Antropometri
-
Upload
cecillia-pakpahan-marjorie -
Category
Documents
-
view
93 -
download
7
Transcript of Antropometri
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Status Gizi
1. Pengertian Status Gizi
Status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh
keseimbangan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan. Keseimbangan
tersebut dapat dilihat dari variabel pertumbuhan, yaitu berat badan, tinggi
badan/panjang badan, lingkar kepala, lingkar lengan, dan panjang tungkai
(Gibson, 1990).
2. Penilaian Status Gizi
Untuk menilai status gizi digunakan dua metode penilaian status
gizi, yaitu secara langsung dan tidak langsung. Penilaian status gizi
secara langsung, dapat dibagi menjadi empat penilaian, yaitu penilaian
antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Sedangkan untuk penilaian
status gizi secara tidak langsung, dapat dibagi menjadi tiga yaitu survey
konsumsi makanan, statistic vital, dan faktor ekologi (Supariasa dkk,
2001).
3. Metode Antropometri
Kata antropometri berasal dari bahasa latin antropos yang berarti
manusia (human being). Sehingga antropometri dapat diartikan sebagai
pengukuran pada tubuh manusia (Soekirman, 2000). Metode
9
antropometri mencakup pengukuran dari dimensi fisik dan komposisi
nyata dari tubuh (WHO cit Gibson, 2005). Pengukuran antropometri,
khususnya bermanfaat bila ada ketidakseimbangan antara protein dan
energi. Dalam beberapa kasus, pengukuran antropometri dapat
mendeteksi malnutrisi tingkat sedang maupun parah, namun metode ini
tidak dapat digunakan untuk mengidentifikasi status kekurangan
(defisiensi) gizi tertentu (Gibson, 2005)
Pengukuran antropometri memiliki beberapa keuntungan dan
kelebihan, yaitu mampu menyediakan informasi mengenai riwayat gizi
masa lalu, yang tidak dapat diperoleh dengan bukti yang sama melalui
metode pengukuran lainnya. Pengukuran ini dapat dilakukan dengan
relatif cepat, mudah, dan reliable menggunakan peralatan-peralatan yang
portable, tersedianya metode-metode yang terstandardisasi, dan
digunakannya peralatan yang terkaliberasi. Untuk membantu dalam
menginterpretasi data antropometrik, pengukuran umumnya dinyatakan
sebagai suatu indeks, seperti tinggi badan menurut umur (Gibson, 2005).
4. Jenis Parameter
Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan
mengukur beberapa parameter. Parameter adalah ukuran tunggal dari
tubuh manusia, antara lain : umur, berat badan, tinggi badan, lingkar
lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul, dan tebal
lemak di bawah kulit (Supariasa dkk, 2001).
10
a. Umur.
Umur sangat memegang peranan dalam penentuan status gizi,
kesalahan penentuan akan menyebabkan interpretasi status gizi
yang salah. Hasil penimbangan berat badan maupun tinggi badan
yang akurat, menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan
penentuan umur yang tepat. Kesalahan yang sering muncul adalah
adanya kecenderunagn untuk memilih angka yang mudah seperti 1
tahun; 1,5 tahun; 2 tahun. Oleh sebab itu penentuan umur anak
perlu dihitung dengan cermat. Ketentuannya adalah 1 tahun adalah
12 bulan, 1 bulan adalah 30 hari. Jadi perhitungan umur adalah
dalam bulan penuh, artinya sisa umur dalam hari tidak
diperhitungkan ( Depkes, 2004).
b. Berat Badan
Berat badan merupakan salah satu ukuran yang memberikan
gambaran massa jaringan, termasuk cairan tubuh. Berat badan
sangat peka terhadap perubahan yang mendadak baik karena
penyakit infeksi maupun konsumsi makanan yang menurun. Berat
badan ini dinyatakan dalam bentuk indeks BB/U (Berat Badan
menurut Umur) atau melakukan penilaian dengam melihat
perubahan berat badan pada saat pengukuran dilakukan, yang
dalam penggunaannya memberikan gambaran keadaan kini. Berat
badan paling banyak digunakan karena hanya memerlukan satu
11
pengukuran, hanya saja tergantung pada ketetapan umur, tetapi
kurang dapat menggambarkan kecenderungan perubahan situasi
gizi dari waktu ke waktu (Djumadias Abunain, 1990).
c. Indeks BB/U
Berat badan adalah parameter antropometri yang sangat labil.
Dalam keadaan normal, keadaan kesehatan baik dan keseimbangan
antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin, maka berat badan
akan bertambah mengikuti pertambahan umur. Sebaliknya dalam
keadaan yang abnormal, terdapat 2 kemungkinan perkembangan
berat badan, yaitu dapat berkembang lebih cepat atau lebih lambat
dari keadaan normal. Mengingat karakteristik berat badan yang
labil, maka penggunaan indeks BB/U lebih menggambarkan status
seseorang saat ini (current nutritional status) (Supariasa dkk, 2001).
Kelebihan dalam penggunaan indeks BB/U sebagai parameter
antropometri yaitu: 1) Dapat dengan mudah dan cepat dimengerti
oleh masyarakat umum; 2) Sensitif untuk melihat perubahan status
gizi dalam jangka waktu pendek; 3) Dapat mendeteksi kegemukan
(Soekirman, 2000).
12
Tabel 2.1 . Penilaian Status Gizi berdasarkan Indeks BB/U,TB/U, BB/TB
Standart Baku Antropometeri WHO-NCHS
No Indeks yang dipakai Batas Pengelompokan Sebutan Status Gizi
1 BB/U < -3 SD Gizi buruk
- 3 s/d <-2 SD Gizi kurang
- 2 s/d +2 SD Gizi baik
> +2 SD Gizi lebih
2 TB/U < -3 SD Sangat Pendek
- 3 s/d <-2 SD Pendek
- 2 s/d +2 SD Normal
> +2 SD Tinggi
3 BB/TB < -3 SD Sangat Kurus
- 3 s/d <-2 SD Kurus
- 2 s/d +2 SD Normal
> +2 SD Gemuk
Sumber : Depkes RI 2004.
Selain memiliki kelebihan, indeks BB/U juga mempunyai beberapa
kelemahan, yaitu: 1) Dapat terjadi interprestasi yang salah apabila
terdapat pembengkakan, oedem, atau asites; 2) Sulitnya diperoleh
data umur yang akurat, terutama di negara-negara berkembang; 3)
Dapat terjadi kesalahan pengukuran akibat pengaruh dari pakaian
atau gerakan anak saat penimbangan; 4) Faktor sosial budaya
setempat dapat mempengaruhi orangtua untuk tidak menimbang
anaknya (Soekirman, 2000).
13
d. Tinggi Badan
Tinggi badan memberikan gambaran fungsi pertumbuhan yang
dilihat dari keadaan kurus kering dan kecil pendek. Tinggi badan
sangat baik untuk melihat keadaan gizi masa lalu terutama yang
berkaitan dengan keadaan berat badan lahir rendah dan kurang gizi
pada masa balita. Tinggi badan dinyatakan dalam bentuk Indeks
TB/U ( tinggi badan menurut umur), atau juga indeks BB/TB (
Berat Badan menurut Tinggi Badan) jarang dilakukan karena
perubahan tinggi badan yang lambat dan biasanya hanya dilakukan
setahun sekali. Keadaan indeks ini pada umumnya memberikan
gambaran keadaan lingkungan yang tidak baik, kemiskinan dan
akibat tidak sehat yang menahun ( Depkes RI, 2004).
Berat badan dan tinggi badan adalah salah satu parameter penting
untuk menentukan status kesehatan manusia, khususnya yang
berhubungan dengan status gizi. Penggunaan Indeks BB/U, TB/U
dan BB/TB merupakan indikator status gizi untuk melihat adanya
gangguan fungsi pertumbuhan dan komposisi tubuh (M.Khumaidi,
1994).
Penggunaan berat badan dan tinggi badan akan lebih jelas dan
sensitive/peka dalam menunjukkan keadaan gizi kurang bila
dibandingkan dengan penggunaan BB/U. Dinyatakan dalam
BB/TB, menurut standar WHO bila prevalensi kurus/wasting < -
14
2SD diatas 10% menunjukan suatu daerah tersebut mempunyai
masalah gizi yang sangat serius dan berhubungan langsung dengan
angka kesakitan.
5. Z skore
Pengukuran Skor Simpang Baku (Z-score) dapat diperoleh dengan
mengurangi Nilai Induvidual Subjek (NIS) dengan Nilai Median Baku
Rujukan (NMBR) pada umur yang bersangkutan, hasilnya dibagi dengan
Nilai Simpang Baku Rujukan (NSBR). Atau dengan menggunakan
rumus:
Status gizi berdasarkan rujukan WHO-NCHS dan kesepakatan
Cipanas 2000 oleh para pakar Gizi dikategorikan seperti diperlihatkan
pada tabel 3 diatas serta di interpretasikan berdasarkan gabungan tiga
indeks antropometri seperti yang terlihat pada tabel 2.2.
Z-score = (NIS-NMBR) / NSBR
15
Tabel 2.2. Interpretasi Status Gizi Berdasarkan Tiga Indeks Antropometri
(BB/U,TB/U, BB/TB Standart Baku Antropometeri WHO-NCHS)
Indeks yang digunakan No BB/U TB/U BB/TB
Interpretasi
1 Rendah Rendah Normal Normal, dulu kurang gizi
Rendah Tinggi Rendah Sekarang kurang ++
Rendah Normal Rendah Sekarang kurang +
2 Normal Normal Normal Normal
Normal Tinggi Rendah Sekarang kurang
Normal Rendah Tinggi Sekarang lebih, dulu kurang
3 Tinggi Tinggi Normal Tinggi, normal
Tinggi Rendah Tinggi Obese
Tinggi Normal Tinggi Sekarang lebih, belum obese
Keterangan : untuk ketiga indeks ( BB/U,TB/U, BB/TB) :
Rendah : < -2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS
Normal : -2 s/d +2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS
Tinggi : > + 2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS
Sumber : Depkes RI 2004.
6. Kategori Status Gizi
Berdasarkan SK Menkes RI No; 920/Menkes/SK/VIII/2002, status
gizi dikategorikan menjadi:
a. Gizi Lebih : Apabila nilai Z score yang diperoleh > 2 SD
b. Gizi baik : Apabila nilai Z score yang diperoleh -2 SD s.d
+2 SD
16
c. Gizi Kurang : Apabila nilai Z score yang diperoleh < -2 SD s.d
-3 SD
d. Gizi buruk : Apabila nilai Z score yang diperoleh <-3 SD
7. Faktor-faktor yang mempengaruhi statu kecukupan gizi pada bayi
Status gizi dipengaruhi oleh konsumsi makanan dan penggunaan
zat-zat gizi di dalam tubuh. Bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi
dan digunakan secara efisien akan tercapai status gizi optimal yang
memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan
kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin
(Almatsir, 2001).
Selain konsumsi makanan, tingkat pengetahuan ibu juga
mempengaruhi status gizi bayi, kebiasaan yang salah atau kurang tepat
dalam pemberian makanan pada bayi akan mempengaruhi status gizi
bayi. Kesalahan pemberian makan pada bayi dapat diartikan sebagai
kekeliruan dalam menyajikan makanan, baik dari segi jenis jumlah dan
waktu pemberian. Dalam keadaan demikian diperlukan pengetahuan
yang cukup agar anak dapat terjamin kebutuhan gizi akibat pengetahuan
tentang makanan bergizi bagi anak yang dimiliki ibunya (Burhanudin,
2006).
Pertumbuhan dan perkembangan bayi dan balita sebagian besar
ditentukan oleh jumlah ASI yang diperoleh, termasuk energi dan zat gizi
17
lainnya yang terkandung di dalam ASI tersebut. ASI tanpa bahan
makanan lain dapat mencukupi kebutuhan pertumbuhan usia sekitar
enam bulan. Pemberian ASI tanpa pemberian makanan lain selama enam
bulan tersebut dengan menyusui secara eksklusif.
Pada bukti-bukti yang telah ada menunjukkan bahwa pada tingkat
populasi dasar, pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan adalah cara yang
paling optimal dalam pemberian makan kepada bayi. Setelah 6 bulan,
biasanya bayi membutuhkan lebih banyak zat besi dan seng daripada
yang tersedia didalam ASI – pada titik inilah, nutrisi tambahan bisa
diperoleh dari sedikit porsi makanan padat.
Menurut WHO, terjadinya kekurangan gizi dalam hal ini gizi
kurang dan gizi buruk lebih dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni,
penyakit infeksi dan asupan makanan yang secara langsung berpengaruh
terhadap kejadian kekurangan gizi, pola asuh serta pengetahuan ibu juga
merupakan salah satu faktor yang secara tidak langsung dapat
berpengaruh terhadap kekurangan gizi. (Herwin. B. 2004).
Faktor yang menyebabkan kurang gizi telah diperkenalkan
UNICEF dan telah digunakan secara internasional, yang meliputi
beberapa tahapan penyebab timbulnya kurang gizi pada anak balita, baik
penyebab langsung, tidak langsung, akar masalah dan pokok masalah.
18
Berdasarkan Soekirman dalam materi Aksi Pangan dan Gizi nasional
(Depkes, 2000), penyebab kurang gizi dapat dijelaskan sebagai berikut:
Pertama, penyebab langsung yaitu makanan anak dan penyakit
infeksi yang mungkin diderita anak. Penyebab gizi kurang tidak hanya
disebabkan makanan yang kurang tetapi juga karena penyakit. Anak yang
mendapat makanan yang baik tetapi karena sering sakit diare atau
demam dapat menderita kurang gizi. Demikian pada anak yang
makannya tidak cukup baik maka daya tahan tubuh akan melemah dan
mudah terserang penyakit. Kenyataannya baik makanan maupun penyakit
secara bersama-sama merupakan penyebab kurang gizi.
Kedua, penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan di
keluarga, pola pengasuhan anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan
lingkungan. Ketahanan pangan adalah kemampuan keluarga untuk
memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarga dalam jumlah
yang cukup dan baik mutunya. Pola pengasuhan adalah kemampuan
keluarga untuk menyediakan waktunya, perhatian dan dukungan terhadap
anak agar dapat tumbuh dan berkembang secara optimal baik fisik,
mental, dan sosial. Pelayanan kesehatan dan sanitasi lingkungan adalah
tersedianya air bersih dan sarana pelayanan kesehatan dasar yang
terjangkau oleh seluruh keluarga.
19
Faktor-faktor tersebut sangat terkait dengan tingkat pendidikan,
pengetahuan, dan ketrampilan keluarga. Makin tinggi pendidikan,
pengetahuan dan ketrampilan terdapat kemungkinan makin baik tingkat
ketahanan pangan keluarga, makin baik pola pengasuhan anak dan
keluarga makin banyak memanfaatkan pelayanan yang ada. Ketahanan
pangan keluarga juga terkait dengan ketersediaan pangan, harga pangan,
dan daya beli keluarga, serta pengetahuan tentang gizi dan kesehatan
B. Lama Waktu Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI)
1. Makanan Pendamping ASI
a. Pengertian
Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) adalah makanan
bergizi yang diberikan disamping ASI kepada bayi berusia enam bulan
keatas atau berdasarkan indikasi medic, sampai anak berusia dua puluh
empat bulan untuk mencapai kecukupan gizi (Depkes, 2000).
MP-ASI merupakan proses transisi dari asupan yang semata
berbasis susu menuju ke makanan yang semi padat. Untuk proses ini juga
dibutuhkan ketrampilan motorik oral. Ketrampilan motorik oral
berkembang dari refleks menghisap menjadi menelan makanan yang
berbentuk bukan cairan dengan memindahkan makanan dari lidah bagian
depan ke lidah bagian belakang (Depkes,2000).
20
b. Jenis MP-ASI
Beberapa jenis MP-ASI yang sering diberikan adalah :
1). Buah, terutama pisang yang mengandung cukup kalori. Buah jenis
lain yang sering diberikan pada bayi adalah : papaya, jeruk, dan
tomat sebagai sumber vitamin A dan C.
2). Makanan bayi tradisional :
a). Bubur susu buatan sendiri dari satu sampai dua sendok makan
tepung beras sebagai sumber kalori dan satu gelas susu sapi
sebagai sumber protein.
b). Nasi tim saring, yang merupakan campuran dari beberapa
bahan makanan, satu sampai dua sendok beras, sepotong
daging, ikan atau hati, sepotong tempe atau tahu dan sayuran
seperti wortel dan bayam, serta buah tomat dan air kaldu.
3). Makanan bayi kalengan, yang diperdagangkan dan dikemas dalam
kaleng, karton, karton kantong (sachet) atau botol : untuk jenis
makanan seperti ini perlu dibaca dengan teliti komposisinya yang
tertera dalam labelnya.
c. Jadwal Pemberian Makanan Bayi
Bayi dapat diberikan makanan dengan jadwal sebagai berikut :
21
Tabel 2.3. Jadwal Pemberian Makanan pada Bayi
Umur (bulan) Makanan Jumlah Sehari Jam
0 – 6 ASI saja Sesuka bayi ---
6 – 9 ASI
Buah
Bubur susu
Nasi tim saring
Sesuka bayi
2 kali
1 kali
2 kali
---
10.00
16.00
08.00
13.00
18.00
9 – 12 ASI
Buah
Nasi tim
Sesuka bayi
2 kali
3 kali
---
10.00
16.00
08.00
13.00
18.00
Menurut WHO Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang dianggap baik
adalah apabila memenuhi beberapa kriteria hal berikut :
a). Waktu pemberian yang tepat, artinya MP-ASI mulai diperkenalkan
pada bayi ketika kebutuhan bayi akan energy dan zat-zat melebihi
dari apa yang didapatkannya memalui ASI
b). Memadai, maksudnya adalah MP-ASI yang diberikan member
energy, protein dan zat gizi mikro yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan zat gizi anak.
c). Aman, makanan yang diberikan bebas dari kontaminasi
mikroorganisme baik pada saat disiapkan, disimpan maupun saat
diberikan pada anak.
22
d). Dikonsumsi dengan selayaknya, yaitu makanan yang diberikan
harus sesuai dengan tanda-tanda nafsu makan dan kekenyangan
anak (WHO, 1998)
Tabel 2.4. Rekomendasi Pemberian Makanan Bayi
a. Mulai menyusui Dalam waktu 30-60 menit setelah
melahirkan
b. Menyusui eksklusif Umur 0-6 bulan pertama
c. Makanan Pendamping ASI
(MP-ASI)
Mulai diberikan pada umur setelah enam
bulan (Umur yang tepat bervariasi, atau bila
bayi menunjukkan kesiapan neurologist dan
neuromuskuler)
d. Teruskan Pemberian ASI Sampai anak berumur dua tahun atau lebih
Sumber:WHO (1998)
2. Lama Waktu Pemberian MP-ASI dini
Masa bayi dan balita merupakan masa kritis dalam rangka
mendapatkan sumber daya manusia yang berkualitas, terlebih pada periode 2
tahun pertama merupakan masa emas untuk pertumbuhan dan perkembangan
otak yang optimal (Aswar, 2004). Bahkan bila dinyatakan dengan satuan berat
badan, kebutuhan bayi akan zat-zat gizi, adalah yang paling tinggi karena bayi
sedang ada dalam periode pertumbuhan yang sangat pesat (Sediaoetama,
2004).
23
Agar dapat tercapai status gizi yang baik pada bayi, maka diperlukan
pemberian makanan yang tepat, sesuai dengan kebutuhan. Pada prinsipnya,
ada dua tujuan pengaturan makanan pada bayi dan anak. Pertama adalah
memberikan zat gizi yang cukup bagi kebutuhan hidup, yaitu untuk
pemeliharaan dan atau pemulihan serta peningkatan kesehatan, pertumbuhan
dan perkembangan fisik dan psikomotor, serta melakukan aktifitas fisik.
Sedangkan yang kedua adalah untuk mendidik kebiasaan makan yang baik
(RSCM dan Persatuan Ahli Gizi Indonesia, 2003)
Disamping ASI eksklusif yang diberikan kepada bayi hingga umur 6
bulan, pemberian ASI kepada bayi di Indonesia dianjurkan sampai sekitar
umur 2 tahun. Selanjutnya, diberikan makanan tambahan yang diberikan
secara bertahap agar alat pencernaan bayi dapat beradaptasi (Sediaoetama,
2004). Jumlah kalori dan ASI yang diberikan kepada bayi sampai umur 2
tahun, dengan mengurangi ASI secara bertahap sedangkan makanan
tambahan secara bertingkat diberikan, diperlihatkan pada Gambar II.1
24
Umur
(Bulan)
0-3 300 kal
3-6 500 kal
6-9 ASI Sangat
lembek 800 kal
9-12 Lembek 900 kal
12-18 Lunak 1100 kal
18-24 Semi padat 1300 kal
>2 th Padat-Tipe makanan dewasa di keluarga
Gambar II.1. Peralihan ASI ke Makanan Dewasa (menyapih)
Menurut Depkes (2000), makanan pendamping (MP) ASI sebaiknya
diberikan saat bayi sudah berusia di atas 6 bulan. Hal ini didasarkan pada
indikasi medis hingga anak mencapai usia 24 bulan untuk mencapai
kecukupan gizi. MP ASI merupakan proses transisi dari asupan yang semata
berbasis susu menuju makanan yang semi padat. Untuk proses ini juga
dibutuhkan ketrampilan motorik oral. Ketrampilan motorik oral berkembang
dari refleks menhisap menjadi menelan makanan yang berbentuk bukan
cairan dengan memindahkan makanan dari lidah bagian depan ke lidah bagian
belakang.
Menurut WHO pemberian MP ASI harus disesuai dengan waktu
pemberian yang tepat, memadai, aman dan dikonsumsi dengan selayaknya .
25
Bayi yang diberikan MP-ASI dalam waktu yang semakin awal memiliki
kecenderungan mempunyai status gizi yang kurang dibandingkan dengan bayi
yang diberikan MP-ASI tepat pada waktunya yaitu mulai usia 6
bulan(Depkes,2000).
26
E.` Kerangka Teori
Gambar II.2 : Kerangka Teori Faktor-faktor yang mempengaruhi status Gozi
Sumber: Almatsir, 2001, Herwin. B. 2004,Soekirman (2000), Unicef (1998)
Asupan Makanan Bayi Pemberian MP-ASI dini
Tentang lama waktu pemberian MP-ASI
Status Gizi Bayi
Pola pengasuhan anak
Ketahanan pangan di keluarga
Pelayanan kesehatan dan kesehatan
Pengetahuan
Tentang Pemberian MP-
Penyakit Infeksi
27
E. Kerangka Konsep
Gambar II.3 : Kerangka Konsep
F. Hipotesa
Ada hubungan lama waktu pemberian MP-ASI dini dengan status gizi
bayi (6-12) bulan
Lama Waktu Pemberian MP-ASI dini Status Gizi
Pemberian MP-ASI Dini