artikel ilmiah

20
1 PERBEDAAN PROPORSI TERJADINYA GANGGUAN KOGNTIF MENURUT USIA TERJADINYA STROKE NON HEMORAGIK DI RUMAH SAKIT MARGONO SOEKARJO M. Rizki Fadlan Jurusan Kedokteran Fakultas Kedokteran dan Ilmu – Ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto Korespondensi : M. Rizki Fadlan ([email protected]) ABSTRAK Stroke Non Hemoragik (SNH) menyebabkan kecacatan bukan hanya secara fisik melainkan juga menyebabkan gangguan fungsi kognitif. Pada keadaan yang parah, kecacatan yang ditimbulkan akibat SNH akan mempengaruhi kualitas hidup pasien maupun keluarganya karena seringkali memerlukan perawatan yang serius dalam jangka waktu yang panjang. Gangguan fungsi kognitif akan membuat dampak yang lebih buruk bagi rehabilitasi pasien stroke diantaranya menyebabkan depresi pasca Stroke. Usia Merupakan salah satu faktor yang berpran dalam menyababkan terjadinya gangguan fungsi kognitif pasca SNH. Oleh karena itu penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui perbedaan proporsi terjadinya penurunan fungsi kognitif antara usia terjadinya SNH lebih dari 55 tahun dan kurang dari 55 tahun. Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional , pengambilan sampel menggunakan non probability sampling dengan teknik conceutive sampling. Sampel penelitian berjumlah 42 orang (21 orang berusia > 55 tahun dan 21 orang berusia < 21 tahun). Sampel penelitian adalah pasien SNH baik di Instalasi rawat inap syaraf maupun di Instalasi Rawat Jalan penyakit saraf RSMS. Hasil penelitian didaptkan pasien dengan gangguan fungsi kognitif sebanyak 19 orang (45,2%). Terdapat perbedaan proporsi yang bermakna usia penderita SNH > 55 tahun dan < 55 tahun yang mengalami gangguan fungsi kognitif pasca SNH ( p = 0,01 dan Rasio Prevalens 10,625) . Variabel luar pada penelitian ini tidak berpengaruh secara signifikan ( P>0,05). Kesimpulan pada penelitian ini

Transcript of artikel ilmiah

Page 1: artikel ilmiah

1

PERBEDAAN PROPORSI TERJADINYA GANGGUAN KOGNTIF

MENURUT USIA TERJADINYA STROKE NON HEMORAGIK

DI RUMAH SAKIT MARGONO SOEKARJO

M. Rizki Fadlan

Jurusan Kedokteran Fakultas Kedokteran dan Ilmu – Ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman

PurwokertoKorespondensi : M. Rizki Fadlan ([email protected])

ABSTRAK

Stroke Non Hemoragik (SNH) menyebabkan kecacatan bukan hanya secara fisik melainkan juga menyebabkan gangguan fungsi kognitif. Pada keadaan yang parah, kecacatan yang ditimbulkan akibat SNH akan mempengaruhi kualitas hidup pasien maupun keluarganya karena seringkali memerlukan perawatan yang serius dalam jangka waktu yang panjang. Gangguan fungsi kognitif akan membuat dampak yang lebih buruk bagi rehabilitasi pasien stroke diantaranya menyebabkan depresi pasca Stroke. Usia Merupakan salah satu faktor yang berpran dalam menyababkan terjadinya gangguan fungsi kognitif pasca SNH. Oleh karena itu penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui perbedaan proporsi terjadinya penurunan fungsi kognitif antara usia terjadinya SNH lebih dari 55 tahun dan kurang dari 55 tahun. Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional , pengambilan sampel menggunakan non probability sampling dengan teknik conceutive sampling. Sampel penelitian berjumlah 42 orang (21 orang berusia > 55 tahun dan 21 orang berusia < 21 tahun). Sampel penelitian adalah pasien SNH baik di Instalasi rawat inap syaraf maupun di Instalasi Rawat Jalan penyakit saraf RSMS. Hasil penelitian didaptkan pasien dengan gangguan fungsi kognitif sebanyak 19 orang (45,2%). Terdapat perbedaan proporsi yang bermakna usia penderita SNH > 55 tahun dan < 55 tahun yang mengalami gangguan fungsi kognitif pasca SNH ( p = 0,01 dan Rasio Prevalens 10,625) . Variabel luar pada penelitian ini tidak berpengaruh secara signifikan ( P>0,05). Kesimpulan pada penelitian ini usia terjadinya SNH merupakan factor risiko terjadinya gangguan fungsi kognitif pasca SNH.

Kata Kunci :

Usia, SNH, Gangguan Kognitif,

Pendahuluan

Menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga tahun 1995 dan Survey Kesehatan

Masyarakat (Surkesmas) tahun 2001, penyakit utama penyebab kematian adalah penyakit

sistem sirkulasi yaitu sebanyak 24,4%. Stroke merupakan penyakit sirkulasi dengan prevalensi

terbanyak. Prevalensi stroke di Indonesia adalah 8,3 per 1.000 penduduk pada tahun 2007

Page 2: artikel ilmiah

2

(Riset Kesehatan Dasar, 2007). Angka kejadian stroke pada kelompok usia lebih dari 65 tahun

adalah 63,52 per 100.000 penduduk ( Yayasan Stroke Indonesia, 2004 ).

Stroke non hemoragik (SNH) merupakan jenis stroke yang paling banyak di jumpai di

banding stroke yang lain. Penelitian di Taiwan dilaporkan bahwa insidensi stroke non

hemoragik adalah 71%, stroke hemoragik intra serebral 22%, dan stroke hemoragik

subarakhnoid 1%. Sedangkan penelitian pasien stroke di Hiroshima dan Nagasakhi dilaporkan

bahwa stroke non hemoragik 75,5%, stroke hemoragik intra serebral 17,4% dan stroke

hemoragik subarakhnoid 5,3% (Tatemichi, et al, 2004). Penelitian di Jogjakarta tahun 1997

pada 5 rumah sakit didapatkan stroke non hemoragik 73,9%, stroke hemoragik intra serebral

24,5% dan stroke hemoragik subarakhnoid 1,6% (Lamsudin,1998).

Stroke menyebabkan kecacatan bukan hanya secara fisik melainkan juga gangguan

kognitif secara bermakna. Pada keadaan yang parah, kecacatan yang ditimbulkan akibat stroke

akan mempengaruhi kualitas hidup pasien maupun keluarganya karena seringkali memerlukan

perawatan yang serius dalam jangka waktu yang panjang (Martini, 2004). Gangguan kognitif

adalah suatu gangguan fungsi luhur otak berupa orientasi, perhatian, konsentrasi, daya ingat,

dan bahasa serta fungsi intelektual. Insiden gangguan kognitif pada usia lanjut meningkat

seiring dengan bertambahnya umur. Seiring proses menua, terjadi pula penurunan jumlah sel

neuron pada otak secara bertahap yang mengakibatakan terjadinya gangguan kognitif. Fungsi

kognitif yang baik sangat diperlukan agar seseorang dapat meningkatkan kualitas hidup

terutama optimalisasi status fungsional, keadaan umum, memulihkan produktivitas,

kreativitas, dan perasaan bahagianya.

Gangguan kognitif dapat berkembang menjadi demensia, suatu sindrom gangguan

kognitif irreversible yang ditandai oleh gangguan berfikir, aktifitas harian dan gangguan

fungsi sosial (Yafee et al, 2001). Penelitian di Singapura (2004) melaporkan bahwa gangguan

kognitif banyak muncul pada pasien stroke. Prevalensi pasien stroke yang menderita gangguan

kognitif mencapai 54,5 % di Singapura, prevalensi pasien stroke yang mengalami gangguan

kognitif mencapai 35 % di Jepang, dan prevalensi pasien stroke yang mengalami gangguan

kognitif di RSU dr. Soetomo mecapai 57% (Tatemichi et al, 2004, Sanjiv, 2006, Martini,

2004). Pada tahun 2009, prevalensi pasien stroke di RSUD Margono Soekarjo yang

mengalami demensia mencapai 30% ( Astarin, 2009).

Page 3: artikel ilmiah

3

MMSE dianjurkan oleh American Neuropsyciatric Association sebagai alat skreening

rutin untuk mengidentifikasi gangguan kognitif dalam praktek klinis dan penelitian. MMSE

adalah salah satu tes kognitif umum dengan komponen orientasi, atensi, kalkulasi, bahasa, dan

kemampuan mengulang (recall). Tes ini memiliki sensitivitas yang 81% dalam menilai

gangguan kognitif dan sering dipergunakan untuk uji tapis gangguan kognitif ringan maupun

peningkatan risiko untuk menderita demensia tahap awal (Kanaya & Elizabeth, 2004).

Penelitian di Rumah sakit Margono Soekarjo Oleh Astarin Andiani pada tahun 2009

telah dilakukan mengenai prevalensi pasien demensia pasca stroke, akan tetapi studi mengenai

usia terjadinya stroke non hemoragik terhadap gangguan kognitif belum dilakukan. Gangguan

kognitif pasca stroke merupakan prediktor terjadinya demensia vaskuler (Pohjasvaara, 2002).

Studi ini dapat menjadi uji tapis untuk mengetahui proporsi terjadinya gangguan kogntif pasca

stroke non hemoragik, sehingga dapat dilakukan upaya pencegahan dan edukasi bagi pasien

stroke non hemoragik yang mengalami gangguan kognitif agar tidak berkembang menjadi

demensia vaskuler ataupun depresi pasca stroke. Studi ini perlu dilakukan untuk mengetahui

perbedaan proporsi terjadinya gangguan kognitif antara usia terjadinya stroke non hemoragik

lebih dari 55 tahun dan kurang dari 55 tahun.

Metode

Peneitian ini merupakan penelitian observational analitik dengan rancangan cross-

sectional yaitu penelitian analitik yang menyangkut besarnya rasio prevalens (Sudigdo, 2005).

Semua pasien stroke non hemoragik yang telah melewati fase akut di instalasi rawat inap dan

jalan penyakit saraf RSUD Margono soekarjo periode Desember 2010 – Januari 2011. Teknik

pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan nonprobability sampling dengan

menggunakan consecutive sampling, semua pasien stroke baik laki laki, maupun perempuan,

telah melewati fase akut, merupakan serangan stroke non hemoragik pertama. Kriteria

eksklusi pada penelitian ini adalah Pasien SNH dengan gangguan kognitif sebelumnya, afasia,

kebutaan atau tuli, depresi berat, dan koma. Untuk mengetahui adanya gangguan kognitif

sebelumnya digunakan indeks barthel sedangkan untuk mengetahui adanya depresi

berdasarkan rekam medis pasien.

Sampel pada penelitian ini berjumlah 42 orang ( 21 orang berusia < 55 tahun dan 21

orang berusia 21 tahun). Peneliti memperoleh data mengenai usia, riwayat DM, lokasi lesi

berdasarkan hasil CT Scan, riwayat hiperkolestrolemia, riwayat hipertensi, dan depresi berat di

Page 4: artikel ilmiah

4

bagian rekam medik RSMS. Pasien kemudian di kelompokkan sesuai dengan kriteria inklusi

guna dilakukan pengumpulan data primer. Data primer meliputi fungsi kognitif dan tingkat

pendidikan pasien.

Pasien ataupun keluarganya diminta menandatangani lembar persetujuan informed

concent sebelum dilakukan pengambilan data primer. Kemudian di lakukan wawancara

lansung dengan keluarga pasien untuk pemeriksaan index barthel terlebih dahulu, pasien

dengan hasil index barthel lebih dari 80 dan yang telah sesuai dengan kriteria inklusi lainnya

kemudian di catat identitas (Nama, umur dan pendidikan akhir) berdasarkan wawancara

langsung kemudian responden di periksa fungsi kognitif nya menggunakan Mini Mental State

Examination (MMSE).

Analisis data pada penelitian ini menggunakan program analisis statistik komputer.

Analisis univariat pada penelitian ini menggambarkan distribusi frekuensi dan persentase pada

setiap variabel (usia, tingkat pendidikan, riwayat hiperkolestrolemia, riwayat diabetes mellitus,

riwayat hipertensi, lokasi lesi, dan nilai MMSE). Analisis bivariat pada penelitian ini

menggunakan analisis Chisquare.

Hasil

Selama periode penelitian (16 Desember 2010 - 15 Januari 2011) didapatkan jumlah

pasien stroke yang berobat di instalasi rawat jalan penyakit saraf Rumah Sakit Margono

Soekarjo sebanyak 163 Orang. Insidensi SNH pada pasien rawat jalan sebayak 120 orang.

Selama periode penelitian didapatkan jumlah pasien Stroke yang di rawat di instalasi rawat

inap (Ruang Mawar, Ruang Dahlia, dan Ruang Asoka) Rumah Sakit Margono Soekarjo

sebanyak 55 Orang. Insidensi pasien SNH di Instalasi Rawat Inap mencapai 40 orang.

Sampel minimal yang telah ditetapkan dalam penelitian ini sebanyak 21 orang untuk

masing masing kelompok umur sehingga total sampel menjadi 42 orang. Sampel penelitian

yang berasal dari instalasi rawat inap sebanyak 25 orang, sedangkan yang berasal dari instalasi

rawat jalan sebanyak 17 orang. Untuk mengekslusi adanya riwayat gangguan kognitif

sebelumnya pada sampel penelitian digunakan Indeks Barthel. Rerata indeks barthel pada

penelitian ini adalah 90.52 (SD=5,6). Berikut ini merupakan tabel karakteristik sampel

penelitian :

Page 5: artikel ilmiah

5

Tabel 4.1. Karakteristik Sampel Penelitian

Rerata

skor penilaian MMSE sampel adalah 26,5 (SD=1,94). Skor MMSE < 27 pada sampel

sebanyak 20 orang, sedangkan skor MMSE ≥ 27 pada sampel sebanyak 22 orang. Sampel

dengan peningkatkan risiko demensia (Skor MMSE < 23) sebanyak 1 orang. Berikut ini

merupakan tabel skor MMSE pada sampel peneitian :

Tabel 4.2. Nilai MMSE pada Sampel Penelitian

Variabel Penelitian Jumlah Persentase

Usia ≥55 tahun : 21

< 55 tahun : 21

21/42

21/42

Jenis Kelamin Laki Laki : 22

Perempuan : 20

22/42

20/42

Riwayat Hipertensi Memiliki Riwayat Hipertensi: 37

Tidak Memiliki Riwayat Hipertensi: 3

37/42

3/42

Riwayat Diabetes Mellitus Memiliki Riwayat Diabetes mellitus: 5

Tidak memiliki Riwayat Diabetes mellitus: 37

5/42

37/42

Riwayat Hiperkolestrolemia Memiliki Riwayat Hiper kolestrolemia : 4

Tidak memiliki riwayat hiperkolestrolemia : 38

4/42

38/42

Pedidikan terakhir Tamat SMP : 35

Tidak Tamat SMP : 7

35/42

7/42

Lokasi Lesi Kortex + Sub Kortex : 8

Non Kortex : 34

8/42

34/42

Gangguan kognitif Skor MMSE < 27 : 19

Skor MMSE ≥ 27 : 23

19/42

23/42

SKOR MMSE Usia >55 tahun Usia < 55 tahun

22.00 1 0

23.00 1 0

24.00 2 2

25.00 6 0

26.00 5 2

27.00 2 10

28.00 2 3

29.00 1 2

30.00 1 2

Total 42 100.0

Page 6: artikel ilmiah

6

Usia merupakan variabel yang memiliki perbedaan proporsi yang bermakna dalam

menyebabkan gangguan kognitif (p = 0,001). Hasil analisis menunjukkan bahawa proporsi

gangguan kognitif pada sampel penelitian yang terjadi pada usia ≥ 55 tahun sebesar 17/21,

sedangkan proporsi gangguan kognitif yang terjadi pada sampel penelitian dengan usia < 55

tahun sebesar 4/21. Rasio prevalens (RP) = 3,75 (95% CI = 1,4 sampai dengan 9,4) , yang

berarti pasien SNH dengan usia ≥ 55 tahun memiliki peningkatan risiko 3,75 kali untuk

menderita gangguan kognitif pasca SNH.

Variabel tingkat pendidikan yang diteliti pada penelitian ini dibagi berdasarkan 2

golongan, yaitu individu dengan tingkat pendidikan tamat SMP dan individu dengan tingkat

pendidikan tidak tamat SMP. Hasil penghitungan tidak memenuhi syarat untuk uji Chi- square

, olehkarenanya digunakan uji fisher. Hasil uji fisher didapatkan antara tingkat pendidikan

dengan gangguan kognitif tidak menunjukkan perbedaan proporsi yang bermakna (p = 0,428).

Nilai RP = 1,7 (95% CI= 0,503 sampai dengan 5,75) yang berarti bahwa pasien stroke non

hemoragik (SNH) dengan tingkat pendidikan tidak tamat SMP belum tentu memiliki resiko

terjadinya gangguan kognitif pasca SNH.

Variabel riwayat Diabetes mellitus (DM) pada penelitian ini tidak menunujukkan

perbedaan proporsi yang bermakna. Hasil uji chi-square tidak memenuhi syarat untuk

dilakukan, sehingga dilakukan uji fisher, hasil uji fisher antara riwayat DM pada sampel

penelitian dengan gangguan kognitif tidak didapatkan perbedaan proporsi yang bermakna (p =

1,00). RP = 0,871 (95% CI = 0,28 sampai dengan 2,92) yang berarti riwayat DM pada sampel

penelitian belum tentu merupakan faktor risiko terjadinya gangguan kognitif pasca SNH.

Sampel penelitian dengan riwayat DM yang mengalami gangguan kognitif sebanyak 2/5.

Variabel riwayat hiperkolestrolemia pada penelitian ini tidak menunujukkan perbedaan

proporsi yang bermakna. Hasil uji chi-square tidak memenuhi syarat, sehingga dilakukan uji

fisher. Hasil uji fisher antara riwayat hiperolestrolemia pada sampel penelitian dengan

gangguan kognitif tidak didapatkan perbedaan bermakna (p = 0,393). Nilai RP = 0,37

(95%CI=0,035 sampai dengan 3,88), hal ini berarti riwayat DM pada sampel penelitian belum

tentu merupakan faktor risiko terjadinya gangguan kognitif pasca SNH.

Variabel riwayat hipertensi pada penelitian ini tidak menunjukkan perbedaan yang

bermakna. Hasil uji chi-square tidak memenuhi syarat untuk dilakukan sehingga dilakukan uji

Page 7: artikel ilmiah

7

fisher. Hasil uji fisher antara riwayat hipertensi pada sampel penelitian dengan gangguan

kognitif tidak didapatkan perbedaan bermakna (p = 1,00). Nilai RP = 1,385 (95% CI=0,27

sampai dengan 7,1). Hal ini berarti riwayat DM pada sampel penelitian belum tentu menjadi

faktor risiko gangguan kognitif pasca SNH.

Variabel lokasi lesi yang diteliti pada penelitian ini dibagi menjadi 2 golongan, yaitu

individu dengan lokasi lesi di korteks-subkorteks dan non-korteks. Hasil penghitungan uji Chi-

square tidak memenuhi syarat untuk dilakukan sehingga dilakukan uji fisher, hasil uji fisher

antara lokasi lesi dengan gangguan kognitif tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna (p =

1,00). Nilai RP = 1,13 (95%CI =0,271 sampai dengan 5,933). Hal ini berarti lesi kortex dan

subkortex pada penelitian ini belum tentu merupakan faktor risiko gangguan kognitif pasca

SNH.

Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa insidensi SNH (73,4 %) selama periode

penelitian di RSMS lebih banyak daripada insidensi pasien Stroke Hemoragik (26,6%). Hasil

penelitian ini sama dengan penelitian sebelumnya yaitu penelitian yang telah dilakukan di

Taiwan dilaporkan bahwa insidensi stroke non hemoragik adalah 71%, stroke hemoragik intra

serebral 22%, dan stroke hemoragik subarakhnoid 1%. Sedangkan penelitian pasien stroke di

Hiroshima dan Nagasakhi dilaporkan bahwa stroke non hemoragik 75,5%, stroke hemoragik

intra serebral 17,4% dan stroke hemoragik subarakhnoid 5,3% (Tatemichi, et al, et al, 2004).

Penelitian di Jogjakarta tahun 1997 pada 5 rumah sakit didapatkan stroke non hemoragik

73,9%, stroke hemoragik intra serebral 24,5% dan stroke hemoragik subarakhnoid 1,6%

(Lamsudin,1998).

Hasil penelitian menunujukkan bahwa rerata usia pada pasien SNH pada penelitian ini

57,9 tahun. Rerata usia tersebut lebih rendah dibandingkan rerata penelitian di Singapura yaitu

sebesar 71,5 tahun, sedangkan rerata usia pasien stroke berdasarkan penelitian di Jepang

sebesar 75 tahun (Tatemichi et al,Sanjiv, 2006). Hasil penelitian ini mendukung pernyataan

YASTROKI (2004), yaitu di Indonesia telah terjadi pergeseran onset SNH pada usia yang

lebih muda. Peningkatan usia merupakan faktor risiko terjadinya SNH, kemunduran sistem

pembuluh darah meningkat seiring bertambahnya umur. Sehingga semakin bertambah umur,

semakin tinggi risiko menderita Stroke (Martini, 2004).

Page 8: artikel ilmiah

8

Hasil penelitian menunjukkan bahwa insidensi gangguan kognitif pada pasien SNH

sebanyak 19/42. Insidensi gangguan kognitif tersebut lebih kecil dibandingkan insidensi

gangguan kognitif pasca SNH yang telah di teliti di Singapura sebanyak 54,5% dan di RS. Dr.

Soetomo sebanyak 57% (Sanjiv, 2006, Martini, 2004). Akan tetapi insidensi gangguan

kognitif pada penelitian ini lebih banyak daripada penelitian yang telah dilakukan di Jepang

yaitu sebanyak 35% (Tatemichi et al, 2004).

Perbedaan proporsi terjadinya gangguan kognitif menurut usia terjadinya SNH di

RSMS

Penelitian ini meneliti apakah terdapat perbedaan proporsi terjadinya gangguan

kognitif antara usia terjadinya SNH lebih dari 55 tahun dengan usia terjadinya SNH kurang

dari 55 tahun. Hipotesis yang peneliti ajukan adalah terdapat perbedaan bermakna terjadinya

gangguan kognitif antara usia terjadinya stroke lebih dari 55 tahun dan kurang dari 55 tahun

pada pasien stroke non hemoragik. Hasil penelitian menunujukkan perbedaan proporsi hasil

hitung yang berbeda makna secara statistik (p=0,001, RP= 3,75 (95%CI=1,4-9,4) mendukung

hipotesis penelitian. Hasil penelitian ini mendukung hasil peneltian sebelumnya yang

menyatakan bahwa terdapat hubungan antara peningkatan usia terjadinya SNH dengan

gangguan kognitif pada pasien SNH (Martini, 2004, Charles, 2003, Sanjiv,2006, Allan, et al ,

1998). Akan tetapi, hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Tatemichi et al, (2004)

dan Ueda et al (1992) yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara

usia terjadinya SNH dengan gangguan kognitif pasca SNH.

Penelitian ini mendukung teori yang menyatakan usia terjadinya SNH merupakan

faktor risiko terjadinya gangguan kognitif. Menurut Charles (2003), peningkatan usia akan

meningkatkan aktifnya gen gen pemicu apoptosis sel sel hipokampus. Gen tersebut

diantaranya Cerebral autosomal dominant arteriopathy with infarcts and leukoencephalopathy

(CADASIL). SNH dapat menyebabkan terjadinya iskemia pada sel sel otak. Ha ini akan

menyebabkan terjadinya kegagalan pompa NA+, K+ ATP ase, kegagalan pompa akan

menyebabkan peningkatan Ca2+ intra seluler yang menyebabkan peningkatan neurotransmiter

eksitatorik seperti glutamat. Peningkatan neurotransmiter eksitatorik ini terjadi lebih tinggi

pada usia yang lebih tua (Mattson, 2000). Peningkatan pelepasan glutamat menyebabkan

inisiasi apoptosis pada sel sel neuron terutama sel sel hipokampus sehingga menyebabkan

gangguan kognitif (Anand, et al, 2006).

Page 9: artikel ilmiah

9

Martini (2004), meyatakan bahwa usia terjadinya SNH lebih dari 55 tahun akan

meningkatkan risiko terjadinya gangguan kognitif pasca stroke. Hal ini terjadi karena

peningkatan usia akan menyebabkan berkurangnya anti radikal bebas seperti superoksida

dismutase (SOD) dan glutation hidrogen peroksidase. Iskemia jaringan serebral akan

menyebabkan penigkatan produksi Reactive Oxygen Space (ROS) intra sel. Penurunan

pembentukan enzim anti radikal bebas tersebut menyebakan peningkatan ROS yang akan

menginduksi apoptosis sel sel hipokampus. Peningkatan apoptosis pada sel sel hipokampus

akan menyebabkan terjadinya gangguan kognitif pada pasien SNH (Mattson, 2000)

Penelitian ini menggunakan metode cross-sectional, metode ini memiliki keterbatasan

diantaranya sulit untuk membedakan yang terjadi lebih dahulu antara efek dan faktor risiko.

Akan tetapi, pada penelitian ini hal tersebut dapat di cegah dengan menggunakan index

barthel. Penggunaan index barthel telah digunakan pada penelitian Martini (2004) dan

Charles (2003), untuk mengetahui adanya gangguan kognitif sebelum serangan stroke.

Penggunaan index barthel dapat mengekslusi adanya gangguan kognitif sebelumnya pada

sampel penelitian sehingga bias seleksi pada sampel penelitian ini dapat dicegah. Penelitian ini

merupakan penelitian yang pertama kali di lakukan di RSMS sehingga hasil dari penelitian ini

dapat menjadi pertimbangan bagi para dokter untuk lebih memperhatikan fungsi kogntif

pasien pasca SNH terutama bagi pasien SNH dengan usia lebih dari 55 tahun.

Pada penelitian ini, tidak terdapat variabel luar yang berpengaruh secara bermakna

terhadap gangguan kognitif pasca SNH. Pada variabel tingkat pendidikan, didapatkan sebesar

28% sampel penelitian dengan tingkat pendidikan tidak tamat SMP mengalami gangguan

kognitif pasca SNH. Pada penelitian ini variabel tingkat pedidikan tamat SMP maupun tingkat

pendidikan tidak tamat SMP didapatkan hasil yang tidak bermakna dalam menyebabkan

gangguan funsgi kognitif pasca SNH (p = 0,428). Hal ini berbeda dengan hasil penelitian

Tatemichi et al (2004) dan Supriyatno et al (2001) yang menyatakan bahwa tingkat

pendidikan yang rendah sebagai salah satu faktor yang berperan terhadap terjadinya gangguan

fungsi kogntif pasca SNH.

Pada hasil analisis bivariat terhadap terjadinya gangguan kognitif pasca SNH, pada

sampel penelitian dengan riwayat hipertensi didapatkan hasil yang tidak bermakna (p = 1,00).

Penelitian lain menemukan bahwa hipertensi berperan dalam munculnya gangguan kognitif

pasca SNH dilaporkan oleh Guo et al: Skoog (1996) (p = 0,02) ; Jhonson (1997) (p = 0,01)

Page 10: artikel ilmiah

10

dan Srikanth et al. (2003) (p = 0,01) menyatakan bahwa hipertensi mempunyai hubungan yang

bermakna dengan timbulnya gangguan kognitif pasca SNH. Akan tetapi, hasil penelitian ini

sama degan penelitian Elby et al (1994), yang melaporkan bahwa hipertensi pada SNH tidak

terbukti berperan secara bermakna (p = 0,14) dalam munculnya gangguan kognitif pasca SNH.

Setyopranoto, Lamsudin & Dahlan (2000); Ueda et al (1992) dan Pohjasvara et al

(1998) melaporkan bahwa diabetes mellitus tidak terbukti secara bermakna mempengaruhi

timbulnya gangguan fungsi kogntif pasca SNH. Pada penelitian ini didapatkan hal yang sama

dengan penelitian tersebut yaitu diabetes mellitus tidak terbukti secara bermakna (p = 1,00)

mempengaruhi timbulnya gangguan fungsi kogntif pasca SNH.

Pada hasil analisis bivariat terhadap kejadian gangguan kognitif pasca SNH, pada

sampel penelitian dengan riwayat hiperkolestrol didapatkan hasil yang tidak bermakna (p =

0,613). Penelitian ini mendukung penelitian oleh Ueda et al (1992) menyatakan bahwa

hiperkolestrol tidak mempunyai hubungan yang bermakna (p = 0,393) dengan timbulnya

gangguan kognitif pasca SNH.

Pada hasil analisis bivariat terhadap gangguan kognitif pasca SNH, pada sampel

penelitian dengan lokasi lesi kortex dan subkortex didapatkan gangguan kognitif sebanyak

50%, akan tetapi nilai P pada variabel lokasi lesi tidak bermakna (p = 1,00). Penelitian ini

berbeda dengan hasil penelitian Tatemichi (2004) yang melaporkan bahwa infark kortex

serebri merupakan faktor risiko yang terbukti berperan secara bermakna (p = 0,05) dalam

munculnya gangguan kognitif pasca SNH. Setyopranoto, Lamsudin & Dahlan (2000) dalam

hipotesisnya menyatakan bahwa pathogenesis munculnya gangguan kognitif pasca SNH dapat

terjadi akibat efek lesi spesifik yang menyebabkan terganggunya transmisi jalur

neurotransmitter terutama neurotransmiter sel hipokampus.

Keterbatasan Penelitian

Desain penelitian ini menggunakan metode cross sectional, sehingga peneltian ini tidak

dapat menggambarkan perjalanan penyakit dan tidak dapat mengetahui prognosis penyakit.

Penelitian ini mendukung hipotesis bahwa pasien SNH dengan usia lebih dari 55 tahun akan

mengalami gangguan fungsi kogntif. Salah satu teori yang mendasarinya adalah terdapatnya

mutasi gen seperti CADASIL, Penelitian ini tidak memperhitugkan adanya mutasi gen pemicu

apotosis pada lebih dari 55 tahun yang mengalami SNH tersebut secara langsung karena

keterbatasan biaya dan ketersediaan sarana. Penelitian ini tidak bertujuan untuk mengetahui

Page 11: artikel ilmiah

11

kekuatan hubungan, studi ini hanya bertujuan mengetahui perbedaan proporsi terjadinya

gangguan kognitif pada pasien stroke dengan usia ≥ 55 tahun dibandingkan pasien stroke < 55

tahun. Variabel luar pada penelitian ini tidak dilakukan matching pada variabel luar dan tidak

dilakukan ekslusi pada variabel luar tersebut, akan tetapi hal tersebut tidak berpengaruh

terhadap hasil penelitian karena tidak terdapat variabel luar yang memiliki nilai yang

bermakna (p > 0,05) dalam mempengaruhi terjadinya gangguan kognitif pada pasien SNH.

Kesimpulan

Kesimpulan pada penelitian ini terdapat perbedaan bermakna terjadinya gangguan

kognitif antara usia terjadinya stroke lebih dari 55 tahun dan kurang dari 55 tahun pada pasien

stroke non hemoragik.Variabel luar pada penelitian ini seperti tingkat pendidikan, riwayat

DM, riwayat Hipertensi, riwayat hiperkolestrol, dan lokasi lesi tidak memiliki perbedaan yang

bermakna secara statistik.

Saran

Peneliti menyarankan bagi para klinisi setiap pasien stroke non hemoragik, hendaknya

dilakukan pemeriksaan sedini mungkin terutama bagi pasien SNH dengan usia lebih dari 55

tahun untuk uji tapis awal terhadap terjadinya gangguan kognitif pasca SNH. Peneliti

menyarankan perlu dilakukan penelitian untuk meneliti variabel lain selain usia yang dapat

menyebabkan terjadinya gangguan fungsi kogntif pasca SNH dengan sampel yang lebih besar

dan dengan analisis multivariat karena pada penelitian ini banyak variabel luar yang

menyatakan hasil yang berlawanan dengan penelitian ini. Penelitian ini dapat menjadi

penelitian pendahuluan untuk peneliti lainnya agar dapat meneliti terjadinya mutasi gen

pemicu apopotosis (CADASIL) sel sel hipokampus yang diduga merupakan penyebab

terjadinya gangguan kognitif pasca SNH.

Daftar Pustaka

Allan H., Martin., Charles., & Keith A. 1998. The relationship between intellectual impairment and mood disorder in the first year after stroke. Psychological Medicine. 20: 805-814.

Astarin A. 2009. Prevalensi demensia pada pasien stroke di RSMS. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Ilmu Kesehatan Jurusan Kedokteran Univeritas Jenderal Soedirman. 58 Hal. (Tidak dipublikasikan).

Charles D. 2003. Mild kognitif impairment: prevalence, prognosis, aetiology, and treatment. Lancet Neurology. 2: 15–21.

Page 12: artikel ilmiah

12

Dahlan P .1999. Definisi dan diagnosis banding sindroma demensia, Berkala Neuro Sains, 1(1):39-43.

Elby., Parhad., Hogan., Fung., Bowler., Jacova. 1994. Prevalence and types dementia in the very old. Neurology. 44 : 593-600

Kanaya AM & Elizabeth B. 2004. Changes in kognitif function by glucose tolerance status in older adults a 4 year, Prospective Study of the Rancho Bernardo study cohort, AIM. 164:1327-1333.

Kaplan, Harold., Benyamin,Js & Jack A.G. 1997. Sinoposis psikiatri. Binarupa Aksara :Grogol

Lamsudin. R. 1998. Profil stroke di Yogyakarta.Morbiditas, mortalitas dan faktor risiko stroke. Berita kedokteran masyarakat. 24:9-13

Low L.F., Brodaty H., Edwards R., Kochan N., Draper B., Trollor J., Sachdev P. 2004.The prevalence of ‘ kognitif impairment no dementia’ in community dwelling elderly : a pilot study. Australian and New Zealand Journal of Psychaitry .38 : 725-30

Martíni S. 2004. Factor risiko Gangguan Kognitif pasca stroke. Berita kesehatan masyarakat XVIII (4).

Mitchel & Elkind. 2003. Stroke in the elderly. The Mount Sinai Journal of Medicine. 70 :1Mursyid B. 2009. Primary and Comprehensive Stroke Centers. Tersedia dalam :

http://www.aan.com/globals/axon/assets/6849.pdf [diakses tanggal : 3 November 2010Pohjasvaara T., R. Vataja., A. Leppavuori., M. Kaste., & T. Erkinjuntti. 2002. Kognitif

functions and depression as predictors of poor outcome 15 months after stroke. Cerebrovascular Diseases. 14: 228-233.

Riset Kesehatan Dasar. 2007. Prevalensi Stroke di Indoesia. Tersedia dalam : www.riskesdas.litbang.depkes.go.id [diakses pada tanggal : 3 November 2010]

Sanjiv K.S. 2006. Prevalence and Correlates of Kognitif Impairment inStroke Patients in a Rehabilitation Setting. IJOPR. 10 (2) 37-47.

Setyopranoto, Ismail, Lamsudin R, Dahlan P, 2000. Peranan stroke iskemik akut terhadap timbulnya gangguan kognitif di RSUP SARDJITO YOGYAKARTA. Laporan penelitian Universitas Gajah mada.

Srikanth., Amanda G., Thrift., Michael M. Saling., Jacqueline F.I. Anderson., Helen M. Dewey.,Richard A.L. Macdonell.,Geoffrey A. Donnan.,. 2003. Increased Risk of Kognitif Impairment 3 Months After Mild to Moderate First-Ever Stroke. Stroke 34 : 1136-1143.

Sudigdo S. 2005. Dasar-Dasar Metodelogi Penelitian Klinis. Jakarta : EGCSupriyatno., Lamsudin., Sastro.,Nuradyo., Sano., Wiyono. 2001. Hubungan Storke infark

dengan demensia vaskuler. Berita Kedokteran Masyarakat, 25 : 15-25Suwono W.J. 2003 . Demensia suatu pendeteksian dini dan terapinya, Majalah kedokteran

Atmajaya, 2(1):39-49.Tatemichi T.K., Desmond DW., Stern Y., Paik M., Sano M., Bagiella E., 2004. Cognitive

impairment after stroke: frequency, patterns, and relationship to functional abilities. JNNP. 57(2): 202-207.

Page 13: artikel ilmiah

13

Ueda., Kawano, Fusjisima., Nakano., Yamada., & Makoto. 1992. Prevalence and Etiology dementia in japaneshe community. Stroke . 23 (6) : 798-803

Yayasan Stroke Indonesia.2004. Penanganan stroke di Indonesia. Tersedia dalam http://www.yastroki.or.id. Diakses tanggal : 20 Juni 2010.