Apa Faktor Resiko Penularannya

10
Apa faktor resiko penularannya? Timbulnya penyakit Kusta pada sesorang tidaklah mudah sehingga tidak perlu ditakuti. Hal ini bergantung pada beberapa faktor antara lain sumber penularan, kuman kusta, daya tahan tubuh, sosial ekonomi, dan iklim. Adapun faktor resiko penularanya adalah : 1. Kontak serumah 2. Daya tahan tubuh 3. Lingkungan padat dan kumuh ) Determinan Penyakit kusta bagi seseorang tidak mudah, dan tidak perlu di takuti. Adapun beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kusta dipengaruhi oleh host, agent, dan environment antara lain: a) Faktor Daya Tahan Tubuh (host). Sebagian besar manusia kebal terhadap penyakit kusta (95%). Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 100 orang yang terpapar, 95 orang tidak menjadi sakit, 3 orang sembuh sendiri tanpa obat, dan 2 orang menjadi sakit. Hal ini belum memperhitungkan pengaruh pengobatan. b) Faktor Kuman (agent). Kuman dapat hidup di luar tubuh manusia antara 1-9 hari tergantung pada suhu atau cuaca,dan hanya kuman kusta yang utuh (solid) saja yang dapat menimbulkan penularan. c) Faktor Sumber Penularan (environment). Faktor lingkungan pada populasi dengan kusta merupakan faktor resiko. Kusta sebagain besar diderita di daerah pemukiman kumuh, pemenuhan personal hygiene yang kurang, dan keadaan sosial ekonomi yang rendah. Pemeliharaan lingkungan rumah dan tempat tinggal

description

Apa Faktor Resiko Penularannya

Transcript of Apa Faktor Resiko Penularannya

Apa faktor resiko penularannya?Timbulnya penyakit Kusta pada sesorang tidaklah mudah sehingga tidak perlu ditakuti. Hal ini bergantung pada beberapa faktor antara lain sumber penularan, kuman kusta, daya tahan tubuh, sosial ekonomi, dan iklim.

Adapun faktor resiko penularanya adalah :

1. Kontak serumah

2. Daya tahan tubuh

3. Lingkungan padat dan kumuh

) Determinan

Penyakit kusta bagi seseorang tidak mudah, dan tidak perlu di takuti. Adapun beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kusta dipengaruhi oleh host, agent, dan environment antara lain:

a) Faktor Daya Tahan Tubuh (host). Sebagian besar manusia kebal terhadap penyakit kusta (95%). Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 100 orang yang terpapar, 95 orang tidak menjadi sakit, 3 orang sembuh sendiri tanpa obat, dan 2 orang menjadi sakit. Hal ini belum memperhitungkan pengaruh pengobatan.

b) Faktor Kuman (agent). Kuman dapat hidup di luar tubuh manusia antara 1-9 hari tergantung pada suhu atau cuaca,dan hanya kuman kusta yang utuh (solid) saja yang dapat menimbulkan penularan.

c) Faktor Sumber Penularan (environment). Faktor lingkungan pada populasi dengan kusta merupakan faktor resiko. Kusta sebagain besar diderita di daerah pemukiman kumuh, pemenuhan personal hygiene yang kurang, dan keadaan sosial ekonomi yang rendah. Pemeliharaan lingkungan rumah dan tempat tinggal penderita yang kontak langsung secara terus menerus dapat dilakukan untuk mengurangi kemunduran keadaan kusta.

PENULARANCara penularannya belum diketahui dengan jelasTapi diduga menular melalui salura pernapasan (droplet infection)Pendapat lain mengatakan bhw penularannya melalui kontak langsung, erat dan berlangsung lamaFaktor-faktor yang mempengaruhi penularan penyakit morbus hansen adalah Umur, Jenis kelamin, Ras,Genetik, Iklim, Lingkungan/sosio ekonomi, Kekekbalan > ( 93 95 % kekebalan pada penyakit lepra)

Menurut Cocrane (1959), terlalu sedikit orang yang tertular penyakit kusta secara kontak kulit dengan kasus-kasus lepra terbuka. Menurut Ress (1975) dapat ditarik kesimpulan bahwa penularan dan perkembangan penyakit kusta hanya tergantung dari dua hal yakni jumlah atau keganasan Mocrobakterillm Leprae dan daya tahan tubuh penderita. Disamping itu faktor-faktor yang berperan dalam penularan ini adalah :

Usia : Anak-anak lebih peka dari pada orang dewasa

Jenis kelamin : Laki-laki lebih banyak dijangkiti

Ras : Bangsa Asia dan Afrika lebih banyak dijangkiti

Kesadaran sosial :Umumnya negara-negara endemis kusta adalah negara dengan tingkat sosial ekonomi rendah

Lingkungan : Fisik, biologi, sosial, yang kurang sehat

1. KependudukanHanya sedikit orang yang akan terjangkit kusta setelah kontak dengan penderita, hal ini disebabkan karena adanya imunitas. M. leprae termasuk kuman obligat intraseluler dan sistem kekebalan yang efektif adalah sistem kekebalan seluler. Faktor fisiologik seperti pubertas, menopause, kehamilan, serta faktor infeksi dan malnutrisi dapat meningkatkan perubahan klinis penyakit kusta. Dari studi keluarga kembar didapatkan bahwa faktor genetik mempengaruhi tipe penyakit yang berkembang setelah infeksi (Depkes RI, 2009).

Sebagian besar (95%) manusia kebal terhadap kusta, hampir sebagian kecil (5%) dapat ditulari. Dari 5% yang tertular tersebut, sekitar 70% dapat sembuh sendiri dan hanya 30% yang dapat menjadi sakit (Depkes RI, 10:2006).

Umur saat didiagnosis kusta lebih dari 15 tahun. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa umur saat didiagnosis kusta lebih dari 15 tahun merupakan faktor risiko yang berpengaruh terhadap terjadinya reaksi kusta. sesuai dengan penelitian Brigitte Ranque, et.al (1997), yang menyimpulkan bahwa umur saat didignosa kusta lebih dari 15 tahun merupakan faktor risiko terjadinya reaksi kusta, sedangkan umur kurang dari 15 tahun cenderung lebih sedikit mengalami reaksi kusta. Hal ini disebabkan karena dalam sistem imun anak, Th2 diduga kuat mampu mengatasi terjadinya infeksi sehingga frekuensi reaksi kusta lebih kecil terjadi pada anak. Sedangkan pada orang dewasa ketersediaan sel T memori lebih banyak dan menyebabkan frekuensi terjadinya reaksi kusta lebih tinggi dan dapat memicu reaksi silang antara antigen M. leprae dengan antigen non M. leprae seperti M. Tuberculosis (Ranque B, 2004).

Schollard D.M, et.al (1994), yang menyatakan bahwa reaksi kusta tipe I ternyata banyak dialami oleh penderita kusta masa adolesens hingga usia yang lebih tua. Reaksi kusta tipe II lebih banyak terjadi pada penderita kusta dalam masa dekade kedua kehidupannya. Hal ini disebabkan karena pengaruh endokrin yang menyebabkan perubahan imunologi pada penderita kusta (Schollard D.M, 1997).

2. LingkunganFaktor lingkungan pada populasi dengan kusta merupakan faktor resiko. Populasi seseorangdengan kusta umumnya berasal dari lingkungan sanitasi tempat tinggal yang buruk. Populasi dengan kusta umumnya terkait dengan higiene sanitasi lingkungan penderita yang buruk yang berkaitan dengan kondisi sosial ekonomi keluarga terutama pada anak. Anak sangat rentan terhadap paparan lingkungan yang kurang mendukung dalam masa pertumbuhan dan perkembangannya sehingga berisiko untuk terkena penyakit infeksi dalam jangka waktu cepat maupun lambat yang tergantung pada status nutrsisi dan imunitas (Anderson, E., & Mc Farlane, J., 2004). Seseorang pada umumnya tertular kusta dari kontak dan tinggal serumah dengan penderita kusta. Muchtar (2007) menyebutkan hasil tes MLPA memberikan hasil positif 65% pada penderita kusta anak dan 34% positif pada kontak serumah.Kusta sebagain besar diderita di daerah pemukiman kumuh, pemenuhan personal hygiene yang kurang, dan keadaan sosial ekonomi yang rendah. Pemeliharaan lingkungan rumah dan tempat tinggal penderita yang kontak langsung secara terus menerus dapat dilakukan untuk mengurangi kemunduran keadaan kusta.

Rumah sehat merupakan situasi yang ideal untuk menghindari terjadi penularan dan perkembangan penyakit kusta. Rumah disebut sehat apabila memenuhi syarat syarat : i. KesehatanSuatu rumah disebut memenuhi syarat kesehatan apabila :Cukup hawa dan aliran udara segar, berarti mempunyai ventilasi yang cukup. Kekuatan bangunano Rumah dengan struktur dan kontruksi bangunan yang cukup kuat sesuai dengan keadaan setempato Rumah yang menggunakan bahan yang cukup kuat, tidak mudah rapuh dan tidak khawatir dapat ambruk sewaktu waktu. Keterjangkauano Secara sosial ekonomis, terjangkau oleh pemilik atau penghuni, baik ongkos / biaya sewa, membeli atau membangun. ii. Kriteria Rumah SehatRumusan yang dikeluarkan oleh APHA (American Public Health Association) bahwa persyaratan rumah sehat :a) Harus memenuhi kebutuhan kebutuhan physiologisb) Harus memenuhi kebutuhan kebutuhan psycologisc) Harus terhindar dari penyakit menulard) Harus terhindar dari kecelakaan kecelakaanSecara umum rumah dapat dikatakan sehat apabila memenuhi kriteria sebagai berikut :a) Memenuhi kebutuhan fisiologis antara lain pencahayaan, penghawaan dan ruang gerak yang cukup, terhindar dari kebisingan yang mengganggu.IX.Diagnosis BandingPada lesi makula differetial diagnosisnya vitiligo, Pitiriasis Versikolor, Ptiriasis alba, Tinea korporis. Pada lesi papul, Granuloma annulare, lichen planus dll. Pada lesi plak, Tinea korporis, Ptiriasis rosea, psoriasis dll. Pada lesi nodul, Acne vulgaris, neurofibromatosis dll. Pada lesi saraf, Amyloidosis, diabetes, trachoma dll.

Vitiligo, makula putih berbatas tegas dan mengenai seluruh tubuh yang mengandung sel melanosit. Vitiligo merupakan hipomelanosis idiopatik yang ditandai dengan makula putih yang dapat meluas. Patogenesis vitiligo ada beberapa yaitu hipotesis autoimun, hipotesis neurohumoral, hipotesis autotoksik dan pajanan terhadap bahan kimia.

Hipotesis autoimun,ada hubungan dengan hipotiroid Hashimoto, anemia pernisiosa dan hipoparatiroid. Hipotesis neurohumeral, karena melanosit terbentuk dari neural crest maka diduga faktor neural berpengaruh. Hasil metabolisme tirosin adalah melanin dan katekol. Kemungkinan ada produk intermediate dari katekol yang mempunyai efek merusak melanosit. Pada beberapa lesi ada gangguan keringat, dan pembuluh darah, terhadap respon transmitter saraf misalnya setilkolin. Hipotesis autotoksik,hasil metabolisme tirosin adalah DOPA lalu akan diubah menjadi dopaquinon. Produk produk dari DOPA bersifat toksik terhadap melanin. Pajanan terhadap bahan kimia, adanya monobenzil eter hidrokuinon pada sarung tangan dan fenol pada detergen.

Gejala klinis vitiligo adalah terdapat repigmentasi perifolikuler. Daerah yang paling sering terkena adalah bagian ekstensor tulang terutama bagian atas jari, periofisial pada mata, mulut dan hidung, tibialis anterior dan pergelangan tangan bagian fleksor. Mukosa jarang terkena, kadang kadang mengenai genitalia eksterna, puting susu, bibir dan ginggiva.

Vitiligo dapat dibagi atas dua yaitu lokal dan generalisata. Vitiligo lokal dapat dibagi tiga yaitu vitiligo fokal adalah makula satu atau lebih tetapi tidak segmental, vitiligo segmental adalah makula satu atau lebih yang distribusinya sesuai dengan dermatom, dan mukosal yang hanya terdapat pada mukosa. Vitiligo generalisata juga dapat dibagi tiga yaitu vitiligo acrofasial adalah depigmentasi hanya pada bagian distal ekstremitas dan muka serta merupakan stadium awal vitiligo generalisata, vitiligo vulgaris adalah makula yang luas tetapi tidak membentuk satu pola, dan vitiligo campuran adalah makula yang menyeluruh atau hampir menyeluruh merupakan vitiligo total.

Ptiriasis versikolor,disebabkan oleh Malaize furfur. Patogenesisnya adalah terdpat flora normal yang berhubungan denganPtiriasis versikolor yaitu Pitysporum orbiculare bulat atau Pitysporum oval. Malaize furfur merupakan fase spora dan miselium. Faktor predisposisi ada dua yaitu faktor eksogen dan faktor endogen. Faktor endogen adalah akibat rendahnya imun penderita dsedangkan faktor eksogen adalah suhu, kelembapan udara dan keringat. Hipopigmentasi dapat disebabkan oleh terjadinya asam dekarbosilat yang diprosuksi oleh Malaize furfur yang bersifat inhibitor kompetitif terhadap enzim tirosinase dan mempunyai efek sitotoksik terhadap melanin.

Gejala klinis Ptiriasis versikolor, kelainannya sangat superfisialis, bercak berwarna-warni, bentuk tidak teratur sampai teratur, batas jelas sampai difus, fluoresensi dengan menggunakan lampu wood akan berwarna kuning muda, papulovesikular dapat ada tetapi jarang, dan gatal ringan. Secara mikroskopik akan kita peroleh hifa dan spora ( spaghetti and meat ball).

Tinea korporis, dermatiofitosis pada kulit tubuh tidak berambut (glabrous skin). Gejala klinisnya adalah lesi bulat atau lonjong, eritema, skuama, kadang papul dan vesikel di pinggir, daerah lebih terang, terkadang erosi dan krusta karena kerokan, lesi umumnya bercak bercak terpisah satu dengan yang lain, dapat polisiklik, dan ada center healing.

Lichen Planus, ditandai dengan adanya papul papul yang mempunyai warna dan konfigurasi yang khas. Papul papul berwarna merah, biru, berskuama, dan berbentuk siku siku. Lokasinya diekstremitas bagian fleksor, selaput lendir, dan alat kelamin. Rasanya sangat gatal, umumnya membaik 1 2 tahun. Hipotesis mengatakan liken planus merupakan infeksi virus.

Psoriasis penyebabnya autoimun bersifat kronik dan residitif. Ditandai dengan adanya bercak bercak eritema berbatas tegas dengan skuama kasar, berlapis lapis dan transparan disertai fenomena tetesan lilin, Auspitz, Koebner. Gejala klinisnya adalah tidak ada pengaru terhadap keadaan umum, gatal ringan, kelainan pada kulit terdiri bercak bercak eritema yang meninggi atau plak dengan skuama diatasnya, eritema sirkumskrip dan merata tapi pada akhir di bagian tengah tidak merata. Kelainan bervariasi yaitu numuler, plakat, lentikuler dan dapat konfluen.

Akne Vulgaris, penyakit peradangan menahun folikel pilosebasea yang umumnya pada remaja dan dapat sembuh sendiri. Gejala klinisnya adalah sering polimorf yang terdiri dari berbagai kelainan kulit, berupa komedo, papul, pustul, nodus dan jaringan parut akibat aktif tersebut, baik jaringan parut yang hipotropik maupun yang hipertopik.

Neuropatik pada diabetes, gejalanyatergantung pada jenis neuropatik dan saraf yang terkena. Beberapa orang dengan kerusakan saraf tidak menunjukkan gejala apapun. Gejala ringan muncul lebih awal dan kerusakan saraf terjadi setelah beberapa tahun. Gejala kerusakan saraf dapat berupa kebas atau nyeri pada kaki, tangan , pergelangan tangan, dan jari jari tangan, maldigestion, diare, konstipasi, masalah pada urinasi, lemas, disfungsi ereksi dll

Defisiensi vitamin B6,gejala klinis termasuk seboroik dermatitis, cheilotis, glossitis, mual, muntah, dan lemah. Pemeriksaan neurologis menunjukka penurunan propiosepsi dan vibrasi dengan rasa sakit dan sensasi temperatur, refleks achilles menurun atau tidak ada.

Defisiensi folat, gejala klinisnya tidak dapat dipisahkan dengan defisiensi kobalamin ( vitamin B12) walaupun demensia lebih dominan. Pasien mengalami sensorimotor poly neuropathy dan demensia.

XII.KomplikasiDi dunia, lepra mungkin penyebab tersering kerusakan tangan. Trauma dan infeksi kronik sekunder dapat menyebabkan hilangnya jari jemari ataupun ekstremitas bagian distal. Juga sering terjadi kebutaan. Fenomena lucio yang ditandai dengan artitis, terbatas pada pasien lepromatosus difus, infiltratif dan non noduler. Kasus klinik yang berat lainnya adalah vaskulitis nekrotikus dan menyebabkan meningkatnya mortalitas. Amiloidos sekunder merupakan penyulit pada penyakit leprosa berat terutama ENL kronik