Farmakologi Antasida, Antagonis Reseptor H2, Obat Digestiva, Antidiare
ANTIDIARE
-
Upload
feby-shyntia-afiranti -
Category
Documents
-
view
242 -
download
17
Transcript of ANTIDIARE
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI
ANTIDIARE
Disusun oleh :Nisa Nurliana 140510060001
Carolina Deviana 140510060003
Ika Kartikawati 140510060005
Irani Salvatiara 140510060007
Yeza Anadra F. 140510060009
LABORATORIUM FARMAKOLOGI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2009
Pengujian Antideare
I. Tujuan
Setelah melakukan percobaan ini, mahasiswa diharapkan mengetahui
sejauh mana aktivitas obat antidiare dapat memperlambat gerak peristaltic usus
hewan percobaan yang dilihat dari jarak tempuh tinta cina pada usus hewan
percobaan.
II. Prinsip
Obat yang berkhasiat antidiare dapat mengurangi / memperlambat gerak
peristaltic usus dari hewan percobaan, yang ditandai dengan makin kecilnya nilai
rasio yang dihasilkan dari perhitungan. Dimana rasio merupakan perbandingan
antara jarak yang ditempuh tinta cina ( bagian usus berwarna gelap ) dibandingkan
dengan panjang keseluruhan usus. Dengan pemberian obat antidiare, jarak yang
dilalui tinta cina akan semakin kecil ( karena berkurangnya gerak peristaltic usus
mencit ).
III. Teori
Saluran cerna berfungsi untuk menyerap zat makanan, zat-zat penting, garam dan
air serta mengekskresi bagian makanan yang tak diserap dan sebagian hasil kahir
metabolisme. Dengan proses pencernaan yaitu proses penguraian dengan bantuan
enzim, diubah protein, karbohidrat dan lemak, menjadi bentuk yang dapat diserap.
Zat yang bekerja pada refleks defekasi
Alkkohol polivalen terutama gliserin dan sorbit, dapat digunakan dalam
bentuk suppositoria atau mikrolisma untuk menimbulkan refleks defekasi.
Terutama cara ini dianjurkan pada bayi dan anak-anak.
Terapi Diare
Yang disebut diare adalah pengeluaran feses cair atau seperti bubur
berulang kali (lebih dari tiga kali sehari). Pada penyakit usus halus atau usus besar
bagian atas, akan diekskresi feses dalam jumlah banyak dan mengandung air
dalam jumlah besar, penyakit pada kolon bagian distal menyebabkan diare dalam
jumlah sedikit.
Berdasarkan tinjauan patogenetik dibedakan beberapa mekanisme penyebab
sebagai berikut:
1. Kurangnya absorpsi zat osmotik dari lumen usus (diare osmotik),
2. Meningkatnya sekresi elektrolit dan air ke dalam lumen usus (diare
sekretorik),
3. Naiknya permeabilitas mukosa usus atau
4. Terganggunya motilitas usus.
Seringkali beberapa mekanisme bersama-sama ikut ambil bagian.
Diare osmotik dapat disebabkan oleh sindrom malacerna (maldigesti) atau
malabsorpsi serta akibat pemasukan zat yang sukar diabsorpsi (bandingkan
osmolaksansia). Jika makanan dihentikan diare osmotik akan berhenti.
Diare sekretori seringkali disebabkan oleh toksin bakteri yang
mengaktivkan adenilatsiklase dalam sel mukosa sehingga cAMP akan dibentuk
lebih banyak. Disamping toksin kolera, toksin Salmonella dan Shigella serta galur
Coli patogen juga menyebabkan diare sekretorik. (Sebagian besar diare musim
panas dan diare perjalanan disebabkan oleh suatu toksin Eschericia coli).
Penyebab lain diare sekretorik ini adalah zat endogen, misalnya polipeptida usus
vasoaktif (Vasoactive Intestinal Polypeptide, VIP).
Berbeda dengan diare osmotik, diare-diare sekretorik juga tetap terjadi
pada pasien yang puasa.
Peningkatan permeabilitas mukosa usus dapat terjadi karena penyakit pada
usus halus dan usus besar (misal colitis ulserosa atau karsinoma kolon) atau
karena tidak terabsorpsinya asam empedu. Diare khologen semacam ini
ditemukan setelah reseksi ileum, yang merupakan tempat utama reabsorpsi
kembali asam empedu. Asam empedu yang masuk ke kolon akan memperbesar
masuknya air dan elektrolit ke lumen usus dan disini akan menyebabkan diare.
Jika kehilangan asam empedu melampaui kapasitas sintesis di hati, terjadi
pengurangan absorpsi lemak sehingga timbul feses berlemak (steatorea).
Peningkatan motilitas intestin yang merupakan penyebab diare ditemukan
misalnya pada hipertireosis.
Terapi diare harus disesuaikan dengan penyebabnya. Diare perjalanan dan
diare musim panas akut merupakan penyakit yang sembuh sendiri (self limiting
disease) dan tidak memerlukan penanganan dengan obat-obat khusus.
Penanganan terapeutik yang terpenting adalah penggantian cairan dan
elektrolit secukupnya. Pada umumnya cukup diberikan limun yang mengandung
gula secara oral denagn penambahan garam dapur atatu diberikan larutan glukosa
elektrolit yang diminum (20 g glukosa; 3,5 g NaCl; 2,5 g NaHCO3; 1,5 g KCl; air
ad 1000 ml, preparat dagang antara lain Elotrans®).
Pada kehilangan cairan dan elektrolit dalam jumlah besar, perlu diberi
substitusi secara parenteral.
Sebagai penunjang dapat digunakan adsorbensia (karbon aktif,
silikondioksida, koloida, kaolin), zat pengembang (misalnya pektin) atau
adstringensia (preparat yang mengandung tanin, misalnya Tannalbin®, garam
bismut atau garam perak, misalnya Karaya bismuth, Adsorgan®).
Adstringensia adalah senyawa yang dengan protein dalam larutan netral
atau asam lemah akan membentuk endapan yang tak larut, terasa kesat, dan jika
diberikan mukosa akan bekerja menciutkan. Zat ini akan menyebabkan perapatan
dan penciutan lapisan sel terluar. Juga sekresi jaringan yang meradang kana
dihambat.
Jelaslah bahwa antara kerja adstringen dan kerja mengikis hanya berbeda
secara kuantitatif: jika suatu adstringensia, terutama garam logan yang bekerja
secara adstringen digunakan dalam konsentrasi terlalu tinggi, maka zat ini dapat
menembus lapisan sel teratas dan juga menyerang lapisan dibawahnya.
Antibiotika atau desinfektan usus (misalnya turunan hidroksikuinolin)
jangan diberikan pada diare ringan seperti diare perjalananatau diare musim
panas, karena kerjanya tidak terbukti, sebaliknya harus diperhitungkan efek
sampingnya.
Setelah pemberian dosis tinggi dan jangka waktu lama preparat yang
mengandung hidroksikuinolin (misalnya Mexaform®),terutama di Jepang terlihat
terjadinya penyakit SMON (subacute myelo-optic neuropathy). Disini terjadi
polineuropati, kegagalan jalur piramidal, gangguan kandungan kemih, rektum
serta gangguan penglihatan.
Juga salmonelosis (mislanya tifus) tidak lagi secara rutin ditanggulangi
dengan antibiotika, karena ini akn menyebabkan dipertlambatnya pengeluaran
mikroba.
Sebaliknya pada shigelosis parah dan yersiniosis dengan diare dan
perdarahan usus yang hebat, disamping pemberian elektrolit dan cairan diperlukan
antibiotika misalnya sefalosporin pada shigelosis, tetrasiklin atau aminiglikosida
pada infeksi dengan Yersinia enterocolica atau Campylobacter.
Diare terus menerus (kronis) yang berlangsung lebih dari dua minggu
harus mendapatkan diagnosis yang teliti serta terapi yang sesuai dengan gejala
penyakit (diare merupakan gejala dan bukan penyakit).
Pada diare khologen dapat diberikan damar penukar ion (misalnya
kolestiramin), pada steatorea diberikan trigliserida rantai sedang.
Preparat yang menghambat peristaltik, yang bekerja pada reseptor opiat,
misalnya tinctur opium, difenoksilat (komponen dalam Reasec®) atau loperamida
(Imodium®) digunakan antara lain pada diare akibat motilitas. Jika senyawa ini
digunakan pada diare akibat bakteri, maka karena usu yang diam dapat terjadi
bahaya meningkatnya produksi toksin dan kurangnya ekskresi toksin
tersebut(Mutschler, 1991).
Penggolongan obat diare:
1. Kemoterapeutika
Untuk terapi kausal, yaitu memberantas bakteri penyebab diare dengan
antibiotika, sulfonamida, furazolidin, dan kliokinol.
2. Obstipansia
Untuk pengobatan simtomatis yang dapat menghentikan diare dengan
cara:
a. Zat penekan peristaltik usus
Candu dan alkaloidnya, derivat petidin (definoksilat dan
loperamin) dan antikolinergik (atropin, ekstrak belladon).
b. Adstringensia
Zat yang dapat menciutkan selaput lender usus, misalnya
tanalbumin, garam-garam bismuth dan aluminium.
c. Adsorbensia
Zat yang dapat menyerap pada permukaannya zat-zat racun yang
dihasilkan oleh bakteri (toksin) atau yang berasal dari makanan,
misalnya: karbon, mucilage, kaolin, pektin, garam-garam bismuth
dan garam-garam aluminium.
3. Spasmolitika
Obat yang dapat menghilangkan kejang-kejang.
Metode pengujian aktivitas anti diare di sini, ditujukan terbatas
pada aktivitas obat yang dapat memperlambat peristaltik usus, sehingga
mengurangi frekuensi defekasi dan memperbaiki konsistensi feses, yaitu
metode proteksi terhadap diare oleh oleum ricini.
Obat yang berkhasiat aantidiare dapat melindungi hewan
percobaan mencit terhadap diare yang diinduksi dengan oleum ricini.
Oleum Ricini
Oleum ricini atau minyak jarak adalah minyak lemak yang diperoleh
dengan perasan dingin biji Ricinus communis L. yang telah dikupas.
Pemerian: cairan kental, jernih, kuning pucat atau hampir tidak berwarna,
bau lemah; rasa manis kemudian agak pedas, umumnya memualkan.
Khasiat dan penggunaannya sebagai laksativum.
Oleum ricini mengandung kandungan trigliserida asam risinoleat yang
dihidrolisis di dalam usus halus oleh lipase pankreas menjadi gliserin dan asam
risinolat. Sebagai cairan dan elektrolit serta menstimulasi peristaltik usus.
Loperamida HCl
Merupakan derivat difenoksilat dan haloperidol (suatu neuroleptikum).
Khasiat obstipansinya 2-3 kali lebih kuat, tanpa khasiat terhadap sistem saraf
pusat, jadi tidak mengakibatkan adisi, habituasi dan toleransi.
Mulai kerjanya cepat dan masa kerjanya panjang.
Efek samping: tidak terjadi, tapi pada anak-anak di bawah 2 tahun tidak
boleh diberikan karena akan terjadi penekanan peristaltik usus yang kuat sehingga
timbul konstipansi.
Dosis: Diare akut, permulaan 2 tablet berisi 2 mg, lalu tiap 2 jam 1 tablet
sampai maksimum 8 tablet sehari. Anak-anak 2-8 tahun: 2-3 kali sehari 0,1 mg
setiap kg bobot badan. Anak-anak 8-12 tahun: pertama 2 mg, maksimal 8-12 mg
sehari (Gan. S .,et al. 1980).
Pengobatan
Rehidrasi Oral
Rehidrasi oral penting sekali pada tindakan awal guna mencegah atau
mengatasi keadaan dehidrasi dan kekurangan garam, terutama pada anak-anak
kecil. Untuk tujuan ini, WHO telah menganjurkan Oralit, yaitu suatu larutan dari
NaCl 3,5 g; KCl 1,5 g; Na-bikarbonat 2,5 g dan glukosa 20 g dalam 1 liter air
masak. Dalam keadaan darurat ternyata juga efektif larutan garam dapur (NaCl) 2
g, dengan gula putih 20 g dalam 1 liter air masak, atau campuran air teh dengan
susu sapi (1:1). Pada anak-anak, larutan-larutan tersebut sebaiknya diberikan
sesendok demi sesendok teh, guna mencegah mual dan muntah-muntah dengan
jumlah lebih kurang 20 ml/kg bobot badan sejamnya selama 3 jam pertama,
kemudian separuhnya sejam hingga total 200 ml/kg sehari. Air susu ibu biasanya
tidak memperburuk diare dan dapat diberikan bersama larutan Oralit. Rehidrasi
sempurna baru dicapai bila pasien mulai berkemih normal lagi.
Jika pasien sudah terlalu banyak kehilangan air dan elektrolit yang terlihat
dari penurunan bobot lebih dari 8-10%, maka Oralit harus diberikan secara
parenteral (infus).
Tindakan-tindakan Umum
Guna menghindari terbukanya luka-luka usus dan perdarahan, maka
sebaiknya pasien diare harus beristirahat lengkap (bedrest). Perlu juga dilakukan
diet berupa bahan makanan yang tidak merangsang dan mudah dicernakan. Suatu
diet baik adalah sebagai berikut: pada hari pertama bubur encer dengan 3 tetes
kecap dengan minuman air teh agak pekat, pada hari ke-2 sampai hari ke-5 nasi
tim dengan kaldu ayam, sayur yang dihaluskan, garam dan 3 tetes kecap. Menurut
laporan, diet ini dapat mempercepat sembuhnya diare.
Obat-obat
Diare viral dan akibat enterotoksin pada dasarnya akan sembuh dengan
sendirinya sesudah lebih kurang 5 hari, setelah sel-sel epitel mukosa yang rusak
diganti oleh sel-sel baru. Maka pada dasarnya tidak perlu pemberian obat, hanya
apabila terjadi diare hebat dapat digunakan obat untuk menguranginya seperti
asam samak, alumuniumhidroksida, dan karbo adsorbens (arang halus). Zat-zat
yang menekan peristaltik sebenarnya tidak baik, karena pada waktu diare
pergerakan usus ternyata sudah banyak berkurang, dan virus dan toksin perlu
dikeluarkan secepat mungkin dari usus. Dari zat-zat ini mungkin loperamid adalah
pengecualian, daya kerjanya dapat menormalisasi keseimbangan resorpsi-sekresi
dari sel-sel mukosa. Antibiotika pada jenis-jenis diare ini tidak berguna, karena
tidak mempercepat sembuhnya penyakit.
Hanya pada infeksi dengan bakteri-bakteri invasif perlu diberikan suatu
kemoterapeutik yang sebaiknya bersifat mempenetrasi baik ke dalam jaringan,
seperti amoksisilin dan tetrasiklin, sulfa-usus, kliokinol dan furazolidon. Obat-
obat ini seharusnya tidak diberikan lebih dari 7-10 hari, kecuali jika setelah
sembuh mencretnya si pasien masih tetap mengeluarkan bakteri dalam tinja.
Pembawa basil semikian perlu diobati terus hingga tinjanya bebas kuman pada
dua penelitian berturut-turut, terlebih jika ia bekerja di rumah makan, industri
bahan makanan atau sebagai tukang daging (Tan.,1991).
IV. Alat dan Bahan
A. Alat
1. Alat bedah
2. Alas / Meja Bedah
3. Sonde Oral Mencit
4. Penggaris
5. Peralatan Bedah
B. Bahan
1. Loperamid HCl
2. Tinta Cina
3. Suspensi PGA 2%
V. Prosedur
Pertama – tama masing – masing mencit ditimbang dan dihitung dosis bagi
tiap – tiap mencit berdasarkan hasil penimbangan. Kemudian mencit dibagi
menjadi 3 kelompok yaitu : kelompok control (mencit pertama )diberi suspense
PGA 2 %, kelompok kedua diberikan loperamid dosis 1 ( 0.12 mg/20 gr BB ) dan
mencit ketiga diberikan loperamid dosis 2 (0.24 mg/20gr BB). Semua zat
diberikan secara per oral.
Setalah itu, saat t = 45 menit kepada semua mencit diberikan tinta cina
sebesar 0.1 mL/10 gr mencit secara per oral. Pada saat t = 65 menit semua mencit
dikorbankan dengan dislokasi tulang leher. Mencit yang telah mati kemudian
dibedah dan ususnya dikeluarkan dan direngganggkan pada alas bedah secara hati
– hati. Dari usus yang terenggang tersebut diukur panjang usus yang dilalui tinta
cina mulai dari pylorus sampai ujung akhir ( ditandai dengan adanya warna
gelap ) dan panjang keseluruhan usus dari pylorus sampai rectum. Dari data yang
telah diperoleh , kemudian dihitung rasio normal jarak yang ditempuh marker
terhadap panjang usus seluruhnya. Hasil – hasil pengamatan kemudian disajikan
dalam table dan dibuat grafiknya.
VI. Data Pengamatan
Mencit Bobot (gram)Volume Pemberian (ml)
PGA Loperamida I Loperamida II Tinta cina
I 22.9 0.5725 - - 0.229
II 19.8 - 0.495 - 0.198
III 23.5 - - 0.5875 0.235
VII. Perhitungan
Perhitungan Dosis:
Volume obat yang disuntikkan
Analisis
Hipotesis:
Ho : π1 = 0, artinya seluruh perlakuan memberikan efek yang sama terhadap
mencit.
Hi : tidak demikian
Kelompok Jarak yang ditempuh Jarak usus (y) Rasio
tinta cina (x)
Kontrol (-)
14.4 55 0.262
19.6 59.6 0.329
14.5 54.5 0.266
- 53.5 0
24 53 0.453
Jumlah 1.31
Rata-rata 0.262
Loperamid
Dosis I
15.2 59 0.258
19.5 62.5 0.312
2.0 47.5 0.0421
12.5 47.5 0.2632
31.0 51.0 0.608
Jumlah 1.4833
Rata-rata 0.2966
Loperamid
Dosis II
8.59 53 0.162
14.0 53 0.264
16.0 49 0.327
12.5 54 0.232
5 59.5 0.084
Jumlah 1.069
Rata-rata 0.2138
Tabel ANAVA
Sumber variasi dK JK KT Fhit Ftab
Rata-rata 1 0.994078816 0.994078816P/E =
-14.503236 3.08Perlakuan 2 0.688651934 0.344325967
Kekeliruan 12 -0.28489585 -0.02374132
Jumlah 15 1.3978349
Perhitungan :
Dk =
Rata-rata = 1
Perlakuan = (p-1) = 3-1 = 2
Total = 15
Kekeliruan = 15 – (1+2) = 12
Jk =
Σy2 = 1.3978349
Ey = Σy2– (Ry+Py)
= 1.3978349 – (0.994078816+0.688651934)
= -0.28489585
Fhit =
Dengan α = 0.05 = 5%
Ftabel = F(2,12) = 3.08
Karena Fhit < Ftabel, maka Ho diterima. Artinya semua pemberian obat
memberikan efek yang sama terhadap mencit.
VIII. Grafik
IX. Pembahasan
X. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Gan. S .,et al. 1980. Farmakologi dan Terapi. Edisi 2. Jakarta : Bagian
Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Mutschler, E.1991.Dinamika Obat. Edisi Kelima. Bandung; ITB
Tan, H.T., & Kirana Rahardja. 1991. Obat-obat Penting : Khasiat, Penggunaan
dan Efek-efek Sampingnya. Edisi ke-4, Cetakan ke-2. Jakarta : Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.