Anemia ( b'Hariatin)
-
Upload
melisumarso-nila -
Category
Documents
-
view
229 -
download
0
description
Transcript of Anemia ( b'Hariatin)
MAKALAH : Keperawatan Anak
DOSEN : Hariatin S.Kep Ns
ANEMIA PADA ANAK
DISUSUN OLEH :
SUSI HERLINA
RIJAL ZAHROMI
IRMAYANTI
SAPRI WAHID
PROGRAM STUDI S1. KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
MANDALA WALUYA
KENDARI
2009
K A T A P E N G A N T A R
Alhamdulillahi Rabbil Alamin . . .
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan Rahmat, Taufik dan hidayahnya sehingga makalah yang berjudul “ANEMIA PADA ANAK “ dapat diselesaikan dengan lancar.
Penulis sangat menyadari sepenuhnya bahwa didalam makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan kekeliruan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan.
Ucapan terima kasih tak lupa penulis sampaikan kepada pihak yang telah ikut berpartisipasi didalam penyelesaian makalah ini.
Kendari, Desember 2009
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hingga saat ini di indonesia masih terdapat 4 masalah gizi utama yaitu
KKP (Kurang Kalori Protein), Kurang vitamin A, Gangguan Akibat Kurang
Iodium (GAKI) dan kurang zat besi yang disebut Anemia Gizi (kodyat, A,1993)
Sampai saat ini salah satu masalah yang belum nampak menunjukkan
titik terang keberhasilan penanggulangannya adalah masalah kekurangan
zat besi atau dikenal dengan sebutan anemia gizi merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang paling umum dijumpai terutama di negara–
negara sedang berkembang. anemia gizi pada umumnya dijumpai pada
golongan rawan gizi yaitu ibu hamil, ibu menyusui, anak balita, anak
sekolah, anak pekerja atau buruh yang berpenghasilan rendah
(wijayanti,Y,1989).
Berdasarkan hasil–hasil penelitian terpisah yang dilakukan dibeberapa
tempat di Indonesia pada tahun 1980-an, prevalensi anemia pada wanita
hamil 50-70%, anak belita 30-40%, anak sekolah 25-35% dan pekerja fisik
berpenghasilan rendah 30-40% (Husaini 1989). Menurut SKRT 1995,
prevalensi rata–rata nasional pada ibu hamil 63,5%, anak balita 40,1%
(kodyat, 1993). Prevalensi anemia gizi yang tinggi pada anak sekolah
membawa akibat negatif yaitu rendahnya kekebalan tubuh sehingga
menyebabkan tingginya angka kesakitan. Dengan demikian konsekuensi
fungsional dari anemia gizi menyebabkan menurunnya kualitas sumber daya
manusia (scrimihow, 1984).
Khusus pada anak balita, keadaan anemia gizi secara perlahan – lahan
akan menghambat pertumbuhan dan perkambangan kecerdasan, anak –
anak akan lebih mudah terserang penyakit karena penurunan daya tahan
tubuh, dan hal ini tentu akan melemahkan keadaan anak sebagai generasi
penerus (wijayanti, T.1989)>
Penyebab utamaanemia gizi adalah konsumsi zat besi yang tidak cukup dan
absorbsi zat besi yang rendah dan pola makan yang sebagian besar terdiri
dari nasi dan menu yang kurang beraneka ragam. Selain itu infestasi cacing
tambang memperberat keadaan anemia yang diderita pada daerah–daerah
tertentu terutama daerah pedesaan (Husaini, 1989). Soemantri (1983),
menyatakan bahwa anemia gizi juga dipengaruhi oleh faktor–faktor lain
seperti sosial ekonomi, pendidikan, status gizi dan pola makan, fasilitas
kesehatan, pertumbuhan, daya tahan tubuh dan infeksi. Faktor- faktor
tersebut saling berkaitan.
Selama ini upaya penanggulangan anemia gizi masih difokuskan pada
sasaran ibu hamil, sedangkan kelompok lainnya seperti bayi, anak balita,
anak sekolah dan buruh berpenghasilan rendah belum ditangani. Padahal
dampak negatif yang ditumbuhkan anemia gizi pada anak balita sangatlah
serius, karena mereka sedang dalam tumbuh kembang yang cepat, yang
nantinya akan berpengaruh terhadap perkembangan kecerdasannya.
Mengingat mereka adalah penentu dari tinggi rendahnya kualitas pemuda
dan bangsa kelak. Penganganan sedini mungkin sangatlah berarti bagi
kelangsungan pembangunan.
B. Rumusan Masalah
Apa yang dimaksud dengan anemia pada anak secara umum?
Klasifikasi anemia yang terjadi pada anak ?
Perbedaan setiap klasifikasi anemia pada anak?
C.Tujuan
untuk mengetahui anemia secara umum pada anak
untuk mengetahui klasifikasi anemia yang terjadi pada anak
untuk mengetahui perbedaaan setiapklasifikasi pada anak
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
ANEMIA didefinisikan sebagai penurunan volume/jumlah sel darah merah (eritrosit) dalam darah atau penurunan kadar Hemoglobin sampai dibawah rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat (Hb<10 g/dL), sehingga terjadi penurunan kemampuan darah untuk menyalurkan oksigen ke jaringan. Dengan demikian anemia bukanlah suatu diagnosis melainkan pencerminan dari dasar perubahan patofisiologis yang diuraikan dalam anamnesa, pemeriksaan fisik yang teliti serta pemeriksaan laboratorium yang menunjang.
B. PENYEBAB
Anemia pada bayi baru lahir bisa terjadi akibat: Kehilangan darah Penghancuran sel darah merah yang berlebihan Gangguan pembentukan sel darah merah.
Hilangnya sejumlah besar darah selama proses persalinan bisa terjadi jika plasenta terlepas dari dinding rahim sebelum waktunya (abrupsio plasenta) atau jika terdapat robekan pada tali pusar. Bayi tampak sangat pucat, tekanan darahnya rendah dan sesak nafas.
Anemia pada bayi prematur biasanya disebabkan oleh hilangnya darah (karena pemeriksaan darah berulang untuk keperluan tes laboratorium) dan berkurangnya pembentukan sel darah merah. Dalam keadaan normal, sumsum tulang tidak membentuk sel darah merah yang baru selama 3-4 minggu setelah bayi lahir. Anemia akan semakin memburuk karena laju pertumbuhan bayi lebih cepat dibandingkan dengan laju pembentukan sel darah merah yang baru. Tetapi bayi prematur biasanya tidak menunjukkan gejala-gejala anemia dan keadaan ini akan menghilang dengan sendirinya dalam waktu 1-2 bulan.
Penghancuran sel darah merah terjadi pada: Penyakit hemolitik pada bayi baru lahir : sejumlah besar sel darah
merah dihancurkan oleh antibodi yang dihasilkan oleh ibu selama janin berada dalam kandungan
Bayi yang menderita kelainan bentuk sel darah merah, misalnya sferositosis (sel darah merah berbentuk sferis)
Kelainan hemoglobin (protein pembawa oksigen di dalam sel darah merah), misalnya penyakit sel sabit atau talasemia
Infeksi selama bayi berada dalam kandungan (misalnya toksoplasmosis, campak Jerman, penyakit sitomegalovirus, herpes simpleks atau sifilis). Jika sel darah dihancurkan, hemoglobin diubah menjadi bilirubin. Kadar bilirubin yang tinggi di dalam darah (hiperbilirubinemia) menyebabkan sakit kuning (jaundice) dan pada kasus yang berat, bisa menyebabkan kerusakan otak (kern ikterus).
Anemia karena kekurangan zat besi bisa terjadi pada bayi berusia 3-6 bulan jika diberikan susu sapi atau susu formula yang tidak diperkaya dengan zat besi.
C. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik yang timbul tergantung pada :
1. kecepatan timbulnya anemia2. umur individu
3. mekanisme kompensasi tubuh seperti : peningkatan curah jantung dan pernapasan, meningkatkan pelepasan oksigen oleh hemoglobin, mengembangkan volume plasma, redistribusi aliran darah ke organ-organ vital.
1. tingkat aktivitasnya
2. keadaan penyakit yang mendasari
3. parahnya anemia tersebut
D. Klisifikasi
Anemia dapat diklasifikasikan menjadi empat bagian :
1. Anemia defisiensi2. Anemia aplastik
3. Anemia hemoragik
4. Anemia hemolitik
I. Anemia Defisiensi
Anemia Defisiensi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan satu
atau beberapa bahan yang diperlukan untuk pematangan eritrosit, seperti
defisiensi besi, asam folat, vitamin B12, protein, piridoksin dan sebagainya.
Anemia defisiensi dapat diklasifikasikan menurut morfologi dan etiologi
menjadi 3 golongan :
a. Mikrositik Hipokrom
Mikrositik berarti sel darah merah berukuran kecil, dibawah ukuran
normal (MCV<80 fL). Hipokrom berarti mengandung hemoglobin dalam
jumlah yang kurang dari normal (MCHC kurang). Hal ini umumnya
menggambarkan defisiensi besi, keadaan sideroblastik dan kehilangan darah
kronik atau gangguan sintesis globin seperti pada penderita talasemia. Dari
semua itu defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia didunia.
Anemia Defisiensi Besi
merupakan penyakit yang sering pada bayi dan anak yang sedang
dalam proses pertumbuhan dan pada wanita hamil yang keperluan besinya
lebih besar dari orang normal. Jumlah besi dalam badan orang dewasa
adalah 4-5 gr sedang pada bayi 400 mg, yang terdiri dari : masa eritrosit 60
%, feritin dan hemosiderin 30 %, mioglobin 5-10 %, hemenzim 1 %, besi
plasma 0,1 %. Kebutuhan besi pada bayi dan anak lebih besar dari
pengelurannya karena pemakaiannya untuk proses pertumbuhan, dengan
kebutuhan rata-rata 5 mg/hari tetapi bila terdapat infeksi meningkat sampai
10 mg/hari.
Besi diabsorsi dalam usus halus (duodenum dan yeyenum) proksimal.
Besi yang terkandung dalam makanan ketika dalam lambung dibebaskan
menjadi ion fero dengan bantuan asam lambung (HCL). Kemudian masuk ke
usus halus dirubah menjadi ion fero dengan pengaruh alkali, kemudian ion
fero diabsorpsi, sebagian disimpan sebagai senyawa feritin dan sebagian lagi
masuk keperedaran darah berikatan dengan protein (transferin) yang akan
digunakan kembali untuk sintesa hemoglobin. Sebagian dari transferin yang
tidak terpakai disimpan sebagai labile iron pool. Penyerapan ion fero
dipermudah dengan adanya vitamin atau fruktosa, tetapi akan terhambat
dengan fosfat, oksalat, susu, antasid. Berikut bagan metabolisme besi :
Adapun sumber besi dapat diperoleh dari
makanan seperti : hati, daging telur, buah, sayuran yang mengandung
klorofil, terkadang untuk menghindari anemia defisiensi besi kedalam
susu buatan atau tepung untuk makanan bayi ditambahkan
kandungan besi namun terkadang dapat menimbulkan terjadinya
hemokromatosis.
Cadangan besi dalam tubuh
Bayi normal/sehat cadangan besi cukup untuk 6 bulan
Bayi prematur cadangan besi cukup untuk 3 bulan
Ekskresi besi dari tubuh sangat sedikit bisa melalui urin, tinja, keringat, sel
kulit yang terkelupas dan karena perdarahan (mens) sangat sedikit.
Sedangkan besi yang dilepaskan pada pemecahan hemoglobin dari eritrosit
yang sudah mati akan masuk kembali ke dalam iron pool dan digunakan lagi
untuk sintesa hemoglobin. Pengeluaran besi dari tubuh yang normal :
Bayi 0,3 – 0,4 mg.hari
Anak 4-12 tahun 0,4 – 1 mg/hari
Laki-laki dewasa 1 – 1,5 mg/hari
Wanita dewasa 1 – 2,5 mg/hari
Wanita hamil 2,7 mg/hari
Etiologi
menurut patogenesisnya :
Masukan kurang : MEP, defisiensi diet, pertumbuhan cepat.
Absorpsi kurang : MEP, diare kronis
Sintesis kurang : transferin kurang
Kebutuhan meningkat : infeksi dan pertumbuhan cepat
Pengeluaran bertambah: kehilangan darah karena infeksi parasit dan
polip
Berdasarkan umur penderita penyebab dari defisiensi besi dapat dibedakan:
bayi < 1tahun : persediaan besi kurang karena BBLR, lahir kembar, ASI
eklusif tanpa suplemen besi, susu formula rendah besi, pertumbuhan
cepat, anemi selama kehamilan
anak 1-2 tahun : masukan besi kurang, kebutuhan yang meningkat
karena infeksi berulang (enteritis,BP), absorpsi kurang
anak 2-5 tahun : masukan besi kurang, kebutuhan meningkat,
kehilangan darah karena divertikulum meckeli.
Anak 5-remaja : perdarahan karena infeksi parasit dan polip, diet tidak
adekuat.
Remaja-dewasa: mentruasi berlebihan
Gejala klinis
- Lemas, pucat dan cepat lelah
- Sering berdebar-debar
- Sakit kepala dan iritabel
- Pucat pada mukosa bibir dan faring, telapak tangan dan dasar kuku
- Konjungtiva okuler berwarna kebiruan atau putih mutiara (pearly
white)
- Papil lidah atrofi : lidah tampak pucat, licin, mengkilat, merah,
meradang dan sakit.
- Jantung dapat takikardi
- Jika karena infeksi parasit cacing akan tampak pot belly
- Penderita defisiensi besi berat mempunyai rambut rapuh, halus serta
kuku tipis, rata, mudah patah dan berbentuk seperti sendok.
Laboratorium
Kadar Hb <10 g/dL, Ht menurun
MCV <80, MCHC <32 %
Mikrositik hipokrom, poikilositosis, sel target
SSTL sistem eritropoetik hiperaktif
SI menurun, IBC meningkat
Terapi
Pengobatan kausal
Makanan adekuat
Sulfas ferosus 3X10 mg /KgBB/hari. Diharapkan kenaikan Hb 1 g.dL
setiap 1-2 minggu
Transfusi darah bila kadar Hb <5 g/dL dan keadaan umum tidak baik
Antelmintik jika ada infeksi parasit
Antibiotik jika ada infeksi
b. Makrositik Normokrom (Megalobalstik)
Makrositik berarti ukuran sel darah merah lebih besar dari normal
tetapi normokrom karena konsentrasi hemoglobin normal (MCV >100 fL,
MCHC normal). Hal ini diakibatkan oleh gangguan atau terhentinya sintesis
asam nukleat DNA seperti yang ditemukan pada defisiensi B12 dan atau asam
folat.
. Anemia Defisiensi Asam Folat
Asam folat adalah bahan esensial untuk sintesis DNA dan RNA. Jumlah
asam folat dalam tubuh berkisar 6-10 mg, dengan kebutuhan perhari 50mg.
Asam folat dapat diperoleh dari hati, ginjal, sayur hijau, ragi. Asam folat
sendiri diserap dalam duodenum dan yeyenum bagian atas, terikat pada
protein plasma secara lemah dan disimpan didalam hati. Tanpa adanya
asupan folat, persediaan folat biasanya akan habis kira-kira dalam waktu 4
bulan. Berikut metabolisme asam folat :
etiologi
kekurangan masukan asam folat
gangguan absorpsi
kekurangan faktor intrinsik seperti pada anemia pernisiosa dan
postgastrektomi
infeksi parasit
penyakit usus dan keganasan
obat yang bersifat antagonistik terhadap asam folat seperti metotrexat
gejala klinis
pucat
lekas letih dan lemas
berdebar-debar
pusing dan sukar tidur
tampak seperti malnutrisi
glositis berat (radang lidah disertai rasa sakit)
diare dan kehilangan nafsu makan
laboratorium
Hb menurun, MCV >96 fL
Retikulosit biasanya berkurang
Hipersegmentasi neutrofil
Aktivitas asam folat dalam serum rendah (normal antara 2,1-2,8
mg/ml)
SSTL eritropoetik megaobalstk, granulopoetik, trombopoetik
Terapi
Asam folat 3X5 mg/hari untuk anak
Asam folat 3X2,5 mg/hari untuk bayi
Atasi faktor etiologi
Anemia Defisiensi Vitamin B12
Dihasilkan dari kobalamin dalam makanan terutama makanan yang
mengandung sumber hewani seperti daging dan telur. Vitamin B12
merupakan bahan esensial untuk produksi sel darah merah dan fungsi
sistem saraf secara normal. Anemia jenis ini biasanya disebabkan karena
kurangnya masukan, panderita alkoholik kronik, pembedahan lambung dan
ileum terminale, malabsorpsi dan lain-lain. Adapun gejala dari penyakit ini
berupa penurunan nafsu makan, diare, sesak napas, lemah, dan cepat lelah.
Untuk pengobatannya dapat diberikan suplementasi vitamin B12.
c. Anemia Dimorfik
Suatu campuran anemia mikrositik hipokrom dan anemia megaloblastik.
Biasanya disebabkan oleh defisiensi dari asam folat dan besi. Dari hasil
pemeriksaan laboratorium didapatkan :
hipokrom makrositik
mikrositik normokrom
MCV, MCH, MCHC mungkin normal
SI menurun sedikit
IBC agak menurun
SSTL terlihat gejala campuran dari kedua jenis anemia
Untuk terapi dapat diberikan : preparat besi dan asam folat
II. Anemia Aplastik / Pansitopenia
Keadaan yang disebabkan berkurangnya sel-sel darah dalam darah tepi
sebagai akibat terhentinya pembentukan sel hemapoetik dalam SSTL,
sehingga penderita mengalami pansitopenia yaitu kekurangan sel darah
merah, sel darah putih dan trombosit.Secara morfologis sel-sel darah merah
terlihat normositik dan normokrom, hitung retikulosit rendah atau hilang,
biopsi sumsum tulang menunjukkan keadaan yang disebut pungsi kering
dengan hipoplasia yang nyata dan terjadi penggantian dengan jaringan
lemak. Anemia aplastik dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :
1. Kongenital
Timbul perdarahan bawah kulit diikuti dengan anemia progresif dengan
clinical onset 1,5-22 tahun, rerata 6-8 tahun. Salah satu contoh adalah
sindrom fanconi yang bersifat constitusional aplastic anemia resesif
autosom, pada 2/3 penderita disertai anomali kongenital lain seperti
mikrosefali, mikroftalmi, anomali jari, kelainan ginjal, perawakan pendek,
hiperpigmentasi kulit.
1. Didapat
disebabkan oleh :
radiasi sinar rontgen dan sinar radioaktif
zat kimia seperti benzena, insektisida, As, Au, Pb
obat seperti kloramfenikol, busulfan, metotrexate, sulfonamide,
fenilbutazon.
Individual seperti alergi
Infeksi seperti IBC milier, hepatitis
Lain-lain seperti keganasan, penyakit ginjal, penyakit endokrin
Yang paling sering bersifat idiopatik
Pucat, lemah, anorexia, palpitasi
Sesak napas karena gagal jantung
Aplasi sistem hematopoetik seperti ikterus, limpa/hepar membesar,
KGB membesar
Anemia karena eritropoetik menurun retikulositopenia,Hb,Ht,
eritrosit menurun
Perdarahan oleh karena trombopoetik menurun
trombositopenia
Rentan terhadap infeksi oleh karena granulopoetik
menurun netropenia
Bersifat berat dan serius
Laboratorium
Anemia hipokrom normositik dan makrositik
Retikulosit menurun
Leukopenia
Trombositopenia
Kromosom patah
SSTL hipoplasia / aplasia yang diganti oleh jaringan lemak atau
jaringan penyokong
Terapi
Prednison /kortikosteroid 2-5 mg/KgBB/hari secara oral
Androgen/testosteron 1-2 mg /KgBB/ hari secara parenteral
Transfusi darah bila perlu
Pengobatan terhadap infeksi sekunder
Makanan lunak
Istirahat
Transplantasi sumsum tulang pada pasien muda, antithymocyte
globulin (ATG) untuk pasien tua.
III. Anemia Hemolitik
Pada anemia hemolitik umur eritrosit menjadi lebih pendek (normal umur
eritrosit 100-120 hari). Gejala umum penyakit ini disebabkan adanya
penghancuran eritrosit sehingga dapat menimbulkan gejala anemi, bilirubin
meningkat bila fungsi hepar buruk dan keaktifan sumsum tulang untuk
mengadakan kompensasi terhadap penghancuran tersebut (hipereaktif
eritropoetik) sehingga dalam darah tepi dijumpai banyak eritrosit berinti,
retikulosit meningkat, polikromasi, bahkan eritropoesis ektrameduler.
Adapun gejala klinis penyakit ini berupa : menggigil, pucat, cepat lelah,
sesak napas, jaundice, urin berwarna gelap, dan pembesaran limpa. Penyakit
ini dapat dibagi dalam 2 golongan besar yaitu :
1. Gangguan Intrakorpuskular (kongenital)
Kelainan ini umumnya disebabkan oleh karena ada gangguan dalam
metabolisme eritrosit sendiri. Dapat dibagi menjadi 3 golongan yaitu :
a. Gangguan pada struktur dinding eritrosit
Sferositosis
Umur eritrosit pendek, bentuknya kecil, bundar dan resistensi terhadap NaCl
hipotonis menjadi rendah. Limpa membesar dan sering disertai ikhterus,
jumlah retikulosit meningkat. Penyebab hemolisis pada penyakit ini
disebabkan oleh kelainan membran eritrosit. Pada anak gejala anemia lebih
menyolok dibanding dengan ikhterus. Suatu infeksi yang ringan dapat
menimbulkan krisis aplastik. Utnuk pengobatan dapat dilakukan transfusi
darah dalam keadaan kritis, pengangkatan limpa pada keadaan yang ringan
dan anak yang agak besar (2-3 tahun), roboransia.
Ovalositosis (eliptositosis)
50-90% Eritrosit berbentuk oval (lonjong), diturunkan secara dominan,
hemolisis tidak seberat sferositosis, dengan splenektomi dapat mengurangi
proses hemolisis.
A beta lipoproteinemia
Diduga kelainan bentuk ini disebabkan oleh kelainan komposisi lemak pada
dinding sel.
Gangguan pembentukan nukleotida
Kelainan ini dapat menyebabkan dinding eritrosit mudah pecah
Defisisnsi vitamin E
b. Gangguan enzim yang mengakibatkan kelainan metabolisme
dalam eritrosit
Defisiensi G6PD
akibat kekurangan enzim ini maka glutation (GSSG) tidak dapat direduksi.
Glutation dalam keadaan tereduksi (GSH) diduga penting untuk melindungi
eritrosit dari setiap oksidasi, terutama obat-obatan. Diturunkan secara
dominan melalui kromosom X. Penyakit ini lebih nyata pada laki-laki. Proses
hemolitik dapat timbul akibat atau pada : obat-obatan (asetosal, sulfa, obat
anti malaria), memakan kacang babi, alergi serbuk bunga, bayi baru lahir.
Gejala klinis yang timbul berupa cepat lelah, pucat, sesak napas, jaundice
dan pembesaran hepar. Untuk terapi bersifat kausal.
Defisiensi glutation reduktase
Disertai trombositopenia dan leukopenia dan disertai kelainan neurologis.
Defisiensi glutation
Diturunkan secara resesif dan jarang ditemukan.
Defisiensi piruvat kinase
Pada bentuk homozigot berat sekali sedang pada bentuk heterozigot tidak
terlalu berat. Khas dari penyakit ini adanya peninggian kadar 2,3
difosfogliserat (2,3 DPG). Gejala klinis bervariasi, untuk terapi dapat
dilakukan tranfusi darah.
Defisiensi triose phosphatase isomerase (TPI)
Menyerupai sferositosis tetapi tidak ada peningkatan fragilitas osmotik dan
hapusan darah tepi tidak ditemnukan sferosit. Pada bentuk homozigot
bnersiaft lebih berat.
Defisiensi difosfogliserat mutase
Defisiensi heksokinase
Defisiensi gliseraldehide 3 fosfat dehidrogenase
Ketiga jenis terakhir diturunkan secara resesif dan diagnosis ditgakkan
dengan pemeriksaan biokimia.
c. Hemoglobinopatia
Hemoglobin orang dewasa normal teridi dari HbA (98%), HbA2 tidak lebih
dari 2 % dan HbF tidak lebih dari 3 %. Pada bayi baru lahir HbF merupakan
bagian terbesar dari hemoglobinnya (95%), kemudian pada perkembangan
konsentrasi HbF akan menurun sehingga pada umur 1 tahun telah mencapai
keadaan yang normal. Terdapat 2 golongan besar gangguan pembentukan
Hemoglobin ini yaitu :
gangguan struktural pembentukan hemoglobin (hemoglobin abnormal)
misal HbE, HbS dan lain-lain.
Gangguan jumlah (salah satu atau beberapa) rantai globin misal
talasemia
Penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan dari kedua orang tua
kepada anak-anaknya secara resesif. Di Indonesia talasemia merupakan
penyakit terbanyak diantara golongan anemia hemolitik dengan penyebab
intrakorpuskular. Secara molekular dibedakan atas :
Talasemia µ (gangguan pembentukan rantai µ)
Talasemia b (gangguan pembentukan tantai b)
Talasemia b-d (gangguan pembentuka rantai b dand yang letak
gennya diduga berdekatan )
Talasemia d (gangguan pembentukan rantai d)
Secara klinis talasemia dibagi dalam 2 golongan yaitu :
Talasemia mayor (bentuk homozigot)
Memberikan gejala klinis yang jelas
Talasemia minor
Biasanya tidak memberikan gejala klinis
Gejala klinis dan laboratorium
Kelaianan darah
Berupa anemia berat tipe mikrositik karena sintesis HbA menurun,
penghancuran eritrosit meningkat dan defisiensi asam folat.
Kelainan organ
karena proses penyakit dan hemosiderosis karena transfusi. Berupa
hepatomegali – splenomegali, pada anak yang besar disertai gizi yang jelek
dan muka fasies mongoloid. tulang medula lebar, kortek tipis sehingga
mudah fraktur dan trabekula kasar, tulang tengkorak memperlihatkan diploe
dan brush appereance. Gangguan pertumbuhan berupa pendek, menarche,
gangguan pertumbuhan sex sekunder, perikarditis dan kardiomegali dapat
menyebabkan dekomp kordis.
Darah tepi
Mikrositik hipokrom, jumlah retikulosit meningkat, pada hapusan darah tepi
didapatkan anisositosis, hipokromi, poikilositositosis, sel target. Kadar besi
dalam serum (SI) meninggi dan daya ikat serum besi (IBC) menjadi rendah.
Hemoglobin mengandung kadar HbF yang tinggi lebih dari 30%. Di indonesia
kira-kira 45% penderita talasmeia juga mempunyai HbE, penderita talasemia
HbE maupun HbS secara klinis lebih ringan dari talasemia mayor. Umumnya
datang ke dokter pada umur 4-6 tahun sedang talasemia mayor gejala sudah
tampak pada umur 3 bulan. Penderita talasemia HbE dapat hidup hingga
dewasa.
Komplikasi
Anemi berat dan lama dapat menyebabkan gagal jantung, transfusi darah
berulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah sangat
tinggi, sehingga ditimbun dalam berbagai organ (hepar, limpa, kulit,
jantung).hemokromatosis, limpa yang besar mudah ruptur kadang disertai
tanda hipersplenisme seperti leukopenia dan trombositopenia.
Pengobatan
Saat diagnosis (baru)
Atasi anemi dengan transfusi PRC bila hb <6g/dL dan dipertahankan
>12 g/dL
Atasi komplikasi karena penyakit : gagal jantung karena anemi beri
oksigen, transfusi, diuretik, digitalisasi hanya bila Hb >8 g/dL. Jika ada
infeksi beri antibiotik.
Lengkapi antropometri
Lengkapi penunjang : kadar besi dan feritin, foto tulang, analisa Hb,
rontgen thorak dan EKG, pemeriksaan DNA
Imunisasi hepatitis B
Tindak lanjut (pasien lama)
kontrol Hb 2- 4 minggu, darah lengkap setiap 4 minggu
pemberian kelasi besi (deferoxamin /DFO)
jika kadar feritin ³2000 mg/L diberikan 5 hari dalam 1 minggu, jika
kadar feritin <2000 mg/L diberikan tiap kali transfuse
pemantauan fungsi organ : setiap 3 bulan
splenektomi
pemeriksaan IQ
atasi komplikasi
untuk dekomp kordis jika Hb>8 g/dL dan ada kardiomiopati beri
dosteral IM, transfusi. Jika Hb < 8 g/dL oleh karena anemi dapat
dilakukan transfusi, dosteral biasa.
Obat-obatan seperti vitamin C dan asam folat 2-5 mg/hari.
Hingga sekarang tidak ada obat yang dapat menyembuhkan, transfusi
darah diberikan bila kadar Hb telah rendah (kurang dari 6 g/dL) atau
bila anak mengeluh tidak mau makan dan lemah
Untuk mengeluarkan besi dari jaringan tubuh diberikan iron chelating
agent yaitu desferal secata intramuskular atau intavena.
Splenektomi dilakukan pada anak 2 tahun sebelum didapatkan tanda
hipersplenisme atau hemosiderosis. Dapat pula diberikan vitamin.
1. b. Gangguan Ektrakorpuskular
Golongan dengan penyebab hemolisis ektraseluler, biasanya penyebabnya
merupakan faktor yang didapat (acquired) dan dapat disebakan oleh :
1. obat-obatan, racun ular, jamur, bahan kimia (bensin, saponin, air),
toksin (hemolisisn) streptokokkus, virus, malaria.
2. hipesplenisme
3. anemia akibat penghancuran eritrosit karena reaksi antigen-antibodi.
Seperti inkompabilitas golongan darah, alergen atau hapten yang
berasal dari luar tubuh, bisa juga karena reaksi autoimun.
Pengobatan
Pemberian transfusi darah dapat menolong penderita, dapat pula diberikan
prednison atau hidrokortison dengan dosis tinggi pada anemia hemolitik
imun ini.
IV. Anemia Post Hemoragik
Terjadi akibat perdarahan masif atau perdarahan menahun seperti
kehilangan darah karena kecelakaan, operasi, perdarahan usus, ulkus
peptikum, hemoroid.
1. Kehilangan darah mendadak
a. Pengaruh yang timbul segera
kehilangan darah yang cepat akan menimbulkan reflek kardiovaskular
sehingga terjadi kontraksi arteriola, penurunan aliran darah keorgan
yang kurang vital (anggota gerak, ginjal dan sebagainya) dan
peningkaata aliran darah keorgan vital (otak dan jantung).
Kehilangan darah 12-15% : pucat, takikardi, TD normal/menurun
Kehilangan darah 15-20% : TD menurun, syok reversibel
Kehilangan darah >20% : syok reversibel
Terapi : transfusi darah dan plasma
b. Pengaruh lambat
pergeseran cairan ektraseluler ke intraseluler sehingga terjadi
hemodilusi
gejala : leukositosis (15.000-20.000/mm3), Hb, Ht, eritrosit menurun,
eritropoetik meningkat, oligouria / anuria, gagal jantung.
Terapi dapat diberikan PRC
2. Kehilangan darah menahun
Berupa gejala defisiensi besi bila tidak diimbangi dengan masukan suplemn
besi.
BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN
ANEMIA didefinisikan sebagai penurunan volume/jumlah sel darah
merah (eritrosit) dalam darah atau penurunan kadar Hemoglobin
sampai dibawah rent Untuk penangan anemia diadasarkan dari
penyakit yang menyebabkannya ang nilai yang berlaku untuk orang
sehat (Hb<10 g/dL).
Dengan demikian anemia bukanlah suatu diagnosis melainkan
pencerminan dari dasar perubahan patofisiologis yang diuraikan
dalam anamnesa, pemeriksaan fisik yang teliti serta pemeriksaan
laboratorium yang menunjang.
Tanda dan gejala yang sering timbul adalah sakit kepala, pusing,
lemah, gelisah, diaforesis (keringat dingin), takikardi, sesak napas,
kolaps sirkulasi yang progresif cepat atau syok, dan pucat (dilihat
dari warna kuku, telapak tangan, membran mukosa mulut dan
konjungtiva).
Anemia Anemia dapat diklasifikasikan menjadi empat bagian :
1. Anemia defisiensi
2. aplastik
3. Anemia hemoragik
4. Anemia hemolitik
1. mikrositik hipokrom : defisiensi besi
2. makrositik normokrom : defisiensi asam folat dsn vitamin B12
3. anemia dimorfik
Anemia hemolitik dibedakan menjadi :
1. gangguan intakorpuskuler : kelainan struktur dinding eritrosit,
defisiensi enzim, hemoglobinopatia
2. gangguan ektrakorpuskuler
Anemia post hemoragik bisa karena :
1. kehilangan darah mendadak
2. kehilangan darah menahun
B. Saran
Diharapkan bagi para pembaca pada umumnya dan bagi para calon
perawat professional pada khususnya supaya dapat memberikan perhatian
pada anak agar terhindar dari gejala penyakit anemia.
DAFTAR PUSTAKA
Mansoer Arif. Kapita Selekta Kedokteran edisi 3. Media Aesculapius.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2000
Sylvia A.Price. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit buku 2.
EGC. Jakarta. 1995
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Volume 1 . Percetakan Info
Medika. Jakarta. 2002
Richard E.Behrman. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Volume 2 edisi 15. EGC.
Jakarta. 2000
Rita Nanda, MD. Departement of Hematology/Oncology. University of
Chicago Medical Centre. Chicago. Review provided by VeriMed Healthcare
Network.
Stephen Grund, MD, PhD. Chief of Hematology/Oncology and Director of
The George Bray Cancer Center at New Britain General Hospital. New
Britain. Review provided by VeriMed Healthcare Network.
Marcia S.Brose, MD, PhD. Assistant Profesor Hematology/Oncology. The
University of Pennsylvania Cancer Center. Philadelphia. Review provided
by VeriMed Healthcare Network.
Beutler E. G6PD deficiency. Blood 1994;84:3613-36.
S, Estwick D, Peddi R. G6PD deficiency: its role in the high prevalence of
hypertension and diabetes mellitus. Ethn Dis 2001;11:749-54..
Mehta A, Mason PJ, Vulliamy TJ. Glucose-6-phosphate dehydrogenase
deficiency. Baillieres Best Pract Res Clin Haematol 2000;13:21-38..
Maggio A, D’Amico G, et al. Deferiprone versus deferoxamine in patients
with thalassemia major: a randomized clinical trial. Blood Cells Mol Dis.
2002 Mar-Apr;28(2):196-208