Anastesi

download Anastesi

of 31

description

Cairan

Transcript of Anastesi

MANAJEMEN TERAPI CAIRAN PADA PASIEN PNEUMOTHORAX DEXTRA DENGAN FISTULA BRONKOPLEURAL DENGAN TINDAKAN TORAKOTOMIMakalah ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk menjalani pendidikan klinik stase Anestesi Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati

OLEH :Leily BadryaMaulina SulpiMuflikha MayaziSamrotul FuadiSeflan SyahrirAhliadiPembimbing : dr. Bambang Haryanto, SpAn

KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESIRUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATIFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS ISLAM NEGERI UIN SYARIF HIDATULLAH JAKARTA1436 H/2015

KATA PENGANTARBismillahirrahmanirrahim.Puji Syukur kita panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah memberikan nikmat islam, iman, dan ikhsan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam kita curahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita ke zaman yang terang benderang ini.Pertama-tama kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dokter-dokter konsulen anestesi yang telah mengajarkan kami, terutama kepada dr Bambang Haryanto, SpAn sebagai pembimbing kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan. Kritik dan saran yang bangun sangat kami harapkan dari semua pihak demi kesempurnaan makalah ini yang diharapkan dapat bermanfaat di masa yang akan datang.Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah Manajemen Terapi Cairan Pada Pasien Pneumothorax Dextra dengan Fistula Bronkopleural dengan Tindakan Torakotomi dapat bermanfaat umumnya bagi khalayak dan khususnya bagi kami yang sedang menemuh pendidikan dokter di Rumah Sakit Fatmawati. Terima kasih banyak atas perhatiannya.Tidaklah Allah menurunkan penyakit kecuali Dia turunkan untuk penyakit itu obatnya. (HR. Al-Bukhari no 5678)

Jakarta, 20 Juni 2015

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTARiiDAFTAR ISIiiiBAB 1 PENDAHULUAN1BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA22.1 Anatomi dan Fisiologi 22.2 PneumothoraX42.3 Farmakologi Anestesi42.4 Terapi Cairan dan Transfusi7BAB 3 LAPORAN KASUS13BAB 4 ANALISIS KASUS20BAB 5 KESIMPULAN24DAFTAR PUSTAKA231

BAB IPENDAHULUANPneumotoraks adalah keadaan terdapatnya udara dalam rongga pleura yang menyebabkan kolapsnya jaringan paru. Dari 39 kasus pneumotoraks lebih banyak pada paru kanan 26 kasus (66,67%) dibandingkan dengan paru kiri 13 kasus (33,33%). Pada laki-laki maupun perempuan presentase pneumotoraks kanan sama besarnya yaitu 66,67%.Terapi pneumotoraks yang diikuti dengan pembentukan fistula dan paru tidak mengembang setelah dilakukan pemasangan WSD yaitu dengan melakukan tindakan pembedahan torakotomi. Cairan pengganti selama operasi diberikan secara intravena. Terdapat tiga jenis cairan pengganti : 1. Cairan kristaloid; 2. Cairan koloid; dan 3. Cairan khusus. Pemilihan ketiga cairan ini sangat menentukan keberhasilan usaha hemodinamik tubuh selama operasi. Salah penggunaan cairan ini dapat berakibat fatal pada ketidak seimbangan hemodinamik tubuh dan dapat menyebabkan kematian. Pada makalah ini, penulis akan memaparkan manajemen terapi cairan yang tepat untuk pasien yang sedang menjalani operasi.

BAB II2.1 Definisi Pneumotoraks adalah keadaan terdapatnya udara dalam rongga pleura yang menyebabkan kolapsnya jaringan paru. 2.2 Anatomi dan Fisiologi Pleura

Gambar 2.2 Anatomi Paru paru dan Pleura (Van de Graff, 2001)

Pleura adalah membran serosa yang melapisi paru paru dan rongga toraks. Pleura viseral adalah membran yang menempel pada permukaan luar paru paru dan meluas hingga ke dalam fisura interlobar. Pleura parietal melapisi dinding toraks dan permukaan toraks diafragma. Pleura parietal membentuk batas mediastinum. Diantara pleura parietal dan viseral terdapat rongga pleura. Rongga tersebut mengandung cairan lubrikan yang melumasi kedua membran pleura saat bergesekan. Gambar 2.2 Pleura parietal dan Pleura Viseral ( Moore Kl, 2010)

Perluasan inferior lapisan pleura disekitar akar dari setiap paru disebut ligamen pulmonal. Ligamen pulmonal menyokong paru paru. Rongga pleura diantara dua membran mengandung selapis tipis cairan yang disekresikan oleh membran serosa. Rongga ini hanya akan terlihat nyata pada keadaan abnormal yaitu ketika ada udara masuk ke dalam ruang interpleura. Paru paru secara normal berkontak dengan dinding toraks sehingga menyebabkan rongga toraks mengecil dan membesar selama pergerakan respirasi. Rongga toraks memiliki 4 kompartemen, yaitu : sebuah rongga pleura yang mengelilingi paru paru, rongga pericardial yang melapisi jantung, dan mediastinum dimana terdapat esofagus, duktus toraksikus, pembuluh darah besar, saraf, dan traktus respiratorius. Kompartementalisasi ini memiliki nilai proteksi terhadap infeksi yang dapat terjadi pada salah satu kompartemen. Jika terjadi kerusakan pada suatu organ tidak akan mengganggu organ lain. Pleura viseral dan parietal memiliki perbedaan inervasi dan vaskularisasi. Pleura viseral diinervasi saraf saraf otonom dan mendapat aliran darah dari sirkulasi pulmoner, sementara pleura parietal diinervasi oleh saraf- saraf interkostalis dan nervus frenikus serta mendapat aliran darah sistemik. Pleura normal memiliki permukaan licin, mengkilap dan semitransparan. Luas permukaan pleura viseral sekitar 4000 cm2 pada laki laki dewasa dengan berat 70 kg. Pleura parietal terbagi dalam beberapa bagian, yaitu pleura kostalis yang berbatasan dengan iga dan otot-otot interkostal, pleura diafragmatik, pleura servikal atau kupula sepanjang 2-3 cm menyusur sepertiga medial klavikula di belakang otot-otot sternokleidomastoid dan pleura mediastinal yang membungkus organ-organ mediastinum.Pleura kostalis mendapat sirkulasi darah dari arteri mammaria interkostalis dan internalis. Pleura mediastinal mendapat sirkulasi darah dari arteri bronkialis, diafragmatik superior, mammaria interna dan mediastinum. Pleura servikalis mendapat sirkulasi darah dari arteri subklavia. Pleura diafragmatik mendapat sirkulasi darah dari cabang-cabang arteri mammaria interna serta aorta toraksika dan abdominis. Vena pleura parietal mengikut jalur arteri dan kembali menuju vena kava superior melalui vena azigos. Pleura viseral mendapat sirkulasi darah dari arteri bronkialis menuju vena pulmonaris.Cairan pleura mengandung 1.500 4.500 sel/mL, terdiri dari makrofag (75%), limfosit (23%), sel darah merah dan mesotel bebas. Cairan pleura normal mengandung protein 1 2 g/100 mL. Elektroforesis protein cairan pleura menunjukkan bahwa kadar protein cairan pleura setara dengan kadar protein serum, namun kadar protein berat molekul rendah seperti albumin, lebih tinggi dalam cairan pleura. Kadar molekul bikarbonat cairan pleura 20 25% lebih tinggi dibandingkan kadar bikarbonat plasma, sedangkan kadar ion natrium lebih rendah 3 5% dan kadar ion klorida lebih rendah 6 9% sehingga pH cairan pleura lebih tinggi dibandingkan pH plasma. Keseimbangan ionik ini diatur melalui transpor aktif mesotel. Kadar glukosa dan ion kalium cairan pleura setara dengan plasma.Pleura berperan dalam sistem pernapasan melalui tekanan pleura yang ditimbulkan oleh rongga pleura. Tekanan pleura bersama tekanan jalan napas akan menimbulkan tekanan transpulmoner yang selanjutnya akan memengaruhi pengembangan paru dalam proses respirasi.Pengembangan paru terjadi bila kerja otot dan tekanan transpulmoner berhasil mengatasi rekoil elastik (elastic recoil) paru dan dinding dada sehingga terjadi proses respirasi. Jumlah cairan rongga pleura diatur keseimbangan Starling yang ditimbulkan oleh tekanan pleura dan kapiler, kemampuan sistem penyaliran limfatik pleura serta keseimbangan elektrolit. Ketidakseimbangan komponen-komponen gaya ini menyebabkan penumpukan cairan sehingga terjadi efusi pleura. Tekanan pleura secara fisiologis memiliki dua pengertian yaitu tekanan cairan pleura dan tekanan permukaan pleura. Tekanan cairan pleura mencerminkan dinamik aliran cairan melewati membran dan bernilai sekitar -10 cmH20. Tekanan permukaan pleura mencerminkan keseimbangan elastik rekoil dinding dada ke arah luar dengan elastik rekoil paru ke arah dalam. Nilai tekanan pleura tidak serupa di seluruh permukaan rongga pleura; lebih negatif di apeks paru dan lebih positif di basal paru. Perbedaan bentuk dinding dada dengan paru dan faktor gravitasi menyebabkan perbedaan tekanan pleura secara vertikal; perbedaan tekanan pleura antara bagian basal paru dengan apeks paru dapat mencapai 8 cmH2O. Tekanan alveolus relatif rata di seluruh jaringan paru normal sehingga gradien tekanan resultan di rongga pleura berbeda pada berbagai permukaan pleura. Gradien tekanan di apeks lebih besar dibandingkan basal sehingga formasi bleb pleura terutama terjadi di apeks paru dan merupakan penyebab pneumotoraks spontan. Gradien ini juga menyebabkan variasi distribusi ventilasi.Aliran cairan pleura sepenuhnya bergantung perbedaan tekanan hidrostatik dan osmotik kapiler sistemik dengan kapiler pulmoner. Tekanan hidrostatik pleura parietal sebesar 30 cm dan tekanan rongga pleura sebesar -5 cmH2O sehingga tekanan hidrostatik resultan adalah 30 (-5) = 35 cmH2O. Tekanan onkotik plasma 34 cmH2O dan tekanan onkotik pleura 5 cmH2O sehingga tekanan onkotik resultan 34 5 = 29 cmH2O. Gradien tekanan yang ditimbulkan adalah 35 29 = 6 cmH2O sehingga terjadi pergerakan cairan dari kapiler pleura parietal menuju rongga pleura. Pleura viseral lebih tebal dibandingkan pleura parietal sehingga koefisien filtrasi pleura viseral lebih kecil dibandingkan pleura parietal. Koefisien filtrasi kecil pleura viseral menyebabkan resultan gradien tekanan terhadap pleura viseral secara skematis bernilai 0 walaupun tekanan kapiler pleura viseral identik dengan tekanan vena pulmoner yaitu 24 cmH2O. Pleura parietal dan pleura viseral mendapat perdarahan dari sirkulasi sistemik. Pada pleura parietal aliran darah kembali ke vena interkostalis (sirkulasi sistemik), sedangkan pada pleura viseral aliran darah kembali ke vena pulmonalis yang tekanannya lebih kecil. Oleh karena itu cairan pleura lebih mudah diserap kembali oleh pleura viseral.2.3 Epidemiologi PneumotoraksInsiden dan prevalensi pneumotoraks berkisar antara 2,4 - 17,8 per 100.000 penduduk per tahun. Menurut Barrie dkk, seks ratio laki-laki dibandingkan dengan perempuan 5:1. Ada pula peneliti yang mendapatkan 8:1. Penyebab pneumotoraks di negara barat paling banyak adalah PPOK 69%, tumor 18%, Sarkoidosis 5%, tuberkulosis 2%, Infeksi paru lain 3% serta sisanya adalah penyakit lain. Sedangkan penelitian di Pakistan oleh Khan dkk, Tuberkulosis merupakan penyebab tertinggi pneumotoraks. Selain itu penelitian di Jepang oleh Nakamura menyebutkan bahwa penyebab tertinggi pneumotoraks pada perempuan adalah tuberkulosis sebesar 54%. Kasus tuberkulosis di negara barat sangat rendah sehingga tuberkulosis bukan sebagai penyebab tertinggi kasus pneumotoraks. Namun di negara Asia dan negara berkembang tuberkulosis menempati peringkat pertama sebagai penyebab pneumotoraks, seperti pada penelitan Subagio dkk kasus PSP mulai dari yang paling besar adalah tuberkulosis 18 (46,15%), keganasan 13 (33,33%), Pneumonia 3 (7,69%), PPOK 1 (2,56%).Letak lesi pneomotoraks di Pakistan yang diteliti oleh Khan dkk, lesi kanan lebih banyak dibandingkan lesi kiri yaitu 56,3% dibanding 43,7%. Sesuai dengan penelitian Subagio dkk, dari 39 kasus pneumotoraks lebih banyak pada paru kanan 26 kasus (66,67%) dibandingkan dengan paru kiri 13 kasus (33,33%). Pada laki-laki maupun perempuan prosentase pneumotoraks kanan sama besarnya yaitu 66,67%. Lesi lebih banyak di paru kanan kemungkinan berkaitan dengan bentuk anatomis bronkus kanan yang lebih besar dan tegak dibandingkan dengan bronkus kiri.2.4 Etiologi dan PatogenesisPneumotoraks spontan terjadi oleh karena pecahnya bleb atau kista kecil yang diameternya tidak lebih dari 1-2 cm yang berada di bawah permukaan pleura viseralis, dan sering ditemukan di daerah apeks lobus superior dan inferior. Terbentuknya bleb ini oleh karena adanya perembesan udara dari alveoli yang dindingnya ruptur melalui jaringan intersisial ke lapisan jaringan ikat yang berada di bawah pleura viseralis. Sebab pecahnya dinding alveolus ini belum diketahui dengan pasti, tetapi diduga ada dua faktor sebagai penyebabnya.1) Faktor infeksi atau radang paru ; Infeksi atau radang paru walaupun minimal akan membentuk jaringan parut pada dinding alveoli yang akan menjadi titik lemah.2) Tekanan intra alveolar yang tinggi akibat batuk atau mengejan ; Mekanisme ini tidak dapat menerangkan mengapa pneumotoraks spontan sering terjadi pada waktu penderita sedang istirahat. Dengan pecahnya bleb yang terdapat di bawah pleura viseralis, maka udara akan masuk ke dalam rongga pleura dan terbentuklah fistula bronkopleura. Fistula ini dapat terbuka terus, dapat tertutup, dan dapat berfungsi sebagai ventil. Pada kondisi normal, rongga pleura tidak terisi udara sehingga paru-paru dapat leluasa mengembang terhadap rongga dada. Udara dalam kavum pleura ini dapat ditimbulkan oleh: a. Robeknya pleura visceralis sehingga saat inspirasi udara yang berasal dari alveolus akan memasuki kavum pleura. Pneumothorax jenis ini disebut sebagai closed pneumothorax. Apabila kebocoran pleura visceralis berfungsi sebagai katup, maka udara yang masuk saat inspirasi tak akan dapat keluar dari kavum pleura pada saat ekspirasi. Akibatnya, udara semakin lama semakin banyak sehingga mendorong mediastinum kearah kontralateral dan menyebabkan terjadinya tension pneumothorax.b. Robeknya dinding dada dan pleura parietalis sehingga terdapat hubungan antara kavum pleura dengan dunia luar. Apabila lubang yang terjadi lebih besar dari 2/3 diameter trakea, maka udara cenderung lebih melewati lubang tersebut dibanding traktus respiratorius yang seharusnya. Pada saat inspirasi, tekanan dalam rongga dada menurun sehingga udara dari luar masuk ke kavum pleura lewat lubang tadi dan menyebabkan kolaps pada paru ipsilateral. Saat ekspirasi, tekanan rongga dada meningkat, akibatnya udara dari kavum pleura keluar melalui lubang tersebut. Kondisi ini disebut sebagai open pneumothorax.Ada beberapa kemungkinan komplikasi pneumotoraks, suatu bleb yang bocor yang menyebabkan tekanan pneumotoraks bergeser ke mediastinum. Sirkulasi paru dapat menurun dan mungkin menjadi fatal. Apabila kebocoran tertutup dan paru tidak mengadakan ekspansi kembali dalam beberap minggu , jaringan parut dapat terjadi sehingga tidak pernah ekspansi kembali secara keseluruhan. Pada keadaan ini cairan serosa terkumpul di dalam rongga pleura dan menimbulkan suatu hidropneumotoraks. 2.5 Klasifikasi Pneumotoraks Pneumotoraks spontan primer : pneumotoraks yang terjadi tanpa riwayat penyakit paru sebelumnya ataupun trauma, kecelakaan, dan dapat terjadi pada individu yang sehat. Pneumotoraks spontan sekunder : pneumotoraks yang terjadi pada penderita yang mempunyai riwayat penyakit paru sebelumnya, misalnya PPOK, TB Paru, dll. Pneumotoraks traumatik : pneumotoraks yang terjadi oleh karena trauma di dada kadang disertai dengan hematopneumotoraks. Pneumotoraks iatrogenik : pneumotoraks yang terjadi saat tindakan diagnostik seperti transtorakal biopsy atau pungsi pleura Pneumotoraks katemenial : pneumotoraks yang terjadi sehubungan dengan siklus menstruasi.Jenis pneumotoraks berdasarkan jenis kebocorannya : Pneumotoraks tertutup Pneumotoraks terbuka Pneumotoraks ventil2.6 Diagnosis - AnamnesisBiasanya ditemukan anamnesis yang khas, yaitu rasa nyeri pada dada seperti ditusuk, disertai sesak nafas dan kadang-kadang disertai dengan batuk. Rasa nyeri dan sesak nafas ini makin lama dapat berkurang atau bertambah hebat. Berat ringannya perasaan sesak nafas ini tergantung dari derajat penguncupan paru, dan apakah paru dalam keadaan sakit atau tidak. Pada penderita dengan COPD, pneumotoraks yang minimal sekali pun akan menimbulkan sesak nafas yang hebat. Sakit dada biasanya datang tiba-tiba seperti ditusuk-tusuk pada sisi paru yang terkena, kadang-kadang menyebar ke arah bahu, hipokondrium dan skapula. Rasa sakit bertambah waktu bernafas dan batuk. Sakit dada biasanya akan berangsur-angsur hilang dalam waktu satu sampai empat hari. Batuk-batuk biasanya merupakan keluhan yang jarang bila tidak disertai penyakit paru lain; biasanya tidak berlangsung lama dan tidak produktif.Keluhan - keluhan tersebut di atas dapat terjadi bersama-sama atau sendiri -sendiri, bahkan ada penderita pneumotoraks yang tidak mempunyai keluhan sama sekali. Pada penderita pneumotoraks ventil, rasa nyeri dan sesak nafas ini makin lama makin hebat, penderita gelisah, sianosis, akhirnya dapat mengalami syok karena gangguan aliran darah akibat penekanan udara pada pembuluh darah di mediastinum. Pemeriksaan Fisika) Inspeksi, mungkin terlihat sesak nafas, pergerakan dada berkurang, batuk - batuk, sianosis serta iktus kordis tergeser kearah yang sehatb) Palpasi, mungkin dijumpai spatium interkostalis yang melebar, fremitus melemah, trakea tergeser ke arah yang sehat dan iktus kordis tidak teraba atau tergeser ke arah yang sehat.c) Perkusi; Mungkin dijumpai sonor, hipersonor sampai timpani.d) Auskultasi; mungkin dijumpai suara nafas yang melemah, sampai menghilang.Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan Rontgen foto toraks. Pada rontgen foto toraks P.A akan terlihat garis penguncupan paru yang halus seperti rambut. Apabila pneumotoraks disertai dengan adanya cairan di dalam rongga pleura, akan tampak gambaran garis datar yang merupakan batas udara dan caftan. Sebaiknya rontgen foto toraks dibuat dalam keadaan ekspirasi maksimal.

2.7 Komplikasi Pneumotoraks - Pneumotoraks ventil ; suatu keadaan dimana terjadi tekanan yang terus meninggi di dalam rongga pleura. Penderita akan sesak nafas yang hebat, keringat dingin, dan gelisah. Pada foto toraks akan terlihat selain paru yang kollaps (garis pleura), jantung dan mediastinum terdorong ke samping dan diafragma terdorong ke bawah. Keadaan ini adalah emergensi sehingga diperlukan tindakan segera.-Pneumomediastinum ; Biasanya terjadi karena ruptur bronkus atau perforasi esofagus. Sering disertai dengan emfisema subkutis.- Hemopneumotoraks ; disebabkan karena ruptur pembuluh darah kecil yang terletak antara pleura viseralis dan parietalis. Perdarahan dapat juga dapat terjadi akibat trauma dinding dada.- Pneumotoraks persisten ; Setelah beberapa saat penanganan, paru tidak mengembang sehingga dibutuhkan tindakan operasi. Ada beberapa hal yang menyebabkan paru tidak mengembang yaitu terjadinya fistel, penyumbatan bronkus, penebalan pleura, atau selang WSD tersumbat.

2.8 Tata Laksana PneumotoraksTindakan Non bedah ObservasiIndikasi : penderita tanpa keluhan, luas pneumotoraks < 20%.Apabila 7 hari pengamatan masih terdapat pneumotoraks, maka diperlukan tindakan aspirasi atau pemasangan WSD. AspirasiMenggunakan abbocath nomor 14 yang dihubungkan dengan three way dengan menggunakan spuit 50 cc dilakukan aspirasi

Pemasangan WSDMerupakan tindakan invasif yang dialakukan untuk mengeluarkan udara, cairan (darah, pus) dari rongga pleura, rongga thoraks, dan mediastinum dengan menggunakan pipa penghubung.Pada pemasangan WSD penderita harus dirawat agar dapat dievaluasi. Jika tidak didapatkan selang WSD, maka dapat dilakukan menggunakan selang infus yang disambungkan ke botol sehingga menjadi sebuah WSD mini. Bila dengan pemasangan WSD paru kondisi pasien tidak juga membaik, maka dapat dilakukan pengisapan yang terus menerus (continous suction). A. Indikasi dan tujuan pemasangan WSD1. Indikasi : Pneumotoraks, hemotoraks, empyema Bedah paru : -karena ruptur pleura udara dapat masuk ke dalam rongga pleura-reseksi segmental misalnya pada tumor, TBC-lobectomy, misal pada tumor, abses, TBC2. Tujuan pemasangan WSD Memungkinkan cairan ( darah, pus, efusi pleura ) keluar dari rongga pleura Memungkinkan udara keluar dari rongga pleura Mencegah udara masuk kembali ke rongga pleura yang dapat menyebabkan pneumotoraks Mempertahankan agar paru tetap mengembang dengan jalan mempertahankan tekanan negatif pada intra pleura. B. Prinsip kerja WSD Gravitasi yang rendah : Udara dan cairan mengalir dari tekanan yang tinggi ke tekanan yang rendah. Tekanan positif : Udara dan cairan dalam kavum pleura ( + 763 mmHg atau lebih ). Akhir pipa WSD menghasilkan tekanan WSD sedikit ( + 761 mmHg ) SuctionNamun, perlu diperhatikan kontraindikasi pemasangan WSD, sebagai berikut : Tidak direkomendasikan pada pneumotoraks minimal tanpa keluhan Penderita dengan ventilator mekanik Operator belum berpengalaman memasang WSD Gangguan faktor pembekuan darahSelain itu perlu dihindari komplikasi dari pemasangan WSD, antara lain : Nyeri Perdarahan Infeksi Malposisi WSD mengenai organ yang berdekatan Emfisema subkutis Pneumotoraks kontralateral Penumpukan cairan terutama jika pemakaian WSD dalam jangka panjang Syok kardiogenik karena kompresi ventrikel kanan Kerusakan syaraf, misalnya pada n.intercostalis dan frenikus Fistel bronkopleuraPneumotoraks dapat muncul berulang, pada pneumotoraks berulang dapat dilakukan tindakan pleurodesis. Pleurodesis dapat dilkukan menggunakan talk steril, tetrasiklin, bleomisin, atau darah penderita yang dimasukkan ke dalam rongga pleura. Tujuan dilakukan pleurodesis adalah membuat peradangan pada pleura sehingga terjadi perlekatan pleura viseral dengan pleura parietal. Beberapa hal dapat menyebabkan paru tidak mengembang setelah pemasangan WSD dilakukan. Hal tersebut antara lain : Terjadi fistel, dalam hal ini membutuhkan tindakan bedah Sumbatan bronkus, dapat terjadi karena akumulasi lendir atau sumbatan tumor pada lumen bronkus. Hal ini dapat diatasi dengan drainase sputum dengan tindakan bronkoskopi. Selang WSD tertekuk, hal ini dapat diatasi dengan memperbaiki posisi selang WSD Sumbatan pada selang WSD oleh gumpalan darah, fibrin, atau secret. Hal ini dapat diatasi dengan mengganti selang WSD dengan yang baru. Pleura viseralis menebal. Hal ini membutuhkan tindakan bedah.

Tindakan Bedah TorakotomiIndikasi operasi : Pneumotoraks berulang pada pasien pneumotoraks spontan primer (indikasi utama) Kebocoran terjadi lebih dari 3 hari. Kegagalan paru untuk mengembang Pneumotoraks ventil Pneumotoraks bilateral Pekerjaan pasien memiliki risiko tinggi memicu terjadinya pneumotoraks Torakoskopi Torakoskopi merupakan terapi alternatif untuk penderita pneumotoraks berulang atau pneumotoraks lebih dari 5 hari. Kelainan yang didapatkan dari torakoskopi pada penderita pneumotoraks spontan dapat berupa normal, perlekatan pleura, blebs kecil (2 cm).

Terapi Cairan2.9 Komposisi Cairan TubuhKomposisi cairan dalam tubuh manusia berbeda-beda sesuai dengan rentang usia tertentu yaitu sebagai berikut:1. Bayi premature : 80 % dari berat badan1. Bayi normal : 70- 75 % dari berat badan1. Sebelum pubertas: 65-70 % dari berat badan1. Orang Dewasa: 50-60 % dari berat badan

Proses pertukaran cairan antara komponen intraseluler dan ekstraseluler terjadi akibat perbedaan kadar osmolaritas diantara kedua komponen tersebut. Pada kompartemen ekstraseluler tersebut, proses pertukaran cairan antara interstisial dan plasma (vascular) dapat terjadi dengan menembus endothelium vaskuler dan dipengaruhi oleh perbedaan antara tekanan onkotik dan hidrostatikCairan dalam plasma sangat berperan dalam menjaga oksigenasi dan perfusi terutama ke organ-organ vital dan jaringan perifer. Prinsip resusitasi cairan adalah sebagai transport oksigen ke organ organ vital. Sedangkan apabila terjadi, kehilangan darah ataupun plasma secara masif, maka dapat menyebabkan cardiac output dan oksigenasi ke jaringan perifer semakin berkurang. Sedangkan cairan interstisial dapat berfungsi sebagai cadangan saat cairan pada plasma semakin berkurang, yang pada prinsipnya harus tercapai kondisi keseimbangan antara cairan interstisial dan cairan plasma. Sehingga apabila terjadi deficit cairan pada plasma, maka akan segera di cover oleh cairan interstisial dalam waktu dekat.2.10 Jenis Cairan dan Transfusi1. Cairan KristaloidCairan kristaloid yang didalamnya terkandung air dan berbagai elektrolit yang memiliki karakteristik isotonik dengan cairan ekstraseluler. Cairan kristaloid akan terdistribusikan di dalam rongga ekstrasel, sesuai dengan lokasi beradanya natrium. Sekitar 1/3 cairan kristaloid tetap berada dalam vascular, sedangkan sisanya akan masuk ke dalam rongga interstisial. Cairan kristaloid bertahan didalam intravascular 20-30 detik. Cairan kristaloid memiliki massa molekular yang lebih rendah dibandingkan dnegan koloid. Cairan kristaloid yang lebih sering digunakan untuk mengganti cairan yang hilang adalah ringer laktat karena, cairan ringer laktat meskipun memiliki sifat hipotonik tetapi cenderung menurunkan kadar sodium. Laktat dalam cairan akan mengalami perubahan menjadi bikarbonat yang berfungsi sebagai buffer didalam darah. Terdapat beberapa jenis cairan kristaloid antara lain sebagai berikut :1. Ringer LaktatSecara garis besar, larutan ringer memiliki karakteristik yang hampir sama dengan cairan NaCl, namun larutan ringer ini memiliki kandungan natrium dan klorida yang lebih sedikit serta terdapat kandungan kalium, magnesium dan kalsium.1. Natrium Klorida (NaCl)Penggunaan cairan NaCl ini harus sesuai dengan kadar yang dibutuhkan, dapat menyebabkan asidosis metabolic sebagai akibat dari kandungan klor nya. Pada tahap yang lebih lanjut, dapat menyebabkan penurunan aliran darah ke ginjal. Sehingga mempengaruhi pada penurunan laju filtrasi glomerulus. Dipakai sebagai cairan resusitasi (replacement therapy) untuk kasus : kadar Na rendah, keadaan dimana RL tidak cocok untuk digunakan seperti pada alkalosis dan retensi kalium, cairan pilihan untuk kasus trauma kepala, dipakai untuk mengencerkan sel darah merah sebelum transfusi. NaCl memiliki kekurangan yaitu tidak mengandung HCO3-, tidak mengandung K+, kadar Na+ dan Cl- relative tinggi sehingga dapat terjadi asidosis hyperchloremia, asidosis dilutional, dan hypernatremia.

1. Glukosa 5 %Pemberian glukosa 5 % sama seperti dengan pemberian air karena seluruh glukosa akan termetabolisme dan sisa air akan didistribusikan ke seluruh kompartemen dan masuk ke intrasel.

Gambar 2.3 Komposisi Cairan Kristaloid (Morgan,2013)

1. Cairan KoloidCairan koloid tidak dapat menembus membrane semipermeabel. Karakteristik koloid menetap lebih lama dalam pembuluh darah jika dibanding dengan cairan kristaloid dikarenakan tidak dapat disaring secara langsung oleh ginjal. Koloid secara langsung dapat meningkatkan tekanan osmotic dan dapat menarik cairan keluar dari rongga interstisial ke dalam vascular. Koloid memiliki sifat sebagai pengganti komponen plasma yang bersifat sementara karena hanya dalam waktu yang singkat dalam sirkulasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi berapa lama cairan koloid menetap dalam vascular adalah tergantung pada berat dan ukuran molekul koloid. Koloid memiliki waktu paruh yang lebih lama pada intravascular (3-6 jam) jika dibandingkan dengan kristaloid (20-30 menit), sehingga lebih efektif dalam mengembalikan volume intravascular dan curah jantung. Koloid juga dapat meningkatkan transport oksigen ke jaringan (DO2) dan konsumsi O2 serta menurunkan laktat serum. Cairan koloid digunakan sebagai tambahan kristaloid ketika dibutukan pengganti cairan lebih dari 3-4 L sebelum mendapatkan tranfusi.

1. Blood-derived coloid1. Albumin1. Fraksi Protein Plasma 1. Sintetik1. Dextrose starchesDextran terdiri dari dextran 70 (macrodex) dan dextran 40 (Rheomarcodex). Dextran 70 memiliki kemampuan untuk pengembangan volume tetapi dapat menurunkan viscositas darah senhingga aliran darah mikrosirkulasi lebih bain dibandingkan dengan dextran 40. Dextrose starches dapat membuat alergi.1. Gelatin Dapat membuat alergi karena gelatin memicu pelepasan histamin didalam tubuh. 1. Hetastarch Molekul starch berasal dari tumbuhan. Molekul kecil starch akan diekskresi di ginjal, sementara sebagian besar yang lain akan di pecah oleh amilase. Hetastarch sangat efektif digunakan untuk plasma expander dan lebih murah daripada albumin. Hetastarch juga nonantigenik dan jarang menyebabkan reaksi anafilaktik.

1. Cairan NutrisiTermasuk dalam salah satu bagian dari terapi rumatan/maintenance, yang bertujuan untuk memelihara keseimbangan cairan tubuh dan nutrisi sehingga tercukupi kebutuhannya. Pada umumnya diberikan dengan kecepatan rumatan sekitar 80 mL/jam. Cairan nutrisi terdiri dari amiparen, aminovel-600, pan-amin G, Ka-en MG 3, Martos 10, Triparen

2.11 Prinsip Dasar Terapi CairanIntravenous Fluid Therapy (IVFD) bertujuan agar tercapai keseimbangan antara input dan output cairan serta meminimalisir potensi kehilangan cairan yang dapat terjadi. Secara umum, penggunaan cairan intravena memiliki fungsi sebagai resusitasi, rumatan (maintenance), serta replacement dan redistribusi.

1. ResusitasiResusitasi cairan diperlukan jika terjadi defisit/kehilangan cairan yang signifikan sehingga mempengaruhi kondisi hemodinamik tubuh manusia. Pada dasarnya, resusitasi cairan ini berfungsi untuk memaksimalkan perfusi nutrisi dan oksigen ke jaringan perifer dengan cara meningkatkan volume intravascular.

Terdapat beberapa indikator khusus untuk memulai resusitasi cairan, antara lain sebagai berikut :1. Tekanan darah sistolik 2 sekon dan akral dingin1. Denyut nadi > 100 kali per menit1. Nafas >20 kali per menit

1. Rumatan/MaintenanceCairan rumatan/maintenance berfungsi untuk mencukupi kebutuhan cairan dan elektrolit yang tidak dapat terpenuhi melalui asupan oral ataupun enteral. Pemberian cairan rumatan dengan ketentuan sebagai berikut:1. Kebutuhan cairan rumatan berkisar antara 25-30 mL/kgBB/hari1. Kebutuhan K, Na, Cl sekitar 1 mmoL/kgBB/hari1. Kebutuhan glukosa 50-100 gr/hari untuk mencegah ketosis1. Pada pasien obesitas, pemberian cairan rumatan/maintenance mengikuti berat badan ideal1. Pemberian cairan tidak melebihi 30 mL./kgBB/hariBerikut adalah jenis cairan rumatan yang biasanya digunakan:1. Ringer laktat/asetat1. Nacl 0,9 % hanya untuk rumatan pada kehilangan cairan yang tinggi kandungan Nacl dari saluran cerna ataupun ginjal1. Glukosa 5 %1. Glukosa saline (campuran glukosa 5 % dengan NaCl)

1. Penggantian/Replacement dan RedistribusiPenggantian cairan dilakukan jika terdapat deficit cairan dan/atau elektrolit atau kehilangan cairan ke luar tubuh yang sedang berlangsung. Biasanya kehilangan cairan berasal dari traktus gastrointestinal atau traktus urinarius2.4. Darah dan Komponen darahBerikut ini adalah gambaran volume darah pada masing-masing individu, berdasarkan persentase berat badan adalah :1. Laki-laki : 7,5 % BB = 75 cc/kgBB1. Perempuan : 6,5 % BB= 65 cc/kgBB1. Bayi/ neonatus : 8,5 % BB = 85 cc/kgBB

Whole bloodWhole blood menempati 8 % dari berat badan manusia. mayor perdarahan >1500 ml. Pada orang dewasa diberikan bila kehilangan darah lebih dari 15-20 % volume darahnya, sedangkan pada bayi lebih dari 10 % volume darahnya.Indikasi whole blood 1. Pasien pada keadaan hipovolemia yang disebabkan oleh perdarahan masif1. Trauma masif1. Emergensi obstetrik

PRC (Packed Red Blood Cells)PRC dipersiapkan melalui proses sentrifugasi dari whole blood dengan membuang 250 ml plasma. Satu unit RBC dapat meningkatkan hemoglobin 1 g / dl (10 g/ L) dan hematokrit 3 %. dimana supernatant (trombosit yag kayak akan plasma) dihilangkan. Keuntungannya bisa meningkatkan daya angkut oksigen tanpa menambah beban volume darah. Dari setiap unit PRC terdiri dari :1. Hematokrit (55-75%)1. Hemoglobin (20 g/dl)1. Volume (150-200 ml)1. Disimpan pada suhu 2-6 derajat celsius1. Harus ditranfusikan dalam 4 jam pada keadaan hangat

Indikasi dari pasien Packed Red Cells1. Pada pasien yang dirawat, tranfusi PRC dibutuhkan ketika hb< 7g/dl 1. Pada periode perioperatif, apabila Hb 7 g/ dl, transfusi PRC sangat dibutuhkan. Apabila Hb 7-10 g/dl, tranfusi PRC dapat dapat dilakukan apabila pada kondisi tertentu seperti, iskemia organ, ada risiko kehilangan darah yang besar, faktor risiko terjadinya komplikasi karena inadekuat oxygenasi.1. Bedah mayor kehilangan darah > 20 % volume darahVolume darah yang diberikan =

Catatan : Hb darah normal (donor) = 12 g % Hb darah PRC = 24 g %PlasmaFresh Frozen PlasmaFresh frozen plasma dibentuk dengan memisahkan cairan dari darah kemudian dibekukan. Frozen plasma terdiri dari :1. Faktor pembekuan, imunoglobulin, dan albumin1. Volume 200-300 ml/ unitIndikasi1. Perdarahan aktif dengan kejadian koagulopathi sebelumnya (INR>2, prothrombin time > 1.5 atau activated partial thromboplastin time (APTT) 2 kali normal1. Kerusakan hati dengan koagulopathy1. Efek warfarin1. DIC 1. Penggantian dari defisiensi salah satu faktor ( misal:faktor XI)1. Terapi prophilaksis pada pasien yang sedang dibedah atau mengalami prosedur invasif tetapi dengan koagulopathyFFP yang ditransfusikam adalah 10-15 ml/ kg. Target dari INR harus < 1.7 atua PT 90 x/menit1. Frekuensi nafas 29 kali/menit1. Urine output < 0,5 cc/kgBB/jam

2.12.2 Patofisiologi 1. Fase KompensasiPenurunan curah jantung (cardiac output) terjadi sehingga dapat menyebabkan perfusi jaringan (apabila lebih lanjut akan menyebabkan gangguan seluler). Mekanisme kompensasi dilakukan melalui vasokonstriksi untuk menaikkan aliran darah ke jantung, otak dan otot skelet dan penurunan aliran darah ke tempat yang kurang vital. Faktor humoral dilepaskan untuk menimbulkan vasokonstriksi dan menaikkan volume darah dengan konservasi air. pada Pada fase kompensasi ini terjadi peningkatan frekuensi dan kontraktilitas otot jantung untuk menaikkan curah jantung dan peningkatan respirasi untuk memperbaiki ventilasi alveolar. 1. Fase ProgresifTerjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi kebutuhan tubuh. Tekanan darah arteri menurun, aliran darah menurun, hipoksia jaringan semakin signifikan, gangguan seluler, metabolisme terganggu, produk metabolisme menumpuk, dan akhirnya terjadi kematian sel. Hipoksia jaringan juga dapat menyebabkan perubahan metabolisme dari aerobik menjadi anaerobik. Pada akhirnya dapat menyebabkan asidosis metabolic akibat peningkatan asam laktat1. Fase IrevesibelKerusakan seluler dan sirkulasi yang berlangsung lama sehingga tidak dapat terkompensasi lagi. Pada akhirnya menyebabkan kekurangan oksigen pada jaringan sehingga mempercepat timbulnya ireversibilitas syok, dan dapat menyebabkan multiorgan damage/failure.

2.12.3 Tanda dan Gejala Klinis1. Stadium awal (