manusia (Pompa, 1990).Rorty (dalam Von Glasersfeld,1988) menilai konstruktivisme sebagai salah satu bentuk pragmatisme, terlebih dalam soal pengetahuan dan kebenaran, karena hanya meningkatkan bahwa suatu konsep itu berlaku atau dapat digunakan. Para konstruktivis sekarang melihat kesesuaian Vico dengan model ilmiah yang digunakan untuk menganalisis dan mengerti pengalaman/ fenomen baru. Cukup lama gagasan Vico tidak diketahui orang dan seakan dipendam. Piaget menuliskan gagasan konstruktivisme dalam teori tentang perkembangan konstruktivisme dalam teori tentang perkembangan kognitif dan juga dalam epistemologi genetiknya. Piaget mengungkapkan teori adaptasi kognitifnya, yaitu bahwa pengetahuan kita diperoleh dari adaptasi struktur kognitif kita terhadap lingkungannya seperti suatu organisme harus beradaptasi dengan lingkungannya untuk dapat melanjutkan kehidupkan. Gagasan piaget ini lebih cepat tersebar, melebihi gagasan Vico. Tidak jelas apakah piaget juga dipengaruhi Vico (Von Glasersfeld, 1988).

TIGA MACAM KONSTRUKTIVISME

Von Glasersfeld membedakan adalanya tiga taraf konstruktivisme:1. Konstruktivisme radikalKaum konstruktivisme radikal mengesampingkan hubungan antara pengetahuan dan kenyataan sebagai suatu kriteria kebenaran. Bagi konstruktivis radikal, pengetahuan tidak merefleksikan suatu kenyataan ontologis objektif, tetapi merupakan suatu pengaturan dan organisasi dari suatu dunia yang dibentuk oleh pengalaman seseorang (Von Glasersfeld,1988). Menurut Von Glasersfeld, piaget termasuk konstruktivis radikal .Konstruktivisme radikal berpegang bahwa kita hanya dapat mengetahui apa yang dibentuk atau dikonstruksi oleh pikiran kita. Bentukan itu harus jalan dan tidak harus selalu merupan representasi dunia nyata. Adalah suatu ilusi bila percaya bahwa apa yang kita ketahui itu memberikan gambaran akan dunia nyata. Pengetahuan selalu merupakan konstruksi dari seseorang yang mengetahui, maka tidak dapat ditransfer kepada penerima yang pasif. Penerima sendiri yang harus mengkonstruksi pengetahua itu. Dalam pandangan konstruktivisme radikal sebenarnya tidak ada konstruksi sosial , dimana pengetahuan itu dikonstruksikan bersama, karena masing-masing orang harus menyimpulkan dan menangkap sendiri makna terakhir. Konstruktivisme ini tidak pernah mengklaim objectivitas. Menurut mereka kita tidak dapat melihat dunia pengalaman kita dari luar. Kita membentuknya dari dalam dan hidup dengannya lama sebelum kita mulai bertanya darimana dan apa itu sebenarnya.2. Realisme hipotesisMenurut realisme hipotesis, pengetahuan (ilmiah) kita dipandang sebagai suatu hipotesis dari suatu struktur kenyataan dan berkembang menuju suatu pengetahuan yang sejati, yang dekat dengan realitas (Munevar, 1981 dal Bettencourt, 1989). Menurut Manuver, pengetahuan kita mempunyai relasi dengan kenyataan tetapi tidak sempurna. Menurutnya pula, Lorenz dan Poper dan banyak epistemolog evolusioner dapat dikatakan termasuk realisme hipotetis.3. Konstruktivisme yang biasaAliran ini tidak mengambil semua konsekuensi konstruktivisme. Menurut aliran ini, pengetahuan kita merupakan gambaran dari realitas itu. Pengetahuan kita dipandang sebagai gambaran yang dibentuk dari kenyataan suatu objek dalam dirinya sendiri.

Konstruktivisme Di tengah Aliran Filsafat lainStaver (1986) menjelaskan konstruktivisme melalui perdebatan dalam sejarah filsafat pengetahuan. Pertanyaan dasar dari perdebatan itu adalah Struktur penetahuan itu terletak di realitas mana? Apakah yang disebut kebenaran pengetahuan?. Para pemikir sepanjang sejarah menegaskan bahwa kenyataan itu terdiri dari dua dimensi yaitu eksternal dan internal. Dimensi eksternal menunjuk ke dimensi objektif, sedangkan dimensi internal menunjuk ke dimensi subjektif. Rasionalisme menyatakan bahwa pengetahuan kita menunjuk kepada objek-objek dan bahwa kebenaran itu merupakan akibat dari deduksi logis. Misalnya Rene Descartes menyatakan Cogito ergo sum, artinya Saya berpikir, maka saya ada. Para empiris juga menyatakan bahwa pengetahuan kita menunjuk kepada objek-objek tetapi mereka menggunakan penalaran induktif dengan bukti-bukti berdasarkan pengalaman. Mereka mengandaikan bahwa semua kenyataan itu diketahui melalui indra dan kriteria kebenaran adalah kesesuaiannya dengan pengalaman (Staver, 1986). Dengan demikian, para rasionalis lebih menekankan rasio, logika, dan pengetahuan deduktif, sedangkan kaum empiris lebih menekankan pengalaman dan pengetahuan induktif. Menurut staver, konstruktivisme merupakan sintesis pandangan rasionalis dan empiris. Konstruktivisme menunjukkan interaksi antara subjek dan objek, antara realitas yang eksternal dan internal.Osborne (1993) dan Matthews (1994) menjelaskan bahwa konstruktivisme mengandung suatu bahaya yang mengarah ke empirisme dan relativisme, terlebih dalam pendidikan sains. Banyak kaum konstruktivis dalam pendidikan sains menekankan pengalaman, percobaan, dan indra yang cenderung ke empirisme, yang menekankan bahwa semua konsep harus berdasarkan kenyataan luar. Beberapa konstruktivis lainnya terlalu menekankan abstraksi atau konstruksi yang dapat mengarah ke relativisme, yang menyatakan bahwa semua konsep adalah sah karena setiap ide yang diturunkan dari suatu arus dianggap abstraksi harus dianggap sah. Konstruktivisme tidak mempunyai dasar untuk menentukan abstraksi mana yang lebih baik.Empirisme menyatakan bahwa semua pengetahuan diturunkan dari pengalaman indrawi. Bentuk-bentuk alternative dari empirisme tampak pada filsuf seperti Arisoteles, Berkeley, Hume, dan Locke. Yang pokok dari empirisme adalah pandangannya bahwa sumber terpenting dari pengetahuan adalah dunia luar. Bagi mereka, esensi pengetahuan adalah representasi dari dunia luar yang didapat terutama dari observasi atas alam semesta. Nativisme berlawanan dengan empirisme. Nativisme mengklaim bahwa sumber pengetahuan adalah dari dalam. Misalnya, Plato berargumen mengenai adanya pembawaan yang dibuka selama perkembangan intelektual anak (Lawson,1994). Kalau kita simak, konstruktivsme memuat dua segi empirisme dan nativisme: pengetahuan itu sumbernya berasal dari luar tetapi dikonstruksikan dari dalam diri seseorang. Kebenaran suatu pengetahuan dalam konstruktivisme diganti dengan berjalannya suatu pengetahuan. Ini berbeda dengan pragmatism yang brslogan kebenaran adalah hanya apa yang jalan. Konstruktivisme tidak mengklaim suatu kebenaran.Konstrktivisme juga berbeda dengan idealism. Kaum idealis menyatakan bahwa pikiran dan konstruksinya adalah sat-satunya realitas, sedangkan konstruktivisme menyatakan bahwa kita hanya dapat mengetahuiapa yang dikonstrksi oleh pikiran kita. Bagi konstruktivis bentukan itu harus jalan, tidak harus selalu merupakan representasi dari dunia nyata. Bagi konstruktivsme, adalah ilusi untuk percaya bahwa apa yang kita bentuk itu memberkan gambaran akan dunia nyata (von Glasersfeld, 1989).Konstruktivisme juga menantang dominasi pandangan objektivsme yang beranggapan bahwa realitas itu terlepas dari pengamat dan dapat diketahui/ditemukan melalui langkah-langkah sistematis menuju kenyataan dunia. Bagi konstruktivisme, pengetahuan adalah konstruksi pikiran manusia. Pengetahuan adalah suatu kerangka untuk mengerti bagaimana seseorang mengorganisasikan pengalaman dan apa yang mereka percayai sebagai realitas (Shapiro, 1994)

Kontruktivisme PiagetPiaget adalah psikolog pertama yang menggunakan filsafat kontruktivisme dalam proses belajar. Ia menjelaskan bagaimana proses pengetahuan seseorang dalam teori perkembangan intelektual. Menurut Wadsworth (1989), teori perkembangan intelektualPiaget dipengaruhi oleh keahliannya dalam bidang biologi. Piaget, antara lain mengamati kehiduopan keong, yang setiap kali harus beradaptasi dengan lingkungannya. Piaget percaya bahwa setiap makhluk hidup perlu beradaptasi dengan lingkungannya. Piaget percaya bahwa setiap makhluk hidup perlu beradaptasi dan mengorganisasikan lingkungan fisik di sekitarnya agar tetap hidup. Bagi Piaget, pikiran an tubuh juga terkena aturan main yang sama. Oleh karena itu, ia berpikir bahwa perkembangan pemikiran juga mirip dengan perkembangan biologis, yaitu perlu beradaptasi dengan dan mengorganisasi lingkungan sekitar. Piaget (1971) sendiri menyatakan bahwa teori pengetahuan itu paa dasarnya adalah teori adaptasi pikiran ke dalam suatu realitas, seperti organisme beradaptasi ke dalam lingkungannya.

Teori Kontruktivisme PiagetUntuk memahami teori Piaget, kita perlu mengerti beberapa istilah baku yang digunakannya untuk menjelaskan proses seseorang mencapai pengertian.Skema/SkemataSebagaimana tubuh kita mempunyai struktur tertentu agar dapat berfungsi, pikiran kita juga mempunyai struktur yang disebut skema atau skemata (jamak). Skema adalah struktur mental atau kognitif yang dengannya seseorang secara intelektual beradaptasi dan mengkoordinasi lingkungan sekitarnya. Skemata itu akan beradaptasi dan berubah selama perkembangan mental anak. Skemata bukanlah benda nyata yang dapat dilihat, melainkan suatu rangkaian proses dalam sistem kesadaran orang, maka tidak memiliki bentuk fisik dan tidak dapat dilihat. Skemata adalah hasil kesimpulan atau bentukan mental, kontruksi hipotesis, seperti intelek, kreativitas, kemampuan, dan naluri (Wadsworth, 1989).Skema juga dapat dipikirkan sebaga suatu konsep atau kategori. Orang dewasa mempunyai banyak skema. Skema ini digunakan untuk memproses dan mengidentifikasi rangsangan yang datang. Seorang anak yang baru lahir punya sedikit skema, yang dalam perkembangannya kemudian menjadi lebih umum, terperinci, dan lebih lengkap.Skema tidak pernah berhenti berubah atau menjadi lebih rinci. Skemata seorang anak berkembang menjadi skemata orang dewasa. Gambaran dalam pikiran anak menjadi semakin berkembang dan lengkap. Misalnya, anak yang sedang berjalan dengan ayahnya melihat seekor lembu. Ayahnya bertanya, Nak lihat binatang itu? Apa itu?. Anak itu melihat. Andaikan saja anak itu belum pernah melihat lembu tetapi sudah pernah melihat anjing. Anak itu lalu menjawab, Itu anjing. Anak itu melihat ada sesuatu yang sama antara lembu itu dengan konsep anjing yang ia punyai. Misalnya, berkaki empat, bermata dua, berjalan merangkak, dan bertelinga dua. Anak itu belum dapat melihat perbedaannya, melainkan melihat kesamaan antara anjing dan lembu. Bila si anak mampu melihat perbedaan-perbedaannya, ia akan memperkembangkan skemanya tentang lembu, tidak sebagai anjing lagi.AsimilasiAsimilasi adalah proses kognitif yang dengannya seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep, ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada di dalam pikirannya. Asimilasi dapat dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan yang baru dalam skema yang telah ada. Proses asimilasi ini berjalan terus. Setiap orang selalu secara terus-menerus mengembangkan proses ini. Menurut Wadsworth, asimilasi tidak menyebabkan perubahan/pergantian skemata, melainkan memperkembangkan skemata. Misalnya, seseorang yang baru mengenal konsep balon. Dalam pikiran orang itu, ia punya skema balon. Kalau ia meniup balon itu atau mengisinya dengan air sampai besar atau malah memecahkan balon itu, ia tetap mempunyai skema yang sama tentang balon. Perbedaannya adalah bahwa skemanya tentang balon diperluas dan diperinci lebih lengkap, bukan hanya sebagai balon yang kempes belum tertiup, melainkan balon dengan macam-macam sifatnya. Asimilasi adalah slah satu proses individu dalam mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru sehingga pengertian orang itu berkembang.AkomodasiDapat terjadi bahwa dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman yang baru, seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru itu dengan skema yang telah ia punyai. Pengalaman yang baru itu bisa jadi sama sekali tidak cocok dengan rangsangan skema yang telah ada. Dalam keadaan seperti ini orang itu akan mengadakan akomodasi, yaitu (1) membentuk skema baru yang dapat cocok dengan rangsangan yag baru atau (2) memodifikasi skema yang ada sehingga cocok dengan rangsangan itu. Misalnya, seorang anak mempunyai skema bahwa semua binatang harus berkaki dua atau empat. Skema ini didapat dari abstraksinya terhadap binatang-binatang yang pernah dijumpainya. Pada suatu hari ia berjalan ke sawah dan menemukan banyak binatang yang kakinya lebih dari empat. Anak tadi mengalami bahwa skema lamanya tidak cocok lagi; terjadi konflik dalam pikirannya. Ia harus mengadakan perubahan terhadap skema lamanya. Ia mengadakan akomodasi dengan membentuk skema baru bahwa binatang dapat berkaki dua, empat, dan lebih dari empat.Skemata seseorang dibentuk dengan pengalaman sepanjang waktu. Skemata menunjukkan taraf pengertian dan pengetahuan seseorang sekarang tentang dunia sekitarnya. Karena skema ini suatu kontruksi, maka bukan tiruan dari kenyataan dunia yang ada. Menurut Piaget, proses asimilasi dan akomodasi ini terus berjalan dalam diri seseorang. Dalam contoh anak diatas, ia akan terus mengembangkan skemanya tentang kaki binatang bila dijumpainya pengalaman-pengalaman yang berbeda, misalnya bahwa ada pula binatang yang tak berkaki.EquilibrasiProses asimilasi dan akomodasi perlu untuk perkembangan kognitif seseorang. Dalam perkembangan intelek seseorang, diperlukan keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Proses itu disebut equilibrium, yakni pengaturan diri secara mekanis untuk mengatur keseimbangan proses asimilasi dan akomodasi. Diseqilibrium adalah keadaan tidak seimbang anatara asimilasi dan akomodasi. Equilibrium adalah proses dari disequilibrium ke equilibrium. Proses tersebut berjalan terus dalam diri orang melalui asimilasi dan akomodasi. Equilibration membuat seseorang dapat menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamnya (skemata). Bila terjadi ketidakseimbangan, maka seseorang dipacu untuk mencari keseimbangan dengan jalan asimilasi atau akomodasi.Teori Adaptasi IntelekBagi Piaget, mengerti adalah suatu proses adaptasi intelektual yang dengannya pengalaman-pengalaman dan ide-ide baru diinteraksikan dengan apa yang sudah diketahui oleh seseorang yang sedang belajar untuk membentuk struktur pengertian yang baru (Shymansky, 1992; von Glaserdfeld, 1998). Menurut Piaget, dalam pikiran seseorang ada struktur pengetahuan awal (skemata). Setiap skema berperan sebagai suatu filter dan fasilitator bagi ide-ide dan pengalaman-pengalaman yang baru. Skemata mengatur, mengkoordinasi, dan mengintensifkan prinsip-prinsip dasar. Melalui kontak dengan pengalaman baru, skema dapat dikembangkan dan diubah, yaitu dengan proses asimilasi dan akomodasi. Bila pengalaman baru itu masih bersesuaian dengan skema yang dipunya seseorang, maka skema itu hanya dikembangkan melalui proses asimilasi. Bila pengalaman baru itu sungguh berbeda dengan skema yang ada, sehingga skema yang lama tidak cocok lagi untuk menghadapi pengalaman yang baru, skema yang lama diubah sampai ada keseimbangan lagi. Inilah proses akomodasi.Contoh :1. Seorang pelajar mempunyai skema dalam pikirannya bahwa air mendidih pada suhu 100. Dalam percobaan dan juga pengalaman memanaskan beberapa macam air, ia menemukan bahwa ada yang mendidih pada suhu 90 dan ada yang 110 dan ada pula yang 80. Setelah mengamati keadaan airnya, ia menemukan bahwa beberapa macam air tidak murni, tercampur dengan beberapa zat lain. Akhirnya pelajar itu mengembankan skemanya dengan menyatakan bahwa air yang murni mendidih pada suhu 100 Pelajar ini masih tetap menggunakan skema yang lama tetapi dengan lebih merincikan syarat-syaratnya, yaitu bahwa air itu harus murni. Skema lama dikembangkan lebih rinci sehingga dapat digunakan untuk menjawab beberapa perbedaan pengalaman yang ada.2. Seseorang mempunyai gambara bahwa semua ikan bertelur dalam perkembangbiakannya. Pada suatu hari ia pergi ke akuarium laut dan melihat dengan mata kepala sendiri bahwa ikan paus beranak dan tidak bertelur. Orang ini menjadi bingung dan mengalami proses ketidakseimbangan dalam pikirannya. Ia meulai tidak yakin akan gambaran awalnya. Ia mengalami bahwa gambarannya tentang Semua ikan bertelur tidak jalan lagi berhadapan dengan pengalaman baru ini. Orang ini akhirnya mengubah gambaran awalnya dengan menyatakan tidak semua ikan bertelur. Orang ini akan membentuk pengetahuan yang baru. Ia telah mengubah skema lama dan membentuk skema baru yang lebih cocok dengan pengalamannya yang baru.Menurut Piaget, skema berkembang seturut perkembangan intelektual, khususnya dalam tarif operasional formal. Piaget membedakan empat taraf perkembangan kognitif seseorang: 1. Taraf sensorimotor, 2. Praoperasional, taraf operasional konkret, dan 3. Taraf operasional formal (Piaget dan Inhelder, 1969; Wadsworth, 1989). Taraf sensorimotor berkembang pada anak sejak lahir sampai sekitar umur 2 tahun. Selama taraf ini, seorang anak belum berpikir dan menggambarkan suatu kejadian atau objek secara konseptual meskipun perkembangan kognitif sudah mulai ada, yaitu mulai dibentuknya skemata. Pada taraf praoperasional, yang berkembang dari umur 2-7 tahun, mulailah berkembang kemampuan berbahasa dan beberapa bentuk pengungkapan. Penalaran pralogika juga mulai berkembang. Pada umur 7-11 tahun, yang disebut taraf operasional konkret, anak memperkembangkan kemampuan menggunakan pemikiran logis dalam berhadapan dengan persoalan-persoalan yang konkret. Pada taraf operasional formal (11-15 tahu ), anak sudah memperkembangkan pemikiran abstrak, dan penalaran logis untuk macam-macam persoalan. Dalam ketiga taraf kognitif diatas skema seseorang berkembang.Karena skema berkembang dalam taraf perkembangan kognitif seseorang, maka dapat dimengerti bahwa skema seorang anak mengenai suatu kejadian atau objek mungkin tidak seirama dengan skema yang dimiliki orang tua. Dalam hal ini skema anak itu tidak salah karena skemanya merupakan pemahamannya akan suatu kejadian sesuai dengan perkembangan pemikirannya saat itu. Oleh karena itu, tidak ada salah dalam skema anak, tetapi mungkin itu tidak cocok untuk taraf pemikiran yang lebih tinggi.Secara konseptual perkembangan kognitif berjalan dalam semua leval perkembangan pemikiran seseorang dari lahir sampai dewasa. Pengetahuan dibentuk oleh individu terus-menerus dan skemata dewasa dibangun dari skemata anak. Dengan asimilasi seseorang mencocokkan rangsangan denagn skemata yang ada, dan dengan akomodasi ia mengubah skema yang ada agar menjadi cocok dengan rangsangan yang dihadapi. Equlibration adalah mekanisme internal yang mengatur kedua proses itu.Bagi Piaget, kenyataan bukanlah sesuatu yang eksternal dan sudah jadi bukan predeterminasi, melainkan diperoleh melalui kegiatan kontruksi yang menghasilkan skemata baru (Staver, 1986). Baginya, kenyataan adalah fenomena yang kita alami melalui kontruksi.Menurut Piaget. Perkembangan kognitif seseorang punya tiga unsur isi, fungsi, dan struktur. Isi adalah apa yang diketahui oleh seseorang. Ini menunjuk kepada tingkah laku yang dapat diamati-sensorimotor dan konsep yang mengungkapkan aktivitas intelek. Isi inteligensi berbeda-beda dari umur ke umur dan dari anak ke anak. Fungsi, menunjuk kepada sifat dari aktivitas intelektual-asimilasi dan akomodasi yang tetap dan terus menerus dikembangkan sapanjang perkembangan kognitif. Struktur menunjuk pada fifat organisator yang dibentuk (skemata) yang menjelaskan terjadinya perilaku khusus. Piaget tampaknya lebih tertarik kepada struktur inteligensi ini dari pada fungsi dan isi (Wadsworth, 1989).Sistem pemikiran Piaget diatas menuntut seorang anak itu bertindak aktif terhadap lingkungannya jika perkembangan kognitifnya jalan. Perkembangan struktur kognitif hanya berjalan bila anak itu mengasimilasikan dan mengakomodasikan rangsangan dalam lingkungannya. Ini hanya mungkin bila nalar anak dibawa ke situasi lingkungan tertentu. Baru bila seseorang bertindak terhadap lingkungannya, bergerak dalam ruang, berinteraksi dengan objek, mengamati dan meneliti, serta berpikir, ia berasimilasi dan berakomodasi terhadap alam. Perbuatannya itu mengakibatkan perkembangan skemata dan juga pengetahuannya.Dari sini dapat dimengerti bahwa bagi Piaget , belajar adalah merupakan proses perubahan konsep. Dalam proses tersebut, si pelajar setiap kali membangun konsep baru melalui asimilasi dan akomodasi skema mereka. Oleh sebab itu, belajar merupakan proses yang terus-menerus, tidak berkesudahan.Bila anak menjadi besar, kegiatan fisik yang menyebabkan perubahan kognitif dapat berkurang. Namun, perbuatan yang perlu untuk perkembangan kognitif bukan hanya perbuatan secara fisik, melainkan termasuk juga setiap tingkah laku nonfisik yang merangsang struktur intelektual anak. Tingkah laku itu menciptakan disequilibrium dan membiarkan asimilasi dan akomodasi terjadi. Kegiatan fisik dan mental dalam lingkungan adalah perlu tetapi tidak cukup untuk perkembangan kognitif. Pengalaman tidak dapat terjadi tanpa pengalaman. Perlulah dalam perkembangan itu proses asimilasi dan akomodasi.Pengetahuan Menurut PiagetPiaget (1970) menyebut epistemologinya sebagai epistemologi genetik. Epistemologi genetik mencoba menjelaskan pengetahuan khususnya pengetahuan ilmiah berdasarkan sejarah, sosiogenesis, dan asal psikologis dari pengertian-pengertian dan operasi-operasi yang mendasarinya. Maka epistemologi genetik dalam menjelaskan pengetahuan selalu menggunakan unsur psikologis dan juga unsur formalisasi logis. Menurut Piaget ada hubungan antara pembentukkan psikologis (formation) dan formalisasi logis. Meski formalisasi adalah unsur yang sangat penting dalam filsafat pengetahuan, tetapi formalisasi sendiri tidak mencukupi sebagai satu-satunya dasar pengetahuan manusia. Dari pihak lain ada cukup banyak bukti bahwa eksperimentasi psikologis dapat menjelaskan persoalan epistemologi yang ada.Ada beberapa alasan mengapa formalisasi logis tidak mencukupi sebagai dasar teori pengetahuan manusia. (Piaget, 1970)1. Ada bermacam-macam logika yang berbeda. Tidak ada satu logika yang mencukupi untuk kontruksi menyeluruh pengetahuan manusia. Juga bila semua logika yang berbeda itu disatukan, mereka tidak cukup bertalian sebagai dasar pengetahuan manusia.2. Dalam teori Godel dikatakan bahwa ada batas-batas formalisasi. Setiap sistem yang konsisten yang berisi aritmatik tidak dapat membuktikan kekonsistensinya sendiri. Setiap sistem aksiomatik selalu mengandung proposisi yang tidak dapat didemonstrasikan (aksioma) di mana proposisi-proposisi lain dapat dijelaskan berdasarkan aksioma itu. Ada pengertian-pengertian dasar yang tidak dapat didefinisikan, dimana pengertian-pengertian lain didefinisikan daripadanya. Apa dibalik aksioma yang tidak dapt didemonstrasikan dan pengertian yang tidak dapat didefinisikan ini ? Inilah persoalan strutualisme dalam logika, dan inilah persoalan yang menunjukkan ketidakkuatan dari formalisasi logis sebagai dara fundamental pengetahuan. Tampak perlunya mempertimbangkan pemikiran itu sendiri karena dari pemikiran manusialah bahwa sistem logika-logika itu berkembang dan tetap tinggal intuitif.3. Epistemologi menjelaskan pengetahuan seperti adanya dalam bidang ilmu pengetahuan. Dan ilmu pengetahuan itu tidak melalui formalisasi logis.Menurut Piaget, epistemologi genetik berkaitan baik dengan pembentukkan arti dari pengetahuan. Kita dapat bertanya dengan cara apa pikiran manusia melangkah dari suatu level pengetahuan yang kurang memadai level pengetahuan yang lebih tinggi? Jelaskan penentuan apakah suatu pengetahuan lebih rendah atau lebih tinggi punya segi formal dan normatif. Tugas para logikus dan para ahli sains untuk menentukannya. Tugas epistemologis genetik adalah menjelaskan bagaimana transmisi dibuat dari tingkat pengetahuan yang lebih rendah ke pengetahuan yang lebih tinggi. Transmisi ini jelas historis, psikologis dan kadang biologis.Piaget beranggapan bahwa ada kesejajaran antara kemajuan yang dibuat dalam organisasi logis dan rational dari pengetahuan dan proses format psikologis. Untuk melihat ini Piaget mengajak melihat bagaimana perkembangan pengetahuan logis, matematika, fisis dan lain-lain dalam perkembangan anak.Piaget membedakan antara dua aspek berpikir yang saling melengkapi aspek figuratif dan aspek operatif. Aspek figuratif merupakan imitasi keadaan sesaat dan statis. Sedangkan aspek operatif berkaitan dengan transformasi dari level pemikiran tertentu ke level yang lain. Setiap level keadaan dapat dimengerti sebagai akibat dari transformasi tertentu atau sebagai titik tolak transformasi lain. Dengan kata lain, aspek yang lebih esential dari pemikiran adalah aspek operatif. Aspek inilah yang sangat berperan dalam pembentukkan pengetahuan seseorang.Dengan cara lain diungkapkan oleh Piaget bahwa pengetahuan manusia itu pada dasarnya adalah aktif. Mengetahui adalah mengasimilasikan realitas dalam sistem-sistem transformasi. Mengetahui adalah mentransformasikan realitas untuk dapat menegerti bagaimana suatu keadaan tertentu itu terbentuk. Maka pengetahuan bukanlah tiruan pasif dari realitas. Mengetahui sesuatu adalah bertindak atas sesuatu itu. Yaitu membentuk sistem transformasi yang berkaitan dengan realitas tersebut. Memang bahwa struktur logis dan matematis adalah abstrak, sedangkan pengetahuan fisis adalah konkret. Tapi pengetahuan logis dan fisis itu diabstraksi dari apa? Menurut Piaget ada dua kemungkinan abstraksi sebagai berikut. 1. Abstraksi yang berdasarkan pada objek itu sendiri. Dalam abstraksi ini, orang itu menemukan pengertian dari sifat-sifat objek itu sendiri secara langsung. Pengetahuan kita langsung merupakan abstraksi dari objek itu. Inilah pengetahuan eksperimental atau empiris. Abstraksi ini disebut abstraksi sederhana.2. Abstraksi yang didasarkan pada koordinasi, relasi, operasi, penggunaan yang tidak langsung keluar dari sifat-sifat objek itu. Disini abstraksi ditarik tidak dari objek itu sendiri, tetapi dari tindakan terhadap objek itu. Inilah abstraksi logis dan matematis. Misalnya, berhadapan dengan 7 kelereng, seorang anak menghitung kelereng itu sampai tujuh. Ia menjajarkannya dan menghitung tetap sama 7. Ia meletakkan kelereng-kelereng di kaleng, dihitung lagi hasilnya tetap 7. Anak itu menemukan prinsip komulatif bahwa jumlah kelereng tetap sama meski susunannya berubah-ubah. Ia juga mnemukan pengertian tentang angka 7. Sifat tersebut tidak terdapat pada kelereng, tetapi pada aksi terhadap kelereng. Pengetahuan ini adalah pengetahuan matematis bukan fisis. Abstraksi kedua ini disebut abstraksi refleksif.Abstraksi pertama ditarik dari objek itu langsung memunculkan pengetahuan akan objek itu. Sedangkan abstraksi refleksif berdasarkan koordinasi tindakan terhadap objek itu. Tindakan dapat di koordinasikan dalam bermacam-macam cara. Mereka dapat dihubungkan bersama, inilah koordinasi additif. Dapat disusun satu dengan yang lain dalam urutan waktu: ini koordinasi ordinal. Dapat pula korespondensi satu dengan yang lain. Dapat juga diadakan interseksi antara tindakan. Tampak jelas bahwa semua bentuk koordinasi itu paralel dengan struktur logika. Piaget menganggap koordinasi tindakan itu menjadi dasar struktur logis seseorang. Maka akar pengertian logis tidak ditemukan dalam bahasa tersendiri, meski bahasa sangat penting, tetapi ditemukan lebih dalam koordinasi dari tindakan-tindakan, yang merupakan dasar dari abstraksi refleksif.Bagi Piaget semua pengetahuan adalah suatu kontruksi (bentukan) dari kegiatan/tindakan seseorang. Pengetahuan ilmiah itu berevolusi, berubah dari waktu ke waktu. Pemikiran ilmiah adalah sementara, tidak statis, dan merupakan proses. Pemikiran ilmiah merupakan proses kontruksi dan reorganisasi yang terus-menerus(1970). Pengetahuan bukanlah sesuatu yang ada di luar, tetapi ada dalam diri seseorang yang membentuknya. Setiap pengetahuan mengandaikan suatu interaksi dengan pengalaman. Tanpa interaksi dengan objek, seorang anak tidak dapat mengkontruksi gamabaran korespondensi satu-satu dalam matematika untuk memahami pengertian akan bilangan (Piaget, 1971).Piaget membedakan adanya tiga macam pengetahuan : (1) pengetahuan fisis, (2) matematis logis, dan (3) sosial. Masing-masing pengetahuan itu membutuhkan tindakan/kegiatan seseorang, tetapi dengan berbeda alasannya (Piaget, 1971; Wadsworth, 1989).1. Pengetahuan fisisPengetahuan fisis adalah pengetahuan akan sifat-sifat fisis dari suatu objek atau kejadian seperti bentuk, besar, kekasaran, berat, serta bagaimana objek-objek itu berinteraksi satu dengan yang lain(Piaget, 1970, 1971; Wadsworth, 1989; Althouse, 1988). Anak memperoleh pengetahuan fisis tentang suatu objek dengan mengerjakan atau bertindak terhadap objek itu melalui indranya. Pengetahuan fisik ini didapat dari abstraksi langsung akan suatu objek. Misalnya, anak bermain pasir dapat menuang pasir dari tempat yang satu ke tempat yang lain, memegang-megang pasir itu, merasakan kekerasannya, atau meletakkan di mulut, dll. Dari tindakan-tindakan itu ia membentuk dan membangun pengetahuannya akan pasir. Dalam pembentukkan pengetahuan fisis itu, bendanya sendiri (pasir) memberitahukan kepada si anak apa yang dapat ia buat dan yang tidak dapat ia buat. Feetback dan peneguhan didapat dari benda itu sendiri. Menurut Piaget, si anak tidak dapat membentuk skema yang akurat tentang pasir kecuali ia bertindak aktif terhadap pasir. Pengetahuan yang akurat akan suatu objek tidak dapat diperoleh dari membaca, melihat gambar, mendengarkan orang bicara, tetapi hanya dapat diperoleh melalui campur tangan si anak terhadap benda itu. Benda itu sendirilah akan membiarkan kita untuk mengerti sifat-sifatnya.2. Pengetahuan matematis logisPengetahuan matematis-logis adalah pengetahuan yang dibentuk dengan berpikir tentang pengalaman dengan suatu objek atau kejadian tertentu (Piaget 1970; Gallgher dan Reid, 1981). Pengetahuan ini didapatkan dari abstraksi berdasarkan koordinasi relasi ataupun penggunaan objek. Pengetahuan matematis-logis dapat berkembang hanya bila si anak bertindak terhadap benda itu. Tetapi peran dari tindakan dan benda itu berbeda. Anak itu membentuk/menciptakan pengetahuan matematis logis karena pengetahuan itu tidak ada dalam objek sendiriseperti pengetahuan fisis. Pengetahuan itu harus dibentuk dari perbuatan berpikis si anak terhadap benda itu. Benda disini hanya menjadi medium untuk membiarkan kontruksi itu terjadi. Misalnya, pengetahuan tentang konsep bilangan. Si anak dapat bermain dengan himpunan 10 keping uang. Ia mengatur uang itu berderet dan menghitungnya sepuluh. Ia meletakkan keping-keping itu di gelas, ia dapat menyusunnya vertikal, ia dalam meletakkannya dalam bakul. Waktu ia menghitungnya, selalu didapatkan 10. Melalui berbagai kegiatan itu, si anak membentuk konsep akan bilangan 10 yang tetap, meskipun keping-keping itu diletakkan di tempat yang berbeda-bdea bentuknya. Konsep 10 itu sendiri tidak terdapat dalam keping uang itu, tetapi diciptakan oleh si anak (wadsworth, 1989; Althouse, 1988). Menurut Piaget, pengetahuan ini tidak dapat diperoleh dari mambaca atau mendengarkan orang bicara tetapi dibentuk dari tindakan seseorang terhadap suatu objek.Para taraf tertentu, abstraksi pengalaman matematis tersebut dapat disimbolkan menjadi suatu logika dan matematika yang murni. Dari sini dapat dimengerti bahwa logika murni dan matematika murni dapat mengatasi pengalaman karena tidak terbatas kepada sifat-sifat fisis objek itu sendiri. Sementara sifat-sifat langsung objek atau pengalaman yang diamati. Namun, pada taraf tertentu pengetahuan fisis ini dapat digabungkan dengan konsep-konsep matematis-logis untuk menemukan suatu persepsi yang lebih tinggi.3. Pengetahuan sosialPengetahuan sosial adalah pengetahuan yang didapat dari kelompok budaya dan sosial yang secara bersama menyetujui sesuatu. Contoh pengetahuan ini ialah aturan, hukum, moral, nilai, sistem bahasa, dan lain-lain. Pengetahuan ini muncul dalam kebudayaan tertentu maka dapat berbeda antara kelompok yang satu dengan yang lain. Pengetahuan sosial tidak dapat dibentuk dari suatu tindakan seseorang terhadap suatu objek, tetapi dibentuk dari interaksi seseorang dengan orang lain. Ketika anak berinteraksi dengan orang lain, kesempatan untuk membangun pengetahuan sosial dikembangkan (Wadsworth, 1989; Althouse, 1988).Menurut Piaget, setiap pengetahuan itu pengetahuan fisis, matematis, logis, atau sosial. Yang terpenting dari pembentukkan pengetahuan itu adalah tindakan/kegiatan anak terhadap suatu benda dan interaksi dengan orang lain. Pengetahuan yang akurat tidak dapat diturunkan langsung dari membaca atau dari mendengarkan orang bicara.Pengetahuan si anak akan dunia bukanlah tiruan dari dunia yang nyata. Setiap individu, sepanjang perkembangannya, membentuk pengetahuan dan kenyataan malalui asimilasi dan akomodasi. Pengetahuan fisis, matematis, dan sosial itu diperoleh langsung dari kontruksi oleh anak itu sendiri (Piaget, 1967).Dalam the Psychology of Intelligence (1967) Piaget menyatakan bahwa struktur yang sangat diperlukan dalam pemikiran orang dewasa, seperti struktur matematis-logis, bukanlah sesuatu yang menetap pada anak, melainkan sesuatu yang mereka bentuk pelan-pelan. Setiap struktur dibentuk pelan-pelan dari kontruksi awal dan dikembangkan dalamkontruksi-kontruksi berikutnya.Meski kelihatannya banyak anak mempunyai konsepsi sama tentang sesuatu hal , tidak berarti bahwa kontruksi pribadi tidak ada. Dunia ini penuh dengan benda-benda fisis dan sosial yang bermacam-mcam. Setiap anak membentuk pengetahuan mereka akan hal-hal itu melalui asimilasi dan akomodasi. Semua benda yang ada itu memungkinkan anak membentuk pengetahuan fisis dan matematis-logis mereka. Bila benda-benda dan lingkungan yang mereka hadapi sama, ada kemungkinan bahwa kontruksi anak-anak itu ada kesamaannya. Misalnya, anak-anak menghadapi pohon cemara yang sama dalam tempat lingkungan yang sama. Dapat diharapkan bahwa pohon cemara di tempat dalam lingkungan yang lain mungkin membentuk persepsi yang lain tentang pohon cemara. Dari sini dapat dimengerti peran lingkungan, situasi, dan prasarana yang membantu persepsi anak.Perkembangan struktur kognitif dan pengetahuan adalah proses yang envolusioner dalam setiap individu. Ini terjadi dalam skemata individu yang setiap kali berubah atau berkembang. Proses asimilasi menunjukkan bahwa skemata bukanlah tiruan dari kenyataan (realitas). Akomodasi menjelaskan bahwa kontruksi ini berelasi dengan dunia nyata (Elkind dalam Wadsworth, 1989).Kritik Terhadap PiagetMenurut Matthews (1994), kontruktivisme Piaget itu terlalu personal dan individual. Piaget terlalu menekankan bagaimana seseorang membangun pengetahuannya dengan kegiatannya di dunia ini tetapi kurang menekankan pentingnya masyarakat dan lingkungan terhadap cara seseorang membangun pengetahuannya. OLoughlin (1992) juga mengkritik Piaget terlalu subjektif dan kurang sosial, padahal dalam kenyataan seseorang tidak dapat lepas dari orang-orang lain.Von Glaserfeld mengatakan bahwa dalam definisi pengetahuan Piaget pengalaman seseorang selalu termasuk interaksi sosial dengan orang-orang lain dan macam-macam hal yang penting dalam pendidikan (1988). Dalam bukunya, The Psychologi of Intelligence, Piaget juga menekankan faktor-faktor sosial dalam pengembangan intelektual anak didik. Sebelum tingkat operasional konkret lingkungan sosial tidaklah berbeda secara esensial dari lingkungan fisik, tetapi dalam taraf operasional konkret, dan khususnya dalam operasional formal, peran lingkungan sosial bagi perkembangan intelektual siswa menjadi penting.RangkumanTeori pengetahuan Piaget adalah teori adaptasi kognitif. Seperti setiap organisme selalu beradaptasi dengan lingkungannya untuk dpat mempertahankan dan memperkembangkan hidup, demikian juga struktur pemikiran manusia. Berhadapan dengan tantangan, pengalaman, gejalan yang baru, dan skema pengetahuan yang telah dipunyai, seseorang ditantang untuk menanggapinya. Dalam menanggapi pengalaman-pengalaman baru ini dapat terjadi, skema seseorang dikembangkan lebih umum dan rinci, dapat pula mengalami perubahan total karena skema yang lama tidak cocok lagi untuk menjawab dan menginterpretasikan pengalaman baru. Proses asimilasi dan akomodasi terhadap skema ini diatur otomatis oleh keseimbangan dalam pikiran manusia. Dengan cara seperti ini pengetahuan seseorang selalu berkembang. Dalam pembentukan pengetahuan, Piaget membedakan tiga macam pengetahuan : fisis, matematis-logis, dan sosial. Pengetahuan fisis didapatkan dari abstrakasi seseorang terhadap objek secara langsung, pengetahuan matematis-logis didapatkan dari abstraksi seseorang terhadap relasi dan fungsi objek secara tidak langsung, sedangkan pengetahuan sosial didapatkan dari interaksi seseorang dengan masyarakat, lingkungan, dan budaya yang ada. Bagi Piaget, pengetahuan selalu memerlukan pengalaman, baik pengalaman fisis maupun pengalaman mental.