Lapak Pengujian Efek Antidiare

29
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOLOGI “PENGUJIAN EFEK ANTI DIARE” KELOMPOK 4 KELAS PRAKTIKUM SELASA/07.00-10.00 Disusun Oleh : Susanti 260110110021 Editor Riska Rismawati 260110110022 Pembahasan Mira Laila Nur Abadi 260110110023 Perhitungan Nuraini Insiyah 260110110024 Perhitungan Megawati 260110110025 Perhitungan Becus Srimuang 260110110026 Teori Dasar Raisa Muthiarani 260110110027 Pembahasan Rena Fitriani 260110110028 Prosedur LABORATORIUM FARMAKOLOGI FAKULTAS FARMASI

Transcript of Lapak Pengujian Efek Antidiare

Page 1: Lapak Pengujian Efek Antidiare

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

“PENGUJIAN EFEK ANTI DIARE”

KELOMPOK 4

KELAS PRAKTIKUM SELASA/07.00-10.00

Disusun Oleh :

Susanti 260110110021 Editor

Riska Rismawati 260110110022 Pembahasan

Mira Laila Nur Abadi 260110110023 Perhitungan

Nuraini Insiyah 260110110024 Perhitungan

Megawati 260110110025 Perhitungan

Becus Srimuang 260110110026 Teori Dasar

Raisa Muthiarani 260110110027 Pembahasan

Rena Fitriani 260110110028 Prosedur

LABORATORIUM FARMAKOLOGI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2013

PERCOBAAN V

Page 2: Lapak Pengujian Efek Antidiare

PENGUJIAN EFEK ANTI DIARE

I. TUJUAN PERCOBAAN

Mengetahui sejauh mana aktivitas obat anti diare dapat menghambat diare dengan

metode transit intestinal.

II. PRINSIP

Efek obat anti diare dalam menghambat gerak peristaltik usus dapat ditandai

dengan terhambatnya aliran tinta cina yang melewati usus

III. TEORI

Diare adalah keadaan buang-buang air dengan banyak cairan (mencret)

dan merupakan gejala-gejala dari penyakit tertentu atau gangguan lain, seperti

diuraikan dibawah ini (Yun diarrea = mengalir melalui). Kasus ini banyak

terdapat dinegara-negara berkembang dengan standar hidup yang rendah, di mana

dehidasi akibat diare merupakan salah satu penyebab kematian yang sangat

penting pada anak-anak (Tjay,2007).

Dalam lambung makanan dicerna menjadi ”bubur” (chymus), kemudian

diteruskan ke usus halus untuk diuraikan lebih lanjut oleh enzim-enzim

pencernaan. Setelah zat-zat gizi diresorpsi oleh villi ke dalam darah, sisachymus

yang terdiri dari 90% air dan sisa makanan yang sukar dicernakan, diteruskan ke

usus besar (colon). Bakteri-bakteri yang biasanya selalu berada di sini (flora)

mencernakan lagi sisa-sisa (serat-serat) tersebut, sehingga sebagian besar

daripadanya dapat diserap pula selama perjalanan melalui usus besar. Airnya juga

diresorpsi kembali, sehingga lambat laun isi usus menjadi lebih padat dan

dikeluarkan dari tubuh sebagai tinja (Tjay, 2007).

Page 3: Lapak Pengujian Efek Antidiare

Diare akut infeksi diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis menjadi

diare non inflamasi dan diare inflamasi. Diare Inflamasi disebabkan invasi bakteri

dan sitotoksin di kolon dengan manifestasi sindroma disentri dengan diare yang

disertai lendir dan darah. Gejala klinis yang menyertai keluhan abdomen seperti

mulas sampai nyeri seperti kolik, mual, muntah, demam, tenesmus, serta gejala

dan tanda dehidrasi. Pada pemeriksaan tinja rutin secara makroskopis ditemukan

lendir dan/atau darah, serta mikroskopis didapati sel leukosit polimorfonuklear

(Zein, dkk, 2004).

Mekanisme terjadinya diare yang akut maupun yang kronik dapat dibagi

menjadi kelompok osmotik, sekretorik, eksudatif dan gangguan motilitas. Diare

osmotik terjadi bila ada bahan yang tidak dapat diserap meningkatkan osmolaritas

dalam lumen yang menarik air dari plasma sehingga terjadi diare. Contohnya

adalah malabsorbsi karbohidrat akibat defisiensi laktase atau akibat garam

magnesium(Zein, dkk, 2004).

Diare sekretorik bila terjadi gangguan transport elektrolit baik absorbsi yang

berkurang ataupun sekresi yang meningkat. Hal ini dapat terjadi akibat toksin

yang dikeluarkan bakteri misalnya toksin kolera atau pengaruh garam empedu,

asam lemak rantai pendek, atau laksantif non osmotik. Beberapa hormon intestinal

seperti gastrin vasoactive intestinal polypeptide (VIP) juga dapat menyebabkan

diare sekretorik(Zein, dkk, 2004).

Kelompok obat yang sering digunakan pada diare adalah :

1. kemoterapeutika untuk terapi kausal, yakni memberantas bakteri

penyebab diare. Seperti anti biotika, sulfonamida, kinolon, dan

furazolidon.

2. obstipansia untuk terapi simtomatis, yang dapat menghentikan diare

dengan beberapa cara, yakni:

a. zat-zat penekan peristaltik sehingga memberikan lebih banyak

waktu untuk resorpsi air dan elektrolit oleh mukosa usus: candu

Page 4: Lapak Pengujian Efek Antidiare

dan alkaloidanya, derivat-derivat petidin (difenoksilat dan

loperamida), dan antikolinergika (atropin, ekstrak belladonna).

b. Adstringensia, yang menciutkan selaput lendir usus, misalnya

asam samak (tanin) dan tannalbumin, garam-garam bismut, dan

alumunium.

c. Adsorbensia, misalnya carbo adsorbens yang pada permukaannya

dapat menyerap (adsorpsi) zat-zat beracun (toksin) yang

dihasilkan oleh bakteri atau yang adakalanya berasal dari makanan

(udang, ikan). Termasuk disini adalah juga mucilagines, zat-zat

lendir yang menutupi selaput lendir usus dan lukanya dengan

suatu lapisan pelindung, umpamanya kaolin, pektin, (suatu

karbohidrat yang terdapat antara lain dalam buah apel) dan garam-

garam bismut, serta alumunium.

3. spasmolitika, yakni zat-zat dapat melepaskan kejang-kejang otot yang

sering kali mengakibatkan nyeri perut pada diare, antara lain papaverin

dan oksifenonium(Mutchler,1991).

LOPERAMIDA (IMODIUM)

Loperamida merupakan derivat difenoksilat dengan khasiat obstipasi 2-3

kali lebih kuat tetapi tanpa khasiat terhadap SSP, sehingga tidak mengakibatkan

ketergantungan. Zat ini dapat menormalkan keseimbangan resorpsi-sekresi dari

sel-sel mukosa, yaitu memulihkan se-sel yang berada dalam keadaan hipersekresi

ke keadaan resorpsi normal kembali. Mulai kerjanya lebih cepat, juga bertahan

lebih lama. Efek sampingnya sama tetapi praktis tidak timbul(Mutchler,1991).

Dosis : pada diare akut dan kronis: permulaan 2 tablet dari 2 mg, lalu

setiap 2 jam 1 tablet sampai maksimal 8 tablet seharinya. Anak-anak sampai 8

tahun: 2-3 dd 0,1 mg setiap kg bobot badan, anak-anak 8-12 tahun; pertama kali 2

mg, maksimal 8-12 mg sehari. Tidak boleh diberikan pada anak-anak di bawah

Page 5: Lapak Pengujian Efek Antidiare

usia 2 tahun, karena fungsi hatinya belum berkembang dengan sempurna untuk

dapat menguraikan obat ini(Mutchler,1991).

Loperamid hidroklorida memiliki nama kima yaitu 4-(p-klorofenil)-4-

hidroksi-N,N-dimetil-α,α-difenil-1-piperidina butiramida monohidroklorid, adalah

sebuah opiat agonis yang banyak digunakan sebagai obat yang efektif untuk

kontrol dan mengetahui gejala yang timbul dari diare akut non-spesifik. Akhir-

akhir ini, ia juga telah dilaporkan bahwa ada beberapa loperamida dapat

digunakan sebagai agen antihiperalgesik tanpa menimbulkan efek samping berupa

rasa sakit sistem saraf pusat. Loperamida diberikan secara oral dan langsung

diabsorbsi (sekitar 40%) dalam saluran gastrointestinal untuk menjalani

metabolisme pertama di hati dan diekskresikan melalui feses melalui empede

sebagai konjugat tidak aktif (kombinasi sulfo- dan glukurono-) (Savic, 2008).

Loperamida HCl mengandung tidak kurang dari 98% dan tidak lebih dari

102,0% C29H33ClN2O2.HCl, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.

Loperamida HCl berbentuk serbuk putih sampai agak kuning dan memiliki titik

lebur sekitar 2250 yang disertai dengan penguraian. Senyawa ini mudah larut

dalam metanol, isopropil alkohol, dan kloroform, tetapi sukar larut dalam air dan

asam encer (Farmakope Indonesia IV, 1995).

Struktur Kimia Loperamida HCl

Farmakologi

Loperamida HCl memperlambat motilitas usus dengan mempengaruhi

langsung dinding usus. Obat ini bekerja melalui mekanisme antikolinergik yang

mempengaruhi gerak peristaltik dan aktivitas otot sirkular dan longitudinal

dinding usus. Loperamida hidroklorida memperpanjang waktu transit isi usus

Page 6: Lapak Pengujian Efek Antidiare

sehingga mengurangi volume dan meningkatkan viskositas feses serta mencegah

hilangnya cairan dan elektrolit. Sebagai antidiare, loperamida hidroklorida bersifat

lebih spesifik, bekerja lebih lama dan 2-3 kali lebih kuat daripada difenoksilat.

Obat ini berikatan dengan reseptor opioid tapi tidak menimbulkan euforia seperti

morfin sehingga kemungkinan penyalahgunaannya kecil (McEvoy, 1999).

Loperamida HCl dapat berinteraksi dengan digoksin, suatu zat aktif yang

digunakan untuk mengobati laju jantung atau untuk menormalkan kembali denyut

jantung yang tidak teratur. Akibat yang ditimbulkan adalah meningkatnya efek

digoksin. Dengan memperlambat gerakan usus halus, loperamida HCl menaikkan

penyerapan digoksin oleh tubuh. Efek samping merugikan mungkin terjadi karena

terlalu banyak digoksin. Gejala yang dilaporkan antara lain mual, sakit kepala, tak

ada nafsu makan, gangguan penglihatan, bingung, tak bertenaga, bradikardia atau

takhikardia, dan aritmia jantung. Efek ini dapat diperkecil bila digunakan obat

paten digoksin yang mudah larut seperti Lanoxin (Harkness, 1989).

Farmakokinetik

Kadar puncak dalam plasma dicapai dalam waktu 4 jam sesudah pemberian

obat. Jangka yang lama ini disebabkan oleh sirkulasi enterohepatik obat dan

aktivitas penghambatan motilitas usus itu sendiri. Waktu paruhnya adalah 7-14

jam. Sebagian besar obat diekskresi melalui feses. Loperamida HCl tersedia

dalam bentuk tablet 2 mg dan digunakan dengan dosis 4-8 mg/hari (Ganiswara,

1995).

Loperamida HCl dalam sediaan larutan untuk oral memiliki pH sekitar 5

dan obatnya memiliki pKa 8,6. Kapsul loperamida dan larutan oral sebaiknya

disimpan di tempat tertutup baik pada suhu kamar (McEvoy, 1999)

IV. ALAT DAN BAHAN

A. Alat

1. Alat bedah

2. Alas/meja bedah

3. Sonde Oral Mencit

Page 7: Lapak Pengujian Efek Antidiare

4. Penggaris (pengukur jarak)

5. Timbangan hewan

6. Wadah mencit

B. Bahan

1. Fenol Barbital

2. Natrium klorida

3. Hewan percobaan : Mencit jantan, bobot rata-rata 20-25 kg

C. Gambar alat

V. PROSEDUR

Pertama – tama masing – masing mencit (telah dipuasakan 18 jam

sebelum percobaan) ditimbang dan dihitung volume dosis yang akan diberikan

bagi tiap – tiap mencit berdasarkan berat badannya. Kemudian mencit dibagi

menjadi 3 kelompok yaitu : kelompok kontrol (mencit pertama ) diberi

suspensi PGA 2 %, kelompok kedua diberikan loperamid dosis 1 ( 0.24 mg/20

gr BB ) dan mencit ketiga diberikan loperamid dosis 2 (0.48 mg/20gr BB).

Semua zat diberikan secara per oral.

Pada saat t = 45 menit kepada semua mencit diberikan tinta cina sebesar

0.1 mL/10 gr mencit secara per oral. Pada saat t = 65 menit semua mencit

dikorbankan dengan dislokasi tulang leher. Mencit yang telah mati kemudian

dibedah, ususnya dikeluarkan dan direngganggkan pada alas bedah secara hati

Page 8: Lapak Pengujian Efek Antidiare

– hati. Dari usus yang direnggangkan tersebut diukur panjang usus yang dilalui

tinta cina mulai dari pylorus sampai ujung akhir ( ditandai dengan adanya

warna gelap ) dan panjang keseluruhan usus dari pylorus sampai rektum. Dari

data yang telah diperoleh , kemudian dihitung rasio normal jarak yang

ditempuh marker terhadap panjang usus seluruhnya. Hasil – hasil pengamatan

kemudian disajikan dalam tabel dan grafiknya dibuat.

VI. DATA PENGAMATAN

PerlakuanBB Kelompok

(g)

Panjang

Usus

(cm)

Usus

Termarker

(cm)

Rasio Rata-rata

Kontrol (PGA 2%)

1.      15 55 11 0,200

0,19972.      19,65 43 7 0,163

3.      13,5 55 13 0,236

Loperamid dosis I

(0,24 mg/20g BB)

1.      15,3 56,5 8 0,142

0,1622.      15,9 45 7 0,156

3.      16 48 9 0,188

Loperamid dosis II

(0,48 mg/20g BB)

1.      15,2 - - -

02.      14 0 0 0

3.      14 - - -

VII. PERHITUNGAN

1. DOSIS OBAT

A. Mencit Kelompok Kontrol (PGA %)

Mencit kelompok 1 ¿1520

× 0,5=0,375 ml

Mencit kelompok 2 ¿19,65

20×0,5=0,491 ml

Mencit kelompok 3 ¿13,520

×0,5=0,3375 ml

Dosis pemberian tinta cina

Page 9: Lapak Pengujian Efek Antidiare

Mencit kelompok 1 ¿1510

×0,1=0,15 ml

Mencit kelompok 2 ¿19,65

10×0,1=0,1965 ml

Mencit kelompok 3 ¿13,510

×0,1=0,135 ml

B. Mencit Kelompok Loperamid Dosis 1

Mencit kelompok 1 ¿15,320

×0,5=0,38 25 ml

Mencit kelompok 2 ¿15,920

×0,5=0,3975 ml

Mencit kelompok 3 ¿1620

× 0,5=0,4 ml

Dosis pemberian tinta cina

Mencit kelompok 1 ¿15,310

×0,1=0,153 ml

Mencit kelompok 2 ¿15,910

×0,1=0,159 ml

Mencit kelompok 3 ¿1610

× 0,1=0,16 ml

C. Mencit Kelompok Loperamid Dosis 1

Dosis ¿ 1420

× 0,5=0,35 ml

Dosis pemberian tinta cina

Dosis ¿ 1410

× 0,1=0,14 ml

2. Presentase Efek Peristaltik Usus

Loperamid dosis I

Page 10: Lapak Pengujian Efek Antidiare

% efek peristaltik usus = rasio ujiloperamid I

rasio kontrol× 100 =

0,16120,1986

× 100 %=81,13 %

Loperamid dosis II

% efek peristaltik usus = rasio ujiloperamid II

rasio kontrol×100 =

00,198

× 100 %=100 %

VIII. GRAFIK

Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 30

0.05

0.1

0.15

0.2

0.25

Rasio

KontrolLoperamid ILoperamid II

RAsi

o

Page 11: Lapak Pengujian Efek Antidiare

Loperamid I Loperamid II0.00%

20.00%

40.00%

60.00%

80.00%

100.00%

120.00%

% Inhibisi Peristaltik Usus

Perhitungan berdasarkan Anava (Analisis Varians)

Tabel. Efek Perlakuan Pemberian Obat terhadap Mencit

OBATRASIO JUMLAH

(J)

RATA-

RATA1 2 3

Kontrol (PGA2%)0,20

00,163 0,236 0,599 0,1997

Loperamid dosis I

(0,12mg/20g BB)

0,14

20,156 0,188 0,486 0,162

Loperamid dosis II

(0,24mg/20g BB)- 0 - 0 0

Perhitungan dengan tabel ANAVA

Hipotesis:

H0: µK = µLI= µLII= 0

H1: paling sedikit ada satu dimana µK 0

Page 12: Lapak Pengujian Efek Antidiare

Statistik uji : = 5 % = 0,05

Ry = Rata-rata Jumlah Kuadrat

= (0,599+0,486+0)2

3+3+1 = 0,1682

Ay = Perlakuan

= (0,599 )2+(0,486 )2+(0 )2

3−0,1682

= 0,1983 – 0,1682

= 0,0301

y2 = 0,22+ 0,1632 + 0,2362 +..... + 02

= 0,2021

Ey = Residual

= y2 – Ry – Ay

= 0,2021 – 0,1682 – 0,0301

= 0,0038

Tabel Anava

SV Df JKKT

(JK/df)

Fhit

(KTperlakuan/KTresidual

Rata-rata 1 0,1682 0,1682

15,8947Perlakuan 2 0,0301 0,0151

Residual 4 0,0038 0,00095

Jumlah 7 0,2021

Statistik uji:

Ftabel = F0,05 (2,4) = 6,94

15,8947>6,94

F hit F tabel, maka Ho ditolak.

Artinya, rata-rata antar perlakuan (PGA, Loperamida dosis I, maupun Loperamida

dosis II) memberikan efek anti diare yang berbeda terhadap mencit. Maka untuk

mengetahui perlakuan mana yang memberikanefek antidiare signifikan terhadap

mencit, maka dilakukan pengujian lanjut.

Page 13: Lapak Pengujian Efek Antidiare

Uji Scheffe

1. Hipotesis uji :

C1 = J1 – J2= Jkontrol - JLI

C2 = 2J1 – J2 – J3 = 2Jkontrol – JLI - JLII

H01 : J1 = J2 . Artinya tidak terdapat perbedaan efek obat antidiare yang

signifikan terhadap mencit.

H11 : J1≠ J2 . Artinya terdapat perbedaan efek obat antidiare yang signifikan

terhadap mencit.

atau

H02: 2J1 = J2 + J3 , Artinya tidak terdapat perbedaan efek obat antidiare yang

signifikan antara perlakuan kontrol dan 2 perlakuan lainnya (Loperamid dosis

I dan Loperamid dosis II).

H12: 2J1≠ J2 + J3, Artinya terdapat perbedaan efek obat antidiare yang

signifikan antara perlakuan kontrol dan 2 perlakuan lainnya (Loperamid dosis

I dan Loperamid dosis II)

2. Statistik uji

Q.S(Ci)

Tolak H0 jika |Cp| > Q.S(Cp)

Q.S(C1)

Q = √ (k−1 ) F tabel

S(C1) = √ KT residual (n1 (+1 )2+n2 (−1 )2)

= √ (3−1 ) 6,94 = √0,00095(3 (1 )+3 (1 ))

= 3,7256 = √0,0057 = 0,0755

Q.S(C1) = 3,7256 x 0,0755 = 0,2813

Page 14: Lapak Pengujian Efek Antidiare

|C1| = Jkontrol - JLI= 0,599 – 0,486 = 0,113

|C1|= 0,113<Q.S(C1) =0,2813

H01diterima, artinya tidak terdapat perbedaan efek obat antidiare

(perlakuan kontrol dan Loperamid I) yang signifikan terhadap mencit.

Q.S(C2)

Q = √ (k−1 ) F tabel

= √ (3−1 ) 6,94

= 3,7256

S(C2) = √ KT residual (n1 (+1 )2+n2 (+1 )2+n3 (−2 )2)

= √0,00095(3 (1 )+3 (1 )+1(4))

= √0,0095 = 0,0975

Q.S(C2) = 3,7256 x 0,0975 = 0,3632

|C2| = 2Jkontrol – JLI - JLII= 2(0,599) - 0,486 – 0 = 0,712

|C2| = 0,712<Q.S(C2) = 0,3632

H02ditolak, artinya terdapat perbedaan efek obat antidiare yang signifikan

antara perlakuan kontrol dan 2 perlakuan lainnya (Loperamid dosis I dan

Loperamid dosis II). Hal ini mengindikasikan bahwa efek obat perlakuan

kontrol masih jauh dibandingkan efek obat 2 perlakuan lainnya

(Loperamid dosis I dan Loperamid dosis II)

IX. PEMBAHASAN

Praktikum kali ini berjudul pengujian efek anti diare. Tujuan praktikum ini

secara umum yaitu untuk mengetahui sejauh mana aktivitas obat antidiare dapat

menghambat diare yang diinduksi melalui metode transit intestinal. Diare

merupakan buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cairan atau setengah

cairan (setengah padat), dengan kandungan air pada tinja lebih banyak dari

Page 15: Lapak Pengujian Efek Antidiare

biasanya, normalnya 100 – 200 ml per tinja. Buang air besar encer tersebut dapat

atau tanpa disertai lendir dan darah (Muscthler, E., 1991). Banyak sekali faktor-

faktor yang dapat menyebabkan timbulnya diare diantaranya makanan, bakteri,

virus, gangguan gastrointestinal, kelainan psikosomatik atau disebabkan oleh

gangguan obat-obatan.

Pengujian efek obat anti diare dilakukan dengan menggunakan metode

transit intestinal. Metode ini berlandaskan pada nisbah yang ditempuh oleh

marker dalam waktu tertentu terhadap panjang keseluruhan usus mencit. Obat

yang mempunyai daya kerja sebagai laksansia atau purgatif dapat memperbesar

transit intestinal marker yang digunakan. efektivitas obat antidiare yang diberikan

dapat diketahui berdasarkan rasio panjang marker terhadap panjang usus

keseluruhan. Semakin kecil rasio marker maka dapat dikatakan bahwa obat yang

digunakan memiliki efektivitas yang baik sebagai antidiare.

Metode transit intestinal dapat digunakan untuk mengevaluasi aktivitas

obat antidiare, laksansia, antispasmodik, berdasarkan pengaruhnya pada rasio

jarak usus yang ditempuh oleh suatu marker dalam waktu tertentu terhadap

panjang usus keseluruhan pada hewan percobaan mencit atau tikus. Dengan

menggunakan metode transit intestinal, hewan uji tidak diberikan rangsangan agar

mengalami diare melainnkan hanya untuk mengetahui efek dari suatu obat

antidiare. Obat diare akan memperkecil rasio, sedangkan obat laksansia dan obat

antispasmodik akan memperbesar rasio ini dibandingkan rasio pada hewan tanpa

perlakuan. Namun, penggunaan metode ini terbatas hanya untuk aktivitas obat

yang dapat memperlambat peristaltic usus, sehingga mengurangi frekuensi

defekasi dan memperbaiki konsistensi feses tetapi tidak dapat menentukan berat

fese yang dihasilkan atau pun seberapa banyak frekuensi terjadinya defekasi.

Bahan yang digunakan pada percobaan kali ini yaitu mencit sebagai hewan

uji, loperamid HCl sebagai obat antidiare, PGA yang digunakan sebagai kontrol

negatif dan tinta cina sebagai marker. Mencit dipilih sebagai hewan uji karena

beberapa alasan etrtentu. Mencit merupakan hewan yang paling banyak digunakan

Page 16: Lapak Pengujian Efek Antidiare

sebagai hewanmodel laboratorium dengan kisaran penggunaan antara 40-80%.

Menurut Moriwaki et al. (1994), mencit banyak digunakan sebagai hewan

laboratorium (khususnya digunakan dalam penelitian biologi), karena memiliki

keunggulan-keunggulan seperti siklus hidup relatif pendek, jumlah anak per

kelahiran banyak, variasi sifat-sifatnya tinggi, mudah ditangani, serta sifat

produksi dan karakteristik reproduksinya mirip hewan lain, seperti sapi, kambing,

domba, dan babi. Menurut Malole dan Pramono (1989), berbagai keunggulan

mencit seperti: cepat berkembang biak, mudah dipelihara dalam jumlah banyak,

variasi genetiknya tinggi dan sifat anatomis danfisiologisnya terkarakterisasi

dengan baik. berdasarkan sifat-sifatnya tersebut, mencit dianggap dapat mewakili

sistem organ tubuh manusia dan efek obat pada mencit dapat dikorelasikan

dengan efek yang dapat ditimbulkan pada tubuh manusia dengan menggunakan

faktor korelasi.

Obat yang digunakan untuk uji antidaiare yaitu loperamid HCl. Obat ini

digunakan karena Loperamid HCl merupakan derivat difenoksilat (dan

haloperidol, suatu anti psikotikum) dengan khasiat obstipasi yang 2-3 kali lebih

kuat tetapi tanpa efek terhadap sistem saraf pusat (SSP) karena tidak bisa

menyeberangi sawar-darah otak oleh karena itu kurang menyebabkan efek sedasi

dan efek ketergantungan dibanding golongan opiat lainnya seperti difenoksilat dan

kodein HCl. Loperamid HCl mampu menormalkan keseimbangan resorpsi-sekresi

dari sel-sel mukosa, yaitu memulihkan sel-sel yang berada dalam keadaan

hipersekresi ke keadaan resorpsi normal kembali. Mulai kerja Loperamid HCl

lebih cepat dan bertahan lebih lama. Obat ini tidak boleh diberikan pada anak di

bawah usia 2 tahun, karena fungsi hatinya belum berkembang dengan sempurna

untuk dapat menguraikan obat ini, begitu pula untuk pasien dengan penyakit hati

disarankan tidak menggunakan obat ini. Loperamid HCl dapat dikombinasikan

dengan antibiotika (amoksisilin, fluoroquinolon, kotrimoksazol) untuk semua

diare akibat infeksi bakteri atau virus kecuali infeksi Shigella, Salmonella, dan

kolitis pseudomembran karena akan memperburuk diare yang diakibatkan bakteri

enteroinvasif akibat perpanjangan waktu kontak antara bakteri dan epitel usus.

Page 17: Lapak Pengujian Efek Antidiare

Disamping itu Loperamid HCl juga tidak berinteraksi dengan antibiotika-

antibiotika tersebut (Tjay,2002). Berdasarkan sifat-sifat tersebutlah maka

loperamid dipilih sebagai obat uji pada percobaan kali ini.

Suatu percobaan dikatakan sah apabila ada hewan uji yang diberi

perlakuan sebagai kontrol negatif. Kontrol negatif ni dilakukan agar praktikan

dapat menbandingkan seberapa besar aktivitas yang dihasilkan dari obat uji.

Kontrol negatif biasanya dilakukan dengan dengan memberikan sejumlah cairan

pelarut obat tapi tidak disertai dengan obat/zat aktifnya. Pada percobaan kali ini

digunakan PGA sebagai cairan untuk kontrol negatif. PGA dipilih karena

loperamid Hcl yang digunakan larut dengan baik dalam PGA. Cairan yang

digunakan untuk kontrol negatif tidak hanya PGA, ada beberapa contoh laoinnya

seperti NaCl fisiologis atau GOM arab. Penggunaan larutan kontrol uji

disesuaikan dengan sifat zat aktif yang akan digunakan dapat melarut baik dalam

pelarut jenis apa.

Pengujian yang dilakukan menggunakan metode transit intestinal, maka

dalam pelaksanaannya dibutuhkan marker atau zat yang dapat mewarnai usus.

Marker yang digunakan harus memenuhi beberapa persyaratan diantaranya yaitu

stabil, tidak toksik, dapat mewarnai usus dengan jelas, tidak dapat diserap oleh

dinding usus. Pada praktikum kali ini digunakan tinta cina sebagai marker karena

tinta cina sudah memenuhi persyaratan bahan marker.

Langkah pertama yang dilakukan dalam pengujian ini adalah menyiapkan

mencit sebanyak 3 ekor. Masing-masing mencit kemudian ditimbang dan dibagi

menjadi 3 kelompok. Penimbangan ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

seberapa banyak volume obat uji yang akan diberikan pada setiap mencit.

Penentuan jumlah/volum obat penting dilakukan agar tidak terjadi over dosis yang

dapat menyebabkan kematian pada mencit. Selain itu hal ini juga dilakukan

karena setiap mencit memiliki rongga perut yang sangat kecil yang hanya dapat

menempung beberapa ml cairan.

Page 18: Lapak Pengujian Efek Antidiare

Setelah penimbangan mencit dibagi 3 kelompok. Kelompok 1 yaitu

sebagai kelompok kontrol negatif yang diberi PGA 2%, kelompok uji Loperamid

dosis I dan dosis II masing – masing secara per oral. PGA digunakan sebagai

kontrol negatif karena PGA tidak memiliki efek farmakologis dan merupakan

pembawa bagi obat-obat antidiare yang digunakan. Pada percobaan kali ini

digunakan dus dosis Loperamid HCl dengan tuh=juan untuk mengetahui apakah

dengan dosis yang berbeda dapat memberikan efek farmakologi yang berbeda

juga. Setelah masing – masing diberi perlakuan, pada t = 45 menit setelah

perlakuan , semua hewan diberikan tinta cina 0,1 mg/10 g, secara oral. Fungsi dari

tinta cina adalah sebagai penanda usus yang dilalui obat. Pada t = 65 menit semua

hewan dikorbankan dengan dislokasi tulang leher . Setelah melakukan diskolasi

tulang leher, mencit dibedah dan ususnya dikeluarkan secara hati – hati sampai

teregang. Usus yang teregang kemudian diukur : a). Panjang usus yang dilalui

tinta cina mulai dari pylorus sampai ujung akhir yang berwarna hitam dan b).

panjang seluruh usus dari pylorus sampai rectum. Setelah mendapatkan panjang

usus termarker dan panjang usus seluruhnya kemudian ditentukan berapa rasio

hasil pewarnaan tersebut. Pada saat pengamatan praktikan mengalami kesulitan

dalam menentukan batasan usus termarker karena volume tinta cina yang diberika

terlalu sedikit. Sebaiknya volume tinta cina yang diberikan disesuaikan dengan

volum loperamid HCl yang diberikan sehingga pengamatan dapat dilakukan

dengan mudah. Penambahan volum tinta cina yang diberikan tidak akan

memberikan efek kematian pada mencit karena pada dasarnya tinta cina ynag

digunakan memiliki sifat inert dan tidak dapat diabsorpsi oleh membran

pencernaan hewan uji.

Hasil yang diperoleh setelah pewarnaan adalah mencit dengan kontrol

negatif memberikan rasio sebesar 0.236, mencit dengan Loperamis dosis 1

memberikan rasio 0,1875 dan mencit dengan operamid dosis 2 memberikan rasio

0. Berdasarkan nilai rasio yang dihasilkan dapat ditarik kesimplan bahwa

Loperamid HCl memberikan efek konstifasi/antilaksativ dengan cara mengurangi

gerak peristaltik usus. Adanya penurunan gerakan peristaltik usus, menyebabkan

Page 19: Lapak Pengujian Efek Antidiare

tinta cina berjalan/mengelir lebih lambat terbukti dengan semakin tinggi dosis

Loperamid HCL maka semakin pendek usus yang termarker. Secara matematis,

pembuktian tersebut dituangkan dalam bentuk persentase inhibisi peristaltik usus.

Persen inhibisi peristaltik usus dosis 2 lebih besar (100%) dibandingkan dengan

persen inhibisi peristaltik usus dosis 1 (81,218%). Berdasarkan pengamatan secara

statistik pun diperoleh data eksperimetal bahwa Loperamid HCl memberikan efek

inhibisi peristaltik usus dan efek ini semakin meningkat dengan meningkatnya

dosis pemberian. Secara visualisasi, hasil eksperimen telah disajikan dalam bentuk

grafik dan dapat dengan mudah dilakukan pengamatan hasil.

X. KESIMPULAN

Praktikan dapat mengetahui sejauh mana aktivitas Loperamid HCl sebagai

obat antidiare dapat menghambat diare dengan menggunakan metode transit

intestinal.

Page 20: Lapak Pengujian Efek Antidiare

DAFTAR PUSTAKA

Ditjen POM Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen Kesehatan

Republik Indonesia, Jakarta.

Ganiswara, S.G. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi keempat. Bagian Farmakologi dan

Terapeutik. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Harkness, R. 1989. Interaksi Obat. Penerbit ITB, Bandung.

Malole, M. B. M. dan C. S. Pramono. 1989. Penggunaan Hewan-hewan

Percobaan Laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas

Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

McEvoy, G. 1999. AHFS Drug Information. American Society of Health System

Pharmacist, America.

Mutchler, Ernst. 1991. Dinamika Obat. Edisi Kelima. Penerbit ITB, Bandung.

Savic, Ivana M. 2008. Quantitative Analysis of Loperamide Hydorchloride in the

Presence Its Acid Degradation Products. Available online at

http://www.ache.org.rs/HI/2009/ No1/05-3078_V63-2009_N01.pdf

(diakses pada tanggal 6 April 2013)

Tjay, H. T., dan Rahardja, K., 2002, Obat-obat Penting: Khasiat, Penggunaan dan

Efek-efek Sampingnya, Edisi V, Cetakan pertama, 781, Gramedia, Jakarta

Zein, Umar, Khalid Huda Sagala, Josia Ginting. 2004. Diare Akut Disebabkan Bakteri.

Available online at http://library.usu.ac.id/download/fk/penydalam-umar5.pdf

(diakses pada tanggal 6 April 2013)