APLIKASI PROBIOTIK, PREBIOTIK, DAN SINBIOTIK MELALUI ...
Transcript of APLIKASI PROBIOTIK, PREBIOTIK, DAN SINBIOTIK MELALUI ...
1
APLIKASI PROBIOTIK, PREBIOTIK, DAN SINBIOTIK
MELALUI PAKAN PADA UDANG VANAME
Litopenaeus vannamei YANG DIINFEKSI BAKTERI
Vibrio harveyi
PUGUH WIDAGDO
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
2
APLIKASI PROBIOTIK, PREBIOTIK, DAN SINBIOTIK
MELALUI PAKAN PADA UDANG VANAME
Litopenaeus vannamei YANG DIINFEKSI BAKTERI
Vibrio harveyi
PUGUH WIDAGDO
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada
Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya
Departemen Budidaya Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
3
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :
APLIKASI PROBIOTIK, PREBIOTIK, DAN SINBIOTIK MELALUI
PAKAN PADA UDANG VANAME Litopenaeus vannamei YANG
DIINFEKSI BAKTERI Vibrio harveyi
adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir skripsi ini.
Bogor, Februari 2011
Puguh Widagdo
C14062333
4
Judul Skripsi : Aplikasi probiotik, prebiotik, dan sinbiotik melalui pakan
pada udang vaname Litopenaeus vannamei yang diinfeksi
bakteri Vibrio harveyi
Nama Mahasiswa : Puguh Widagdo
Nomor Pokok : C14062333
Menyetujui,
Pembimbing I
Dr. Ir. Widanarni, M.Si
NIP. 19670927 199403 2 001
Pembimbing II
Dr. Dinamella Wahjuningrum, S.Si, M.Si
NIP. 19700521 199903 2 001
Mengetahui,
Ketua Departemen Budidaya Perairan
Dr. Ir. Odang Carman, M.Sc
NIP. 19591222 198601 1 001
Tanggal Lulus :
5
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia,
taufik, dan hidayah-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2010 sampai dengan
Agustus 2010 adalah kesehatan ikan, dengan judul ”Aplikasi probiotik, prebiotik,
dan sinbiotik melalui pakan pada udang vaname Litopenaeus vannamei yang
diinfeksi bakteri Vibrio harveyi”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Widanarni dan Dr.
Dinamella Wahjuningrum selaku dosen pembimbing atas arahan dan masukan
yang telah diberikan dalam penyusunan skripsi ini, Ir. Yani Hadiroseyani, M.M.
selaku Dosen Pembimbing Akademik dan Dosen Penguji, Bapak Ranta, Bang
Achmad Noerkhaerin Putra, Mba Yeni, Bang Oji, Achmad Farouq, Prana
Mahardika, Andhini, Hasan, Panji, Riza, Zamzam, Tyas, Jati, Riri, Yuliyanti,
Citra, Syifannia Samara, Tia, Silfanny, Khaefah, Isni, Ide, Karno, Ikbal, Erwin
Wahyu, Catur, segenap rekan-rekan BDP 43, BDP 44, BDP 45, rekan-rekan
Wisma Pajar (Wahyu, Rizal, Anjar, Budi, Alvin, Qori, Fauzi), serta Tiza Ratih
Yuliani yang turut membantu dalam proses penelitian ini. Disamping itu, penulis
menyampaikan terimakasih kepada kedua orang tua, Bapak Yuni A. Riyanto, S.Pd
dan Ibu Sri Setyawati, kakak Hardin Kuncahyo, A.Md, serta adik Riyan Saraswati
yang selalu memberikan do’a, semangat, dan kasih sayangnya.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena
keterbatasan pengetahuan dan wawasan penulis. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan saran, masukan, dan kritikan untuk perbaikan hasil penelitian di
kemudian hari. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat.
Bogor, Februari 2011
Puguh Widagdo
6
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 5 Juli 1988 dari Bapak Yuni A.
Riyanto dan Ibu Sri Setyawati. Penulis merupakan anak kedua dari tiga
bersaudara.
Pendidikan formal yang dilalui penulis adalah SMAN 90 Jakarta dan lulus
tahun 2006. Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut
Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan memilih
mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Departemen Budidaya
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah magang di Balai
Pengembangan Benih Ikan Ciherang-Cianjur, Balai Besar Pengembangan
Budidaya Air Payau Jepara, Balai Besar Karantina Ikan Soekarno-Hatta
Cengkareng, serta PT. Surya Windu Kartika Banyuwangi. Penulis juga pernah
menjadi asisten mata kuliah Dasar-dasar Mikrobiologi Akuatik semester genap
2008/2009 dan 2009/2010, Teknologi Produksi Plankton, Benthos dan Alga
semester genap 2009/2010, Dasar-dasar Akuakultur semester ganjil 2010/2011,
serta Mikrobiologi Akuatik D3 semester ganjil 2010/2011. Selain itu penulis juga
aktif menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Akuakultur (HIMAKUA) periode
2008/2009 dan 2009/2010 dan pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM)
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan periode 2009/2010. Tugas akhir dalam
pendidikan tinggi diselesaikan dengan menulis skripsi yang berjudul “Aplikasi
probiotik, prebiotik, dan sinbiotik melalui pakan pada udang vaname
Litopenaeus vannamei yang diinfeksi bakteri Vibrio harveyi”.
7
ABSTRAK
PUGUH WIDAGDO. Aplikasi probiotik, prebiotik, dan sinbiotik melalui pakan
pada udang vaname Litopenaeus vannamei yang diinfeksi bakteri Vibrio harveyi.
Dibimbing oleh Widanarni dan Dinamella Wahjuningrum.
Penanggulangan penyakit udang berpendar yang disebabkan bakteri Vibrio
harveyi umumnya menggunakan antibiotik, namun saat ini penggunaan antibiotik
sudah dibatasi karena dapat menyebabkan bakteri menjadi resisten dan
menimbulkan residu pada udang. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk
menanggulangi penyakit udang berpendar yaitu melalui aplikasi probiotik,
prebiotik, dan sinbiotik. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh
pemberian probiotik, prebiotik, dan sinbiotik melalui pakan terhadap
kelangsungan hidup dan pertumbuhan udang vaname yang diinfeksi bakteri V.
harveyi. Pakan perlakuan yang diberikan adalah pakan yang mengandung
probiotik 1%, prebiotik 2%, dan probiotik 1% + prebiotik 2% (sinbiotik). Udang
kontrol diberikan pakan yang tidak mengandung probiotik maupun prebiotik.
Udang uji dimasukkan ke dalam wadah berupa akuarium (60x30x35) cm
sebanyak 15 buah dengan kepadatan 40 udang/ 40 liter/ akuarium dan bobot rata-
rata 0,4±0,1 gram. Udang uji diberi pakan perlakuan selama 30 hari dan setelah
itu, diuji tantang melalui metode perendaman dengan bakteri V. harveyi dengan
dosis 106 CFU/ml. Parameter yang diamati adalah tingkat kelangsungan hidup
udang selama perlakuan, sebelum dan setelah diinfeksi dengan V. harveyi,
pertumbuhan harian, dan konversi pakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
penambahan sinbiotik melalui pakan pada udang vaname menghasilkan
pertumbuhan (5,89%), konversi pakan (1,21), dan kelangsungan hidup (80%)
yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan prebiotik dan probiotik. Selain
itu, setelah udang vaname diinfeksi dengan V. harveyi pada perlakuan sinbiotik
juga menghasilkan kelangsungan hidup yang lebih tinggi (83,33%) dibandingkan
dengan perlakuan prebiotik (51,67%) dan kontrol positif (31,67%).
Kata kunci : udang vaname, probiotik, prebiotik, sinbiotik, Vibrio harveyi
8
ABSTRACT
PUGUH WIDAGDO. Oral application of probiotic, prebiotic, and synbiotic in
pacific white shrimp Litopenaeus vannamei challenged with Vibrio harveyi.
Supervised by Widanarni and Dinamella Wahjuningrum.
Luminous vibriosis caused by Vibrio harveyi were commonly treated with
antibiotic, but recently the use of antibiotics is restricted because it induces
antibiotic-resistant bacteria and leave residue in shrimp’s body. An alternative
solution that can be done to treated luminous vibriosis is by using applications of
probiotic, prebiotic, and synbiotic. The aim of this research was to examine the
effect of probiotic, prebiotic, and synbiotic on the survival rate and growth of
pacific white shrimp against V. harveyi infection. Feed as treatment was
supplemented with probiotic 1%, prebiotic 2%, and probiotik 1% + prebiotic 2%
(synbiotic). Shrimps feed without supplementation of probiotic and prebiotic was
used as control treatment. Shrimp test inserted into the aquarium (60x30x35) cm
as much as 15 pic with a density of 40 shrimps/ 40 liters/ aquarium and an average
weight of 0.4 ± 0.1 grams. After 30 days of feeding treatment, the shrimp was
challenged by immersion with V. harveyi solution containing 106 CFU/ml.
Survival rate of shrimp was measured before and after challenge while growth and
feed convertion were observed before challenge test. Research result showed that
growth (5.89%), feed convertion (1.21), and survival rate (80%) before challenge
of shrimp fed diet supplemented with synbiotic were better then shrimp fed diet
supplemented with probiotic and prebiotic. After challenge, survival rate
(83.33%) of shrimp fed diet supplemented with synbiotic was better then prebiotic
(51.67%) and positive control (31.67%).
Keywords : pacific white shrimp, probiotic, prebiotic, synbiotic, Vibrio harveyi
i
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ............................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ iv
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... v
I. PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
II. METODOLOGI ......................................................................................... 3
2.1 Pengujian In Vitro Bakteri Probiotik ....................................................... 3
2.1.1 Pengujian Bakteri Probiotik SKT-b Terhadap Aktivitas
Amilolitik ................................................................................... 3
2.1.2 Pengujian Bakteri Probiotik SKT-b Terhadap Aktivitas
Proteolitik ................................................................................... 3
2.1.3 Pengujian Ketahanan Bakteri Probiotik SKT-b Terhadap
Asam Lambung dan Garam Empedu ......................................... 4
2.2 Penyiapan Prebiotik ................................................................................. 4
2.2.1 Ekstraksi Oligosakarida/Prebiotik ................................................ 4
2.2.2 Pengukuran Total Padatan Terlarut .............................................. 5
2.3 Pengujian Probiotik, Prebiotik, dan Sinbiotik Secara In Vivo ................. 5
2.3.1 Persiapan Wadah dan Hewan Uji ................................................. 5
2.3.2 Persiapan Pakan Uji ..................................................................... 6
2.3.3 Pengujian Pakan Uji pada Udang Vaname .................................. 7
2.4 Parameter Pengamatan ............................................................................ 8
2.4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup ....................................................... 8
2.4.2 Laju Pertumbuhan Harian ............................................................ 9
2.4.3 Rasio Konversi Pakan .................................................................. 9
2.5 Analisis Data ........................................................................................... 9
III. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 10
3.1 Hasil ......................................................................................................... 10
3.1.1 Kelangsungan Hidup .................................................................... 10
3.1.2 Pertumbuhan ................................................................................. 11
3.1.3 Konversi Pakan ............................................................................ 12
3.1.4 Aktivitas Amilolitik dan Proteolitik Bakteri Probiotik SKT-b .... 13
3.1.5 Ketahanan Bakteri Probiotik SKT-b Terhadap Asam
Lambung dan Garam Empedu .................................................... 13
3.1.6 Kualitas Air ................................................................................... 15
3.2 Pembahasan ............................................................................................. 15
IV. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 20
4.1 Kesimpulan .............................................................................................. 20
4.2 Saran ........................................................................................................ 20
ii
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 21
LAMPIRAN ...................................................................................................... 24
iii
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Feeding Rate (FR) menurut SNI 01-7246-2006 .......................................... 8
2. Diameter zona bening aktivitas amilolitik dan proteolitik .......................... 13
3. Nilai kualitas air media pemeliharaan udang vaname Litopenaeus
vannamei pada berbagai perlakuan ............................................................ 15
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Skema uji in vivo ......................................................................................... 8
2. Kelangsungan hidup udang vaname selama 30 hari pemeliharaan
sebelum diinfeksi dengan Vibrio harveyi .................................................. 10
3. Kelangsungan hidup udang vaname setelah diinfeksi dengan Vibrio
harveyi ....................................................................................................... 11
4. Pertumbuhan harian udang vaname selama 30 hari pemeliharaan ............ 12
5. Konversi pakan udang vaname selama 30 hari pemeliharaan .................. 12
6. Zona bening hasil aktivitas amilolitik (A) dan proteolitik (B) ................... 13
7. Selisih jumlah bakteri probiotik SKT-b pada media SWC cair antara
kontrol (pH 7) dengan pH 2,5 ................................................................... 14
8. Selisih jumlah bakteri probiotik SKT-b pada media SWC cair antara
kontrol (pH 7) dengan pH 7,5 ................................................................... 14
v
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Prosedur pembuatan media Sea Water Complete (SWC) dan larutan
Phosphate Buffer Saline (PBS) .................................................................. 25
2. Analisis statistik terhadap kelangsungan hidup udang vaname selama
30 hari pemeliharaan sebelum diinfeksi dengan Vibrio harveyi ................ 26
3. Analisis statistik terhadap kelangsungan hidup udang vaname setelah
diinfeksi dengan Vibrio harveyi ................................................................. 27
4. Analisis statistik terhadap pertumbuhan harian udang vaname selama
30 hari pemeliharaan .................................................................................. 28
5. Analisis statistik terhadap konversi pakan udang vaname selama 30
hari pemeliharaan ....................................................................................... 29
1
I. PENDAHULUAN
Udang vaname Litopenaeus vannamei merupakan salah satu komoditas
unggulan perikanan Indonesia. Pada tahun 2009, Kementerian Kelautan dan
Perikanan (KKP) menetapkan target produksi udang vaname meningkat sampai
222% pada tahun 2014, berarti akan terjadi peningkatan produksi dari 225.000 ton
menjadi 500.000 ton (Dirjen Perikanan Budidaya, 2010). Salah satu cara yang
dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi udang vaname yaitu dengan
meningkatkan padat tebar atau budidaya secara intensif. Menurut SNI 01-7246-
2006 budidaya udang vaname secara intensif memiliki padat tebar hingga 100
ekor/m2. Namun demikian usaha budidaya secara intensif pada udang vaname ini
akan berdampak pada meningkatnya peluang timbulnya penyakit yang
mengakibatkan kelangsungan hidup dan pertumbuhan pun menurun.
Penyakit bakterial merupakan salah satu masalah penting yang sering timbul
dalam usaha budidaya udang vaname. Penyakit udang berpendar merupakan
penyakit bakterial yang banyak menyerang udang vaname. Bakteri Vibrio harveyi
yang menyebabkan penyakit udang berpendar merupakan patogen oportunistik
yang umum dijumpai di lingkungan pemeliharaan dan bersimbiosis dengan udang
atau ikan air laut. Jika kondisi udang menurun maka bakteri ini akan bersifat
patogen (Austin & Austin, 1999). Pada saat wabah, populasi bakteri ini dapat
meningkat menjadi ribuan kali sehingga menyebabkan kematian udang hingga
100% (Lighner, 1983). Dengan demikian perlu dilakukan upaya pencegahan
sebelum udang terinfeksi penyakit tersebut. Penanggulangan penyakit udang
berpendar umumnya menggunakan antibiotik, namun saat ini penggunaan
antibiotik sudah dibatasi karena dapat menyebabkan bakteri menjadi resisten serta
menimbulkan residu pada udang. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk
menanggulangi penyakit udang berpendar adalah melalui aplikasi probiotik,
prebiotik, dan sinbiotik.
Probiotik merupakan makanan tambahan dalam bentuk mikroba hidup yang
memberi pengaruh menguntungkan bagi inang dengan meningkatkan
keseimbangan mikroba dalam saluran pencernaan (Fuller, 1992). Berdasarkan
hasil penelitian Widanarni et al. (2003) probiotik SKT-b yang merupakan bakteri
2
Vibrio alginolyticus memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan
bakteri patogen V. harveyi dalam uji in vitro dan in vivo. Selain itu menurut
Gullian et al. (2004), penggunaan Vibrio alginolyticus mampu meningkatkan
pertumbuhan dan respon imunitas pada udang vaname Litopenaeus vannamei.
Namun konsep probiotik ini memiliki kelemahan, yaitu kemampuan
bertahan, kolonisasi, dan kompetisi nutrien dari bakteri probiotik ini cukup
bervariasi untuk masuk ke dalam satu lingkungan ekosistem yang sudah
mengandung berbagai jenis bakteri lainnya. Lisal (2005) menyatakan bahwa jika
terjadi perubahan lingkungan yang ekstrim, maka bakteri dalam saluran
pencernaan akan dengan cepat mengalami wash out. Dalam hal ini, dibutuhkan
pendekatan lain yang dapat mengatasi keterbatasan tersebut, salah satunya adalah
melalui pemberian prebiotik.
Prebiotik merupakan bahan pangan yang tidak dapat dicerna oleh inang
tetapi memberikan efek menguntungkan bagi inang dengan cara merangsang
pertumbuhan mikroflora normal di dalam saluran pencernaan inang
(Schrezenmeir & Vrese, 2001). Namun demikian sama halnya dengan aplikasi
probiotik, efek prebiotik juga bersifat sementara. Semua perubahan yang
menguntungkan mikroflora usus tidak berlangsung terlalu lama dibandingkan
masa suplementasi prebiotik, sehingga dibutuhkan pendekatan lain dalam
mengatasi kelemahan dari prebiotik (Lisal, 2005). Pada kondisi ini, pendekatan
lain yang dapat dilakukan adalah melalui aplikasi sinbiotik.
Sinbiotik merupakan kombinasi seimbang dari probiotik dan prebiotik
dalam mendukung kelangsungan hidup dan pertumbuhan bakteri yang
menguntungkan dalam saluran pencernaan mahluk hidup (Schrezenmeir & Vrese,
2001). Li et al. (2009) menyatakan bahwa penambahan probiotik Bacillus OJ
(PB) dengan konsentrasi 108 CFU/g pakan dan 0,2% isomaltooligosaccharides
(IMO) dapat meningkatkan resistensi udang terhadap penyakit dengan
meningkatkan respons imun udang.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pemberian probiotik,
prebiotik, dan sinbiotik melalui pakan terhadap kelangsungan hidup dan
pertumbuhan udang vaname yang diinfeksi bakteri Vibrio harveyi.
3
II. METODOLOGI
2.1 Pengujian In Vitro Bakteri Probiotik
Pada penelitian ini bakteri probiotik yang digunakan adalah isolat SKT-b
yang telah diuji dapat menghambat pertumbuhan V. harveyi secara in vitro dan in
vivo serta telah diidentifikasi sebagai bakteri Vibrio alginolyticus (Widanarni et
al., 2003). Pengujian in vitro bakteri probiotik pada penelitian ini meliputi
aktivitas amilolitik, proteolitik, serta ketahanan terhadap asam lambung dan
garam empedu karena probiotik akan diaplikasikan melalui pakan.
2.1.1 Pengujian Bakteri Probiotik SKT-b Terhadap Aktivitas Amilolitik
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya aktivitas amilolitik dari
probiotik SKT-b. Tahapan pengujian bakteri probiotik SKT-b terhadap aktivitas
amilolitik menggunakan prosedur uji hidrolisis pati (Aslamyah, 2006). Prosedur
uji hidrolisis pati dilakukan dengan menumbuhkan SKT-b ke dalam SWC cair
(Lampiran 1) yang sudah ditambah dengan pati tapioka 1%. Kemudian diinkubasi
dalam Water Bath Shaker selama 18 jam pada suhu 29-30oC dengan kecepatan
160 rpm. Setelah itu dicelupkan jarum inokulum hingga tercelup ¼ bagian ke
dalam kultur cair dan dititikkan ke dalam cawan petri yang berisi SWC agar + 2%
pati tapioka dan diinkubasi pada suhu ruang selama 24 jam. Hidrolisis pati diukur
dengan memberikan beberapa tetes larutan lugol iodine hingga permukaan media
agar tertutup. Jika terjadi proses hidrolisis pati, maka akan terlihat zona bening di
sekeliling koloni mikrob, sebaliknya bila tidak terjadi hidrolisis daerah sekitar
koloni mikrob tetap berwarna biru kehitaman. Selanjutnya dilakukan pengukuran
diameter wilayah yang dihidrolisis.
2.1.2 Pengujian Bakteri Probiotik SKT-b Terhadap Aktivitas Proteolitik
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya aktivitas proteolitik dari
probiotik SKT-b. Tahapan pengujian bakteri probiotik SKT-b terhadap aktivitas
proteolitik menggunakan prosedur uji hidrolisis kasein (Aslamyah, 2006).
Prosedur uji hidrolisis kasein dilakukan dengan menumbuhkan SKT-b ke dalam
SWC cair yang sudah ditambah dengan susu skim 1%. Kemudian diinkubasi
4
dalam Water Bath Shaker selama 18 jam pada suhu 29-30oC dengan kecepatan
160 rpm. Setelah itu dicelupkan jarum inokulum hingga tercelup ¼ bagian ke
dalam kultur cair dan dititikkan ke dalam cawan petri yang berisi SWC agar + 2%
susu skim dan diinkubasi pada suhu ruang selama 24 jam. Hidrolisis kasein diukur
dengan memberikan beberapa tetes larutan HCl 10% hingga permukaan media
agar tertutup. Jika terjadi proses hidrolisis kasein terlihat daerah bening di
sekililing koloni mikrob, sebaliknya bila tidak terjadi hidrolisis daerah sekitar
koloni mikrob berwarna keruh. Setelah itu diukur diameter wilayah yang
dihidrolisis.
2.1.3 Pengujian Ketahanan Bakteri Probiotik SKT-b Terhadap Asam
Lambung dan Garam Empedu
Ketahanan isolat bakteri terhadap asam lambung dan garam empedu
digunakan untuk mengkaji kemampuannya bertahan dalam lambung dan saluran
pencernaan yang memiliki pH rendah serta garam empedu di bagian atas usus
yang memiliki pH tinggi. Pengujian dilakukan menurut metode Ngaatirah et al.
(2000), yaitu dengan menginokulasi 0,4 ml suspensi isolat bakteri ke dalam
erlenmeyer yang berisi 40 ml larutan media steril pada pH 2,5 (pH diatur dengan
penambahan HCl) dan pH 7,5 (pH diatur dengan penambahan NaOH), kemudian
diinkubasi pada suhu ruang. Pengamatan dilakukan setelah 2, 4, 6, dan 8 jam
setelah inokulasi dan kepadatan bakteri dihitung dengan menggunakan
spektrofotometer pada panjang gelombang 620 nm. Ketahanan terhadap asam
lambung dan garam empedu ditentukan berdasarkan selisih kepadatan antara
media kontrol (pH 7) dan media perlakuan (pH 2,5 dan pH 7,5). Hasil yang
diperoleh dinyatakan dengan OD (optical density). Semakin kecil selisih
kepadatan bakteri antara media kontrol dan perlakuan, maka semakin tahan
bakteri yang diuji terhadap asam lambung dan garam empedu.
2.2 Penyiapan Prebiotik
2.2.1 Ekstraksi Oligosakarida/Prebiotik
Proses ekstraksi oligosakarida/prebiotik mengacu pada metode Muchtadi
(1989). Sebanyak 500 gram tepung ubi jalar varietas sukuh Ipomoea batatas L.
dicampur air dengan perbandingan 1:1 (w/v) dan dikukus pada suhu 100oC selama
5
30 menit. Kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 55oC selama 18 jam.
Selanjutnya, digiling dan disaring dengan ayakan hingga tepung kukus ubi jalar
varietas sukuh dapat terkumpul. Pada proses ekstraksi, sebanyak 10 gram tepung
kukus ubi jalar varietas sukuh disuspensikan ke dalam 100 ml etanol 70% dan
diaduk selama 3 hari dengan selang waktu 3 jam sekali menggunakan batang
pengaduk pada suhu ruang. Setelah itu dilakukan penyaringan menggunakan
kertas saring steril. Kemudian disentrifuse dengan kecepatan 5000 rpm selama 10
menit dan disaring kembali. Filtrat yang diperoleh dipekatkan menggunakan
evaporator vakum pada suhu 40oC. Hasil evaporator kemudian diencerkan dengan
akuades steril menggunakan perhitungan total padatan terlarut (TPT).
2.2.2 Pengukuran Total Padatan Terlarut
Pengukuran total padatan terlarut (TPT) bertujuan untuk melihat kepekatan
padatan terlarut yang berguna pada pengujian in vivo. Pengujian TPT ini mengacu
kepada metode Apriyantono et al. (1989). Cawan porselin dimasukkan ke dalam
oven selama satu jam dengan suhu 100oC, dimasukkan ke dalam desikator, dan
ditimbang (a gram). Setelah cawan porselin ditimbang, kemudian sebanyak 1 ml
oligosakarida yang diekstraksi dari ubi jalar ditempatkan dalam cawan porselin
tersebut, kemudian ditimbang (b gram) dan dimasukan ke dalam oven selama 24
jam dengan suhu 100oC. Setelah kering, cawan didinginkan dalam desikator
selama 10 menit atau hingga berat cawan stabil, kemudian cawan tersebut
ditimbang (c gram). Total padatan terlarut dihitung dengan rumus:
TPT=
x 100%
Hasil dari pemekatan ekstraksi ubi jalar tersebut selanjutnya akan
diencerkan dengan menggunakan akuades steril hingga mencapai kadar TPT
(Total Padatan Terlarut) sebesar 5% (Marlis, 2008).
2.3 Pengujian Probiotik, Prebiotik, dan Sinbiotik Secara In Vivo
2.3.1 Persiapan Wadah dan Hewan Uji
Wadah yang digunakan dalam penelitian adalah 15 akuarium berukuran 60
cm x 30 cm x 35 cm. Akuarium sebelumnya dicuci dengan deterjen dan
dikeringkan, kemudian didesinfeksi dengan kaporit 100 ppm selama 24 jam.
6
Setelah itu akuarium yang telah didesinfeksi dengan kaporit dibilas dengan air
tawar hingga bersih, kemudian dimasukkan air laut sebanyak 40 liter pada
masing-masing akuarium.
Hewan uji yang digunakan adalah udang vaname PL (post larva) 20 (benur)
yang berasal dari PT. Suri Tani Pemuka Carita, Pandeglang, Banten. Benur
diadaptasi selama 15 hari dalam akuarium berukuran 60 cm x 30 cm x 35 cm
dengan padat tebar 40 ekor/akuarium dan volume 40 liter/akuarium yang
dilengkapi dengan heater dan shelter sebagai tempat udang berlindung. Selama
adaptasi udang diberi pakan komersil dengan kandungan protein 40% sebanyak 5
kali sehari. Pengelolaan kualitas air dilakukan dengan penyiponan dan pergantian
air pada pagi hari sebanyak 10% dari total volume akuarium. Setelah masa
adaptasi selesai, udang uji dipuasakan selama 24 jam dengan tujuan
menghilangkan sisa pakan dalam saluran pencernaan. Pemeliharaan udang
dilakukan selama 30 hari untuk pengujian kelangsungan hidup dan kinerja
pertumbuhan, sedangkan uji tantang menggunakan bakteri Vibrio harveyi
dilakukan pada hari ke-31 dan selanjutnya diamati kelangsungan hidupnya hingga
hari ke-39.
2.3.2 Persiapan Pakan Uji
Persiapan pakan uji meliputi tahap kultur bakteri, pemisahan sel bakteri,
serta pencampuran pakan. Kultur bakteri probiotik SKT-b dilakukan pada media
SWC agar miring selama 24 jam pada suhu ruang. Selanjutnya probiotik
diinokulasikan ke dalam media SWC cair dan diinkubasi dalam Water Bath
Shaker selama 18 jam pada suhu 29-30oC dengan kecepatan 160 rpm. Pemanenan
sel bakteri dilakukan dengan memindahkan suspensi bakteri ke dalam tabung
Corning 25 ml kemudian disentrifuse selama 10 menit dengan kecepatan 5000
rpm untuk memisahkan padatan sel bakteri dengan supernatan. Sel bakteri
kemudian dicuci sebanyak 2 kali dengan larutan PBS 25 ml (Lampiran 1),
dihomogenisasi dengan vortex dan disentrifuse selama 10 menit dengan kecepatan
5000 rpm dan supernatan dibuang. Setelah itu ditambahkan larutan PBS sebanyak
10 ml dan dihomogenisasi dengan vortex. Hasil dari vortex ini adalah probiotik
yang akan dicampurkan ke dalam pakan. Dosis probiotik yang digunakan sebesar
7
1% (Wang, 2007), dan prebiotik sebesar 2% dengan TPT 5% (Mahious et al.,
2006). Setelah itu ditambahkan kuning telur sebanyak 2% dari total campuran
pakan yang berfungsi sebagai perekat (Wang, 2007). Sebelum diberikan ke udang,
pakan dikeringudarakan selama 10-15 menit untuk mengurangi kelembaban.
2.3.3 Pengujian Pakan Uji pada Udang Vaname
Pakan uji yang digunakan dalam penelitian ini berupa pelet komersil dengan
kandungan protein 40%. Pengujian terdiri dari 5 perlakuan dengan 3 kali ulangan,
yaitu:
Benur PL 35 dengan berat rata-rata 0,4±0,1 gram dipelihara selama 30 hari
dalam akuarium volume 40 liter dengan padat tebar 40 ekor/akuarium. Pemberian
pakan dilakukan lima kali dalam sehari pada pukul 07.00, 11.00, 15.00, 19.00, dan
23.00 WIB. Jumlah pakan yang diberikan didasarkan pada Feeding Rate (FR)
menurut SNI 01-7246-2006 yang dapat dilihat pada Tabel 1. Untuk menjaga
kualitas air, akuarium disifon dan dilakukan pergantian air sebanyak 10% dari
total volume akuarium. Sampling bobot dilakukan setiap 10 hari sekali, sedangkan
pengukuran suhu, salinitas, DO, pH, dan NH3 dilakukan sebanyak 2 kali pada
awal dan akhir pemeliharaan.
Perlakuan A : Pemberian pakan komersil tanpa penambahan probiotik dan
prebiotik serta diinfeksi Vibrio harveyi (kontrol (+))
Perlakuan B : Pemberian pakan komersil tanpa penambahan probiotik dan
prebiotik namun tidak diinfeksi Vibrio harveyi (kontrol (-))
Perlakuan C : Pemberian pakan komersil dengan penambahan probiotik
sebesar 1% (Wang, 2007) dan diinfeksi Vibrio harveyi
Perlakuan D : Pemberian pakan komersil dengan penambahan prebiotik
sebesar 2% (Mahious et al., 2006) dan diinfeksi Vibrio harveyi
Perlakuan E : Pemberian pakan komersil dengan penambahan sinbiotik
(probiotik sebesar 1 % dan prebiotik sebesar 2%) dan diinfeksi
Vibrio harveyi
8
Tabel 1. Feeding Rate (FR) menurut SNI 01-7246-2006
Umur Udang
(hari)
Berat Udang
(gram)
Dosis pakan
(%)
Frekuensi Pakan
per hari
1 - 15 0,1 - 1,0 75 - 25 3
16 - 30 1,1 - 2,5 25 - 15 4
31 - 45 2,6 - 5,0 15* - 10 5
45 - 60 5,1 - 8,0 10* - 7 5
61 - 75 8,1 - 14,0 7* - 5
* 5
76 - 90 14,1 - 18,0 5 - 3 5
91 - 105 18,1 - 20,0 5 - 3 5
106 - 120 20,1 - 22,5 4 - 2 5 *) FR yang digunakan selama pemeliharaan
Setelah udang vaname diberi perlakuan selama 30 hari, kemudian udang
diinfeksi V. harveyi dengan dosis 106 CFU/ml sebanyak 0,7 ml. Infeksi dilakukan
dengan metode perendaman selama 30 menit di dalam wadah terpisah (20 ekor
udang/2 liter) dan kemudian udang ditempatkan ke dalam akuarium dengan
volume 20 liter/akuarium. Perlakuan yang diinfeksi dengan Vibrio harveyi adalah
perlakuan A, C, D, dan E sedangkan B direndam dengan 0,7 ml PBS. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat skema uji in vivo pada Gambar 1.
Gambar 1. Skema uji in vivo
2.4 Parameter Pengamatan
2.4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup
Tingkat kelangsungan hidup dihitung berdasarkan rumus (Effendie, 1979) :
SR =
x 100%
Pengamata
n
Tanpa Perlakuan
Infeksi 32 30 1
0
0
0
0
A
B
C
D
E
0 39
31
Tanpa Infeksi
Infeksi
Infeksi
Infeksi
Tanpa Perlakuan
Perlakuan
Perlakuan
Perlakuan
9
Keterangan :
SR = Kelangsungan hidup (%)
Nt = Jumlah udang pada akhir pemeliharaan (ekor)
No = Jumlah udang pada awal pemeliharaan (ekor)
2.4.2 Laju Pertumbuhan Harian
Laju pertumbuhan spesifik dihitung dengan menggunakan rumus di bawah
ini (Huisman, 1987) :
[√
]
Keterangan :
SGR = Laju pertumbuhan harian (%)
Wt = Bobot rata-rata udang pada akhir perlakuan (gram)
Wo = Bobot rata-rata udang pada awal pemeliharaan (gram)
t = Periode pemeliharaan (hari)
2.4.3 Rasio Konversi Pakan
Rasio konversi pakan selama pemeliharaan dihitung menggunakan rumus
(Zonneveld et al., 1991) :
Keterangan :
FCR = Konversi pakan
F = Jumlah pakan (gram)
Bt = Biomassa udang pada saat akhir perlakuan (gram)
Bm = Biomassa udang yang mati saat perlakuan (gram)
Bo = Biomassa udang pada saat awal perlakuan (gram)
2.5 Analisis Data
Penelitian ini menggunakan rancangan percobaan berupa Rancangan Acak
Lengkap (RAL). Data dianalisis menggunakan software SPSS versi 16 dan uji
lanjut untuk beda nyata menggunakan uji Tukey.
10
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
3.1.1 Kelangsungan Hidup
Kelangsungan hidup udang vaname merupakan parameter yang utama.
Penghitungan kelangsungan hidup udang vaname dibedakan menjadi dua tahap
yaitu tahap perlakuan dan tahap uji tantang. Pada tahap perlakuan selama 30 hari
padat tebar awal yang digunakan adalah 40 ekor/akuarium, sedangkan pada tahap
uji tantang selama 8 hari padat tebar diturunkan menjadi 20 ekor/akuarium sesuai
dengan ukuran udang. Kelangsungan hidup pada tahap perlakuan dan tahap uji
tantang dapat dilihat pada Gambar 2 dan Gambar 3.
Keterangan :
* Huruf superscript yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05)
** A (kontrol +), B (kontrol -), C (probiotik), D (prebiotik), dan E (sinbiotik)
Gambar 2. Kelangsungan hidup udang vaname selama 30 hari pemeliharaan
sebelum diinfeksi dengan Vibrio harveyi
Pada tahap perlakuan, kelangsungan hidup tertinggi dihasilkan oleh
perlakuan D (85,83%), diikuti perlakuan E (80%), perlakuan B (75%), perlakuan
C (75%), sedangkan perlakuan A menghasilkan kelangsungan hidup terendah
yaitu 71,67%. Berdasarkan hasil uji lanjut dengan uji Tukey diketahui bahwa
tidak terdapat perbedaan antara perlakuan D dengan E, namun perlakuan A, B,
dan C berbeda nyata dengan perlakuan D (p<0,05) (Lampiran 2).
71.67 75 75
85.83 80
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
A B C D E
Kela
ng
su
ng
an
hid
up
(%
)
Perlakuan
a a a b ab
11
Keterangan :
* Huruf superscript yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05)
** A (kontrol +), B (kontrol -), C (probiotik), D (prebiotik), dan E (sinbiotik)
Gambar 3. Kelangsungan hidup udang vaname setelah diinfeksi dengan Vibrio
harveyi
Berdasarkan hasil pengamatan pasca uji tantang bakteri patogen V. harveyi,
diketahui bahwa perlakuan C (probiotik) dan perlakuan E (sinbiotik)
menghasilkan kelangsungan hidup yang sama tinggi yaitu sebesar 83,33%.
Perlakuan B (kontrol (-)) menghasilkan kelangsungan hidup sebesar 70% dan
perlakuan D (prebiotik) sebesar 51,67%, sedangkan perlakuan A (kontrol (+))
menghasilkan kelangsungan hidup terendah yaitu sebesar 31,67%. Berdasarkan
hasil uji lanjut dengan uji Tukey diketahui bahwa perlakuan B, C, D, dan E
berbeda nyata dengan perlakuan A. Namun perlakuan B tidak berbeda nyata
dengan perlakuan C, D, dan E (Lampiran 3).
3.1.2 Pertumbuhan
Pengaruh pemberian probiotik, prebiotik, dan sinbiotik melalui pakan
terhadap laju pertumbuhan harian udang vaname dapat dilihat pada Gambar 4.
Selama masa pemeliharaan laju pertumbuhan harian udang vaname tertinggi
dihasilkan oleh perlakuan D (6,1%), diikuti oleh perlakuan E (5,89%), perlakuan
C (5,02%), perlakuan A (3,53%), dan perlakuan B (3,25%). Hasil uji lanjut
dengan menggunakan uji Tukey diketahui bahwa perlakuan C, D, dan E tidak
berbeda nyata, namun berbeda nyata dengan perlakuan A dan B (Lampiran 4).
31.67
70
83.33
51.67
83.33
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
A B C D E
Ke
lan
gs
un
ga
n H
idu
p (
%)
Perlakuan
a bc c b c
12
Keterangan :
* Huruf superscript yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05)
** A (kontrol +), B (kontrol -), C (probiotik), D (prebiotik), dan E (sinbiotik)
Gambar 4. Pertumbuhan harian udang vaname selama 30 hari pemeliharaan
3.1.3 Konversi Pakan
Pengaruh pemberian probiotik, prebiotik, dan sinbiotik melalui pakan
terhadap konversi pakan dapat dilihat pada Gambar 5. Selama masa pemeliharaan,
perlakuan E (1,21) memiliki nilai konversi pakan yang paling baik, diikuti
perlakuan D (1,26), perlakuan C (1,43), perlakuan A (2,18), dan perlakuan B
(2,26). Hasil uji lanjut dengan menggunakan uji Tukey diketahui bahwa perlakuan
D tidak berbeda nyata dengan perlakuan E, namun berbeda nyata dengan
perlakuan A, B, dan C (Lampiran 5).
Keterangan :
* Huruf superscript yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05)
** A (kontrol +), B (kontrol -), C (probiotik), D (prebiotik), dan E (sinbiotik)
Gambar 5. Konversi pakan udang vaname selama 30 hari pemeliharaan
3.53 3.25
5.02
6.1 5.89
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
A B C D ELa
ju P
ert
um
bu
ha
n H
ari
an
(%
)
Perlakuan
a b a b b
2.18 2.26
1.43 1.26 1.21
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
A B C D E
Ko
nve
rsi
Pa
ka
n
Perlakuan
a a b c c
13
Media SWC + Pati Media SWC + Susu
3.1.4 Aktivitas Amilolitik dan Proteolitik Bakteri Probiotik SKT-b
Hasil pengujian aktivitas amilolitik dan proteolitik pada bakteri probiotik
SKT-b ditunjukkan pada Gambar 6 dan Tabel 2.
A B
Gambar 6. Zona bening hasil aktivitas amilolitik (A) dan proteolitik (B)
Tabel 2. Diameter zona bening aktivitas amilolitik dan proteolitik
Perlakuan Diameter Zona Bening (mm)
Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata
Amilolitik 20 25 22.5
Proteolitik 25 23 24
Berdasarkan hasil pengujian diketahui bahwa probiotik SKT-b dapat
menghidrolisis sumber karbonnya, yang ditandai dengan adanya zona bening di
sekitar koloni SKT-b yang ditumbuhkan pada media agar yang ditambahkan pati
(amilolitik) dan susu (proteolitik). Zona bening tersebut menunjukkan bahwa
sumber karbon dalam pati dan susu sudah dihidrolisis dan dimanfaatkan sebagai
sumber energi oleh mikroba.
3.1.5 Ketahanan Bakteri Probiotik SKT-b Terhadap Asam Lambung dan
Garam Empedu
Ketahanan isolat bakteri terhadap asam lambung dan garam empedu
menggambarkan kemampuan bakteri dalam bertahan hidup pada kondisi asam
dan basa, yang dinyatakan dalam selisih jumlah isolat bakteri dalam media kontrol
14
0
0.2
0.4
0.6
2 4 6 8
OD
62
0n
m
Jam ke-
pH 2,5
0
0.2
0.4
0.6
2 4 6 8
OD
62
0n
m
Jam ke-
pH 7,5
dan perlakuan selama periode pengamatan. Selisih isolat kontrol dan perlakuan
setiap periode disajikan pada Gambar 7 dan Gambar 8.
Gambar 7. Selisih jumlah bakteri probiotik SKT-b pada media SWC cair antara
kontrol (pH 7) dengan pH 2,5
Berdasarkan hasil pengujian ketahanan terhadap asam lambung, diketahui
bahwa bakteri probiotik SKT-b dapat bertahan hidup pada kondisi asam (pH 2,5)
(Gambar 6). Pengamatan selisih optical density (OD) pada pH 2,5 berkisar antara
0,009-0,042 dengan periode pengamatan dari jam ke-2 hingga jam ke-8 dengan
populasi sel yang relatif stabil mendekati kontrol setiap 2 jam sekali. Selisih OD
yang relatif kecil ini menandakan bahwa probiotik SKT-b dapat bertahan pada
kondisi asam di lambung.
Gambar 8. Selisih jumlah bakteri probiotik SKT-b pada media SWC cair antara
kontrol (pH 7) dengan pH 7,5
15
Berdasarkan hasil pengujian terhadap garam empedu, diketahui bahwa
bakteri probiotik SKT-b dapat bertahan hidup pada kondisi basa (pH 7,5)
(Gambar 8). Pengamatan selisih optical density (OD) pada pH 7,5 berkisar antara
0,003-0,014 dengan periode pengamatan dari jam ke-2 hingga jam ke-8 dengan
populasi sel yang relatif mendekati kontrol setiap 2 jam sekali. Selisih OD yang
relatif kecil ini menandakan probiotik SKT-b dapat bertahan pada kondisi garam
empedu.
3.1.6 Kualitas Air
Kualitas air selama masa pemeliharaan diukur pada awal dan akhir masa
pemeliharaan. Parameter kualitas air yang diamati meliputi temperatur (suhu), pH,
kandungan oksigen terlarut (DO), salinitas, dan amoniak (NH3) selama
pemeliharaan (Tabel 3).
Tabel 3. Nilai kualitas air media pemeliharaan udang vaname Litopenaeus
vannamei pada berbagai perlakuan
Perlakuan Suhu (oC) pH DO (ppm) Salinitas (ppt) NH3 (ppm)
Tandon (Awal) 28 8,15 5,7 30,2 0,0033
A (Kontrol (+)) 30 7,73 3,9 30,6 0,0049
B (Kontrol (-)) 29 7,75 4,1 30,7 0,0049
C (Probiotik) 30 7,71 3.8 31,4 0,0059
D (Prebiotik) 31 7,69 3,5 32,2 0,0085
E (Sinbiotik) 30 7,66 3,3 31,9 0,0096
3.2 Pembahasan
Tingkat kelangsungan hidup merupakan peluang hidup suatu individu dalam
waktu tertentu (Effendie, 1997). Hasil pengamatan selama 30 hari pemeliharaan
menunjukkan bahwa kelangsungan hidup udang vaname pada perlakuan prebiotik
dan sinbiotik lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya (Gambar 2).
Tingginya kelangsungan hidup tersebut diduga karena prebiotik yang
ditambahkan mampu menstimulir pertumbuhan mikroflora normal di dalam
saluran pencernaan udang vaname, sehingga kelangsungan hidup meningkat.
Begitu pula dengan penambahan sinbiotik, prebiotik yang ditambahkan bersama
probiotik memberikan efek yang sama seperti pada perlakuan prebiotik saja. Hal
yang sama juga diperoleh Mahious et al. (2006), penambahan rafinosa dalam
16
pakan telah meningkatkan komposisi mikroflora normal dalam saluran
pencernaan dan kelangsungan hidup ikan turbot.
Nilai kelangsungan hidup setelah diinfeksi dengan V. harveyi (Gambar 3)
ternyata berbeda dibandingkan dengan kelangsungan hidup udang sebelum
diinfeksi (Gambar 2). Kelangsungan hidup yang tinggi didapat pada penambahan
sinbiotik dan probiotik sebesar 83,33%. Kelangsungan hidup udang vaname yang
diberi pakan mengandung prebiotik berbeda antara sebelum diinfeksi dengan V.
harveyi dan setelah diinfeksi dengan V. harveyi yang mengakibatkan penurunan
kelangsungan hidup. Hal ini diduga karena prebiotik tidak mampu
mempertahankan bakteri yang menguntungkan pada saluran pencernaan udang
vaname sehingga kelangsungan hidup udang vaname pada perlakuan prebiotik
lebih rendah dibandingkan dengan probiotik dan sinbiotik. Hal tersebut didukung
Lee & Seppo (2009) bahwa prebiotik bukan merupakan bahan yang efektif dalam
menghilangkan patogen tertentu jika terjadi wabah patogen secara besar-besaran.
Kelangsungan hidup udang vaname yang tinggi pada probiotik maupun sinbiotik
adalah karena adanya penambahan probiotik SKT-b yang telah teruji mampu
menekan bakteri patogen V. harveyi. Pendapat ini didukung oleh Widanarni et al.
(2008), penambahan probiotik SKT-b (Vibrio alginolyticus) efektif menekan V.
harveyi dengan cara kompetisi melalui tempat pelekatan atau sumber nutrisi. Li et
al. (2009) menyatakan bahwa penambahan probiotik Bacillus OJ (PB) dengan
konsentrasi 108 CFU/g pakan dan 0,2% isomaltooligosaccharides (IMO) dapat
meningkatkan resistensi udang terhadap penyakit dengan meningkatkan respons
imun udang.
Pertumbuhan merupakan pertambahan ukuran baik bobot maupun panjang
dalam suatu periode atau waktu tertentu (Effendie, 1997). Selama 30 hari masa
pemeliharaan, bobot udang vaname mengalami peningkatan seiring dengan
bertambahnya masa pemeliharaan. Dari Gambar 4 dapat dilihat bahwa
peningkatan bobot udang vaname pada perlakuan pakan yang ditambahkan
probiotik, prebiotik, dan sinbiotik cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan
kontrol. Hal ini diduga dengan penambahan probiotik, prebiotik, dan sinbiotik
mampu meningkatkan mikroflora normal di dalam usus sehingga pakan dapat
dimanfaatkan dengan baik untuk pertumbuhan dengan menghasilkan enzim
17
pencernaan. Hasil pengujian bakteri probiotik SKT-b terhadap aktivitas amilolitik
dan proteolitik menunjukkan bahwa probiotik tersebut menghasilkan enzim
amilase dan protease (Tabel 2). Enzim-enzim tersebut diduga telah membantu
kecernaan pakan sehingga pertumbuhan udang yang diberi probiotik, prebiotik,
dan sinbiotik meningkat. Atlas et al. (1984) menyatakan bahwa mikroba
amilolitik adalah mikroba yang mampu menghasilkan enzim amilase yang akan
mendegradasi pati menjadi maltosa dan glukosa sebagai sumber karbon dan
energi. Sedangkan mikrob proteolitik adalah mikrob yang mampu menghasilkan
enzim protease yang akan merombak protein menjadi asam amino. Mikrob
proteolitik akan memanfaatkan asam amino sebagai sumber karbon dan energi.
Hal ini juga berlaku pada penambahan prebiotik pada pakan diduga telah
menstimulir pertumbuhan mikroflora normal di dalam saluran pencernaan udang
váname.
Rasio konversi pakan (FCR) merupakan suatu ukuran yang menyatakan
jumlah pakan yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 kg daging. Semakin besar
nilai FCR, maka semakin banyak pakan yang dibutuhkan untuk memproduksi 1
kg daging (Effendi, 2004). FCR berkebalikan dengan efisiensi pakan, artinya
semakin tinggi FCR maka efisiensi pakan yang didapatkan akan semakin rendah
dan berlaku pula sebaliknya. Gambar 5 menunjukkan bahwa perlakuan sinbiotik
dan prebiotik memberikan nilai FCR yang lebih baik dibandingkan dengan
perlakuan probiotik dan kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa prebiotik dan
sinbiotik dalam pakan mampu meningkatkan pemanfaatan pakan yang lebih
efektif, sehingga penggunaan pakan lebih efisien dan memberikan respon lebih
baik pada nilai FCR. Hasil yang sama juga diperoleh pada ikan nila dengan
perlakuan probiotik, prebiotik, dan sinbiotik (Putra, 2010).
Probiotik SKT-b merupakan bakteri yang mampu menghasilkan enzim
amilase dan protease yang ditandai dengan pembentukan zona bening pada uji
aktivitas amilolitik dan proteolitik. Pembentukan zona bening yang dilakukan oleh
bakteri probiotik SKT-b ini menunjukkan bahwa bakteri tersebut dapat digunakan
sebagai probiotik. Pendapat ini didukung oleh Macey dan Coyne (2005), probiotik
yang mempunyai pengaruh positif bagi inangnya memiliki beberapa kriteria,
antara lain tidak bersifat patogen; sebaiknya merupakan mikroflora normal usus
18
agar lebih mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan usus; toleran terhadap
asam lambung dan garam empedu; memiliki kemampuan untuk menempel dan
mengkolonisasi sel usus; dan memiliki pengaruh yang menguntungkan terhadap
kesehatan. Selain itu hasil penelitian Aslamyah (2006) menyebutkan bahwa
Vibrio alginolyticus merupakan bakteri yang memiliki aktivitas enzim protease,
sehingga kemampuan probiotik SKT-b menghasilkan enzim amilase dan protease
ini yang menyebabkan pertumbuhan, konversi pakan, dan kelangsungan hidup
udang yang lebih baik.
Ketahanan isolat terhadap asam lambung dan garam empedu
menggambarkan kemampuan bakteri kandidat probiotik dalam bertahan di kondisi
asam dan basa, yang dinyatakan dalam selisih jumlah isolat bakteri dalam media
kontrol dan perlakuan selama periode pengamatan. Hasil pengujian ketahanan
isolat bakteri probiotik SKT-b terhadap asam lambung dan garam empedu
menunjukkan bahwa probiotik SKT-b tahan terhadap asam lambung dan garam
empedu. Hal ini ditunjukkan dari kecilnya selisih jumlah sel bakteri probiotik
SKT-b pada media kontrol (pH 7) dengan pH asam (pH 2,5) dan pH basa (pH 7,5)
(Gambar 7 dan Gambar 8). Menurut Macey dan Coyne (2005) kriteria isolat
bakteri berikutnya yang perlu dipertimbangkan sebagai probiotik adalah
kemampuannya dalam bertahan pada kondisi asam dan basa. Toleran pada asam
lambung dan garam empedu merupakan syarat terpenting kandidat probiotik. Hal
ini terjadi karena pada saat bakteri tersebut masuk ke dalam tubuh inang, bakteri
tersebut akan melewati lambung yang ada dalam suasana asam dan selanjutnya
akan melewati garam empedu dengan pH basa di usus. Ketahanan isolat bakteri
terhadap asam lambung dan garam empedu direfleksikan oleh ketahanannya pada
media asam dan basa, yang dinyatakan dalam selisih jumlah isolat dalam media
kontrol dan perlakuan selama periode pengamatan. Semakin kecil selisih maka
semakin besar ketahanan isolat bakteri pada pH rendah dan pH tinggi. Bakteri
yang berhasil bertahan pada kondisi pH rendah dinyatakan bersifat tahan atau
resisten terhadap asam lambung, sedangkan bakteri yang berhasil hidup pada pH
basa dinyatakan bersifat tahan atau resisten terhadap garam empedu.
Air merupakan media tumbuh udang vaname dimana kualitasnya sangat
menentukan pertumbuhan dan kelangsungan hidupnya. Nilai kisaran kualitas air
19
selama pemeliharaan pada semua perlakuan masih berada pada kisaran optimal
untuk pertumbuhan udang vaname. Menurut SNI 01-7246-2006 budidaya udang
vaname secara intensif memiliki nilai kisaran kualitas air optimum yang terdiri
dari suhu sebesar 28.5-31.5oC, salinitas 15-35 ppt, pH 7.5-8.5, oksigen terlarut
minimal 3.5 ppm, dan amoniak maksimal 0.01 ppm. Sehingga diasumsikan
perubahan kelangsungan hidup, pertumbuhan, dan konversi pakan pada perlakuan
bukan diakibatkan oleh kualitas air media pemeliharaan.
20
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Penambahan sinbiotik melalui pakan menghasilkan pertumbuhan (5,89%),
konversi pakan (1,21), dan kelangsungan hidup (80%) yang lebih baik
dibandingkan dengan perlakuan prebiotik dan probiotik. Selain itu, setelah udang
vaname diinfeksi dengan Vibrio harveyi pada perlakuan sinbiotik juga
menghasilkan kelangsungan hidup yang lebih tinggi (83,33%) dibandingkan
dengan perlakuan prebiotik (51,67%) dan kontrol positif (31,67%).
4.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai respon imun setelah
pemberian probiotik, prebiotik, dan sinbiotik yang diaplikasikan melalui pakan.
21
DAFTAR PUSTAKA
Apriyantono, A., Fardiaz, D., Puspitasari, N.L., Sedarnawati, Budiyanti., 1989.
Petunjuk Laboratorium Pengujian Pangan. IPB Press, Bogor.
Aslamyah, S., 2006. Penggunaan mikroflora saluran pencernaan sebagai
probiotik untuk meningkatkan pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan
bandeng. [Disertasi]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Atlas, R.M., Brown, A.E., Dobra, K.W., Miller, L., 1984. Experimental
Microbiology. Fundamental and Applications. Macmillan Publishing
Company, New York.
Austin, B., Austin, D.A., 1999. Bacterial fish pathogens, diseases of farmed and
wild fish, 3rd
(revised) ed. Springer-Praxis, Godalming.
Dirjen Perikanan Budidaya, 2010. Program peningkatan produksi budidaya tahun
2010-2014. Di dalam: Forum Akselerasi Pembangunan Perikanan
Budidaya 2010, Batam 25-28 Januari 2010.
Effendi, I., 2004. Pengantar Akuakultur. Penebar Swadaya, Depok.
Effendie, M.I., 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri Bogor, Bogor.
Effendie, M.I., 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara, Yogyakarta.
Fuller, R., 1992. History and development of probiotics. In Probiotics the
Scientific Basis. Chapman & Hall. London, New York, Tokyo,
Melbourne, Madras pp: 1-8.
Gullian, M., Thompson, F., Rodriguez, J., 2004. Selection of probiotic bacteria
and study of their immunostimulatory effect in Penaeus vannamei.
Aquaculture 233 : 1-14.
Hadioetomo, R.S., 1990. Penuntun Praktikum Mikrobiologi Pangan 1. Bogor:
Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut
Pertanian Bogor.
Harver, Hardy, 2002. Fish Nutrition: Bionergetics. Academic Prees, California
USA.
Huisman, E.A., 1987. Principles of Fish Production. Department of Fish Culture
and Fisheries, Waganingen Agriculture University, Netherland.
KKP, 2009. Kelautan dan perikanan dalam Angka 2009. Pusat Data Statistik dan
Informasi.
22
Lee, Y.K., Seppo, S., 2009. Handbook of Probiotics and Prebiotics. John Wiley &
Sons, Inc.
Li, J., Beiping T., Kangsen M., 2009. Dietary probiotic Bacillus OJ and
isomaltooligosaccharides influence the intestine microbial populations,
immune responses and resistance to white spot syndrome virus in shrimp
(Litopenaeus vannamei). Aquaculture 291 (2009) : 35–40.
Lighner, D.V., 1983. Disease in culture penaeid shrimp. Crustacean Aquaculture I
: 289-320.
Lisal, J.S., 2005. Konsep porbiotik dan prebiotik untuk modulasi mikrobiota usus
besar. Medical Nusantara 26 : 256-262.
Macey, B.M., V.E. Coyne, 2005. Improved growth rate and disease resistance in
farmed Haliotis midae through probiotic treatment. Aquaculture 245 : 249–
261.
Mahious, Getesoupe, Hervi, M., Metailler, R., Ollevier, 2006. Effect of dietary
inulin and oligosaccharides as prebiotics for weaning turbot, Psetta maxima
(Linnaeus, C.1758). Aquaculture Internasional 14 (3): 219-229.
Marlis, A., 2008. Isolasi oligosakarida ubi jalar (Ipomoea batatas L.) dan
pengaruh pengolahan terhadap potensi prebiotiknya. [Tesis]. Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Muchtadi, D., 1989. Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Depdikbud, Dirjen Dikti-PAU
IPB.
Ngaatirah, Harmayanti, E., Rahayu, E.S., Utami, T., 2000. Seleksi bakteri asam
laktat sebagai agensia probiotik yang berpotensi menurunkan kolesterol. Di
dalam: Perberdayaan industri pangan dalam rangka peningkatan daya
saing dalam menghadapi era perdagangan bebas. Prosiding Seminar
Nasional Teknologi Pangan (Volume II); Surabaya 10-11 Oktober 2000.
Surabaya: Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia. Hlm 63-70.
Putra, A.N., 2010. Kajian probiotik, prebiotik dan sinbiotik untuk meningkatkan
kinerja pertumbuhan ikan nila (Oreochromis niloticus). [Tesis]. Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Schrezenmeir, J., Vrese, M., 2001. Probiotics, prebiotics and synbiotic-
approaching a definition. American Journal of Clinical Nutrition, 73: 2;
361-364.
Takeuchi, 1988. Labrotary Work-Chemical Evaluation of Dietary Nutriens.
P.179-233, In Watanabe (Ed) Fish Nutrition And Mariculture. Kanagawa
International Fisheries Training. Japan International Cooperation Agency
(JICA), Japan.
23
Wang, B.Y., 2007. Effect of probiotics on growth performance and digestive
enzyme activity of the shrimp penaeus vannamei. Aquaculture 269: 259-
264.
Widanarni, Suwanto A., Sukenda, Lay B.W., 2003. Potency of Vibrio isolates for
biocontrol of vibriosis in tiger shrimp (Penaeus monodon) larvae. Biotropia
20: 11-23.
Widanarni, Ayuzar, E., Sukenda, 2008. Mekanisme penghambatan bakteri
probiotik terhadap pertumbuhan Vibrio harveyi pada larva udang windu
Penaeus monodon. Jurnal Akuakultur Indonesia 7: 181-190.
Zonneveld, N., Huisman, E.A., Boon, J.H., 1991. Prinsip-Prinsip Budidaya Ikan.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
24
LAMPIRAN
25
Lampiran 1. Prosedur pembuatan media Sea Water Complete (SWC) dan
larutan Phosphate Buffer Saline (PBS)
1. Media SWC dalam 1 liter
Bakto pepton 5 gram
Yeast ekstract 1 gram
Gliserol 3 ml
Air laut 750 ml
Akuades 250 ml
Bacto agar* 17 gram
*(SWC agar)
Cara pembuatan :
Semua bahan dicampur jadi satu dalam erlenmeyer kemudian dipanaskan
dalam penangas air sambil digoyang sesekali hingga larut. Selanjutnya media
tersebut di autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit. Setelah itu media siap
digunakan. Khusus untuk pembuatan media cair SWC, maka bakto agar tidak
ditambahkan dalam media.
2. Media PBS dalam 1 liter
NaCl 8 gram
KH2PO4 0.2 gram
Na2HPO4 1.5 gram
KCl 0.2 gram
Akuades 1000 ml
Cara pembuatan :
Semua bahan dicampur jadi satu dalam erlenmeyer kemudian
dihomogenkan hingga larut. Selanjutnya media tersebut di autoklaf pada suhu
121oC selama 15 menit. Setelah itu media siap digunakan.
26
Lampiran 2. Analisis statistik terhadap kelangsungan hidup udang vaname
selama 30 hari pemeliharaan sebelum diinfeksi dengan Vibrio
harveyi
Perlakuan Ulangan Rata-rata Std. Deviasi Std. Error
A 3 71.66667 5.773502692 3.333333333
B 3 75 0 0
C 3 75 2.5 1.443375673
D 3 85.83333 2.886751346 1.666666667
E 3 80 5 2.886751346
ANOVA
JKT db Rata-Rata P Sig.
Perlakuan 366.667 4 91.667 6.286 0.009
Galat 145.833 10 14.583
Total 512.500 14
Tukey HSDa
Perlakuan N α = 0.05
1 2
A 3 71.6667
B 3 75.0000
C 3 75.0000
E 3 80.0000 80.0000
D 3 85.8333
Sig. 0.129 0.390
27
Lampiran 3. Analisis statistik terhadap kelangsungan hidup udang vaname
setelah diinfeksi dengan Vibrio harveyi
Perlakuan N Rata-rata Std. Deviasi Std. Error
A 3 70 0 0
B 3 31.6667 2.88675 1.66667
C 3 83.3333 2.88675 1.66667
D 3 51.6667 12.58306 7.26483
E 3 83.3333 7.63763 4.40959
ANOVA
JKT db Rata-Rata P Sig.
Perlakuan 5943.333 4 1485.833 31.839 0.000
Galat 466.667 10 46.667
Total 6410.000 14
Tukey HSDa
Perlakuan N α = 0.05
1 2 3
B 3 31.6667
D 3 51.6667
A 3 70.0000 70.0000
C 3 83.3333
E 3 83.3333
Sig. 1.000 0.050 0.195
28
Lampiran 4. Analisis statistik terhadap pertumbuhan harian udang vaname
selama 30 hari pemeliharaan
Perlakuan N Rata-rata Std. Deviasi Std. Error
A 3 3.5312 0.41707 0.24080
B 3 3.2502 0 0
C 3 5.0172 0.55580 0.32089
D 3 6.1042 0.60379 0.34860
E 3 5.8869 0.61277 0.35379
ANOVA
JKT db Rata-Rata P Sig.
Perlakuan 20.797 4 5.199 21.258 0.000
Galat 2.446 10 0.245
Total 23.243 14
Tukey HSDa
Perlakuan N α = 0.05
1 2
B 3 3.2502
A 3 3.5312
C 3 5.0172
E 3 5.8869
D 3 6.1042
Sig. 0.953 0.125
29
Lampiran 5. Analisis statistik terhadap konversi pakan udang vaname
selama 30 hari pemeliharaan
Perlakuan N Rata-rata Std. Deviasi Std. Error
A 3 2.1757 0.07968 0.04600
B 3 2.2646 0 0
C 3 1.4334 0.03655 0.02110
D 3 1.2616 0.04727 0.02729
E 3 1.2098 0.05583 0.03223
ANOVA
JKT db Rata-Rata P Sig.
Perlakuan 3.132 4 0.783 300.282 0.000
Galat 0.026 10 0.003
Total 3.158 14
Tukey HSDa
Perlakuan N α = 0.05
1 2 3
E 3 1.2098
D 3 1.2616
C 3 1.4334
A 3 2.1757
B 3 2.2646
Sig. 0.729 1.000 0.279