Anemia Aplasti ( Ambiyo Budiman )

27
Anemia aplastik kelainan hematologik yang ditandai dengan penurunan komponen selular pada darah tepi yang diakibatkan oleh kegagalan produksi di sumsum tulang. Pada keadaan ini jumlah sel-sel darah yang diproduksi tidak memadai. Penderita mengalami pansitopenia, yaitu keadaan dimana terjadi kekurangan jumlah sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit Epidemiologi Anemia aplastik jarang ditemukan. Insidensi bervariasi di seluruh dunia, berkisar antara 2 sampai 6 kasus persejuta penduduk pertahun. 2 Analisis retrospektif di Amerika Serikat memperkirakan insiden anemia aplastik berkisar antara 2 sampai 5 kasus persejuta penduduk pertahun. 9 The Internasional Aplastic Anemia and Agranulocytosis Study dan French Study memperkirakan ada 2 kasus persejuta orang pertahun. 2,9 Frekuensi tertinggi anemia aplastik terjadi pada orang berusia 15 sampai 25 tahun; peringkat kedua terjadi pada usia 65 sampai 69 tahun. Anemia aplastik lebih sering terjadi di Timur Jauh, dimana insiden kira-kira 7 kasus persejuta penduduk di Cina, 4 kasus persejuta penduduk di Thailand dan 5 kasus persejuta penduduk di Malaysia. Penjelasan kenapa insiden di Asia Timur lebih besar daripada di negara Barat belum jelas. 9 Peningkatan insiden ini diperkirakan berhubungan dengan faktor lingkungan seperti peningkatan paparan dengan bahan kimia toksik, dibandingkan dengan faktor genetik. Hal ini terbukti dengan tidak ditemukan peningkatan insiden pada orang Asia yang tinggal di Amerika. Anemia aplastik umumnya diklasifikasikan sebagai berikut : A. Klasifikasi menurut kausa 2 : 1. Idiopatik : bila kausanya tidak diketahui; ditemukan pada kira-kira 50% kasus. 2. Sekunder : bila kausanya diketahui.

Transcript of Anemia Aplasti ( Ambiyo Budiman )

Page 1: Anemia Aplasti ( Ambiyo Budiman )

Anemia aplastik

kelainan hematologik yang ditandai dengan penurunan komponen selular pada darah tepi yang diakibatkan oleh kegagalan produksi di sumsum tulang. Pada keadaan ini jumlah sel-sel darah yang diproduksi tidak memadai. Penderita mengalami pansitopenia, yaitu keadaan dimana terjadi kekurangan jumlah sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit

Epidemiologi

Anemia aplastik jarang ditemukan. Insidensi bervariasi di seluruh dunia, berkisar antara 2 sampai 6 kasus persejuta penduduk pertahun.2 Analisis retrospektif di Amerika Serikat memperkirakan insiden anemia aplastik berkisar antara 2 sampai 5 kasus persejuta penduduk pertahun.9 The Internasional Aplastic Anemia and Agranulocytosis Study dan French Study memperkirakan ada 2 kasus persejuta orang pertahun.2,9 Frekuensi tertinggi anemia aplastik terjadi pada orang berusia 15 sampai 25 tahun; peringkat kedua terjadi pada usia 65 sampai 69 tahun. Anemia aplastik lebih sering terjadi di Timur Jauh, dimana insiden kira-kira 7 kasus persejuta penduduk di Cina, 4 kasus persejuta penduduk di Thailand dan 5 kasus persejuta penduduk di Malaysia. Penjelasan kenapa insiden di Asia Timur lebih besar daripada di negara Barat belum jelas.9 Peningkatan insiden ini diperkirakan berhubungan dengan faktor lingkungan seperti peningkatan paparan dengan bahan kimia toksik, dibandingkan dengan faktor genetik. Hal ini terbukti dengan tidak ditemukan peningkatan insiden pada orang Asia yang tinggal di Amerika.

Anemia aplastik umumnya diklasifikasikan sebagai berikut :

A. Klasifikasi menurut kausa2 :

1. Idiopatik : bila kausanya tidak diketahui; ditemukan pada kira-kira 50% kasus.

2. Sekunder : bila kausanya diketahui.

3. Konstitusional : adanya kelainan DNA yang dapat diturunkan, misalnya anemia

Fanconi

B. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan atau prognosis (lihat tabel 1).

Tabel 1. Klasifikasi anemia aplastik berdasarkan tingkat keparahan.3,9,10

Anemia aplastik berat - Seluraritas sumsum tulang <25% atau 25-50%

dengan <30% sel hematopoietik residu, dan

- Dua dari tiga kriteria berikut :

netrofil < 0,5x109/l

trombosit <20x109 /l

retikulosit < 20x109 /l

Page 2: Anemia Aplasti ( Ambiyo Budiman )

Anemia aplastik sangat berat

Anemia aplastik bukan berat

Sama seperti anemia aplastik berat kecuali

netrofil <0,2x109/l

Pasien yang tidak memenuhi kriteria anemia

aplastik berat atau sangat berat; dengan sumsum

tulang yang hiposelular dan memenuhi dua dari

tiga kriteria berikut :

- netrofil < 1,5x109/l

- trombosit < 100x109/l

- hemoglobin <10 g/dl

Etiologi Anemia Aplastik

Anemia aplastik sering diakibatkan oleh radiasi dan paparan bahan kimia. Akan

tetapi, kebanyakan pasien penyebabnya adalah idiopatik, yang berarti penyebabnya tidak

diketahui.4,11 Anemia aplastik dapat juga terkait dengan infeksi virus dan dengan penyakit

lain (Tabel 2).

Tabel 2. Klasifikasi Etiologi Anemia aplastik.6,12

Anemia Aplastik yang Didapat (Acquired Aplastic Anemia)

Anemia aplastik sekunder

  Radiasi

  Bahan-bahan kimia dan obat-obatan

     Efek regular

       Bahan-bahan sitotoksik

       Benzene

     Reaksi Idiosinkratik

       Kloramfenikol

       NSAID

       Anti epileptik

       Emas

       Bahan-bahan kimia dan obat-obat lainya

  Virus

     Virus Epstein-Barr (mononukleosis infeksiosa)

Page 3: Anemia Aplasti ( Ambiyo Budiman )

     Virus Hepatitis (hepatitis non-A, non-B, non-C, non-G)

     Parvovirus (krisis aplastik sementara, pure red cell aplasia)

     Human immunodeficiency virus (sindroma immunodefisiensi yang didapat)

  Penyakit-penyakit Imun

     Eosinofilik fasciitis

     Hipoimunoglobulinemia

     Timoma dan carcinoma timus

     Penyakit graft-versus-host pada imunodefisiensi

  Paroksismal nokturnal hemoglobinuria

  Kehamilan

Idiopathic aplastic anemia

Anemia Aplatik yang diturunkan (Inherited Aplastic Anemia)

Anemia Fanconi

   Diskeratosis kongenita

   Sindrom Shwachman-Diamond

   Disgenesis reticular

   Amegakariositik trombositopenia

   Anemia aplastik familial

   Preleukemia (monosomi 7, dan lain-lain.)

   Sindroma nonhematologi (Down, Dubowitz, Seckel)

  

2.4.1 Radiasi

Aplasia sumsum tulang merupakan akibat akut yang utama dari radiasi dimana

stem sel dan progenitor sel rusak. Radiasi dapat merusak DNA dimana jaringan-jaringan

dengan mitosis yang aktif seperti jaringan hematopoiesis sangat sensitif.4,12 Bila stem sel

hematopoiesis yang terkena maka terjadi anemia aplastik. Radiasi dapat berpengaruh pula

pada stroma sumsum tulang dan menyebabkan fibrosis.2

Efek radiasi terhadap sumsum tulang tergantung dari jenis radiasi, dosis dan

luasnya paparan sumsum tulang terhadap radiasi. Radiasi berenergi tinggi dapat

digunakan sebagai terapi dengan dosis tinggi tanpa tanda-tanda kerusakan sumsum tulang

asalkan lapangan penyinaran tidak mengenai sebagian besar sumsum tulang. Pada pasien

Page 4: Anemia Aplasti ( Ambiyo Budiman )

yang menerima radiasi seluruh tubuh efek radiasi tergantung dari dosis yang diterima.

Efek pada sumsum tulang akan sedikit pada dosis kurang dari 1 Sv (ekuivalen dengan 1

Gy atau 100 rads untuk sinar X). Jumlah sel darah dapat berkurang secara reversibel pada

dosis radiasi antara 1 dan 2,5 Sv (100 dan 250 rads). Kehilangan stem sel yang ireversibel

terjadi pada dosis radiasi yang lebih tinggi. Bahkan pasien dapat meninggal disebabkan

kerusakan sumsum tulang pada dosis radiasi 5 sampai 10 Sv kecuali pasien menerima

transplantasi sumsum tulang. Paparan jangka panjang dosis rendah radiasi eksterna juga

dapat menyebabkan anemia aplastik.13

2.4.2 Bahan-bahan Kimia

Bahan kimia seperti benzene dan derivat benzene berhubungan dengan anemia

aplastik dan akut myelositik leukemia (AML). Beberapa bahan kimia yang lain seperti

insektisida dan logam berat juga berhubungan dengan anemia yang berhubungan dengan

kerusakan sumsum tulang dan pansitopenia.13

2.4.3 Obat-obatan

Anemia aplastik dapat terjadi atas dasar hipersensitivitas atau dosis obat

berlebihan. Praktis semua obat dapat menyebabkan anemia aplastik pada seseorang

dengan predisposisi genetik. Yang sering menyebabkan anemia aplastik adalah

kloramfenikol. Obat-obatan lain yang juga sering dilaporkan adalah fenilbutazon,

senyawa sulfur, emas, dan antikonvulsan, obat-obatan sitotoksik misalnya mieleran atau

nitrosourea.2

Tabel 3. Obat-obatan yang menyebabkan Anemia Aplastik9

Kategori Resiko Tinggi Resiko Menengah

Resiko Rendah

Analgesik     Fenasetin, aspirin, salisilamide

Anti aritmia     Kuinidin, tokainid

Anti artritis   Garam Emas Kolkisin

Anti konvulsan   Karbamazepin, hidantoin, felbamat

Etosuksimid, Fenasemid, primidon, trimethadion, sodium valproate

Page 5: Anemia Aplasti ( Ambiyo Budiman )

Kategori Resiko Tinggi Resiko Menengah

Resiko Rendah

Anti histamin     Klorfeniramin, pirilamin, tripelennamin

Anti hipertensi     Captopril, methyldopa

Anti inflamasi   Penisillamin, fenilbutazon, oksifenbutazon

Diklofenak, ibuprofen, indometasin, naproxen, sulindac

Anti mikroba

 Anti bakteri   Kloramfenikol Dapsone, metisillin, penisilin, streptomisin, β-lactam antibiotik 

 Anti fungal     Amfoterisin, flusitosin

 Anti protozoa   Kuinakrine Klorokuin, mepakrin, pirimetamin

Obat Anti neoplasma

 Alkylating agen

Busulfan, cyclophosphamide, melphalan, nitrogen mustard

   

 Anti metabolit Fluorourasil, mercaptopurine, methotrexate

   

 Antibiotik Sitotoksik

Daunorubisin, doxorubisin, mitoxantrone

   

Anti platelet     Tiklopidin

Anti tiroid     Karbimazol, metimazol, metiltiourasil, potassium perklorat, propiltiourasil, sodium thiosianat

Sedative dan tranquilizer

    Klordiazepoxide, Klorpromazine (dan fenothiazin yang lain), lithium, meprobamate, metiprilon

Sulfonamid dan turunannya

 Anti bakteri     Numerous sulfonamides

 Diuretik   Acetazolamide Klorothiazide, furosemide

Page 6: Anemia Aplasti ( Ambiyo Budiman )

Kategori Resiko Tinggi Resiko Menengah

Resiko Rendah

 Hipoglikemik     Klorpropamide, tolbutamide

Lain-lain     Allopurinol, interferon, pentoxifylline

Catatan : Obat dengan dosis tinggi dapat menyebabkan aplasia sumsum tulang disebut

resiko tinggi. Obat dengan 30 kasus dilaporkan menyebabkan anemia aplastik merupakan

resiko menengah dan selainnya yang lebih jarang merupakan resiko rendah.

2.4.4 Infeksi

Anemia aplastik dapat disebabkan oleh infeksi virus seperti virus hepatitis, virus

Epstein-Barr, HIV dan rubella. Virus hepatitis merupakan penyebab yang paling sering.

Pansitopenia berat dapat timbul satu sampai dua bulan setelah terinfeksi hepatitis.

Walaupun anemia aplastik jarang diakibatkan hepatitis akan tetapi terdapat hubungan

antara hepatitis seronegatif fulminan dengan anemia aplastik.. Parvovirus B19 dapat

menyebabkan krisis aplasia sementara pada penderita anemia hemolitik kongenital (sickle

cell anemia, sferositosis herediter, dan lain-lain). Pada pasien yang imunokompromise

dimana gagal memproduksi neutralizing antibodi terhadap Parvovirus suatu bentuk kronis

red cell aplasia dapat terjadi.8,12,13

Infeksi virus biasanya berhubungan dengan supresi minimal pada sumsum tulang,

biasanya terlihat neutropenia dan sedikit jarang trombositopenia. Virus dapat

menyebabkan kerusakan sumsum tulang secara langsung yaitu dengan infeksi dan

sitolisis sel hematopoiesis atau secara tidak langsung melalui induksi imun sekunder,

inisiasi proses autoimun yang menyebabkan pengurangan stem sel dan progenitor sel atau

destruksi jaringan stroma penunjang.4

2.4.5 Faktor Genetik

Kelompok ini sering dinamakan anemia aplastik konstitusional dan sebagian dari

padanya diturukan menurut hukum mendell, contohnya anemia Fanconi. Anemia Fanconi

merupakan kelainan autosomal resesif yang ditandai oleh hipoplasia sumsung tulang

disertai pigmentasi coklat dikulit, hipoplasia ibu jari atau radius, mikrosefali, retardasi

Page 7: Anemia Aplasti ( Ambiyo Budiman )

mental dan seksual, kelainan ginjal dan limpa.2

2.4.7 Anemia Aplastik pada Keadaan/Penyakit Lain

1. Pada leukemia limfoblastik akut kadang-kdang ditemukan pansitopenia dengan

hipoplasia sumsum tulang.2

2. Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria (PNH).

Penyakit ini dapat bermanifestasi berupa anemia aplastik. Hemolisis disertai

pansitopenia mengkin termasuk kelainan PNH.2

3. Kehamilan

Kasus kehamilan dengan anemia aplastik telah pernah dilaporkan, tetapi hubungan

antara dua kondisi ini tidak jelas. Pada beberapa pasien, kehamilan mengeksaserbasi

anemia aplastik yang telah ada dimana kondisi tersebut akan membaik lagi setelah

melahirkan. Pada kasus yang lain, aplasia terjadi selama kehamilan dengan kejadian

yang berulang pada kehamilan-kehamilan berikutnya.9

Patogenesis11

Setidaknya ada tiga mekanisme terjadinya anemia aplastik. Anemia aplastik yang

diturunkan (inherited aplastic anemia), terutama anemia Fanconi disebabkan oleh

ketidakstabilan DNA. Beberapa bentuk anemia aplastik yang didapatkan (acquired

aplastic anemia) disebabkan kerusakan langsung stem sel oleh agen toksik, misalnya

radiasi. Patogenesis dari kebanyakan anemia aplastik yang didapatkan melibatkan reaksi

autoimun terhadap stem sel.

Anemia Fanconi barangkali merupakan bentuk inherited anemia aplastik yang

paling sering karena bentuk inherited yang lain merupakan penyakit yang langka.

Kromosom pada penderita anemia Fanconi sensitif (mudah sekali) mengalami perubahan

DNA akibat obat-obat tertentu. Sebagai akibatnya, pasien dengan anemia Fanconi

memiliki resiko tinggi terjadi aplasia, myelodysplastic sindrom (MDS) dan akut

myelogenous leukemia (AML). Kerusakan DNA juga mengaktifkan suatu kompleks yang

terdiri dari protein Fanconi A, C, G dan F. Hal ini menyebabkan perubahan pada protein

FANCD2. Protein ini dapat berinteraksi, contohnya dengan gen BRCA1 (gen yang terkait

dengan kanker payudara). Mekanisme bagaimana berkembangnya anemia Fanconi

menjadi anemia aplastik dari sensitifitas mutagen dan kerusakan DNA masih belum

Page 8: Anemia Aplasti ( Ambiyo Budiman )

diketahui dengan pasti.

Kerusakan oleh agen toksik secara langsung terhadap stem sel dapat disebabkan

oleh paparan radiasi, kemoterapi sitotoksik atau benzene. Agen-agen ini dapat

menyebabkan rantai DNA putus sehingga menyebabkan inhibisi sintesis DNA dan RNA.

Kehancuran hematopoiesis stem sel yang dimediasi sistem imun mungkin

merupakan mekanisme utama patofisiologi anemia aplastik. Walaupun mekanismenya

belum diketahui benar, tampaknya T limfosit sitotoksik berperan dalam menghambat

proliferasi stem sel dan mencetuskan kematian stem sel. “Pembunuhan” langsung

terhadap stem sel telah dihipotesa terjadi melalui interaksi antara Fas ligand yang

terekspresi pada sel T dan Fas (CD95) yang ada pada stem sel, yang kemudian terjadi

perangsangan kematian sel terprogram (apoptosis).

Gejala dan Pemeriksaan Fisis Anemia Aplastik

Pada anemia aplastik terdapat pansitopenia sehingga keluhan dan gejala yang

timbul adalah akibat dari pansitopenia tersebut. Hipoplasia eritropoietik akan

menimbulkan anemia dimana timbul gejala-gejala anemia antara lain lemah, dyspnoe

d’effort, palpitasi cordis, takikardi, pucat dan lain-lain. Pengurangan elemen lekopoisis

menyebabkan granulositopenia yang akan menyebabkan penderita menjadi peka terhadap

infeksi sehingga mengakibatkan keluhan dan gejala infeksi baik bersifat lokal maupun

bersifat sistemik. Trombositopenia tentu dapat mengakibatkan pendarahan di kulit,

selaput lendir atau pendarahan di organ-organ.7 Pada kebanyakan pasien, gejala awal dari

anemia aplastik yang sering dikeluhkan adalah anemia atau pendarahan, walaupun

demam atau infeksi kadang-kadang juga dikeluhkan.1

Anemia aplastik mungkin asimtomatik dan ditemukan pada pemeriksaan rutin

Keluhan yang dapat ditemukan sangat bervariasi (Tabel 4). Pada tabel 4 terlihat bahwa

pendarahan, lemah badan dan pusing merupakan keluhan yang paling sering

dikemukakan.

Tabel 4. Keluhan Pasien Anemia Apalastik (n=70)2

Jenis Keluhan %

Pendarahan 83

Page 9: Anemia Aplasti ( Ambiyo Budiman )

Lemah badan

Pusing

Jantung berdebar

Demam

Nafsu makan berkurang

Pucat

Sesak nafas

Penglihatan kabur

Telinga berdengung

80

69

36

33

29

26

23

19

13

Pemeriksaan fisis pada pasien anemia aplastik pun sangat bervariasi. Pada tabel 5

terlihat bahwa pucat ditemukan pada semua pasien yang diteliti sedangkan pendarahan

ditemukan pada lebih dari setengah jumlah pasien. Hepatomegali, yang sebabnya

bermacam-macam ditemukan pada sebagian kecil pasien sedangkan splenomegali tidak

ditemukan pada satu kasus pun. Adanya splenomegali dan limfadenopati justru

meragukan diagnosis.2

Tabel 5. Pemeriksaan Fisis pada Pasien Anemia Aplastik2

Jenis Pemeriksaan Fisik %

Pucat

Pendarahan

Kulit

Gusi

Retina

Hidung

Saluran cerna

Vagina

Demam

Hepatomegali

Splenomegali

100

63

34

26

20

7

6

3

16

7

0

Pemeriksaan Penunjang

2.7.1 Pemeriksaan laboratorium

Page 10: Anemia Aplasti ( Ambiyo Budiman )

a. Pemeriksaan Darah

Pada stadium awal penyakit, pansitopenia tidak selalu ditemukan. Anemia yang

terjadi bersifat normokrom normositer, tidak disertai dengan tanda-tanda regenerasi.

Adanya eritrosit muda atau leukosit muda dalam darah tepi menandakan bukan anemia

aplastik. Kadang-kadang pula dapat ditemukan makrositosis, anisositosis, dan

poikilositosis.2

Jumlah granulosit ditemukan rendah. Pemeriksaan hitung jenis sel darah putih

menunjukkan penurunan jumlah neutrofil dan monosit. Limfositosis relatif terdapat pada

lebih dari 75% kasus. Jumlah neutrofil kurang dari 500/mm3 dan trombosit kurang dari

20.000/mm3 menandakan anemia aplastik berat. Jumlah neutrofil kurang dari 200/mm3

menandakan anemia aplastik sangat berat.2,9

Jumlah trombosit berkurang secara kuantitias sedang secara kualitas normal.

Perubahan kualitatif morfologi yang signifikan dari eritrosit, leukosit atau trombosit

bukan merupakan gambaran klasik anemia aplastik yang didapat (acquired aplastic

anemia). Pada beberapa keadaan, pada mulanya hanya produksi satu jenis sel yang

berkurang sehingga diagnosisnya menjadi red sel aplasia atau amegakariositik

trombositopenia. Pada pasien seperti ini, lini produksi sel darah lain juga akan berkurang

dalam beberapa hari sampai beberapa minggu sehingga diagnosis anemia aplastik dapat

ditegakkan.9

Laju endap darah biasanya meningkat. Waktu pendarahan biasanya memanjang

dan begitu juga dengan waktu pembekuan akibat adanya trombositopenia. Hemoglobin F

meningkat pada anemia aplastik anak dan mungkin ditemukan pada anemia aplastik

konstitusional.2

Plasma darah biasanya mengandung growth factor hematopoiesis, termasuk

erittropoietin, trombopoietin, dan faktor yang menstimulasi koloni myeloid. Kadar Fe

serum biasanya meningkat dan klirens Fe memanjang dengan penurunan inkorporasi Fe

ke eritrosit yang bersirkulasi.9

b. Pemeriksaan sumsum tulang

Aspirasi sumsum tulang biasanya mengandung sejumlah spikula dengan daerah

yang kosong, dipenuhi lemak dan relatif sedikit sel hematopoiesis. Limfosit, sel plasma,

makrofag dan sel mast mungkin menyolok dan hal ini lebih menunjukkan kekurangan

Page 11: Anemia Aplasti ( Ambiyo Budiman )

sel-sel yang lain daripada menunjukkan peningkatan elemen-elemen ini. Pada

kebanyakan kasus gambaran partikel yang ditemukan sewaktu aspirasi adalah hiposelular.

Pada beberapa keadaan, beberapa spikula dapat ditemukan normoseluler atau bahkan

hiperseluler, akan tetapi megakariosit rendah.9

Biopsi sumsum tulang dilakukan untuk penilaian selularitas baik secara kualitatif

maupun kuantitatif. Semua spesimen anemia aplastik ditemukan gambaran hiposelular.

Aspirasi dapat memberikan kesan hiposelular akibat kesalahan teknis (misalnya terdilusi

dengan darah perifer), atau dapat terlihat hiperseluler karena area fokal residual

hematopoiesis sehingga aspirasi sumsum tulang ulangan dan biopsi dianjurkan untuk

mengklarifikasi diagnosis.9,12

Suatu spesimen biopsi dianggap hiposeluler jika ditemukan kurang dari 30% sel

pada individu berumur kurang dari 60 tahun atau jika kurang dari 20% pada individu

yang berumur lebih dari 60 tahun.8

International Aplastic Study Group mendefinisikan anemia aplastik berat bila

selularitas sumsum tulang kurang dari 25% atau kurang dari 50% dengan kurang dari

30% sel hematopoiesis terlihat pada sumsum tulang.9

2.7.2 Pemeriksaan Radiologik

Pemeriksaan radiologis umumnya tidak dibutuhkan untuk menegakkan diagnosa

anemia aplastik. Survei skletelal khusunya berguna untuk sindrom kegagalan sumsum

tulang yang diturunkan, karena banyak diantaranya memperlihatkan abnormalitas

skeletal. Pada pemeriksaan MRI (Magnetic Resonance Imaging) memberikan gambaran

yang khas yaitu ketidakhadiran elemen seluler dan digantikan oleh jaringan lemak.

PenatalaksanaanAnemia berat, pendarahan akibat trombositopenia dan infeksi akibat granulositopenia dan monositopenia memerlukan tatalaksana untuk

menghilangkan kondisi yang potensial mengancam nyawa ini dan untuk memperbaiki keadaan pasien (lihat tabel 7).9

Tabel 7. Manajemen Awal Anemia Aplastik9

Menghentikan semua obat-obat atau penggunaan agen kimia yang diduga

menjadi penyebab anemia aplastik.

Page 12: Anemia Aplasti ( Ambiyo Budiman )

Anemia : transfusi PRC bila terdapat anemia berat sesuai yang dibutuhkan.

Pendarahan hebat akibat trombositopenia : transfusi trombosit sesuai yang

dibutuhkan.

Tindakan pencegahan terhadap infeksi bila terdapat neutropenia berat.

Infeksi : kultur mikroorganisme, antibiotik spektrum luas bila organisme spesifik

tidak dapat diidentifikasi, G-CSF pada kasus yang menakutkan; bila berat badan

kurang dan infeksi ada (misalnya oleh bakteri gram negatif dan jamur)

pertimbangkan transfusi granulosit dari donor yang belum mendapat terapi G-

CSF.

Assessment untuk transplantasi stem sel allogenik : pemeriksaan

histocompatibilitas pasien, orang tua dan saudara kandung pasien.

Pengobatan spesifik aplasia sumsum tulang terdiri dari tiga pilihan yaitu

transplantasi stem sel allogenik, kombinasi terapi imunosupresif (ATG, siklosporin dan

metilprednisolon) atau pemberian dosis tinggi siklofosfamid.9 Terapi standar untuk

anemia aplastik meliputi imunosupresi atau transplantasi sumsum tulang. Faktor-faktor

seperti usia pasien, adanya donor saudara yang cocok (matched sibling donor), faktor-

faktor resiko seperti infeksi aktif atau beban transfusi harus dipertimbangkan untuk

menentukan apakah pasien paling baik mendapat terapi imunosupresif atau transplantasi

sumsum tulang. Pasien yang lebih muda umumnya mentoleransi transplantasi sumsum

tulang lebih baik dan sedikit mengalamai GVHD (Graft Versus Host Disease). Pasien

yang lebih tua dan yang mempunyai komorbiditas biasanya ditawarkan terapi

imunosupresif. Suatu algoritme terapi dapat dipakai untuk panduan penatalaksanaan

anemia aplastik.15

Gambar 1. Algoritme penatalaksanaan pasien anemia aplastik berat.15

a. Pengobatan Suportif15

Page 13: Anemia Aplasti ( Ambiyo Budiman )

Bila terapat keluhan akibat anemia, diberikan transfusi eritrosit berupa packed red

cells sampai kadar hemoglobin 7-8 g% atau lebih pada orang tua dan pasien dengan

penyakit kardiovaskular.

Resiko pendarahan meningkat bila trombosis kurang dari 20.000/mm3. Transfusi

trombosit diberikan bila terdapat pendarahan atau kadar trombosit dibawah 20.000/mm3

sebagai profilaksis. Pada mulanya diberikan trombosit donor acak. Transfusi trombosit

konsentrat berulang dapat menyebabkan pembentukan zat anti terhadap trombosit donor.

Bila terjadi sensitisasi, donor diganti dengan yang cocok HLA-nya (orang tua atau

saudara kandung).

Pemberian transfusi leukosit sebagai profilaksis masih kontroversial dan tidak

dianjurkan karena efek samping yang lebih parah daripada manfaatnya. Masa hidup

leukosit yang ditransfusikan sangat pendek.

b. Terapi Imunosupresif

Obat-obatan yang termasuk terapi imunosupresif adalah antithymocyte globulin

(ATG) atau antilymphocyte globulin (ALG) dan siklosporin A (CSA). ATG atau ALG

diindikasikan pada15 :

- Anemia aplastik bukan berat

- Pasien tidak mempunyai donor sumsum tulang yang cocok

- Anemia aplastik berat, yang berumur lebih dari 20 tahun dan pada saat pengobatan

tidak terdapat infeksi atau pendarahan atau dengan granulosit lebih dari 200/mm3

Mekanisme kerja ATG atau ALG belum diketahui dengan pasti dan mungkin

melalui koreksi terhadap destruksi T-cell immunomediated pada sel asal dan stimulasi

langsung atau tidak langsung terhadap hemopoiesis.15

Karena merupakan produk biologis, pada terapi ATG dapat terjadi reaksi alergi

ringan sampai berat sehingga selalu diberikan bersama-sama dengan kortikosteroid.15

Siklosporin juga diberikan dan proses bekerjanya dengan menghambat aktivasi dan

proliferasi preurosir limfosit sitotoksik.15 Sebuah protokol pemberian ATG dapat dlihat

pada tabel 8.11

Tabel 8. Protokol Pemberian ATG pada anemia aplastik11

Dosis test ATG :

Page 14: Anemia Aplasti ( Ambiyo Budiman )

ATG 1:1000 diencerkan dengan saline 0,1 cc disuntikan intradermal pada lengan

dengan saline kontrol 0,1 cc disuntikkan intradermal pada lengan sebelahnya.

Bila tidak ada reaksi anafilaksis, ATG dapat diberikan.

Premedikasi untuk ATG (diberikan 30 menit sebelum ATG) :

Asetaminofen 650 mg peroral

Difenhidrahim 50 mg p.o atau intravena perbolus

Hidrokortison 50 mg intravena perbolus

Terapi ATG :

ATG 40 g/kg dalam 1000 cc NS selama 8-12 jam perhari untuk 4 hari

Obat-obat yang diberikan serentak dengan ATG :

Prednison 100 mg/mm2 peroral 4 kali sehari dimulai bersamaan dengan ATG dan

dilanjutkan selama 10-14 hari; kemudian bila tidak terjadi serum sickness,

tapering dosis setiap 2 minggu.

Siklosporin 5mg/kg/hari peroral diberikan 2 kali sehari sampai respon maksimal

kemudian di turunkan 1 mg/kg atau lebih lambat. Pasien usia 50 tahun atau

lebih mendapatkan dosis siklosporin 4mg/kg. Dosis juga harus diturunkan

bila terdapat kerusakan fungsi ginjal atau peningkatan enzim hati.

Metilprednisolon juga dapat digunakan sebagai ganti predinison. Kombinasi ATG,

siklosporin dan metilprednisolon memberikan angka remisi sebesar 70% pada anemia

aplastik berat. Kombinasi ATG dan metilprednisolon memiliki angka remisi sebesar

46%.15

Pemberian dosis tinggi siklofosfamid juga merupakan bentuk terapi

imunosupresif. Pernyataan ini didasarkan karena stem sel hematopoiesis memliki kadar

aldehid dehidrogenase yang tinggi dan relatif resisten terhadap siklofosfamid. Dengan

dasar tersebut, siklofosfamid dalam hal ini lebih bersifat imunosupresif daripada

myelotoksis. Namun, peran obat ini sebagai terapi lini pertama tidak jelas sebab

toksisitasnya mungkin berlebihan yang melebihi dari pada kombinasi ATG dan

siklosporin.9 Pemberian dosis tinggi siklofosfamid sering disarankan untuk imunosupresif

yang mencegah relaps. Namun, hal ini belum dikonfirmasi. Sampai kini, studi-studi

Page 15: Anemia Aplasti ( Ambiyo Budiman )

dengan siklofosfamid memberikan lama respon leih dari 1 tahun. Sebaliknya, 75% respon

terhadap ATG adalah dalam 3 bulan pertama dan relaps dapat terjadi dalam 1 tahun

setelah terapi ATG.15

c. Terapi penyelamatan (Salvage theraphies)

Terapi ini antara lain meliputi siklus imunosupresi berulang, pemberian faktor-

faktor pertumbuhan hematopoietik dan pemberian steroid anabolik.15

Pasien yang refrakter dengan pengobatan ATG pertama dapat berespon terhadap

siklus imunosupresi ATG ulangan. Pada sebuah penelitian, pasien yang refrakter ATG

kuda tercapai dengan siklus kedua ATG kelinci.15

Pemberian faktor-faktor pertumbuhan hematopoietik seperti Granulocyte-Colony

Stimulating Factor (G-CSF) bermanfaat untuk meningkatkan neutrofil akan tetapi

neutropenia berat akibat anemia aplastik biasanya refrakter. Peningkatan neutrofil oleh

stimulating faktor ini juga tidak bertahan lama. Faktor-faktor pertumbuhan

hematopoietik tidak boleh dipakai sebagai satu-satunya modalitas terapi anemia aplastik.

Kombinasi G-CSF dengan terapi imunosupresif telah digunakan untuk terapi

penyelamatan pada kasus-kasus yang refrakter dan pemberiannya yang lama telah

dikaitkan dengan pemulihan hitung darah pada beberapa pasien.11,15

Steroid anabolik seperti androgen dapat merangsang produksi eritropoietin dan

sel-sel induk sumsum tulang. Androgen terbukti bermanfaat untuk anemia aplastk ringan

dan pada anemia aplastik berat biasanya tidak bermanfaat. Androgen digunakan sebagai

terapi penyelamatan untuk pasien yang refrakter terapi imunosupresif.9,15

d. Transplantasi sumsum tulang

Transplantasi sumsum tulang merupakan pilihan utama pada pasien anemia

aplastik berat berusia muda yang memiliki saudara dengan kecocokan HLA. Akan tetapi,

transplantasi sumsum tulang allogenik tersedia hanya pada sebagan kecil pasien (hanya

sekitar 30% pasien yang mempunyai saudara dengan kecocokan HLA). Batas usia untuk

transplantasi sumsum tulang sebagai terapi primer belum dipastikan, namun pasien yang

berusia 35-35 tahun lebih baik bila mendapatkan terapi imunosupresif karena makin

meningkatnya umur, makin meningkat pula kejadian dan beratnya reaksi penolakan

sumsum tulang donor (Graft Versus Host Disesase/GVHD).15 Pasien dengan usia > 40

Page 16: Anemia Aplasti ( Ambiyo Budiman )

tahun terbukti memiliki respon yang lebih jelek dibandingkan pasien yang berusia

muda.9,10

Gambar 2. Kelangsungan hidup pada pasien yang mendapatkan transplantasi sumsum

tulang dari donor saudara dengan HLA yang cocok hubungannya dengan umur.10

Pasien yang mendapatkan transplantasi sumsum tulang memiliki survival yang

lebih baik daripada pasien yang mendapatkan terapi imunosupresif.10 Pasien dengan umur

kurang dari 50 tahun yang gagal dengan terapi imunosupresif (ATG) maka pemberian

transplantasi sumsum tulang dapat dipertimbangkan.15 Akan tetapi survival pasien yang

menerima transplanasi sumsum tulang namun telah mendapatkan terapi imunosupresif

lebih jelek daripada pasien yang belum mendapatkan terapi imunosupresif sama sekali.9,10

Pada pasien yang mendapat terapi imunosupresif sering kali diperlukan transfusi

selama beberapa bulan. Transfusi komponen darah tersebut sedapat mungkin diambil dari

donor yang bukan potensial sebagai donor sumsum tulang. Hal ini diperlukan untuk

mencegah reaksi penolakan cangkokan (graft rejection) karena antibodi yang terbentuk

akibat tansfusi.15

Kriteria respon terapi menurut kelompok European Marrow Transplantation

(EBMT) adalah sebagai berikut15 :

Page 17: Anemia Aplasti ( Ambiyo Budiman )

- Remisi komplit : bebas transfusi, granulosit sekurang-kurangnya 2000/mm3 dan

trombosit sekurang-kurangnya 100.000/mm3.

- Remisi sebagian : tidak tergantung pada transfusi, granulosit dibawah 2000/mm3 dan

trombosit dibawah 100.000/mm3.

- Refrakter : tidak ada perbaikan.

2.11 Prognosis9

Prognosis berhubungan dengan jumlah absolut netrofil dan trombosit. Jumlah

absolut netrofil lebih bernilai prognostik daripada yang lain. Jumlah netrofil kurang dari

500/l (0,5x109/liter) dipertimbangkan sebagai anemia aplastik berat dan jumlah netrofil

kurang dari 200/l (0,2x109/liter) dikaitkan dengan respon buruk terhadap imunoterapi

dan prognosis yang jelek bila transplantasi sumsum tulang allogenik tidak tersedia. Anak-

anak memiliki respon yang lebih baik daripada orang dewasa. Anemia aplastik

konstitusional merespon sementara terhadap androgen dan glukokortikoid akan tetapi

biasanya fatal kecuali pasien mendapatkan transplantasi sumsum tulang.

Transplantasi sumsum tulang bersifat kuratif pada sekitar 80% pasien yang

berusia kurang dari 20 tahun, sekitar 70% pada pasien yang berusia 20-40 tahun dan

sekitar 50% pada pasien berusia lebih dari 40 tahun. Celakanya, sebanyak 40% pasien

yang bertahan karena mendapatkan transplantasi sumsum tulang akan menderita

gangguan akibat GVHD kronik dan resiko mendapatkan kanker sekitar 11% pada pasien

usia tua atau setelah mendapatkan terapi siklosporin sebelum transplantasi stem sel. Hasil

yang terbaik didapatkan pada pasien yang belum mendapatkan terapi imunosupresif

sebelum transplantasi, belum mendapatkan dan belum tersensitisasi dengan produk sel

darah serta tidak mendapatkan iradiasi dalam hal conditioning untuk transplantasi.

Sekitar 70% pasien memiliki perbaikan yang bermakna dengan terapi kombinasi

imunosupresif (ATG dengan siklosporin). Walaupun beberapa pasien setelah terapi

memiliki jumlah sel darah yang normal, banyak yang kemudian mendapatkan anemia

sedang atau trombositopenia. Penyakit ini juga akan berkembang dalam 10 tahun menjadi

proxysmal nokturnal hemoglobinuria, sindrom myelodisplastik atau akut myelogenous

leukimia pada 40% pasien yang pada mulanya memiliki respon terhadap imunosupresif.

Pada 168 pasien yang mendapatkan transplantasi sumsum tulang, hanya sekitar 69% yang

Page 18: Anemia Aplasti ( Ambiyo Budiman )

bertahan selama 15 tahun dan pada 227 pasien yang mendapatkan terapi imunosupresif,

hanya 38% yang bertahan dalam 15 tahun.

Pengobatan dengan dosis tinggi siklofosfamid menghasilkan hasil awal yang sama

dengan kombinasi ATG dan siklosporin. Namun, siklofosfamid memiliki toksisitas yang

lebih besar dan perbaikan hematologis yang lebih lambat walaupun memiliki remisi yang

lebih bertahan lama.