Arbitrase Dalam Perspektif Hukum Islam · Selain penyelesaian perkara melalui jalur hukum dan jalur...

22
Arbitrase Dalam Perspektif Hukum Islam Oleh: Zainal Arifin ABSTRAK Konsep hukum Islam tentang arbitrase bukanlah konsep yang sudah jadi dalam bentuk aturan hukum, tetapi masih bersifat ideologi yang dapat dikembangkan menjadi dasar keabsahan arbitrase. Hal itu karena arbitrase tidak pernah dibicarakan dalam fikih-fikih Islam, selain konsep hakam dalam masalah keluarga. Sedangkan praktik tahkim sudah pernah dilakukan oleh para sahabat Rasul, jadi masalah-masalah yang diselesaikan oleh lembaga arbitrase/tahkim tidaklah bertentangan dengan hukum Islam, karena hukum Islam sendiri mengakui keabsahan arbitrase sebagai penyelesaian sengketa. Ditinjau dari segi hukum Islam, keberadaan lembaga arbitrase, baik yang berskala nasional maupun internasional, bisa diakui. Oleh karena arbitrase itu sendiri mempunyai dasar yang kuat dalam hukum Islam. Hanya saja, dalam pembentukan lembaga arbitrase itu, tidak boleh ada unsur-unsur yang terlarang oleh agama dan putusan-putusannya juga tidak bertentangan dengan hukum agama. Jika suatu perkara sudah terkait dengan lembaga arbitrase untuk menyelesaikannya, maka menurut hukum Islam dan hukum positif lembaga peradilan resmi tidak berwenang lagi untuk mengadilinya, kecuali atas kesepakatan kedua belah pihak. Kata Kunci: Arbitrase, Perspektif dan Islam.

Transcript of Arbitrase Dalam Perspektif Hukum Islam · Selain penyelesaian perkara melalui jalur hukum dan jalur...

Page 1: Arbitrase Dalam Perspektif Hukum Islam · Selain penyelesaian perkara melalui jalur hukum dan jalur kekeluargaan tersebut ada jalur penyelesaian perkara lain yang disebut dengan arbitrase.

Arbitrase Dalam Perspektif Hukum Islam

Oleh: Zainal Arifin

ABSTRAK

Konsep hukum Islam tentang arbitrase bukanlah konsepyang sudah jadi dalam bentuk aturan hukum, tetapi masih bersifatideologi yang dapat dikembangkan menjadi dasar keabsahanarbitrase. Hal itu karena arbitrase tidak pernah dibicarakan dalamfikih-fikih Islam, selain konsep hakam dalam masalah keluarga.Sedangkan praktik tahkim sudah pernah dilakukan oleh parasahabat Rasul, jadi masalah-masalah yang diselesaikan olehlembaga arbitrase/tahkim tidaklah bertentangan dengan hukumIslam, karena hukum Islam sendiri mengakui keabsahan arbitrasesebagai penyelesaian sengketa.

Ditinjau dari segi hukum Islam, keberadaan lembagaarbitrase, baik yang berskala nasional maupun internasional, bisadiakui. Oleh karena arbitrase itu sendiri mempunyai dasar yang kuatdalam hukum Islam. Hanya saja, dalam pembentukan lembagaarbitrase itu, tidak boleh ada unsur-unsur yang terlarang oleh agamadan putusan-putusannya juga tidak bertentangan dengan hukumagama.

Jika suatu perkara sudah terkait dengan lembaga arbitraseuntuk menyelesaikannya, maka menurut hukum Islam dan hukumpositif lembaga peradilan resmi tidak berwenang lagi untukmengadilinya, kecuali atas kesepakatan kedua belah pihak.

Kata Kunci: Arbitrase, Perspektif dan Islam.

Page 2: Arbitrase Dalam Perspektif Hukum Islam · Selain penyelesaian perkara melalui jalur hukum dan jalur kekeluargaan tersebut ada jalur penyelesaian perkara lain yang disebut dengan arbitrase.

64 | HIMMAH Vol. VII No. 18 Januari -April 2006

A. PendahuluanPada umumnya perkara per-

data atau pidana diselesaikan me-lalui jalur hukum (pengadilan)danjalur kekeluargaan (perdamai-an). Sekiranya suatu perkara dapatdiselesaikan melalui jalur keke-luargaan, maka jalur itulah yangsebaiknya dipilih. Tapi bila tidakbisa, maka jalur pengadilanlahyang dipilih dengan segalakonsekuensinya.

Penyelesaian perkara melaluijalur hukum dan jalur kekeluar-gaan ini, khususnya dalam perkaraperdata, dibenarkan menuruthukum Islam dan hukum Positif.Maka dalam hal ini tidakmasalah.

Selain penyelesaian perkaramelalui jalur hukum dan jalurkekeluargaan tersebut ada jalurpenyelesaian perkara lain yangdisebut dengan arbitrase. Jalurarbitrase ini biasanya dipakaiuntuk menyelesaikan sengketa-sengketa perdata nasional ddaninternasional.

Arbitrase merupakan prosedurpenyelesaian sengketa diluar pera-dilan atas kesepakatan antarapihak yang bersangkutan olehseorang wasit atau lebih (Subekti,1992:181).

Ada beberapa ciri yang harusdipenuhi untuk dapat menyele-saikan perkara melalui jalurarbitrase:

Ciri yang pertama, yaknibahwa badan arbitrase ini adalahsuatu cara atau metode penyele-saian sengketa;

Kedua, sengketa tersebut di-selesaikan oleh pihak ketiga danpihak-pihak netral atau arbitratoryang secara khusus ditinjuk;

Ketiga, bahwa para arbitratormempunyai wewenang yangdiberikan oleh para pihak;

Keempat, para arbitrator di-harapkan memutuskan sengketamenurut hukum;

Kelima, arbitrase merupakansistem pengadilan perdata, artinyabahwa para pihaklah, dan bukannegara, yang mengawasi kewe-nangan dan kewajiban para pihak;

Keenam, keputusan yangdikeluarkan oleh badan ini bersifatfinal dan mengakhiri perseng-ketaan para pihak;

Ketujuh, keputusan para arbi-trator mengikat para pihak ber-dasarkan persetujuan diantaramereka untuk menyerahkansengketanya kepada arbitrasebahwa mereka akan menerimadengan sukarela memberi kekuat-an kepada keputusan arbitrasetersebut;

Kedelapan, bahwa padapokoknya proses berperkaramelalui badan arbitrase danputusannya terlepas dan bebasdari campurtangan negara (Huala

Page 3: Arbitrase Dalam Perspektif Hukum Islam · Selain penyelesaian perkara melalui jalur hukum dan jalur kekeluargaan tersebut ada jalur penyelesaian perkara lain yang disebut dengan arbitrase.

Zainat Arifm j Arbitrase Dalam Perspektif Hukum Islam | 65

Adolf,1991:11-12).Keuntungan penyelesaian

sengketa perdata melalui jalurarbitrase diantaranya adalah:1. Terhindar dari publisitas,

maksudnya melalui arbitrasesuatu perkara yang disele-saikan tanpa publisitas aataupemberitaan oleh mediamassa, sebagaimana seringditemui pada Pengadilan.Banyak orang takut berpekaradi Pengadilan justru untukmenghindari pemberitaantersebut.

2. Tidak banyak formalitas,maksudnya penyelesaianlewat jalur arbitrase lebihsederhana, tidak perluproseduryang bertele-tele.

3. Arbitrase lebih mudah dancepat dalam menyelesaikansuatun perkara. Hal ini karenapara pihak yang berperkaracenderung untuk mentaati danmenganggap putusan darilembaga ini sebagai putusanfinal (Sudargo Gautama, 1979:3-4).Meski begitu, ada juga

beberapa kelemahan penyelesaianperkara melalui arbitrase, yaitu:1. Untuk mempertemukan ke-

hendak para pihak yangberperkara untuk membawa-nya ke badan arbitrase tidaklahmudah. Kedua pihak harus

sepakat dan untuk mencapaikesepekatan ini kadang-kadang memang sulit.

2. Pengakuan dan pelaksanaankeputusan arbitrase asingmasih menjadi soal yang sulit.

3. Dalam arbitrase tidak dikenaladanya keterikatan kepadaputusan-putusan arbitrasesebelumnya.

4. Arbitrase tidak mampu mem-berikan Jawaban yang defmitifterhadap semua sengketahukum.

5. Keputusan arbitrase selalubergantung kepada bagaimanaarbitrator mengeluarkanputusan yang memuaskankeinginan para pihak. (HualaAdolf,1991:17).Beranjak dari keterangan

tersebut, dapat dipahami bahwapenyelesaian perkara diluarpersidangan, dalam hal ini melaluiarbitrase, memang memiliki ber-bagai kelebihan disamping ter-dapat beberapa kelemahan.Mengingat semakin banyaknyabermunculan perkara, khususnyadibidang perdata, baik nasionalmaupun internasional, makakelihatannya peranan arbitrasesemakin diperlukan. Pada sisi lainkemampuan lembaga pengadilanuntuk menangani semua perkaradengan cepat, mudah danmemuaskan berbagai pihak, masih

Page 4: Arbitrase Dalam Perspektif Hukum Islam · Selain penyelesaian perkara melalui jalur hukum dan jalur kekeluargaan tersebut ada jalur penyelesaian perkara lain yang disebut dengan arbitrase.

66 | H1MMAH Vol. VII No. 18 Januari -April 2006

dipertanyakan.Keberadaan lembaga arbitrase

ini telah mempunyai dasar hukumyang tetap dalam sistem hukumnasional Indonesia. M. YahyaHarahap menyebutkan ada tigadasar hukum lembaga ini, yaitu:1. LandasanTitikTolakArbitrase.

Landasan titik tolak arbitraseadalah pasal 377 HIR ataupasal 705 RBg yang berbunyi :'iJika orang Indonesia atauorang Timur Asing meng-hendaki perselisihan merekadiputuskan oleh juru pisah,maka mereka wajib menurutiperaturan pengadilan perkarayang berlaku bagi bangsaEropa".

2. Landasan Urnum Arbitrase.Landasan umum arbitraseadalah Buku Ketiga ReglemenHukum Acara Perdata atau Rv,dimulai dari pasal 615 samapaidengan pasal 651 Rv. (YahyaHarahap, 1991:21).

3. Landasan Arbitrase Asing.Ketentuan arbitrase yang di-atur dalam Rv sama sekalitidak menyinggung tentangarbitrase asing. Seolah-olahperaturan ini memencilkanbangsa Indonesia dari ling-kungan kehidupan hubunganantar negara di bidang arbi-trase. Untuk mengisi kekos-ongan arbitrase asing ini,

pemerintah rermotivast untukmengaturnya yang dapat di-lihat dari konvensi-konvensiinternasional dimana Indone-sia telah meratifikasinya seper-ti Internasional Center for theSettelment of InvestmentDispute (ICSID) denganundang-undang Nomor 5tahun 1968.Dengan demikian, konvensi-

konvensi internasional tersebutmerupakan sumber hukum yangmerupakan salah satu kontribusibagi hukum nasional. (YahyaHarahap, 1990:112).

Berdasarkan keterangan ini,maka lembaga arbitrase telahmempunyai dasar hukumyangtetap dalam hukum nasional.Bahkan sekarang sekarang sudahdiberlakukan peraturan perun-dang-undangan tersendiri yangmengatur tentang arbitrase ini,yaitu UU. No.30 Tahun 1999.

Karena telah mempunyai dasarhukum yang kuat dan diakuidalam sistem hukum nasional.maka di indonesia sekarang ini,meskipun belum dikenal secaraluas oleh masyarakat, telah berdiridua buah badan arbitrase nasional,yaitu Badan Arbitrase NasionalIndonesia (BANI) dan BadanArbitrase Muamalat Indonesia(BAMUI).

Sejak tahun 1977 Kamar

Page 5: Arbitrase Dalam Perspektif Hukum Islam · Selain penyelesaian perkara melalui jalur hukum dan jalur kekeluargaan tersebut ada jalur penyelesaian perkara lain yang disebut dengan arbitrase.
Page 6: Arbitrase Dalam Perspektif Hukum Islam · Selain penyelesaian perkara melalui jalur hukum dan jalur kekeluargaan tersebut ada jalur penyelesaian perkara lain yang disebut dengan arbitrase.

68 | H1MMAH Vol. VII No. 18 Januari -April 2006

itu sudah memenuhi syarat-syaratyang ditentukan oleh fikih Islam ?Kalau suatu perkara sudah dipu-tuskan oleh badan arbitrase,bisakah perkara itu kemudiandibawa ke Pengadilan Negeri danbagaimana konsep Islam terhadaphaltersebut?

Untuk menjawab persoalan-persoalan tersebut, maka tulisanini mencoba untuk mengaliperspektif hukum Islam tentangarbitrase.

B. Konsep Arbitrase dalamHukum Positif.

1. Pengertian Arbitrase.Kata "arbitrase" berasal dari

bahasa Inggris " arbitration", yangmenurut Henry Campbell Blackberarti:"The reference of a dispute toimpartial (third) person chosen bythe parties to the dispute whoagree in advance to abide by thearbitrator's award issued after ahearing at which both parties havean apportunity to be heard". (HeryCampbellBlack,1979:96).

Menurut Stanford, Arbitrationberarti : 'An alternative disputeresolution system that is agreed toby all parties to a disputes in aspeedy fashion". (Stanford, 1994:11).

Pengertian arbitrase menurutUU. No. 30 Tahun 1999 pada pasal

1 di sebutkan : " Arbitrase adalahcara penyelesaian suatu sengketadi luar peradilan umum yangdidasarkan pada perjanjian arbit-rase yang dibuat secara tertulisoleh para pihakyang bersengketa".(UU. No.30.1999 : Pasal 1 ayat 1).

Sampai saat ini masih belumterdapat batasan pengertianarbitrase yang dapat dijadikanpatokan. Oleh karena untukmembuat definisi arbitrase,sebagaimana dinyatakan olehHuala Adolf, memang tidaklahmudah. (Huala Adolf, 1991:9).

Pengertian arbitrase itu sendirijika menurut pengertian Indonesiaberarti perwasitan, arbitrase(Belanda), arbitration (Inggris),Arbitrage (Francis), dan daribahasa Latin "orbit-rare" yangartinya adalah suatu penyelesaianatau pemutusan sengketa olehseseorang atau para hakim ber-dasarkan persetujuan bahwamereka akan tunduk dan mentaatikeputusan yang diberikan olehhakim atau para hakim yangmereka pilih atau tunjuk tersebut.(Badrul zaman, 1994:58).

Pengertian arbitrase menurutpara ahli secara prinsipil tidaklahjauh berbeda. Seperti yangdikemukakan oleh R. Subektisenada dengan pendapat SudiknoMerokusumo yang mengartikanarbitrase atau perwasitan sebagai

Page 7: Arbitrase Dalam Perspektif Hukum Islam · Selain penyelesaian perkara melalui jalur hukum dan jalur kekeluargaan tersebut ada jalur penyelesaian perkara lain yang disebut dengan arbitrase.

Zainal Arifin | Arbitrase Dalam Perspektif Hukurn Islam | 69

suatu prosedur penyelesaiansengketa diluar peradilan ataskesepakatan para pihak bersang-kutan oleh seorang wasit ataulebih. (Subekti, 1992:181).

Sudargo Gautama berpen-dapat bahwa arbitrase adalah cara-cara penyelesaian hakim parti-kuler yang tidak terikat denganberbagai formalitas, cepat dalammemberikan keputusan danmudah untuk dilaksanakan karenaakan ditaati oleh para pihak.(Sudargo Gautama, 1979:5 ).

Dari beberapa pengertian yaogdikemukakan dalam uraian sebe-lumnya, dapat disimpulkan bahwaarbitrase adalah cara penyelesaiansengketa yang tidak melalui badanperadilan resmi, tetapi dengancara menunjuk hakim partikuleruntuk menyelesaikan sengketakedua belah pihak. Artinya bahwaarbitrase (tahkim) adalah suatulembaga peradilan swasta (bukanresmi dibentuk pemerintah) yangberwenang untuk menyelesaikansengketa yang diajukan kepada-nya, oleh pihak-pihak yangbersengketa.

2. Dasar Hukum Arbitrage.Yang menjadi dasar hukum

arbitrase menurut hukum positifadalah:1. Undang-undang Nomor 14

Tahun 1970.

Secara tidak langsung pasal 3bagian penjelasan Undang-Undang Nomor 14 tahun 1970mengakui keabsahan arbit-rase, dimana pada bagian akhirdisebutkan : "Penyelesaianperkara diluar Pengadilan atasdasar perdamaian atau melaluiwasit (arbitrase) terap diper-bolehkan".Penjelasan pasal 3 kalimatterakhir itulah yang menjadilandasan hukum kebolehanperjanjian arbitrase. BerartiUndang-undang Nomor 14Tahun 1970 sebagai Undang-Undang Pokok Kehakimanmembuka kemungkinan pen-yelesaian sengketa melaluibadan Arbitrase.

2. Kitab Undang-Undang HukumPerdata.Piasal 1338 ayat (1) KitabUndang-Undang Hukum Per-data menyatakan : "Semuaperjanjian yang dibuat secarasah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yangmembuatnya". (KUHPdt. Pasal1338 ayat 1 ). Oleh karena itu,dalam dunia usaha atau bisnis,para pihak dalam membuatperjanjian tidak hanya menen-tukan hak dan kewajiban bag!masing-masing pihak, tetapijuga menentukan bagaimanacara penyelesaian jika timbul

Page 8: Arbitrase Dalam Perspektif Hukum Islam · Selain penyelesaian perkara melalui jalur hukum dan jalur kekeluargaan tersebut ada jalur penyelesaian perkara lain yang disebut dengan arbitrase.

70 | HIMMAH Vol. VII No. 18 Januari -April 2006

sengketa dikemudian hari.Mengenai cara penyelesaiansengketa yang mungkin tim-bul, para pihak dapat, mem-buat klausula perjanjian yangdidalamnya mencantumkanbahwa apabila timbul suatusengketa maka penyelesaian-nya dilakukan secara musya-warah atau melalui badanArbitrase.

3. Pasal 377 HIR atau pasal 705RBg.Pasal 377 HIR atau 705 RBg iniberbunyi : ^ika orang Indone-sia dan orang Timur asingmenghendaki perselisihan 5.mereka diputuskan oleh jurupemisah, maka mereka wajibmenuruti peraturan penga-dilan perkara yang berlakubagi bangsa Eropa". (YahyaHarahap,1991:21).Pasal ini menegaskan keboleh-an pihak-pihak yang berseng-keta menyelesaikan sengketamelalui Arbitrase. Arbitrasediberi fungsi dan kewenanganuntuk menyelesaikannyadalam bentuk keputusan.

4. Pasal 615-651 Rv.Buku Ketiga Reglemen HukumAcara Perdata atau Rv denganjudul "Aneka Acara" dari pasal615-651 Rv merupakan salahsatu dasar hukum Arbitrase,dengan liputan pengaturan

sebagaiberikut:Bagian I (615-623) :Persetujuan Arbitrase danPengangkatan arbiter.Bagian II (624-630) :Pemeriksaan dimuka BadanArbitrase.Bagian III (631-640) :Putusan Arbitrase.Bagian IV (641-647) : Upaya- upaya terhadap putusanArbitrase.Bagian V (648-651) :Berakhirnya Acara-acaraArbitrase. (Yahya Harahap.1991 : 21).Undang-Undang Nomor 30Tahun1999.Undang-undang ini adalahundang-undang khusus ten-tang Arbitrase dan alternatifpenyelesaian sengketa, yangdisahkan di Jakarta padatanggal 12 Agustus 1999 olehPresiden B.J. Habibie. Undang-undang ini secara lengkapmengatur tentang Arbitrasesebagai alternatif penyelesaiansengketa di luarjalur peradilanresmi.Secara umum, kerangka isi UU.Ini adalah:Bab I : Ketentuan Umum,terdiri dari 5 pasal.Bab I I : Alternatif PenyelesaianSengketa, hanya 1 Pasal.Bab III : Syarat Arbitrase,

Page 9: Arbitrase Dalam Perspektif Hukum Islam · Selain penyelesaian perkara melalui jalur hukum dan jalur kekeluargaan tersebut ada jalur penyelesaian perkara lain yang disebut dengan arbitrase.

ZainalArifin ] Arbitrase Dalam Perspektif Hukum Islam ] 71

Pengangkatan Arbiter dan HakIngkar, terdiri dari 20 Pasal.Bab IV : Acara yang berlaku diHadapan Majlis Arbitrase,terdirir dari 25 Pasal.Bab V : Pendapat dan PutusanArbitrase, terdiri dari 7 Pasal.Bab VI : Pelaksanaan PutusanArbitrase, terdiri dari 11 Pasal.Bab VII: Pembatalan PutusanArbitrase, terdiri dari 3 Pasal.Bab VIII : Berakhirnya TugasArbiter, 3 Pasal.Bab IX : Biaya Arbitrase, 2Pasal,Bab X : Ketentuan Peralihan, 2Pasal.Bab XI : Ketentuan Penutup, 2Pasal.Jadi Undang-undang inimengandung 11 Bab dan 82Pasal.

3. Unsw-unsur Arbitrase.Unsur-unsur yang menjadi

syarat sahnya Arbitrase diatursecara umum pada bab III pasal 7-11 Undang-undang Nomor 30tahun 1999. Secara khusus syarat-syarat Arbitrase itu diatur padapasal 8 ayat (2) yang berbunyi:

Surat pemberitahuan untukmengadakan Arbitrase sebagai-mana dimaksud dalam ayat (1)memuatdenganjelas:a. Nama dan alamat para pihak;b. Penunjukan kepada klausula

atau perjanjian Arbitrase yangberlaku;

c. Perjanjian atau masalah yangmenjadi sengketa;

d. Dasar tuntutan atau jumlahyang dituntut, apabila ada;

e. Cara penyelesaian yangdikehendaki ; (MuhammadIrianto,1999:8).Dari keterangan tersebutjelas-

lah bahwa unsur-unsur Arbitraseitu adalah : adanya pihak; adanyaperjanjian Arbitrase; adanya objekyang menjadi sengketa dan adanyakesepakatan untuik menyele-saikan sengketa melalui badanArbitrase.

4. Peranan Arbitrase dalamPenyelesaian Sengketa.Peranan Arbi ter dalam

penyelesaian sengketa adalahsama dengan peranan hakim padapengadilan negeri, yaitu meme-riksa, mengadili dan memutuskanperkara/sengketa yang diajukankepadanya.

Dalam proses pemeriksaan,arbiter berwewenang memintapaara pihak untuk menghadirkanbukti-bukti atau saksi, seperti yangdiatur pada pasal 49 ayat (1) UU.No 30 tahun 1999 yang berbunyi:"Atas perintah arbiter atau majelisarbitrase atau atas permintaanpara pihak, dapat dipanggilseorang saksi atau atau lebih atau

Page 10: Arbitrase Dalam Perspektif Hukum Islam · Selain penyelesaian perkara melalui jalur hukum dan jalur kekeluargaan tersebut ada jalur penyelesaian perkara lain yang disebut dengan arbitrase.

72 | HiMIVlAH Vol. VII No. 18 Januari-April 2006

saksi ahli atau lebih, untuk di-dengar keterangannya".

Karena wewenang arbitrase/iembaga arbitrase sama denganwewenang hakim/PengadilanNegeri, maka putusannya jugabersifat inengikat dan mempunyaikedudukan hukum yang kuat danPengadilan Negeri tidak berhakmengadiii perkara yang telahterikat dalam perjanjian arbitrase(pasal 3). (Muhammad Irianto,1999 : 8). Namun kewenangan-nya hanya terbatas pada sengketad ib idang perdagangan danterhadap hak yang sepenuhnyadikuasai oleh para pihak (pasal 5).

5. Syarat-Syarat Arbiter.Syarat-syarat orang yang

menjadi arbiter diatur pada pasal12 Undang-undang Nomor 30tahun 1999 sebagai berikut:(1) Yang dapat ditunjuk atau

diangkat sebagai arbiter hamsmemenuhi syarat:a. Cakap melakukan tinda-

kan hukum;b. Berumur paling rendah 35

tahun;c. Tidak mempunyai hubung-

an keluarga sedarah atausemenda sampai denganderajat kedua dengan sa-lah satu pihak bersengketa;

d. Tidak mempunyai kepen-tingan f inansial atau

kepentingan lain atasputusan arbitrase; dan

e. Memiliki pengalaman sertamenguasai secara aktifdibidangnya paling sedikit15 (limabelas) tahun.

(2) Hakim, jaksa, panitera danpejabat peradilan lainnya tidakdapat ditunjuk atau diangkatsebagai arbiter. (MuhammadIrianto, 1999:23).Berdasarkan syarat-syarat

arbiter sebagaimana diuraikandiatas tadi, dapat disimpulkanbahwa untuk dapat diangkatmenjadi arbiter, orang tersebutharus cakap hukum, ahli danberpengalaman dibidangnya, adildan tidak mengharapkan pamrihatas putusannya, serta bukanseorang pejabat peradilan.

6. Kelembagaan Arbitrase.Dengan adanya UU. No. 30

Tahun 1999 tersebut, maka setiapIembaga arbitrase baik berskalanasional maupun internasionaladalah sah apabila lembaga/badanarbitrase itu telah memenuhisyarat-syarat/ketentuan-keten-tuan yang diatur dalam Undang-undang tersebut.

Tentang eksistensi arbitraseinternasional dicantumkan padapasal 1 ayat (1) UU. Tersebut yangberbunyi:"Putusan Arbitrase Internasional

Page 11: Arbitrase Dalam Perspektif Hukum Islam · Selain penyelesaian perkara melalui jalur hukum dan jalur kekeluargaan tersebut ada jalur penyelesaian perkara lain yang disebut dengan arbitrase.

Zainal Arifin | Arbitrase Dalam Perspektif Hukum Islam | 73

adalah putusan yang dijatuhkanoleh suatu lembaga arbitrase atauarbiter perorangan diluar wilayahhukum R.L, atau putusan suatulembaga arbitrase atau arbiterperorangan yang menurut keten-tuan hukum RI., dianggap sebagaisuatu putusan internasionar.CMuhammad Irianto, 1999:5).

Dengan demikian, keberadaanlembaga atau badan arbitraseNasional seperti Badan ArbitraseNasional Indonesia (BANI) adalahsah dan diakui keberadaannyadiwilayah hukum RI.

Badan arbitrase NasionalIndonesia atau disingkat BANIdidirikan pada tanggal 3 Desember1977 atas prakarsa Kamar Dagangdan Industri Indonesia (KADIN)dengan maksud agar BANI dapatmemenuhi kebutuhan akanadanya sarana penyelesaiansengketa bagi para pengusahaIndonesia, termasuk penyelesaiansengketa dalam kai tannyaterhadap usaha perdagangan,demi menjaga kelancaran usaha.

BANI bertujuan memberikanpenyelesaian yang adil dan cepatdalam sengketa-sengketa perdatayang timbul, yang berkenaandengan soal-soal perdagangan,industri dan keuangan, baik yangbersifat nasional maupun inter-nasional. Pelaksanaan tugas BANIbersifat bebas (otonom) dan tidak

dicampuri oleh sesuatu kekuasaanlain.

Unsur-unsur yang terdapatdalam struktur kelembagaan BANIterdiri dari : seorang ketua;seorang wakil ketua; beberapaorang anggota tetap; beberapaorang anggota tidak tetap; dansebuah sekretariat yang dipimpinoleh seorang sekretaris, yangdiangkat dan diberhentikan atasusulan BANI dan KADIN.

BANI juga telah menanda-tangani beberapa perjanjiankerjasama bilateral denganorganisasi arbitrase asing, yaitudengan lembaga arbitrase diJepang, Korea dan Belanda.Perjanjian kerjasama bilateralantara BANI dan Asosiasi ArbitraseDagang Jepang (JVAA) yangdilakukan pada tanggal 6 juni1980, mencakup kerjasamapengembangan arbitrase daganginternasional dengan peningkatanpenggunaan fasilitas masing-masing organisasi yang menga-dakan kerjasama. Para pihak telahsepakat untuk memberikanrekomendasi kepada perusahaan-perusahaan yang terlibat dalamperdagangan antara Indonesia danJepang untuk mencantumkansuatu klausula arbitrase danketentuan-ketentuan yang akanditerapkan.

Perjanjian kerjasama Arbitrase

Page 12: Arbitrase Dalam Perspektif Hukum Islam · Selain penyelesaian perkara melalui jalur hukum dan jalur kekeluargaan tersebut ada jalur penyelesaian perkara lain yang disebut dengan arbitrase.

74 |HIMMAHVol.VII No, 18 Januari-April 2006

Dagang Indonesia-Belanda antaraBani dan Institut Arbitrase Belanda(NAI), ditandatangani pada tang-gal 27 Pebruari 1982. Tujuannyaadalah untuk mempermudahpenggunaan arbitrase dagangdalam perdagangan antara Indo-nesia dan Belanda. BANI jugamelakukan perjanjian kerjasamasejenis dengan Badan ArbitraseDagang Korea, dengan ditandaioleh penandatanganan perjanjianpada tanggat 31 Maret 1982 dantanggal 6 Mei 1982. (Supriadi,1995:24).

Hal tersebut menunjukanbahwa keberadaan BANI sudahdiakui oleh Badan Arbitrase asing,sehingga berbagai Badan Arbitraseasing tersebut bersedia menga-dakan perjanjian kerjasama dalambidang arbitrase.

C. Pembahasan.1. Konsep Hukum Islam

tentang Arbitrase.Konsep hukum Islam tentang

arbitrase bukanlah konsep yangsudah jadi dalam bentuk aturanhukum, tetapi masih bersifatideologi yang dapat dikembang-kan menjadi dasar keabsahanarbitrase. Hal itu karena arbitrasetidak pemah dibicarakan dalamfikih-fikih Islam, selain konsephakam dalam masalah keluarga.

Dalam praktiknya, arbitrase

pernah dilakukan oleh parasahabat Rasul, seperti ceritamengenai kejadian yang dialamioleh Umar bin Khattab, yangsedang mengadakan tawar me-nawar terhadap seekor kuda.Kemudian Umar mengendaraikuda tersebut untuk mengujikondisi kuda tersebut. Pada saat ujicoba itulah, kuda tersebut menga-lami patah kaki, sehingga Umarbermaksud untuk mengembalikankuda itu kepada pemiliknya. Pemi-lik kuda keberatan dan menolakmenerima kembali kudanya yangtelah mengalami patah kaki terse-but. Lantas Umar berkata :"Tunjuklah seorang yang engkaupercayai untuk menjadi hakam(arbiter) antara kita berdua".Pemilik kuda itu berkata : " Akurela Syuraih untuk menjadihakam". Maka mereka berduamenyerahkan sengketa itu kepadaSyuraih, yang kemudian memutus-kan bahwa Umar harus membayarharga kuda itu. Dalam putusannya,Syuraih berkata kepada Umar :"Ambillah apa yang telah kamu belidan bayarlah harganya, ataukembalikan kepada pemiliknyakuda itu seperti sedia kala tanpaada cacat". (Satria Effendi, 1994 :11).

Cerita tadi memberikan pema-haman bahwa Syuraih sebenarnyabukanlah hakim yang resmi

Page 13: Arbitrase Dalam Perspektif Hukum Islam · Selain penyelesaian perkara melalui jalur hukum dan jalur kekeluargaan tersebut ada jalur penyelesaian perkara lain yang disebut dengan arbitrase.

Zainal Arifin | Arbitrase Dalam Perspektif Hukum Islam | 75

diangkat oleh Rasul saw, tapi iadipercaya/ditunjuk oleh keduabelah pihak yang bersengketa,untuk menyelesaikan sengketayang terjadi di antara mereka, dankedua belah pihak yang berseng-keta menerima keputusan arbitertersebut.

Dalam sebuah hadits yangdiriwayatkan oleh an-Nasa-i bah-wa Rasulullah saw berkata kepadaAbu Syuraih yang sering disebutAbul-Hakam : "Sesungguhnyahakam itu adalah Allah dankepada-Nyalah diminta keputusanhukum. Mengapa kamu dipanggilAbul-Hakam"? Abu Syuraihmenjawab : " Bahwa sesungguh-nya kaumku bila bertengkar akanmeminta penyelesaian dan keduabelah pihak akan rela dengankeputusanku". Mendengar jawab-an Abu Syuraih itu Rasulullah sawlalu berkomentar : "Alangkahbaiknya perbuatanmu itu". Apakahkamu punya anak? tt Abu Syuraihmenjawab:"Ya, saya punya anak,yai tu Syu ra ih , Abdu danMusallam. "Siapakah yang palingtua?" Yang paling tua adalahSyuraih. Kata Rasulullah saw :"Kalau begitu, engkau adalah AbuSyuraih". (Satria Effendi, 1994 :10).

Cerita dalam hadits ini biladisimak isinya memberitakantentang perbuatan Abu Syuraih,

yang meskipun bukanlah hakimresmi yang diangkat oleh peme-rintah, tapi sering dipercaya olehmasyarakat dil ingkungannyauntuk menyelesaikan persengketa-an yang mereka hadapi. Rasulullahsaw tidak melarang perbuatan AbuSyura ih t e r sebu t , b a h k a nRasulullah memuji Abu Syuraihatas tindakannya tersebut. ArtinyaRasulullah saw mengakui eksis-tensi Abu Syuraih sebagai seoranghakam [arbiter), Pengakuan yangdiberikan oleh Rasulullah saw itudapat menjadikan dalil bagikeabsahan tahkim sebagaipenyelesaian sengketa. (SatriaEffendi, 1994:11).

Dengan demikian, praktiktahkim sudah pernah dilakukanoleh para sahabat Rasul, walaupunhingga sekarang dalam Islambelum ada lembaga arbitrase/tahkim yang menyelesaikanmasalah-masalah perdagangan.Namun jika lembaga itu didirikan,hal itu tidaklah bertentangandengan hukum Islam, karenahukum Islam sendiri mengakuikeabsahan arbitrase sebagaipenyelesaian sengketa.

2. Takim dan ArbitraseDalam tulisan ini, istilah

tahkim dan arbitrase digunakansecara bergantian, karena padadasarnya kedua kata tersebut

Page 14: Arbitrase Dalam Perspektif Hukum Islam · Selain penyelesaian perkara melalui jalur hukum dan jalur kekeluargaan tersebut ada jalur penyelesaian perkara lain yang disebut dengan arbitrase.
Page 15: Arbitrase Dalam Perspektif Hukum Islam · Selain penyelesaian perkara melalui jalur hukum dan jalur kekeluargaan tersebut ada jalur penyelesaian perkara lain yang disebut dengan arbitrase.

Zainal Arifin | Arbitrase Dalam Perspektif Hukum Islam ) 77

niscaya Allah member! taufiqkepada suami isteri itu". (an-Nisa :35) (DepariemenAgamaRI, 1984:123).

Ayat tersebut diturunkankarena peristiwa yang terjadi padaseorang sahabat yang bemamaSa'id bin Ar-Rabr dan isterinyaHabibah binti Sa'id. Keduanya dangolongan Anshar. Isterinya ituberbuat nusyuz dan dipukul olehsuaminya. Ayah sang isteri(mertua Sa'id) tidak senangdengan perlakuan Sa'id terhadapanaknya. Lalu ia mengadu kepadaRasulullah saw seraya berkata :"Ditidurinya putriku dan dipukul-nya". Mendengar pengaduan ituRasulullah saw segera membenar-kan dan menuntut suami yangmelakukan pemukulan itu. Men-dengar putusan Rasulullah saw itu,keduanya lalu berniat segera pergiuntuk melaksanakan petunjukRasulullah saw tersebut. NamunRasulullah saw segera memanggilkembali dan berkata : " Tunggu !Sekarang telah datang MalaikatJibril membawa ayat tentangmasalah kalian". (Maksudnyaadalah ayat 35 surah An-Nisa).Rasulullah saw selanjutnya ber-sabda : "Putusan kita lain, danputusan Allah lain dari apa yangkita putuskan. Ketahuilah bahwaputusan Allah adalah Maha Baik(bijaksana)".(As-Suyuti, 1986 :

92).Ayat ini dipahami sebagai

pemberian peluang dari Allahuntuk menyelesaikan suatumasalah tertentu, seperti sengketasuami isteri, untuk diselesaikansecara kekeluargaan, tidak mestidiangkat ke pengadilan.

Prinsip ini oleh para utamatidaklah dipahami sebagai keten-tuan hukum yang kaku da lam artitidak dapat dianalogikan. Bila al-Qur'an memberi peluang untukmelakukan tahkim dalam sengketasuami isteri, sudah tentu dalammasalah selain itu yang menyang-kut hak pribadi diperbolehkanjuga. Dengan demikian, keabsahanarbitrase pada bidang hak-hakperseorangan selain sengketasuami isteri dilandaskan ataspentunjuk al-Quran.

Karena itu, arbitrase komer-sialpun dibenarkan menurutIslam, dan sebagai contoh nyataadalah peristiwa yang dialami olehUmar bin Khattab yang sedangmenawar kuda. Umar inginmengembalikan kuda itu (tidakjadi membeli), tapi pemiliknyamenolak. Akibatnya terjadi seng-keta yang akhirnya diselesaikansecara tahkim, seperti yangdiceritakan sebelumnya. Jadikasus arbitrase yang dialami olehUmar ini adalah dalam per-dagangan.

Page 16: Arbitrase Dalam Perspektif Hukum Islam · Selain penyelesaian perkara melalui jalur hukum dan jalur kekeluargaan tersebut ada jalur penyelesaian perkara lain yang disebut dengan arbitrase.
Page 17: Arbitrase Dalam Perspektif Hukum Islam · Selain penyelesaian perkara melalui jalur hukum dan jalur kekeluargaan tersebut ada jalur penyelesaian perkara lain yang disebut dengan arbitrase.
Page 18: Arbitrase Dalam Perspektif Hukum Islam · Selain penyelesaian perkara melalui jalur hukum dan jalur kekeluargaan tersebut ada jalur penyelesaian perkara lain yang disebut dengan arbitrase.
Page 19: Arbitrase Dalam Perspektif Hukum Islam · Selain penyelesaian perkara melalui jalur hukum dan jalur kekeluargaan tersebut ada jalur penyelesaian perkara lain yang disebut dengan arbitrase.

Zainal Arifin | Arbitrase Dalam Perspektif Hukum Islam j 81

nangan penyelesaian sengketayang terjadi pada arbitrase,namun peralihan kewenangantersebut tidak mutlak.Oleh karena itu, meskipunsuatu perjanjian dibarengidengan adanya isi kalusulaarbitrase, baik berbentukpactum de compromittendomaupun akta kompromis,pengadilan negeri tetap berwe-nang untuk memeriksa danmengadili persengketaan yangterjadi karena adanya suatuperjanjian, apabila salah satupihak mengajukan gugatantentang sengketa tersebutkepada Pengadilan.

2. Isi Klausula arbitrase merupa-kan fakta sunt servenda.Asas facta sunt servanda dalampasal 1338 KUH Perdata, padahakikatnya mengandungmakna bahwa setiap perjanjianmengikat kepada para pihak.Kekuatan mengikat samadengan kekuatan undang-undang, tetapi jika disepakatibersama oleh para pihak,perikatan tersebut dapatditarik kembali. Hal ini berlakusepenuhnya terhadap perjan-jian arbitrase dengan acuanpenerapan, persetujuan arbi-trase mengikat secara mutlakkepada para pihak. (Supriadi,1995:33-35).

Oleh karena itu, jika timbulsuatu sengketa dari apa yangdiperjanjikan, kewenanganuntuk menyelesaikan danmemutus sengketa mutlakmenjadi kewenangan badanarbitrase, Dengan demikian,pengadilan tidak berwenangmemeriksa dan mengadilisengketa secara mutlak, dangugurnya klausula arbitrasehanya terjadi apabila secarategas ditarik kembali olehkedua belah pihak, serta tidakdibenarkan oleh hukum.Penarikan secara diam-diamdan Jika penarikan dilakukansecara sepihak, Jelas sangattidak dibenarkan.Jika berpegang kepada asas

yang pertama, maka pengadilanberhak turut campur (mengadili)perkara yang telah diputuskansecara arbitrase, apabila jika salahsatu pihak mengadukan perkara-nya ke Pengadilan. Sedangkanjikamenurut asas yang kedua, makaPengadilan tidak berwenangsedikitpun untuk turut campurdalam menyelesaikan persengke-taan yang timbul dari perjanjianarbitrase.

Namun menurut hukum positifsebagaimana diatur dalam UU. No.30 tahun 1999, pendapat yangkedua itulah yang diakui. Artinyabahwa pengadilan tidak berhak

Page 20: Arbitrase Dalam Perspektif Hukum Islam · Selain penyelesaian perkara melalui jalur hukum dan jalur kekeluargaan tersebut ada jalur penyelesaian perkara lain yang disebut dengan arbitrase.
Page 21: Arbitrase Dalam Perspektif Hukum Islam · Selain penyelesaian perkara melalui jalur hukum dan jalur kekeluargaan tersebut ada jalur penyelesaian perkara lain yang disebut dengan arbitrase.

Zainal Arifin [ Arbitrase Dalam Perspektif Hukum Islam | 83

secara nasional maupun inter-nasional, asal memenuhi keten-tuanyangberlaku.

Para ahli berbeda pendapatdalam menilai kewenangan peng-adilan untuk mengadili sengketayang telah terikat dalam perjanjianarbitrase. Kelompok pertamamenyatakan bahwa pengadilantetap memiliki kewenangan untukmengadili perkara yang disengke-takan, apabila salah satu pihakatau kedua mengadukan perseng-

ketaan tersebut kepengadilan.Kelompok kedua menyatakanbahwa pengadilan sama sekalitidak berhak untuk mengadiliperkara tersebut, kecuali jikakedua belah pihak telah sepakatuntuk mencabut per janj ianarbitrase yang telah dibuat, danmengajukan perkaranya kepengadilan. Dari kedua pendapattersebut, pendapat kedualah yangsesuai dengan pasal 3 UU. No 30tahun 1999.

DAFTAR PUSTAKA

Adolf, Huala., Arbitrase Komersial Intemasional, Jakarta : Rajawali Pers,1991.

As-Suyuti., Al-Asybah wa al-Nazhair fi al-Furu, Semarang : UsahaKeluarga, tanpa tahun.

As-Suyuti., Asbab al-NuqulfiAsbab aiNuzul, Beirut: DarulFikri, 1986.

BadrvAzaman., Arbitrase Islam dilndonesia, Jakarta: BAMUI 1994.

Campbell, Henry, Black., Black's Law Dictionary, London : WestPublishing Co., 1979.

Departemen Agama RL, Al-Quran dan Terjemahnya, Jakarta : ProyekPengadaan Kitab Suci, 1984/1985.

Departemen Kehakiman RI., Kitab Undang-undang Hukum Perdata,Jakarta, 1981.

Departemen Kehakiman RI-, Undang-undang. No. 30 Tahun 1999,Jakarta, 1999.

Page 22: Arbitrase Dalam Perspektif Hukum Islam · Selain penyelesaian perkara melalui jalur hukum dan jalur kekeluargaan tersebut ada jalur penyelesaian perkara lain yang disebut dengan arbitrase.

84 [ HfMMAH Vol. VII No. 18 Januari -April 2006

Djamil, Fathurrahman., Arbitrase dalam Perspektif Sejarah Islam, Jakarta: BAMUI, 1994.

Effendi, Satria., Arbitrase dalam Syari'at Islam, Jakarta: Bamui, 1994.

Gautama, Sudargo., Arbitrase Dagang Internasional, Bandung : Alumni,1979.

Harahap, Yahya., Arbitrase Ditinjau dariReglemenAcaraPerdata, Jakarta:PustakaKartini,1991.

Irianto, Muhammad, et.al., Lima Undang-Undang Republik Indonesiatahun 1999, Jakarta: Pasca Usaha, 1999.

Soeknrdor\o.,Hukum Dagang Indonesia, Jakarta :Rajawali Press, 1991.

Stanford., The Most Important Legal Terms, Connecticut: LongmeadowPress, 1994.

Subekti, Aneka Perfanjian, Bandung: CitraAditya, 1992.

Sumitro, Warkum., Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga-lembagaTerkait, Jakarta: Raja Grafindo, 1996.

Supriadi, Eksistensi Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) dalamPerbandingan dengan Badan Arbitrase Nasional Indonesia,Skripsi, Banjarmasin, Unlam, Fakultas Hukum, 1995.

Yahya, Muhammad, Harahap., Arbitrase Ditinjau dari Reglemen AcaraPerdata, Peraturan Prosedur BANI, ICSID, Uncitral ArbitrationRules, the 1958 New York Convention dan PERMANomor 1 Tahun1990, Jakarta: Pustaka Kartini, 1991.

Yahya, Muhammad, Harahap., Penerapan Klausula Arbitrase sertaPelaksanaan Putusan Arbitrase Dalam dan Luar Negeri difndonesia.Varia Peradilan, LXI, Tahun VI, Oktober 1990.