Artikel pneumonia
description
Transcript of Artikel pneumonia
-
Evaluasi Program Pengendalian Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (Pneumonia
Balita) di Puskesmas Kutawaluya, Karawang Periode Juni 2014 sampai dengan Mei 2015
Chatrine Sutandi*
* Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Abstrak
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.
Kematian pada Balita (berdasarkan Survei Kematian Balita tahun 2005) sebagian besar disebabkan
karena pneumonia 23,6%. Period prevalence pneumonia di Indonesia yang tinggi terjadi pada
kelompok umur 1-4 tahun adalah 18,5 per mil. Upaya pemerintah dalam menekan angka kematian dasar
akibat pneumonia melalui Program Pengendalian Penyakit ISPA (P2ISPA). Di wilayah kerja
Puskesmas Kutawaluya belum diketahui keberhasilan program P2ISPA (Pneumonia Balita) untuk
periode Juni 2014 sampai dengan Mei 2015. Pada evaluasi ini, metode yang digunakan adalah melalui
pendekatan sistem dengan membandingkan cakupan dengan tolak ukur di Puskesmas Kutawaluya
periode Juni 2014 sampai Mei 2015. Hasil evaluasi didapatkan dua masalah, yaitu cakupan penemuan
penderita ISPA (Pneumonia Balita) sebesar 42,58% dari tolok ukur 86% dan cakupan pelatihan bagi
kader mengenai P2ISPA (pneumonia balita) sebesar 0% dari target 100%. Penyebab dari masalah
tersebut adalah tidak ada kerjasama dengan fasilitas kesehatan lain, tidak aktifnya kader, penemuan
penderita secara pasif dan dana APBD dari Dinas Kesehatan Karawang tidak mencukupi untuk
pelatihan kader sehingga puskesmas Kutawaluya belum mendapat kesempatan kembali untuk
mendapatkan pelatihan. Penyelesaian masalahnya adalah dengan melakukan kerja sama dengan fasilitas
kesehatan lain, melakukan pelatihan kader, melakukan penemuan penderita secara aktif, dan
melaksanakan pelatihan kader secara terpadu dengan menggunakan anggaran BOK yang sudah
direncanakan dengan baik. Setelah hal tersebut dilakukan, diharapkan pencapaian program P2ISPA
periode berikutnya dapat mengalami peningkatan.
Kata kunci: ISPA (Pneumonia Balita), P2ISPA
-
A. Latar Belakang
Infeksi Saluran Pernapasan Akut
(ISPA) disebabkan oleh virus atau bakteri.
Penyakit ini diawali dengan panas disertai
salah satu atau lebih gejala: tenggorokan
sakit atau nyeri telan, pilek, batuk kering atau
berdahak. Hingga saat ini ISPA masih
merupakan masalah kesehatan masyarakat di
Indonesia. ISPA diklasifikasikan menjadi
pneumonia dan bukan pneumonia. Kematian
pada Balita (berdasarkan Survei Kematian
Balita tahun 2005) sebagian besar disebabkan
karena pneumonia 23,6%.1
Pneumonia adalah radang paru yang
disebabkan oleh bakteri dengan gejala panas
tinggi disertai batuk berdahak, napas cepat
(frekuensi nafas >50 kali/menit), sesak, dan
gejala lainnya. WHO memperkirakan
insidens pneumonia anak-Balita di negara
berkembang adalah 0,29 episode per anak-
tahun atau 151,8 juta kasus pneumonia/
tahun, 8,7% (13, 1 juta) di antaranya
merupakan pneumonia berat dan perlu rawat-
inap.2
Karakteristik penduduk dengan ISPA
yang tertinggi terjadi pada kelompok umur 1-
4 tahun (25,8%). Period prevalence ISPA
Indonesia menurut Riskesdas 2013 (25,0%)
tidak jauh berbeda dengan 2007 (25,5%).
Berdasarkan kelompok umur penduduk,
Period prevalence pneumonia yang tinggi
terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun.
Period prevalence pneumonia Balita di
Indonesia adalah 18,5 per mil. Balita
pneumonia yang berobat hanya 1,6 per mil.
Lima provinsi yang mempunyai insiden
pneumonia Balita tertinggi adalah Nusa
Tenggara Timur (38,5), Aceh (35,6),
Bangka Belitung (34,8), Sulawesi Barat
(34,8), dan Kalimantan Tengah (32,7).
Insidens tertinggi pneumonia Balita terdapat
pada kelompok umur 12-23 bulan (21,7).
Pneumonia Balita lebih banyak dialami pada
kelompok penduduk dengan kuintil indeks
kepemilikan terbawah (27,4).2
Upaya pemerintah dalam menekan
angka kematian dasar akibat pneumonia
diantaranya melalui Peningkatan
pelaksanaan Program Pengendalian Penyakit
ISPA (P2ISPA) dengan menggunakan
pendekatan Manajemen Terpadu Balita Sakit
(MTBS) yang merupakan model tatalaksana
kasus terpadu. Konsep terpadu meliputi
penanganan pada sumber penyakit, faktor
risiko lingkungan, faktor risiko perilaku dan
kejadian penyakit dengan memperhatikan
kondisi lokal.3
Pada tahun 2012, penemuan dan
penanganan kasus pneumonia pada Balita
baru mencapai 44.2% di Jawa Barat dan
82.9% di kabupaten Karawang. Pelaksanaan
pengendalian ISPA memerlukan komitmen
-
pemerintah, berbagai sektor yang terkait dan
masyarakat dalam usaha mencapai tujuan
Millennium Development Goals (MDG) no
4, yaitu menurunkan kematian anak (Balita)
sebesar dua pertiga diantara tahun 1990 dan
2015. 3 Di wilayah kerja Puskesmas
Kutawaluya jumlah penderita ISPA
(Pneumonia Balita) pada tahun 2014 sebesar
165 balita. 4
Dalam usaha mencapai tujuan MDG
no. 4 di Indonesia maka, Puskesmas
Kutawaluya saat ini ikut melaksanakan
Program P2ISPA. Kegiatan ini bertujuan
meningkatkan cakupan penemuan dan
tatalaksana pneumonia pada Balita sekaligus
menurunkan angka morbiditas dan mortalitas
Balita di wilayah kerjanya. Oleh karena itu,
perlunya dilakukan evaluasi program
mengenai cakupan pneumonia pada Balita di
wilayah kerja Puskesmas Kutawaluya karena
belum diketahui keberhasilan program
P2ISPA (Pneumonia Balita) untuk periode
Juni 2014 sampai dengan Mei 2015. 4
B. Masalah
Permasalahan yang ada:
1. Kematian pada Balita (berdasarkan
Survei Kematian Balita tahun 2005)
sebagian besar disebabkan karena
pneumonia 23,6%.
2. WHO memperkirakan insidens
pneumonia anak-Balita di negara
berkembang adalah 0,29 episode per
anak-tahun atau 151,8 juta kasus
pneumonia/ tahun.
3. Menurut Riskesdas tahun 2013, Period
prevalence ISPA Indonesia (25,0%) tidak
jauh berbeda dengan 2007 (25,5%).
Berdasarkan kelompok umur penduduk,
Period prevalence pneumonia yang
tinggi terjadi pada kelompok umur 1-4
tahun, Period prevalence pneumonia
Balita di Indonesia adalah 18,5 per mil.
Balita pneumonia yang berobat hanya 1,6
per mil.
4. Pada tahun 2012, penemuan dan
penanganan kasus pneumonia pada Balita
baru mencapai 44.2% di Jawa Barat dan
82.9% di kabupaten Karawang. Di
wilayah kerja Puskesmas Kutawaluya
jumlah penderita ISPA (Pneumonia
Balita) pada tahun 2014 sebesar 165
balita.
5. Di wilayah kerja Puskesmas Kutawaluya
belum diketahui keberhasilan program
P2ISPA (Pneumonia Balita) untuk
periode Juni 2014 sampai dengan Mei
2015.
C. Materi
Materi yang dievaluasi terdiri dari
laporan bulanan hasil kegiatan Puskesmas
mengenai program pemberantasan infeksi
-
saluran pernapasan akut (pneumonia Balita)
di wilayah kerja Puskesmas Kutawaluya
periode Juni 2014 sampai dengan Mei 2015.
1.Meliputi:
a. Penemuan penderita ISPA
(pneumonia Balita)
b. Penentuan diagnosa ISPA
(pneumonia Balita)
c. Pengobatan penderita ISPA
(pneumonia Balita)
d. Rujukan penderita ISPA (pneumonia
Balita)
e. Penyuluhan ISPA (pneumonia Balita)
f. Peran serta masyarakat melalui
pelatihan dan pendidikan kader
g. Pencatatan dan pelaporan mengenai
kasus ISPA (pneumonia Balita).
2. Data kependudukan (demografi) dari
Kecamatan Kutawaluya tahun 2014.
D. Metode
Membandingkan cakupan terhadap
target yang ditetapkan dengan menggunakan
pendekatan system.
E. Tolak Ukur Keberhasilan
Tolak ukur merupakan nilai acuan
yang telah ditetapkan dan digunakan sebagai
target yang harus dicapai pada tiap-tiap
variabel sistem, yang meliputi masukan,
proses, keluaran, lingkungan, dan umpan
balik pada program tertentu. Digunakan
sebagai pembanding atau target yang harus
dicapai dalam program P2ISPA (Pneumonia
Balita).
F. Metode Pelaksanaan
1. Penemuan penderita pneumonia
Passive case finding yaitu penemuan
penderita ISPA (meliputi Infeksi saluran
pernapasan bagian atas dan bawah) yang
berobat ke poli MTBS Puskesmas dengan
gejala-gejala sebagai berikut: batuk, pilek,
demam, sesak napas +/-.7
2. Penentuan diagnosis ISPA
Penegakan diagnosis ISPA
Pneumonia dan non Pneumonia dilaksanakan
melalui anamnesa (mengajukan pertanyaan
kepada ibu) dan pemeriksaan fisik Balita
dengan cara melihat dan mendengarkan
pernapasan (saat Balita tenang, tidak
menangis, tidak meronta) dengan
menghitung frekuensi napas menggunakan
sound timer selama 60 detik.
Berdasarkan pada hasil pemeriksaan,
klasifikasi penyakit ISPA dibedakan untuk
untuk golongan umur < 2 bulan dan untuk
golongan umur 2 bulan - < 5 tahun. 7
-
3. Pelayanan pengobatan penderita ISPA
Tabel 1. Klasifikasi Penyakit < 2 Bulan. 7
Tabel 2. Klasifikasi Penyakit 2 Bulan- < 5 Tahun. 7
4. Rujukan penderita dengan Pneumonia berat
Setiap bayi dan anak Balita dengan
Pneumonia berat dengan tanda bahaya umum
harus segera dirujuk ke Rumah Sakit untuk
pemeriksaan lebih lanjut. 7
- Tanda bahaya umum yang perlu
diwaspadai yang menyertai anak dengan
batuk pada umur < 2 bulan yaitu : Kurang
mau minum, kejang, kesadaran menurun,
stridor, wheezing, demam atau terlalu
dingin.
- Tanda bahaya yang perlu diwaspadai yang
menyertai anak dengan batuk pada umur 2
bulan sampai < 5 tahun yaitu : tidak bisa
minum, kejang, kesadaran menurun,
stridor, gizi buruk. 7
5. Penyuluhan
Penyuluhan dilakukan secara:
Perorangan, digunakan wawancara
dengan orang tua dan memberikan semua
informasi mengenai tanda bahaya ISPA
(Pneumonia Berat).
Kelompok, menggunakan metode
ceramah, diskusi kelompok atau poster. 7
6. Pelatihan Kader
Dilakukan 1x/ tahun. Dengan tujuan
memberikan pengetahuan kepada para kader
berupa pengenalan mengenai gejala penyakit
ISPA ringan, sedang dan berat berdadarkan
perhitungan frekuensi napas dengan
Tanda Ada napas cepat: >
60x/mnt
Atau
Ada tarikan dinding dada
bag.bawah
kedalam yang kuat
(tddk kuat)
Tidak ada napas cepat
Atau
Tidak ada tddk
Klasifikasi
Pneumonia berat
Bukan pneumonia
Tindakan Rujuk segera ke
sarana rujukan
Ab 1 dosis
Beri nasehat cara perawatan di
rumah
Jaga agar bayi tdk kedinginan
Teruskan pemberian asi & beri asi lebih
sering
Bersihkan hidung bila tersumbat
Anjurkan kembali kontrol bila:
Keadaan bayi memburuk
Napas menjadi cepat
Bayi sulit bernapas Bayi sulit untuk
minum
Tanda Ada TDDK
Tidak ada tddk
Ada napas cepat:
2bl- 50x/mnt
1th-
40x/mnt
Tidak ada tddk
Dan
Tidak ada napas cepat
klasifikasi Pneumonia berat
Pneumonia Bukan pneumonia
Tindakan Rujuk segera
ab 1 dosis bila
Jauh
dari Sarana
rujukan
Obati bila
demam dan
wheezi
ng
Rawat di rumah
ab 3 hari ku 2 hari/
lbh cepat Obati bila
demam
dan
wheezing
jika batuk > 30hr Rujuk
pemeriksaan lanjutan
rawat di rumah
Obati bila demam dan wheezing
-
menggunakan sound timer atau jam tangan,
serta usaha-usaha pencegahan ISPA. 7
7. Pencatatan dan pelaporan
Dengan menggunakan system SP2TP:
Kasus ISPA sedang (Pneumonia) dan ISPA
berat (Pneumonia Berat) dilaporkan dalam
formulir LB3 sebagai Pneumonia. 7
G. Perumusan Masalah
Dari pembahasan Evaluasi Program
P2ISPA Pneumonia Balita di Puskesmas
Kutawaluya periode Juni 2014 sampai
dengan Mei 2015 didapatkan beberapa
masalah seperti berikut:
1. Masalah menurut keluaran
a. Cakupan penderita pneumonia balita
sebesar 42,58% dari target 86%.
b. Cakupan pelatihan bagi kader
mengenai P2ISPA (pneumonia balita)
sebesar 0% dari target 100%.
2.Masalah menurut unsur lain (Penyebab
Masalah) :
a. Dari Masukan
- Kader Pneumonia sebanyak 50 orang dari
jumlah seharusnya 70 orang (10 orang/
desa).
- Kader yang ada tidak aktif.
- Hanya ada 2 buah sound timer dari tolak
ukur 3 buah sound timer.
b. Dari Proses (Pelaksanaan)
- Pelatihan bagi kader tidak dilaksanakan.
c. Dari lingkungan
1) Fisik
- Rumah sehat: hanya sekitar 3.824 rumah
dari 8.805 rumah yang ada. Tempat
pembuangan sampah tidak ada (lebih
banyak dibakar dan ditimbun).
2) Non Fisik
- Kerjasama dengan fasilitas kesehatan
lain : Fasilitas kesehatan yang lain
seperti Balai Pengobatan Swasta (BPS)
tidak memberikan laporan penemuan
penderita ISPA (pneumonia Balita) ke
Puskesmas.
H. Penyelesaian masalah
Masalah 1: Cakupan penderita pneumonia
balita sebesar 42,58%dari target 86%.
Penyebab Masalah:
1. Tidak dilakukannya perencanaan dan
pelaksanaan pencatatan kasus ISPA
(Pneumonia Balita) di fasilitas kesehatan
lain seperti Balai Pengobatan Swasta
(BPS) di wilayah kerja Puskesmas
2. Penemuan penderita ISPA (Pneumonia
Balita) dilakukan secara pasif. Dalam hal
ini penderita yang datang ke Puskesmas.
Penyelesaian Masalah:
1. Petugas Puskesmas melakukan kerja
sama dengan fasilitas kesehatan lain
untuk ikut melakukan pencatatan dan
melaporkannya ke Puskesmas.
-
2. Memberikan pedoman penentuan
diagnosa ISPA (Pnemonia) balita dan
teknik pencatatan kasus yang ditemukan.
3. Memberdayakan masyarakat bersama
para kader terlatih untuk melakukan
active case finding. Secara aktif
menemukan penderita baru dan penderita
pneumonia yang seharusnya datang
untuk kunjungan ulang 2 hari setelah
berobat.
Masalah 2: cakupan pelatihan bagi kader
mengenai P2ISPA (pneumonia balita)
sebesar 0% dari target 100%.
Penyebab Masalah:
1. Dana BOK pada tahun 2014 terbatas
untuk pelatihan Kader Posyandu.
2. Pelatihan kader masih sendiri-sendiri
(belum terpadu).
Penyelesaian Masalah:
1. Perencanaan anggaran BOK di tahun
2015 untuk melaksanakan pelatihan
kader.
2. Pelaksanaan kader secara terpadu.
I. Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Dari hasil evaluasi yang telah
dilakukan pada program Pemberantasan
Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut
(P2ISPA) di Puskesmas kutawaluya periode
Juni 2014 sampai dengan Mei 2015,
didapatkan:
1. Cakupan penderita ISPA (Pneumonia
Balita) adalah sebesar 42,58%.
2. Cakupan penentuan diagnosis penderita
ISPA (Pneumonia Balita) adalah sebesar
100%.
3. Cakupan pelaksanaan pengobatan penderita
ISPA (Pneumonia Balita) adalah sebesar
100%
4. Jumlah rujukan kasus ISPA (Pneumonia
Balita) tidak ada.
5. Cakupan penyuluhan perorangan dan
kelompok adalah sebesar 100%
6. Cakupan pelatihan kader untuk deteksi dini
penderita ISPA (Pneumonia Balita) adalah
0%.
7. Pencatatan dan pelaporan penderita ISPA
(Pneumonia Balita) dilakukan 100%
sesuai tolok ukur.
8. Masih belum berhasilnya pelaksanaan
program P2ISPA (Pneumonia Balita) di
Puskesmas Kutawaluya karena masih
ada masalah-masalah di program ini.
Saran
Agar kegiatan cakupan penemuan
penderita pneumonia balita di Puskesmas
Kutawaluya di periode yang akan datang
dapat berhasil dan berjalan dengan baik,
maka disarankan kepada Kepala
-
Puskesmas sebagai penanggung jawab
program untuk :
1. Meningkatkan koordinasi lintas
program (seperti promosi kesehatan,
bidan desa dan sebagainya) dan
kerjasama lintas sektoral (seperti
mengikuti rapat mingguan desa dan
kecamatan, mengadakan kerjasama
dengan fasilitas kesehatan lain dalam
hal pencatatan dan pelaporan penderita
Pneumonia ke Puskesmas).
2. Memberdayakan masyarakat bersama
para kader terlatih agar lebih aktif
dalam penjaringan dan pelaporan kasus
pneumonia balita.
3. Melakukan pelatihan kepada kader
secara terpadu dengan menggunakan
anggaran BOK yang sudah
direncanakan dengan baik.
Melalui saran di atas diharapkan
dapat membantu dalam keberhasilan
program Pengendalian Penyakit ISPA
(Pneumonia Balita) pada periode yang akan
datang di Wilayah Kerja Puskesmas
Kutawaluya, sehingga permasalahan yang
timbul dapat teratasi.
Daftar Pustaka
1. Kementerian Kesehatan RI. Modul
tatalaksana standar pneumonia. Jakarta :
Kementerian Kesehatan RI; 2010.h. 1-54.
2. Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.
Riset kesehatan dasar. Jakarta:
Kementrian Kesehatan RI; 2013.h. 65-8.
3. Weber M, Fransisca, Said M, dkk.
Pneumonia balita. Buletin Jendela
Epidemiologi 2010: Vol 3, 1-36.
4. Data Pencatatan dan Pelaporan Bulanan
Periode Juni 2014 sampai Mei 2015
Program P2ISPA (Pneumonia)
Puskesmas Kutawaluya.
5. Susanto DH. Pedoman evaluasi program.
Jakarta: UKRIDA; 2011.h. 6-10.
6. Data Demografi UPTD Puskesmas
Kutawaluya tahun 2014.
7. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman
pengendalian infeksi saluran pernapasan
akut. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI;
2012. h. 1-31.