Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

113
PENGUJIAN POTENSI PREBIOTIK UBI GARUT DAN UBI JALAR SERTA HASIL OLAHANNYA (COOKIES DAN SWEET POTATO FLAKES) SRI RINI DWIARI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

description

Ubi garut dapat digolongkan sebagai pangan fungsional karena kandungan karbohidrat khususnya oligosakarida yang berperan sebagai serat pangan dan berpotensi sebagai prebiotik atau makanan bakteri baik di dalam tubuh sehingga bisa memberikan efek yang baik terhadap kesehatan.

Transcript of Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

Page 1: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

PENGUJIAN POTENSI PREBIOTIK UBI GARUT

DAN UBI JALAR SERTA HASIL OLAHANNYA

(COOKIES DAN SWEET POTATO FLAKES)

SRI RINI DWIARI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008

Page 2: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

ii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis saya dengan judul Pengujian

Potensi Prebiotik Ubi Garut dan Ubi Jalar serta Hasil Olahannya (Cookies

dan Sweet Potato Flakes) adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam

bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal

atau dikutip dari penulis lain atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun

tidak diterbirtkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan

dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2008

Sri Rini Dwiari

NIM F251040061

Page 3: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

iii

RINGKASAN

SRI RINI DWIARI. Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut dan Ubi Jalar serta

Hasil Olahannya (Cookies dan Sweet Potato Flakes). Dibimbing oleh LILIS

NURAIDA dan NURHENI SRI PALUPI.

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi potensi ekstrak cookies ubi

garut dan ubi jalar secara in vitro, ekstrak ubi garut (Maranta arundinaceae)

secara in vivo dan sweet potato flakes (SPF) sebagai prebiotik secara in vitro dan

in vivo. Jenis gula dalam ubi garut adalah glukosa, fruktosa, sukrosa, rafinosa dan

oligofruktosa (FOS). Secara in vitro, ekstrak ubi garut dapat menstimulir

pertumbuhan bakteri asam laktat (BAL). Jenis gula dalam ubi jalar varietas sukuh

adalah fruktosa, glukosa, sukrosa, maltosa, rafinosa, maltotriosa dan FOS.

Pengolahan dapat mengubah kandungan oligosakarida. Sweet Potato

Flakes (SPF), cookies ubi garut dan ubi jalar merupakan model pengolahan yang

digunakan dalam penelitian ini. BAL yang digunakan adalah Lactobacillus casei

Rhamnosus, L. casei Shirota, Lactobacillus G3, Lactobacillus F1,

Bifidobacterium bifidum dan B. longum. Pada pengujian secara in vitro digunakan

media MRS basis yang mengandung ekstrak ubi garut atau ekstrak SPF. Jenis

BAL yang memiliki pertumbuhan tertinggi dalam media yang mengandung

ekstrak ubi garut atau SPF dikompetisikan dengan patogen E. coli, Bacillus cereus

dan Salmonella. Pengujian potensi prebiotik secara in vivo terhadap ekstrak ubi

garut dan SPF menggunakan tikus Sprague Dawley.

Ekstrak ubi garut, cookies ubi garut, ubi jalar, cookies ubi jalar dan SPF

dapat mendukung pertumbuhan Lactobacillus dan Bifidobacteria. Pertumbuhan

terbaik terjadi pada L. casei Rhamnosus. Pertumbuhan Lactobacillus dalam media

yang mengandung ekstrak cookies ubi garut atau ubi jalar lebih rendah

dibandingkan dalam media yang mengandung ekstrak ubi garut atau ubi jalar. Hal

ini dikarenakan sebagian gula pada cookies ubi garut dan ubi jalar telah

mengalami reaksi Maillard sehingga tidak dapat difermentasi oleh BAL.

Dalam media yang mengandung ekstrak ubi garut, L. casei Rhamnosus

dapat menekan pertumbuhan Salmonella sebesar 3.5 log cfu/ml, E. coli 3.2 log

cfu/ml, B. cereus 1.9 log cfu/ml, sedangkan dalam media yang mengandung

ekstrak SPF dapat menekan E. coli sebesar 3.9 log cfu/ml, Salmonella 3.9 log

cfu/ml, dan B. cereus 3.1 log cfu/ml dalam media yang mengandung ekstrak SPF.

Pemberian ekstrak ubi garut (prebiotik) pada tikus selama 10 hari dapat

menurunkan jumlah E. coli dalam feses sebesar 1.4 log cfu/g dan meningkatkan

jumlah BAL sebesar 1.0 log cfu/g. Pemberian SPF (prebiotik) pada tikus selama

10 hari dapat menurunkan jumlah E. coli 1.2 log cfu/g feses dan meningkatkan

jumlah BAL 0.9 log cfu/g feses. Ketika pemberian perlakuan dihentikan maka

jumlah E.coli meningkat sedangkan jumlah BAL menurun.

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ubi garut dan SPF

berpotensi sebagai prebiotik karena dapat mendukung pertumbuhan BAL baik

secara in vitro maupun in vivo.

Page 4: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

iv

ABSTRACT

SRI RINI DWIARI. Analysis of arrowroot and sweet potato and their products

(cookies and sweet potato flakes) as prebiotic potency. Under direction of LILIS

NURAIDA and NURHENI SRI PALUPI.

The objective of this research was to evaluate the potency arrowroot and

sweet potato cookies by in vitro, arrowroot (Maranta arundinaceae) extract by in

vivo and sweet potato flakes by in vitro and in vivo as prebiotic. Previous research

showed that arrowroot contained glucose, fructose, sucrose, raffinose and

fructooligosaccharide (FOS). Arrowroot extract stimulated the growth of colonic

bacteria, such as lactic acid bacteria (LAB) by in vitro assay. Sweet potato sukuh

variety contained glukose, fructose, sucrose, rafinose, maltotriosa and FOS.

Sweet Potato Flakes (SPF), arrowroot and sweet potato cookies were

processing model which used in this research because processing changed

oligosasaccharides content. Soybean flour contained soyoligosaccharide (raffinose

and stachiose) which potential as prebiotic. Assesment of prebiotics potency was

done on Lactobacillus casei Rhamnosus, L. casei Shirota, Lactobacillus G3,

Lactobacillus F1, Bifidobacterium bifidum and B. longum. In vitro evaluation

used MRS basic contained extract tested. LAB whose the highest growth in MRS

basic that contained arrowroot or SPF extract was used in competition with

pathogens (E. coli, Salmonella and Bacillus cereus). Analysis of prebiotic potency

by in vivo assay used Sprague Dawley mice.

Extract of arrowroot, arrowroot cookies, sweet potato, sweet potato

cookies and SPF supported all Lactobacilli and Bifidobacteria tested. Among

LAB tested, L. casei Rhamnosus was the higest growth in medium substituted

with oligosaccharide extract of arrowroot and SPF. The growth of Lactobacilli

tested were poorer in medium substitute with oligosaccharide extract of cookies

arrowroot than arrowroot. It because of Maillard reaction has took place and made

the sugars unavailable to support the growth of LAB.

Among sweet potato and its product, L. casei Rhamnosus was the highest

growth on medium substituted with arrowroot extract and SPF extract. L. casei

Rhamnosus suppressed the growth of pathogenic bacteria tested i.e 3.5 log cfu/ml

for Salmonella, 3.2 log cfu/ml for E.coli and 1.9 log cfu/ml for B. cereus on

medium substituted with arrowroot extract. While in medium substituted SPF

extract, L. casei Rhamnosus suppressed the growth of pathogenic bacteria tested

i.e 3.9 log cfu/ml for E. coli, 3.9 log cfu/ml for Salmonella, and 3.1 log cfu/ml

for B. cereus. Feeding arrowroot extract to mice for 10 days reduced 1.4 log cfu/g

feces for E.coli and raised 1.0 log cfu/g feces for LAB. Similar trend also

observed in mice fed with L. casei Rhamnosus (probiotic) and combination of L.

casei Rhamnosus and arrowroot extract (synbiotic). When the feeding was

terminated, the count of E. coli increased. In the mice fed with standard diet as

control, the count of E. coli tended to increase and LAB decrease.

Feeding SPF diet to mice for 10 days reduced 1.2 log cycle E.coli and

raised 0.9 log cycle LAB. After 10 days treatment, the highest LAB count was

observed in L. casei Rhamnosus (probiotic) treated mice, however the higher

increased was observed in mice treated by combination of L.casei Rhamnosus and

SPF diet (synbiotic) than SPF diet (prebiotic). In contrast, E. coli count decreased

Page 5: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

v

in treated mice and increased in control mice. The suppression was greater in mice

fed with synbiotic than prebiotic. After treatment, the number of E. coli re-

increased, while the number of LAB decreased.

The result of present research suggest that arrowroot and SPF were

potencial as prebiotic product.

Key words: Oligosaccharide, Arrowroot, Sweet Potato Flakes, Prebiotic, L.casei

Rhamnosus.

Page 6: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

vi

©Hak cipta milik IPB, tahun 2008

Hak cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa

mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan

laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau

seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa ijin IPB

Page 7: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

vii

PENGUJIAN POTENSI PREBIOTIK UBI GARUT

DAN UBI JALAR SERTA HASIL OLAHANNYA

(COOKIES DAN SWEET POTATO FLAKES)

SRI RINI DWIARI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008

Page 8: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

viii

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Feri Kusnandar, MSc

Page 9: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

ix

Judul Tesis : Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut Dan Ubi

Jalar Serta Hasil Olahannya (Cookies Dan Sweet

Potato Flakes)

Nama Mahasiswa : Sri Rini Dwiari

NIM : F251040061

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Ilmu Pangan

Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

Tanggal Ujian : 30 Mei 2008 Tanggal Lulus:

Page 10: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

x

PRAKATA

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah

SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya sehingga karya ilmiah ini

dapat terselesaikan.

Beasiswa pendidikan penulis dapatkan dari PPPG Pertanian Cianjur

sedangkan sumber dana untuk penelitian diperoleh dari Hibah Bersaing DIKTI

tahun 2007, Rusnas Diversifikasi Pangan Kementrian Riset dan Teknologi yang

dikelola oleh SEAFAST Center IPB tahun 2008, PPPG Pertanian Cianjur, dan

Biro Perencanaan Kerjasama Luar Negeri.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ir. Giri Suryatmana selaku Kepala Pusat Pengembangan Penataran Guru

(PPPG) Pertanian Cianjur dan Drs. Dedy H. Karwan, MM selaku Kepala

Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga

Kependidikan (PPPPTK) Pertanian Cianjur yang telah memberikan

kesempatan dan beasiswa untuk melanjutkan sekolah pada jenjang Pasca

Sarjana (S2) di Sekolah Pasca Sarjana IPB Bogor.

2. Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc selaku ketua komisi pembimbing dan Dr. Ir

Nurheni Sri Palupi, MSi selaku anggota komisi, yang telah memberikan

bimbingan dan arahan dengan penuh kesabaran dan ketelatenan, sehingga

penulis mendapat tambahan wawasan, pendidikan dan pengalaman yang

berharga dalam melakukan penelitian dan penyusunan tesis.

3. Dr. Ir. Feri Kusnandar, MSc selaku penguji luar komisi dan ketua Peneliti

dalam Penelitian Hibah Bersaing yang didanai dari DIKTI.

4. Dr. Ir Dahrul Syah sebagai ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

dan Dr. Ir Purwiyatno-Hariyadi, MSc sebagai kepala SEAFAST Centre, atas

ijin yang diberikan untuk menggunakan laboratorium Mikrobiologi Pangan

dan Kimia Pangan.

5. Dr. Ir. Gatot Hari Priowirjanto selaku kepala Biro Perencanaan dan

Kerjasama Luar Negeri yang memberikan dana untuk mendukung biaya pra-

penelitian.

6. Agnani, Hana, Kiki, Ari, Edi, Sri, Nurwanto, Adi yang telah membantu

selama penelitian berlangsung.

Page 11: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

xi

7. Sri Rahayu, Rika, Danik, Miksusanti, Sunar dan teman-teman Agroindustri

PPPPTK Pertanian Cianjur yang telah memberikan dorongan selama

pendidikan maupun penelitian berlangsung.

8. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada semua pihak yang tidak dapat

disebutkan satu persatu, atas dukungan dan kerjasamanya selama penulis

menuntut ilmu.

9. Akhirnya, ucapan terimakasih tak terhingga penulis sampaikan kepada

keluarga tercinta, ibunda H. Soepingah, Hawignyo (suami), Nastiti Harini

(putri sulung), Duky Sumantri (putra kedua) dan Rizki Yuniarini (putri

bungsu), kakak-kakak dan adik-adikku tersayang atas doa, kasih-sayang,

pengorbanan, kesabaran serta dukungan moril ataupun materil yang tidak

ternilai dalam menyelesaikan pendidikan ini.

Harapan penulis, walaupun masih jauh dari sempurna terutama karena

keterbatasan informasi, dana dan waktu, akan tetapi karya ilmiah ini dapat

bermanfaat bagi pihak yang membutuhkannya.

Bogor, Agustus 2008

Sri Rini Dwiari

Page 12: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

xii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jember pada tanggal 02 Januari 1962 dari pasangan

bapak Soedjito (alm) dan ibu Soepingah. Penulis merupakan anak kedua dari tiga

bersaudara. Tahun 1980 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Jember. Pada tahun

yang sama diterima di Fakultas Pertanian Universitas Jember dan lulus Sajana

tahun 1985. Pada tanggal 20 Agustus 1985 penulis menikah dengan Hawignyo

dan dikaruniai tiga orang anak (dua putri dan satu putra).

Pada tahun 1986 penulis hijrah ke Cianjur dan menjadi tenaga honorer di

Pusat Pengembangan Pentaran Guru (PPPG) Pertanian atau Vocational Education

Development Center for Agriculture (VEDCA). Tahun 1988 diangkat sebagai

pegawai negeri di tempat yang sama, tahun 1991 hingga 2007 sebagai

Widyaiswara (pengajar) di tempat yang sama. Tahun 2007 hingga sekarang

sebagai Widyaiswara di Pusat Pendidikan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga

Kependidikan (PPPPTK) Pertanian Cianjur. Pada tahun 2004, penulis mendapat

kesempatan untuk melanjutkan pendidikan pascasarjana (S2) pada Program Studi

Ilmu Pangan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Page 13: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

xiii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ................................................................................... xiv

DAFTAR TABEL ........................................................................... xvi

DAFTAR GAMBAR ...................................................................... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................... xix

I. PENDAHULUAN .......................................................................... 1

A. Latar Belakang ......................................................................... 1

B. Identifikasi Masalah ................................................................. 3

C. Hipotesis ................................................................................... 4

D. Tujuan Penelitian ...................................................................... 5

E. Manfaat Penelitian .................................................................... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 6

A. Bakteri Asam Laktat (BAL) ..................................................... 6

B. Prebiotik ................................................................................... 13

C. Pengujian Produk Pangan Sebagai Prebiotik ........................... 20

D. Ubi Garut (Maranta arundinaceae L) ...................................... 22

E. Ubi Jalar (Ipomea batatas L) .................................................... 25

F. Sweet Potato Flakes (SPF) ....................................................... 26

III. METODOLOGI .............................................................................. 28

A. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................. 28

B. Bahan ....................................................................................... 28

C. Alat .......................................................................................... 29

D. Metode Penelitian ..................................................................... 29

E. Penyiapan Kultur, Media Pengujian dan Bahan ...................... 31

F. Pengujian Potensi Prebiotik Ekstrak Cookies Ubi Garut secara

In Vitro ......................................................... ...........................

36

G. Pengujian Potensi Prebiotik Ekstrak Ubi Garut secara In Vivo 38

H. Pengujian Potensi Prebiotik Ekstrak Ubi Jalar dan Hasil

Olahan (Cookies Ubi Jalar dan SPF) secara In Vitro ...............

42

I. Pengujian Potensi Prebiotik Hasil Olahan Ubi Jalar (SPF)

secara In Vivo ...........................................................................

43

J. Metode Pengujian .................................................................... 45

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 48

A. Tepung Ubi Garut, Ubi Jalar, SPF dan Cookies ....................... 48

B. Potensi Prebiotik Cookies Ubi Garut secara In Vitro .............. 49

C. Potensi Prebiotik Ekstrak Ubi Garut secara In Vivo ................. 58

D. Potensi Prebiotik Ekstrak Ubi Jalar dan Hasil Olahan (Cookies

Ubi Jalar dan SPF) secara In Vitro ............................

68

E. Potensi Prebiotik SPF secara In Vivo ........................................ 75

V. SIMPULAN DAN SARAN............................................................. 88

Page 14: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

xiv

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................

LAMPIRAN ................................................................................

90

95

Page 15: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

xv

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Karakteristik tiga grup genus Lactobacillus ......................................... 8

2 Komposisi kimia ubi garut kultivar banana dan creole dalam 100

gram ubi .................................................................................................

23

3 Komposisi kimia pati ubi garut per 100 gram ....................................... 23

4 Jenis ransum dan pemberian perlakuan pada kelompok tikus selama

pengujian potensi ekstrak ubi garut secara in vivo ................................

40

5 Jenis ransum dan pemberian perlakuan pada kelompok tikus selama

pengujian potensi prebiotik SPF secara in vivo .....................................

44

6 Komposisi kimia tepung ubi garut ........................................................ 48

7 Komposisi kimia tepung SPF ................................................................. 48

8 Kenaikan atau penurunan E. coli setelah dikompetisikan dengan

L. casei Rhamnosus dalam media yang mengandung ekstrak ubi garut

52

9 Kenaikan atau penurunan jumlah B.cereus pada uji kompetisi dengan

L.casei Rhamnosus dalam media yang mengandung ekstrak ubi garut

54

10 Kenaikan atau penurunan jumlah Salmonella pada uji kompetisi

dengan L.casei Rhamnosus dalam media yang mengandung ekstrak

ubi garut ..................................................................................................

55

11 Hasil pengujian Salmonella dalam feses secara kualitatif pada

pengujian potensi prebiotik ekstrak ubi garut ........................................

67

12 Perubahan jumlah E. coli setelah dikompetisikan dengan L. casei

Rhamnosus dalam media yang mengandung ekstrak SPF ....................

71

13 Perubahan jumlah B. cereus setelah dikompetisikan dengan L. casei

Rhamnosus dalam media yang mengandung ekstrak SPF ....................

72

14 Perubahan jumlah Salmonella sp setelah dikompetisikan dengan

L.casei Rhamnosus dalam media yang mengandung ekstrak SPF ........

73

15 Perubahan jumlah L.casei Rhamnosus setelah dikompetisikan dengan

patogen dalam media yang mengandung ekstrak SPF.......

73

16 Hasil uji Salmonella dalam feses secara kualitatif pada pengujian

potensi prebiotik SPF dengan L. casei Rhamnosus ...............................

83

Page 16: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

xvi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Bifidobacterium longum ......................................................................... 12

2 Diagram pengujian prebiotik .................................................................. 20

3 Tanaman garut (Maranta arundinaceae L) ........................................... 22

4 Ubi garut ................................................................................................. 22

5 Diagram alir penelitian ........................................................................... 30

6 Alat Anoxomat (a) dan anaerob jar (b) .................................................. 31

7 Tahapan pembuatan tepung ubi garut .................................................... 33

8 Tahapan pembuatan tepung ubi jalar ..................................................... 34

9 Diagram ekstraksi gula dan oligosakarida.............................................. 36

10 Tikus jantan galur Sprague Dawley....................................................... 39

11 Persiapan suspensi BAL (L.casei Rhamnosus) ..................................... 41

12 Pertumbuhan BAL dalam ekstrak ubi garut dan cookies ubi garut:

(a) L.casei Rhamnosus, (b) L.casei Shirota, (c) Lactobacillus F1,

(d) Lactobacillus G3, (e) B. longum, (f) B. bifidum .............................

50

13 Jumlah E. coli yang dikompetisikan dengan L.casei Rhamnosus dalam

media yang mengandung ekstrak ubi garut segar ........................

53

14 Jumlah B. cereus yang dikompetisikan dengan L.casei Rhamnosus

dalam media yang mengandung ekstrak ubi garut .................................

54

15 Jumlah Salmonella yang dikompetisikan dengan L.casei Rhamnosus

pada media yang mengandung ekstrak ubi garut ...................................

55

16 Pertumbuhan L. casei Rhamnosus yang dikompetisikan dengan bakteri

patogen: E. coli, (b) Salmonella sp, (c) B.cereus pada media yang

mengandung ekstrak ubi garut ...............................................................

56

17 Peningkatan berat badan tikus (ekstrak ubi garut dengan L. casei

Rhamnosus)............................................................................................

60

18 Perubahan jumlah total mikroba feses tikus pada kelompok: (a)Kontrol,

(b) Prebiotik (ekstrak ubi garut), (c) Probiotik (L. casei Rhamnosus),

(d) Sinbiotik (ekstrak ubi garut dan L. casei

Rhamnosus)............................................................................................

61

19 Perubahan jumlah BAL pada feses tikus pada kelompok : (a) Kontrol,

(b) Prebiotik (ekstrak ubi garut), (c) Probiotik (L.casei Rhamnosus),

(d) Sinbiotik (ekstrak ubi garut dan L.casei Rhamnosus).......................

62

20 Perubahan jumlah E. coli pada feses tikus pada kelompok: (a) Kontrol,

(b) Prebiotik (ekstrak ubi garut), (c) Probiotik (L. casei Rhamnosus),

(d) Sinbiotik (ekstrak ubi garut dan L. casei Rhamnosus)......................

64

Page 17: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

xvii

21

Pertumbuhan BAL dalam ekstrak ubi jalar dan hasil olahan (cookies ubi

jalar dan SPF): (a) L. casei Rhamnosus, (b) L. casei Shirota,

(c) Lactobacillus F1, (d) Lactobacillus G3, (e) B. longum,

(f) B. Bifidum .........................................................................................

69

22 Pertumbuhan E. coli yang dikompetisikan dengan L. casei Rhamnosus

dalam media yang mengandung ekstrak SPF .........................................

70

23 Pertumbuhan B. cereus yang dikompetisikan dengan L.casei Rhamnosus

pada media yang mengandung ekstrak SPF ...........................................

71

24 Pertumbuhan Salmonella sp yang dikompetisikan dengan L. casei

Rhamnosus dalam media yang mengandung ekstrak SPF ......................

72

25 Pertumbuhan L. casei Rhamnosus yang dikompetisikan dengan patogen

pada media yang mengandung ekstrak SPF ..............................................

74

26 Peningkatan berat badan tikus (SPF dengan L. casei Ramnosus)............ 76

27 Perubahan jumlah total mikroba feses tikus pada kelompok:

(a) Kontrol, (b) Prebiotik (SPF), (c) Probiotik (L. casei Rhamnosus),

(d) Sinbiotik (SPF dan L. casei Rhamnosus) .........................................

77

28 Perubahan jumlah BAL pada feses pada kelompok: (a). Kontrol,

(b) Prebiotik (SPF), (c) Probiotik (L.casei Rhamnosus), (d) Sinbiotik

(SPF dan L.casei Rhamnosus) ...............................................................

79

29 Perubahan jumlah E. coli feses tikus pada kelompok: (a). Kontrol,

(b) Prebiotik (SPF), (c) Probiotik (L.casei Rhamnosus), (d) Sinbiotik

(SPF dan L. casei Rhamnosus) ...............................................................

82

30 Invasi Salmonella pada mucosa usus ..................................................... 84

Page 18: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Komposisi ransum standar yang diberikan pada pengujian in vivo

ekstrak ubi garut dengan L. casei Rhamnosus..................................

96

2. Hasil perhitungan jumlah L.casei Rhamnosus ................................ 97

3. Perhitungan jumlah ekstrak ubi garut yang digunakan untuk sonde 97

4. Komposisi ransum SPF .................................................................... 98

5. Jumlah BAL dalam media yang mengandung ekstrak ubi garut dan

cookies ubi garut ..............................................................................

99

6. Jumlah E. coli setelah dikompetisikan dengan BAL dalam media

yang mengandung ekstrak ubi garut dan cookies ubi garut .............

99

7. Jumlah B.cereus setelah dikompetisikan dengan L.casei

Rhamnosus pada media yang mengandung ekstrak ubi garut .........

100

8. Jumlah Salmonella sp pada uji kompetisi bakteri patogen dengan

BAL pada media yang mengandung ekstrak ubi garut …………...

100

9. Hasil pengamatan jumlah BAL yang dikompetisikan dengan

bakteri patogen dalam media yang mengandung ekstrak ubi garut

100

10. Perhitungan jumlah BAL (L. casei Rhamnosus) yang diberikan ..... 101

11. Perhitungan jumlah ekstrak ubi garut untuk cekok ……………….. 101

12. Rata-rata kenaikan berat badan tikus pada pengujian potensi

prebiotik ekstrak ubi garut ................................................................

102

13. Analisis Ragam Rata-rata Kenaikan Berat Badan Tikus pada

Pengujian Potensi Prebiotik Ekstrak Ubi Garut .............................

102

14. Perubahan Jumlah Total Mikroba Feses pada Pengujian Potensi

Prebiotik Ekstrak Ubi Garut secara in vivo ....................................

103

15. Analisis Ragam Perubahan Jumlah Total Mikroba Feses pada

Pengujian Potensi Prebiotik Ekstrak Ubi Garut secara in vivo .......

103

16. Perubahan Jumlah BAL Feses pada Pengujian Potensi Prebiotik

Ekstrak Ubi Garut secara in vivo ....................................

105

17. Analisis Ragam Perubahan Jumlah BAL Feses pada Pengujian

Potensi Prebiotik Ekstrak Ubi Garut secara in vivo .......

105

18. Perubahan Jumlah E.coli Feses pada Pengujian Potensi Prebiotik

Ekstrak Ubi Garut secara in vivo ....................................

107

19. Analisis Ragam Perubahan Jumlah E.coli Feses pada Pengujian

Potensi Prebiotik Ekstrak Ubi Garut secara in vivo .......

107

20. Hasil pengujian Salmonella feses secara kualitatif pada

pengujian potensi prebiotik ekstrak garut secara in vivo .................

109

Page 19: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

xix

21. Jumlah BAL dalam media yang mengandung ekstrak ubi jalar dan

hasil olahan (cookies ubi jalar dan SPF) ........................................

113

22. Jumlah E. coli setelah dikompetisikan dengan BAL dalam media

yang mengandung ekstrak SPF ......................................... .............

114

23. Jumlah B.cereus setelah dikompetisikan dengan L.casei

Rhamnosus pada media yang mengandung ekstrak SPF ....... .........

114

24. Jumlah Salmonella sp pada uji kompetisi bakteri patogen dengan

BAL pada media yang mengandung ekstrak SPF ........…………...

114

25. Hasil pengamatan jumlah BAL yang dikompetisikan dengan

bakteri patogen dalam media yang mengandung ekstrak SPF .........

115

26. Rata-rata kenaikan berat badan tikus pada pengujian potensi

prebiotik SPF ...................................................................................

116

27. Analisis Ragam Rata-rata Kenaikan Berat Badan Tikus pada

Pengujian Potensi Prebiotik SPF .....................................................

116

28. Perubahan Jumlah Total Mikroba Feses pada Pengujian Potensi

Prebiotik SPF secara in vivo ............................................................

117

29. Analisis Ragam Perubahan Jumlah Total Mikroba Feses pada

Pengujian Potensi Prebiotik SPF secara in vivo ..............................

117

30. Perubahan Jumlah BAL Feses pada Pengujian Potensi Prebiotik

SPF secara in vivo ............................................................................

117

31. Analisis Ragam Perubahan Jumlah BAL Feses pada Pengujian

Potensi Prebiotik SPF secara in vivo ...............................................

119

32. Perubahan Jumlah E.coli Feses pada Pengujian Potensi Prebiotik

SPF secara in vivo ..........................................................................

121

33. Analisis Ragam Perubahan Jumlah E.coli Feses pada Pengujian

Potensi Prebiotik SPF secara in vivo ..............................................

121

34. Hasil Pengujian Salmonella Feses Secara Kualitatif Pada

Pengujian Potensi Prebiotik SPF secara in vivo ..............................

123

Page 20: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

1

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dewasa ini masyarakat semakin menyadari bahwa fungsi pangan, tidak

hanya untuk memenuhi kebutuhan gizi bagi tubuh, tetapi juga diharapkan dapat

memberikan manfaat lain terhadap kesehatan. Kepedulian masyarakat akan

kesehatan menjadi peluang bagi peneliti untuk mengembangkan produk pangan

yang berkhasiat bagi kesehatan (pangan fungsional).

Pangan fungsional adalah pangan yang dapat menguntungkan salah satu atau

lebih dari target fungsi-fungsi dalam tubuh seperti halnya nutrisi yang dapat

memperkuat mekanisme pertahanan tubuh, dan menurunkan resiko dari suatu

penyakit (Roberfroid 2002). Adapun ciri-ciri dari pangan fungsional sebagai

berikut: (1) produk dapat dikonsumsi sebagai pangan yang dikonsumsi sehari-

hari; (2) komponen pangan fungsional berasal dari alam (alami) atau bukan

sintetik; (3) produk merupakan produk pangan; (4) bukan kapsul atau tablet;

(5) memiliki nilai gizi sehingga dapat meningkatkan kesehatan dan atau dapat

mengurangi resiko penyakit atau menyehatkan sehingga dapat meningkatkan

kualitas hidup.

Salah satu pangan fungsional adalah prebiotik. Prebiotik merupakan bahan

pangan yang tidak dapat dicerna, dapat menstimulir pertumbuhan bakteri asam

laktat atau BAL (Lactobacilli dan Bifidobacteria), sehingga meningkatkan

kesehatan inang (Salminen et al. 1998; Manning et al. 2004; Gibson 2004;

Manning dan Gibson 2004). Oligosakarida (rafinosa, stakiosa dan verbakosa)

dapat bertindak sebagai prebiotik karena tidak dapat dicerna, namun mampu

menstimulir pertumbuhan bakteri asam laktat (BAL) seperti Lactobacilli dan

Bifidobacterium di dalam saluran pencernaan (Weese 2002; Manning dan Gibson

2004).

Oligosakarida terdapat pada berbagai bahan pangan, seperti biji-bijian, buah-

buahan, sayuran, kacang-kacangan, umbi-umbian dan hasil tanaman lainnya.

Oligosakarida juga dapat diperoleh dengan cara hidrolisis atau proses enzimatis

polisakarida, seperti pati dan serat kasar (Manning et al. 2004). Tanaman garut

(Maranta arundinaceae) merupakan tanaman lokal Indonesia yang berpotensi

Page 21: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

2

sebagai sumber oligosakarida. Namun demikian pati garut tidak dapat digunakan

sebagai bahan prebiotik karena tidak mengandung serat (Widayanti 2005),

sedangkan tepung ubi garut (whole flour) yang masih mengandung serat diduga

berpotensi sebagai prebiotik, karena selama proses pengolahan tidak ada

komponen yang dihilangkan kecuali pengurangan kadar air. Hasil penelitian yang

dilakukan oleh Krisnayudha (2007) mengidentifikasi bahwa pada ekstrak tepung

ubi garut mengandung glukosa, fruktosa, sukrosa, rafinosa dan oligofruktosa.

Bifidobacterium bifidum, B. longum, Lactobacillus casei Rhamnosus, L. casei

Shirota, Lactobacillus G1, Lactobacillus F1, Lactobacillus G3 dapat

memanfaatkan ekstrak oligosakarida dari tepung ubi garut dengan baik sebagai

sumber gula untuk pertumbuhannya.

Bahan pangan lain yang berpotensi sebagai sumber prebiotik adalah ubi

jalar. Penelitian tentang potensi ubi jalar sebagai prebiotik telah dilakukan.

Penelitian yang dilakukan oleh Nuraida et al. (2004) menunjukkan bahwa

oligosakarida ubi jalar berpotensi sebagai prebiotik dengan mendukung

pertumbuhan Lactobacillus dan Bifidobacteria yang diketahui dapat bertahan

dalam saluran pencernaan. Ekstrak oligosakarida ubi jalar putih varietas Sukuh

mampu mendukung pertumbuhan Lactobacillus dan Bifidabacteria lebih baik dari

pada ekstrak yang diperoleh dari ubi jalar merah. Di dalam ekstrak tepung ubi

jalar varietas Sukuh mengandung glukosa, fruktosa, sukrosa, maltosa, maltotriosa,

dan rafinosa (Marlis 2008, belum dipublikasikan). Hasil penelitan Adijuwana

(2005) menunjukkan bahwa kandungan rafinosa pada ubi jalar putih varietas

Sukuh lebih tinggi dibandingkan dengan ubi jalar putih varietas Jago dan ubi jalar

merah, masing-masing sebesar 2.97%, 2.27% dan 1.26%. Pengujian in vivo yang

dilakukan oleh Suryadjaya (2005) menunjukkan bahwa pemberian ekstrak ubi

jalar terhadap tikus Sprague-Dawley (SD) mampu menekan jumlah E.coli dalam

feses, namun dapat meningkatkan jumlah BAL. Efek terbesar diperoleh ketika

pemberian ekstrak disertai dengan pemberian L. casei Rhamnosus. Penelitian

tersebut menunjukkan bahwa ubi jalar berpotensi untuk mendukung pertumbuhan

BAL dan menghambat pertumbuhan bakteri patogen.

Dalam aplikasinya, tepung ubi jalar dan tepung ubi garut akan dikonsumsi

melalui proses pengolahan. Proses pengolahan telah diketahui dapat

Page 22: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

3

mempengaruhi sifat fisik dan kimia oligosakarida di dalam bahan pangan.

Pemanasan terhadap ekstrak oligosakarida dapat meningkatkan kemampuan

ekstrak dalam mendukung pertumbuhan Lactobacillus dan Bifidobacteria

(Nuraida et al. 2004). Pengukusan terhadap ubi jalar menurunkan kadar rafinosa,

namun meningkatkan kadar maltosa dan maltotriosa (Suryadjaya 2005). Hasil

penelitian Marlis 2008 (belum dipublikasikan) menunjukkan bahwa kromatografi

kertas terhadap ekstrak ubi jalar hasil pengukusan, pemanggangan, penyangraian

dan perlakuan spray drying terhadap adonan tepung ubi jalar menunjukkan

terjadinya penurunan oligosakarida.

B. IDENTIFIKASI MASALAH

Ubi garut sebagai salah satu umbi-umbian yang banyak terdapat di Indonesia

dapat digunakan sebagai salah satu bahan pangan sumber karbohidrat dan

mengandung serat sekitar 1.3% (varietas creole). Hasil penelitian Widayanti

(2005), menunjukkan pati garut yang dikenal oleh masyarakat dan mudah

ditemukan di pasaran tidak dapat digunakan oleh BAL (Lactobacillus G3 dan

L. casei Shirota) untuk pertumbuhannya, sehingga pati garut tidak dapat

digunakan sebagai sumber prebiotik. Sedangkan tepung ubi garut telah

teridentifikasi mengandung glukosa, fruktosa, sukrosa, rafinosa dan oligofruktosa.

Hasil penelitian Krisnayudha (2007), menunjukkan bahwa secara in vitro bakteri

B. bifidum, B. longum, L. casei Rhamnosus, L. casei Shirota, Lactobacillus G1,

Lactobacillus F1, Lactobacillus G3 dapat memanfaatkan ekstrak oligosakarida ubi

garut dengan baik sebagai sumber gula untuk pertumbuhannya. Untuk menguji

potensi prebiotik tepung ubi garut, maka perlu dilakukan pengujian potensi

prebiotik tepung ubi garut secara in vivo. Proses pengolahan dapat mempengaruhi

kandungan oligosakarida. Hasil penelitian Krisnayudha (2007), menunjukkan

bahwa proses pengolahan tepung ubi garut dapat mempengaruhi kandungan

oligosakaridanya. Jenis BAL yang digunakan dapat tumbuh lebih baik dalam

media yang mengandung ekstrak tepung ubi garut panggang dibandingkan dengan

media yang mengandung ekstrak tepung garut sangrai maupun kukus. Cookies

ubi garut merupakan salah satu hasil olahan ubi garut yang diproses dengan

Page 23: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

4

pemanggangan. Untuk mengetahui potensi prebiotik cookies ubi garut maka

dilakukan pengujian secara in vitro.

Hasil penelitian Suryadjaya (2005) menunjukkan bahwa pemberian

ekstrak ubi jalar pada tikus SD mampu menekan jumlah E. coli dalam feces dan

meningkatkan jumlah BAL. Perubahan komposisi gula-gula dalam ubi jalar dapat

mempengaruhi sifat prebiotik secara in vivo. Hasil penelitian yang dilakukan oleh

Marlis (2008, belum dipublikasikan), menunjukkan bahwa L. casei Rhamnosus

dapat tumbuh baik dalam media yang mengandung ekstrak tepung ubi jalar

panggang. Cookies ubi jalar dan SPF merupakan hasil olahan ubi jalar dengan

menggunakan proses pemanggangan. Bahan baku SPF adalah tepung ubi jalar

tergelatinisasi dan tepung kedelai. Hasil penelitian yang dilakukan Marlis (2008,

belum dipublikasikan), menunjukkan bahwa kandungan oligosakarida dalam

tepung ubi jalar kukus paling tinggi dibandingkan dengan tepung ubi jalar yang

diolah melalui proses pemanggangan, penyangraian dan yang diolah dengan drum

drier. Oleh karena itu, untuk melengkapi informasi mengenai sifat prebiotik ubi

jalar, maka perlu dilakukan pengujian secara in vivo terhadap produk-produk

olahan ubi jalar. Salah satu produk ubi jalar yang telah dikembangkan adalah

olahan ubi jalar dalam bentuk Sweet Potato Flakes (SPF). Melalui penelitian ini

diharapkan dapat diketahui potensi prebiotik SPF dalam sistem pencernaan hewan

percobaan.

C. HIPOTESIS

Hipotesis penelitian adalah :

1. Ekstrak cookies ubi garut, cookies ubi jalar dan SPF dapat meningkatkan

pertumbuhan BAL,

2. Ekstrak ubi garut berpotensi sebagai prebiotik secara in vivo,

3. Produk olahan ubi jalar yaitu SPF berpotensi sebagai prebiotik baik secara

in vitro maupun in vivo.

Page 24: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

5

D. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian adalah:

1. Mengevaluasi potensi ekstrak cookies ubi garut sebagai prebiotik secara in

vitro dan potensi prebiotik ekstrak ubi garut secara in vivo.

2. Mengevaluasi potensi SPF sebagai prebiotik secara in vitro dan in vivo.

E. MANFAAT PENELITIAN

Manfaat dari penelitian ini untuk:

1. Menggali potensi ubi garut dan SPF sebagai prebiotik sehingga dapat

meningkatkan nilai ekonomi ubi garut dan ubi jalar.

2. Menyediakan data ubi garut dan SPF yang mendukung sebagai prebiotik

secara khusus dan secara umum sebagai pangan fungsional.

Page 25: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

6

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. BAKTERI ASAM LAKTAT

Bakteri asam laktat (BAL) merupakan bakteri yang memproduksi asam

laktat dari fermentasi kabohidrat, termasuk genus bakteri Gram positif, tidak

membentuk spora, sel berbentuk batang atau bulat. Pada umumnya BAL bersifat

katalase negatif, mempunyai komposisi basa kurang dari 50% mol G+C dan

membutuhkan karbohidrat yang difermentasi untuk pertumbuhannya (Axelsson

2004).

BAL dikelompokkan menjadi dua, yaitu homofermentatif dan

heterofermentatif. Produk akhir dari proses homofermentatif glukosa sebagian

besar berupa asam laktat, sedangkan heterofermentatif menghasilkan asam laktat,

etanol, asam asetat dan CO2. Klasifikasi BAL menurut generanya, yaitu

Aerococcus, Carnebacterium, Enterococcus, Lactobacillus, Lactococcus,

Leuconostoc, Oenococcus, Pediococcus, Streptococcus, Tetragenococcus,

Vagococcus, dan Weisella. Bifidobacterium juga dikelompokkan sebagai BAL

karena mampu memfermentasi gula menjadi produk-produk yang menguntungkan

bagi kesehatan (Axelsson 2004). Berdasarkan kemampuan BAL tinggal dalam

usus, Mitsuoka (1990) mengelompokkan BAL sebagai berikut: (1) kelompok

yang dapat mencapai usus dalam keadaan hidup dan paling sering ditemukan

dalam kotoran manusia, contohnya Bifidobacterium (B. bifidum, B. breve,

B. longum, B. infantis, B. adolescentis); (2) kelompok yang dapat mencapai usus

dalam keadaan hidup dan cukup sering ditemukan dalam kotoran manusia,

contohnya Lactobacillus (L. acidophilus dan L. reuteri); (3) kelompok yang dapat

mencapai usus dalam keadaan hidup dan terkadang ditemukan dalam kotoran

manusia, contohnya Lactobacillus (L. casei dan L. brevis); (4) Kelompok yang

dapat dipakai oleh industri susu dan tidak ditemukan dalam kotoran manusia,

contohnya L. bulgaricus, Streptococcus thermophilus dan Streptococcus cremoris.

Bifidobacterium, Lactobacillus dan Eubacteria memiliki aktivitas yang

menguntungkan bagi inang, karena bakteri tersebut menghasilkan asam laktat

sehingga mampu menekan pertumbuhan bakteri patogen, mensintesa vitamin atau

Page 26: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

7

protein, membantu penyerapan dan merangsang fungsi kekebalan tubuh. Sifat

tersebut bertolak belakang dengan kelompok bakteri yang merugikan, seperti

Clostridium perfringens, Proteus spp dan Veilonella spp yang menghasilkan

senyawa karsinogen, toksin, NH3, H2S, amin, dan fenol. Bahan-bahan tersebut

dapat menyebabkan penyakit seperti diare, konstipasi, kerusakan hati, penurunan

kekebalan tubuh, kanker dan hipertensi (Yuguchi et al. 1992). Menurut Ouwehand

dan Vesterlund (2004), BAL memproduksi asam-asam organik dan antimikroba

yang penting. Antimikroba yang dihasilkan dapat berupa hidrogen peroxida,

karbondioksida dan diasetil. Beberapa strain BAL dapat menghasilkan

antimikroba reuterin dan asam pyroglutamat. Ada juga BAL yang menghasilkan

bakteriosin.

BAL yang dapat bertahan dalam saluran pencernaan dan memberikan

kontribusi terhadap kesehatan. BAL ini disebut sebagai probiotik. Probiotik

adalah mikroorganisme hidup yang menguntungkan bagi inangnya sehingga dapat

menjaga keseimbangan dalam usus (Tannock 1999 dan Roberfroid 2000),

meningkatkan kesehatan (Agget 1999 diacu dalam Tuohy et al. 2003). Probiotik

mempunyai efek immunoregulatory, antikarsinogen, antiinflamasi, dapat

memproduksi antimikroba dan memberikan efek langsung terhadap mucosa usus

halus. Secara komersial probiotik yang tersedia berupa BAL yang tidak

membentuk spora, yaitu Lactobacillus, Bifidobacterium dan Enterococci. Akan

tetapi Enterococci tidak digunakan sebagai probiotik karena bakteri ini dikenal

berpotensi sebagai patogen. Organisme probiotik hendaknya berasal dari mikroba

asli yang terdapat dalam pencernaan. Probiotik juga mampu menurunkan tingkat

berbagai enzim fekal yang berasosiasi dengan aktivasi metabolit dari karsinogen

dan mutagen (Weese 2002).

1. Lactobacillus

Genus Lactobacillus merupakan grup penting dari bakteri asam laktat,

karena kemampuannya memproduksi asam laktat. Lactobacillus berbentuk

batang dengan ukuran 0.5-1.2 x 1-10 µm, bersifat gram positif dan tidak

membentuk spora, fakultatif anaerob, G+C% 32-53%, tumbuh optimum pada

kisaran suhu 30-40oC, tetapi dapat tumbuh pada kisaran 5-35

oC. Lactobacillus

tumbuh optimum pada pH 5.5 – 5.8 namun secara umum dapat tumbuh pada

Page 27: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

8

pH < 5 (Axelsson 2004). Lactobacillus mampu menghasilkan asam laktat yang

cukup besar dapat mencapai > 50% (Batt 1999).

Lactobacillus banyak terdapat dalam produk makanan fermentasi seperti

produk-produk susu fermentasi (yoghurt, keju, yakult), produk fermentasi daging

(sosis fermentasi), produk fermentasi roti (souerdough bread), serta produk

fermentasi sayuran (pikel dan sauerkraut). Lactobacillus berkontribusi untuk

pengawetan, ketersediaan nutrisi dan flavor pada produk fermentasi tersebut.

Galur murni Lactobacillus sp yang diisolasi dari produk probiotik komersial

mampu menghambat Listeria monocytogenes, E. coli, S. Typhimurium dan

S. enteritidis (Chateau et al. 1993). Genus Lactobacillus terdiri dari 70 spesies

lebih dan dikelompokkan menjadi 3 grup (Tabel 1), kebanyakan homofermentatif,

namun ada juga yang heterofermentatif.

Tabel 1 Karakteristik tiga grup genus Lactobacillus

Karakteristik

Grup I:

Obligat homo-

fermentatif

Grup II:

Fakultatif hetero-

fermentatif

Grup III:

Obligat hetero-

fermentatif

Fermentasi

Pentosa - + +

CO2 dari glukosa - - +

CO2 dari glukonat - +a +

a

Aldolase + + -

Fosfoketolase - + b

+

Spesies

Lb. acidophilus

Lb. delbrueckii

Lb. helveticus

Lb. salivarius

Lb. casei

Lb. curvatus

Lb. plantarum

Lb. sake

Lb. brevis

Lb. buchneri

Lb. fermentum

Lb. Reuteri

Keterangan a

: pada saat fermentasi b

: induksi oleh pentosa

Sumber: Sharpe (1981); Kandler dan Weiss (1986) diacu dalam Axelsson

(2004).

a. Lactobacillus casei Rhamnosus

Lactobacillus casei terdiri dari strain yang heterogen secara fenotif dan

genetik yang mengkoloni berbagai ekosistem pangan. L. casei ditambahkan untuk

meningkatkan kualitas dari makanan dan meningkatkan kesehatan manusia

maupun hewan. Lactobacillus casei merupakan bakteri gram positif, tidak motil,

tidak membentuk spora, katalase negatif, berbentuk batang dari 0.7-1.1 x 2.0- 4.0

Page 28: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

9

µm, cenderung membentuk rantai, bersifat mikroaerofilik, dapat tumbuh pada

kisaran suhu 15oC, tidak tumbuh pada suhu 45

oC dengan suhu optimum 30

oC, pH

optimum untuk pertumbuhan 6.8 namun masih dapat tumbuh pada pH 3.5 (Batt

1999).

Lactobacillus casei Rhamnosus termasuk dalam genus bakteri asam laktat

yang bersifat termobakterium, karena dapat tumbuh pada suhu 45oC, toleran

terhadap pemanasan 72oC selama 40 menit (Batt 1999). Bakteri ini bersifat

homofermentatif, Gram positif, katalase negatif dan tidak membentuk spora.

L. casei Rhamnosus mampu memfermentasi gula-gula seperti glukosa, galaktosa,

laktosa, manosa, selobiosa, trehalosa dan rhamnosa, kadang-kadang juga mampu

memfermentasi sukrosa dan maltosa. Menurut Narayanan et al. (2004),

Lactobacillus rhamnosus bersifat fakultatif anaerob, dalam suasana anaerob dapat

menghasilkan L(+) asam laktat dan etanol. Lactobacillus rhamnosus MTCC 1408

menghasilkan asam laktat murni dalam media yang mengandung ekstrak glucosa-

yeast. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa Lactobacillus rhamnosus GG

mampu menempel pada mucosa, meskipun sifat penempelannya sementara

(Alander et al. 1999), pemberian Lactobacillus rhamnosus GG pada tikus dapat

mengeluarkan aflatoksin B1 (AFB1) lebih banyak melalui feses (Gratz et al. 2006),

dapat memperpendek lama diare dan frekuensi buang air besar lebih jarang pada

anak-anak diare yang diberi antibiotik, menstimulir pembentukan antibodi,

memodifikasi produksi cytokinin yang merupakan protein penting dalam respon

imun (Young 2008). Menurut Gill dan Rutherfurd (2000), menunjukkan bahwa

Lactobacillus rhamnosus HN001 (diisolasi dari produk susu) mampu

meningkatkan imunitas tikus dengan meningkatkan aktivitas pagocytic darah dan

sel peritoneal.

b. Lactobacillus casei Shirota

Lactobacillus casei Shirota ditemukan pertama kali oleh Dr. Shirota pada

tahun 1935, seorang ahli mikrobiologi dari Jepang. Jenis bakteri ini mempunyai

morfologi berbentuk batang, berada dalam koloni tunggal maupun berantai,

memiliki panjang 1.5-5.0 µ m dan lebar 0.6-0.7 µ m, Gram positif, katalase

negatif, tidak membentuk spora maupun kapsul, tidak memiliki flagela, fakultatif

anaerob. L. casei Shirota dapat hidup dengan baik pada suhu optimum 15-41oC

Page 29: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

10

dan pH 3.5 atau lebih (Meutia 2003). L. casei Shirota bersifat homofermentatif,

yaitu memecah glukosa menjadi asam laktat 90%, sejumlah kecil asam sitrat,

malat, asetat, suksinat, asetaldehid, diasetil dan asetoin yang berperan dalam

pembentukan flavor (Selamat 1992). Pemberian L. casei Shirota setiap hari pada

bayi kelinci dapat meningkatkan respon imun terhadap sel Escherichia coli

penghasil Shiga-toxin (STEC) dan menurunkan konsentrasi Shiga-toxin dalam

pencernaan, sehingga dapat mengurangi terjadinya diare.

c. Lactobacillus Fl

Lactobacillus Fl merupakan isolat klinis BAL yang diisolasi dari feses bayi

oleh Evanikastri (2003). Bakteri ini berbentuk batang pendek, dan bersifat Gram

positif, katalase negatif, tidak memproduksi NH3 dan CO2 dari glukosa. Jenis

bakteri ini tergolong BAL homofermentatif, karena hanya memproduksi asam

laktat, tanpa karbondioksida dari glukosa. Lactobacillus Fl dapat tumbuh pada

suhu 37oC dan 45

oC. Hasil uji gula-gula yang dilakukan menunjukkan bahwa

bakteri ini positif pada gula-gula maltosa, arabinosa, rhamnosa, xylosa dan

sorbitol. Bakteri ini diduga merupakan spesies Lactobacillus acidophilus.

Lactobacillus Fl bersifat hidrofobik, mempunyai aktivitas yang tinggi dalam

menghambat Escherichia coli O157:H7, Staphylococcus aureus dan Salmonella

typhimurium. Bakteri ini tahan terhadap asam (pH 3.0) dan garam empedu

(Evanikastri 2003).

d. Lactobacillus G3

Lactobacillus G3 tidak memproduksi CO2 dari glukosa, sehingga tergolong

sebagai BAL homofermentatif. Bakteri ini dapat tumbuh pada suhu 37oC dan

45oC. Hasil uji gula-gula yang dilakukan menunjukkan bahwa bakteri ini positif

pada gula-gula maltosa, rafinosa, galaktosa, mellibiosa, rhamnosa, xylosa dan

sorbitol. Lactobacillus G3 diduga merupakan spesies L. acidophilus, tahan

terhadap asam, tahan terhadap bile, secara in vitro memiliki sifat penempelan

yang baik, memiliki kemampuan antimikroba yang baik, yaitu terhadap

Staphylococcus aureus dan Salmonella typhimurium (Evanikastri 2003). Hasil

penelitian Meutia (2003), menunjukkan bahwa isolat Lactobacillus G3 memiliki

kemampuan penempelan yang baik, tahan terhadap asam, tahan terhadap garam

Page 30: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

11

empedu (bile), memiliki sifat anti mikroba yang baik terhadap bakteri Gram

positif maupun Gram negatif. Pada pengujian secara in vivo, pemberian

Lactobacillus G3 sebanyak 108 CFU/gram per hari ternyata mempengaruhi

jumlah E. coli, namun dapat meningkatkan jumlah BAL pada feses tikus setelah

10 hari pemberian ransum, meskipun peningkatan jumlah BAL tidak terlalu

signifikan.

2. Bifidobacterium

Bifidobacterium adalah salah satu BAL alami usus yang memiliki efek

probiotik, diisolasi pertama kali dari feses bayi yang mengkonsumsi air susu ibu

(ASI). Bakteri ini berbentuk basil (batang), tidak bergerak, tidak berspora,

merupakan bakteri Gram positif, katalase negatif. Bifidobacterium merupakan

bakteri anaerobik, hidup pada suhu optimum 37oC – 41

oC (minimum 25-28

oC

dan maksimum 43-45 o

C). Memiliki pH optimum untuk pertumbuhan awal

6.5-7.0, tidak ada pertumbuhan pada pH 4.5-5.0 atau 8.0-8.5, sakarolitik dengan

menghasilkan asam asetat dan asam laktat dengan perbandingan 3:2, dan tidak

menghasilkan CO2 (Dallas 1999).

Bifidobacterium dapat memetabolisme heksosa melalui jalur

phosphoketolase dengan menggunakan enzim frutose-6-phosphate

phosphoketolase (F6PPK). Pengujian Bifidobacterium didasarkan pada

kemampuannya memetabolisme heksosa sebab bakteri gram positif dalam usus

halus lainnya tidak mampu memetabolisme heksosa. Secara in vitro dan in vivo

Bifidobacterium dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen, seperti:

Clostridium perfringens, Salmonella, Shigella, B. cereus, Staphylococcus aureus,

Campylobacter jejuni dan yeast patogen Candida albicans (Dallas 1999).

Bifidobacterium dipercaya dapat mensintesa vitamin-vitamin yang

digunakan oleh tubuh, termasuk thiamin, asam folat, asam nicotin, pyridoxin dan

vitamin B12. Tikus yang mengkonsumsi L. acidophilus atau B. bifidum

menunjukkan jumlah phagocytosis terhadap E. coli meningkat, dapat melindungi

perlawanan rotavirus yang menyebabkan penyakit diare (Ramberg 2002). Dari

hasil penelitian Bruno et al. (2002), pertumbuhan lima strain Bifidobacterium

(B. infantis Bb-1, B. longum Bb-2, Bb-3, B. pseudolongum Bb-4 dan B. animalis

Page 31: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

12

Bb-5) dalam susu skim dipengaruhi oleh adanya prebiotik. Penambahan prebiotik

(kecuali dengan penambahan hi-maize) menyebabkan waktu generasi kelima

strain tersebut menurun, tetapi dapat meningkatkan viabilitas Bifidobacterium.

B. bifidum merupakan flora alami usus manusia dan ditemukan juga dalam

vagina manusia. Bakteri ini merupakan penghuni utama usus besar manusia

bersama-sama dengan spesies Bifidobacterium lainnya. Karakteristik B. bifidum

adalah katalase negatif, dapat tumbuh pada suhu 43-45oC, bersifat

heterofermentatif dimana rasio asam asetat dan asam laktat yang dihasilkannya

adalah 1.5 : 1 (Nakazawa dan Hosono 1992).

Ada beberapa efek menguntungkan dari B. bifidum antara lain dapat

melindungi usus dari bakteri atau khamir patogen, menghasilkan asam asetat dan

asam laktat sehingga dapat mencegah bakteri berbahaya, meningkatkan

metabolisme protein dan pertambahan berat badan bayi, mencegah pertumbuhan

bakteri yang mampu mengubah senyawa nitrat dalam usus yang berasal dari

makanan atau minuman menjadi senyawa nitrit yang bersifat prokarsinogen,

menghasilkan vitamin B, serta membantu fungsi hati dalam proses pencernaan

makanan. Bifidin, suatu antibiotik yang dihasilkan oleh B. bifidum, sangat efektif

melawan Shigella dysentriae, Salmonella typhosa, Staphylococcus aureus, E. coli

dan bakteri lainnya (Tomomatsu 1994).

B. longum merupakan bakteri yang tidak membentuk spora, berukuran

2-8 µ m, bersifat katalase negatif, dengan suhu optimum untuk pertumbuhan yaitu

36-38oC dan akan mati pada suhu 60

oC. B. longum berbentuk batang, tidak

tumbuh pada suhu < 20oC, tidak memiliki resistensi terhadap suhu > 46

oC dan pH

optimal untuk awal pertumbuhan adalah 6.5-7.0 (Ballongue 2004). Gambar 1

Bifidobacterium longum secara mikroskopik.

Gambar 1 Bifidobacterium longum (Anonim 2006)

Page 32: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

13

B. PREBIOTIK

1. Pengertian, Definisi dan Persyaratan Prebiotik

Prebiotik merupakan bahan pangan yang tidak dapat dicerna, memiliki efek

menguntungkan terhadap inang dengan menstimulir pertumbuhan secara selektif

terhadap aktivitas satu atau lebih dalam jumlah terbatas bakteri di dalam usus

(Lactobacilli dan Bifidobacteria), sehingga meningkatkan kesehatan inang

(Gibson 2004; Manning et al. 2004; Manning dan Gibson 2004). Menurut FAO

(2007), prebiotik adalah komponen pangan yang tidak hidup (not viable) yang

memberikan keuntungan kesehatan inang berasosiasi dengan memodulasi

mikrobiota. Manning et al. (2004), menyatakan bahwa bahan makanan

dikategorikan sebagai prebiotik, apabila: (1) tidak dapat dihidrolisa atau diserap

oleh saluran pencernaan bagian atas, (2) secara selektif menstimulir pertumbuhan

bakteri potensial yang menguntungkan, (3) dapat menekan pertumbuhan patogen

dan virulen, sehingga dapat meningkatkan kesehatan inang. Menurut FAO (2007),

kualifikasi prebiotik apabila: (1) merupakan komponen pangan yang tidak

berbentuk organisme atau obat-obatan, dapat dikarakterisasi secara kimia,

merupakan komponen food grade, (2) memberikan keuntungan kesehatan,

terukur, tidak diserap untuk masuk ke aliran darah atau komponen yang bertindak

sendirian, (3) dapat memodulasi, adanya komponen secara tunggal atau sudah

diformulasikan dapat mengubah komposisi atau aktifitas mikrobiota target inang,

mekanisme tersebut meliputi fermentasi, penghentian reseptor atau lainnya.

Menurut Weese (2002); Manning dan Gibson (2004), dietary fibre (serat

makanan) dapat dikelompokkan sebagai prebiotik, apabila: substrat tidak dapat

diserap atau dihidrolisa di dalam usus halus, secara selektif substrat dapat

difermentasi oleh bakteri yang menguntungkan seperti Bifidobacterium,

fermentasi substrat memberikan efek sistemik yang menguntungkan bagi

inangnya. Bahan prebiotik diklasifikasikan sebagai GRAS atau generally

recognized as safe (Weese 2002, Gibson 2004 dan FAO 2007). Beberapa bahan

yang berpotensi sebagai prebiotik yaitu rafinosa, FOS, oligosakarida kedelai,

galaktooligosakarida, galaktosil laktosa, laktusukrosa, isomalto-oligosakarida,

gluko-oligosakarida, xylo-oligosakarida (Manning dan Gibson 2004).

Page 33: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

14

2. Mekanisme Kerja dan Manfaat Prebiotik

Senyawa prebiotik yang tidak dapat dicerna oleh usus halus akan mencapai

usus besar, selanjutnya akan didegradasi atau difermentasi oleh bakteri usus dan

dapat menstimulir pertumbuhan BAL. Fermentasi oligosakarida oleh bakteri usus

akan menghasilkan energi metabolisme dan asam lemah rantai pendek (terutama

asam asetat dan asam laktat), sehingga komposisi mikroflora usus berubah. Selain

asam, bakteri usus juga akan menghasilkan zat yang bersifat antimikroba. Hampir

semua zat yang diproduksi oleh bakteri bersifat asam merupakan hasil fermentasi

karbohidrat oligosakarida (Tomomatsu 1994). Adanya produksi asam tersebut

akan menurunkan pH usus sehingga persentase bakteri yang menguntungkan

seperti Bifidobacterium dan Lactobacillus meningkat, sedangkan persentase

bakteri pembusuk seperti E. coli dan Streptococcus faecalis yang merugikan akan

menurun. Menurut Tomomatsu (1994), pertumbuhan bakteri patogen seperti

Salmonella dan E. coli akan terhambat dengan adanya asam dan zat-zat

antibakteri. Dengan demikian oligosakarida merupakan media yang baik untuk

pertumbuhan bakteri Bifidobacterium dan Lactobacillus yang menguntungkan di

dalam kolon (usus besar), sehingga dapat digolongkan sebagai prebiotik.

Karbohidrat yang tidak dapat dicerna dan diklaim memiliki efek fungsional

terhadap kesehatan karena karbohidrat tersebut dapat: menunda pengosongan

lambung, memodulasi waktu transit pada sistem pencernaan, meningkatkan

toleransi terhadap glukosa, mereduksi penyerapan lemak dan kolesterol,

meningkatkan volume dan kemampuan membawa air dari usus dan memodulasi

fermentasi mikroba dengan meningkatkan produksi asam lemak rantai pendek

(Short Chain Fatty Acid atau SCFA), menurunkan pH dan produksi amonia.

Kombinasi dan efek fungsional tersebut menghasilkan peningkatan kesehatan

inang dengan menurunnya gangguan pada usus (konstipasi dan diare), penyakit

kardiovaskuler dan kanker usus (Zietner dan Gibson 1998).

Ukuran partikel serat pangan dan tingkat kelarutan berpengaruh terhadap

kemampuan serat pangan untuk difermentasi oleh bakteri. Produk utama

fermentasi polisakarida dalam usus oleh bakteri, tidak hanya meningkatkan

volume feses tetapi juga menaikkan aktivitas metabolisme bakteri sakarolitik.

Pektin, hemiselulosa, guar gum dan inulin adalah serat pangan yang dapat larut

Page 34: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

15

dalam air sehingga membentuk gel di dalam saluran pencernaan. Hal ini

membantu proses fermentasi oleh mikroflora usus karena meningkatkan luas

permukaan yang tersedia untuk hidrolisa enzim (Manning dan Gibson 2004).

Menurut Manning dan Gibson (2004), konsumsi prebiotik mempunyai

beberapa manfaat, yaitu dapat: menghambat pertumbuhan bakteri patogen,

meningkatkan penyerapan kalsium, mencegah kanker usus, memberikan pengaruh

terhadap sistem imun (immunological effect) dan dapat menurunkan kolesterol.

Menghambat Pertumbuhan Patogen. Prebiotik merupakan substrat bagi

bakteri yang menguntungkan dalam usus. Sebagai contoh tersedianya inulin dan

FOS dapat meningkatkan jumlah Bifidobacterium dalam pencernaan.

Terbentuknya asam laktat oleh BAL memiliki beberapa keuntungan. Produk akhir

metabolisme BAL akan menurunkan pH usus dimana bakteri patogen tidak

mampu berkompetisi (memiliki sifat penghambatan). Bifidobacterium mampu

menghasilkan antimikroba yang berpengaruh terhadap berbagai bakteri patogen

Gram-positif dan Gram-negatif yang ada dalam usus (Manning dan Gibson 2004).

Prebiotik dapat meningkatkan ketahanan terhadap patogen dengan

meningkatnya Bifidobacterium dan Lactobacilli di dalam usus (Gibson 2004).

Beberapa spesies Lactobacilli dan Bifidobacterium dapat menghasilkan antibiotik

alami yang memiliki aktivitas spektrum yang luas (Gibson dan Wang 1993;

Manning dan Gibson 2004). Beberapa spesies Bifidobacterium dapat

menghasilkan antimikroba alami yang bervariasi dalam menghambat

pertumbuhan bakteri patogen gram positif dan gram negatif dalam usus. Hasil

pengujian in vivo menunjukkan bahwa FOS dan inulin mampu melindungi

masuknya patogen enterik dan sistemik maupun tumor inducer, termasuk E.coli

O157:H7 dan campylobacter (Manning dan Gibson 2004; Manning et al. 2004).

Meningkatkan Penyerapan Kalsium. Pengaruh prebiotik terhadap

peningkatan penyerapan kalsium terjadi melalui mekanisme berikut:

(a) fermentasi prebiotik seperti inulin menghasikan produk SCFA, sehingga

menurunkan pH koloni lumenal. Akibatnya meningkatkan kelarutan kalsium di

dalam usus (b) Fermentasi phytate oleh bakteri juga dapat melepaskan kalsium.

Phytate sebagai salah satu komponen tanaman yang dikonsumsi, juga dapat

membentuk komplek dengan kation divalen yang tidak larut dan stabil seperti

Page 35: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

16

kalsium (c) SCFA masuk ke kolon dalam bentuk proton kemudian berdissosiasi di

lingkungan intraselluler. Proton yang dilepaskan dalam lumen berubah menjadi

ion kalsium. Berdasarkan pengujian in vivo dengan hewan percobaan seperti tikus,

menunjukkan bahwa prebiotik dapat meningkatkan penyerapan kalsium dalam

usus dan mengurangi kehilangan kalsium pada tulang (Manning dan Gibson

2004). Konsumsi inulin sebesar 40g/hari selama 28 hari dapat meningkatkan

penyerapan kalsium bagi manusia secara nyata (Coudray et al. 1997 diacu dalam

Manning dan Gibson 2004), 15g inulin, FOS atau GOS per hari selama 21 hari

meningkatkan penyerapan kalsium dan besi (Heuvel et al. 1998 diacu dalam

Manning dan Gibson 2004), 15 g FOS/hari selama 9 hari dapat meningkatkan

penyerapan kalsium hingga 10.8% (Heuvel et al. 1999 diacu dalam Manning dan

Gibson 2004).

Melindungi Terhadap Kanker Kolon. Prebiotik dipostulatkan mampu

melindungi kolon dari serangan kanker kolon. Beberapa prebiotik (inulin, FOS,

GOS dan resisant starch dapat menstimulir Eubacteria (tetapi bukan Clostridia

yang toksik) yang menghasilkan metabolit berupa butirat. Adanya prebiotik dapat

mendukung pertumbuhan BAL. BAL dipercaya mampu menghambat beberapa

bakteri yang menghasilkan enzim karsinogenik. Dengan demikian prebiotik dapat

meningkatkan pembentukan butirat dalam usus. Ada dua mekanisme perlindungan

prebiotik terhadap perkembangan kanker usus, yaitu : (a) produksi metabolit yang

bersifat protektif. Butirat merupakan produk akhir dari fermentasi yang diketahui

dapat menstimulasi apoptosis dalam cell line kanker usus dan juga berperan

sebagai bahan bakar untuk kesehatan colonisit. Butirat dalam usus diproduksi oleh

Eubacteria. Penggunaan prebiotik dapat mendukung pertumbuhan Eubacteria

yang tidak berbahaya (b) prebiotik akan menyebabkan metabolisme bakterial di

dalam usus menghasilkan produk akhir yang tidak berbahaya (Manning dan

Gibson 2004).

Efek Terhadap Sistem Imun. Prebiotik dapat meningkatkan jumlah

mikroflora dalam usus. Pemberian FOS, GOS dan laktulosa dapat mengubah

komposisi mikroflora usus. Prebiotik juga dapat mendukung pertumbuhan BAL

Pemberian GOS, inulin dapat meningkatkan jumlah Bifidobacteria dan

Lactobacilli. BAL diketahui dapat menstimulir respon baik yang spesifik maupun

Page 36: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

17

non-spesifik. Akibatnya meningkatkan aktivitas pagositas dan atau meningkatkan

molekul immunological seperti IgA yang mempengaruhi Salmonellae dan

rotavirus. Prebiotik juga menghasilkan produk akhir yang sama dengan BAL

karena prebiotik dapat mendukung pertumbuhan BAL dan meningkatkan

komposisi mikroflora. Pengujian secara in vivo pada hewan menunjukkan bahwa

prebiotik dapat mempengaruhi fungsi imun (Manning dan Gibson 2004).

Efek pada Lemak Darah. Industri makanan banyak mengembangkan

pangan fungsional untuk memodulasi lemak darah seperti kolesterol dan

trigliserida. Peningkatan kolesterol dalam darah berisiko menyebabkan penyakit

jantung koroner. Beberapa bukti menunjukkan bahwa BAL mampu menurunkan

konsentrasi level total dan LDL (low-density lipoprotein) kolesterol. Namun

sampai saat ini mekanismenya belum jelas. Kemungkinan BAL secara langsung

mampu mengasimilasi kolesterol. Prebiotik seperti FOS dapat menurunkan sintesa

de novo trigliserida oleh hati. Menurut Delzenne dan Kok (1999) diacu dalam

Manning dan Gibson (2004) menyatakan bahwa prebiotik seperti inulin dapat

menghambat insulin-induced yang disintesa dari trigliserida.

3. Sumber-sumber Prebiotik

Sumber prebiotik alami terdapat dalam air susu ibu (ASI) dalam bentuk

oligosakarida yang terkandung colostrum, yaitu N-acetyl glucosamine (Ballongue

2004), yang dicerna dalam usus kurang dari 5% dan dapat mendukung

pertumbuhan Bifidobacteria (Ballongue 2004 dan Surono 2004). Sumber

prebiotik lain dapat diperoleh dari buah-buahan dan sayuran seperti bawang

merah, bawang putih, pisang, asparagus, leek, chicory (mengandung inulin) dan

Jerusalem articoke, oligosakarida kedelai. Selain terdapat dalam buah dan

sayuran, prebiotik juga terdapat dalam umbi-umbian seperti rafinosa dalam ubi

jalar (Palmer 1982, Adijuwana 2005, Krisnayudha 2007, Marlis 2008, belum

dipublikasikan), oligofruktosa dan rafinosa dalam ubi garut dan ganyong

(Krisnayudha 2007).

Page 37: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

18

4. Jenis-jenis Senyawa Prebiotik

Senyawa-senyawa yang termasuk dalam prebiotik adalah oligosakarida

(seperti: rafinosa, stakiosa, GOS, FOS, inulin), beberapa disakarida dan alternatif

sumber prebiotik lain (seperti: laktitol, sorbitol) dan serat makanan yang tidak

diserap oleh usus halus.

a. Oligosakarida

Oligosakarida merupakan gula-gula yang terdiri dari 2 sampai 20 unit

sakarida atau karbohidrat sederhana (Manning dan Gibson 2004). Menurut Oku

(1994), oligosakarida terutama terdiri dari verbakosa, stakiosa dan rafinosa yang

memiliki ikatan α-galakto-glukosa dan α-galakto-galaktosa. Oligosakarida yang

tidak dicerna dan diserap dalam usus halus akan mencapai usus besar, selanjutnya

akan didegradasi atau difermentasi oleh bakteri usus.

Rafinosa. Oligosakarida dari kelompok rafinosa bersifat fungsional karena

tidak dapat dicerna oleh enzim-enzim pencernaan manusia, yaitu α-galaktosidase,

sehingga bermanfaat bagi kesehatan karena akan menghasilkan energi

metabolisme yang lebih rendah dibandingkan sukrosa, tidak memberikan efek

pada sekresi insulin dari pankreas, mencegah penyakit gigi dan dapat

meningkatkan mikroflora usus (Oku 1994). Di dalam kolon, rafinosa dapat

menstimulir pertumbuhan Bifidobacterium spp dan Bacteriodes spp. Menurut

Benno et al. (1987) diacu dalam Salminen et al. (1998), menunjukkan bahwa

pemberian rafinosa pada manusia sebesar 15 g/hari dapat menaikkan jumlah

bifidobakteria feses secara signifikan dan menurunkan jumlah Clostridium spp

dan Bacteriodaceae, terjadi penurunan pH fekal selama mengkonsumsi rafinosa.

Rafinosa dapat diperoleh dari purifikasi beberapa tanaman

Oligosakarida kedelai. Dalam oligosakarida kedelai terdapat rafinosa,

stakiosa dan sukrosa yang dibentuk dari galaktosa yang berikatan dengan sukrosa.

Oligosakarida kedelai dibuat dari kedelai atau whey kedelai melalui proses

ekstraksi dan purifikasi. Oligosakarida bersifat stabil terhadap panas maupun

asam, stabilitasnya lebih baik dibandingkan dengan sukrosa. Hayakawa et al.

(1990) diacu dalam Salminen et al. (1998), membuktikan bahwa secara in vitro,

Page 38: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

19

stakiosa dan rafinosa yang dimurnikan dari oligosakarida kedelai dapat

difermentasi oleh Bifidobacterium spp. Konsumsi oligosakarida kedelai 10 g/hari

dapat meningkatkan jumlah bifidobacteria dalam feses manusia secara signifikan,

menurunkan bakteri usus halus yang berbahaya.

Fruktooligosakarida (FOS). FOS merupakan oligosakarida yang tidak

dapat dicerna. Konsumsi FOS sebesar 4-20 g/hari dapat meningkatkan

pertumbuhan bifidobacteria, menurunkan jumlah bacteroides dan clostridia fekal,

meningkatkan berat feses, mudah buang air besar, menurunkan pembentukan

bahan-bahan putrefaktif (Hidaka et al. 1986; Gibson et al. 1995 diacu dalam

Salminen et al. 1998).

Galaktooligosakarida (GOS). Galaktooligosakarida yang terdapat dalam

susu sapi, air susu ibu (ASI) dan yoghurt dapat menstimulir pertumbuhan

bifidobacteria. Menurut Ito et al. (1990) diacu dalam Salminen et al. (1998),

enzim β-D-galaktosidase dari Aspergillus oryzae dan Streptococcus thermophillus

dapat memecah laktosa menjadi galaktooligosakarida. Terjadi perubahan

mikroflora usus secara nyata apabila mengkonsumsi galaktooligosakarida sebesar

10 g/hari.

Galaktosil Laktosa (GL). GL merupakan trisakarida yang terdapat dalam

ASI. GL yang dibuat secara komersial dan ditambahkan dalam infant formula

mampu menstimulir pertumbuhan bifidobacteria pada pencernaan balita

(Salminen et al. 1998).

Palatinosa. Palatinosa digunakan sebagai bahan pemanis non karsinogen.

Palatinosa dapat dicerna, namun daya cerna palatinosa kondensat belum diketahui

dengan jelas. Khasimura et al. (1989) diacu dalam Salminen et al. (1998),

pemberian palatinosa dapat meningkatkan jumlah bifidobacteria dalam feses.

b. Disakarida dan alternatif sumber prebiotik lainnya

Laktulosa, laktitol, xilitol, sorbitol dan mannitol merupakan bahan pengganti

atau alternatif oligosakarida. Bahan-bahan tersebut dapat dicerna namun lambat

dan dapat difermentasi oleh BAL dalam kolon. Laktolosa, laktitol dan xilitol

berpengaruh sangat baik terhadap peningkatan mikroflora usus. Namun demikian

Page 39: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

20

konsumsi laktulosa, laktitol, xilitol, dan mannitol yang tinggi dapat menurunkan

toleransinya (Salminen dan Salminen 1989 diacu dalam Salminen et al. 1998).

C. PENGUJIAN PRODUK PANGAN SEBAGAI PREBIOTIK

Menurut FAO (2007), untuk menentukan suatu produk pangan dapat

diklasifikasikan sebagai prebiotik ada empat langkah yang dilakukan, yaitu

(1) karakterisasi komponen prebiotik, (2) karakterisasi fungsionalitas, (3)

kualifikasi dan (4) keamanan. Gambar 2 menunjukkan diagram pengujian

prebiotik.

Gambar 2. Diagram pengujian prebiotik (FAO 2007).

Karakterisasi Komponen Prebiotik. Komponen pangan dapat diklaim

sebagai prebiotik apabila sudah diketahui asal-usulnya, tingkat kemurniannya,

struktur dan komposisi kimia dapat dikarakterisasi, apabila sebagai pembawa

(vehicle) maka konsentrasi dalam produk yang diberikan kepada inang dapat

diketahui.

Karakterisasi komponen: sumber,

asal-usul, kemurnian, komposisi

kimia, struktur

Karakterisasi fungsional: pengujian

secara in vitro atau pada hewan

Formulasi produk, pembawa

(vehicle), jumlah dan konsentrasi

Assesmen keamanan: pengujian secara

in vitro dengan/atau tanpa hewan,

dan/atau studi manusia (fase I) jika

bukan GRAS atau yang setara

Double blind, randomized, controlled

human trial (RCT) dengan ukuran

sample hasil utama sesuai untuk

menetapkan khasiat produk.

Minimum proof (bukti minimum)

korelasi antara sifat fisiologis dan

modulasi mikrobiota pada tempat

tertentu

Studi RCT kedua yang bersifat

independen untuk mengonfirmasi

hasil

PREBIOTIK

Page 40: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

21

Karakterisasi Fungsional. Minimum diperlukan bukti-bukti yang

menunjukkan adanya korelasi antara hasil fisiologis yang terukur dengan

modulasi mikrobiota sebagai dampak samping (terutama pada gastrointestinal

tract, atau dampak lain yang potensial seperti pengaruh senyawa prebiotik

terhadap vagina dan kulit). Diperlukan adanya korelasi fungsi spesifik pada

dampak spesifik dengan efek fisiologis dalam kurun waktu tertentu.

Melalui pengujian secara in vitro atau pada hewan. Pada pengujian ini

hendaknya variabel yang menjadi target dapat menunjukkan adanya perubahan

yang nyata secara statistik dan secara biologis menunjukkan konsistensi target

kelompok dengan klaim produk sebagai prebiotik. Klaim prebiotik hendaknya

didasarkan pada studi-studi mengenai jenis produk akhir dan pengujian terhadap

inang. Diperlukan kesesuaian ukuran secara random/acak terhadap kontrol

pengujian (dibandingkan dengan placebo atau standar kontrol), akan lebih baik

apabila antara perlakuan dengan kontrol bersifat independen. Hasil fisiologis

prebiotik yang dimaksud adalah: satiety (pengukuran terhadap kandungan

karbohidrat, lemak, total energi intake), mekanisme endokrin yang mengatur food

intake dengan penggunaan energi dalam tubuh, efek-efek penyerapan nutrien

(seperti kalsium, magnesium, trace elemen, protein), menurunnya atau

berkurangnya kejadian infeksi, lemak darah dan parameter endokrin klasik, bowel

movement dan regularity, tanda-tanda resiko kanker, perubahan innate dan

immunitas yang semuanya membuktikan bahwa prebiotik yang diuji dapat

memberikan keuntungan kesehatan.

Kualifikasi. Pengaruh-pengaruh bifidogenik belum cukup tanpa ditunjukkan

keuntungan-keuntungan yang berkaitan dengan kesehatan fisiologis. Hal tersebut

perlu dikenali bahwa pada saat yang sama sering mengalami kesulitan untuk

mengetahui hal-hal yang terjadi di dalam usus halus. Teknik pengambilan sampel

yang tepat dapat diketahui adanya modulasi mikrobiota yang menggambarkan

kesehatan inang. Analisis fekal akan lebih sesuai dengan keterbatasan teknik

pengambilan sampel yang tepat.

Keamanan. Untuk mengklaim bahwa produk tertentu sebagai prebiotik,

maka diperlukan parameter yang aman sesuai dengan regulasi nasional yang

berlaku. Beberapa hal yang direkomendasikan untuk mengetahui keamanan dari

Page 41: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

22

prebiotik, yaitu: secara historis produk diketahui aman, GRAS atau ekivalen.

Untuk komoditas yang demikian maka pengujian toksikologi terhadap hewan atau

manusia tidak perlu dilakukan. Perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui level

konsumsi yang aman dan efek samping terhadap kesehatan. Produk harus tidak

mengandung kontaminan dan benda asing. Berdasarkan ilmu pengetahuan,

prebiotik bukan merupakan alternatif mikrobiota untuk memperpanjang efek

detrimental yang lebih panjang terhadap inang.

C. UBI GARUT (Maranta arundinaceae L)

Ubi garut (arrowroot) merupakan salah satu jenis umbi-umbian, yang

banyak ditemukan di Indonesia. Tanaman garut termasuk dalam famili

Marantaceae, genus Maranta spesies Maranta arundinaceae L. Tanaman ini

berasal dari Indian Barat (West Indian), mereka menyebut Tibur starch,

merupakan family Ginger, genus Curcuma. Perbanyakan tanaman dengan umbi,

kedalaman lubang tanam 6 inch, jarak tanam 15 inch dan lebar bedengan 30 inch.

Ubi garut baru bisa dipanen setelah berumur 10-11 bulan, dengan hasil panen 4-6

ton/acre. Ubi garut mengandung 12% tepung kering dan 1.7% protein.

Gambar 3 Tanaman garut atau Maranta arundinaceae L. (Anonim (2007).

Gambar 4 Ubi garut

Page 42: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

23

Masyarakat mengenal ubi garut dengan istilah yang berbeda-beda, di Jawa

ada yang menyebut angkrik, arus, erus, sedangkan di daerah Sunda dikenal

dengan nama patat atau sagu (Widowati et al. 2002) Di Malaysia disebut ubi

bemban, Batak: Sagu Ban-ban, Nias: Saku Ndrawa, Minang: Sagu larut, Bali:

Krarus, Minahasa: Tawang, Gorontalo: Labia Walanta. Profil tanaman ubi garut

dapat dilihat pada Gambar 3, sedangkan ubi garut dapat dilihat pada Gambar 4.

Tanaman garut mempunyai dua jenis kultivar, yaitu kultivar creole dan

kultivar pisang (banana). Ciri-ciri kultivar creole memiliki rhizome yang kurus

memanjang, lebih menyebar dan menembus masuk ke dalam tanah, lebih berserat

dengan kandungan pati yang lebih tinggi. Kultivar banana mempunyai rhizome

yang lebih pendek dan gemuk dibandingkan dengan kultivar creole. Perbandingan

antara komposisi kimia ubi garut kultivar banana dan creole dapat dilihat pada

Tabel 2.

Tabel 2 Komposisi kimia ubi garut kultivar banana dan creole

dalam 100 gram ubi

Komposisi zat gizi

(gram)

Ubi garut untuk kultivar

Banana (%) Creole (%)

Karbohidrat :

• Pati

• Serat

Protein

Lemak

Abu

Air

19.4

0.6

2.2

0.1

1.3

1.3

72.0

21.7

1.3

1,0

0.1

1.4

1.4

69.1

Sumber : Kay (1973).

Tabel 3 Komposisi kimia pati ubi garut per 100 gram

Jenis Gizi Tepung Ubi Garut

Kalori (kal) 355

Protein (g) 0.7

Lemak (g) 0.2

Karbohidrat (g) 85.2

Ca (mg) 8.0

P (mg) 22.0

Fe (mg) 1.5

Vit. A (SI) 0.0

Vita. B-1 (mg) 0.09

Vit. C (mg) 0.0

Air (g) 14.0

Sumber: Depkes RI (1991).

Page 43: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

24

Pati garut (Marantha arundinacea L) diketahui sangat potensial untuk bahan

baku makanan dan minuman, farmasi atau obat-obatan, kimia, kosmetik, tekstil,

kertas, dan karton. Selain campuran bedak, pati garut digunakan sebagai bahan

campuran minuman, ransum, obat penyakit panas dalam, obat borok, bahan

pengikat tablet, ekstender pada perekat sintetis, dan campuran bedak (Yun 2002).

Pati garut juga dapat digunakan sebagai bahan penambah nafsu makan

(stomachica), anti-radang (anti-inflammatory), dan sebagai penguat (tonik), obat

diare, radang sendi, radang usus, penambah asam lambung, mengatasi keputihan,

biang keringat, digigit serangga, jerawat atau flek hitam. Komposisi kimia pati

garut dapat dilihat pada Tabel 3.

Pati garut merupakan hasil olahan ubi garut melalui proses ekstraksi pati.

Masyarakat menyebut pati garut dengan istilah tepung garut. Pembuatan pati garut

dilakukan dengan cara: pembersihan ubi garut dari kulit ari maupun akar,

pencucian, pengecilan ukuran (pemarutan), ekstraksi, pengendapan pati,

pembuangan air rendaman, penjemuran pati, penghancuran dan pengayakan pati

(Widowati et al. 2002). Pembuatan tepung ubi garut dilakukan dengan cara:

pembersihan ubi garut dari sisik maupun akar, pencucian, pengecilan ukuran

(pengirisan), pengeringan, penepungan dan pengayakan (Krisnayudha 2007).

Hasil pengujian dengan kromatografi kertas yang dilakukan oleh Widayanti

(2005), menunjukkan bahwa dalam ekstrak pati garut tidak terdapat rafinosa.

Hasil pengujian secara in vitro terhadap ekstrak pati ubi garut menunjukkan

bahwa bakteri L.casei Shirota dan Lactobacillus G3 tidak dapat menggunakan

ekstrak pati ubi garut untuk pertumbuhannya. Berbeda dengan hasil penelitian

Krisnayudha (2007), menunjukkan bahwa di dalam ekstrak tepung ubi garut

terdapat glukosa, fruktosa, sukrosa, rafinosa dan FOS. Secara in vitro, ekstrak

tepung ubi garut dapat mendukung pertumbuhan BAL uji, berturut-turut mulai

yang tertinggi adalah L. casei Rhamnosus, Lactobacillus G3, Lactobacillus F1,

L.casei Shirota, B. bifidum, Lactobacillus G1 dan B. longum.

Proses pengolahan diduga dapat mengubah kandungan oligosakarida.

Hasil penelitian yang dilakukan Krisnayudha (2007), menunjukkan bahwa pada

ekstrak tepung ubi garut segar mengandung gula sangat sederhana dan gabungan

dari rafinosa, FOS, sukrosa dan fruktosa. Pada tepung ubi garut yang disangrai

Page 44: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

25

mengandung rafinosa dan FOS paling tinggi dibandingkan dengan hasil

pengukusan dan pemanggangan.

D. UBI JALAR (Ipomoea batatas L)

Ubi jalar (Ipomoea batatas L) termasuk ke dalam divisi Spermatophyta,

subdivisi Angiospermae, kelas Dicothyledone, ordo Solanaceae, famili

Convolvulaceae, genus Ipomeae dan spesies Ipomoea batatas. Pada umumnya ubi

jalar dibagi dalam dua genus yaitu ubi jalar yang bermubi lunak karena banyak

mengandung air dan ubi jalar yang bermubi keras karena banyak mengandung pati

(Lingga et al. 1986). Menurut Palmer (1982), jenis oligosakarida yang terdapat

pada ubi jalar adalah rafinosa. Pada ubi jalar yang sudah dimasak juga masih

terdapat rafinosa dan tidak dapat dicerna.

Adijuwana (2005) mengidentifikasi kandungan rafinosa dari tiga jenis

varietas ubi jalar (ubi jalar putih varietas Jago dan Sukuh serta ubi jalar merah

klon BB00105.10) dengan metode kromatografi kertas. Hasil identifikasi tersebut

menunjukkan bahwa kadar rafinosa pada ubi jalar yang tidak dikukus berturut-

turut adalah 2.97% (varietas Sukuh), 2.27% (varietas Jago), 1.26% (ubi jalar

merah). Sedangkan pada ubi jalar dengan pengukusan tidak diperoleh spot yang

memiliki Rf sebanding dengan Rf standar rafinosa. Identifikasi lanjut ekstrak

oligosakarida pada ubi jalar Sukuh yang memiliki kadar rafinosa tertinggi,

menunjukkan bahwa selain rafinosa juga terdapat sukrosa, maltosa dan

maltotriosa. Hasil penelitian Suryadjaya (2005), menunjukkan bahwa pemberian

ekstrak ubi jalar pada tikus SD selama 10 hari dapat menekan jumlah E.coli dalam

feses sebesar 2.35 log cfu/g namun meningkatkan jumlah BAL sebesar 0.28 log

cfu/g. Hasil penelitian Marlis (2008, belum dipublikasikan), menunjukkan bahwa

konsentrasi gula pada tepung ubi jalar varietas Sukuh terdiri dari fruktosa 0.17%,

glukosa 0.25%, sukrosa 1.42%, maltosa 3.12%, maltotriosa 0.12% dan rafinosa

0.18%. Pada tepung ubi jalar yang dikukus terjadi kenaikan kandungan

maltotriosa (0.14%) dan rafinosa (0.2%) tertinggi dibandingkan dengan tepung

ubi jalar segar maupun hasil pengolahan melalui pemanggangan, drum dry

maupun penyangraian.

Page 45: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

26

F. SWEET POTATO FLAKES (SPF)

Sweet Potato Flakes (SPF) atau makanan sarapan dari ubi jalar merupakan

salah satu jenis produk yang berasal ubi jalar. Produk tersebut merupakan produk

turunan yang dibuat dari campuran tepung ubi jalar instant atau tergelatinisasi (ubi

jalar kukus yang dikeringkan dan ditepungkan), tepung kedelai, tapioka sebagai

bahan baku, gula, garam dan air. Proses produksi flaked cereal melibatkan proses

pemanasan dengan suhu tinggi sehingga dihasilkan produk yang berwarna gelap.

Karena menggunakan bahan baku tepung tergelatinisasi, maka proses pemasakan

awal dihilangkan, sehingga proses pemasakan hanya dilakukan pada tahap

pemanggangan. Secara garis besar proses pengolahan SPF adalah persiapan bahan

baku, formulasi, pencampuran, pencetakan (pembentukan), flaking,

pemanggangan, pelapisan (coating) dan pengemasan. Bahan baku SPF terdiri dari

55% tepung ubi jalar kukus, 25% tepung kedelai, 20% tapioka, gula pasir 10%

(dari total tepung), air 30% (dari total tepung), garam 0,5% (dari total tepung).

Untuk membuat SPF, pertama-tama dilakukan pencampuran kering tepung ubi

jalar kukus, tepung kedelai, tapioka. Gula dan garam dilarutkan dalam air. Larutan

gula dan garam dimasukkan dalam campuran tepung kemudian dicampur dengan

menggunakan mixer sampai adonan homogen. Adonan dibuat pellet dengan

menggunakan grinder. Pellet dipotong-potong dengan panjang 0.5-1 cm,

kemudian dipipihkan menggunakan drum drier sehingga terbentuk flake.

Selanjutnya flake dipanggang dalam oven dengan menggunakan suhu pemanasan

3000F selama ± 11 menit kemudian SPF didinginkan (Koswara 2003 dan Syamsir

et al. 2007). Hasil penelitian Koswara (2003), menunjukkan bahwa SPF yang

dibuat memiliki keunggulan dibandingkan produk sarapan komersial lainnya yaitu

mengandung β–karoten 30.76 ppm (tidak terdapat pada produk sarapan

komersial) dan kadar serat mencapai 10.46% (pada produk sarapan komersial

berkisar antara 1.4 – 3.8%). Penyajian SPF dengan cara mencampur SPF dengan

susu atau bisa dikonsumsi langsung sebagai makanan camilan. Produk SPF yang

diperoleh dari Seafast Center telah memiliki sertifikat penyuluhan (SP) dari

Depkes RI dengan nomor Depkes. RI. SP. No. 503/10.03/2003 (Koswara 2003).

Sebagaimana disebutkan di atas bahwa produk SPF mengandung tepung

kedelai. Di dalam tepung kedelai terdapat oligosakarida kedelai yang berpotensi

Page 46: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

27

sebagai prebiotik. Oligosakarida kedelai dapat bertindak sebagai prebiotik karena

mengandung rafinosa, stakiosa dan sukrosa yang dibentuk dari galaktosa yang

berikatan dengan sukrosa (Salminen et al. 1998). Menurut Smiricky (2001), jenis

oligosakarida pada kedelai adalah rafinosa dan stakiosa. Stabilitas oligosakarida

lebih baik dibandingkan dengan sukrosa, stabil terhadap panas maupun asam.

Hayakawa et al. 1990 diacu dalam Salminen et al. (1998), secara in vitro, stakiosa

dan rafinosa yang dimurnikan dari oligosakarida kedelai dapat difermentasi oleh

Bifidobacterium spp. Konsumsi oligosakarida kedelai 10 g/hari dapat

meningkatkan jumlah bifidobacteria dalam feses manusia secara signifikan dan

menurunkan bakteri usus halus yang berbahaya. Menurut Anonim (2008), secara

alami galakto-oligosakarida (GOS) ditemukan dalam kedelai dan dapat disintesa

dari laktosa (gula susu).

Oligosakarida dapat berubah setelah mengalami proses pengolahan.

Menurut Jood et al. (1985), kadar sukrosa, rafinosa, stakiosa dan verbakosa yang

terkandung dalam lima jenis leguminose yang diuji (Phaseolus vulgaris, Cicer

areitinium, Phaseolus mungo, Cajanus cajan dan Vicia vaba) mengalami

penurunan setelah dilakukan proses perendaman air maupun larutan sodium

bikarbonat, pemasakan, pemasakan dengan otoklaf pada biji yang sudah

direndam, germinasi maupun penggorengan biji yang sudah berkecambah. Hasil

penelitian yang dilakukan Marlis (2008, belum dipublikasikan), memunjukkan

bahwa pada tepung ubi jalar kukus terjadi kenaikan kandungan maltotriosa dan

rafinosa tertinggi dibandingkan dengan tepung ubi jalar segar maupun hasil

pengolahan melalui pemanggangan, penyangraian maupun yang diolah

menggunakan drum drier.

Page 47: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

28

III. METODOLOGI

A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi

Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian dan Laboratorium Southeast Asia Food and

Agriculture Science & Technology (SEAFAST) Center IPB, Kampus IPB

Darmaga, Bogor. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2006 – Juli 2007.

B. BAHAN

Bahan-bahan yang digunakan adalah ubi garut varietas creole dari salah

satu petani dari kota Temanggung Jawa Tengah, ubi jalar putih varietas Sukuh

dari International Center Potato (CIP) Ciapus-Bogor dan SPF (Sweet Potato

Flakes) didapat dari Seafast Center, IPB. Pembuatan cookies ubi garut dan ubi

jalar menggunakan mentega (Blue BandTM

), gula halus dan telur ayam. Kultur

bakteri asam laktat (BAL) yang digunakan adalah Lactobacillus casei Shirota

(L. casei Shirota), Lactobacillus casei Rhamnosus (L. casei Rhamnosus),

Lactobacilus galur Fl dan G3, Bifidobacterium longum (B. longum) dan

Bifidobacterium bifidum (B. bifidum), bakteri patogen yang digunakan adalah

Escherichia coli (E. coli), Salmonella sp, Bacillus cereus (B. cereus). Untuk

sterilisasi dan ekstraksi ubi garut dan hasil olahan, ubi jalar dan hasil olahan

menggunakan alkohol 70%. Bahan ransum tikus menggunakan maizena HonigTM

,

minyak jagung China Corn OilTM

, Ca-kaseinat, premix vitamin FitkomTM

,

premix mineral, selulosa, air minum dalam kemasan (AMDK). Klorinasi alat dan

kandang tikus menggunakan triklorit (klorin).

Standar gula yang digunakan adalah standar glukosa (MerckTM

). Bahan

untuk pengujian mikrobiologi adalah proteose peptone DifcoTM

, yeast exract

DifcoTM

, Tween 80 MerckTM

, dipotasium hidrogen fosfat MerckTM

, sodium asetat

MerckTM

, MgSO4.7H2O DifcoTM

, dan MnSO4.4H2O MerckTM

, bacto agar

DifcoTM

. Media yang digunakan adalah MRS (deMann Rogosa Sharpe) Broth

OxoidTM

, MRS (deMann Rogosa) Agar OxoidTM

, EMBA (Eosin Methylene Blue

Agar) MerckTM

, PCA (Plate count Agar) MerckTM

, LB (Lactose Broth) DifcoTM

,

SCB (Selenite Cystine Broth) OxoidTM

, BSA (Bismuth Sulfite Agar) OxoidTM

,

HEA (Hectoen Enteric Agar) OxoidTM

, NB (Nutrient Broth) OxoidTM

, NA

Page 48: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

29

(Nutrient Agar) DifcoTM

, TSIA (Triple Sugar Iron Agar) OxoidTM

, LIA (Lysine

Iron Agar) OxoidTM

, larutan fisiologis (NaCl 0.85%), aquades dan spiritus.

C. ALAT

Alat- alat yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari peralatan

pembuatan tepung ubi garut dan ubi jalar, peralatan pembuatan cookies, peralatan

ekstraksi, peralatan kandang, penyiapan sonde prebiotik, probiotik, sinbiotik dan

peralatan pengujian mikrobiologi. Peralatan pembuatan tepung ubi garut meliputi

oven pengering (cabinet drier), electric slicer, willey mill dan ayakan 60 mesh.

Peralatan pembuatan cookies ubi garut dan cookies ubi jalar adalah stand mixer,

baskom, spatula, loyang, baking oven, cetakan cookies.

Peralatan ekstraksi dan sterilisasi ekstrak gula meliputi magnetic stirrer,

plate stirer, evaporator vakum, sentrifus, gelas ukur, botol penyemprot, kertas

Whatman No. 1, filter membran steril 0.45 µm dan 0.2 µm (Millipore). Peralatan

pengujian mikrobiologi meliputi otoklaf, inkubator 37oC, anaerobic jar,

ANOXOMATtm

, Laminar hood, refrigerator, spektrofotometer, cawan petri,

tabung reaksi, erlenmeyer, gelas piala, kertas label, alumunium foil, kapas,

vorteks, micropipette 100-1000 µ m, tip 100-1000 µ m, syringe, bunsen dan ose.

Alat yang digunakan untuk penyiapan sonde prebiotik, probiotik, sinbiotik

adalah tabung sentrifus (volume 2ml dan 12 ml), sentrifus berpendingin (Mikro

22R HettichTM

). Alat-alat yang diperlukan untuk pemeliharaan dan perlakuan

tikus adalah sonde, sekam, gelas ukur plastik, baskom, ember penampung air,

gayung, kandang lengkap dengan tutupnya, wadah minum lengkap dengan corong

kaca, wadah ransum, syringe (volume 1ml) dan pemanas air listrik.

D. METODE PENELITIAN

Penelitian yang dilakukan terdiri dari lima tahapan utama yaitu:

(1) Penyiapan kultur, media pengujian dan bahan. Penyiapan bahan yang

dimaksud adalah mulai dari pembuatan tepung ubi garut, ubi jalar dan SPF,

ekstraksi gula dan oligosakarida (2) Pengujian potensi prebiotik secara in vitro,

yaitu pengujian pertumbuhan BAL uji dan uji kompetisi antara BAL dengan

patogen dalam media yang mengandung gula dan oligosakarida (3) Pengujian

potensi prebiotik SPF dan ekstrak ubi garut secara in vivo (4). Skema penelitian

digambarkan sebagai diagram alir seperti yang tertuang dalam Gambar 5.

Page 49: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

30

Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Jalar Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

Gambar 5 Diagram alir penelitian

Tepung ubi jalar

Ubi garut

Pembuatan cookies ubi

garut

Pembuatan tepung

ubi garut

Ekstraksi gula &

oligosakarida

Ekstraksi gula &

oligosakarida

Ekstraksi gula &

oligosakarida

Tepung SPF

Ekstraksi gula &

oligosakarida

Ekstrak SPF Ekstrak cookies ubi jalar

Ekstrak cookies ubi garut

Ekstrak tepung ubi

garut

Pembuatan cookies ubi

jalar

Ekstraksi gula &

oligosakarida

Ekstrak tepung

ubi jalar

Uji pertumbuhan BAL pada ekstrak oligosakarida secara in vitro

Uji kompetisi BAL dengan patogen secara in vitro

Uji potensi prebiotik secara in vivo

Ubi jalar SPF

1

2

4

3

Page 50: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

31

E. PENYIAPAN KULTUR, MEDIA PENGUJIAN DAN BAHAN

1. Penyiapan kultur

Pengawetan Kultur (Dewanti et al. 2003). Kultur L. casei Rhamnosus,

L.casei Shirota, Lactobacillus F1, dan Lactobacillus G3, maupun patogen

diawetkan dengan diimobilisasi dalam manik-manik sedangkan kultur

Bifidobacterium diawetkan dengan agar semisolid. Pengawetan dalam manik-

manik dengan cara sebagai berikut: kultur BAL yang telah diinokulasikan dalam

MRS Broth diinkubasi selama 48 jam pada suhu 37oC. Kultur patogen yang telah

diinokulasikan dalam Nutrient Broth diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC.

Kemudian terhadap kultur segar ditambahkan gliserol steril dengan perbandingan

4:1 (kultur : gliserol) dan dikocok rata. Suspensi bakteri yang telah berisi gliserol

dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi manik-manik steril sampai manik-

manik tersebut terendam. Campuran tersebut kemudian dikocok dan sisa cairan

dibuang. Kultur yang telah terimobilisasi disimpan pada suhu -20oC. Pengawetan

Bifidobacteria bifidum dan Bifidobacteria longum dilakukan dengan cara

menginokulasikan 1 ose kultur murni ke dalam agar semisolid yang dibuat dengan

cara mencampurkan MRS Broth dengan Bacto agar sebanyak 0.5%, kemudian

diinkubasi selama 48 jam pada suhu 37oC. Untuk membuat kondisi anaerob,

digunakan alat ANOXOMAT (Gambar 6). Kultur yang telah terimobilisasi

disimpan pada suhu -20oC.

Gambar 6 Alat ANOXOMAT (a) dan anaerobik jar (b).

(a) (b)

Page 51: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

32

Penyegaran Kultur Bakteri Asam Laktat (BAL). Media yang

digunakan untuk penyegaran kultur BAL adalah MRS Broth (MRSB). Kultur

BAL disegarkan dengan menginokulasikan sebanyak ± 3 buah manik-manik ke

dalam 10 ml MRS Broth kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 48 jam.

Inkubasi Lactobacillus secara aerob sedangkan Bidobacterium secara anaerob.

BAL yang telah disegarkan dapat langsung dipakai. Penyegaran hanya dilakukan

pada saat pengujian akan dilakukan.

Penyegaran Kultur Bakteri Patogen. Media yang digunakan untuk

penyegaran kultur E. coli, Salmonella dan B. cereus adalah media Nutrient Broth.

Kultur patogen disegarkan dengan menginokulasikan ± 3 buah manik-manik

kultur ke dalam 10 ml media Nutrient Broth kemudian diinkubasi pada suhu 37oC

selama 24 jam. Kultur patogen yang telah disegarkan dapat langsung dipakai.

2. Penyiapan Media Pengujian

Media pengujian yang digunakan adalah media berbasis MRS Broth tetapi

glukosa pada media diganti dengan jenis gula yang digunakan. Media pengujian

dibuat dengan mencampurkan 10 g proteose peptone, 5 g yeast exract, 1 g Tween

80.5 g Na-asetat, 0.2 g MgSO4.7H2O, dan 0.05 g MnSO4.4H2O. Selanjutnya

bahan tersebut diatur pH-nya hingga 6.4-6.6 dengan cara menambahkan HCl 1%

atau NaOH 1%. Kemudian ditempatkan dalam tabung reaksi @ 9 ml dan

disterilisasi dengan otoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit. Mineral

K2HPO4.3H2O dibuat terpisah, dengan tujuan untuk menghindari terbentuknya

endapan dan kekeruhan. K2HPO4.3H2O dibuat dengan konsentrasi 100x

konsentrasi awal media, kemudian disterilisasi dengan otoklaf pada suhu 121 oC

selama 15 menit. Sebanyak 0.1 ml larutan mineral K2HPO4.3H2O ditambahkan

secara aseptis ke dalam tabung yang berisi 8.9 ml MRS basis. Penambahan

mineral K2HPO4.3H2O dilakukan pada saat akan melakukan uji pertumbuhan

BAL dan uji kompetisi antara BAL dengan patogen secara in vitro.

Ekstrak ubi garut dan cookies ubi garut yang digunakan disterilisasi

dengan membran filter steril 0.45 µm kemudian disaring dengan membran steril

0.2 µm. Ekstrak tepung ubi garut maupun ekstrak cookies ubi garut yang sudah

disterilisasi kemudian diukur total padatan terlarutnya. Standar glukosa dengan

Page 52: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

33

konsentrasi 5% disterilisasi dengan metode yang sama. Sebanyak 1 ml ekstrak

tepung ubi garut atau cookies ubi garut steril atau standar glukosa steril

ditambahkan ke dalam 9 ml MRS basis steril secara aseptis. Sehingga diperoleh

kandungan ekstrak tepung ubi garut 0.5% TPT, kandungan ekstrak cookies ubi

garut 0.5% TPT dan konsentrasi standar glukosa 0.5% dalam media pengujian.

Cara penyiapan media pengujian untuk ekstrak ubi jalar dan hasil

olahannya (cookies ubi jalar dan SPF) sama dengan cara penyiapan media

pengujian untuk ekstrak ubi garut, tetapi ekstrak ubi garut diganti dengan ekstrak

ubi jalar atau cookies ubi jalar atau SPF.

3. Penyiapan Bahan

Pembuatan Tepung Ubi Garut. Ubi garut yang sudah dipanen,

dibersihkan dari tanah dengan melakukan pencucian menggunakan air mengalir.

Gambar 7 Tahapan pembuatan tepung ubi garut

Ubi garut var Creole

Penghilangan akar dan

pengupasan kulit ari

Pengirisan

Pengeringan pada T = 55oC, t = 15 jam

Penggilingan dengan willey mill

Tepung ubi garut

Pengayakan 60 mesh

Pencucian

Page 53: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

34

Kemudian akar halus dan kulit ari yang menempel pada ubi garut dibuang secara

manual menggunakan tangan. Ubi garut diiris dengan ketebalan ± 2-3 mm

menggunakan electric slicer, dikeringkan dengan pengering (cabinet drier) pada

suhu ± 55 0C selama ± 15 jam. Selama belum digunakan, irisan ubi garut kering

dikemas secara vakum menggunakan vacuum packer dan disimpan dalam

pendingin (refrigerator). Irisan ubi garut kering selanjutnya digiling

menggunakan willey mill hingga 60 mesh. Tahapan pembuatan tepung ubi garut

dapat dilihat pada Gambar 7.

Pembuatan Tepung Ubi Jalar. Ubi jalar putih varietas Sukuh,

dibersihkan dari tanah dengan melakukan pencucian menggunakan air mengalir

selanjutnya dikupas dan diiris dengan ketebalan ±1 mm, lalu dikeringkan dengan

oven pengering pada suhu 55oC selama 20 jam dan digiling dengan willey mill

hingga 60 mesh. Tahapan dalam pembuatan tepung ubi jalar dapat dilihat pada

Gambar 8.

Gambar 8 Tahapan pembuatan tepung ubi jalar

Ubi jalar var Sukuh

Pengupasan

Pengirisan

Pengeringan pada T = 55oC, t =20 jam

Penggilingan dengan willey mill

Pengayakan 60 mesh

Tepung ubi jalar

Page 54: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

35

Pembuatan Tepung SPF. SPF yang diperoleh dari Seafast Center

selanjutnya dibuat tepung dengan cara digiling menggunakan waring blender

kering, kemudian diayak dengan ayakan 60 mesh.

Pembuatan Cookies Ubi Garut. Tepung ubi garut yang diperoleh

kemudian dibuat cookies. Formulasi yang digunakan: 180 g mentega (Blue

BandTM

), 80 g gula halus, 2 butir kuning telur, 280 g tepung ubi garut. Cara

pembuatannya: mentega dan gula halus dikocok hingga berwarna putih dan

mengembang, kuning telur dimasukkan satu persatu sambil dikocok, terakhir

tepung ubi garut dimasukkan sedikit demi sedikit sambil diaduk dengan spatula.

Adonan cookies dicetak dan diletakkan di atas loyang yang sudah diolesi dengan

mentega. Selanjutnya adonan dipanggang dalam oven pada suhu 1500C selama

17 menit.

Pembuatan Cookies Ubi Jalar. Formulasi dan cara pembuatan cookies

ubi jalar yang digunakan sama dengan pembuatan cookies ubi garut, hanya tepung

ubi garut diganti dengan tepung ubi jalar.

Pembuatan Ekstrak Gula dan Oligosakarida (Muchtadi 1989).

Ekstraksi gula dan oligosakarida tepung ubi garut, cookies ubi garut, tepung ubi

jalar, cookies ubi jalar maupun tepung SPF memakai etanol 70% dengan

pengadukan selama 15 jam menggunakan magnetic stirer pada suhu ruang.

Untuk 100 gram tepung ubi garut atau cookies ubi garut atau tepung ubi jalar atau

cookies ubi jalar atau tepung SPF memerlukan 1000 ml etanol 70%. Setelah

proses ekstraksi selesai kemudian dilakukan penyaringan menggunakan kertas

saring Whatman no.1 dan dibilas dengan etanol 70%. Filtrat yang diperoleh

dipekatkan menggunakan eveporator vakum pada suhu 40oC. Ekstrak pekat

kemudian disentrifus pada 2000 x g selama 10 menit untuk mengendapkan

kotoran dan padatan sehingga memudahkan dalam sterilisasi. Sterilisasi ekstrak

tepung ubi garut, cookies ubi garut, tepung ubi jalar, cookies ubi jalar maupun

tepung SPF dilakukan secara bertahap, setelah disentrifus kemudian ekstrak

disaring dengan membran filter steril 0.45 µm kemudian disaring dengan

membran steril 0.2 µm. Ekstrak tepung ubi garut, cookies ubi garut, tepung ubi

jalar, cookies ubi jalar maupun tepung SPF yang sudah disterilisasi kemudian

Page 55: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

36

diukur total padatan terlarutnya. Diagram ekstraksi gula dan oligosakarida dapat

dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Diagram ekstraksi gula dan oligosakarida.

F. PENGUJIAN POTENSI PREBIOTIK EKSTRAK COOKIES UBI

GARUT SECARA IN VITRO

1. Pertumbuhan BAL dalam Ekstrak Cookies Ubi Garut.

Tujuan dari tahap ini adalah menguji potensi ekstrak cookies ubi garut dalam

mendukung pertumbuhan BAL. Sebagai pembanding digunakan ekstrak ubi garut

segar. Jenis BAL yang digunakan adalah Bifidobacterium bifidum, B. longum,

L.casei Shirota, L.casei Rhamnosus, Lactobacillus F1 dan G3. Media yang

digunakan sebagai media pertumbuhan adalah media cair MRS basis tetapi

glukosa media diganti dengan ekstrak tepung ubi garut atau ekstrak cookies ubi

garut. Sebagai pembanding digunakan standar gula yaitu glukosa. Sebagai kontrol

digunakan MRS basis tanpa komponen gula.

Media MRS basis ditempatkan pada tabung reaksi sebanyak 9 ml

kemudian ditambahkan 1 ml ekstrak tepung ubi garut atau cookies ubi garut steril

dengan TPT sebesar 5% sehingga konsentrasi ekstrak dalam media adalah 0.5%.

Ekstrak gula dan oligosakarida

Ekstraksi dengan pelarut etanol 70%, menggunakan

magnetic stirrer, t = 15 jam

Penyaringan dengan kertas saring

dan pencucian dengan etanol 70%

Sentrifuse 2000 x g selama 10 menit

Filtrat dipekatkan dengan evaporator vakum T = 40oC

Tepung (ubi garut

atau ubi jalar atau SPF)

Page 56: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

37

Kultur dari masing-masing BAL ditambahkan ke dalam media yang mengandung

ekstrak gula atau glukosa sebanyak 0.1 ml (1%). Untuk menghindari kontaminasi

maka masing-masing dibuat dua tabung dalam setiap hari pengamatan yang akan

diamati pada 0 jam dan 24 jam perlakuan. Inkubasi secara aerob untuk

Lactobacillus dan secara anaerob (dalam anaerobik jar) untuk Bifidobacterium

dalam inkubator 37oC. Untuk membuat kondisi anaerob, digunakan alat

ANOXOMAT (Gambar 6). Perhitungan jumlah BAL dihitung setelah diinkubasi

selama 48 jam.

Kontrol dikerjakan melalui tahapan yang sama dengan pengerjaan

perlakuan ekstrak tepung ubi garut atau cookies ubi garut (ditambahkan 0.1 ml

kultur) tetapi pada media tidak ditambahkan sumber gula (standar gula maupun

ekstrak ubi garut atau cookies ubi garut). Bakteri asam laktat dengan pertumbuhan

terbaik pada ekstrak tepung ubi garut dan cookies ubi garut dipilih untuk

digunakan pada pengujian selanjutnya.

2. Kompetisi Patogen dengan BAL dalam Media yang Mengandung Ekstrak

Ubi Garut.

Pengujian kompetisi pertumbuhan BAL dengan bakteri patogen dilakukan

dengan menginokulasikan secara bersama-sama BAL dan bakteri patogen ke

dalam satu media. Dalam pengujian ini menggunakan MRS basis tetapi glukosa

diganti dengan ekstrak tepung ubi garut atau cookies ubi garut TPT 5 %.

Sebanyak 8.1 ml MRS basis steril ditambahkan 0.9 ml ekstrak sehingga

kandungan ekstrak dalam media menjadi 0.5% TPT. Bakteri asam laktat yang

digunakan adalah L. casei Rhamnosus. Bakteri patogen yang digunakan adalah

E.coli, Salmonella sp dan B. cereus.

Jumlah BAL (L. casei Rhamnosus) yang diinokulasi ke dalam media

kompetisi sejumlah 108

cfu/ml, sedangkan jumlah patogen yang diinokulasi ke

dalam media kompetisi sejumlah 104 cfu /ml. Untuk mendapatkan L. casei

Rhamnosus sejumlah 108

cfu /ml maka kultur segar yang telah diinkubasi selama

24 jam diencerkan 10 kali. Patogen segar yang telah diinkubasi selama 24 jam

dilakukan pengenceran. Untuk mendapatkan jumlah awal patogen 104 cfu /ml

Page 57: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

38

maka E. coli dan Salmonella diencerkan 1000 kali sedangkan B. cereus

diencerkan 100 kali.

Sebanyak 1 ml BAL dan 0.1 ml patogen (setelah pengenceran)

diinokulasikan ke dalam media kompetisi. Untuk menghindari kontaminasi dalam

setiap hari pengamatan maka media kompetisi dibuat dalam 3 tabung terpisah

yang akan diamati pada 0 jam, 24 jam dan 48 jam perlakuan. Perhitungan BAL

dan patogen dilakukan secara kuantitatif dengan metode agar tuang (AOAC

1990). Untuk menghitung jumlah BAL maka digunakan media MRS Agar, sedang

untuk menghitung jumlah E. coli digunakan media EMBA, dan untuk menghitung

jumlah Salmonella sp dan B. cereus digunakan media NA.

G. PENGUJIAN POTENSI PREBIOTIK EKSTRAK UBI GARUT SECARA

IN VIVO.

Uji ini bertujuan untuk melihat potensi ekstrak ubi garut sebagai prebiotik,

L. casei Rhamnosus sebagai probiotik, dan campuran L. casei Rhamnosus dengan

ekstrak ubi garut sebagai sinbiotik terhadap pertumbuhan total mikroba, BAL,

E.coli, dan Samonella sp dalam saluran pencernaan makhluk hidup.

1. Penyiapan ransum.

Ransum standar yang diberikan untuk tikus pada pengujian prebiotik secara

in vivo terdiri dari kasein, minyak jagung, campuran vitamin, campuran mineral,

serat, air (AMDK) dan pati (maizena) (AOAC 1984). Komposisi ransum standar

yang diberikan pada pengujian potensi prebiotik ekstrak ubi garut secara in vivo

dapat dilihat pada Lampiran 1.

2. Pemeliharaan Hewan Percobaan.

Hewan percobaan yang digunakan sebanyak 24 ekor tikus putih jantan galur

Sprague-Dawley berumur dua bulan. Tikus-tikus tersebut dibagi dalam

4 kelompok masing-masing terdiri dari 6 ekor tikus. Kelompok A = kontrol,

kelompok B = perlakuan prebiotik (ekstrak ubi garut), kelompok C = perlakuan

probiotik (L. casei Rhamnosus), dan kelompok D = perlakuan sinbiotik (ekstrak

ubi garut dengan L. casei Rhamnosus). Pemberian ransum serta air minum

diberikan kepada setiap tikus selama 31 hari. Setiap ekor tikus ditempatkan dalam

kandang yang terpisah (Gambar 10). Frekuensi pemberian ransum standar atau

Page 58: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

39

ransum perlakuan serta air minum dilakukan satu kali per hari secara ad libitum.

Sisa ransum ditimbang pada keesokan harinya. Berat badan tikus ditimbang setiap

2 hari sekali.

Setiap hari kandang tikus, wadah pakan dan botol minum diganti dengan

yang telah dicuci dan diklorinasi. Sekam yang digunakan juga diganti setiap hari

dengan yang baru dan telah disterilkan dengan cara diotoklaf (121oC, 15 menit).

Kandang tikus, wadah ransum bekas pakai dicuci dengan sabun dan dicelupkan

dalam larutan klorin 200 ppm kemudian dijemur. Sedangkan botol dan corong

gelas wadah minum bekas didesinfeksi dengan cara direndam dalam air mendidih.

Gambar 10 Tikus putih jantan galur Sprague Dawley

Periode adaptasi selama 10 hari dilakukan dengan memberikan ransum

standar sebanyak 20 g/ekor/hari dan air minum pada semua kelompok perlakuan.

Pada periode perlakuan selama 10 hari, suspensi sel L.casei Rhamnosus sebanyak

1ml diberikan pada kelompok probiotik dan sinbiotik dengan cara disonde,

sedangkan kelompok prebiotik disonde dengan 1ml ekstrak ubi garut. Untuk

perlakuan kontrol disonde dengan larutan garam fisiologis NaCl 0.85% steril.

Pada periode pasca perlakuan setiap tikus dari semua kelompok kembali diberikan

ransum standar dan air minum AMDK (AquaTM

). Pemberian perlakuan pada

pengujian potensi prebiotik ekstrak ubi garut secara in vivo dengan L.casei

Rhamnosus dilakukan dengan bantuan syringe volume 1ml, tikus yang berbeda

pada kelompok yang sama menggunakan syringe yang berbeda. Setiap kali akan

memberikan perlakuan, digunakan syringe baru yang masih steril. Sebelum

dipergunakan untuk tikus lainnya, ujung alat sonde dilap dengan kapas yang telah

Page 59: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

40

dibasahi alkohol 70%. Ransum dan pemberian perlakuan yang diberikan pada

setiap kelompok selama pemeliharaan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Jenis ransum dan pemberian perlakuan pada kelompok tikus

selama pengujian potensi ekstrak ubi garut secara in vivo

Kelompok

Periode

Adaptasi (11

hari)

Masa Perlakuan (10 hari) Pasca

Perlakuan

(10 hari) Jenis ransum Disonde

Kontrol

Ransum

standar

Ransum

standar 1 ml larutan fisiologis NaCl 0.85% steril

Ransum

standar

Prebiotik

garut

Ransum

standar

1 ml larutan ekstrak ubi garut (0.3g TPT/kg

BB tikusrata-rataH11/hari) steril dalam larutan

fisiologis NaCl 0.85% steril

Probiotik Ransum

standar

1 ml suspensi sel BAL (1010 cfu/ml) dalam

aquades steril

Sinbiotik

garut

Ransum

standar

1 ml campuran suspensi sel BAL (1010

cfu/ml) dengan ekstrak ubi garut (0.3g

TPT/kgBB tikus rata-rataH11/hari) steril dalam

larutan fisiologis NaCl 0.85% steril

3. Penyiapan Suspensi BAL dan Ekstrak Ubi Garut.

Kultur L.casei Rhamnosus disegarkan dengan menginokulasikan sebanyak

± 3 buah manik-manik ke dalam 10 ml MRS Broth kemudian diinkubasi pada

suhu 37oC selama 48 jam. Sebanyak 0.1 ml kultur BAL hasil penyegaran

ditambahkan ke dalam 9 ml MRS Broth kemudian diinkubasi pada suhu 37oC

selama 1 hari (24 ± 2 jam). Kultur BAL yang telah disegarkan sel bakterinya

diendapkan dengan cara disentrifus menggunakan sentrifus berpendingin. Kultur

BAL masing-masing sebanyak 2 ml ditempatkan (secara aseptis) ke dalam tabung

sentrifus steril volume 2ml (untuk satu perlakuan dibuat sebanyak 4 tabung),

kemudian disentrifuse pada kecepatan 3000 rpm, selama 10 menit pada suhu 5 0C.

Media MRS Broth dipisahkan (diambil) secara aseptis, kemudian diganti dengan

8 ml larutan fisiologis NaCl 0.85% steril. Persiapan suspensi BAL (L. casei

Rhamnosus) dapat dilihat pada Gambar 11. Untuk perlakuan probiotik, maka tikus

disonde dengan 1ml sel BAL dalam larutan fisiologis NaCl 0.85% steril. Untuk

perlakuan prebiotik, tikus disonde dengan 1 ml ekstrak ubi garut (berasal dari 2.6

ml ekstrak ubi garut TPT 20.34% steril dalam 7.4 ml larutan fisiologis NaCl

0.85% steril). Untuk perlakuan sinbiotik, tikus disonde dengan 1 ml campuran sel

BAL (berasal dari 8ml kultur BAL umur 24 jam) dalam 5.92 ml larutan fisiologis

Page 60: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

41

NaCl 0.85% steril dan 2.08 ml ekstrak ubi garut TPT 20.34% steril. Jumlah sel

BAL L. casei Rhamnosus yang digunakan 1.3x1010

CFU/ml, hasil perhitungan

Gambar 11 Persiapan suspensi BAL (L.casei Rhamnosus).

jumlah L. casei Rhamnosus dapat dilihat pada Lampiran 2. Perhitungan jumlah

ekstrak ubi garut yang digunakan untuk sonde dapat dilihat pada Lampiran 3.

9 ml BAL hasil penyegaran

2 ml 2 ml 2 ml 2 ml

Disentrifus 3000xg,

T=50C, t= 10 menit

Supernatan diambil

+ larutan fisiologis NaCl 0.85% + larutan fisiologis NaCl 0.85%

+ 1 ml ekstrak ubi garut

divorteks divorteks

Suspensi BAL (probiotik) Suspensi BAL & ekstrak

ubi garut (sinbiotik)

Page 61: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

42

Menurut WHO (1992) diacu dalam Suryadjaja (2005), konsumsi

mikroorganisme hidup yang berperan sebagai probiotik sebesar 106-10

8 CFU/ml

atau gram dapat memberikan efek positif bagi kesehatan manusia. Untuk

mengetahui banyaknya sel BAL yang diberikan, maka dilakukan perhitungan

jumlah BAL di dalam kultur dengan cara menghitung kultur yang telah

disegarkan. Kultur BAL yang telah disegarkan, selanjutnya dilakukan

pengenceran yang sesuai dan pemupukan dengan metode tuang menggunakan

media MRS Agar (MRSA) sehingga didapatkan koloni yang tumbuh pada cawan

berkisar antara 25-250 koloni (Harrigan 2000).

4. Pengambilan Sampel Feses.

Sampel feses dari setiap tikus untuk semua kelompok diambil secara

aseptis pada hari ke 0, 3, 5, 10 perlakuan dan hari ke 1, 5, dan 10 pasca perlakuan

dengan cara memijat bagian anus tikus, selanjutnya feses ditampung langsung

dalam kantung plastik tahan panas yang disterilkan (diotoklaf pada suhu 121 0C,

selama 15 menit). Feses dari dua ekor tikus pada kelompok yang sama disatukan

(ada tiga feses untuk setiap kelompok), jadi jumlah feses untuk pengujian

mikrobiologi ada 12 sampel. Pengambilan feces dilakukan mulai pukul 04.30

sampai selesai. Pengumpulan feses dihentikan bila seluruh tikus sudah diperoleh

fesesnya. Feses disimpan dalam thermos es yang diberi es batu dan pada hari yang

sama dilakukan pengujian mikrobiologi. Terhadap sampel feses dilakukan analisa

jumlah total bakteri, BAL, E. coli dan analisa secara kualitatif terhadap

keberadaan Salmonella.

H. PENGUJIAN POTENSI PREBIOTIK EKSTRAK UBI JALAR DAN

HASIL OLAHAN (COOKIES UBI JALAR DAN SPF) SECARA IN

VITRO

1. Pertumbuhan BAL dalam Ekstrak Ubi Jalar dan Hasil Olahan (Cookies

Ubi Jalar dan SPF).

Tujuan dari pengujian ini untuk membandingkan kemampuan ekstrak

tepung ubi jalar dan ekstrak hasil olahan (cookies ubi jalar dan SPF) dalam

menstimulir pertumbuhan BAL secara in vitro. Jenis BAL yang digunakan untuk

Page 62: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

43

pengujian ekstrak ubi jalar dan cookies ubi jalar adalah B. bifidum, B. longum,

L.casei Shirota, L. casei Rhamnosus, Lactobacillus F1 dan G3. Sedangkan Jenis

BAL yang digunakan untuk pengujian ekstrak SPF adalah L. casei Shirota,

L.casei Rhamnosus, Lactobacillus F1 dan G3. Jenis media dan metode pengujian

sama dengan pengujian pada pertumbuhan BAL dalam ekstrak ubi garut dan

cookies ubi garut, akan tetapi ekstrak ubi garut atau ekstrak cookies ubi garut

diganti dengan ekstrak ubi jalar atau ekstrak cookies ubi jalar atau ekstrak SPF.

2. Kompetisi Patogen dengan BAL dalam media yang mengandung ekstrak

SPF.

Ekstrak SPF yang digunakan adalah ekstrak SPF yang sudah steril dan

diketahui total padatan terlarutnya. Kandungan ekstrak SPF dan konsentarsi

standar glukosa dalam media pengujian 0.5%. Metode pengujian kompetisi

patogen dengan BAL dalam media yang mengandung ekstrak SPF sama dengan

metode pengujian kompetisi patogen dengan BAL dalam media yang

mengandung ekstrak ubi garut.

I. PENGUJIAN POTENSI PREBIOTIK HASIL OLAHAN UBI JALAR

(SPF) SECARA IN VIVO

Uji ini bertujuan untuk melihat potensi hasil olahan ubi jalar (SPF) sebagai

prebiotik, L. casei Rhamnosus sebagai probiotik, dan campuran L. casei

Rhamnosus dengan SPF sebagai sinbiotik terhadap jumlah total mikroba, BAL,

E.coli, dan pertumbuhan Samonella sp pada saluran pencernaan makhluk hidup.

1. Pemeliharaan Hewan Percobaan.

Hewan percobaan yang digunakan baik jenis, jumlah tikus, pembagian

kelompok, penempatan tikus dalam kandang, frekuensi pemberian ransum

standar dan air minum, penimbangan sisa ransum dan berat tikus, ransum standar

yang diberikan, jenis BAL yang digunakan sama dengan yang dilakukan pada

pengujian potensi prebiotik ekstrak ubi garut secara in vivo. Untuk ransum SPF

menggunakan ransum standar yang disubstitusi dengan 35% tepung SPF sebagai

pengganti selulosa.

Jenis ransum dan pemberian perlakuan pada setiap tikus selama pengujian

potensi prebiotik SPF secara in vivo dapat dilihat pada Tabel 5. Periode adaptasi

Page 63: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

44

selama 10 hari dilakukan dengan memberikan ransum standar sebanyak 20

g/ekor/hari dan air minum pada semua kelompok perlakuan. Pada periode

perlakuan selama 10 hari, suspensi sel L. casei Rhamnosus sebanyak 1ml

diberikan pada kelompok probiotik dengan cara disonde, kelompok sinbiotik

disonde dengan 1ml suspensi sel L.casei Rhamnosus dan diberi ransum SPF,

sedangkan kelompok prebiotik diberi ransum SPF dan disonde dengan 1ml larutan

fisiologis NaCl 0.85% steril. Untuk kelompok kontrol disonde dengan 1 ml

larutan garam fisiologis NaCl 0.85% steril. Cara pembuatan suspensi sel L.casei

Rhamnosus sama dengan pembuatan suspensi sel L.casei Rhamnosus pada

pengujian potensi probiotik ekstrak ubi garut (Gambar 10). Pada periode pasca

perlakuan setiap tikus dari semua kelompok kembali diberikan ransum standar

dan air minum. Pemberian suspensi BAL dan larutan garam fisiologis NaCl

0.85% steril dilakukan dengan bantuan syringe volume 1ml, tikus yang berbeda

pada kelompok yang sama menggunakan syringe yang berbeda. Setiap kali akan

memberikan perlakuan, digunakan syringe baru yang masih steril. Sebelum

dipegunakan untuk tikus lainnya, ujung alat sonde dilap dengan kapas yang telah

dibasahi alkohol 70%. Komposisi ransum SPF dapat dilihat pada Lampiran 4.

Tabel 5 Jenis ransum dan pemberian perlakuan pada kelompok tikus selama

pengujian potensi prebiotik SPF secara in vivo.

Kelompok

Periode

Adaptasi

(11 hari)

Masa Perlakuan (10 hari) Pasca

Perlakuan

(10 hari) Jenis ransum Disonde

Kontrol

Ransum

standar

Ransum standar 1 ml larutan fisiologis NaCl 0.85% steril

Ransum

standar

Prebiotik Ransum standar 1 ml suspensi sel BAL (10

9cfu/ml) dalam

larutan fisiologis NaCl 0.85% steril

Probiotik Ransum SPF 1 ml larutan fisiologis NaCl 0.85% steril

Sinbiotik Ransum SPF 1 ml suspensi sel BAL (10

9 cfu/ml) dalam

larutan fisiologis NaCl 0.85% steril

2. Pengambilan Sampel Feses dan Metode Pengujian Mikrobiologi.

Pengambilan sampel feses dan metode pengujian mikrobiologi potensi

prebiotik SPF secara in vivo sama dengan pengambilan sampel feses dan metode

pengujian mikrobiologi pada pengujian potensi prebiotik ekstrak ubi garut secara

in vivo.

Page 64: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

45

J. METODE PENGUJIAN

1. Pengukuran Total Padatan Terlarut (Apriyantono 1989).

Ekstrak tepung ubi garut, cookies ubi garut, ubi jalar, cookies ubi jalar dan

SPF diukur total padatan terlarutnya. Cawan porselen dikeringkan selama 2 jam

dalam oven bersuhu 100oC, didinginkan dalam desikator sehingga diperoleh berat

konstan. Kemudian cawan tersebut ditimbang (a gram). Sebanyak 1 ml ekstrak

ditempatkan ke dalam cawan porselen tersebut dan ditimbang berat larutan

ekstrak (b gram). Cawan yang telah berisi ekstrak kemudian ditempatkan dalam

oven selama sehari semalam. Setelah kering, cawan berisi sampel ekstrak

didinginkan dalam desikator selama 10 menit atau hingga diperoleh berat cawan

konstan. Berat cawan yang berisi ekstrak kering kemudian ditimbang (c gram).

Total padatan terlarut dihitung dari hasil perbandingan berat ekstrak setelah

dikeringkan dengan berat ekstrak sebelum dikeringkan dan dikalikan 100%.

%100xb

acTPT

−=

Ekstrak tepung ubi garut, cookies ubi garut, ubi jalar, cookies ubi jalar dan

SPF dipersiapkan dengan TPT 5%. Ekstrak tepung ubi garut, cookies ubi garut,

ubi jalar, cookies ubi jalar dan SPF yang sudah diencerkan, kemudian disterilisasi

secara bertahap dengan membran filter 0.45 µm dan 0.2 µm.

2. Penyiapan Sampel Feses

Penyiapan Sampel Feses pada Pengujian Potensi Prebiotik Ekstrak

Ubi Garut dan SPF secara in vivo. Sampel feses dari setiap dua ekor tikus pada

kelompok yang sama sebelum dilakukan pengujian digabung, sehingga dari setiap

kelompok perlakuan didapatkan 3 (tiga) sampel feses tikus atau untuk empat

perlakuan ada 12 sampel. Setiap sampel kemudian dihancurkan dan dibagi dua

secara aseptis dan ditimbang beratnya. Bagian pertama diencerkan dengan larutan

fisiologis NaCl 0.85% steril sehingga didapatkan pengenceran 10-1

. Penyiapan

sampel ini dilakukan untuk analisa jumlah total mikroba, BAL, dan E. coli

(AOAC 1990). Bagian kedua diencerkan dengan media Lactose Broth sehingga

didapatkan pengenceran 10-1

, penyiapan sampel ini dilakukan untuk analisa

Salmonella sp (BAM 2005).

Page 65: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

46

3. Metode Pengujian Mikrobiologi

Total Mikroba (AOAC 1990). Suspensi sampel dalam larutan fisiologis

NaCl 0.85% (pengenceran 10-1

) dipipet sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam

9 ml larutan fisiologis NaCl 0.85% sehingga diperoleh pengenceran 10-2

,

kemudian dengan cara yang sama dibuat pengenceran 10-3

, 10-4

dan seterusnya

sampai tingkat pengenceran yang diinginkan (diharapkan hasil plating didapat

antara 25-250 koloni). Pada tingkat pengenceran yang sesuai, suspensi sampel

dipipet 1 ml secara aseptik dan dipupukkan ke dalam cawan steril (duplo)

kemudian dituangi PCA, digoyangkan supaya rata dan diinkubasi pada suhu 37oC

selama 48 jam. Pengamatan jumlah koloni yang tumbuh dihitung sebagai total

mikroba.

Perhitungan jumlah E. coli (AOAC 1990). Suspensi sampel dalam

larutan fisiologis NaCl 0.85% (pengenceran 10-1

) dipipet sebanyak 1 ml dan

dimasukkan ke dalam 9 ml larutan fisiologis NaCl 0.85% sehingga diperoleh

pengenceran 10-2

, kemudian dengan cara yang sama dibuat pengenceran 10-3

, 10-4

dan seterusnya sampai tingkat pengenceran yang diinginkan (diharapkan hasil

plating didapat antara 25-250 koloni). Suspensi sampel dari tingkat pengenceran

yang sesuai dipipet 1 ml dan dipupukkan ke dalam cawan petri steril (duplo),

dituangi EMBA dan digoyang supaya rata kemudian diinkubasi pada suhu 37oC

selama 48 jam. Pengamatan dilakukan dengan cara menghitung jumlah koloni

fekal dan non fekal. Koloni tipikal E. coli adalah koloni berwarna hijau metalik

(fekal).

Perhitungan jumlah BAL (AOAC 1990). Suspensi sampel dalam larutan

fisiologis NaCl 0.85% (pengenceran 10-1

) dipipet sebanyak 1 ml dan dimasukkan

ke dalam 9 ml larutan fisiologis NaCl 0.85% sehingga diperoleh pengenceran 10-2

,

kemudian dengan cara yang sama dibuat pengenceran 10-3

, 10-4

dan seterusnya

sampai tingkat pengenceran yang diinginkan (diharapkan hasil plating didapat

antara 25-250 koloni). Perhitungan jumlah BAL dilakukan dengan metode tuang

(sama seperti total mikroba dan E. coli), suspensi sampel dari tingkat pengenceran

yang sesuai (10-5

, 10-6

, 10-7

dan 10-8

) dipipet 1 ml dan dipupukkan ke dalam

cawan petri steril kemudian dituangi media MRSA, digoyang supaya rata dan

Page 66: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

47

diinkubasi pada suhu 37oC selama 48 jam. Koloni yang tumbuh dihitung sebagai

jumlah BAL.

Uji Salmonella (BAM 2005). Suspensi sampel di dalam Lactose Broth

(LB) yang telah diinkubasi pada suhu ruang selama 1 jam, diinkubasikan kembali

pada suhu 37oC selama 24 + 2 jam. Setelah diinkubasi, suspensi bakteri dipipet 1

ml secara aseptis dan dimasukkan ke dalam media SCB kemudian diinkubasi pada

suhu 37oC selama 24 + 2 jam. Apabila warna media berubah menjadi keruh maka

dilakukan langkah selanjutnya.

Sampel diambil secara aseptis dengan ose kemudian digoreskan pada

media HEA (digores secara kuadran) dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 48 +

2 jam. Setelah diinkubasi, koloni-koloni tipikal yang tumbuh pada media diamati.

Ciri-ciri koloni tipikal Salmonella pada HEA adalah warna biru kehijauan, dengan

atau tanpa warna hitam di bagian tengah koloni, beberapa tampak sebagai koloni

yang besar, berwarna hitam di tengahnya atau tampak sebagai koloni yang hampir

semuanya berwarna hitam. Apabila terdapat koloni tipikal tersebut maka

dilakukan langkah selanjutnya.

Koloni tipikal Salmonella yang tumbuh pada media HEA diambil dan

digoreskan ke agar miring TSIA dan LIA kemudian diinkubasi pada suhu 37oC

selama 24 + 2 jam dengan tutup tabung agak dilonggarkan untuk mencegah

produksi H2S berlebih. Setelah diinkubasi, perubahan-perubahan warna pada

media diamati. Hasil reaksi spesies Salmonella yang positif pada media TSIA

akan menunjukkan warna merah pada bagian atas media agar sebagai tanda

diproduksinya senyawa basa pada goresan miring dan bagian dasar media agar

berwarna kuning sebagai tanda diproduksinya asam di dasar tabung dengan atau

tanpa produksi H2S (kehitaman pada agar). Tipikal kultur Salmonella pada media

LIA menghasilkan warna ungu (alkali) pada dasar tabung reaksi. Sedangkan bila

membentuk warna kuning menunjukkan reaksi asam, berarti uji Salmonella

negatif. Umumnya Salmonella pada media LIA menghasilkan H2S. Beberapa

yang bukan kultur Salmonella menghasilkan warna merah bata pada media LIA

miring.

Page 67: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

48

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. TEPUNG UBI GARUT, UBI JALAR, SPF DAN COOKIES

Tepung ubi garut yang dihasilkan berwarna putih dengan rendemen rata-

rata sebesar 22.62% (Lampiran 5). Tepung ubi jalar yang dihasilkan berwarna

putih dengan rendemen rata-rata sebesar 29.71% (Lampiran 6) dan kadar air

4.98%. Hasil analisa proksimat tepung ubi garut dapat dilihat pada Tabel 6.

Komposisi kimia tepung SPF yang diperoleh dari Seafast Center SPF dapat dilihat

pada Tabel 7.

Tabel 6 Komposisi kimia tepung ubi garut

Komposisi %

Protein 8.50

Lemak 4.04

Serat 3.18

Air 7.13

Mineral 3.19

Karbohidrat 73.96

Tabel 7 Komposisi kimia tepung SPF Komposisi %

Protein 10.08

Lemak 5.66

Serat 8.52

Air 2.84

Mineral 2.84

Karbohidrat 78.58

Dari 280 g tepung ubi garut/ubi jalar, 180 g mentega (Blue BandTM

), 80 g

sukrosa dan 2 butir kuning telur, berat cookies ubi garut yang diperoleh sebanyak

510 g, sedangkan berat cookies ubi jalar sebanyak 518 g. Meskipun formulasi

cookies yang digunakan sama namun rendemen cookies ubi garut lebih kecil

dibandingkan dengan cookies ubi jalar. Hal ini dikarenakan kadar air tepung ubi

garut (7.13%) lebih tinggi dibandingkan dengan kadar air tepung ubi jalar

(4.98%).

Page 68: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

49

B. POTENSI PREBIOTIK COOKIES UBI GARUT SECARA IN VITRO

1. Pertumbuhan BAL dalam Media yang Mengandung Ekstrak Cookies Ubi

Ubi Garut

Jenis BAL yang digunakan dalam pengujian ini adalah L.casei

Rhamnosus, L. casei Shirota, Lactobacillus G3, Lactobacillus F1, B. bifidum dan

B. longum. Dari hasil uji pertumbuhan BAL dalam media yang mengandung

ekstrak ubi garut dan cookies ubi garut dapat dilihat bahwa keenam jenis BAL

yang digunakan dapat memanfaatkan ekstrak ubi garut dan cookies ubi garut

sebagai sumber gula (Gambar 12). Dengan kromatografi kertas terhadap ekstrak

ubi garut, Krisnayudha (2007) berhasil mengidentifikasi rafinosa, oligofruktosa,

sukrosa, glukosa dan fruktosa. Disamping itu ditunjukkan pula bahwa dalam

media yang mengandung ekstrak ubi garut, L. casei Rhamnosus dapat tumbuh

lebih baik, daripada Lactobacillus G3, F1, B. bifidum dan B.longum. Penelitian

yang dilakukan oleh Suryadjaja (2005), menunjukkan bahwa pertumbuhan BAL

(L. casei Rhamnosus, L. casei Shirota, Lactobacillus F1 dan G3) dalam media

yang mengandung glukosa atau fruktosa lebih baik dibandingkan dengan media

yang mengandung sukrosa, rafinosa dan maltosa. Glukosa dan fruktosa

merupakan golongan gula sederhana yang tidak berikatan dengan gugus lainnya

dan tidak memiliki ikatan glikosidik sehingga BAL tidak menemukan kesulitan

dalam menggunakan glukosa sebagai sumber gula untuk pertumbuhannya.

Gambar 12 menunjukkan bahwa pertumbuhan BAL uji yang digunakan

lebih baik dalam media yang mengandung ekstrak ubi garut dibandingkan dalam

media yang mengandung ekstrak cookies ubi garut. Hal ini berbeda dengan hasil

penelitian Krisnayudha (2007), yang menunjukkan bahwa pertumbuhan

Lactobacillus G3 pada ekstrak ubi garut hasil olahan (pengukusan dan

pemanggangan tepung ubi garut) lebih baik dibandingkan dalam ekstrak tepung

ubi garut non olahan. Perbedaan tersebut kemungkinan dikarenakan dalam

pembuatan cookies ubi garut ditambahkan sukrosa sebanyak 30% dari berat

adonan. Adanya gula yang relatif tinggi, protein yang berasal dari telur dan

dilakukan proses pemanggangan pada suhu 150 0C terhadap cookies ubi garut

dapat menyebabkan terjadinya reaksi Maillard pada sebagian gula, sehingga gula

sederhana yang sudah mengalami reaksi Maillard tidak dapat digunakan oleh

Page 69: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

50

BAL. Menurut Winarno (1989), reaksi Maillard adalah reaksi-reaksi karbohidrat

khususnya gula pereduksi dengan gugus amina primer. Menurut Belitz dan

7.2 7.2 7.3 7.1

9.7

8.29.0

7.9

2.6

1.01.7

0.8

0

2

4

6

8

10

12

Ubi garut Cookies Glukosa Kontrol

Jenis gula

Ju

mla

h k

olo

ni

(Lo

g c

fu/m

l)

0 jam

24 jam

Kenaikan

(a)

7.8 7.7 7.8 7.8

9.38.9 8.9

8.2

1.5 1.2 1.10.5

0

2

4

6

8

10

12

Ubi garut Cookies Glukosa Kontrol

Jenis gula

Ju

mla

h k

olo

ni

(Lo

g c

fu/m

l)

0 jam

24 jam

Kenaikan

(b)

7.9 7.9 7.9 7.7

9.5 9.2 9.18.6

1.6 1.3 1.3 0.9

0

2

4

6

8

10

12

Ubi garut Cookies Glukosa Kontrol

Jenis gula

Ju

mla

h k

olo

ni

(Lo

g c

fu/m

l)

0 jam

24 jam

Kenaikan

(c)

8.2 8.1 8.2 8.1

9.9

9.0 9.28.8

1.70.9 1.0

0.7

0

2

4

6

8

10

12

Ubi garut Cookies Glukosa Kontrol

Jenis gula

Ju

mla

h k

olo

ni

(Lo

g c

fu/m

l)0 jam

24 jam

Kenaikan

(d)

8.17.6 7.4 7.1

8.98.4

9.1

8.0

0.8 0.81.7

1.0

0

2

4

6

8

10

12

Ubi garut Cookies Glukosa Kontrol

Jenis gula

Ju

mla

h k

olo

ni

(Lo

g c

fu/m

l)

0 jam

24 jam

Kenaikan

(e)

7.7 7.8 8.17.7

8.9 8.98.4 8.6

1.10.4

0.91.2

0

2

4

6

8

10

12

Ubi garut Cookies Glukosa Kontrol

Jenis gula

Ju

mla

h k

olo

ni

(Lo

g c

fu/m

l)

0 jam

24 jam

Kenaikan

(f)

Gambar 12 Pertumbuhan BAL dalam ekstrak ubi garut segar dan cookies

ubi garut: (a) L. casei Rhamnosus, (b) L. casei Shirota,

(c) Lactobacillus F1, (d) Lactobacillus G3, (e) B. longum,

(f) B. bifidum.

Page 70: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

51

Grosch (1987) menyatakan bahwa hasil reaksi Maillard menghasilkan pigmen

berwarna coklat, yang dikenal sebagai melanoidin. Dalam reaksi Maillard akan

dihasilkan beberapa komponen, yaitu : (1) 4-hydroxy-5-methyl-2,3-dihidrofuran,

(2) methylene reductonic acid dan dihydro-γ-pyrone, (3) maltol dari disakarida

dan dihydropyranone dari monosakarida.

Kenaikan jumlah BAL dalam media yang mengandung ekstrak ubi garut

berturut-turut adalah 2.6 log cfu/ml (L. casei Rhamnosus), 1.7 log cfu/ml

(Lactobacillus G3), 1.6 log cfu/ml (Lactobacillus F1), 1.5 log cfu/ml (L. casei

Shirota), 1.2 log cfu/ml (B. bifidum), 0.8 log cfu/ml (B. longum). Berdasarkan

data tersebut, terlihat bahwa pertumbuhan genus Lactobacillus lebih baik daripada

pertumbuhan genus Bifidobacterium sp didalam media yang mengandung ekstrak

ubi garut. Hal ini disebabkan genus Lactobacillus sp cenderung lebih mudah

menggunakan gula-gula sederhana yang terdapat dalam ekstrak ubi garut daripada

genus Bifidobacterium sp. Adanya gula-gula sederhana dan kandungan

oligosakarida yang relatif sedikit dalam ekstrak ubi garut, maka Lactobacillus

akan lebih mudah menggunakan gula-gula sederhana dibandingkan oligosakarida

untuk mendukung pertumbuhannya. Batt (1999b) mengemukakan bahwa bakteri

dari genus Lactobacillus dapat tumbuh dengan baik pada media yang kaya akan

molekul kompleks dengan nutrisi berupa gula-gula sederhana seperti xylose dan

ribose karena Lactobacillus dapat langsung menggunakannya sebagai sumber

karbon.

Kelompok Bifidobacterium yang digunakan menunjukkan tingkat

pertumbuhan yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok Lactobacillus,

hal ini dikarenakan beberapa genus Bifidobacterium dikategorikan slow grower,

yaitu genus bakteri dengan laju pertumbuhan yang lambat bila dibandingkan

dengan bakteri-bakteri lainnya. Dallas (1999), menyatakan bahwa

Bifidobacterium di dalam usus besar berkembang tidak secepat bakteri lain pada

umumnya. Pertumbuhan B. bifidum dalam media yang mengandung glukosa lebih

rendah dibandingkan dengan B. longum. Menurut Petuely (1930) dan Gyorgy

(1953) diacu dalam Ballongue (2004), B. bifidum kurang baik dalam

memanfaatkan glukosa sebagai sumber gula. B. bifidum akan tumbuh dengan baik

ketika terdapat gula-gula yang menyerupai gula-gula yang terdapat dalam susu ibu

Page 71: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

52

(ASI). ASI mengandung laktoferin, laktulosa dan kandungan laktose yang tinggi.

Jumlah BAL dalam media yang mengandung ekstrak ubi garut dan cookies ubi

garut dapat dilihat pada Lampiran 8.

Berdasarkan hasil pengujian terhadap pertumbuhan BAL uji pada ekstrak

ubi garut menunjukkan bahwa L. casei Rhamnosus tumbuh paling baik dalam

media yang mengandung ekstrak ubi garut, oleh karena itu jenis BAL yang

digunakan dalam pengujian potensi prebiotik ekstrak ubi garut secara in vivo

adalah L. casei Rhamnosus.

2. Kompetisi Bakteri Patogen dengan BAL dalam Media yang Mengandung

Ekstrak Ubi Garut

Pengujian kompetisi bakteri patogen dengan BAL bertujuan untuk melihat

kemampuan BAL (L. casei Rhamnosus) dalam menghambat pertumbuhan bakteri

patogen dengan memanfaatkan ekstrak ubi garut sebagai sumber gula. Bakteri

patogen yang digunakan adalah E. coli, B. cereus dan Salmonella sp. Jumlah

E.coli pada uji kompetisi dengan L. casei Rhamnosus dalam media yang

mengandung ekstrak ubi garut dapat dilihat pada Gambar 13. Hasil uji kompetisi

antara bakteri E. coli dengan L. casei Rhamnosus dalam media yang mengandung

ekstrak ubi garut menunjukkan bahwa L. casei Rhamnosus dapat menekan jumlah

E. coli sampai 1.5 log cfu/ml setelah diinkubasi selama 24 jam dan 1.9 log cfu/ml

setelah diinkubasi 48 jam. Sedangkan pada kontrol (pertumbuhan E.coli dalam

media yang mengandung ekstrak ubi garut) meningkatkan jumlah E.coli sampai

4.9 log cfu/ml (setelah diinkubasi selama 24 jam) dan 0,3 log cfu/ml setelah

inkubasi 48 jam. Hal ini menunjukkan ekstrak ubi garut dapat pula mendukung

pertumbuhan E. coli karena bakteri tersebut dapat memanfaatkan ekstrak ubi

garut sebagai sumber gula. Pada pengujian ini juga menunjukkan bahwa gula-gula

Tabel 8 Kenaikan atau penurunan jumlah E. coli pada uji kompetisi dengan

L.casei Rhamnosus dalam media yang mengandung ekstrak ubi garut

Perlakuan

Jumlah E. coli (log cfu/ml)

Pada inkubasi hari ke- Kenaikan /penurunan

E. coli (log cfu/ml)

H0

( 0 jam)

H1

(24 jam)

H2

(48 jam) Setelah

24 jam

Setelah

48jam

Kontrol (Ekstrak garut + E. coli) 4.0 8.9 9.2 4.9 0.3

Kompetisi (Ekstrak garut+ E. coli

+L.caseiRhamnosus) 4.0 8.0 0.7 4.0 -3.2

Page 72: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

53

sederhana (glukosa, fruktosa dan sukrosa) yang terdapat dalam ekstrak ubi garut

lebih mudah dimanfaatkan oleh L. casei Rhamnosus maupun E. coli. Tabel 8

menunjukkan kenaikan atau penurunan E. coli setelah dikompetisikan dengan

L.casei Rhamnosus dalam media yang mengandung ekstrak ubi garut. Hasil

lengkap pengamatan jumlah E. coli pada uji kompetisi bakteri patogen dengan

BAL dalam media yang mengandung ekstrak ubi garut dapat dilihat pada

Lampiran 9.

4.0 4.0

8.98.0

9.2

0.7

0

2

4

6

8

10

12

Kontrol + E. coli Kompetisi+E.coli+

L.casei Rhamnosus

Perlakuan

Ju

mla

h k

olo

ni

(lo

g c

fu/m

l)

0 jam

24 jam

48 jam

Gambar 13 Jumlah E. coli yang dikompetisikan dengan L. casei Rhamnosus

dalam media yang mengandung ekstrak ubi garut segar.

Gambar 14 menunjukkan jumlah B. cereus pada uji kompetisi dengan

L.casei Rhamnosus dalam media yang mengandung ekstrak ubi garut. Pada uji

kompetisi antara bakteri B. cereus dengan L. casei Rhamnosus dalam media yang

mengandung ekstrak ubi garut menunjukkan bahwa L. casei Rhamnosus dapat

menekan jumlah B. cereus sampai 1.5 log cfu/ml setelah diinkubasi selama 24 jam

dan 1.9 log cfu/ml setelah diinkubasi 48 jam. Sedangkan pada kontrol

(pertumbuhan B.cereus dalam media yang mengandung ekstrak ubi garut) jumlah

B.cereus meningkat sampai 3.6 log cfu/ml (setelah diinkubasi selama 24 jam

maupun 48 jam). Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak ubi garut dapat pula

mendukung pertumbuhan B. cereus karena bakteri tersebut dapat memanfaatkan

ekstrak ubi garut sebagai sumber gula. Kenaikan atau penurunan jumlah B. cereus

pada uji kompetisi dengan L. casei Rhamnosus dalam media yang mengandung

ekstrak ubi garut dapat dilihat pada Tabel 9. Hasil lengkap pengamatan jumlah

Page 73: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

54

B.cereus pada uji kompetisi bakteri patogen dengan BAL dalam media yang

mengandung ekstrak ubi garut dapat dilihat pada Lampiran 10.

3.4 3.4

7.1

1.9

7.1

1.5

0

2

4

6

8

10

12

Kontrol+B.cereus Kompetisi + B.cereus +

L.casei Rhamnosus

Perlakuan

Ju

mla

h k

olo

ni (

Lo

g c

fu/m

l)

0 jam

24 jam

48 jam

Gambar14 Jumlah B. cereus yang dikompetisikan dengan L.casei Rhamnosus

dalam media yang mengandung ekstrak ubi garut segar.

Tabel 9 Kenaikan atau penurunan jumlah B. cereus pada uji kompetisi dengan

L.casei Rhamnosus dalam media yang mengandung ekstrak ubi garut

Perlakuan

Jumlah B. cereus (log cfu/ml)

Pada inkubasi hari ke- Kenaikan /penurunan

B. cereus (log cfu/ml)

H0

( 0 jam)

H1

(24 jam)

H2

(48 jam) Setelah

24 jam

Setelah

48jam

Kontrol (Ekstrak garut +B.cereus) 3.4 7.1 7.1 3.7 3.6

Kompetisi (Ekstrak

garut+B.cereus+L.casei Rhamnosus) 3.4 1.9 1.5 -1.5 -1.9

Gambar 15 menunjukkan jumlah Salmonella pada uji kompetisi dengan

L.casei Rhamnosus dalam media yang mengandung ekstrak ubi garut. Pada uji

tersebut menunjukkan bahwa L. casei Rhamnosus dapat menekan jumlah

Salmonella sp sampai 3.5 log cfu/ml. Sedangkan pada kontrol (pertumbuhan

Salmonella sp dalam media yang mengandung ekstrak ubi garut) jumlah

Salmonella sp meningkat sampai 1.8 log cfu/ml (setelah diinkubasi selama 24

jam) dan 4.0 log cfu/ml setelah diinkubasi selama 48 jam. Hal ini menunjukkan

bahwa Salmonella sp mampu memanfaatkan ekstrak ubi garut sebagai sumber

gula. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Vuyst (2005), menunjukkan bahwa

secara in vitro, beberapa Lactobacillus mampu menghambat Salmonella enterica

serovar Typimurium dan bakteri gram negatif lainnya yang dapat menyebabkan

gastroenteritis. Kenaikan atau penurunan jumlah Salmonella pada uji kompetisi

Page 74: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

55

dengan L. casei Rhamnosus dalam media yang mengandung ekstrak ubi garut

dapat dilihat pada Tabel 10. Hasil pengamatan jumlah Salmonella sp pada uji

kompetisi bakteri patogen dengan BAL dalam media yang mengandung ekstrak

ubi garut dapat dilihat pada Lampiran 11.

3.9

9.0

2.5

9.1

0.4

4.0

0

2

4

6

8

10

12

Kontrol + Salmonella Kompetisi+Salmonella+

L.casei Rhamnosus)

Perlakuan

Ju

mla

h k

olo

ni (L

og

cfu

/ml)

0 jam

24 jam

48 jam

Gambar15 Jumlah Salmonella sp yang dikompetisikan dengan L.casei Rhamnosus

dalam media yang mengandung ekstrak ubi garut segar.

Tabel 10 Kenaikan atau penurunan jumlah Salmonella sp pada uji kompetisi

dengan L. casei Rhamnosus dalam media yang mengandung ekstrak

ubi garut

Perlakuan

Jumlah Salmonella sp

(log cfu/ml)

Pada inkubasi hari ke-

Kenaikan /penurunan

Salmonella sp

(log cfu/ml)

H0

( 0 jam)

H1

(24 jam)

H2

(48 jam) Setelah

24 jam

Setelah

48jam

Kontrol (Ekstrak

garut+Salmonella) 4.0 9.0 9.1 4.9 5.0

Kompetisi (Ekstrak

garut+Salmonella+rhamnosus) 3.9 2.5 0.4 -1.4 -3.5

Pertumbuhan L. casei Rhamnosus yang dikompetisikan dengan bakteri

patogen dalam media yang mengandung ekstrak ubi garut dapat dilihat pada

Gambar 16. Pada uji kompetisi antara bakteri E. coli dengan L. casei Rhamnosus

dalam media yang mengandung ekstrak ubi garut menunjukkan bahwa jumlah

BAL setelah diinkubasi 24 jam naik 0.4 log cfu/ml dan tidak terjadi kenaikan

setelah diinkubasi 48 jam. Hasil uji kompetisi antara bakteri Salmonella sp

dengan L.casei Rhamnosus dalam media yang mengandung ekstrak ubi garut

Page 75: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

56

8.3 8.28.4 8.68.2 8.2

-2

0

2

4

6

8

10

12

Kontrol+L.casei

Rhamnosus

Kompetisi+E.coli+L.casei

Rhamnosus

Perlakuan

Jum

lah k

olo

ni (L

og c

fu/m

l)

0 jam

24 jam

48 jam

(a)

8.3 8.48.4 8.48.2 8.2

-2

0

2

4

6

8

10

12

Kontrol+L.casei

Rhamnosus

Kompetisi+Salmonella

+L.casei Rhamnosus

Perlakuan

Ju

mla

h k

olo

ni

(Lo

g c

fu/m

l)

0 jam

24 jam

48 jam

(b)

8.3 8.38.4 8.38.2 8.0

-2

0

2

4

6

8

10

12

Kontrol+L.casei

Rhamnosus

Kompetisi+B.cereus

+L.casei Rhamnosus

Perlakuan

Ju

mla

h k

olo

ni

(Lo

g c

fu/m

l)

0 jam

24 jam

48 jam

(c)

Gambar 16 Pertumbuhan L.casei Rhamnosus yang dikompetisikan dengan bakteri

patogen: E. coli, (b) Salmonella sp, (c) B. cereus pada media yang

mengandung ekstrak ubi garut segar.

menunjukkan jumlah BAL setelah inkubasi 24 jam tidak terjadi kenaikan dan

setelah inkubasi 48 jam terjadi penurunan 0.2 log cfu/ml. Hal yang sama terjadi

pula pada hasil uji kompetisi antara bakteri B. cereus dengan L. casei Rhamnosus

dalam media yang mengandung ekstrak ubi garut menunjukkan bahwa jumlah

BAL setelah inkubasi 24 jam juga tidak terjadi kenaikan dan setelah inkubasi 48

jam terjadi penurunan 0.3 log cfu/ml. Hasil pengamatan jumlah BAL pada uji

Page 76: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

57

kompetisi bakteri patogen dengan BAL dalam media yang mengandung ekstrak

ubi garut dapat dilihat pada Lampiran 12.

Penurunan jumlah patogen (E. coli, B. cereus dan Salmonella) yang

dikompetisikan dengan L. casei Rhamnosus dikarenakan L. casei Rhamnosus

mampu berkompetisi dengan patogen untuk mengambil substrat dan

menghasilkan asam laktat. Hal ini juga didukung oleh beberapa penelitian yang

menunjukkan bahwa BAL mampu menghasilkan asam-asam organik sebagai hasil

fermentasi gula seperti asam asetat dan laktat (Scheinbach 1998, Makinen dan

Bigret 2004), asam propionat, diasetil, reuterin (Ouwehand dan Vesterlund 2004).

Asam laktat dan asetat dapat menghambat bakteri lain (patogen) sedangkan asam

propionat lebih baik dalam menghambat pertumbuhan yeast dan kapang. Senyawa

penghambat lainnya yang dihasilkan BAL dalam jumlah kecil adalah hidrogen

peroksida (Scheinbach 1998, Ouwehand dan Vesterlund 2004), diasetil dan

reuterin (Ouwehand dan Vesterlund 2004), bakteriosin (Ouwehand dan

Vesterlund 2004, Scheinbach 1998, Makinen dan Bigret 2004). Proses

penghambatan yang dilakukan oleh bakteri-bakteri baik terhadap bakteri patogen

dengan melakukan kompetisi untuk mengambil substrat atau sumber nutrisi

(Scheinbach 1998) dan alterasi pH (Makinen dan Bigret 2004). Kelompok

Lactobacilli dapat mengurangi konstipasi dan diare, membantu meningkatkan

pertahanan terhadap serangan Salmonella, mencegah diare bawaan atau traveller’s

diarrhea (Manning et al. 2004).

Berdasarkan hasil uji kompetisi menunjukkan bahwa L. casei Rhamnosus

mampu berkompetisi dengan patogen (Salmonella sp, E. coli dan B. cereus) untuk

mengambil substrat dan menghasilkan asam laktat. Asam laktat merupakan salah

satu asam lemah dan sebagai asam organik yang merupakan hasil fermentasi

gula. Asam laktat memiliki sifat dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen,

hal ini dibuktikan dengan terjadinya penurunan jumlah patogen (Salmonella sp,

E.coli dan B. cereus). Mekanisme penghambatan pertumbuhan patogen oleh asam

lemah dikarenakan terjadinya akumulasi anion dalam sel akan menghambat

pertumbuhan mikroba karena kecepatan sintesa makromolekul menurun (Eklund

1980, 1985 dan Russell 1992 diacu dalam Ouwehand dan Vesterlund 2004).

Asam lemah yang tidak terdissosiasi bersifat lebih toksik dibandingkan dalam

Page 77: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

58

bentuk terdissosiasi sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Asam

lemah yang tidak terdissosiasi mampu menembus dinding sel mikroba karena

asam tersebut larut dalam lemak. Di dalam sel mikroba yang memiliki pH netral,

maka asam organik terdissosiasi/terurai menjadi RCOO- dan H

+ (Padan et al.

1981 dan Slonczewski et al. 1981 diacu dalam Ouwehand dan Vesterlund 2004).

Lepasnya proton dalam sitoplasma menyebabkan pH di dalam sel turun sehingga

terjadi pH gradien akibatnya pertumbuhan mikroba terhambat. Menurut Eklund

1985 diacu dalam Ouwehand dan Vesterlund 2004, menyatakan bahwa

penghambatan pertumbuhan mikroba bukan karena adanya pelepasan proton

melainkan terjadinya akumulasi anion dalam sel.

Dari ketiga jenis patogen yang digunakan dalam uji kompetisi dengan

L. casei Rhamnosus menunjukkan bahwa penurunan jumlah B.cereus paling

rendah dibandingkan dengan penurunan jumlah E. coli dan Salmonella. Hal ini

dikarenakan B.cereus merupakan bakteri yang membentuk spora sehingga lebih

tahan dibandingkan E. coli dan Salmonella. Todar (2005) menyatakan bahwa

B.cereus merupakan spesies yang membentuk spora ellipsoid. Pada saat

kandungan nutrisi dalam media berkurang maka bakteri ini akan membentuk

endospora yang lebih tahan terhadap bahan kimia. Sedangkan pertumbuhan

L.casei Rhamnosus yang dikompetisikan dengan patogen menunjukkan bahwa

L.casei Rhamnosus masih dapat tumbuh dengan baik, hal ini menunjukkan bahwa

L. casei Rhamnosus mampu bersaing dengan patogen untuk mengambil substrat

atau sumber nutrisi.

C. POTENSI PREBIOTIK EKSTRAK UBI GARUT SECARA IN VIVO

Dalam pengujian potensi prebiotik ekstrak ubi garut secara in vivo,

digunakan L. casei Rhamnosus sebagai probiotik, dan kombinasi pemberian

ekstrak ubi garut dengan L. casei Rhamnosus sebagai sinbiotik. Jumlah L. casei

Rhamnosus yang diberikan sebesar 1010

sel. Pemilihan L. casei Rhamnosus

sebagai probiotik karena bakteri ini dapat tumbuh paling baik dalam media yang

mengandung ekstrak ubi garut (Gambar 12). Jumlah ekstrak ubi garut yang

diberikan sebanyak 0.26 ml/tikus/hari dengan konsentrasi ekstrak 20.34 % TPT.

Jumlah ransum yang dikonsumsi/hari/ekor tikus sebesar 15 g. Perhitungan

Page 78: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

59

komposisi ransum standar yang diberikan dapat dilihat pada Lampiran 1. Data

pengamatan dan perhitungan jumlah L. casei Rhamnosus yang diberikan dapat

dilihat pada Lampiran 13. Perhitungan jumlah ekstrak ubi garut untuk sonde pada

pengujian potensi prebiotik ekstrak ubi garut dengan L. casei Rhamnosus dapat

dilihat pada Lampiran 14. Berat badan tikus ditimbang setiap dua hari sekali

(Lampiran 15).

Keadaan Tikus Selama Penelitian. Sebanyak dua puluh empat ekor tikus

dibagi ke dalam empat kelompok, sehingga setiap kelompok terdiri dari enam

ekor tikus. Grafik peningkatan berat badan tikus tersebut dapat dilihat pada

Gambar 17. Selama penelitian baik kontrol, perlakuan prebiotik, probiotik

maupun sinbiotik secara umum menunjukkan berat badan tikus mengalami

kenaikan. Total peningkatan berat badan masing-masing kelompok diukur dari

selisih antara rata-rata berat badan tikus pada akhir masa penelitian dengan awal

penelitian. Kelompok kontrol mengalami peningkatan sebesar 40.8 g, kelompok

prebiotik garut mengalami peningkatan sebanyak 43.7 g, kelompok probiotik

meningkat berat badannya sebanyak 50 g dan kelompok sinbiotik meningkat

sebanyak 52.8 g. Peningkatan berat badan tertinggi terjadi pada kelompok

sinbiotik, sedangkan peningkatan terendah terjadi pada kelompok kontrol.

Peningkatan berat badan tikus menunjukkan bahwa tikus dalam kondisi sehat

selama penelitian.

Berdasarkan peningkatan berat badan tikus selama penelitian,

menunjukkan bahwa pemberian perlakuan dapat meningkatkan berat badan tikus

secara nyata dibandingkan dengan kontrol. Kenaikan berat badan tikus pada

perlakuan prebiotik (ekstrak ubi garut) tidak berbeda nyata dibandingkan dengan

kontrol. Sedangkan kenaikan berat badan tikus pada perlakuan probiotik (suspensi

L. casei Rhamnosus) maupun sinbiotik (campuran ekstrak ubi garut dan suspensi

L. casei Rhamnosus) mengalami kenaikan secara nyata dibandingkan dengan

kontrol. Kenaikan berat badan tikus untuk perlakuan prebiotik dibandingkan

dengan perlakuan probiotik tidak berbeda nyata, akan tetapi berbeda nyata bila

dibandingkan dengan perlakuan sinbiotik. Kenaikan berat badan tikus untuk

perlakuan probiotik dibandingkan dengan perlakuan sinbiotik tidak berbeda nyata.

Analisis ragam peningkatan berat badan tikus pada pengujian potensi prebiotik

Page 79: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

60

ekstrak ubi garut secara in vivo dengan L. casei Rhamnosus dituangkan dalam

Lampiran 16.

150

200

250

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31

Pemeliharaan hari ke-

Ber

at

ba

da

n t

iku

s (g

ram

)

Rata2 Kontrol

Rata2 Prebiotik (garut)

Rata2 Probiotik

Rata2 Sinbiotik (garut)

Gambar 17 Peningkatan berat badan tikus (ekstrak ubi garut dengan

L. casei Rhamnosus).

Pengaruh Perlakuan Terhadap Jumlah Total Mikroba Feses Tikus.

Dibandingkan dengan kontrol, jumlah total mikroba feses pada kelompok

probiotik dan sinbiotik selama dilakukan penelitian mengalami kenaikan secara

nyata sampai H1 pasca perlakuan kemudian mengalami penurunan jumlah total

mikroba feses secara nyata ketika pemberian perlakuan dihentikan. Begitu pula

pada perlakuan prebiotik, pola perubahan jumlah total mikroba feses sama dengan

perlakuan probiotik dan sinbiotik, meskipun bila dibandingkan dengan kontrol

perubahan jumlah total mikroba feses tidak berbeda nyata. Sedangkan pada

perlakuan kontrol perubahan jumlah total mikroba naik turun dari waktu ke

waktu, meskipun kenaikan atau penurunannya antara 0.1 - 0.2 log cfu/g.

Mikroba yang berkontribusi dalam perhitungan jumlah total mikroba

merupakan mikroflora normal usus seperti Enterococcus, Enterobacteriaceae

(termasuk E. coli), Lactococcus, Leuconostoc dan Lactobacillus. Grafik

perubahan jumlah total mikroba feses keempat kelompok tikus dapat dilihat pada

Gambar 18. Sebelum perlakuan seluruh kelompok memiliki jumlah total mikroba

yang relatif sama, yaitu antara 8.7 - 8.9 log cfu/g. Pada perlakuan probiotik dan

Page 80: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

61

sinbiotik, terjadi peningkatan jumlah total mikroba selama perlakuan sampai H1

pasca perlakuan. Peningkatan jumlah total mikroba diduga karena pada perlakuan

7

8

9

10

11

12

H0 H1 H5 H5 H10

Pengujian pada

Ju

mla

h k

olo

ni

(Lo

g c

fu/g

)

Kontrol

Prebiotik

Probiotik

Sinbiotik

Perlakuan Pasca Perlakuan

H10 H1

Gambar 18 Perubahan jumlah total mikroba feses tikus pada kelompok:

(a) Kontrol, (b) Prebiotik (ekstrak ubi garut), (c) Probiotik

(L.casei Rhamnosus), (d) Sinbiotik (ekstrak ubi garut dan L.casei

Rhamnosus).

tersebut tikus diberi suspensi L. casei Rhamnosus (BAL). BAL bersama-sama

mikroflora usus dapat memfermentasi oligosakarida yang terdapat dalam ekstrak

ubi garut tersebut dan dapat berkolonisasi sehingga jumlah total mikroba feses

naik. Hasil pengamatan perubahanjumlah total mikroba feses pada pengujian

potensi prebiotik ekstrak ubi garut dengan L. casei Rhamnosus dapat dilihat pada

Lampiran 17. Analisis ragam perubahan jumlah total mikroba feses pada

pengujian potensi prebiotik ekstrak ubi garut secara in vivo dengan L. casei

Rhamnosus dapat dilihat pada Lampiran 18.

Pengaruh Perlakuan Terhadap Jumlah BAL Feses Tikus. Grafik

perubahan jumlah BAL feses keempat kelompok tikus selama penelitian dapat

dilihat pada Gambar 19. Perubahan jumlah BAL tidak selalu diikuti dengan

Page 81: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

62

perubahan jumlah total mikroba. Hal tersebut dapat disebabkan karena populasi

mikroba dalam feses tikus tidak hanya terdiri dari BAL saja. Berdasarkan Gambar

19, pada hari ke-0 sebelum pemberian perlakuan, kandungan BAL dalam feses

untuk kelompok kontrol 8.7 log cfu/g, sedangkan kelompok prebiotik, probiotik

dan sinbiotik 8.3 log cfu/g. Pada H-1 perlakuan terjadi peningkatan jumlah BAL

feses, untuk kelompok kontrol dan prebiotik sebesar 0.1 log cfu/g, kelompok

probiotik sebesar 0.4 log cfu/g dan kelompok sinbiotik sebesar 0.8 log cfu/g.

Selama masa perlakuan jumlah BAL feses pada kelompok probiotik dan

sinbiotik mengalami peningkatan secara nyata dibandingkan dengan kelompok

kontrol dan prebiotik, akan tetapi ketika pemberian perlakuan dihentikan jumlah

BAL feses mengalami penurunan secara nyata. Data ini juga menunjukkan bahwa

L. casei Rhamnosus mampu bertahan pada kondisi ekstrim saluran pencernaan

dan dapat mencapai usus. Dibandingkan dengan kelompok kontrol, kelompok

prebiotik mengalami kenaikan jumlah BAL feses secara nyata selama masa

perlakuan, namun jumlah BAL feses menurun ketika pemberian perlakuan

6

7

8

9

10

11

12

Pengujian pada

Ju

mla

h k

olo

ni

(Lo

g c

fu/g

)

Kontrol

Prebiotik

Probiotik

Sinbiotik

Perlakuan Pasca perlakuan

H0 H1

H0 H1

H5

H0 H1

H1

H0 H1

H10

H0 H1

H5

H0 H1

H10

H0 H1

Gambar 19 Perubahan jumlah BAL dalam feses tikus pada kelompok:

(a) Kontrol, (b) Prebiotik (ekstrak ubi garut), (c) Probiotik

(L.casei Rhamnosus), (d) Sinbiotik (ekstrak ubi garut dan

L.casei Rhamnosus).

Page 82: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

63

dihentikan. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian prebiotik (ekstrak ubi garut)

dapat menaikkan jumlah BAL pada saluran pencernaan, dan kenaikan lebih nyata

bila ekstrak ubi garut diberikan bersama-sama dengan L. casei Rhamnosus

(sinbiotik). Menurut Surono (2004), pola diet dapat mempengaruhi komposisi

bakteri dalam usus dan penelitian membuktikan bahwa populasi bakteri jahat

dalam tinja pengkonsumsi makanan tinggi lemak dan protein tetapi rendah serat

akan lebih tinggi dibandingkan konsumen yang mengkonsumsi lebih banyak

sayuran. Menurut Gibson (2004), adanya prebiotik menyebabkan sebagian

komposisi flora usus berubah akibat terjadinya fermentasi prebiotik, termasuk

perubahan strain Bifidobacterium spp, Lactobacillus spp, dan bakteri representatif

lainnya seperti Bacteroides spp, Clostridium spp dan Escherichia coli. Hasil

pengamatan perubahan jumlah BAL feses pada pengujian potensi prebiotik

ekstrak ubi garut dengan L. casei Rhamnosus dapat dilihat pada Lampiran 19.

Analisis ragam perubahan jumlah BAL feses pada pengujian potensi prebiotik

ekstrak ubi garut secara in vivo dengan L. casei Rhamnosus dapat dilihat pada

Lampiran 20.

Hasil penelitian Krisnayudha (2007), menunjukkan ekstrak ubi garut

mengandung glukosa, fruktosa, sukrosa, rafinosa dan oligofruktosa. Adanya

rafinosa dan oligofruktosa pada ekstrak ubi garut maka ekstrak ubi garut dapat

berfungsi sebagai prebiotik sehingga diduga ekstrak ubi garut dapat menstimulasi

bakteri yang menguntungkan dalam saluran pencernaan (probiotik). Laktulosa,

oligofruktosa, galaktooligosakarida, oligosakarida kedelai, laktosukrosa,

isomaltooligosakarida, glukooligosakarida, xylooligosakarida, dan palatinosa juga

merupakan oligosakarida yang berpotensi sebagai prebiotik (Manning et al. 2004).

Buddington et al. (2002) diacu dalam Manning et al. 2004, menunjukkan bahwa

tikus yang diberi FOS dan inulin dapat mencegah masuknya patogen enterik dan

sistemik (termasuk E. coli O157:H7 dan Campylobacters) maupun tumor inducer.

Gibson et al. (2000) didalam Manning et al (2004), membuktikan bahwa

pemberian FOS, GOS dan laktulosa dalam jangka waktu pendek dapat mengubah

komposisi mikroflora usus dan meningkatkan jumlah Bifidobacteria. Menurut

Bouhnik et al. (1996) diacu dalam Manning et al (2004), menunjukkan bahwa

pemberian FOS dapat menurunkan enzim-enzim genotoksik sebagai akibat dari

Page 83: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

64

meningkatkan jumlah Bifidobacteria. Menurut Manning et al. (2004), pemberian

FOS sebanyak 4 – 8 g/hari dapat menaikkan secara nyata jumlah Bifidobacteria

dalam pencernaan manusia. Dengan demikian diduga kenaikan jumlah BAL pada

perlakuan prebiotik dan sinbiotik menunjukkan bahwa ekstrak ubi garut memiliki

potensi sebagai prebiotik. Penurunan BAL feces pada pasca perlakuan diduga

karena laju pertumbuhan BAL akan menurun ketika pemberian perlakuan

dihentikan sehingga jumlah substrat berkurang, akibatnya laju pertumbuhan BAL

akan terhambat.

Pengaruh Perlakuan Terhadap Jumlah E. coli Feses Tikus. Grafik

perubahan jumlah E.coli keempat kelompok tikus selama penelitian dapat dilihat

pada Gambar 20. Jumlah awal E.coli feses tikus pada awal perlakuan untuk

seluruh perlakuan hampir sama yaitu antara 8.4 – 8.6 log cfu/g. Pada kelompok

kontrol jumlah E.coli selama penelitian (baik sebelum perlakuan, masa perlakuan

dan pasca perlakuan) mengalami peningkatan secara nyata. Dibandingkan dengan

6

7

8

9

10

11

12

Pengujian pada

Ju

mla

h k

olo

ni

(Lo

g c

fu/g

)

Kontrol

Prebiotik

Probiotik

Sinbiotik

Perlakuan Pasca perlakuan

H0 H1 H5 H10 H1 H5 H10

Gambar 20 Perubahan jumlah E. coli pada feses tikus pada kelompok:

(a) Kontrol, (b) Prebiotik (ekstrak ubi garut), (c) Probiotik

(L.casei Rhamnosus), (d) Sinbiotik (ekstrak ubi garut dan L.casei

Rhamnosus).

Page 84: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

65

kontrol, maka pada kelompok prebiotik, probiotik dan sinbiotik terjadi penurunan

jumlah E. coli feses secara nyata selama masa perlakuan sampai H1 pasca

perlakuan, dan naik kembali ketika perlakuan dihentikan. Pada kelompok

prebiotik, selama masa perlakuan sampai H-1 pasca perlakuan terjadi penurunan

E. coli sampai 1.4 log cfu/g, setelah itu jumlah E. coli feses kembali naik. Pada

kelompok probiotik, selama masa perlakuan sampai H-1 pasca perlakuan terjadi

penurunan jumlah E.coli feses sampai 1.6 log cfu/g, setelah itu jumlah E. coli

feses kembali naik. Pada kelompok sinbiotik, selama masa perlakuan sampai H-1

pasca perlakuan terjadi penurunan jumlah E. coli feses sampai 1.7 log cfu/g,

setelah itu jumlah E.coli feses kembali naik. Data lengkap hasil pengamatan

perubahan jumlah E.coli feses pada pengujian potensi prebiotik ekstrak ubi garut

dapat dilihat pada Lampiran 21. Analisis ragam perubahan jumlah E.coli feses

pada pengujian potensi prebiotik ekstrak ubi garut secara in vivo dapat dilihat

pada Lampiran 22.

Penurunan jumlah E. coli feses pada kelompok prebiotik, probiotik dan

sinbiotik selama masa perlakuan sampai H-1 pasca perlakuan diduga karena

terjadi kenaikan jumlah metabolit BAL (seperti asam laktat dan asam asetat) yang

dihasilkan meningkat, sehingga pH usus menjadi turun. Penurunan pH

menyebabkan pertumbuhan E. coli terhambat. Asam laktat dan asetat yang

merupakan asam organik tersebut dapat bersifat anti mikroba sehingga

pertumbuhan patogen seperti E. coli terhambat. Hal ini juga didukung oleh data

pengujian kompetisi antara bakteri patogen (E. coli, B. cereus dan Salmonella sp)

dengan L.casei Rhamnosus yang menunjukkan bahwa L. casei Rhamnosus dapat

menekan pertumbuhan E. coli sampai 3.5 log cfu/ml setelah diinkubasi selama

48 jam. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Buddington et al. (2002) diacu

dalam Manning et al. (2004), membuktikan bahwa pemberian FOS dan inulin

(prebiotik) pada tikus dapat mencegah masuknya tumor inducer dan patogen

(termasuk E.coli O157:H7 dan campylobacter). Hasil-hasil penelitian terdahulu

(Hayakawa et al. 1990 diacu dalam Manning et al. 1998, Hidaka et al. 1986,

Gibson et al. 1995 diacu dalam Manning et al. 1998), membuktikan bahwa

prebiotik dapat meningkatkan ketahanan inang terhadap serangan patogen karena

kemampuannya dalam meningkatkan jumlah Bifidobacteria maupun Lactobacilli.

Page 85: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

66

Asam laktat yang dihasilkan oleh Bifidobacteria dan Lactobacilli memiliki sifat

inhibitory (penghambat), karena dapat menurunkan pH pencernaan sehingga

patogen tidak mampu berkompetisi untuk hidup (Manning et al. 2004). Hasil

penelitian yang dilakukan Todorov dan Dicks (2005) menunjukkan bahwa

Lactobacillus rhamnosus yang diisolasi dari minuman fermentasi cereal

menggunakan yeast dan BAL (boza) dapat memproduksi bakteriosin ST461BZ

dan ST462BZ yang mampu menghambat pertumbuhan Escherichia coli, L. casei,

Enterococcus faecalis dan Pseudomonas aeruginosa.

Pengaruh Pemberian Perlakuan Terhadap Keberadaan Salmonella sp

dalam Feses Tikus. Selain dilakukan pengujian mikrobiologis secara kuantitatif

dilakukan juga pengujian secara kualitatif terhadap feses tikus yaitu pengujian ada

atau tidaknya kandungan Salmonella selama dan pasca perlakuan, hasil pengujian

(Tabel 11). Hasil uji Salmonella, menunjukkan bahwa terdapat sampel yang

positif mengandung c pada semua perlakuan. Pada kelompok kontrol, pada saat

sebelum perlakuan, H-5 dan H-10 pasca perlakuan terdapat 1 sampel yang positif

Salmonella dari 3 sampel yang diujikan. Pada kelompok prebiotik menunjukkan

pada H-1 perlakuan terdapat 1 sampel yang positif Salmonella dari 3 sampel yang

diujikan, dan selama masa perlakuan maupun setelah pasca perlakuan hasil uji

Salmonella negatif. Pada kelompok probiotik menunjukkan bahwa sebelum

perlakuan terdapat 1 sampel yang positif Salmonella dari 3 sampel yang diujikan,

dan selama masa perlakuan maupun setelah pasca perlakuan hasil uji Salmonella

negatif. Sedangkan pada kelompok sinbiotik menunjukkan bahwa pada H-5

perlakuan dan H-10 pasca perlakuan, terdapat 1 sampel yang positif Salmonella

dari 3 sampel yang diujikan. Meskipun secara in vitro menunjukkan bahwa

L.casei Rhamnosus yang dikompetisikan dengan Salmonella dapat menekan

pertumbuhan Salmonela, namun secara in vivo pemberian perlakuan belum

nampak pengaruhnya dalam menekan pertumbuhan Salmonella. Diduga pada

tikus SD yang digunakan sudah mengandung Salmonella dalam pencernaannya

sebelum tikus tersebut digunakan dalam penelitian. Karena tikus yang digunakan

tidak dipelihara sejak tikus tersebut dilahirkan sehingga jenis ransum yang

diberikan dan tingkat sanitasi yang dilakukan sebelum tikus digunakan untuk

penelitian diabaikan. Menurut Gallan dan Curtiss (1991) diacu dalam Hirano et al.

Page 86: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

67

(2003), Salmonella mampu menginvasi epitelium dan dapat hidup dalam

lingkungan intracelluler. Hirano et al. (2003), menemukan bahwa L. casei

Rhamnosus yang digunakan secara in vivo tidak dapat mempengaruhi invasi

Salmonella enteritidis yang berpotensi invasif. Data lengkap hasil pengamatan

pengujian Salmonella sp dalam feses pada pengujian potensi prebiotik ekstrak ubi

garut secara in vivo dengan L. casei Rhamnosus dapat dilihat pada Lampiran 23.

Hasil pengujian keberadaan Salmonella sp dalam feses pada pengujian

potensi prebiotik ekstrak ubi garut secara in vivo berbeda dengan hasil pengujian

uji kompetisi antara L. casei Rhamnosus dengan patogen secara in vitro. Pada

pengujian secara in vitro, menunjukkan bahwa L. casei Rhamnosus mampu

menekan jumlah Salmonella sp hingga 3.5 log cfu/g. Hal ini disebabkan pada

pengujian secara in vitro, adanya kandungan gula-gula sederhana (glukosa,

fruktosa dan sukrosa) yang lebih tinggi dibandingkan dengan oligosakarida yang

terdapat dalam ekstrak ubi garut. Gula-gula sederhana tersebut akan lebih mudah

digunakan sebagai sumber energi oleh L. casei Rhamnosus dibandingkan dengan

oligosakarida. Sementara itu, pada pengujian secara in vivo, gula sederhana

diserap oleh usus halus dan yang tersedia sebagai substrat BAL adalah

oligosakarida. Dengan hanya tersedia oligosakarida, metabolit yang dihasilkan

lebih sedikit sehingga belum terlihat pemberian perlakuan dapat menekan

pertumbuhan Salmonella sp.

Tabel 11 Hasil pengujian Salmonella dalam feses secara kualitatif pada pengujian

potensi prebiotik ekstrak ubi garut

Kelompok Dugaan Salmonella*

Periode perlakuan, hari ke- Periode pasca perlakuan, hari ke-

0 1 5 10 1 5 10

Kontrol 1/3 0/3 0/3 0/3 0/3 1/3 1/3

Prebiotik 0/3 1/3 0/3 0/3 0/3 0/3 0/3

Probiotik 1/3 0/3 0/3 0/3 0/3 0/3 0/3

Sinbiotik 0/3 0/3 1/3 0/3 0/3 0/3 1/3

*) jumlah sampel yang menunjukan hasil positif Salmonella / jumlah sampel yang diuji.

Page 87: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

68

D. POTENSI PREBIOTIK EKSTRAK UBI JALAR DAN HASIL OLAHAN

(COOKIES UBI JALAR DAN SPF) SECARA IN VITRO

1. Pertumbuhan BAL dalam media yang mengandung ekstrak ubi jalar dan

hasil olahan (cookies ubi jalar dan SPF).

Untuk melihat pertumbuhan BAL dalam ekstrak ubi jalar dan cookies ubi

jalar digunakan bakteri L. casei Rhamnosus, L.casei Shirota, Lactobacillus G3,

Lactobacillus F1, B. bifidum dan B. longum, sedangkan untuk melihat

pertumbuhan BAL dalam ekstrak SPF digunakan L. casei Rhamnosus, L. casei

Shirota, Lactobacillus G3, Lactobacillus F1. Dari hasil uji menunjukkan bahwa

L.casei Rhamnosus, L. casei Shirota, Lactobacillus F1 dan Lactobacillus G3 dapat

tumbuh baik dalam media yang mengandung ekstrak SPF.

L. casei Rhamnosus dan Lactobacillus F1 dapat tumbuh lebih baik

dibandingkan L. casei Shirota dan Lactobacillus G3 dalam media yang

mengandung ekstrak SPF. Di dalam SPF terdapat gula-gula yang berasal dari ubi

jalar yaitu glukosa, fruktosa, sukrosa, maltosa, maltotriosa, rafinosa (Marlis 2008,

belum dipublikasikan), berasal dari tepung kedelai yaitu rafinosa dan stakiosa

(Smiricky 2001). Seluruh BAL uji dapat memanfaatkan ekstrak ubi jalar sebagai

sumber gula untuk pertumbuhannya. Pertumbuhan L. casei Rhamnosus,

Lactobacillus F1, dan Lactobacillus G3 tumbuh lebih baik dalam media yang

mengandung ekstrak cookies ubi jalar dibandingkan dalam media yang

mengandung ekstrak ubi jalar. Hal ini juga didukung hasil penelitian yang

dilakukan oleh Nuraida et al. (2004) menunjukkan bahwa oligosakarida ubi jalar

berpotensi sebagai prebiotik dengan mendukung pertumbuhan Lactobacillus dan

Bifidobacteria yang diketahui dapat bertahan dalam saluran pencernaan. Ekstrak

oligosakarida ubi jalar putih varietas Sukuh mampu mendukung pertumbuhan

Lactobacillus dan Bifidabacteria lebih baik dari pada ekstrak yang diperoleh dari

ubi jalar merah varietas Sukuh.

L. casei Rhamnosus, Lactobacillus F1, dan Lactobacillus G3 dapat

tumbuh lebih baik dalam media yang mengandung ekstrak cookies ubi jalar

dibandingkan dalam media yang mengandung ekstrak ubi jalar. Hal ini

disebabkan dalam cookies ubi jalar mengandung gula-gula dan oligosakarida yang

dapat dimanfaatkan oleh ketiga jenis BAL tersebut. Dalam pembuatan cookies ubi

Page 88: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

69

jalar ditambahkan sukrosa sehingga komponen gula dalam cookies lebih tinggi

dibandingkan yang ada dalam ubi jalar. Adanya gula sederhana menyebabkan

BAL tersebut dapat langung memanfaatkan gula-gula sederhana untuk

pertumbuhannya. Data lengkap hasil pengamatan jumlah BAL pada pengujian

7.4 7.17.7

7.3 7.1

8.4 8.7

10.4

9.0

7.9

1.01.6

2.7

1.70.8

0

2

4

6

8

10

12

Ubi jalar Cookies SPF Glukosa Kontrol

Jenis gula

Ju

mla

h k

olo

ni

(lo

g c

fu/m

l) 0 jam

24 jam

Kenaikan

7.5 7.7 7.9 7.8 7.88.3 8.3

10.2

8.98.2

0.8 0.5

2.4

1.10.5

0

2

4

6

8

10

12

Ubi jalar Cookies SPF Glukosa Kontrol

Jenis gula

Ju

mla

h k

olo

ni

(lo

g c

fu/m

l) 0 jam

24 jam

Kenaikan

(a) (b)

7.8 7.9 7.7 7.9 7.7

9.2 9.1

10.4

9.18.6

1.4 1.2

2.7

1.30.9

0

2

4

6

8

10

12

Ubi jalar Cookies SPF Glukosa Kontrol

Jenis gula

Ju

mla

h k

olo

ni

(lo

g c

fu/m

l)

0 jam

24 jam

Kenaikan

8.3 8.48.1 8.2 8.1

9.19.5

9.89.2

8.8

0.7 1.11.8

1.0 0.7

0

2

4

6

8

10

12

Ubi jalar Cookies SPF Glukosa Kontrol

Jenis gula

Ju

mla

h k

olo

ni

(lo

g c

fuU

/ml)

0 jam

24 jam

Kenaikan

(c) (d)

7.3 7.3 7.47.1

8.28.9 9.1

8.0

0.91.6 1.7

1.0

0

2

4

6

8

10

12

Ubi jalar Cookies Glukosa Kontrol

Jenis gula

Ju

mla

h k

olo

ni

(lo

g c

fu/m

l) 0 jam

24 jam

Kenaikan

8.0 7.9 8.17.7

9.29.6

8.4 8.6

1.21.6

0.40.9

0

2

4

6

8

10

12

Ubi jalar Cookies Glukosa Kontrol

Jenis gula

Ju

mla

h k

olo

ni

(lo

g c

fu/m

l)

0 jam

24 jam

Kenaikan

(e) (f)

Gambar 21 Pertumbuhan BAL dalam ekstrak ubi jalar dan hasil olahan (cookies

ubi jalar dan SPF): (a) L. casei Rhamnosus, (b) L. casei Shirota,

(c) Lactobacillus F1, (d) Lactobacillus G3, (e) B. longum,

(f) B. bifidum.

Page 89: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

70

ekstrak ubi jalar dan hasil olahan (cookies ubi jalar dan SPF) secara in vitro dapat

dilihat pada Lampiran 24.

Karena L. casei Rhamnosus tumbuh paling baik dalam media yang

mengandung ekstrak SPF, maka BAL tersebut dipilih untuk digunakan dalam

pengujian berikutnya yaitu pengujian kompetisi antara L. casei Rhamnosus

dengan patogen dalam media yang mengandung ekstrak SPF secara in vitro

maupun pengujian potensi prebiotik SPF secara in vivo.

2. Kompetisi patogen dengan BAL dalam media yang mengandung ekstrak

SPF

Pertumbuhan E. coli pada uji kompetisi dengan L. casei Rhamnosus dalam

media yang mengandung ekstrak SPF dapat dilihat pada Gambar 22. Pengujian

kompetisi bertujuan untuk melihat kemampuan BAL (L. casei Rhamnosus) dalam

menghambat pertumbuhan bakteri patogen dengan memanfaatkan ekstrak SPF

sebagai sumber gula. Bakteri patogen yang digunakan adalah E. coli, B. cereus

dan Salmonella sp. Hasil uji kompetisi antara bakteri E. coli dengan L. casei

Rhamnosus dalam media yang mengandung ekstrak SPF menunjukkan bahwa

L. casei Rhamnosus dapat menekan jumlah E. coli sampai 3.9 log cfu/ml.

3.8 3.9

8.8 8.79.6

0.00

2

4

6

8

10

12

Kontrol + E.coli Kompetisi+ E.coli+

L.casei Rhamnosus

Perlakuan

Ju

mla

h k

olo

ni

(lo

g c

fu/m

l)

0 jam

24 jam

48 jam

Gambar 22 Pertumbuhan E. coli yang dikompetisikan dengan L. casei Rhamnosus

dalam media yang mengandung ekstrak SPF.

Sedangkan pertumbuhan E. coli dalam media yang mengandung ekstrak SPF

(kontrol) meningkat sampai 5.0 log cfu/ml (setelah diinkubasi selama 24 jam) dan

Page 90: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

71

5.8 log cfu/ml setelah diinkubasi selama 48 jam. Tabel 12 menunjukkan

perubahan jumlah E. coli setelah dikompetisikan dengan L.casei Rhamnosus.

Hasil pengamatan lengkap jumlah E. coli yang dikompetisikan dengan L.casei

Rhamnosus dalam media yang mengandung ekstrak SPF dapat dilihat pada

Lampiran 25.

Tabel 12. Perubahan jumlah E. coli setelah dikompetisikan dengan L. casei

Rhamnosus dalam media yang mengandung ekstrak SPF

Perlakuan

Jumlah E. coli (log cfu/ml)

Pada inkubasi hari ke-

Kenaikan /penurunan

E. coli (log cfu/ml)

H0

( 0 jam)

H1

(24 jam)

H2

(48 jam)

Setelah

24 jam

Setelah

48jam

Kontrol (Ekstrak SPF+ E. coli) 3.8 8.8 9.6 5.0 5.8

Kompetisi (Ekstrak SPF+ E. coli+

L. casei Rhamnosus) 3.9 8.7 0.0 4.9 -3.9

Pertumbuhan B. cereus yang dikompetisikan dengan L. casei Rhamnosus

dalam media yang mengandung ekstrak SPF dapat dilihat pada Gambar 23. Hasil

uji kompetisi antara bakteri B. cereus dengan L. casei Rhamnosus dalam media

yang mengandung ekstrak SPF menunjukkan bahwa L. casei Rhamnosus dapat

menekan jumlah B. cereus sampai 3.1 log cfu/ml. Sedangkan pertumbuhan

B.cereus yang tidak dikompetisikan dengan L. casei Rhamnosus (kontrol)

mengalami peningkatan sampai 3.0 log cfu/ml (setelah diinkubasi selama 24 jam)

dan 3.4 log cfu/ml setelah diinkubasi selama 48 jam. Tabel 13 menunjukkan

perubahan jumlah B.cereus setelah dikompetisikan dengan L. casei Rhamnosus.

Hasil pengamatan lengkap jumlah B. cereus yang dikompetisikan dengan L. casei

3.03.4

6.0

0.5

6.3

0.4

0

2

4

6

8

10

12

Kontrol +B.cereus Kompetisi + B.cereus +

L.casei Rhamnosus

Perlakuan

Ju

mla

h k

olo

ni (

Lo

g c

fu/m

l)

0 jam

24 jam

48 jam

Gambar 23 Pertumbuhan B. cereus yang dikompetisikan dengan L.casei

Rhamnosus dalam media yang mengandung ekstrak SPF.

Page 91: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

72

Rhamnosus dalam media yang mengandung ekstrak SPF dapat dilihat pada

Lampiran 26.

Tabel 13. Perubahan jumlah B. cereus setelah dikompetisikan dengan L. casei

Rhamnosus dalam media yang mengandung ekstrak SPF

Perlakuan

Jumlah B. cereus (log cfu/ml)

Pada inkubasi hari ke- Kenaikan /penurunan

B. cereus (log cfu /ml)

H0

( 0 jam)

H1

(24 jam)

H2

(48 jam) Setelah

24 jam

Setelah

48jam

Kontrol (Ekstrak SPF +B. cereus) 3.0 6.0 6.3 3.0 3.4

Kompetisi (Ekstrak SPF +B. cereus +

L. casei Rhamnosus) 3.4 0.5 0.4 -3.0 -3.1

Hasil uji kompetisi antara bakteri Salmonella sp dengan L. casei

Rhamnosus dalam media yang mengandung ekstrak SPF menunjukkan bahwa

L.casei Rhamnosus dapat menekan jumlah Salmonella sp sebesar 1.5 log cfu/ml

(inkubasi 24 jam) dan 3.9 log cfu/ml (inkubasi 48 jam). Sedangkan dalam media

yang mengandung ekstrak SPF (kontrol) jumlah Salmonella sp meningkat sampai

5.2 log cfu/ml (inkubasi 24 jam) dan 5.4 log cfu/ml (inkubasi 48 jam). Tabel 14

menunjukkan perubahan jumlah Salmonella setelah dikompetisikan dengan

L.casei Rhamnosus. Hasil pengamatan lengkap jumlah Salmonella yang

dikompetisikan dengan L. casei Rhamnosus dalam media yang mengandung

ekstrak SPF dapat dilihat pada Lampiran 27.

3.8 3.9

9.0

2.4

9.2

0.00

2

4

6

8

10

12

Kontrol + Salmonella Kompetisi+Salmonella+

L.casei Rhamnosus)

Perlakuan

Ju

mla

h k

olo

ni (L

og

cfu

/ml)

0 jam

24 jam

48 jam

Gambar 24 Pertumbuhan Salmonella sp yang dikompetisikan dengan L. casei

Rhamnosus dalam media yang mengandung ekstrak SPF.

Page 92: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

73

Tabel 14 Perubahan jumlah Salmonella sp setelah dikompetisikan dengan L.casei

Rhamnosus dalam media yang mengandung ekstrak SPF

Perlakuan

Jumlah Salmonella sp

(log CFU/ml)

Pada inkubasi hari ke-

Kenaikan

/penurunan

Salmonella sp

(log CFU/ml)

H0

( 0 jam)

H1

(24 jam)

H2

(48 jam) Setelah

24 jam

Setelah

48jam

Kontrol (Ekstrak SPF+Salmonella sp) 3.8 9.0 9.2 5.2 5.4

Kompetisi (Ekstrak SPF+Salmonella sp

+ L. casei Rhamnosus) 3.9 2.4 0.0 -1.5 -3.9

Dari ketiga jenis patogen yang digunakan pada uji kompetisi dengan

L. casei Rhamnosus dalam media yang mengandung ekstrak SPF menunjukkan

bahwa penurunan jumlah B. cereus paling rendah dibandingkan dengan

penurunan jumlah E. coli dan Salmonella. Hal ini dikarenakan B. cereus

merupakan bakteri yang membentuk spora sehingga lebih tahan dibandingkan

E. coli dan Salmonella. Batt (1999a), menyatakan bahwa B. cereus merupakan

spesies yang membentuk spora yang tahan terhadap suhu pemasakan. Todar

(2005) menyatakan bahwa B. cereus merupakan spesies yang membentuk spora

ellipsoid. Pada saat kandungan nutrisi dalam media berkurang maka bakteri ini

akan membentuk endospora yang lebih tahan terhadap bahan kimia.

Tabel 15 Perubahan jumlah L.casei Rhamnosus setelah dikompetisikan dengan

patogen dalam media yang mengandung ekstrak SPF

Perlakuan

H0

log

cfu/ml

H1

log cfu

cfu /ml

H2

log cfu

cfu /ml

Kenaikan atau

penurunan jumlah BAL

log cfu cfu /ml

Setelah 24

jam

Setelah 48

jam

Kontrol (Ekstrak SPF +L.casei

Rhamnosus) 8.4 8.6 8.3 0.2 -0.2

Kompetisi (Ekstrak SPF+E.coli+L.

casei Rhamnosus) 8.5 8.7 8.4 0.2 -0.1

Kompetisi Ekstrak (SPF+Salmonella

sp+L.casei Rhamnosus) 8.4 8.6 8.3 0.1 -0.2

Kompetisi (Ekstrak

SPF+B.cereus+L.casei Rhamnosus) 8.3 8.5 8.1 0.2 -0.2

Hasil uji kompetisi antara L. casei Rhamnosus dengan patogen dalam

media yang mengandung ekstrak SPF, menunjukkan bahwa patogen tidak

mempengaruhi pertumbuhan L.casei Rhamnosus (Gambar 25), akan tetapi L casei

Rhamnosus mampu menghambat E. coli dan Salmonella sp sampai 3.9 log cfu/ml

Page 93: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

74

serta menghambat B. cereus sampai 3.1 log cfu/ml. Hal ini menunjukkan bahwa

L. casei Rhamnosus dapat berkompetisi dengan baik untuk mengambil substrat.

Adanya gula-gula sederhana dan oligosakarida yang terdapat dalam ekstrak SPF

8.3 8.28.4 8.68.2 8.2

-2

0

2

4

6

8

10

12

Kontrol+L.casei

Rhamnosus

Kompetisi+E.coli+L.casei

Rhamnosus

Perlakuan

Ju

mla

h k

olo

ni

(Lo

g c

fu/m

l)

0 jam

24 jam

48 jam

(a)

8.4 8.48.6 8.68.3 8.3

-2

0

2

4

6

8

10

12

Kontrol+ L.casei

Rhamnosus

Kompetisi+Salmonella

+L.casei Rhamnosus

Perlakuan

Ju

mla

h k

olo

ni

(Lo

g c

fu/m

l)

0 jam

24 jam

48 jam

(b)

8.4 8.38.6 8.58.3 8.1

-2

0

2

4

6

8

10

12

Kontrol+ L.casei

Rhamnosus

Kompetisi+B.cereus

+L.casei Rhamnosus

Perlakuan

Ju

mla

h k

olo

ni

(Lo

g c

fu/m

l)

0 jam

24 jam

48 jam

(c)

Gambar 25 Pertumbuhan L. casei Rhamnosus yang dikompetisikan dengan

patogen dalam media yang mengandung ekstrak SPF.

Page 94: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

75

akan menstimulir pertumbuhan BAL (L. casei Rhamnosus). L. casei Rhamnosus

akan menghasilkan asam laktat (Scheinbach 1998; Makinen dan Bigret 2004;

Ouwehand dan Vesterlund 2004) menyebabkan pH media turun sehingga

pertumbuhan bakteri patogen terhambat. Hasil pengamatan lengkap jumlah BAL

yang dikompetisikan dengan patogen dalam media yang mengandung ekstrak SPF

dapat dilihat pada Lampiran 28.

E. PENGUJIAN POTENSI PREBIOTIK SPF SECARA IN VIVO

Pengujian in vivo dilakukan untuk mengetahui sifat prebiotik sweet potato

flakes (SPF), L. casei Rhamnosus sebagai probiotik dan kombinasi pemberian

ransum SPF dengan L. casei Rhamnosus sebagai sinbiotik. Jumlah SPF yang

disubstitusikan dalam ransum SPF sebesar 35%. Jumlah L. casei Rhamnosus

yang diberikan sebesar 1010

CFU/ml. Komposisi ransum standar, metode

pengujian dan parameter yang diuji sama dengan yang digunakan pada pengujian

potensi prebiotik ekstrak ubi garut secara in vivo. Adapun perhitungan komposisi

ransum SPF yang diberikan dapat dilihat pada Lampiran 4.

Keadaan Tikus Selama Penelitian. Grafik peningkatan berat badan tikus

tersebut dapat dilihat pada Gambar 26. Selama masa pemeliharaan, berat badan

tikus semua kelompok meningkat, baik pada masa adaptasi, perlakuan maupun

pada pasca perlakuan. Hal tersebut menunjukkan bahwa selama penelitian tikus

dalam kondisi yang sehat. Kelompok kontrol mengalami peningkatan sebanyak

40.8 g, kelompok probiotik meningkat sebanyak 50 g, kelompok prebiotik (SPF)

mengalami peningkatan sebanyak 46.1 g dan kelompok sinbiotik (SPF) meningkat

sebanyak 45.3 g.

Pemberian perlakuan tidak mempengaruhi kenaikan berat badan tikus

secara nyata, peningkatan berat badan tertinggi terjadi pada kelompok probiotik,

sedangkan peningkatan terendah terjadi pada kelompok kontrol. Rata-rata

perubahan berat badan tikus pada pengujian potensi prebiotik SPF dapat dilihat

pada Lampiran 29. Analisis ragam peningkatan berat badan tikus pada pengujian

potensi prebiotik SPF dapat dilihat pada Lampiran 30.

Page 95: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

76

150

200

250

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31

Pemeliharaan hari ke-

Ber

at

ba

da

n t

iku

s (g

ram

)

Rata2 Kontrol

Rata2 Probiotik

Rata2 Prebiotik (SPF)

Rata2 Sinbiotik (SPF)

Gambar 26 Peningkatan berat badan tikus (SPF dengan L. casei Rhamnosus).

Pengaruh Perlakuan Terhadap Jumlah Total Mikroba Feses Tikus.

Perubahan jumlah total mikroba pada feses tikus dapat dilihat pada Gambar 27.

Pada kelompok kontrol, jumlah total mikroba awal sampai H-10 perlakuan relatif

sama (8.9 log cfu/g), pada H-1 pasca perlakuan mengalami kenaikan sebesar 0.2

log cfu/g kemudian turun pada hari-hari berikutnya. Dibandingkan dengan

kontrol, jumlah total mikroba feses selama perlakuan sampai H1 pasca perlakuan

pada kelompok probiotik dan sinbiotik mengalami kenaikan secara nyata, namun

setelah perlakuan dihentikan maka jumlahnya menurun secara nyata. Jumlah total

mikroba feses pada kelompok prebiotik memiliki pola yang sama dengan

kelompok probiotik dan sinbiotik, meskipun tidak berbeda nyata dibandingkan

dengan kontrol. Pada perlakuan probiotik terjadi kenaikan jumlah total mikroba

feses (1.6 log cfu/g) secara nyata dibandingkan dengan kelompok lainnya dan

menurun secara nyata setelah perlakuan dihentikan. Menurut Hong et al. (2004),

jenis bakteri dominan yang terdapat dalam usus besar dan usus halus adalah

Lactobacillus, Streptococcus, Enterobacteria, Bifidobacteria, Bacteroides,

Clostridia dan Bacillus. BAL berkontribusi menghasilkan enzim dalam usus,

seperti β-galaktosidase (laktase). Asupan oligosakarida dari SPF meningkatkan

ketersediaan oligosakarida dalam kolon sehingga meningkatkan jumlah total

mikroba. Sementara itu pemberian BAL secara langsung meningkatkan jumlah

Page 96: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

77

total mikroba dalam feses. Hasil pengamatan jumlah total mikroba feses pada

pengujian potensi prebiotik SPF secara in vivo dapat dilihat pada Lampiran 31.

Analisis ragam perubahan jumlah total mikroba feses pada pengujian potensi

prebiotik SPF secara in vivo dapat dilihat pada Lampiran 32.

7

8

9

10

11

12

H0 H1 H5 H5 H10

Pengujian pada

Ju

mla

h k

olo

ni

(Lo

g c

fu/g

)

Kontrol

Probiotik

Prebiotik

Sinbiotik

Perlakuan Pasca perlakuan

H10 H1

Gambar 27 Perubahan jumlah total mikroba feses tikus pada kelompok:

(a) Kontrol, (b) Prebiotik (SPF), (c) Probiotik (L. casei

Rhamnosus), (d) Sinbiotik (SPF dan L. casei Rhamnosus).

Pengaruh Perlakuan Terhadap Jumlah BAL Feses Tikus. Perubahan

jumlah BAL dalam feses tikus dapat dilihat pada Gambar 28. Pada kelompok

kontrol, jumlah BAL dalam feses pada awal sampai H-10 perlakuan jumlahnya

relatif sama yaitu 8.7 log cfu/g, kemudian pada H-1 pasca perlakuan mengalami

penurunan sebesar 0.5 log cfu/ml kemudian semakin berkurang pada hari-hari

berikutnya. Jumlah BAL dalam feses pada awal pada perlakuan untuk kelompok

prebiotik 8.3 log cfu/g, selama perlakuan (pemberian ransum perlakuan SPF)

mengalami kenaikan sampai H-10 perlakuan mencapai 9.1 log cfu/g, akan tetapi

setelah H-10 perlakuan jumlah BAL menurun. Jumlah BAL dalam feses pada

awal perlakuan untuk kelompok probiotik 8.3 log cfu/g, kemudian terus

Page 97: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

78

mengalami peningkatan sampai 10.0 log cfu/g selama masa perlakuan dan

menurun setelah H-1 pasca perlakuan. Jumlah BAL dalam feses pada awal untuk

kelompok sinbiotik 8.3 log cfu/g, kemudian terus mengalami peningkatan sampai

9.7 log cfu/g selama masa perlakuan dan menurun setelah H-1 pasca perlakuan.

Pada kelompok prebiotik terjadi kenaikan jumlah BAL dalam feses secara nyata

dibandingkan dengan kontrol selama masa perlakuan, namun jumlah BAL dalam

feses menurun ketika pemberian perlakuan dihentikan. Dibandingkan dengan

kelompok kontrol dan prebiotik maka selama masa perlakuan terjadi peningkatan

jumlah BAL dalam feses secara nyata pada kelompok probiotik dan sinbiotik dan

terjadi penurunan secara nyata ketika perlakuan dihentikan. Hal ini menunjukkan

bahwa pemberian prebiotik (ransum SPF) meningkatkan jumlah BAL pada

saluran pencernaan, dan kenaikan lebih nyata bila ransum SPF diberikan

bersama-sama dengan L. casei Rhamnosus (sinbiotik). Sebagaimana disebutkan

sebelumnya bahwa dalam SPF terdapat maltotriosa, rafinosa, dan stakiosa yang

dapat bertindak sebagai prebiotik. Adanya oligosakarida tersebut memberikan

sumber energi kepada BAL sehingga jumlahnya meningkat. Penurunan jumlah

BAL dalam feses setelah perlakuan karena jumlah substrat berkurang, akibatnya

laju pertumbuhan BAL terhambat. Dari ketiga perlakuan, menunjukkan bahwa

perlakuan probiotik (pemberian suspensi L. casei Rhamnosus) dapat

meningkatkan jumlah BAL dalam tertinggi selama perlakuan. Hal ini sesuai

dengan hasil pengamatan jumlah total mikroba dalam feses tikus. Hasil

pengamatan perubahan jumlah BAL dalam feses pada pengujian potensi prebiotik

SPF dapat dilihat pada Lampiran 33. Analisis ragam perubahan jumlah BAL

dalam feses pada pengujian potensi prebiotik SPF dapat dilihat pada Lampiran 34.

Terjadinya kenaikan jumlah BAL pada perlakuan prebiotik dan sinbiotik

menunjukkan bahwa pemberian ransum SPF dapat meningkatkan jumlah BAL

selama perlakuan. Dalam produk SPF mengandung oligosakarida yang berasal

dari kedelai yaitu rafinosa dan stakiosa (Smiricky et al. 2001) maupun dari ubi

jalar kukus yaitu 0.2 % rafinosa dan 0.14 % maltotriosa (Marlis 2008, belum

dipublikasikan). Oligosakarida dalam ubi jalar mampu mendukung pertumbuhan

Lactobacillus (Nuraida et al. 2004). Rafinosa dan stakiosa tidak diserap oleh usus

Page 98: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

79

halus dan masuk ke dalam usus besar. Dalam usus besar oligosakarida tersebut

dimetabolisme oleh BAL untuk berkolonisasi (Manning et al. 2004).

6

7

8

9

10

11

12

Pengujian pada

Ju

mla

h k

olo

ni

(Lo

g c

fu/g

)

Kontrol

Probiotik

Prebiotik

Sinbiotik

Perlakuan Pasca perlakuan

H0 H1

H0 H1

H5

H0 H1

H5

H0 H1

H10 H1

H0 H1

H10

H0 H1

Gambar 28 Perubahan jumlah BAL pada feses tikus pada kelompok:

(a). Kontrol, (b) Prebiotik (SPF), (c) Probiotik (L. casei

Rhamnosus), (d) Sinbiotik (SPF dan L. casei Rhamnosus).

Dalam 100 g ubi jalar tergelatinisasi diasumsikan mengandung 0.2 %

rafinosa dan 0.14 % maltotriosa (Marlis 2008, belum dipublikasikan). Asumsi

kadar air ubi jalar tergelatinisasi 70 %, maka dalam 100 g tepung ubi jalar kering

akan mengandung 0.007 g rafinosa dan 0.005 g maltotriosa. Menurut Parson et al.

(2001), oligosakarida kedelai terdiri dari 0.58% rafinosa dan 3.23% stakiosa.

Dalam 100 g ransum SPF mengandung 35 g tepung SPF. Dalam 100 g SPF

mengandung 33 g tepung ubi jalar, 15 g tepung kedelai, 12 g tepung tapioka dan

40 g bahan lain (gula, garam dan air). Maka dalam 100 g SPF mengandung 0.38 g

oligosakarida ubi jalar (0.22 g rafinosa dan 0.16 g maltotriosa) dan 0.57 g

oligosakarida kedelai (0.09 g rafinosa dan 0.48 g stakiosa). Dengan kata lain

dalam 100 g SPF mengandung 0.95 g oligosakarida atau 1 g oligosakarida.

Rata-rata jumlah ransum yang dikonsumsi tikus sebesar 15 g/200 g berat

badan tikus. Maka setiap tikus/hari rata-rata mengkonsumsi 0.05 g

Page 99: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

80

oligosakarida/200 g BB tikus. Dengan kata lain jumlah oligosakarida yang

dikonsumsi oleh tikus sebesar 0.26 g oligosakarida/kg BB. Menurut Manning dan

Gibson (2004), konsumsi 4 sampai 8 g FOS dapat menaikkan jumlah

Bifidobacteria dalam pencernaan manusia. Penelitian yang dilakukan oleh

Konsumsi 10 g/hari oligosakarida kedelai dapat meningkatkan jumlah

bifidobacteria dan secara bersamaan akan menurunkan jumlah bakteri patogen

dalam feses manusia secara nyata. Ketika rata-rata berat minimum orang dewasa

50 kg (Bender dan Bender 2001), maka konsumsi oligosakarida kedelai sebesar

0.2 g/kg BB manusia/hari dapat meningkatkan jumlah Bifidobacteria dan

menekan pertumbuhan patogen. Apabila diasumsikan konsumsi oligosakarida

SPF 4 - 8 g/hari maka untuk memenuhi kebutuhan tersebut dapat diperoleh dari

400 - 800 g SPF/hari.

Pengaruh Perlakuan Terhadap Jumlah E. coli Feses Tikus. Perubahan

jumlah E. coli dalam feses tikus (SPF dengan L.casei Rhamnosus) dapat dilihat

pada Gambar 29. Jumlah E. coli dalam feses awal pada kelompok kontrol,

perlakuan prebiotik dan probiotik sama yaitu 8.6 log cfu/g, sedangkan jumlah

awal E. coli feses pada perlakuan sinbiotik sebesar 8.4 log cfu/g. Pada kelompok

kontrol jumlah E. coli selama masa perlakuan dan pasca perlakuan mengalami

kenaikan. Pada perlakuan prebiotik (pemberian ransum perlakuan SPF) selama

masa perlakuan jumlah E. coli dalam feses mengalami penurunan sampai H-1

pasca perlakuan mencapai 7.4 log cfu/g (turun hingga 1.2 log cfu/g), namun

setelah H-1 pasca perlakuan jumlah E. coli dalam feses mengalami peningkatan.

Pola yang sama ditunjukkan pula pada perlakuan probiotik dan sinbiotik. Pada

perlakuan probiotik penurunan jumlah E. coli dalam feses sampai H-1 pasca

perlakuan mencapai 7.0 log cfu/g (turun 1.6 log cfu/g) dan pada perlakuan

sinbiotik mencapai 7.2 log cfu/g (1.2 log cfu/g). Dari ketiga perlakuan,

menunjukkan bahwa pemberian probiotik (suspensi L. casei Rhamnosus) dapat

menurunkan jumlah E. coli dalam feses tertinggi selama perlakuan, penurunan

E.coli dalam feses mencapai 1.6 log cfu/g. Pemberian perlakuan prebiotik dan

sinbiotik juga dapat menurunkan jumlah E. coli. Hasil pengamatan perubahan

jumlah E. coli feses pada pengujian potensi prebiotik SPF dapat dilihat pada

Page 100: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

81

Lampiran 35. Analisis ragam perubahan jumlah E. coli feses pada pengujian

potensi prebiotik SPF dapat dilihat pada Lampiran 36.

Penurunan jumlah E. coli dalam feses selama masa perlakuan pada

kelompok sinbiotik lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok prebiotik.

Adanya prebiotik SPF (maltotriosa, rafinosa, stakiosa) dan suspensi L. casei

Rhamnosus dalam perlakuan sinbiotik membantu menekan jumlah E. coli.

Menurut Gibson (2004), adanya prebiotik menyebabkan sebagian komposisi flora

usus berubah akibat terjadinya fermentasi, termasuk perubahan strain

Bifidobacterium spp, Lactobacillus spp, dan bakteri representatif lainnya seperti

Bacteroides spp, Clostridium spp dan Escherichia coli. Penelitian yang dilakukan

oleh Hirano et al. (2003), menunjukkan bahwa secara in vitro penempelan dan

kolonisasi Escherichia coli enterohemorrhagic (EHEC) dalam sel epitel usus besar

tidak dipengaruhi oleh hadirnya strain Lactobacillus (L. rhamnosus, L.gasseri, L.

casei dan L. plantarum), akan tetapi L.rhamnosus dapat menekan internalisasi

EHEC dalam sel epitel. Pengujian secara in vivo yang dilakukan oleh Suryadjaya

(2005) menunjukkan bahwa pemberian ekstrak ubi jalar pada tikus SD mampu

menekan jumlah E. coli dalam feses, namun meningkatkan jumlah BAL feses.

Efek lebih besar diperoleh ketika pemberian ekstrak ubi jalar disertai dengan

pemberian L.casei Rhamnosus. Penelitian-penelitian ini menunjukkan bahwa ubi

jalar berpotensi untuk mendukung pertumbuhan BAL dan menghambat

pertumbuhan bakteri patogen.

Hasil uji potensi prebiotik ekstrak SPF secara in vitro (kompetisi antara L. casei

Rhamnosus dengan patogen) menunjukkan pertumbuhan patogen uji (E. coli,

B.cereus dan Salmonella) menurun bila dikompetisikan dengan L. casei

Rhamnosus yang ditumbuhkan dalam media yang mengandung ekstrak SPF.

Adanya maltotriosa, rafinosa dan stakiosa yang terkandung dalam SPF dapat

menaikkan jumlah BAL (Gambar 28) dan menurunkan jumlah E. coli (Gambar

29) pada feses tikus. Penelitian tentang pengaruh oligosakarida kedelai terhadap

mikroba pada feses manusia (Hayakawa et al. 1990) menunjukkan bahwa fraksi

stakiosa dan rafinosa dari oligosakarida kedelai dapat difermentasi oleh

Bifidobacterim spp secara in vitro. Konsumsi oligosakarida kedelai sebanyak 10 g

Page 101: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

82

per hari telah dilaporkan meningkatkan jumlah Bifidobacteria dalam feses

manusia secara nyata, dan secara bersamaan menurunkan jumlah bakteri patogen.

6

7

8

9

10

11

12

Pengujian pada

Ju

mla

h k

olo

ni

(Log

cfu

/g)

Kontrol

Probiotik

Prebiotik

Sinbiotik

Pasca perlakuanPerlakuan

H0 H1 H5 H10 H1 H5 H10

Gambar 29 Perubahan jumlah E. coli feses tikus pada kelompok: (a). Kontrol, (b)

Prebiotik (SPF), (c) Probiotik (L.casei Rhamnosus), (d) Sinbiotik

(SPF dan L.casei Rhamnosus).

Pengaruh Pemberian Perlakuan Terhadap Keberadaan Salmonella

sp. Rekapitulasi hasil uji Salmonella dalam feses dapat dilihat pada Tabel 16.

Pada kelompok kontrol, sebelum masa perlakuan, H-5 dan H-10 pasca perlakuan

terdapat 1 sampel yang positif dari 3 sampel yang diujikan. Pada kelompok

probiotik menunjukkan sebelum perlakuan tidak ada sampel yang positif pada

pengujian Salmonella, namun pada H1 perlakuan terdapat 1 sampel yang positif

dari 3 sampel yang diujikan, dan selama masa perlakuan maupun pasca perlakuan

hasil uji Salmonella negatif. Pada kelompok prebiotik menunjukkan pada H-0

perlakuan terdapat 1 sampel yang positif dari 3 sampel yang diujikan dan pada

H-5 terdapat 2 sampel positif dari 3 sampel yang diuji, kemudian pada hari

selanjutnya hasil uji Salmonella negatif. Pada kelompok sinbiotik menunjukkan

uji Salmonella positif atau terdapat 1 sampel positif dari 3 sampel yang diuji pada

H-0, kemudian pada H-1 dan H-5 masa perlakuan, H-1 dan H-5 pasca perlakuan

Page 102: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

83

masing-masing terdapat 2 sampel positif Salmonella dari 3 sampel yang diuji,

sedangkan pada H-10 pasca perlakuan hasil uji Salmonella negatif. Data lengkap

hasil pengamatan keberadaan Salmonella sp dalam feses tikus dapat dilihat pada

Lampiran 37.

Tabel 16 Hasil uji Salmonella dalam feses secara kualitatif pada pengujian

potensi prebiotik SPF dengan L. casei Rhamnosus

Kelompok

Dugaan Salmonella*

Pra

perlakuan

Periode perlakuan, hari ke- Periode pasca perlakuan, hari ke-

1 5 10 1 5 10

Kontrol 1/3 0/3 0/3 0/3 0/3 1/3 1/3

Probiotik 0/3 1/3 0/3 0/3 0/3 0/3 0/3

Prebiotik 1/3 0/3 2/3 0/3 0/3 0/3 0/3

Sinbiotik 1/3 2/3 2/3 0/3 2/3 1/3 0/3

*) jumlah sampel yang menunjukan hasil positif Salmonella/jumlah sampel yang diuji.

Meskipun secara in vitro menunjukkan bahwa L. casei Rhamnosus yang

dikompetisikan dengan Salmonella dapat menekan pertumbuhan Salmonela,

namun secara in vivo pemberian perlakuan belum nampak pengaruhnya dalam

menekan pertumbuhan Salmonella. Hirano et al. (2003), menemukan bahwa

L.casei Rhamnosus yang digunakan secara in vivo tidak mempengaruhi invasi

Salmonella enteritidis yang berpotensi invasif.

Menurut Gallan dan Curtiss (1991) diacu dalam Hirano et al. (2003),

Salmonella mampu menginvasi epitelium dan dapat hidup dalam lingkungan

intracelluler. Menurut Giannella (2006), patogenesis Salmonella dipengaruhi oleh

atribut yang dimilikinya yaitu faktor virulen, yang meliputi: (1) kemampuannya

menginvasi sel, (2) dinding polisakarida yang lengkap, (3) kemampuannya

bereplikasi dalam intraselluler dan (4) kemungkinan berelaborasi dengan toksin.

Setelah menginfeksi, maka Salmonella berkolonisasi dalam ileum dan kolon

kemudian menginvasi epitelium usus. Setelah menginvasi epitelium, Salmonella

berkolonisasi dalam intraselluler dan menyebar ke limposit kemudian dibawa ke

seluruh tubuh oleh sel reticuloendothelial. Gambar 30 menunjukkan terjadinya

invasi Salmonella pada mucosa usus.

Page 103: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

84

Gambar 30 Invasi Salmonella pada mucosa usus (Giannella 2006).

F. PEMBAHASAN UMUM

Berdasarkan hasil pengujian potensi prebiotik ekstrak ubi garut secara in

vitro menunjukkan bahwa L. casei Rhamnosus dapat tumbuh baik dan menekan

patogen (Salmonella sp, E. coli, dan B. cereus) pada media yang mengandung

ekstrak ubi garut. L. casei Rhamnosus mampu memanfaatkan gula-gula sederhana

dan oligosakarida ekstrak ubi garut serta mampu berkompetisi dengan patogen

untuk mengambil substrat dengan baik. Kondisi demikian menyebabkan hasil

metabolisme berupa asam-asam organik yang semakin banyak sehingga pH media

menjadi turun. Adanya asam-asam organik dan terjadinya penurunan pH

lingkungan menyebabkan pertumbuhan patogen terhambat. Krisnayudha (2007),

menunjukkan bahwa dalam ekstrak ubi garut konsentrasi gula-gula sangat

sederhana lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi gabungan dari rafinosa,

FOS, sukrosa dan fruktosa. Meskipun kandungan oligosakarida ubi garut rendah

namun secara in vitro bakteri L. casei Rhamnosus mampu tumbuh dengan baik

karena ketersediaan gula sederhana dalam media yang mengandung ekstrak ubi

Page 104: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

85

garut lebih tinggi dibandingkan kandungan oligosakarida sehingga BAL tersebut

dapat memanfaatkan gula sederhana dengan mudah sebagai sumber energi.

Hasil pengujian secara in vitro berbeda dengan hasil pada pengujian

potensi prebiotik ekstrak ubi garut secara in vivo. Pada pengujian ini gula yang

tersedia untuk digunakan oleh BAL adalah oligosakarida dan bakteri L.casei

Rhamnosus harus bersaing dengan lebih dari satu jenis bakteri yang terdapat

dalam pencernaan tikus. Meskipun demikian, pengujian secara in vivo

menunjukkan terjadinya kenaikan jumlah BAL dan penurunan E. coli pada

kelompok prebiotik, probiotik dan sinbiotik selama diberi perlakuan dibandingkan

dengan kelompok kontrol. Akan tetapi pemberian perlakuan prebiotik dan

sinbiotik belum menunjukkan penghambatan terhadap keberadaan Salmonella sp.

Pada pengujian potensi prebiotik cookies ubi garut secara in vitro

menunjukkan bahwa pertumbuhan BAL uji dalam media yang mengandung

ekstrak cookies ubi garut lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan BAL

uji dalam media yang mengandung ekstrak ubi garut. Sehingga pengujian potensi

prebiotik cookies ubi garut kurang tepat apabila dilakukan secara in vitro, hal ini

dikarenakan kandungan gula sederhana yang terdapat dalam cookies ubi garut

lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan oligosakaridanya. Pertumbuhan

BAL uji dalam media yang mengandung ekstrak cookies ubi garut lebih rendah

dibandingkan dengan pertumbuhan BAL uji dalam media yang mengandung

ekstrak ubi garu, menunjukkan bahwa proses pengolahan dapat mengubah

kandungan gula dan oligosakarida dalam produk. Hal ini juga didukung dengan

hasil penelitian yang dilakukan oleh Jodd et al. (1985), menunjukkan bahwa

proses pengolahan pada lima jenis komoditas leguminose dapat menurunkan

kadar gula sukrosa, rafinosa, stakiosa dan verbakosa.

Hasil pengujian potensi prebiotik ekstrak ubi garut secara in vivo,

menunjukkan bahwa pemberian prebiotik, probiotik dan sinbiotik dapat

meningkatkan jumlah total mikroba feses tikus, meskipun kenaikannya tidak

berbeda nyata. Pengujian ini juga menunjukkan bahwa perlakuan tersebut dapat

meningkatkan jumlah BAL dan menurunkan jumlah E. coli feses selama

perlakuan, serta terjadi kenaikan jumlah E.coli dan penurunan jumlah total

mikroba feses apabila perlakuan dihentikan. Hal ini menunjukkan bahwa gula dan

Page 105: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

86

oligosakarida yang terdapat di dalam ekstrak ubi garut (pemberian prebiotik)

dapat menstimulir pertumbuhan BAL dalam pencernaan tikus. Pemberian

sinbiotik (campuran ekstrak ubi garut dan L.casei Rhamnosus) meningkatkan

jumlah BAL secara nyata. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi simbiosis antara

pemberian ekstrak ubi garut dengan L.casei Rhamnosus sehingga meningkatkan

jumlah BAL feses secara nyata.

Berdasarkan hasil pengujian potensi prebiotik produk olahan ubi jalar

(cookies ubi jalar dan SPF) secara in vitro menunjukkan bahwa seluruh BAL uji

dapat tumbuh dalam media yang mengandung cookies ubi jalar maupun SPF.

L.casei Rhamnosus tumbuh paling baik dalam media yang mengandung ekstrak

SPF dibandingkan jenis BAL uji lainnya, bakteri tersebut juga dapat tumbuh

paling baik dalam media yang mengandung ekstrak lainnya. L.casei Rhamnosus

dapat menekan patogen (E.coli, Salmonella dan B.cereus) pada media yang

mengandung ekstrak SPF. Hal ini dikarenakan L.casei Rhamnosus mampu

memanfaatkan gula-gula sederhana dan oligosakarida yang terdapat dalam ekstrak

SPF serta mampu berkompetisi dengan patogen untuk mengambil substrat dengan

baik. Kondisi demikian menyebabkan hasil metabolisme berupa asam-asam

organik yang bersifat antimikroba semakin banyak sehingga pH di dalam sel

menjadi turun. Terbentuknya asam-asam organik dan terjadinya penurunan pH

media menyebabkan pertumbuhan patogen uji terhambat. Dalam suasana asam,

sifat anti mikroba dari asam lemah menjadi lebih kuat dibandingkan dalam pH

netral.

Mekanisme asam organik atau asam lemah dalam menghambat

pertumbuhan mikroba dikarenakan asam lemah dalam bentuk tidak terurai

(undissociated) bersifat toksik dan non polar dapat menembus fosfolipid dinding

sel mikroba yang non polar. Di dalam sel mikroba yang memiliki pH netral, asam

organik terdissosiasi/terurai menjadi RCOO- dan H

+ (Padan et al. 1981 dan

Slonczewski et al. 1981 diacu dalam Ouwehand dan Vesterlund 2004). Lepasnya

proton dalam sitoplasma menyebabkan pH di dalam sel turun sehingga terjadi pH

gradien akibatnya pertumbuhan mikroba terhambat. Menurut Eklund 1985 diacu

dalam Ouwehand dan Vesterlund 2004, menyatakan bahwa penghambatan

pertumbuhan mikroba bukan karena adanya pelepasan proton melainkan

Page 106: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

87

penyebab utama penghambatan pertumbuhan mikroba karena terjadi akumulasi

anion dalam sel.

Dalam SPF selain mengandung gula-gula sederhana juga terdapat

oligosakarida seperti maltotriosa dan rafinosa dari ubi jalar (Marlis 2008, belum

dipublikasi), rafinosa dan stakiosa dari kedelai (Smiricky 2001) yang berpotensi

sebagai prebiotik. Adanya komponen prebiotik tersebut menyebabkan

pertumbuhan BAL dalam pencernaan dapat terstimulasi dengan baik. Hal ini

dibuktikan dengan terekspresinya kanaikan jumlah BAL feses pada kelompok

prebiotik, probiotik dan sinbiotik. Pemberian perlakuan prebiotik, probiotik dan

sinbiotik juga dapat meningkatkan jumlah total mikroba dan menurunkan jumlah

E.coli feses.

Dalam ekstrak cookies ubi garut, ubi jalar dan SPF yang digunakan pada

penelitian ini masih mengandung gula-gula sederhana yang dengan mudah

digunakan oleh BAL. Oleh karena itu pengujian potensi ekstrak cookies ubi garut,

ubi jalar dan SPF sebagai prebiotik kurang tepat apabila dilakukan secara in vitro

karena BAL akan menggunakan gula-gula sederhana lebih dahulu sebelum

menggunakan oligosakarida. Pertumbuhan BAL dalam media yang mengandung

ektrak cookies ubi garut, ubi jalar dan SPF belum dapat dipastikan bahwa BAL

menggunakan oligosakarida. Pada pengujian secara in vivo, gula-gula sederhana

akan diserap oleh usus halus, oligosakarida masuk ke dalam usus besar.

Selanjutnya oligosakarida tersebut akan digunakan oleh BAL untuk berkolonisasi.

Kenaikan BAL dalam feses tikus yang diberi SPF dapat mencerminkan bahwa

substrat yang diberikan dapat berfungsi sebagai prebiotik. Oleh karena itu, untuk

produk-produk yang mengandung gula sederhana dalam jumlah tinggi, pengujian

potensi prebiotik sebaiknya dilakukan secara in vivo.

Page 107: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

88

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN

Secara in vitro menunjukkan bahwa ekstrak ubi garut dan cookies ubi

garut dapat mendukung pertumbuhan BAL uji (L. casei Rhamnosus, L. casei

shirota, Lactobacillus G3, Lactobacillus F1, B. bifidum, B. longum). L. casei

Rhamnosus dapat tumbuh paling baik diantara BAL uji yang digunakan.

Pertumbuhan L. casei Rhamnosus dalam media yang mengandung ekstrak cookies

ubi garut lebih rendah dibandingkan dengan media yang mengandung ekstrak ubi

garut. Dalam media yang mengandung ekstrak ubi garut, L.casei Rhamnosus

yang dikompetisikan dengan patogen dapat menekan pertumbuhan E. coli sebesar

3.2 log cfu/ml, Salmonella 1.5-3.9 log cfu/ml dan B.cereus 1.4-3.5 log cfu/ml.

Dalam media yang mengandung ekstrak ubi garut, tidak terjadi penurunan jumlah

BAL ketika L.casei Rhamnosus dikompetisikan E.coli, terjadi penurunan jumlah

BAL sebesar 0.2 log cfu/ml bila L.casei Rhamnosus dikompetisikan dengan

Salmonella dan terjadi penurunan jumlah BAL sebesar 0.3 log cfu/ml bila

dikompetisikan dengan B.cereus. Pemberian ekstrak ubi garut (prebiotik) pada

tikus selama 10 hari dapat menurunkan jumlah E. coli sebesar 1.4 log cfu/ml.

Penurunan E.coli lebih besar pada tikus yang diberi suspensi L. casei Rhamnosus

(probiotik) mencapai 1.6 log cfu/ml dan yang diberi kombinasi ekstrak ubi garut

dengan suspensi L. casei Rhamnosus (sinbiotik) mencapai 1.7 log cfu/ml. Hal ini

menunjukkan bahwa ubi garut berpotensi sebagai prebiotik karena mampu

mendukung pertumbuhan BAL (L. casei Rhamnosus) dan menekan pertumbuhan

patogen baik secara in vitro maupun in vivo.

Secara in vitro, menunjukkan bahwa ekstrak ubi jalar maupun hasil

olahan (cookies ubi jalar dan SPF) dapat mendukung pertumbuhan BAL uji

(L. casei Rhamnosus, L. casei Shirota, Lactobacillus G3, Lactobacillus F1,

B. bifidum, B. longum). Pertumbuhan L. casei Rhamnosus dalam media yang

mengandung ekstrak SPF paling tinggi dibandingkan dengan media yang

mengandung ekstrak ubi jalar maupun cookies ubi jalar. L.casei Rhamnosus

dalam media yang mengandung ekstrak SPF mampu menghambat pertumbuhan

Page 108: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

89

patogen E. coli, Salmonella dan B. cereus berturut-turut 3.2 log cfu/ml, 1.5-3.9

log cfu/ml dan 3.0-3.1 log cfu/ml yang dikompetisikan dengan L. casei

Rhamnosus. Dalam media yang mengandung ekstrak SPF, terjadi penurunan

jumlah BAL ketika L.casei Rhamnosus dikompetisikan dengan E. coli sebesar 0.1

log cfu/ml dan terjadi penurunan jumlah BAL ketika L.casei Rhamnosus

dikompetisikan dengan Salmonella atau B. cereus sebesar 0.2 log cfu/ml.

Pemberian 35% SPF (prebiotik) dalam ransum dan kombinasi 35% SPF dalam

ransum dengan suspensi L. casei Rhamnosus (sinbiotik) pada tikus selama 10 hari

dapat menurunkan jumlah E. coli sebesar 1.2 siklus log, sedangkan pemberian

suspensi L. casei Rhamnosus (probiotik) mampu menekan jumlah E.coli sebesar

1.6 siklus log. Dengan demikian SPF berpotensi sebagai prebiotik karena mampu

mendukung pertumbuhan BAL (L. casei Rhamnosus) dan menekan pertumbuhan

patogen baik secara in vitro maupun in vivo.

B. SARAN

Meskipun secara in vitro, cookies ubi garut dan ubi jalar dapat mendukung

pertumbuhan BAL (L. casei Rhamnosus), namun untuk mengetahui potensinya

sebagai prebiotik masih diperlukan penelitian lebih lanjut secara in vivo. Untuk

produk atau ekstrak yang mengandung gula-gula sederhana dalam jumlah banyak,

maka tidak perlu melakukan pengujian secara in vitro akan tetapi langsung

melakukan pengujian secara in vivo. Hal tersebut disebabkan dengan adanya

gula-gula sederhana dipastikan dapat menstimulir pertumbuhan BAL dengan

sangat baik. Untuk itu maka pengujian potensi prebiotik secara in vitro dapat

langsung dilakukan untuk oligosakarida murni (mendekati murni).

Page 109: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

90

DAFTAR PUSTAKA

Adijuwana NT. 2005. Pemanfaatan Ubi Jalar (Ipomea batatas L.) untuk

Mendukung Pertumbuhan Bakteri Asam Laktat [skripsi]. Bogor: Fakultas

Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Alander M et al. 1999. Persistence of Colonization of Human Colonic Mucosa by

a Probiotic Strain, Lactobacillus rhamnosus GG, after Oral Consumption.

Appl Environ Microbiol. 65(1): 351-354

[Anonim]. 2006. Bifidobacterium. http://www.enzymeindia.com/probiotic/

bifidobacterium.asp

[Anonim]. 2007. Arrowroot: Cornstarch Substitute. http://www.localforage.com

/local_forage/2007/05/arrowroot_corns.html

[Anonim]. 2008. Soybean meal, soyabean meal, soya bean meal, sojabean meal,

Manchurian meal. http://www.fao.org/AG/aGa/agap/FRG/AFRIS

/Data/736.htm.

[AOAC] Assosiation of Official Agricultural Chemists. 1984. Virginia: Official

Methods of Analysis.

[AOAC] Assosiation of Official Agricultural Chemists. 1990. Washington:

Official Methods of Analysis.

Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Sedarnawati, Budiyanto S. 1989.

Petunjuk Laboratorium Pengujian Pangan. Bogor: IPB Press

Axelsson L. 2004. Lactic Acid Bacteria : Classification and Physiology. Di dalam:

Salminen S, Wright A dan Ouwehand A, editor. 2004. Lactic Acid Bacteria

Microbiological and Functional Aspects. Ed ke-3, Revised and Expanded.

New York: Marcel Dekker, Inc. hlmn 1-66.

Ballongue J. 2004. Bifidobacteria and Probiotic Action. Di dalam: Salminen S,

Wright A dan Ouwehand A, editor. 2004. Lactic Acid Bacteria

Microbiological and Functional Aspects. Ed ke-3, Revised and Expanded.

New York: Marcel Dekker, Inc. hlmn 67-124.

[BAM] Bacteriological Analytical Manual. 2005. Salmonella. Chapter 5.

Batt CA. 1999. Bacillus cereus. Di dalam: Robinson RK, Batt CA, Patel PD.

2000. Encyclopedia of Food Microbiology. Vol 1. London: Academic Press.

Batt CA. 1999. Lactobacillus. Di dalam: Robinson RK, Batt CA, Patel PD. 2000.

Encyclopedia of Food Microbiology. Vol 1. London: Academic Press.

Belitz HD, Grosch W.1987. Food Chemistry. Translation from the Second

German edition by Hadziyev D. Heidelberg: Springer Verlag

Bender AE, Bender DA. 2001. Food Tables and Labelling. Oxford University

Press.

Page 110: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

91

Bruno EA, Lankaputhra WEV, Shah NP. 2002. Growth, Viability and Activity of

Bifidobacterium spp. In Skim Milk Containing Prebiotics. J Food Sci 67(7).

Chateau N, Deschamps AM, Sassi H. 1993. Distribution of pathogen Inhibition in

the Lactobacillus isolates of a commercial probiotic Consortium. J Appl

Microbiol. 18: 42-44.

Cunniff P. 1995. Official Methods of Analysis of AOAC International. Ed ke-16.

Vol 1B. Virginia: AOAC International.

Dallas GH. 1999. Bifidobacterium. Di dalam: Robinson RK, Batt CA, Patel PD.

2000. Encyclopedia of Food Microbiology. Vol 1. London: Academic Press.

[Depkes RI]. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1991. Daftar

Komposisi Bahan Makanan. Jakarta: Bharata.

Dewanti-Hariyadi R, Anjana N, Suliantari, Nuraida L, Satiawihardja B. 2003.

Teknologi Fermentasi. Petunjuk Praktikum. Bogor: ForATETA Institut

Pertanian Bogor.

Evanikastri. 2003. Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Asam Laktat dari Sampel

Klinis yang Berpotensi sebagai Probiotik [tesis]. Bogor: Program Studi Ilmu

Pangan, Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

[FAO]. Food and Agriculture Organitation of the United Nations. 2007. FAO

Technical Meeting on Prebiotics. Food Quality and Standards Service

(AGNS)

Giannella AR. 2002. Salmonella. General Concepts. Medmicro Chapter 21.

Todar’s Online Textbook of Bacteriology. Kennenth Todar University of

Wisconsin-Madison Department of Bacteriology.

Gibson GR. 2004. Fibre and effects on probiotics (die prebiotic concept). Clinical

Nutrition Supplements, 1: 25-31.

Gibson GR, Wang X. 1993. Regulatory effects of bifidobacteria on growth of

other colonic bacteria. J Applied Bacterioloy 77:412-420.

Gratz S et al. 2006. Lactobacillus rhamnosus Strain GG Modulates Intestinal

Absorption, Fecal Excretion, and Toxicity of Aflatoxin B1 in Rats. J Appl

Environ Microbiol 72(11): 7398–7400.

Harrigan WF. 2000. Laboratory Methods in Food Microbiology. Sandiego:

Academic Press Publishing .

Hidaka H, Eida T, Tazikawa T, Tokunaga T. 1986. Effect of

fructooligosaccharides on intestinal flora and human health. Bifidobacteria

Microflora. 6 ; 5:37-50.

Hirano J, Yoshida T, Sugiyama T, Koide N, Mori I, Yokochi T. 2003. The Effect

of Lactobacillus rhamnosus on Enterohemorrhagic Escherichia coli

Infection of Human Intestinal Cells In Vitro. J Microbiol. Immunol., 47(6) :

405-409.

Jood S, Mehta U, Singh R, Bhat CM. 1985. Effect of Precessing on Flatus

Producing Factors in Legumes. J Agric Food Chem (33): 268-271.

Page 111: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

92

Lingga et al. 1986. Bertanam Umbi-umbian. Jakarta: Penebar Swadaya.

Kay DE. 1973. Root Crops. The Tropical Products Institute. London: Foreign &

Common Wealth office.

Koswara S. 2003. Optimasi Teknologi Pengolahan Sweet Potato Flakes. Di

dalam: Laporan Akhir Penelitian RUSNAS Diversifikasi Pangan Pokok.

Bogor: Pusat Sudi Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor.

Krisnayudha K. 2007. Mempelajari Potensi Garut (Maranta arundiacea L.) dan

Ganyong (Canna edulis, Kerr) untuk Mendukung Pertumbuhan Bakteri

Asam Laktat [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut

Pertanian Bogor.

Makinen AM, Bigret M. 2004. Industrial Use and Production of Lactic Acid

Bacteria. Di dalam : Salminen S, Wright A dan Ouwehand A, editor. 2004.

Lactic Acid Bacteria Microbiological and Functional Aspects. Ed ke-3,

Revised and Expanded. New York: Marcel Dekker, Inc. hlmn 175-198.

Manning TS dan Gibson GR. 2004. Prebiotics. Best Practice & ResearchClinical

Gastroenterology 18(2): 287-298

Manning TS, Rastall R, Gibson G. 2004. Prebiotics and Lactic Acid Bacteria. Di

dalam : Salminen S, Wright A dan Ouwehand A, editor. 2004. Lactic Acid

Bacteria Microbiological and Functional Aspects. Ed ke-3, Revised and

Expanded. New York: Marcel Dekker, Inc. hlmn 407-418.

Marlis A. 2008 (belum dipublikasikan). Pengaruh Pengolahan Terhadap Sifat

Prebiotik (Oligosakarida) Tepung Ubi Jalar (Ipomoea Batatas L), [tesis]. Bogor: Ilmu pangan, Institut Pertanian Bogor.

Meutia YR. 2003. Evaluasi Potensi Probiotik Isolat Klinis Lactobacillus sp Secara

in vitro dan in vivo [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut

Pertanian Bogor.

Nakazawa Y, Hosono A. 1992. Function of Fermented Milk: Challenges for The

Health Sciences. Cambridge: Elsevier Science Publisher Ltd., University

Press.

Naranayan N, Roychoudhury PK, Srivastava A. 2004. Isolation of adh Mutant of

Lactobacillus rhamnosus for production of L(+) lactic acid . J of Biotech

ISSN: 0717-3458. Chile: Pontificia Universidat Catolicade Valparaiso.

Nuraida L, Palupi NS, Anggiarini AN, Pertiwi W. 2004. Pemanfaatan Ubi Jalar

sebagai Prebiotik dan Formulasi Sinbiotik Sebagai Supplemen Pangan.

Bogor: Laporan Akhir Penelitian, RUSNAS Diversifikasi Pangan Pokok,

IPB.

Oku T. 1994. Special Physiology Functions of Newly Develope Mono and

Oligosaccharides. Di dalam: Goldberg, I. (Ed). Function Foods Designer

Foods, Pharmafoods, Nutraceuticals. New York: Chapman and Hall.

Page 112: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

93

Ouwehand AC, Vesterlund S. 2004. Antimicrobial Components from Lactic Acid

Bacteria. Di dalam : Salminen S, Wright A dan Ouwehand A, editor. 2004.

Lactic Acid Bacteria Microbiological and Functional Aspects. Ed ke-3,

Revised and Expanded. New York: Marcel Dekker, Inc. hlmn 375-396.

Palmer JK. 1982. Carbohydrates in sweet potato. Di dalam: Villareal RL dan

Griggs TD (ed.). Sweet Potato Proceedings of The First International

Symposium. Taiwan: AVRDC.

Ramberg J. 2002. Bifidobacteria bifidum. www.glycoscience.org.

Roberfroid MB. 2000. Prebiotics and probiotics: are they functional foods?

American J ClinNut71 (6) : 1682-1687.

Roberfroid MB. 2002. Functional Food Concept and its Application to prebiotics.

Digest Liver Dis 34 (21):105-108.

Salminen S, Roberfroid M, Ramos P, Fonden R. 1998. Prebiotic Substrates and

Lactic Acid Bacteria. Di dalam: Salminen S, Wright A. Lactic Acid Bacteria

Microbiological and Functional Aspects. Ed ke-2, Revised and Expanded.

New York: Marcel Dekker, Inc. hlmn 343-358.

Sceinbach S. 1998. Probiotics: Functionality and Commercial Status.

Biotechnology Advances 16(3): 581-608.

Smiricky MR. 2001. The influence of soy oligosaccharides on apparent and true

ideal amino acid digestibilities and fecal consistency in growing pigs. Iowa

Soybean Association. http://www.soybean.org/worldlitarticles new/

Smirickyandco.workers2001.html.

Surono IS. 2004. Probiotik Susu Fermentasi dan Kesehatan. Jakarta: YAPMMI

(Yayasan Pengasuh Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia).

Suryadjaja A. 2005. Potensi Ubi garut Dan Merah (Ipomea batatas L) Untuk

Pertumbuhan Bakteri Asam Laktat dan Menekan Pertumbuhan Patogen

[skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Syamsir et al. 2007. Praktikum Terpadu Teknologi Pengeringan: Sweet Potato

Flakes. Bogor: Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi

Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Tannock GW. 1999. Probiotic: A Crtical Review. Editor. Wymondham: Horison

Scienctific Press. Elsevier. Biotech Adv 17: 691-693.

Todar K. 2005. The Genus Bacillus. University of Wisconsin-Madison

Department of Bacteriology. http://www.textbookofbacteriology.net/

Bacillus.html.

Tomomatsu H. 1994. Healt Effects of Oligosaccharides. J Food Tech Oct: 61-64.

Tuohy KM, Probert HM, Smejkal CW, Gibson GR. 2003. Using Probiotics and

Prebiotics to Improve Gut Health. Reviews Terapeutic focus. DDT Vol. 8

No. 15 Agustus 2003.

Vuyst LD. 2005. Inhibition of Pathogens by Probiotics and Prebiotics. Di dalam:

The Foionality ang Human Hod, Gastrointestinal-Tract Functionalityu and

Human Health Cluster, Proeuhealth. March 10, 2005.

Page 113: Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut

94

Weese JS. 2002. Probiotics, Prebiotics, and Synbiotics. Elsevier Scien 22(8).

Widayanti NWY. 2005. Mempelajari Potensi Sukun (Artocarpus altilis (Park)

Forberg) dan Pati Garut (Maranta arundiacea L.) Untuk Mendukung

Pertumbuhan Bakteri Asam Laktat [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi

Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Widowati S, Suismono, Surni, Sutrisno, Komalasari O. 2002. Petunjuk Teknis

Proses Pembuatan Aneka Tepung dari Bahan Pangan Sumber Karbohidrat

Lokal. Bogor: Balai Penelitian Pascapanen.

Winarno FG. 1989. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia.

Wilbraham AC, Matta MS. 1992. Pengantar Kimia Organik dan Hayati. Bandung:

Institut Teknologi Bandung.

Young R. 2008. Lactobacillus Rhamnosus GG Powerful Probiotic Strengthens

Digestion and Immunity.

Yuguchi H, Goto T, Okonogi S. 1992. fermented Milks, Lactics Drinks and

Intestinal Microflora. Di dalam: Nakazawa Y, Hosono A, editor. 1992.

functions of Fermented Milk. London: Elsevier.

Yun 2002. Tepung Garut untuk Sindrom Down. Kompas: Minggu 3 Maret 2002.

Zietner CJ, Gibson GR. 1998. An overview of probiotics, prebiotics and

synbiofics in the fitnctional food concept: perspectives and future strategies.

J Int Dairy 8:473-479.