Anestesi Pada Penderita Tanpa Mondok

6
ANESTESI PADA PENDERITA TANPA MONDOK Dr. Sri Sunarmiasih Departemen Anestesi RSPAD Gatot Soebroto I. SELEKSI PASIEN A. Jumlah pasien yang menerima anaestesi tanpa rawat mondok saat ini melebihi saat ini melebihi jumlah pasien rawat mondok. Penilaian seleksi pasien yang sesuai untuk prosedur tanpa rawat mondok berdasarkan pada keahlian anestesiologist, dokter bedah dan staf pendukung, sebagaimana untuk fasilitas pasien rawat mondok. Pasien tanpa rawat mondok diperkenankan untuk ASA (American Society of Anestesiologist) I dan II, sedangkan untuk ASA III biasanya diperkenankan bila kondisi pasien stabil. Pasien harus kooperatif dan ondisi sosial yang memadai. Seleksi pasien yang baik akan mengurangi hospitalisasai yang tak direncanakan. Biasanya komplikasi lebih sering berkaitan dengan jenis prosedur, lama operasi, umur pasien dibandingkan dngan klasifikasi ASA. B. Pasien yang tak sesuai dengan pembedahan tanpa mondok 1. Pediatrik a. Bayi kurang dari 46 minggu b. Bayi dengan penyakit respirasi, seperti bronchopulmonary dysplasia, apnea, atau bronchospasm. c. Bayi dengan penyakit kardiovaskuler, seperti gagal jantung kongestif, atau kelainan congenital. 2. Dewasa a. ASA III dan ASA IV

description

anestesi

Transcript of Anestesi Pada Penderita Tanpa Mondok

Page 1: Anestesi Pada Penderita Tanpa Mondok

ANESTESI PADA PENDERITA TANPA MONDOKDr. Sri Sunarmiasih

Departemen Anestesi RSPAD Gatot Soebroto

I. SELEKSI PASIENA. Jumlah pasien yang menerima anaestesi tanpa rawat mondok saat ini

melebihi saat ini melebihi jumlah pasien rawat mondok. Penilaian seleksi pasien yang sesuai untuk prosedur tanpa rawat mondok berdasarkan pada keahlian anestesiologist, dokter bedah dan staf pendukung, sebagaimana untuk fasilitas pasien rawat mondok. Pasien tanpa rawat mondok diperkenankan untuk ASA (American Society of Anestesiologist) I dan II, sedangkan untuk ASA III biasanya diperkenankan bila kondisi pasien stabil. Pasien harus kooperatif dan ondisi sosial yang memadai. Seleksi pasien yang baik akan mengurangi hospitalisasai yang tak direncanakan. Biasanya komplikasi lebih sering berkaitan dengan jenis prosedur, lama operasi, umur pasien dibandingkan dngan klasifikasi ASA.

B. Pasien yang tak sesuai dengan pembedahan tanpa mondok

1. Pediatrik a. Bayi kurang dari 46 minggu b. Bayi dengan penyakit respirasi, seperti

bronchopulmonary dysplasia, apnea, atau bronchospasm.

c. Bayi dengan penyakit kardiovaskuler, seperti gagal jantung kongestif, atau kelainan congenital.

2. Dewasaa. ASA III dan ASA IV b. Pasien obesitas dengan BMI > 30 (BMI = BB/TB2 dlm

m)c. Pasien yang membutuhkan penatalaksanaan nyeri paska

operasi yang rumit)d. Pasien dengan demam, wheezing, hidung tersumbat,

dan batuk

II. PERSIAPAN PASIENA. Preoperative Screening. Semua pasien diperiksa oleh dokter bedah

mengikuti petunjuk yang dibuat oleh team dari multidisiplin ilmu. Patien diberikan informasi mengenai waktu kunjungan, pakaian yang sesuai, puasa, lamanya operasi, perlu pendampingan ke rumah dan pemerikasaan laboratorium. Semua pasien dilakukan pemeriksaan darah rutin dan analisa urine, pasien di atas 40 tahun dengan masalah kardiovaskuler dan pulmoner memerlukan pemeriksaan EKG dan

Page 2: Anestesi Pada Penderita Tanpa Mondok

Rontgen thorax. Untuk kasus-kasus khusus diperlukan pemeriksaan elektrolit, sistim koagulasi atau kadar obat dalam darah.

B. Instruksi Prehospital 1. Petunjuk Diet. Pada pediatric kurang dari 6 bulan boleh

diberikan air jenih (bukan susu) hingga 2 jam sebelum operasi, sedangkan untuk anak lebih dari 6 bulan boleh diberi air jernih hingga 3 jam sebelum operasi. Orang dewasa tetap puasa sejak malam sebelum operasi.

2. Medikasi . Pasien harus diberi tahu untuk melanjutkan obat-obat kardiovskuler, astma, penghilang rasa nyeri, anti cemas, anti kejang, dan anti hipertensi himgga menjelang saatnya operasi. Warfarin harus dihentikan beberapa hari sebelum operasi untuk mengembalikan fungsi prothrombin kembali normal, sebagian besar anestesiologist melanjutkan diuretic hingga saat operasi. Regular insulin tetap diberikan hingga pagi hari menjelang operasi dengan dosis separuhnya (tetapi sebaiknya ditunda hingga pasien tiba di rumah sakit bila waktu tempuh dari rumah cukup lama).

3. Visite preanestesi. Riwayat dan pemeriksaan klinis standar dilakukan dan masalah baru sebaiknya dieksplorasi (missal : infeksi saluran nafas atau nyeri dada tak spesifik). Diskusikan rencana anestesi dan buat surat persetujuan.

III. PENATALAKSANAAN ANESTESI

A. Premedikasi 1. anxiolytics. Bila diperlukan midazolam dosis kecil dapat

diberikan.2. profilaksi aspirasi. Pasien cemas berisiko untuk terjadinya

aspirasi oleh karena tingginya volume gaster dan rendahnya pH cairan lambung. Terapinya adalah H2 reseptor antagonis, metokhlopramid dan antasida

3. narkotuk. Fentanyl 50-100 µg dapat digunakan sebelum operasi.

B. Akses intravena. Kateter intravena kecil (no 20) dipasang di vena antecubital untuk mengurangi rasa nyeri pada saat penyuntikan propofol.

C. Monitoring standar. D. Anestesi umum :Induksi, obat yang paling sering digunakan adalah propofol, fentanyl, barbiturat, sedangkan pada pediatric biasanya digunakan halothan.

Page 3: Anestesi Pada Penderita Tanpa Mondok

Untuk penatalaksanaan jalan nafas dapat dilakukan face-mask, laryngeal mask tatu intubasi endotrakhea. Dapat digunakan obat pelumpuh otot suksinilkholin untuk prosedur singkat atau pelumpuh otot non depolarisasi short acting.

E. Anestesi regional :Tehnik yang ideal untuk pasien tanpa mondok menggunakan obat durasi singkat dan onset cepat untuk memungkinkan cepat pulih dan cepat pulang.

Blok spesifik :

@ spinal anestesi, cocok untuk operasi abdomen bagian bawah, pelvis dan perineum serta ekstremitas bawah. Komplikasi dari prosedur ini adalah nyeri kepala pasca penusukan duramater (post dural puncture headache = PDPH) dan rerensi urine.

@ epidural anestesi, digunakan pada pasien tanpa mondok untuk mengurangi risiko PDPH.

@ blok perifer, intravena regional, keuntungannya adalah sederhana, onset cepat dan hasil blok yang baik; sedangkan kerugiannya adalah durasi singkat dan kurang memberikan analgesi paska operasi serta risiko terjadinya intoksikasi bila tourniquets terlepas.

@ blokade pleksus brachial, dapat dilaksanakan pada aksiler, supraklavikuler maupun interscalene. Keuntungannya dapat memberikan analgesi paska operasi dengan baik, kerugiannya adalah dibutuhkan waktu lama untuk melaksanakannya serta hilangnya fungsi sensorik dan motorik dari ekstremitas yang diblok.

C. PROBLEMA PASKA OPERASIa. Nyeri, bila pasien mengalami nyeri pada saat dibawa ke ruang

pemulihan dapat diberikan tambahan morfin atau fentanyl. Pada pasie sadar dapat diberikab asetaminofen per oral, oxycodone atau ibuprofen.

b. Mual dan muntah, factor predisposisi al : riwayat emesis atau motion sickness, penggunaan narkotik, penggunaan gas ketawa, distensi lambung, nyeri hebat, prosedur operasi, serta factor lain seperti hipotensi dan hipoksia. Terapi pnya adalah : oksigen, metokhlopramid 0,15 mg/kg atau droperidol 0,625 mg iv. Mual muntah yang berat sebaiknya di rawat inap.

Page 4: Anestesi Pada Penderita Tanpa Mondok

D. KRITERIA PASIEN KELUAR1. Tempat operasi tidak boleh ada bengkak abnormal, perdarahan,

atau gangguan sirkulasi.2. Tanda-tanda vital harus stabil.3. Pasien harus dapat minum tanpa mual atau muntah.4. Pasien harus dapat berjalan.5. Rasa nyeri harus dapat dikendalikan dengan obat-obat per oral.6. Pasien harus dapat buang air kecil setelah menjalani prosedur

urology atau blok spinal/ epidural.