ANALISIS STRATEGI PERENCANAAN PENGEMBANGAN …
Transcript of ANALISIS STRATEGI PERENCANAAN PENGEMBANGAN …
ANALISIS STRATEGI PERENCANAAN PENGEMBANGAN
SUBSEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DI KOTA
TANGERANG SELATAN
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi
Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Disusun oleh :
Linaria Marokkana Sihotang
NIM: 1113084000042
JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H/2019 M
ii
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
ANALISIS STRATEGI PERENCANAAN PENGEMBANGAN
SUBSEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DI KOTA
TANGERANG SELATAN
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh
Linaria Marokkana Sihotang
1113084000042
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing
Arief Fitrijanto, S.Si, M.Si
NIP: 197111182005011003
JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H / 2019 M
iii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF
Hari ini, Jumat 2 Juni 2017 telah dilakukan Ujian Komprehensif atas nama
mahasiswa:
1. Nama : Linaria Marokkana Sihotang
2. NIM : 1113084000042
3. Jurusan : Ekonomi Pembangunan
4. Judul Skripsi : Analisis Strategi Perencanaan Pengembangan
Subsektor Industri Pengolahan di Kota Tangerang Selatan
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan serta kemampuan yang
bersangkutan selama proses Ujian Komprehensif, maka diputuskan bahwa
mahasiswa tersebut di atas dinyatakan “LULUS” dan diberi kesempatan untuk
melanjutkan ke tahap Ujian Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Tangerang Selatan, Jumat 2 Juni 2017
1. Fahmi Wibawa, MBA
(………..…………..)
Penguji I
2. Rahmah Farahdita, SP, M.Si
(……………………)
Penguji II
iv
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
Hari Selasa, 26 Februari 2019 telah dilakukan Ujian Skripsi atas mahasiswa:
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan serta kemampuan
yang bersangkutan selama proses Ujian Skripsi, maka diputuskan bahwa
mahasiswa tersebut di atas dinyatakan LULUS dan skripsi ini diterima sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Tangerang Selatan, 26 Februari 2019
1. Sofyan Rizal, M.Si (______________________)
NIP. 197604302011011002 Ketua
2. Arief Fitrijanto, M.Si (______________________)
NIP. 197111182005011003 Sekretaris
3. Drs. Rusdianto, M.Sc (______________________)
NIP.195501041984031001 Penguji Ahli
4. Arief Fitrijanto, M.Si (______________________)
NIP. 197111182005011003 Pembimbing
1. Nama : Linaria Marokkana Sihotang
2. NIM : 1113084000042
3. Jurusan : Ekonomi Pembangunan
4. Judul Skripsi : Analisis Strategi Perencanaan Pengembangan
Subsektor Industri Pengolahan di Kota Tangerang Selatan
v
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
Yang bertandatangan di bawah ini:
Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan ini, saya:
1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan
dan mempertanggungjawabkan.
2. Tidak melakukan plagiat terhadap naskah orang lain.
3. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebut sumber asli
atau tanpa izin pemilik karya.
4. Tidak melakukan pemanipulasian dan pemalsuan data.
5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggungjawab atas
karya ini.
Jika di kemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan telah
melalui pembuktian yang dapat dipertanggungjawabkan, ternyata memang
ditemukan bukti bahwa saya telah melanggar pernyataan di atas, maka saya siap
untuk dikenai sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.
Tangerang Selatan, 26 Februari 2019
Linaria Marokkana Sihotang
NIM. 1113084000042
Nama : Linaria Marokkana Sihotang
NIM : 1113084000042
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis
Jurusan : Ekonomi Pembangunan
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Identitas Pribadi
Nama Lengkap : Linaria Marokkana Sihotang
Tempat Tanggal Lahir : Tangerang, 16 Juni 1995
Alamat :
Nomor Handphone : 081908461394
E-mail : [email protected]
Latar Belakang Keluarga
Anak Ke dan Dari : 1 dari 3 Bersaudara
Nama Ayah : Lukman Sihotang
Tempat Tanggal Lahir : Medan, 24 Mei 1967
Nama Ibu : Yuliana
Tempat Tanggal Lahir : Tangerang, 9 Juli 1972
Alamat :
Pendidikan Formal
1. TK Aisyiyah Tahun 2000-2001
2. SD Negeri Cempaka Putih 1 Tahun 2001-2007
3. SMP Negeri 3 Kota Tangerang Selatan Tahun 2007-2010
4. SMA Negeri 4 Kota Tangerang Selatan Tahun 2010-2013
5. FEB UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013-2019
Jl. Saidin RT 09 RW 02 Bumi Pamulang Pratama Blok
A No.2, Kelurahan Bambu Apus, Kecamatan
Pamulang, Kota Tangerang Selatan
Jl. Saidin, RT 09 RW 02 Bumi Pamulang Pratama
Blok A No.2, Kelurahan Bambu Apus, Kecamatan
Pamulang, Kota Tangerang Selatan
vii
Pengalaman Organisasi
1. Wakil Bendahara Umum HMJ Ekonomi Pembangunan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta (2015)
2. Anggota Bidang Eksternal dan Internal DEMA Fakultas Ekonomi dan Bisnis
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2016)
3. Bendahara Kelompok Kuliah Kerja Nyata di Desa Munjul, Kabupaten
Tangerang
Pengalaman Non Formal, Seminar dan Workshop
1. Seminar Rembuk Kebangsaan bersama OJK, 2013
2. Workshop Kepemudaan, 2013
3. Pelatihan Karya Tulis Ilmiah HMJ Ekonomi Pembangunan, 2014
4. Workshop Entrepreneur LDK Syahid, 2014
5. Panitia Standupnite 2UIN, 2014
6. Company Visit Bank Indonesia, 2015
7. Bedah Buku dan Seminar Islami, 2015
8. Seminar Anti Korupsi FEB UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015
9. Seminar Badan Pemeriksa Keuangan, 2015
10. Saksi PEMILU Walikota dan Wakil Walikota Tangerang Selatan, 2015
viii
ABSTRACT
Manufacturing sector which was one of the biggest influences on the economy in
Banten Province. South Tangerang City, which is part of the Banten Province
area, is expected to develop its processing manufacturing sector. This sector was
developed in order to compete with other regions and could be used as a base
sector and focus on the development of their priority subsector. This study aims to
determine the development strategy of the priority sector of the processing
manufacturing sub-sector in South Tangerang City. The method of analysis of this
research is quantitative descriptive type using analysis of Location Quotient (LQ),
Dynamic Location Quotient (DLQ), shift-share analysis, and Analytical
Hierarchy Process (AHP). The results showed that in the effort to develop the
processing sub-sector in the South Tangerang City, things that need to be
considered and become the main focus are the growth of the sub-sector. Then to
achieve subsector growth, the science and technology sub-criteria are things that
must be prioritized. Then the alternative manufacturing sub-sector with the first
priority is in the manufacture of food product and beverages.
Keywords: Development Strategy of Manufacturing Subsector, GDP, Base
Sector, Priority Subsector, AHP
ix
ABSTRAK
Sektor industri pengolahan saat ini menjadi salah satu pengaruh terbesar bagi
perekonomian di Provinsi Banten. Kota Tangerang Selatan yang merupakan
bagian wilayah Provinsi Banten diharapkan dapat mengembangkan sektor
industri pengolahannya. Agar dapat bersaing dengan wilayah lainnya yang ada
di Provinsi Banten, Kota Tangerang Selatan nantinya dapat menjadikan sektor
industri pengolahan sebagai sektor basis dan fokus terhadap pengembangan
subsektor prioritasnya. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan strategi
pengembangan sektor prioritas dari subsektor industri pengolahan di Kota
Tangerang Selatan. Metode analisis penelitian ini berjenis deskriptif kuantitatif
dengan menggunakan analisis Location Quotient (LQ), Dynamic Location
Quotient (DLQ), analisis shift-share, dan Analytical Hierarchy Process (AHP).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam upaya pengembangan subsektor
industri pengolahan di Kota Tangerang Selatan, hal yang perlu diperhatikan dan
menjadi fokus utama adalah pada pertumbuhan subsektornya. Kemudian untuk
mencapai pertumbuhan subsektor, sub-kriteria IPTEK merupakan hal yang harus
diprioritaskan. Kemudian alternatif subsektor industri dengan prioritas pertama
ada pada sektor industri makanan dan minuman.
Kata kunci: Strategi Pengembangan Subsektor Industri Pengolahan, PDRB,
Sektor Basis, Subsektor Prioritas, AHP
x
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Segala puji dan syukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala Tuhan Semesta
Alam atas seluruh nikmat, rahmat dan karunia-Nya yang tak pernah terputus
sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat serta
salam semoga Allah curahkan kepada Baginda Nabi Muhammad Shallallahu
‘Alayhi wa Sallam, Nabi akhir zaman yang telah membawa umat manusia dari
zaman kegelapan dan kebodohan menuju zaman yang terang benderang dan
penuh ilmu pengetahuan. Penelitian yang berjudul Analisis Strategi Perencanaan
Pengembangan Subsektor Industri Pengolahan di Kota Tangerang Selatan ini
ditujukan sebagai prasayarat untuk meraih gelar Sarjana Ekonomi di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Di balik selesainya skripsi ini dengan baik, tentu tidak terlepas dari
keterlibatan orang lain. Oleh karena itu, penulis hendak menyampaikan rasa
terima kasih yang terdalam, atas segala bentuk bantuan dan dukungan berupa
semangat dan doa selama proses studi penulis berlangsung. Secara khusus, penulis
hendak berterima kasih kepada:
1. Kedua orang tua penulis, Ayah dan Mama yang telah tulus dan ikhlas
membimbing, mendidik dan memberikan segala yang terbaik demi anak-
anaknya. Doa dan kasih sayang mereka selalu menjadi sumber kekuatan
dan kelancaran penulis dalam menjalani kehidupan. Tidak ada alasan bagi
penulis untuk tidak menghargai dan menghormati mereka. Tidak ada
alasan untuk tidak berterima kasih dan mengabdi kepada mereka.
2. Bapak Prof. Dr. Amilin, SE., Ak., CA., M.Si., BKP., QIA., CRMP selaku
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas
kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengenyam pendidikan
di kampus kebanggaan ini.
3. Bapak Arief Fitrijanto, S.Si., M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi
Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus selaku dosen
pembimbing skripsi penulis, yang dengan segenap kesabaran dan kebaikan
xi
hatinya telah memberikan waktu serta ilmunya untuk membimbing penulis
dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga seluruh ilmu tersebut dapat
bermanfaat kelak.
4. Segenap jajaran Tenaga Pengajar di Jurusan Ekonomi Pembangunan yang
telah menyampaikan banyak ilmu kepada penulis. Semoga ilmu tersebut
dapat bermanfaat dengan baik di masa yang akan datang.
5. Para staf Dinas Kota Tangerang Selatan yang tidak bisa disebutkan satu
persatu. Tanpa menugurangi rasa hormat, penulis ucapkan terima kasih
karena dengan sukarela membantu dan membimbing penulis dalam proses
penelitian, sehingga penelitian ini dapat terselesaikan.
6. Para sahabat yang selalu menemani penulis baik suka maupun duka
selama masa perkuliahan penulis sampai dengan saat ini, menjadi motivasi
penulis untuk selalu berubah dalam kebaikan dunia akhirat. Tanti, Roro,
Oki, Dita, Ayu, Wiwid. Semoga kalian diberikan kesehatan, diberkahkan
usianya, jodoh yang terbaik, serta yang selalu penulis doakan yakni
semoga dipertemukan kembali di surga kelak. Amin.
7. Para sahabat kecil penulis yang tetap menjaga hubungan baik sampai saat
ini, Medi, berli, Eka. Tak terasa sudah semakin dewasa dengan
kesibukannya masing-masing. Semoga kalian selalu ingat masa kecil
dimana kita tertawa tanpa beban. Sehat selalu untuk kalian.
8. Para lelaki kebanggan penulis selama masa perkuliahan sampai pembuatan
skripsi, yang dengan kesibukannya masih dapat menyempatkan untuk
selalu membully penulis, walau pada kenyataannya turut serta membantu
penulis dalam menyelesaikan pendidikan. Terima kasih dari hati yang
paling tulus, untuk Gufron dan Subhan. Juga lelaki yang tidak terlalu
penting Mahatir, Zeka, Heri, Rival, Alvi, kalian sungguh biasa saja.
9. Seluruh sahabat Ekonomi Pembangunan; Kiki, Anjeng, Cytha, dan
semuanya yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Tanpa
mengurangi rasa hormat penulis, terima kasih karena telah menjadi bagian
kehidupan perkuliahan penulis, dan membimbing serta menemani penulis
dalam pembuatan skripsi ini. Semoga kebaikan selalu menghampiri kalian.
xii
10. Senior yang selalu mendoakan penulis dalam pembuatan skripsi Bang
Windi dan Bang Geo yang dengan kurang kerjaannya masih terus peduli
dan mendukung penulis walaupun kalian sudah cukup tua dan akan
menjadi calon bapak. Semoga di sisa umurnya selalu diberkahkan.
11. Para sobat kyzmint yang setiap perjalanannya membuat penulis
bersemangat kembali untuk menyelesaikan skripsi ini. Mereka yang selalu
asik di setiap perjalanan. Penulis menyadari bahwa kami dipertemukan
mungkin bukan untuk selalu dipersatukan namun belajar menghargai
hidup dan mengikhlaskan sebuah perpisahan. Terima kasih kepada
Khalidah yang telah mempertemukan penulis dengan orang-orang hebat:
Bang Edwin, Bang Rico, Bang Bele, Bang Kondoy. Terima kasih untuk
kalian yang pernah baik, semoga akan ada gunung, hutan, laut, pantai
untuk kita tuju, walau dengan rasa yang sedikit berbeda.
12. Terima kasih kepada calon imamku, karena salah satu tujuan penulis ingin
menyelesai skripsi ini adalah bertemu denganmu. Semoga kamu yang
selalu dekat dengan doa didatangkan tepat pada waktunya. Karena penulis
yakin, bahwa menjadi seorang wanita yang berakhlak dan berpendidikan
akan mendapatkan ridho serta restu sang calon mertua. Ternyata cukup
melelahkan perjalanan penulis untuk dapat bersanding denganmu. Iya
kamu, yang masih Allah rahasiakan namanya.
13. Terima kasih sekali lagi kepada sahabatku Claratanti Novia, yang telah
dengan rela menghabiskan banyak waktunya untuk bersama dengan
penulis. Memulai pertemanan dengan berbisnis, tempat saling
memperbaiki, rumah di saat merasakan tersesat dalam pencarian jati diri,
yang saling mendukung dalam kebaikan. Hari-hari melelahkan yang selalu
kita lalui menjadi penguat di saat kita merasa ingin mati. Terima kasih
sekali lagi dan maaf atas keegoisan yang sering kali penulis lakukan.
Semoga kita tetap berjalan terus kedepan secara beriringan, walau nanti
pada saatnya mulai sibuk dengan kondisi rumah yang berantakan, anak
yang merengek minta mainan, dan uang make up yang pas-pas an. Selamat
menempuh hidup baru my partner in crime.
xiii
Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan yang disebabkan
terbatasnya pengalaman dan sumber daya dalam proses penulisan skripsi ini. Oleh
karena itu, penulis menghargai berbagai bentuk saran, masukan maupun kritik
yang bersifat membangun dari pembaca demi kesempurnaan penelitian ini. Tak
lupa penulis menyampaikan permohonan maaf jika terdapat kesalahan dalam
penulisan, yang kiranya dapat menyinggung pihak tertentu. Akhir kata, penulis
berharap agar penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Tangerang Selatan, 26 Februari 2019
Linaria Marokkana Sihotang
xiv
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ...................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF .................................. iii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ................................................... iv
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ............................ v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................ vi
ABSTRACT ......................................................................................................... viii
ABSTRAK ............................................................................................................ ix
KATA PENGANTAR ........................................................................................... x
DAFTAR ISI ....................................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xvii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xix
DAFTAR DIAGRAM ......................................................................................... xx
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xxi
BAB I ...................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang Penelitian ............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 7
C. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 8
BAB II .................................................................................................................... 9
A. Landasan Teori ............................................................................................. 9
1. Pembangunan Ekonomi ............................................................................ 9
a. Konsep Pembangunan Ekonomi ........................................................... 9
b. Teori-teori Pembangunan Ekonomi .................................................... 10
2. Pertumbuhan Ekonomi ........................................................................... 13
3. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Daerah ................................ 15
a. Teori Basis Ekonomi .......................................................................... 17
b. Teori Lokasi ........................................................................................ 17
4. Perencanaan Pembangunan Daerah ........................................................ 17
a. Konsep Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah ....................... 17
b. Perencanaan Sektor Unggulan ............................................................ 19
xv
B. Penelitian Terdahulu .................................................................................. 20
C. Kerangka Berpikir ...................................................................................... 25
BAB III ................................................................................................................. 26
A. Ruang Lingkup Penelitian .......................................................................... 26
B. Metode Penentuan Sampel ......................................................................... 26
C. Metode Pengumpulan Data ........................................................................ 28
1. Data Primer ............................................................................................. 28
2. Data Sekunder ........................................................................................ 29
D. Metode Analisis Data ................................................................................. 29
1. Analisis Location Quotient (LQ) ............................................................ 29
2. Analisis Dynamic Location Quotient (DLQ) ......................................... 30
3. Analisis Gabungan LQ dan DLQ ........................................................... 31
4. Analisis Shift Share ................................................................................ 31
5. Analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) ....................................... 34
a. Dekomposisi ....................................................................................... 35
b. Comparative Judgement ..................................................................... 36
c. Kelebihan dan Kekurangan Model AHP ............................................ 37
d. Model Analisis Penyusunan Hierarki ................................................. 38
E. Operasional Variabel Penelitian ................................................................. 40
BAB IV ................................................................................................................. 45
A. Profil Wilayah ............................................................................................ 45
1. Kondisi Geografis dan Administratif Kota Tangerang Selatan .............. 45
a. Kondisi Geografis ............................................................................... 45
b. Kondisi Administratif ......................................................................... 46
2. Kependudukan dan Angkatan Kerja Kota Tangerang Selatan ............... 46
a. Kependudukan .................................................................................... 46
b. Angkatan Kerja ................................................................................... 47
3. Kondisi Perekonomian Kota Tangerang Selatan .................................... 48
a. Laju Pertumbuhan Ekonomi ............................................................... 48
b. Struktur Ekonomi ................................................................................ 50
c. Industri ................................................................................................ 53
B. Sektor Basis Kota Tangerang Selatan ........................................................ 58
xvi
1. Penghitungan LQ per Sektor .................................................................. 58
C. Perkembangan Subsektor Industri Pengolahan Kota Tangerang Selatan .. 60
1. Penghitungan DLQ per Sektor ............................................................... 60
2. Analisis Gabungan LQ dan DLQ ........................................................... 62
D. Sektor Prioritas Subsektor Industri Pengolahan Kota Tangerang Selatan . 64
1. Penghitungan Shift Share ....................................................................... 64
E. Strategi Pengembangan Subsektor Industri Pengolahan Kota Tangerang
Selatan ............................................................................................................... 67
1. Penghitungan Analytical Hierarchy Process (AHP) .............................. 67
2. Kriteria Penyerapan Tenaga Kerja ......................................................... 69
3. Kriteria Peningkatan Daya Saing ........................................................... 70
BAB V ................................................................................................................... 82
A. Kesimpulan ................................................................................................ 82
B. Saran ........................................................................................................... 83
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 84
LAMPIRAN ......................................................................................................... 87
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Peranan PDRB menurut Lapangan Usaha Provinsi Banten Tahun 2013-
2017 (persen) ........................................................................................................... 2
Tabel 1.2 Kontribusi Kabupaten/Kota dalam Pembentukan PDRB Provinsi Banten
Tahun 2017 ............................................................................................................. 4
Tabel 1.3 PDRB Kota Tangerang Selatan Tahun 2013-2017 ADHK (Miliar
Rupiah) .................................................................................................................... 5
Tabel 3.1 Kriteria Responden ............................................................................... 27
Tabel 3.2 Skala Perbandingan AHP ...................................................................... 36
Tabel 3.3 Kelebihan dan Kekurangan Metode AHP ............................................. 38
Tabel 4.1 Jumlah Kecamatan, Kelurahan, RT dan RW Kota Tangerang Selatan
Tahun 2017 ........................................................................................................... 46
Tabel 4.2 Jumlah Penduduk menurut Kecamatan Kota Tangerang Selatan Tahun
2017 ....................................................................................................................... 47
Tabel 4.3 Jumlah Angkatan Kerja Kota Tangerang Selatan menurut Jenis Kelamin
Tahun 2017 ........................................................................................................... 48
Tabel 4.4 Peranan PDRB Kota Tangerang Selatan menurut Lapangan Usaha
(persen) .................................................................................................................. 50
Tabel 4.5 PDRB per Kapita Kota Tangerang Selatan Tahun 2013-2017 ............. 53
Tabel 4.6 Klasifikasi Industri Besar dan Sedang Kota Tangerang Selatan Tahun
2017 ....................................................................................................................... 54
Tabel 4.7 Klasifikasi Industri Kecil dan Rumah Tangga Kota Tangerang Selatan
Tahun 2017 ........................................................................................................... 55
Tabel 4.8 Hasil Perhitungan LQ Kota Tangerang Selatan Tahun 2013-2017 ...... 58
Tabel 4.9 Hasil Perhitungan DLQ Kota Tangerang Selatan Tahun 2013-2017 ... 61
Tabel 4.10 Hasil Analisis Gabungan LQ dan DLQ Kota Tangerang Selatan ....... 62
Tabel 4.11 Hasil Analisis Shift Share Industri Pengolahan Kota Tangerang Selatan
Tahun 2013-2017 .................................................................................................. 64
Tabel 4.12 Hasil Perhitungan Bobot Tujuan AHP ................................................ 68
Tabel 4.13 Hasil Perhitungan Bobot Kepentingan Kriteria Pertumbuhan Subsektor
............................................................................................................................... 69
Tabel 4.14 Hasil Perhitungan Bobot Kepentingan Kriteria Penyerapan Tenaga
Kerja ...................................................................................................................... 69
Tabel 4.15 Hasil Perhitungan Bobot Kepentingan Kriteria Peningkatan Daya
Saing ...................................................................................................................... 70
Tabel 4.16 Hasil Perhitungan Bobot Kepentingan Subsektor Industri Pengolahan
Kriteria Bahan Baku .............................................................................................. 71
Tabel 4.17 Hasil Perhitungan Bobot Kepentingan Subsektor Industri Pengolahan
Kriteria IPTEK ...................................................................................................... 72
xviii
Tabel 4.18 Hasil Perhitungan Bobot Kepentingan Subsektor Industri Pengolahan
Kriteria Mutu Tenaga Kerja .................................................................................. 73
Tabel 4.19 Hasil Perhitungan Bobot Kepentingan Subsektor Industri Pengolahan
Kriteria Nilai Produksi .......................................................................................... 73
Tabel 4.20 Hasil Perhitungan Bobot Kepentingan Subsektor Industri Pengolahan
Kriteria Upah ......................................................................................................... 74
Tabel 4.21 Hasil Perhitungan Bobot Kepentingan Subsektor Industri Pengolahan
Kriteria Nilai Investasi .......................................................................................... 75
Tabel 4.22 Hasil Perhitungan Bobot Kepentingan Subsektor Industri Pengolahan
Kriteria Infrastruktur ............................................................................................. 76
Tabel 4.23 Hasil Perhitungan Bobot Kepentingan Subsektor Industri Pengolahan
Kriteria Birokrasi .................................................................................................. 76
Tabel 4.24 Hasil Perhitungan Bobot Kepentingan Subsektor Industri Pengolahan
Kriteria SDM ......................................................................................................... 77
xix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Peta Kota Tangerang Selatan ............................................................ 45
xx
DAFTAR DIAGRAM
Diagram 2.1 Kerangka Berpikir ............................................................................ 25
Diagram 3.1 Struktur Hierarki AHP ..................................................................... 36
Diagram 3.2 Model Penyusunan Hierarki AHP .................................................... 39
Diagram 4.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Tangerang Selatan 2013-2017 .. 49
Diagram 4.2 Distribusi Persentase PDRB Kota Tangerang Selatan menurut
Lapangan Usaha Tahun 2013-2017 ...................................................................... 52
Diagram 4.3 Jumlah Industri Kecil dan Rumah Tangga Kota Tangerang Selatan
Tahun 2017 ........................................................................................................... 57
Diagram 4.4 Hasil Perhitungan AHP .................................................................... 79
xxi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 ............................................................................................................ 88
Lampiran 2 ............................................................................................................ 91
Lampiran 3 ............................................................................................................ 94
Lampiran 4 ............................................................................................................ 95
Lampiran 5 .......................................................................................................... 115
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Negara Republik Indonesia menerapkan sistem desentralisasi (otonomi
daerah) berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang
didalamnya berisi tentang Pemerintah Daerah, juga pada Undang-Undang Nomor
25 Tahun 1999 Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 Selanjutnya digantikan dengan
Undang-Undang Nomor 32 dan Nomor 33 Tahun 2004, dan kini diperbaharui
kembali menjadi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014. Isi dari Undang-
Undang terbaru pada prinsipnya yakni, mengatur penyelenggaraan pemerintahan
tingkat daerah yang mengutamakan pada pelaksanaan asas desentralisasi dimana
pemerintah tingkat kota dan kabupaten sebagai pelaksana, sedangkan pemerintah
tingkat provinsi sebagai koordinator. Adanya sistem desentralisasi (otonomi
daerah) ini, bertujuan untuk meningkatkan pembangunan ekonomi dan
kesejahteraan di dalam suatu daerah.
Ada beberapa upaya dalam pembangunan ekonomi daerah, salah satunya
adalah meningkatkan peluang kerja dan juga memperluas jenis peluang kerja
untuk masyarakat di dalam suatu daerah. Selain itu, pembangunan daerah harus
berdasar pada kondisi potensi wilayah yang ada, serta adanya aspirasi dalam
masyarakat yang tumbuh dan berkembang. Jika pembangunan daerah dilakukan
sudah sesuai dengan tahapan yang benar, maka hal ini dapat menghindari
terjadinya pembangunan daerah yang lambat dan sulit untuk berkembang.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, pemerintah pusat
bersama-sama dengan pemerintah daerah dimungkinkan melakukan pemetaan
urusan pemerintahan pilihan, salah satunya yang berpotensi untuk dikembangkan
yaitu sektor industri. Sektor industri ini diharapkan dapat menjadi penggerak
perekonomian pada tingkat nasional maupun daerah. Hal ini selaras dengan
melimpahnya sumber daya alam yang dimiliki oleh Indonesia, sehingga
menghasilkan produk primer yang menjadi keunggulan komparatifnya. Produk
2
primer tersebut selanjutnya harus diolah menjadi produk-produk industri agar
menghasilkan nilai tambah ekonomi yang lebih tinggi lagi. Membangun sektor
industri pada era globalisasi saat ini tentu membutuhkan strategi yang tepat dan
konsisten, sehingga nantinya bisa menciptakan industri yang tangguh dan berdaya
saing, baik di pasar domestik maupun di pasar global. Pada akhirnya, sektor
industri ini mampu mendorong tumbuhnya perekonomian, di antaranya
menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat, dan
mengurangi tingkat kemiskinan. Dalam konteks daerah, tidak semua daerah
terdapat industri besar, namun hampir setiap daerah terdapat Industri Kecil dan
Menengah (IKM). Industri inilah yang harus terus didorong dan dikembangkan
untuk menjadi motor penggerak perekonomian daerah.
Provinsi Banten pada tahun 2017 merupakan penyumbang terbesar Produk
Domestik Bruto (PDB) nasional yang berada di urutan ke delapan, dari tiga puluh
empat Provinsi di Indonesia yang tertera pada laporan data BPS nasional. Jika
dilihat dari distribusi Produk Domestij Regional Bruto (PDRB) Provinsi Banten,
industri pengolahan termasuk sektor yang memiliki peranan paling tinggi terhadap
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Banten. Peranan PDRB
menurut lapangan usaha Provinsi Banten 2013 – 2017 (persen) dapat dijelaskan
pada tabel 1.1 sebagai berikut:
Tabel 1.1
Peranan PDRB menurut Lapangan Usaha Provinsi Banten
Tahun 2013 – 2017 (persen)
No Uraian 2013 2014 2015 2016 2017
1
Pertanian,
Kehutanan, dan
Perikanan
6,00 5,82 5,87 6,00 5,87
2 Pertambangan
dan Penggalian 0,90 0,87 0,81 0,79 0,73
3 Industri
Pengolahan 37,30 34,70 33,52 32,55 31,88
4 Pengadaan
Listrik dan Gas 1,44 2,57 2,70 2,32 2,12
5
Pengadaan Air,
Pengelolaan
Sampah,
Limbah, dan
Daur Ulang
0,08 0,08 0,08 0,08 0,08
6 Konstruksi 9,16 9,77 9,96 10,21 10,41
3
7
Perdagangan
Besar dan
Eceran, Reparasi
Mobil dan
Sepeda Motor
12,91 12,53 12,37 12,19 12,33
8 Transportasi dan
Pergudangan 7,60 9,19 10,14 10,69 10,86
9
Penyediaan
Akomodasi dan
Makan Minum
2,27 2,33 2,34 2,38 2,40
10 Informasi dan
Komunikasi 3,59 3,64 3,64 3,51 3,53
11 Jasa Keuangan
dan Asuransi 2,88 2,78 2,79 3,04 3,02
12 Real Estate 7,15 6,95 7,07 7,17 7,42
13 Jasa Perusahaan 0,97 0,99 1,02 1,05 1,08
14
Administrasi
Pemerintah,
Pertahanan, dan
Jaminan Sosial
Wajib
1,91 1,93 1,98 2,04 2,03
15 Jasa Pendidikan 3,16 3,17 3,17 3,24 3,33
16
Jasa Kesehatan
dan Kegiatan
Sosial
1,16 1,15 1,13 1,16 1,18
17 Jasa Lainnya 1,50 1,54 1,55 1,56 1,61
Sumber: BPS Provinsi Banten, 2018
Dengan komposisi PDRB yang seperti tergambar pada tabel 1.1, maka dapat
disimpulkan bahwa motor penggerak utama perekonomian di Provinsi Banten
adalah sektor industri pengolahan, dimana nilai persentasenya paling tinggi dari
tahun 2013 – 2017. Namun disisi lain, komposisi sektor yang didominasi oleh
sektor industri pengolahan belum terjadi di tiap Kabupaten/Kota yang ada di
Provinsi Banten. Masih terdapat Kabupaten/Kota dimana sektor perekonomiannya
didominasi oleh sektor primer yaitu sektor pertanian dan sektor lainnya. Nilai
kontribusi antar Kabupaten/Kota di Provinsi Banten dalam pembentukan PDRB
Provinsi Banten pada Tahun 2017 dijelaskan pada tabel 1.2 sebagai berikut:
4
Tabel 1.2
Kontribusi Kabupaten/Kota
dalam Pembentukan PDRB Provinsi Banten Tahun 2017
No Kabupaten/Kota
Kontribusi Terhadap
PDRB Provinsi Banten
(Persen)
Sektor Unggulan
Kabupaten/ Kota
1 Kab. Pandeglang 4,3
Pertanian, Kehutanan
dan Perikanan
(32,19%)
2 Kab. Lebak 4,5
Pertanian, Kehutanan
dan Perikanan
(26,19%)
3 Kab. Tangerang 21,2 Industri Pengolahan
(39,02%)
4 Kab. Serang 11,8 Industri Pengolahan
(50,38%)
5 Kota Tangerang 24,6 Industri Pengolahan
(36,91%)
6 Kota Cilegon 16,2 Industri Pengolahan
(60,69%)
7 Kota Serang 4,8
Perdagangan Besar
dan Eceran, Reparasi
Mobil dan Sepeda
Motor (29,70%)
8 Kota Tangerang
Selatan 12,6 Real Estate (18,38%)
Sumber: BPS Provinsi Banten (diolah), 2018
Jika dilihat pada tabel 1.2 hanya kota Tangerang Selatan yang sektor
dominannya yaitu real estate. Hal ini perlu dikaji lebih dalam agar sektor ini bisa
memberikan dampak yang berkesinambungan bagi pertumbuhan sektor-sektor
lainnya, termasuk sektor industri pengolahan yang sangat berperan besar dalam
penyumbang PDRB. Kontribusi PDRB Kota Tangerang Selatan masih tertinggal
dengan Kabupaten/Kota di Provinsi Banten lainnya, yang sektor dominannya
bertumpu pada industri pengolahan. Untuk itu diperlukan perencanaan
pembangunan dan pengembangan berbasis industri pengolahan pada Kota
Tangerang Selatan ini guna bersaing dengan daerah lainnya di Provinsi Banten.
Kota Tangerang Selatan merupakan wilayah pemekaran yang diresmikan pada
tahun 2008 sebagai daerah otonom baru. Kurangnya sektor pelayanan publik
menyebabkan Kota Tangerang Selatan yang dulu merupakan bagian dari
Kabupaten Tangerang memutuskan untuk membentuk wilayah otonom baru. Kota
5
Tangerang Selatan mempunyai luas wilayah 147.19 km2 yang terdiri dari tujuh
kecamatan, di antaranya: Kecamatan Serpong, Kecamatan Serpong Utara,
Kecamatan Ciputat Timur, Kecamatan Pondok Aren, Kecamatan Pamulang, dan
Kecamatan Setu.
Berdirinya Kota Tangerang Selatan sebagai wilayah pemekaran menjadikan
pemerintah daerah dapat membuat kebijakan – kebijakan yang tepat dan sesuai,
guna mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah dengan mengembangkan lebih
jauh potensi daerah yang ada. Dengan begitu, Kota Tangerang Selatan bisa
bersaing dengan wilayah sekitarnya yang telah lebih dulu melakukan kebijakan
yang tepat. Selanjutnya, pertumbuhan ekonomi Kota Tangerang Selatan dapat
dilihat dari nilai PDRB yang ada, dimana PDRB Kota Tangerang Selatan atas
dasar harga konstan 2010 menurut lapangan usaha dijelaskan pada tabel 1.3
sebagai berikut:
Tabel 1.3
PDRB Kota Tangerang Selatan Tahun 2013-2017 ADHK (Miliar Rupiah)
No Uraian 2013 2014 2015 2016 2017
1 Pertanian, Kehutanan,
dan Perikanan 105,67 108,89 111,43 111,57 113,97
2 Pertambangan dan
Penggalian 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
3 Industri Pengolahan 4.509,2
2
4.822,7
0
5.008,9
9
4.909,9
3
5.023,8
8
4 Pengadaan Listrik, Gas 41,82 44,17 44,66 49,81 54,36
5 Pengadaan Air 19,81 21,07 22,05 23,49 25,23
6 Konstruksi 5.190,0
9
5.560,4
4
5.928,9
0
6.425,7
4
7.011,7
7
7
Perdagangan Besar dan
Eceran, Reparasi Mobil
dan Sepeda Motor
7.111,7
8
7.425,9
8
7.867,3
6
8.308,0
7
8.794,9
5
8 Transportasi dan
Pergudangan
1.080,8
2
1.215,2
5
1.312,5
5
1.441,7
4
1.584,2
3
9 Penyediaan Akomodasi
dan Makan Minum
1.165,8
3
1.256,1
5
1.344,2
1
1.446,5
0
1.559,9
4
10 Informasi dan
Komunikasi
5.536,7
7
6.440,2
2
7.055,1
1
7.635,7
5
8.277,9
1
11 Jasa Keuangan dan
Asuransi 455,11 493,49 535,83 577,67 624,17
12 Real Estate 6.897,7
7
7.463,0
3
8.100,9
6
8.847,0
6
9.596,1
9
13 Jasa Perusahaan 1.200,5 1.200,5 1.466,8 1.607,3 1.757,1
6
0 0 9 1 1
14
Administrasi
Pemerintah,
Pertahanan, dan
Jaminan Sosial Wajib
378,09 416,22 452,51 490,58 528,06
15 Jasa Pendidikan 2.794,5
9
2.954,2
3
3.211,0
8
3.469,8
9
3.759,2
8
16 Jasa Kesehatan dan
Kegiatan Sosial
1.663,3
7
1.708,5
8
1.810,7
5
1.946,9
5
2.088,2
9
17 Jasa Lainnya 1.100,2
9
1.146,1
1
1.212,3
4
1.310,8
2
1.414,6
4
PDRB
39.251,
54
42.411,
47
45.485,
61
48.602,
86
52.214,
00
Sumber: BPS Kota Tangerang Selatan, 2018
Berdasarkan pada Tabel 1.3 di atas, dapat dilihat bahwa dalam kurun waktu
lima tahun terakhir, nilai PDRB Kota Tangerang Selatan selalu mengalami
peningkatan setiap tahunnya. Sektor industri pengolahan pada tahun 2017
menyumbang PDRB sebesar 5.023,88 Miliar Rupiah. Sebelumnya dijelaskan
bahwa sektor industri pengolahan harus terus ditingkatkan nilainya agar dapat
bersaing dengan daerah lain. Sesuai dengan maksud isi dalam visi Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Tangerang Selatan
Tahun 2016-2021 yakni “Terwujudnya Tangsel Kota Cerdas, Berkualitas, dan
Berdaya Saing, Berbasis Teknologi dan Inovasi” mempunyai makna bahwa yang
ingin dicapai adalah sebuah kota yang mempunyai berbagai macam potensi baik
komparatif maupun kompetitif, sehingga menjadikan sebuah kawasan yang
nyaman sebagai tempat hunian maupun berinvestasi. Kota yang berdaya saing ini
diciptakan dengan adanya penyediaan transportasi publik yang memadai, Kota
yang berdaya saing ini diterjemahkan melalui penyediaan transportasi publik yang
baik, terciptaya wilayah yang aman dan kondusif, daerah yang ramah dan
masyarakatnya selalu berinovasi, dunia usaha yang berkembang khususnya
industri kreatif dan UMKM, serta birokrasi pelayanan perijinan yang berprinsip
excellent service delivery.
Terkait pembahasan sebelumnya, bahwa pengembangan subsektor industri
pengolahan nantinya diharapkan akan memberikan kontribusi bagi pembangunan
dan pertumbuhan ekonomi daerah di Kota Tangerang Selatan. Pembangunan
daerah dilakukan langsung oleh pemerintah daerah sesuai dengan prinsip otonomi
7
daerah untuk mengatur dan mengurus daerahnya sendiri menjadi sebuah tuntutan
daerah untuk mengelola potensi yang dimilikinya. Berdasarkan permasalahan di
atas, maka penelitian ini mengambil judul “Analisis Strategi Perencanaan
Pengembangan Subsektor Industri Pengolahan di Kota Tangerang Selatan”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah dijelaskan, sektor industri
pengolahan masih menjadi sektor yang mempunyai peran penting dalam
peningkatan PDRB di Provinsi Banten, meskipun tidak semua wilayah di Provinsi
Banten mengandalkan sektor industri pengolahan sebagai sektor basisnya. Kota
Tangerang Selatan merupakan wilayah yang berada di Provinsi Banten, dimana
sektor perekonomiannya masih mengandalkan sektor perdagangan besar dan
eceran. Meskipun begitu, sektor industri pengolahan di Kota Tangerang Selatan
berkontribusi cukup besar terhadap perekonomiannya, dan jumlahnya terus
meningkat tiap tahunnya meskipun sektor tersebut belum menjadi sektor basis di
wilayahnya saat ini.
Sesuai dengan cakupan dari visi dan misi RPJMD Kota Tangerang Selatan,
bahwa pemerintah akan mengupayakan sektor industri agar terus berkembang dan
berinovasi dengan perkembangan IPTEK yang mengikuti masanya, khususnya
pada sektor IKM. Hal ini membuktikan bahwa, sektor industri pengolahan
nantinya di Kota Tangerang Selatan diharapkan bisa menjadi sektor basis seperti
sektor-sektor sebelumnya. Untuk itu diperlukan adanya upaya untuk
mengembangkan sektor industri pengolahan tersebut saat ini, juga menentukan
subsektor industri pengolahan mana saja yang akan lebih difokuskan untuk bisa
dikembangkan.
Berpacu pada uraian latar belakang masalah di atas, maka dapat disimpulkan
perumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana identifikasi sektor basis yang ada di Kota Tangerang Selatan?
2. Bagaimana identifikasi sektor yang dapat berkembang dari subsektor industri
pengolahan di Kota Tangerang Selatan?
3. Bagaimana menentukan sektor prioritas dari subsektor industri pengolahan di
Kota Tangerang Selatan?
8
4. Bagaimana menentukan strategi pengembangan dari sektor prioritas
subsektor industri pengolahan di Kota Tangerang Selatan?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan juga rumusan masalah yang ada, maka dapat
disimpulkan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi sektor basis yang ada di Kota Tangerang Selatan.
2. Menganalisis, mengidentifikasi dan menentukan sektor yang dapat
berkembang dari subsektor industri pengolahan di Kota Tangerang Selatan.
3. Menentukan sektor prioritas dari subsektor industri pengolahan di Kota
Tangerang Selatan.
4. Menentukan strategi pengembangan dari sektor prioritas subsektor industri
pengolahan di Kota Tangerang Selatan.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Pembangunan Ekonomi
a. Konsep Pembangunan Ekonomi
Pembangunan adalah kata benda netral, yakni maksudnya merupakan
suatu kata yang digunakan untuk menjelaskan usaha dan proses guna
meningkatkan suatu kehidupan ekonomi, politik, budaya, infrastruktur,
dan sebagainya dalam sebuah masyarakat. Fakih (2001:10)
Pembangunan merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan dasar
manusia, secara individual maupun kelompok, dengan cara yang tidak
menimbulkan kerusakan, baik terhadap lingkungan sosial maupun alam.
Galtung (dalam Trijono, 2007:3)
Pembangunan merupakan suatu upaya pertumbuhan dan perubahan
yang terencana, dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara,
serta pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa.
Siagian (2005:9)
Pembangunan merupakan suatu proses perubahan sosial dalam suatu
masyarakat demi kemajuan sosial dan material yang dibuktikan dengan
bertambah besarnya keadilan, kebebasan, dan kualitas lainnya. Rogers
(dalam Agus Suryono 2001:132)
Makna lain dari pembangunan ekonomi adalah pertumbuhan ekonomi
yang ditambahkan dengan perubahannya. Artinya, ada atau tidaknya
pembangunan ekonomi di suatu negara pada saat tertentu. Hal ini tidak
hanya diukur dari kenaikan nilai produksi barang dan jasa setiap tahunnya,
namun juga harus diukur dari aspek-aspek ekonomi lainnya, seperti
perkembangan pendidika, teknologi, kesehatan, infrastruktur yang tersedia,
tingkat pendapatan, serta kesejahteraan masyarakat yang ada di suatu
negara tersebut. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses
dimana pemerintah daerah beserta masyarakatnya mengelola sumber daya
10
yang ada di daerahnya, dan membentuk suatu pola kemitraan antara
pemerintah daerah dengan sektor swasta guna menciptakan lapangan kerja
baru, serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut.
Sadono Sukirno (2011:11).
b. Teori-teori Pembangunan Ekonomi
1) Teori Pembangunan Seimbang (Balanced Development Theory)
Pembangunan seimbang merupakan pembangunan yang dilakukan
di berbagai daerah, yang berarti menyebar ke seluruh daerah secara
merata, demi tercapainya pemerataan laju pertumbuhan ekonomi di
setiap daerah. Adisasmita (2013: 63)
Pembangunan seimbang diartikan juga sebagai sebuah
pembangunan yang tidak hanya menyangkut bidang ekonomi saja,
tetapi juga meliputi bidang sosial, budaya, dan politik. Adapula yang
mengartikan pembangunan seimbang merupakan pembangunan yang
menekankan pada pengembangan sektor industri secara serentak,
sehingga dapat menciptakan suatu pasar. Pasar inilah yang nantinya
mendorong kegiatan produksi dari barang industri itu sendiri, yang akan
berdampak pada perluasan lapangan pekerjaan, peningkatan
pendapatan, peningkatan konsumsi, dan peningkatan produksi. Dengan
adanya peningkatan tersebut maka dikenal dengan istilah multiplier
effect yang semakin tinggi yang berarti upaya pembangunan berhasil
dan berjalan dengan baik. Adisasmita (2013:63)
W.W Lewis (The Theory of Economic Growth, 1957) dijuluki
sebagai pencipta teori pembangunan seimbang yang menekankan pada
pentingnya keseimbangan dalam penawaran. Menurutnya, banyak
masalah yang akan timbul apabila kegiatan usaha pembangunan
dipusatkan hanya pada satu sektor saja tanpa adanya keseimbangan
pembangunan antar sektor, yang akhirnya hanya akan menghambat
proses pembangunan. Adisasmita (2013:64)
Prof. DR. Soemitro Djojohadikoesoemo yang diberi julukan sebagai
Begawan Ekonomi Indonesia, mempunyai gagasan tentang
pembangunan seimbang yang meliputi keseimbangan antara
11
pembangunan sektor pertanian dan sektor industri di Indonesia, yang
merupakan negara berkembang. Menurutnya, Indonesia menampung
penduduk yang memiliki mata pencaharian di sektor pertanian sekitar
65% dari total jumlah penduduk indonesia. Sektor pertanian ini
menghasilkan bahan pangan untuk memenuhi kebutuhan hidup
masyarakat Indonesia. Fungsi sektor pertanian menjadi sangat strategis
bagi perekonomian Indonesia, tetapi masih memiliki kelemahan dan
keterbatasan, di antaranya:
jumlah tenaga kerja sangat banyak tetapi kemampuannya relatif
rendah;
produktivitas sektor pertanian yang rendah, karena sistem
pertaniannya masih tradisional, juga penanaman modal di sektor
pertanian relatif terbatas;
pasar tidak bisa berkembang cepat karena dampak dari pendapatan
sektor pertanian yang rendah;
infrastruktur yang tersedia sangat terbatas;
adanya tingkat pengangguran yang tinggi.
Pembangunan sektor pertanian harus dilakukan guna meningkatkan
kesejahteraan para petani. Sektor industri yang sebagian besar terdapat
di wilayah perkotaan juga harus dikembangkan, dengan tujuan dapat
menghasilkan barang-barang manufaktur, menyerap lapangan kerja
yang lebih banyak agar mengurangi pengangguran yang diakibatkan
dari sektor pertanian, serta meningkatkan pendapatan untuk
menampung dan mengolah komoditas yang dihasilkan dari sektor
pertanian. Dengan adanya kesinambungan yang baik antara dua sektor
tersebut, pada akhirnya akan mencapai peningkatan pembangunan di
Indonesia. Adisasmita (2013:65)
2) Teori Pembangunan Tidak Seimbang
Teori pembangunan tidak seimbang (unbalanced development)
dikemukakan oleh Hirschman yang menentang teori sebelumnya, yakni
teori pembangunan seimbang. Menurutnya, teori pembangunan tidak
seimbang sangat cocok diterapkan di negara-negara berkembang untuk
12
mempercepat proses pembangunan. Hal ini didasarkan pada beberapa
alasan yakni sebagai berikut;
secara historis, pembangunan ekonomi yang berlangsung sejak
dahulu adalah bersifat tidak seimbang;
untuk meningkatkan efisiensi dalam penggunaan sumber daya
yang tersedia tidak seimbang;
proses pembangunan tidak seimbang akan menjadi pendorong
bagi pembangunan selanjutnya.
Hal ini sejalan dengan kenyataan yang menunjukkan bahwa kegiatan
berbagai sektor dalam perekonomian mengalami perkembangan dengan
laju pertumbuahn yang berbeda-beda, artinya pembangunan terlaksana
secara tidak seimbang. Sektor yang memiliki laju pertumbuhan tinggi
disebut sebagai leading sector yang nantinya akan mempengaruhi
penanaman modal (induced investment) di sektor ekonomi lainnya pada
masa yang akan datang, juga mempercepat pembangunan ekonomi
secara bersamaan, dan dalam pembangunan nantinya akan
memberdayakan sumber daya yang terbatas dengan lebih efisien.
Menurut Hirschman, tahapan proses industrialisasi yang efisien
adalah pada barang-barang konsumsi yang berkembang, yang kemudian
diikuti oleh barang-barang setengah jadi, dan diikuti oleh
perkembangan industri barang modal. Jika proses industrialisasi
berjalan terus menerus, maka pasar dalam negeri akan semakin luas, hal
ini akan mendorong perkembangan industri dasar dan alat-alat modal.
(Adisasmita, 2013:66)
3) Teori Pembangunan Ekonomi dalam Negara Berkembang yang
Berlebihan Tenaga Kerja
Salah satu masalah yang dihadapi negara berkembang yakni
kelebihan jumlah penduduk pada sektor pertanian di pedesaan, yang
sebagian besarnya tidak memiliki keterampilan, sehingga tidak
memberikan dampak terhadap peningkatan produktivitas, dan juga
peningkatan pendapatan masyarakatnya. (Adisasmita, 2013:66)
13
Adanya kelebihan penduduk yang berperan sebagai tenaga kerja di
sektor pertanian pada sebuah pedesaan, dan tidak mempunyai pengaruh
terhadap peningkatan output maupun produktivitas di sektor pertanian,
disebut sebagai pengangguran tidak kentara (disguised unemployment).
Sebagai contoh:
Terdapat area sawah seluas 100 hektar yang dikerjakan oleh 500
orang petani, lalu menghasilkan panen padi sebanyak 100 hektar
dikalikan 3 ton/hektar = 300 ton padi. Nyatanya, jumlah tenaga kerja
yang mengerjakan penanaman padi sebanyak 600 orang, artinya terjadi
kelebihan tenaga kerja sebanyak 100 orang. Hasil output dari
pengerjaan 500 orang dan 600 orang adalah sama, dan tidak mengalami
peningkatan, maka hal ini disebut pengangguran tidak kentara
(tersembunyi) yang jumlahnya sebanyak 100 orang. Permasalahan
tersebut merupakan hambatan struktural yang bisa di atasi dengan
melakukan terobosan program pembangunan yang terarah, di antaranya;
menanggulangi kelebihan tenaga kerja pada sektor pertanian di
wilayah pedesaan dengan cara mendistribusikan pada sektor
lainnya;
mengembangkan dan meningkatkan kegiatan pada sektor industri;
membangun infrastruktur, khususnya prasarana jalan yang
berfungsi sebagai penunjang kegiatan pengembangan sektoral;
mengembangkan dan mendorong sektor Usaha Kecil dan
Menengah (UKM) serta menyediakan kredit usaha dengan bunga
yang rendah. (Adisasmita, 2013:67)
2. Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan
pembangunan dalam sebuah perekonomian. Kemajuan sebuah perekonomian
ditentukan oleh besarnya pertumbuhan yang ditunjukkan dengan perubahan
output nasional. Perubahan output dalam perekonomian merupakan analisis
ekonomi jangka pendek. Secara umum, teori tekait pertumbuhan ekonomi
dikelompokkan menjadi dua, yaitu teori pertumbuhan ekonomi klasik dan
modern. Dalam teori pertumbuhan ekonomi klasik, analisis didasarkan
14
terhadap kepercayaan dan efektivitas mekanisme di pasar bebas. Teori ini
merupakan teori yang dijelaskan oleh para ahli ekonom klasik seperti Adam
Smith dan David Ricardo.
Teori lainnya yang menjelaskan tentang pertumbuhan ekonomi adalah
teori ekonomi modern. Teori yang dicetuskan oleh Harrod-Domar merupakan
salah satunya, dimana teori ini menekankan arti pentingnya pembentukan
investasi terhadap pertumbuhan ekonomi. Semakin tinggi nilai investasi,
maka semakin baik perekonomiannya. Investasi tidak hanya berpengaruh
terhadap permintaan agregat, tetapi juga terhadap penawaran agregat melalui
kapasitas produksi. Pada perspektif yang lebih panjang, investasi akan
menambah stok kapital. (Ma’aruf dan Wihastuti, 2008:44-45)
Pertumbuhan ekonomi merupakan upaya peningkatan kapasitas produksi
guna mencapai penambahan output yang diukur menggunakan Produk
Domestik Bruto (PDB) maupun Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
pada suatu wilayah. (Adisasmita, 2013:4)
Menurut Prof. Simon Kuznets, pertumbuhan ekonomi merupakan
peningkatan kapasitas jangka panjang dari negara yang bersangkutan guna
menyediakan berbagai produk ekonomi untuk masyarakatnya. Peningkatan
kapasitas tersebut dimungkinkan dengan adanya kemajuan teknologi,
institusional, dan ideologi terhadap berbagai macam keadaan yang ada.
(Todaro, 2000:44)
Terdapat tiga faktor utama dalam pertumbuhan ekonomi, di antaranya:
(Todaro, 2000: 92)
a. Akumulasi modal yang meliputi semua jenis investasi baru yang
ditanamkan pada tanah, peralatan fisik, dan sumber daya manusia.
Akumulasi modal, yang meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru
yang ditanamkan pada tanah, peralatan fisik, dan modal atau sumber daya
manusia. Ketiga unsur tersebut merupakan peranan penting yang saling
berkaitan guna mewujudkan akumulasi modal. Terciptanya akumulasi
modal diawali dengan hasil investasi dari penduduk daerah setempat
dengan tujuan untuk optimalisasi output produksi yang diimplementasikan
dengan pembukaan lahan kerja baru, sehingga membutuhkan sarana dan
15
prasarana dengan membeli mesin dan material lainnya, serta membuka
lapangan kerja baru sehingga megurangi tingkat pengangguran penduduk
daerah tersebut.
b. Pertumbuhan penduduk, yang beberapa tahun kemudian akan
meningkatkan jumlah angkatan kerja. Hal ini merupakan faktor yang
melatarbelakangi terciptanya pertumbuhan ekonomi. jumlah penduduk
yang tinggi dapat memperluas pasar produksi dan pasar domestik.
c. Kemajuan Teknologi, yang berhubungan dengan pertumbuhan ekonomi.
Suatu daerah yang telah memiliki teknologi maju dalam kegiatan produksi,
maka pemakaian sumber dayanya pasti lebih efektif dan efisien, serta
output yang dihasilkan juga lebih besar. Penggunaan teknologi merupakan
proses yang dilakukan untuk mengganti kegiatan produksi dari tradisional
menjadi modern. Untuk menilai tingkat pertumbuhan ekonomi, terlebih
dahulu harus dihitung pendapatan nasional riil nya, yaitu PDB atau PNB
dan dihitung berdasarkan harga-harga yang berlaku dalam tahun dasar,
sehingga dihasilkan nilai yang kemudian disebut dengan PDB atau PNB
harga tetap. Tingkat pertumbuhan ekonomi dihitung berdasarkan
pertambahan PDB atau PNB riil yang berlaku dari tahun ke tahun. Untuk
mengetahui perkembangan ekonomi setiap periode, dapat dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
R(t-1) = 100%
Keterangan :
r (t-1) = Tingkat pertumbuhan ekonomi
= Produk Domestik Regional Bruto tahun yang dihitung
= Produk Domestik Regional Bruto tahun sebelumnya
3. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Pembangunan ekonomi daerah merupakan sebuah proses dimana
pemerintah daerah dan masyarakat mengelola setiap sumber daya yang ada,
dan membentuk kemitraan antara pemerintah daerah dengan pihak swasta
16
guna menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan pertumbuhan
ekonomi di daerah tersebut. (Arsyad, 2010:374)
Teori pembangunan ekonomi daerah merupakan bagian penting dalam
analisis ekonomi regional, karena pertumbuhan termasuk unsur utama dalam
pembangunan ekonomi regional/daerah serta memiliki dampak kebijakan
yang cukup luas. Sasaran utama analisis pertumbuhan ekonomi regional
adalah untuk menjelaskan penyebab suatu daerah dapat tumbuh dengan cepat
atau lambat. Teori pertumbuhan ekonomi regional ini memasukkan unsur
lokasi dan wilayah secara eksplisit. (Sjafrizal, 2008:21)
Pada hakikatnya, teori pembangunan ekonomi daerah membahas tentang
metode analisis perekonomian dan faktor-faktor yang menentukan
pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Pengembangan terhadap metode yang
menganalisis perekonomian suatu daerah ini penting sekali, hal ini berguna
untuk mengumpulkan data tentang perekonomian daerah yang bersangkutan,
serta menganalisis proses pertumbuhannya, yang kemudia dapat digunakan
sebagai pedoman untuk menentukan tindakan apa yang harus diterapkan guna
mempercepat laju pertumbuhan ekonominya. Hal ini penting karena pada
kenyataannya, laju pertumbuhan ekonomi regional/wilayah sangat bervariasi
di tiap masing-masing daerah.
Pemikiran-pemikiran mengenai ekonomi daerah tidak bisa terlepas dari
pemikiran ekonomi makro/pembangunan, namun dengan lingkup yang
diperkecil. Pada ekonomi makro atau pembangunan, ekspor maupun impor
didefinisikan sebagai hubungan antar negara, sedangkan pada ekonomi
daerah atau regional, ekspor maupun impor merupakan bentuk hubungan atau
perdagangan luar wilayah, termasuk ke luar negeri. Namun demikian, tidak
semua teori ekonomi makro dapat langsung digunakan dalam pengembangan
ekonomi daerah, hal ini dikarenakan misalnya pada teori makro tersebut
terdapat usulan langkah atau kebijakan mengenai kebijakan fiskal, hal ini
tidak bisa langsung dilakukan karena daerah tidak mempunyai kewenangan
dalam penentuan kebijakan fiskal. Beberapa teori yang memang secara
langsung dikembangkan terkait dengan ekonomi daerah, antara lain teori
basis ekonomi dan teori lokasi.
17
a. Teori Basis Ekonomi
Teori basis ekonomi (economic base theory) meupakan teori utama
yang menjelaskan tentang ekonomi wilayah, dan kemudian
dikembangkan kembali menjadi teori ekspor basis (export base theory).
Teori basis ekonomi membagi wilayah dalam dua kelompok, yakni
wilayah yang mengekspor atau menjual, dan wilayah yang mengimpor
atau membeli. Teori ini memakai asumsi bahwa ekspor merupakan
salah satu faktor yang bersifat bebas (independen) terhadap
pengeluaran, artinya semua unsur pengeluaran lainnya adalah terikat
(dependen) terhadap pembangunan. Hanya faktor ekspor yang dapat
mendorong kenaikan pendapatan daerah, sektor lain juga akan
meningkat apabila pendapatan daerah secara keseluruhan juga ikut
mengalami kenaikan. (Adisasmita, 2013:72-73)
b. Teori Lokasi
Lokasi merupakan faktor penting yang mempengaruhi terciptanya
pembangunan dan pertumbuhan ekonomi pada suatu wilayah.
Berdasarkan model pengembangan industri kuno, disebutkan bahwa
lokasi terbaik merupakan biaya termurah untuk bahan baku dan pasar.
Faktor lainnya yang mempengaruhi kulaitas suatu lokasi di antaranya
adalah: upah tenaga kerja, ketersediaan pemasok, komunikasi, kinerja
pemerintah daerah, sanitasi, dan lainnya. Adanya perbedaan kriteria
pemilihan lokasi yang strategis untuk kegiatan usaha sebuah
perusahaan, seringkali dijadikan alasan masyarakat untuk memanipulasi
sebagian data tentang keadaan lokasi agar tetap menarik minat para
perusahaan industri. (Retna, 2017:11-12)
4. Perencanaan Pembangunan Daerah
a. Konsep Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah
Perencanaan pembangunan daerah merupakan perencanaan yang di
desentralisasikan. Pemerintah daerah kabupaten/kota diberikan
kewenangan oleh pemerintah pusat untuk mengelola dan mengatur
daerahnya sesuai dengan aspirasi dari masyarakatnya yang tidak
bertentangan dengan peraturan yang berlaku. Rencana pembangunan
18
daerah ini disusun oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
(BAPPEDA). Rencana pembangunan daerah merupakan rencana yang
disusun dai bawah (bottom-up planning). Materi yang dapat diterapkan
dalam penyusunan dan penerapan perencanaan pembangunan daerah
adalah sebagai berikut:
1) perencanaan pembangunan daerah dilakukan secara demokratis,
memberikan kebebasan produksi dengan mengikuti mekanisme pasar
yang ditujukan guna terciptanya kesejahteraan masyarakat, membantu
kalangan ekonomi lemah, dan mengupayakan terciptanya efisiensi
antara kebutuhan dan penawaran.
2) adanya hubungan antara sektor swasta dan pemerintah daerah yang
sinergis, sehingga dapat terwujud sistem perekonomian yang sehat dan
dinamis;
3) rencana pembangunan tidak memaksakan masyarakat dari atas (top-
down planning), melainkan atas aspirasi masyarakat itu sendiri (bottom-
up planning) yang bersumber pada keinginan dan kebutuhan
masyarakat bawah (grass-root planning). (Adisasmita, 2014:94-95)
Beberapa sasaran rencana pembangunan wilayah dalam konteks
ekonomi nasional yakni sebagai berikut:
1) peningkatan produksi nasional guna mencapai laju pertumbuhan
ekonomi wilayah yang tinggi;
2) pemanfaatan tenaga kerja dalam jumlah besar yang artinya akan
mengurangi angka pengangguran;
3) stabilisasi harga pada pasar persaingan;
4) mendorong pembangunan modal guna meningkatkan investasi
(pupuk, semen,transporasi, dan lainnya) juga berbagai sektor produktif
yang memiliki keunggulan komparatif;
5) peningkatan kesejahteraan rakyat yang lebih tinggi meliputi seluruh
tanah air, artinya dapat mengurangi angka kemiskinan dan tingkat
kesenjangan antar wilayah;
19
6) peningkatan interaksi kegiatan pembangunan antar wilayah guna
mewujudkan wawasan nusantara secara baik dan dinamis. (Adisasmita
2014 : 95)
Dalam mencapai sasaran rencana pembangunan di atas, cara yang harus
dilakukan misalnya sebagai berikut: (Adisasmita 2014 : 95)
1) meningkatkan pelaksanaan pembangunan beberapa sektor unggulan
yang mempunyai daya saing kuat, pasar yang luas, serta memiliki
jangka panjang yang baik;
2) pembangunan fasilitas yakni prasarana dan sarana transportasi (darat,
laut, dan udara) secara merata ke seluruh tanah air, guna tercapainya
aksesibilitas yang tinggi, meningkatkan mobilitas barang dan manusia,
serta mendukung pengembangan wilayah ke seluruh pelosok tanah air;
3) menerapkan teknologi yang maju, tepat ganda, padat modal, padat
karya, Menerapkan teknologi maju, teknologi tepat ganda, serta
teknologi padat modal, sesuai dengan kebutuhan kegiatan produksi;
4) menerapkan konsep dan pendekatan pelaksanaan pembangunan yang
efektif dan efisien.
b. Perencanaan Sektor Unggulan
Penentuan sektor unggulan dilakukan dengan cara membandingkan
kegiatan sektor pada suatu daerah dengan daerah lainnya. Perbandingan
tersebut dapat berupa perbandingan skala regional, nasional, ataupun
internasional. Suatu sektor dikatakan unggulan apabila sektor tersebut
memiliki nilai keunggulan kompetitif dan komparatif jika dibandingkan
dengan sektor lainnya. Selain itu, sektor unggulan juga memiliki potensi
dapat tumbuh lebih cepat yang nantinya sangat mempengaruhi
pembangunan dan pertumbuhan ekonomi jika dibandingkan dengan sektor
lainnya.
Diberlakukaknnya otoonomi daerah menjadikan daerah harus bisa
mandiri dalam mengatur kebijakan pembangunan serta pertumbuhan
daerahnya. Daerah juga mempunyai kewenangan khusus dalam mebuat
kebijakan sesuai dengan kondisi dan potensi derahnya. Hal ini sangat
berhubungan dengan strategi penentuan sektor unggulan di daerahnya.
20
Setelah mengetahui sektor unggulan yang terdapat di daerahnya, maka
pemerintah dapat dengan mudah membuat kebijakan yang sesuai sasaran
percepatan pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. PDRB merupakan
variabel yang paling tepat untuk mengetahui sektor unggulan di sutau
daerah. Karena di dalam PDRB terdapat beberapa informasi yang
digunakan untuk mengetahui nilai output sektor ekonomi dan kontribusi
masing-masing sektor yang ada serta untuk mengetahui nilai pertumbuhan
di suatu daerah baik pada tingkat Provinsi maupun Kabupaten. (Retna,
2017:16-17)
B. Penelitian Terdahulu
1. (Sandriana, 2015) Perencanaan Pengembangan Produk Unggulan Daerah
Berbasis Klaster, Studi pada Sentra IKM Kota Malang. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan merumuskan strategi
pegembangan produk unggulan berbasis klaster. Peneliti ini mencoba
untuk mengidentifikasi produk unggulan yang ada di Kota Malang
dengan pendekatan klaster beserta strateginya. Penelitian ini
menggunakan pendekatan campuran, yaitu kualitatif dan kuantitatif.
Tahap pertama dalam penelitiannya yaitu menentukan kriteria penentuan
produk unggulan menggunakan uji cochran (Cochran Q Test). Dari hasil
uji tersebut, menghasilkan kriteria penentuan produk unggulan yaitu: 1)
produk unik/khas/trade mark daerah; 2) sumbangan terhadap
perekonomian daerah; 3) pasar; 4) kondisi input (infrastruktur, SDM,
teknologi, modal); 5) kemitraan; 6) dukungan kebijakan dan
kelembagaan; 7) dampak lingkungan; 8) tingkat daya saing. Selanjutnya
kriteria tersebut digunakan untuk menentukan produk unggulan
berdasarkan klaster industri yang ada di Kota Malang. Dalam penentuan
produk unggulan tersebut, peneliti menggunakan analisis Analytical
Hierarchy Process (AHP). Jika telah ditentukan produk unggulan
berdasarkan pendekatan klaster, kemudian digunakan analisis SWOT
dalam menentukan strategi pengembangannya. Secara kajian teori
peneliti ini menjelaskan devinisi sangat baik dan sesuai dengan judulnya,
21
sehingga dapat menjadi referensi. Berdasarkan judul, peneliti ini lebih
memfokuskan kepada klaster sentra IKM sehingga ada perbedaan yang
jelas antara judul penelitian penulis dengan peneliti ini. Namun, secara
metode, peneliti ini menggunakan metode yang sama yaitu Analytical
Hierarchy Process sehingga dalam pembuatan skripsi ini, penulis banyak
mendapatkan referensi terkait pengolahan angket penelitian.
2. (Khusaini, 2015) A shift share analysis on regional competitiveness-a case
of Banyuwangi district, East Java, Indonesia. Penelitian ini bertujuan
menganalisis sektor-sektor ekonomi unggulan yang ada di Kabupaten
Banyuwangi menggunakan analisis shift-share. Kabupaten Banyuwangi
dipilih karena pertumbuhan ekonominya relatif tinggi, bahkan pada tahun
2012 pertumbuhannya mencapai 7,22% hampir sama dengan
pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Timur yang sebesar 7,27%.
Selanjutnya, pada tahun 2010-2013, peranan sektor pertanian mencapai
43%, disusul sektor perdagangan, restoran, dan hotel sebesar 27%.
Berdasarkan analisis tipologi klassen, sektor pertanian, penggalian dan
pertambangan, perdagangan, hotel & restoran, transportasi & komunikasi
serta sektor jasa, termasuk dalam kategori “superior” di Kabupaten
Banyuwangi. Namun demikian apabila menggunakan analisis shift-share,
kelima sektor yang termasuk dalam kategori “superior” tersebut
memberikan shift negatif dalam perekonomian daerah. Dari penelitian di
atas, analisis yang digunakan hanya menggunakan analisis shift-share
yang seharusnya bisa lebih dikembangkan lagi. Hasil penelitian tersebut
menentukan sektor-sektor mana yang unggul dalam penelitiannya, juga
membuat dua perbandingan hasil analisis antara tipologi klassen dan
analisis shift-share. Bagi penulis, jurnal ini berperan penting dalam
referensi analisis shift-share yang merupakan salah satu metode yang
digunakan.
3. (Nurcahyati dan Andalan Tri Ratnawati, 2016) Strategi Pengembangan
Industri Kreatif sebagai Penggerak Destinasi Pariwisata di Kabupaten
Semarang.Tujuan dari penelitian ini adalah merumuskan strategi
pengembangannya, yang diharapkan sektor industri kreatif mempunyai
22
hubungan dengan sektor wisata di Kabupaten Semarang, dan merupakan
metode yang bermanfaat bagi Kabupaten Semarang dalam rangka
mengembangkan sektor industri kreatif dan sektor wisata secara optimal.
Metode penelitian ini memakai pendekatan analisis deskriptif, baik
analisis kuantitatif maupun analisis kualitatif. Metode pengumpulan data
dilakaukan dengan membuat dokumentasi dan wawancara mendalam
terhadap pelaku industri kreatif yang berhubungan dengan destinasi
wisata secara snowball sampling. Alat analisis yang digunakan adalah
analisis SWOT, dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa, Kabupaten
Semarang memiliki potensi yang cukup besar dalam sektor industri
kreatif dan destinasi wisatanya, bahkan industri kreatif pada subsektor
kerajinan telah menyumbangkan devisa terbesar juga penyerapan tenaga
kerja terhadap Kabupaten Semarang. Nyatanya, pengembangan industri
kreatif sebagai penggerak sektor pariwisata belum dapat diterapkan
secara optimal, bahkan cenderung berjalan secara terpisah. Kurangnya
keterikatan antara sektor industri kreatif dan pariwisata yang dikemas
dalam bentuk paket-paket wisata, misalnya masih terdapat tempat wisata
yang tidak menyediakan tempat penjual souvenir hasil dari sektor
industri kreatif di daerahnya. Penelitian ini menjadi salah satu referensi
penulis khususnya pada bidang industri, meskipun sektor yang diambil
pada judul ini berbeda, yaitu sektor industri kreatif. Untuk metode
penelitiannya, penulis tidak banyak mengambil referensi dari peneliti ini,
karena metode yang digunakan berbeda.
4. (Eyuda Angga Pradigda, 2016) Strategi Perencanaan Pembangunan
Industri Berbasis Produk Unggulan Daerah, Studi pada Dinas
Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Blitar. Penelitian ini
bertujuan untuk menentukan produk unggulan yang diutamakan atau
disebut dengan produk unggulan prioritas di Kabupaten Blitar, yang
menjadi lokasi pengembangannya. Metode analisis yang dipakai pada
penelitian ini adalah analisis shift-share dan Analytical Hierarchy
Process (AHP), kemudian untuk strategi pengembangan produknya
menggunakan analisis SWOT. Hasil dari penelitian ini yaitu, yang
23
termasuk komoditi unggulan Kabupaten Blitar adalah kerajinan
tempurung kelapa, dan strategi pengembangan prioritas dari kerajinan
tempurung kelapa berdasarkan matriks SWOT yaitu strategi Strength-
Opportunity (SO). Metode yang digunakan pada penelitian ini sangat
dipaparkan secara jelas dan terperinci, karena metodenya di rasa pas dan
judul yang kurang lebih sama meskipun daerah yang di teliti berbeda.
Selain itu, alat analisis yang digunakan menjadi bahan referensi untuk
digunakan kembali oleh penulis, yaitu menggunakan program Expert
Choice. Penelitian inilah yang berkontribusi banyak dalam penelitian
penulis yang kemudian penulis menerapkannya lagi pada daerah yang
berbeda.
5. (Rusdarti, 2016) Strategi Pengembangan Daerah Growth Pole melalui
Pemanfaatan Potensi Lokal. Tujuan dari penelitian ini yaitu menentukan
sektor unggulan yang dapat dikembangkan pada tiap kecamatan di
Kabupaten Cilacap sebagai salah satu daerah growth pole. Alat analisis
yang digunakan pada penelitian ini adalah Location Quotient (LQ), Shift-
share Analysis, dan Klassen Typology. Hasil penelitian ini menunjukkan,
bahwa tidak semua kecamatan di Kabupaten Cilacap memiliki sektor
unggulan. Beberapa daerah yang memiliki sektor unggulan di antaranya
adalah, Kecamatan Wanareja (sektor pertanian), Kecamatan
Kawunganten (sektor pertanian dan sektor keuangan), Kecamatan
Kampung Laut (sektor pertanian), Kecamatan Kesugihan (sektor
pertambangan dan penggalian), Kecamatan Sampang (sektor bangunan
dan keuangan, persewaan dan jasa perusahaan), Kecamata Kroya (sektor
perdagangan, hotel, dan restoran), Kecamatan Cilacap Selatan (sektor
pertambangan dan penggalian), Kecamatan Cilacap Tengah (sektor
industri pengolahan, listrik, gas dan air bersih, bangunan, serta sektor
jasa), dan Kecamatan Cilacap Utara (sektor listrik, gas dan air bersih,
industri pengolahan, sektor bangunan, dan sektor jasa). Peneliti ini lebih
memfokuskan pada sektor unggulan per kecamatan, tidak banyak yang di
ambil sebagai bahan referensi, namun hal ini tetap menjadi referensi
penulis dalam penentuan pengambilan metode yaitu metode analisis LQ.
24
6. (Aditya Gufron Ramadhan, 2017) Strategi Pengembangan Subsektor
Pertanian di Kabupaten Bogor dengan Menggunakan Metode Analytical
Hierarchy Process (AHP). Penentuan ini bertujuan untuk menentukan
sektor unggulan yang ada di Kabupaten Bogor, mengetahui perubahan
sektor perekonomian di Kabupaten Bogor, serta menentukan prioritas
sektor untuk dikembangkan di Kabupaten Bogor. Metode analisis yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Location Quotient (LQ), Dynamic
Location Quotient (DLQ), dan Analytical Hierarchy Process (AHP).
Hasil dari penelitian ini menunjukkan, Kabupaten Bogor memiliki empat
sektor basis dan tiga belas sektor non basis dalam analisis LQ, sedangkan
dalam analisis DLQ menunjukkan adanya sembilan sektor yang akan
menjadi sektor unggulan, dan delapan sektor menjadi sektor non
unggulan. Kemudian strategi pengembangan dilakukan dengan AHP dan
hasilnya yang harus difokuskan dari sektor pertanian adalah pada
pertumbuhan subsektornya, pemerintah Kabupaten Bogor juga harus
memperhatikan bahan baku agar fokus utama pada pengembangan sektor
pertanian, yakni subsektor tanaman pangan bisa berjalan dengan efisien
dan efektif. Peneliti ini membahas tentang pengembangan untuk
subsektor pertanian, meskipun sektor ynag digunakan berbeda dengan
penulis, namun teori dan metode yang digunakan dijadikan penulis
sebagai bahan referensi. Peneliti mendeskripsikan subsektor dengan
sangat terperinci, sehingga memudahkan penulis dalam membaca hasil
data, dan kemudian menerapkannya pada penulisan skripsi ini. Pada
program pengolahan data AHP, penelitian ini masih menggunakan cara
manual yaitu perhitungan yang menggunakan matriks dengan excel.
25
C. Kerangka Berpikir
Diagram 2.1
Kerangka Berpikir
Perencanaan Pembangunan Daerah
Perencanaan Pengembangan Sektor Prioritas
Subsektor Industri Pengolahan di Kota Tangerang
Selatan
Penentuan Sektor Basis dan Non Basis
Subsektor Industri Pengolahan
Analisis Location
Quotient (LQ) dan
Dynamic Location
Quotient (DLQ)
Metode Analytical Hierarchy Process
(AHP) Menggunakan Kriteria
Pertumbuhan Subsektor, Penyerapan
Tenaga Kerja, dan Peningkatan Daya
Saing
Penentuan Sektor Prioritas dan Strategi
Pengembangan Sektor Prioritas Subsektor Industri
Pengolahan di Kota Tangerang Selatan
Analisis Shift Share
26
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam suatu peneltian diperlukan sebuah ruang lingkup atau batasan-
batasan. Tujuan dari ruang lingkup yaitu agar subjek, objek, dan waktu
penelitian tidak melebihi atau keluar dari tujuan yang ingin dicapai. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui strategi apa yang harus dilakukan oleh
stakeholder terkait guna menentukan sektor prioritas subsektor industri
pengolahan, yang nantinya dapat di kaji kembali untuk penelitian selanjutnya.
Objek penelitian merupakan tempat atau lokasi diadakannya penelitian.
Adapun objek pada penelitian ini yaitu wilayah Kota Tangerang Selatan, dengan
menggunakan data PDRB Kota Tangerang Selatan dan Provinsi Banten atas
dasar harga konstan 2010 menurut lapangan usaha periode 2013-2017.
Subjek penelitian merupakan target populasi atau sampel yang dipakai
dalam sebuah penelitian. Penelitian ini menggunakan sampel dari stakeholder
terkait seperti Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota
Tangerang Selatan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (DISPERINDAG)
Kota Tangerang Selatan, Kamar Dagang Industri (KADIN) Kota Tangerang
Selatan, dan Lembaga Masyarakat Tangsel Berkibar yang berfokus pada sektor
industri kecil menengah di Kota Tangerang Selatan.
B. Metode Penentuan Sampel
Sampel merupakan bagian dalam suatu populasi yang akan mewakili objek
penelitian. Metode atau teknik yang digunakan pada penelitian ini adalah
purposive sampling. Purposive sampling merupakan teknik untuk menentukan
sampel penelitian dengan beberapa pertimbangan tertentu yang bertujuan agar
data yang dihasilkan nantinya bisa lebih representatif. (Sugiyono, 2012:126)
Berdasarkan beberapa perhitungan dan pertimbangan, maka teknik
pengambilan sampel dalam penelitian ini memakai teknik purposive sampling
atau pengambilan sampel secara sengaja. Populasi dalam penelitian ini terdiri
27
dari tiga stakeholder (pemerintah, swasta, masyarakat) di wilayah Tangerang
Selatan yang paham dan berkompeten dengan penelitian ini.
Menurut Pradigda (2016 : 103), dalam menentukan responden pada metode
purposive sampling, kriteria yang dapat digunakan adalah sebagaimana tabel 3.1
sebagai berikut:
Tabel 3.1
Kriteria Responden
Adapun sampel yang dimaksud dalam penjelasan di atas adalah sebagai berikut:
1. unsur pemerintah di Kota Tangerang Selatan: Dinas Perindustrian dan
Perdagangan (DISPERINDAG) sebanyak empat orang, Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) sebanyak empat orang.
Semua responden tersebut merupakan pejabat yang membidangi
perencanaan sektor industri di Kota Tangerang Selatan;
2. unsur swasta: responden yang mewakili dari unsur ini adalah perwakilan
dari Kamar Dagang Industri (KADIN);
3. unsur masyarakat: responden yang mewakili dari unsur ini ditentukan
sebanyak satu orang yang merupakan perwakilan komunitas masyarakat
Tangsel Berkibar yang mempunyai fokus pada bidang UMKM dan
industri di Kota Tangerang Selatan.
No Responden Kriteria
1
Pemerintah Daerah
(Dinas terkait
industri)
a. Menduduki jabatan terkait dengan
produk industri
b. Pengalaman dalam jabatan
minimal lima tahun
c. Menguasai bidang perencanaan
dan pengembangan industri
2 Swasta (KADIN)
a. Pengurus di asosiasi pengusaha
daerah
b. Membidangi UMKM
c. Pengalaman kerja minimal lima
tahun
3 Masyarakat
a. Telah berkecimpung dalam bidang
UMKM
b. Telah berkecimpung dalam bidang
industri atau lingkungan
28
C. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan pada penelitian kali ini
adalahmetode studi kepustakaan, penelitian lapangan, wawancara dan kuesioner.
1. Data Primer
Metode pengumplan data dalam penelitian kali ini menggunakan data
primer. Data primer adala data yang diperoleh langsung dari sumbernya atau
objek penelitian. (Suharyadi dan Purwanto, 2009:14)
a. Kuesioner Angket
Kuesioner dilaksanakan dengan memberi seperangkat petanyaan
atau pernyataan tertulis kepada para responden. Kuesioner digunakan
karena dapat memberikan data yang efisien dari para responden.
Kuesioner dalam penelitian ini bersifat tertutup, yaitu menggunakan
pertanyaan tertentu dengan jawaban yang sebelumnya telah
disediakan tempatnya untuk mengisi tanggapan. Metode kuesioner
atau angket digunakan untuk memperoleh data dan dapat menentukan
sektor yang memenuhi kriteria sebagai sektor prioritas yang akan
dikembangkan dari subsektor industri pengolahan di Kota Tangerang
Selatan.
b. Wawancara
Wawancara digunakan oleh peneliti untuk memperoleh informasi,
alat untuk mengkonfirmasi kembali, atau informasi pembuktian dari
keterangan yang diperoleh sebelumnya. Wawancara ini dilakukan
dengan tanya jawab serta bertatap muka secara langsung dengan
informan untuk memperoleh informasi yang valid dan reliabel.
Wawancara dilakukan secara terstruktur. Wawancara terstruktur
dilaksanakan dimana peneliti menggunakan pedoman wawancara agar
pertanyaan lebih terarah pada fokus penelitian sehingga diperoleh data
yang diinginkan. Hasil wawancara ini sebagai data pendukung dalam
identifikasi subsektor industri pengolahan yang memenuhi kriteria
sebagai sektor prioritas yang akan dikembangkan.
29
2. Data Sekunder
Penelitian ini juga menggunakan data sekunder sebagai data pendukung
yang diperoleh dari beberapa sumber, yakni studi kepustakaan berupa buku,
jurnal, artikel, skripsi, media elektronik berupa informasi terkait, dan
sumber lainnya yang dapat mendukung penelitian.
D. Metode Analisis Data
Dalam penelitian kali ini, metode analisis data yang digunakan adalah
sebagai berikut:
1. Analisis Location Quotient (LQ)
Analisis Location Quotient digunakan untuk mengetahui sektor yang
berpotensial atau disebut dengan sektor basis pada suatu daerah. Analisis
ini menyajikan perbandingan relatif antara kemampuan sektor di daerah
(kabupaten/kota) dengan kemampuan sektor yang sama pada daerah yang
lebih luas (provinsi). LQ juga diartikan sebagai perbandingan peran sektor
industri secara regional terhadap besarnya peran sektor industri tersebut
secara nasional. (Tarigan, 2014:82)
Pada penelitian ini, analisis LQ digunakan untuk menentukan
perbandingan sektor-sektor yang ada di antara Kota Tangerang Selatan
(regional) dengan Provinsi Banten (Nasional). Adapun rumus LQ adalah
sebagai berikut: (Robinson Tarigan dalam Utama, 2010:38)
Keterangan
Si = Nilai tambah sektor i di Kota Tangerang Selatan
S = PDRB total di Kota Tangerang Selatan
Ni = Nilai tambah sektor i di Provinsi Banten
N = PDRB total di Provinsi Banten
30
Berdasarkan perhitungan LQ, maka ditarik kesimpulan sebagai berikut:
a. LQ > 1, dapat dairtikan bahwa sektor tersebut merupakan sektor
unggulan atau sektor basis. Produk yang dihasilkan tidak hanya dapat
untuk memenuhi kebutuhan di wilayah saja, namun juga dapat digunakan
untuk memenuhi kebutuhan wilayah lainnya. Artinya, sektor tersebut
dapat dikembangan sebagai penggerak perekonomian di Kota Tangerang
Selatan;
b. LQ = 1, artinya sektor tersebut hanya bisa memenuhi kebutuhan di
daerah Kota Tangerang Selatan saja;
c. LQ < 1, artinya sektor tersebut merupakan sektor non basis. Upaya yang
harus dilakukan adalah pemerintah perlu memasok produk dari luar
daerah karena sektor non basis ini tidak bisa memenuhi kebutuhan
daerahnya.
2. Analisis Dynamic Location Quotient (DLQ)
Analisis ini digunakan untuk mengetahui suatu sektor perekonomian
apakah dapat diharapkan bisa menjadi sektor basis di masa yang akan
datang khususnya pada Kota Tangerang Selatan. DLQ Alat analisis ini
digunakan untuk mengetahui suatu sektor perekonomian apakah dapat
diharapkan menjadi sektor basis pada masa yang akan datang di Kota
Tangerang Selatan. Adapun rumus DLQ adalah sebagai berikut:
Keterangan:
Gij : laju pertumbuhan (PDRB) sektor i di Kota Tangerang Selatan
Gj : rata-rata laju pertumbuhan (PDRB) sektor i
di Kota Tangerang Selatan
Gi : laju pertumbuhan (PDRB) sektor i di Provinsi Banten
G : rata-rata laju pertumbuhan (PDRB) sektor i di Provinsi Banten
t : periode waktu penelitian
Apabila hasil DLQ ≥ 1 maka sektor tersebut masih bisa diharapkan
untuk menjadi sektor basis di Kota Tangerang Selatan pada masa yang
akan datang. Kemudian apabila nilai DLQ < 1 maka sektor tersebut tidak
31
bisa diharapkan menjadi sektor basis di Kota Tangerang Selatan pada masa
yang akan datang.
3. Analisis Gabungan LQ dan DLQ
Untuk melihat perubahan posisi suatu sektor ekonomi pada suatu
daerah, maka penelitian ini menggunakan analisis gabungan LQ dan DLQ,
dimana kriteria yang harus digunakan adalah sebagai berikut:
a. apabila nilai LQ ≤ 1 dan DLQ ≥ 1, maka sektor perekonomian telah
mengalami perubahan dari sektor non unggulan menjadi sektor
unggulan di Kota Tangerang Selatan pada masa yang akan datang;
b. apabila nilai LQ ≤ 1 dan DLQ < 1, maka sektor perekonomian tetap
menjadi sektor non unggulan di Kota Tangerang Selatan baik saat ini
maupun di masa yang akan datang;
c. apabila nilai LQ > 1 dan DLQ ≥ 1, maka sektor perekonomian tetap
menjadi sektor unggulan di Kota Tangerang Selatan baik saat ini
maupun di masa yang akan datang;
d. apabila nilai LQ > 1 dan DLQ < 1, maka sektor perekonomian telah
mengalami perubahan dari sektor unggulan menjadi sektor non
unggulan di Kota Tangerang Selatan pada masa yang kaan datang.
4. Analisis Shift Share
Analisis shift share umumnya digunakan untuk menganalisis peranan
suatu sektor di daerah (regional) terhadap sektor yang sama di tingkat yang
lebih tinggi (nasional). Data yang sering dianalisis adalah data yang terkait
kegiatan ekonomi ataupun ketenagakerjaan. (Putra, 2011:165)
Penjelasan lain yaitu, analisis shift share digunakan untuk
membandingkan perbedaan laju pertumbuhan sektor industri di wilayah
yang sempit (regional) dengan daerah yang lebih luas (nasional). (Tarigan,
2005:85)
Teknik analisis shift share membagi perubahan pertumbuhan (Dij)
menjadi tiga komponen, yakni: (Arsyad, 2005:139-140)
a. pengaruh pertumbuhan ekonomi di wilayah yang lebih luas atau disebut
dengan Nasional Share (Nij), yang diukur dengan cara menganalisis
perubahan pengerjaan agregat secara sektoral yang kemudian
32
dibandingkan dengan perubahan pada sektor perokonomian yang sama
di wilayah yang dijadikan acuan (nasional);
b. pengaruh pergeseran proporsional atau bauran sektor atau disebut
dengan Proportional Shift (Mij), yang mengukur perubahan
pertumbuhan atau penurunan pada daerah (regional) yang kemudian
dibandingkan dengan perekonomian di wilayah yang dijadikan acuan
(nasional). Melalui pengukuran ini, dimungkinkan untuk mengetahui
apakah perekonomian daerah acuan (regional) terkonsentrasi pada
sektor-sektor yang tumbuh lebih cepat ketimbang perekonomian yang
dijadikan acuan (nasional);
c. pengaruh pergeseran diferensial atau keunggulan kompetitif atau
disebut dengan Differential Shift (Cij), yang menentukan seberapa jauh
daya saing sektor daerah (regional) dengan perekonomian di wilayah
yang dijadikan acuan (nasional). Jika pergeseran diferensial pada suatu
sektor adalah positif, maka sektor tersebut lebih tinggi daya saingnya
ketimbang sektor yang sama pada perekonomian di wilayah yang
dijadikan acuan (nasional).
Menurut Soepomo dalam jurnal Basuki dan Gayatri (2009 : 41),
persamaan Analisis Shift Share adalah:
Dij = Nij + Mij + Cij
Kemudian Variabel – variabel yang digunakan adalah :
Dij
= E*ij+ E
ij
Nij
= Eij
. rn
Mij
= Eij
(rin
– rn)
Cij
= Eij
(rij
– rin
)
Dimana, rij
rn
dan rin
melambangkan laju pertumbuhan wilayah
kabupaten/kota dan laju pertumbuhan wilayah provinsi, yang didefinisikan
dengan rumus sebagai berikut:
1) Mengukur laju pertumbuhan sektor i di wilayah j (Tangerang
Selatan)
33
rij
= (e*ij
– eij) / e
ij
2) Mengukur laju pertumbuhan sektor i di perekonomian nasional
(Banten)
rin
= (e*in
– ein
) / ein
3) Mengukur laju pertumbuhan nasional (Banten)
rn
= (e*n
– en) / e
n
Keterangan:
e*in
= PDRB sektor i di Provinsi Banten pada tahun terakhir analisis
ein
= PDRB sektor i di Provinsi Banten pada tahun dasar
e*ij
= PDRB sektor i di Kota Tangerang Selatan pada tahun terakhir
analisis
eij
= PDRB sektor i di Kota Tangerang Selatan pada tahun dasar
e*n
= PDRB di Provinsi Banten pada tahun terakhir analisis
en
= PDRB di Provinsi Banten pada tahun dasar
sehingga didapati persamaan Shift Share untuk sektor i di wilayah j (Kota
Tangerang Selatan) sebagai berikut:
Dij
= Eij .
rn + Eij (
rin -
rn) + Eij (
rij -
rin)
Keterangan :
i = Sektor-sektor ekonomi yang diteliti
j = Variabel wilayah yang diteliti (Kota Tangerang Selatan)
Dij
= Perubahan sektor i di daerah j (Kota Tangerang Selatan)
Nij
= Pertumbuhan sektor i di daerah j (Kota Tangerang Selatan)
Mij
= Bauran industri sektor i di daerah j (Kota Tangerang Selatan)
Cij
= Keunggulan kompetitif sektor i di daerah j (Kota Tangerang
Selatan)
Eij
= PDRB sektor i di daerah j (Kota Tangerang Selatan)
rij
= laju pertumbuhan sektor i di daerah j (Kota Tangerang Selatan)
rin
= laju pertumbuhan sektor i di daerah n (Provinsi Banten)
34
rn
= laju pertumbuhan PDRB di daerah n (Provinsi Banten)
Pengertian lainnya yakni analisis shift share memiliki tiga unsur di
antaranya, National Share, Proportional Shift, dan Differential Shift yang
diuraikan sebagai berikut: (Tarigan, 2005:87-89)
1) National Share digunakan untuk mengetahui pergeseran struktur
perekonomian pada wilayah regional yang dipengaruhi oleh
pergeseran perekonomian pada wilayah nasional;
2) Proportional Shift merupakan pertumbuhan nilai tambah bruto suatu
sektor pada wilayah regional dibandingkan total sektor pada wilayah
nasional;
3) Differential Shift merupakan perbandingan pertumbuhan
perekonomian pada wilayah regional dengan nilai tambah bruto di
sektor yang sama pada wilayah nasional.
5. Analisis Analytical Hierarchy Process (AHP)
AHP adalah suatu model pendukung keputusan yang dikembangkan
oleh Thimas L. Saaty. Ciri analisis ini adalah menggunakan hirarki yang
menguraikan permasalahan dalam satu kesatuan menjadi elemen-elemen
yang lebih sederhana. Hierarki pada analisis ini dibagi menjadi goal,
skenario, sasaran, dan strategi. AHP merupakan teknik pengambilan
keputusan secara matematis dengan mempertimbangkan aspek kualitatif
maupun kuantitatif. Selain itu, faktor yang diperhatikan dalam metode
AHP yaitu faktor persepsi, preferensi, pengalaman dan intuisi. (Bambang
Permadi, 1992:10)
Pada AHP, yang diukur adalah rasio konsistensi dengan melihat
indeks konsistensinya. Konsistensi yang diharapkan adalah yang
mendekati sempurna agar menghasilkan keputusan yang mendekati valid.
Demikian, pada penelitian ini tidak dilakukan uji validitas ataupun
reliabilitas terhadap kuesioner AHP karena AHP mentolerir inkonsistensi.
AHP diukur dengan Indeks Konsistensi (CI) dan Rasio Konsistensi (CR)
dengan uraian sebagai berikut:
1. Menghitung Consistency Index (CI) dengan rumus:
CI = (π maks-n)/(n-1)
35
Keterangan :
n : banyaknya elemen
2. Menghitung Rasio Konsistensi (CR) dengan rumus :
CR = CI/IR
Keterangan :
CR : Consistency ratio
CI : Consistency Index
IR : Index Random Consistency
Secara umuum, tingkatan konsistensi tertentu memang dibutuhkan
dalam menentukan prioritas untuk mendapatkan hasil yang sah Untuk itu
dalam AHP Nilai CR tidak boleh lebih dari 10% atau 0,1. Kemudian
dalam mengolah hasil kuisioner AHP akan dilakukan dengan
menggunakan aplikasi Expert Choice 11. Adapan prinsip yang mendasar
pada perhitungan AHP, yaitu:
a. Dekomposisi
Pada tahapan ini, masalah yang akan diteliti dibagi menjadi sebuah
hierarki. Tujuannya adalah untuk mendefinisikan masalah dari yang
umum sampai dengan yang khusus. Struktur hierarki tersebut
berfungsi untuk membandingkan antara tujuan, kriteria, dan tingkatan
alternatif. Tingkatan paling atas dari hierarki merupakan tujuan dari
penyelesaian masalah yang hanya memiliki satu elemen. Tahapan
berikutnya memiliki beberapa elemen sebagai kriteria, yang tiap
kriteria tersebut dapat dibandingkan antara satu dan lainnya memiliki
perbedaan yang tidak terlalu besar. Jika perbedaannya terlalu besar,
maka harus dibuat tingkatan yang baru. Bentuk struktur dekomposisi
yakni:
Tingkatan pertama : tujuan keputusan (Goal)
Tingkatan kedua : kriteria-kriteria
Tingkatan ketiga : alternatif
Adapun struktur hierarki AHP dapat digambarkan pada diagram 3.1
sebagai berikut:
36
Diagram 3.1
Struktur Hierarki AHP
b. Comparative Judgement
Comparative judgement sering juga disebut sebagai penilaian
kriteria atau alternatif. Pada tahapan ini akan dibuat suatu
perbandingan berpasangan dari semua elemen yang ada pada hierarki,
dengan tujuan dihasilkannya skala kepentingan pada tiap-tiap elemen.
Penilaian yang dilakukan akan menghasilkan suatu angka yang
nantinya akan dibandingkan untuk menghasilkan sebuah prioritas.
Skala angka yang digunakan adalah satu sampai sembilan yang
kemudian disusun untuk mendapatkan perbandingan berpasangan.
Adapun skala perbandingan yang digunakan yakni:
Tabel 3.2
Skala Perbandingan AHP
Skala Keterangan
1 Tujuan yang satu dengan yang lainnya sama
penting
3 Tujuan yang satu sedikit lebih penting (agak
kuat) dibanding tujuan lainnya
Tujuan
Kriteria IV Kriteria III Kriteria II Kriteria I
Alternatif III Alternatif II Alternatif I
37
c. Kelebihan dan Kekurangan Model AHP
Kelebihan metode AHP adalah sederhana dan tidak banyak asumsi,
namun lebih disebabkan oleh fleksibilitasnya yang tinggi terutama
dalam pembuatan model hierarki. Sifat fleksibel yang dimaksudnkan
adalah mampu mencakup banyak permasalahan dengan tujuan dan
kriteria yang beragam. Metode analisis ini cocok digunakan untuk
menyelesaikan permasalahan yang bersifat strategis dan makro.
Kekuatan model AHP terletak pada struktur hierarkinya, dimana
memungkinkan peneliti memasukkan semua faktor-faktor penting
baik yang nyata maupun abstrak. Adapun kelebihan lainnya dari
model AHP yakni dalam proses perencanaan, masyarakat
dimungkinkan ikut berpartisipasi dalam pengisian kuesioner bersama-
sama dengan pemerintah. Hal ini yang dimaksudkan dengan
pembangunan daerah yang tidak hanya bersifat top down namun juga
bottom up.
Nyatanya, model AHP tidak luput dari kelemahan yang
dimilikinya. Adanya ketergantungan terhadap input, persepsi para ahli
akan membuat hasil akhir menjadi tidak terlalu berpengaruh apabila
ahli memberikan jawaban yang keliru. Hal ini ditambah dengan belum
jelasnya kriteria mengenai seorang yang ahli untuk mengisi kuesioner
AHP. Maka dari itu, peneliti harus lebih cermat dalam membuat
kriteria agar hasil penelitian sejalan dengan maksud dan tujuan
peneliti. Berdasarkan pemaparan tersebut, maka dirangkum beberapa
kelebihan dan kelemahan dalam metode AHP sebagai berikut:
5 Tujuan yang satu sifatnya lebih penting
(lebih kuat pentingnya) dibanding tujuan
lainnya
7 Tujuan yang satu sangat penting diband ing
tujuan yang lainnya
9 Tujuan yang satu ekstrim pentingnya
dibanding tujuan lainnya
2,4,6,8 Nilai tengah di antara dua nilai skor penilaian
di atas
38
Tabel 3.3
Kelebihan dan Kekurangan Metode AHP
Kelebihan Metode AHP Kekurangan Metode AHP
Metode AHP ialah model yang
memasukkan data kualitatif
menjadi data kuantitatif
Metode AHP
mempertimbangkan analisis
permasalahan yang melibatkan
banyak pelaku, kriteria, yang
dapat dimasukkan dalam segala
objek penelitian
Metode AHP memasukkan
pertimbangan dan nilai-nilai
pribadi secara logis, juga proses
ini bergantung pada logika
intuisi dan pengalaman dalam
memberikan pertimbangan
Metode AHP menunjukkan
bagaimana menghubungkan
antar elemen dari bagian lain
untuk memperoleh hasil
gabungan.
Metode AHP sulit dikerjakan
secara manual menggunakn
matriks, sehingga harus
menggunakan program
lainnya seeprti yang
digunakan pada peneliti kali
ini yaitu Expert Choices V.11
Belum adanya batasan kriteria
responden, sehingga pada
beberapa kasus dapat
melemahkan metode ini.
Namun hal ini dapat
diantisipasi dengan pemberian
bobot yang berbeda pada
tabulasi kuesioner hasil
pengisisan dari responden.
Sumber: (Bambang Permadi dalam Retna, 2010:16-17)
d. Model Analisis Penyusunan Hierarki
Model penyusunan hierariki yang diterapkan pada penyusunan
alternatif penentu sektor prioritas subsektor industri pengolahan
unggulan adalah sebagai berikut:
39
Diagram 3.2
Model Penyusunan Hierarki AHP
I. Karet I. Kayu I Barang
Galian Bukan
Logam
I. Makanan
dan
Minuman
I. Barang
dari Logam
I.
Pengolahan
Lainnya
I. Mesin I. Kimia
Bahan
Baku
IPTEK Mutu Tenaga
Kerja
Nilai
Investasi
Upah Nilai
Produksi
SDM Birokrasi Infrastruktur
Pengembangan Subsektor Industri Pengolahan
Peningkatan daya saing Penyerapan tenaga kerja Pertumbuhan subsektor
40
E. Operasional Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini, konsep yang digunakan adalah pemilihan sektor/
subsektor prioritas, selanjutnya setelah diketahui sektor prioritas selanjutnya
dilakukan identifikasi strategi pengembangannya. Adapun variabel-variabel yang
digunakan dalam penelitian kali ini yakni sebagai berikut: (Aditya, 2016: 66-71)
1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan jumlah barang
yang dihasilkan suatu wilayah atau daerah selama satu periode, dimana
jumlah barang dan jasa yang dihasilkan dinilai berdasarkan pada uang atas
dasar harga pasar yang sedang berjalan. (Djojohadikusumo, 1994:2)
Terdapat dua jenis PDRB yakni berdasarkan harga berlaku maupun harga
konstan. Pada penelitian kali ini, PDRB yang digunakan merupakan PDRB
berdasarkan harga konstan tahun dasar 2010. PDRB yang digunakan
mengacu pada data yang ada di Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi
Banten dan BPS Kota Tangerang Selatan.
2. Sektor-sektor Ekonomi
Sektor-sektor ekonomi merupakan sektor yang ada pada daerah dan
memberikan kontribusi dalam pendapatan daerah. Sektor ekonomi yang
termasuk dalam penelitian kali ini yaitu: sektor pertanian, sektor
pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, listrik; gas dan air
bersih, bangunan, perdagangan besar dan eceran, hotel dan restoran,
pengangkutan dan komunikasi, keuangan; persewaan dan jasa perusahaan,
serta jasa lainnya.
3. Subsektor Industri Pengolahan
Subsektor industri pengolahan merupakan sektor-sektor yang
berkontribusi pada sektor industri pengolahan dan terdapat dalam PDRB.
Terdapat enam belas subsektor yaitu di antaranya: 1) industri batu bara dan
pengilangan gas; 2) industri makanan dan minuman; 3) industri
pengolahan tembakau; 4) industri tekstil dan pakaian jadi; 5) industri kulit;
6) industri kayu; 7) industri kertas; 8) industri kimia; 9) industri karet; 10)
industri barang galian bukan logam; 11) industri logam dasar 12) industri
41
barang dari logam; 13) industri mesin dan perlengkapan; 14) industri alat
angkutan; 15) industri furniture; 16) Industri pengolahan lainnya.
4. Sektor Unggulan
Sektor unggulan merupakan sektor yang berkontribusi lebih besar dan
dominan dalam pendapata daerah dibanding sektor lainnya, juga memiliki
pengaruh terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi daerah.
5. Sektor Basis dan Sektor Non-Basis
Sektor basis merupakan sektor yang memiliki kemampuan guna
memenuhi kebutuhan daerahnya sendiri dan juga mampu mengekspor ke
daerah lain. Suatu sektor disebut sektor basis jika memiliki nilai LQ > 1.
Kemudian sektor non basis merupakan sektor yang komoditinya hanya
mampu untuk memenuhi kebutuhan daerahnya sendiri atau bahkan harus
memasok dari daerah lain karena kurang mampunya suatu komoditi yang
memenuhi kebutuhan daerahnya. Suatu sektor disebut sektor non basis jika
LQ < 1.
6. Tujuan Kriteria Pengembangan Sektor Prioritas Subsektor Industri
Pengolahan
Pengembangan subsektor industri pengolahan merupakan tujuan utama
yang ingin dicapai pada penelitian kali ini. Pengembangan subsektor
industri pengolahan dapat tercapai melalui beberapa cara atau kriteria
yakni di antaranya pertumbuhan subsektor, penyerapan tenaga kerja, dan
peningkatan daya saing.
7. Kriteria Pertumbuhan Subsektor
Kriteria pertumbuhan subsektor merupakan salah satu kriteria yang
dapat digunakan guna melakukan tujuan pengembangan subsektor industri
pengolahan. Pertumbuhan subsektor merupakan indikator yang
menandakan bahwa adanya sektor yang mengalami perubahan ke arah
yang lebih baik, seperti kenaikan kapasitas produksi yang kemudian
berpengaruh terhadap kenaikan pendapatan suatu wilayah
8. Kriteria Penyerapan Tenaga Kerja
Kriteria penyerapan tenaga kerja merupakan salah satu kriteria yang
dapat digunakan guna melakukan tujuan pengembangan subsektor industri
42
pengolahan. Penyerapan tenaga kerja bertujuan untuk mengurangi jumlah
pengangguran dan kemiskinan.
9. Kriteria Peningkatan Daya Saing
Kriteria peningkatan daya saing merupakan salah satu kriteria yang
dapat digunakan untuk melakukan tujuan pengembangan subsektor
industri pengolahan. Peningkatan daya saing yakni berupa nilai kompetitif
pada tingkat regional maupun nasional terhadap suatu komoditi barang
atau jasa.
10. Sub Kriteria Bahan Baku
Bahan baku adalah salah satu sub kriteria yang digunakan untuk
mencapai kriteria pertumbuhan subsektor. Bahan baku di sini maskudnya
adalah setiap sumber daya yang digunakan dalam melakukan kegiatan
produksi atau yang biasa dikenal dengan modal.
11. Sub Kriteria IPTEK
IPTEK merupakan salah satu sub kriteria yang digunakan dalam
mencapai kriteria pertumbuhan subsektor. IPTEK merupakan faktor yang
dapat meningkatkan proses pertumbuhan subsektor karena mampu
meningkatkan kapasitas produksi dan efisiensi, sehingga berpengaruh
terhadap pertumbuhan subsektor.
12. Sub Kriteria Mutu Tenaga Kerja
Mutu tenaga kerja merupakan salah satu sub kriteria yang digunakan
dalam mencapai kriteria pertumbuhan subsektor. mutu tenaga kerja ialah
kualitas tenaga kerja yang digunakan dalam memproduksi suatu komoditas
sektor atau subsektor ekonomi suatu wilayah. Semakin meningkatnya
mutu tenaga kerja merupakan faktor penting dalam meningkatkan
pertumbuhan dan pembangunan suatu daerah.
13. Sub Kriteria Nilai Produksi
Sub kriteria nilai produksi merupakan salah satu sub kriteria yang
digunakan dalam mencapai kriteria penyerapan tenaga kerja. Nilai
produksi yakni keseluruhan jumlah komoditas yang merupakan hasil akhir
produksi dan siap untuk dijual. Saat nilai produksi suatu barang
meningkat, maka permintaan akan tenaga kerja juga meningkat.
43
14. Sub Kriteria Upah
Sub kriteria upah merupakan salah satu sub kriteria yang digunakan
dalam mencapai kriteria penyerapan tenaga kerja. Upah adalah salah satu
faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga keja, karena perubahan
tingkat upah akan mempengaruhi tinggi dan rendahnya produksi yang
kemudian berdampak pada sedikit banyaknya permintaan tenaga kerja.
15. Sub Kriteria Nilai Investasi
Sub kriteria nilai investasi merupakan salah satu sub kriteria yang
digunakan dalam mencapai kriteria penyerapan tenaga kerja. Nilai
investasi merupakan penanaman atau pengeluaran modal yang digunakan
untuk melakukan proses produksi barang ataupun jasa. Investasi biasanya
dikeluarkan untuk meningkatkan produksi, sehingga besar kecilnya nilai
investasi akan mempengaruhi dalam hal penyerapan tenaga.
16. Sub Kriteria Infrastruktur
Sub kriteria infrastruktur merupakan sub kriteria yang digunakan dalam
mencapai kriteria peningkatan daya saing. Infrastruktur adalah salah satu
indikator terpenting dalam kelancaran proses perekonomian suatu wilayah.
Ketersediaan infrastruktur yang memadai juga akan membuat daya tarik
serta keadaan investasi yang baik sehingga nantinya berpengaruh terhadap
tingkat daya saing pada wilayah tersebut
17. Sub Kriteria Birokrasi
Sub kriteria birokrasi merupakan salah satu sub kriteria yang digunakan
dalam mencapai kriteria peningkatan daya saing. Birokrasi adalah
kebijakan yang dibuat pemerintah, sehingga nantinya diharapkan dapat
berjalan dengan kondusif dan efisien. Hal ini akan membuat kondisi
ekonomi dan daya saing yang baik pada suatu wilayah.
18. Sub Kriteria Sumber Daya Manusia
Sub kriteria sumber daya manusia merupakan salah satu sub kriteria
yang digunakan dalam mencapai kriteria peningkatan daya saing. Sumber
daya manusia sangat erat kaitannya dengan jumlah tenaga kerja.
44
19. Alternatif Kriteria
Alternatif kriteria merupakan subsekor industri pengolahan yang akan
diprioritaskan berdasarkan kriteria pada sub kriteria tertinggi yang telah
dipilih dan diuji sebelumnya menggunakan analisis shift share. Kemudian
didapatkan sektor prioritas yang akan dikembangkan di Kota Tangerang
Selatan nantinya, di antaranya adalah:
a. industri makanan dan minuman;
b. industri kayu, barang dari kayu dan gabus, barang anyaman dari
bambu, rotan dan sejenisnya;
c. industri kimia, farmasi, dan obat tradisional;
d. industri karet, barang dari karet dan plastik;
e. industri barang galian bukan logam;
f. industri barang dari logam;
g. industri mesin dan perlengkapan;
h. industri pengolahan lainnya.
45
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Profil Wilayah
1. Kondisi Geografis dan Administratif Kota Tangerang Selatan
a. Kondisi Geografis
Gambar 4.1
Peta Kota Tangerang Selatan
Sumber: BPS Kota Tangerang Selatan, 2018
Secara astronomis, Kota Tangerang Selatan terletak di bagian
Timur Provinsi Banten yang berada di antara 639’ - 647’ Lintang
Selatan dan antara 10614’ - 10622’ Bujur Timur. Luas wilayah
Kota Tangerang Selatan daratan seluas 147,19 kilometer persegi (km²)
atau sebesar 1,63% dari luas wilayah Provinsi Banten.
46
b. Kondisi Administratif
Wilayah Kota Tangerang Selatan mempunyai batas administratif
sebagai berikut:
1) Sebelah Utara : Kota Tangerang dan DKI Jakarta
2) Sebelah Timur : Kota Depok dan DKI Jakarta
3) Sebelah Selatan : Kabupaten Bogor dan Kota Depok
4) Sebelah Barat : Kabupaten Tangerang
Tabel 4.1
Jumlah Kecamatan, Kelurahan, RT, dan RW
Kota Tangerang Selatan Tahun 2017
No Kecamatan Kelurahan Rukun
Tetangga (RT)
Rukun
Warga
(RW)
1 Setu 6 237 46
2 Serpong 9 486 112
3 Pamulang 8 831 156
4 Ciputat 7 552 104
5 Ciputat Timur 6 446 79
6 Pondok Aren 11 826 133
7 Serpong Utara 7 466 105
Tangerang Selatan 54 3844 735
Sumber: BPS Kota Tangerang Selatan, 2018
Berdasarkarkan tabel di atas, Secara administratif Secara
administratif, Kota Tangerang Selatan secara administratif terdiri dari
tujuh kecamatan, lima puluh empat kelurahaan, 3844 rukun tetangga,
dan 735 rukun warga.
2. Kependudukan dan Angkatan Kerja Kota Tangerang Selatan
Saat membuat perencanaan pembangunan daerah, maka secara otomatis
berkaitan dengan kondisi dan masalah kependudukan yang ada di Kota
Tangerang Selatan. Adapun masalah kependudukan yang sangat umum
terjadi dan harus diberikan perhatian lebih yakni banyaknya jumlah
penduduk, perkembangan penduduk, kepadatan penduduk, dan yang
lainnya.
a. Kependudukan
Penduduk di Kota Tangerang Selatan berdasarkan proyeksi
penduduk tahun 2017 yakni berjumlah 1.644.899 jiwa yang terdiri
47
atas 828.392 jiwa penduduk berjenis kelamin laki-laki dan 816.507
jiwa penduduk berjenis kelamin perempuan. Kepadatan penduduk di
Kota Tangerang Selatan tahun 2017 mencapai 11.175 jiwa/km2.
Kepadatan penduduk yang ada di tujuh kecamatan cukup beragam,
dengan kepadatan penduduk tertinggi berada pada Kecamatan Ciputat
Timur sebesar 13.675 jiwa/km2, dan yang terendah yaitu pada
Kecamatan Setu sebesar 5.864 jiwa/km2.
Tabel 4.2
Jumlah Penduduk menurut Kecamatan
Kota Tangerang Selatan Tahun 2017
Sumber: BPS Kota Tangerang Selatan, 2018
Berdasarkan tabel di atas, jumlah penduduk di Kota Tangerang
Selatan cukup beragam antar kecamatan. Hal ini dapat disebabkan
oleh beberapa faktor yakni di antaranya: tingkat kelahiran, kematian,
dan adanya perpindahan penduduk.
b. Angkatan Kerja
Jumlah angkatan kerja Kota Tangerang Selatan pada tahun 2017
yakni dengan jumlah 708.667 orang, yang terdiri dari berjenis kelamin
laki-laki 466.809 orang dan berjenis kelamin perempuan 241.858
orang. Pada total angkatan kerja tersebut, ada yang bekerja yakni
sebanyak 660.265 orang dan yang berstatus sebagai pengangguran
yakni sebanyak 48.402 orang. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
(TPAK) pada tahun 2017 sebesar 57,02 dengan tingkat pengangguran
sebesar 6,83.
No Kecamatan Luas (km2) Penduduk
(orang)
Kepadatan
Penduduk
(orang/km2)
1 Setu 14,80 86.783 5.864
2 Serpong 24,04 184.761 7.686
3 Pamulang 26,82 350.923 13.084
4 Ciputat 18,39 239.152 13.004
5 Ciputat Timur 15,43 211.003 13.675
6 Pondok Aren 29,88 392.284 13.129
7 Serpong Utara 17,84 179.993 10.089
Tangerang Selatan 147,19 1.644.899 11.175
48
Tabel 4.3
Jumlah Angkatan Kerja Kota Tangerang Selatan
menurut Jenis Kelamin Tahun 2017
Jenis Kegiatan Utama Laki-laki Perempuan Jumlah
Angkatan kerja 466.809 241.858 708.667
Bekerja 431.745 228.520 660.265
Pengangguran 35.064 13.338 48.402
Bukan angkatan kerja
(sekolah, mengurus
rumah tangga, dan
lainnya)
156.706 377.522 534.228
Jumlah 623.515 619.380 1.242.895
Tingkat Partisipasi
Angkatan Kerja
(TPAK)
74,87 39,05 57,02
Tingkat Pengangguran 7,51 5,51 6,83
Sumber: BPS Kota Tangerang Selatan, 2018
Berdasarkan pada tabel di atas, bisa dilihat bahwa jumlah angkatan
kerja pada tahun 2017 di Kota Tangerang Selatan sebanyak 708.667
orang dengan jumlah paling besar adalah laki-laki yakni sebanyak
466.809 orang. Jumlah yang sedang bekerja dibandingkan dengan
pengangguran di Kota Tangerang Selatan pada tahun 2017 lebih
sedikit jumlah penganggurannya dibandingkan jumlah orang yang
bekerja yakni sebesar lebih sedikit jumlah pengangguran
dibandingkan jumlah orang yang bekerja yakni sebanyak 660.265
orang dan jumlah pengangguran sebanyak 48.402 orang.
3. Kondisi Perekonomian Kota Tangerang Selatan
a. Laju Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu keadaan perubahan
kondisi perekonomian suatu daerah ke arah yang lebih baik.
Pertumbuhan ekonomi juga bisa dilihat dengan adanya kenaikan
produksi barang maupun jasa pada suatu daerah yang diikuti dengan
kenaikan pendapatan daerahnya. Adapun laju pertumbuhan ekonomi
kota Tangerang Selatan digambarkan pada gambar berikut:
49
8,75
8,05
7,256,85
7,43
6,67
5,51 5,45 5,285,71
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
2013 2014 2015 2016 2017
Kota Tangerang
Selatan
Provinsi Banten
Diagram 4.1
Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Tangerang Selatan
2013-2017
Sumber: BPS Kota Tangerang Selatan, 2018
Laju perekonomian Kota Tangerang Selatan periode tahun 2013-
2017 dapat dilihat pada diagram 4.1. Laju pertumbuhan ekonomi
menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan Kota Tangerang
Selatan mengalami perubahan setiap tahunnya. Laju pertumbuhan
ekonomi terbesar ada pada tahun 2013 dengan pertumbuhan sebesar
8,75% dan yang terendah pada tahun 2016 yakni sebesar 6,85%. Sama
hal nya dengan laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Banten dimana
laju perekonomiannya juga selalu mengalami perubahan setiap
tahunnya. Penurunan dimulai pada tahun 2013 sampai dengan tahun
2016. Sedangkan kenaikan laju pertumbuhan hanya terjadi pada tahun
2016 sampai 2017.
Laju pertumbuhan perekonomian di Kota Tangerang Selatan yang
tergambar dalam diagram di atas terjadi karena dipengaruhi oleh
hampir seluruh sektor perekonomian di Kota Tangerang Selatan yang
cenderung menurun. Hal ini bisa saja disebabkan karena masih
terdapat potensi sektor ekonomi yang belum dikembangkan dengan
optimal. Meski demikian, terjadi kenaikan laju pertumbuhan pada
tahun 2017 yang mana membuktikan bahwa Kota Tangerang Selatan
50
bisa terus tumbuh dan berkembang dangan potensi wilayah yang
dimiliki.
b. Struktur Ekonomi
Struktur ekonomi pada suatu daerah dapat diketahui dengan
melihat keterangan nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di
suatu wilayah. PDRB adalah jumlah nilai tambah seluruh barang
maupun jasa yang diproduksi oleh seluruh sektor ekonomi di suatu
wilayah. PDRB dibagi menjadi dua yakni PDRB Atas Dasar Harga
Konstan (ADHK) dan PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB).
PDRB ADHB menunjukkan kemampuan ekonomi suatu wilayah,
sedangakan PDRB ADHK digunakan untuk membandingkan kinerja
ekonomi suatu daerah dari waktu ke waktu. setelah mengetahui
komposisi PDRB, maka dapat dilihat bagaimana peranan atau
kontribusi masing-masing sektor dalam pembentukan total PDRB di
suatu daerah. Semakin besar peranan suatu sektor terhadap total
PDRB, semakin besar pula pengaruh sektor tersebut terhadap
perkembangan perekonomian suatu daerah tersebut. Hal ini tertuang
pada tabel 4.4 sebagai berikut:
Tabel 4.4
Peranan PDRB Kota Tangerang Selatan
menurut Lapangan Usaha (persen)
No Uraian 2013 2014 2015 2016 2017
1 Pertanian, Kehutanan, dan
Perikanan 0,29 0,29 0,28 0,27 0,25
2 Pertambangan dan
Penggalian 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
3 Industri Pengolahan 11,69 11,57 11,26 10,09 9,64
4 Pengadaan Listrik dan
Gas 0,11 0,12 0,14 0,14 0,15
5
Pengadaan Air,
Pengelolaan Sampah,
Limbah, dan Daur Ulang 0,05 0,04 0,04 0,04 0,04
6 Konstruksi 14,47 14,80 14,85 15,68 15,81
7
Perdagangan Besar dan
Eceran, Reparasi Mobil
dan Sepeda Motor
18,06 17,76 17,63 17,04 16,80
8 Transportasi dan
Pergudangan 2,91 3,12 3,20 3,30 3,32
51
9 Penyediaan Akomodasi
dan Makan Minum 3,06 3,13 3,15 3,17 3,12
10 Informasi dan
Komunikasi 11,02 11,18 10,93 10,92 11,03
11 Jasa Keuangan dan
Asuransi 1,23 1,24 1,23 1,26 1,28
12 Real Estate 16,81 16,45 16,72 17,03 17,32
13 Jasa Perusahaan 3,30 3,46 3,60 3,75 3,83
14
Administrasi Pemerintah,
Pertahanan, dan Jaminan
Sosial Wajib
1,21 1,25 1,30 1,34 1,35
15 Jasa Pendidikan 8,30 8,31 8,44 8,65 8,77
16 Jasa Kesehatan dan
Kegiatan Sosial 4,37 4,17 4,13 4,18 4,16
17 Jasa Lainnya 3,13 3,12 3,11 3,13 3,14
Sumber: BPS Kota Tangerang Selatan, 2018
Struktur perekonomian daerah bisa dilihat pada distribusi
persentasi PDRB atas dasar harga berlaku dari kelompok lapangan
usaha yang terdiri dari kelompok lapangan usaha primer, sekunder,
dan tersier. Kelompok usaha primer terdiri atas pertanian, kehutanan
dan perikanan; pertambangan dan penggalian. Kemudian kelompok
lapangan usaha sekunder terdiri atas industri pengolahan; pengadaan
listrik dan gas; pengadaan air; dan konstruksi. Untuk kelompok
lapangan usaha tersier terdiri atas perdagangan besar dan eceran;
transportasi dan pergudangan; penyediaan akomodasi dan makan
minum; informasi dan komunikasi; jasa keuangan dan asuransi; real
estate; jasa perumahan; administrasi pemerintahan; jasa pendidikan;
jasa kesehatan dan kegiatan sosial; dan jasa lainnya.
Selama periode 2013-2017, struktur ekonomi masyarakat Kota
Tangerang Selatan telah bergeser dari kelompok lapangan usaha
sekunder menjadi kelompok usaha tersier. Hal ini dapat dilihat dari
besarnya kenaikan ataupun penurunan peranan tiap kelompok
lapangan usaha terhadap pembentukan PDRB di Kota Tangerang
Selatan. Pada tahun 2017, kelompok lapangan usaha tersier telah
memberikan sumbangan sebesar 74,12% yang mengalami kenaikan
dibandingkan pada tahun 2013 yang hanya sebesar 73,4%. Kemudian
kelompok lapangan usaha primer maupun sekunder memberikan
52
sumbangan masing-masing sebesar 0,25% untuk primer, dan 25,65%
untuk sekunder. Kelompok lapangan usaha primer maupun sekunder
ini mengalami penurunan dibandingkan pada tahun 2013 yang
masing-masing sebesar 0,29% untuk primer, dan 26,32% untuk
sekunder.
Adapun lapangan usaha lainnya yang mencatat pertumbuhan yang
positif, berturut-turut adalah Konstruksi sebesar 9,12 persen, Real
Estate sebesar 8,47 persen, Informasi dan Komunikasi sebesar 8,41
persen, Jasa Pendidikan sebesar 8,34, Jasa Keuangan dan Asuransi
sebesar 8,05 persen, Jasa Lainnya sebesar 7,92 persen, Penyediaan
Akomodasi dan Makan Minum sebesar 7,84 persen, Administrasi
Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib sebesar 7,64
persen, Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
sebesar 7,42 persen, Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial sebesar 7,26
Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
sebesar 5,86 persen, Industri Pengolahan 2,32 persen dan Pertanian,
Kehutanan dan Perikanan sebesar 2,15 persen. Sedangkan lapangan
usaha Pertambangan dan Penggalian tidak ada di Kota Tangerang
Selatan. Distribusi persentase PDRB tersebut dapat disederhanakan
pada diagram 4.2 sebagai berikut:
Diagram 4.2
Distribusi Persentase PDRB Kota Tangerang Selatan menurut Lapangan
Usaha Tahun 2013-2017
Sumber: BPS Kota Tangerang Selatan, 2018
17,32
16,80
15,8111,03
9,64
29,41
Real Estate
Perdagangan Besar dan
Eceran; Reparasi Mobil dan
Sepeda MotorKonstruksi
Informasi dan Komunikasi
Industri Pengolahan
53
Apabila PDRB suatu daerah dibagi dengan jumlah penduduk yang
tinggal di daerah tersebut, maka akan diperoleh sebuah indikator yang
disebut dengan PDRB per kapita. PDRB per kapita atas dasar harga
berlaku menunjukkan nilai PDRB per satu orang penduduk di suatu
wilayah. Hal ini kemudian dijelaskan pada tabel 4.5 sebagai berikut:
Tabel 4.5
PDRB per Kapita Kota Tangerang Selatan Tahun 2013 – 2017
Sumber: BPS Kota Tangerang Selatan, 2018
Berdasarkan tabel 4.5, pada tahun 2017 secara agregat PDRB per
kapita Kota Tangerang Selatan mencapai 41,53 Juta Rupiah atau
senilai US$ 3.104,40, naik 7,28% bila dibandingkan dengan tahun
2016 yang sebesar 38,50 Juta Rupiah atau senilai US$ 2.893,71.
Peningkatan tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan tahun
2016, tetapi lebih rendah dibanding peningkatan pada tahun 2014
yang sebesar 9,16% dan 2015 8,65%. PDRB per kapita merupakan
proksi dari pendapatan per kapita, atau dengan kata lain PDRB per
kapita diasumsikan sebagai pendapatan per kapita. kemampuan atau
daya masyarakat untuk mengonsumsi produk barang atau jasa sangat
dipengaruhi oleh pendapatan per kapita.
c. Industri
Pengertian industri berdasarkan Undang-undang Nomor 3 Tahun
2014 tentang perindustrian yakni seluru bentuk kegiatan ekonomi
yang mengolah bahan baku ataupun dengan kata lain memanfaatkan
Uraian 2013 2014 2015 2016 2017
PDRB per Kapita
(juta rupiah) 30,72 33,54 36,44 38,50 41,53
PDRB per Kapita
(US $) 2.937,91 2.825,63 2.720,89 2.893,71 3.104,40
Indeks
Perkembangan
PDRB per Kapita
130,69 142,67 155,02 163,79 176,67
Pertumbuhan
PDRB per Kapita
(persen)
9,65 9,16 8,65 5,66 7,87
54
sumber daya industri sehingga menghasilkan barang yang memiliki
nilai tambah atau manfaat yang lebih tinggi, termasuk juga jasa
industri. Selanjutnya, terdapat beberapa kategori industri menurut
skalanya. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) industri dapat
dikelompokkan dalam empat golongan berdasarkan banyaknya tenaga
kerja, di antaranya sebagai berikut:
1) industri besar (100 atau lebih tenaga kerja);
2) industri sedang (20-99 tenaga kerja);
3) industri kecil (5-19 tenaga kerja);
4) industri rumah tangga (1-4 tenaga kerja).
Pada profil industri yang ada di Kota Tangerang Selatan ternyata
jumlah terbanyak ada pada industri kecil dan rumah tangga, namun
tak dapat dipungkiri bahwa industri sedang dan besar juga mempunyai
kontribusi cukup besar bagi perekonomian Kota Tangerang Selatan.
Berdasarkan data dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan yang
kemudian di publikasi oleh BPS Kota Tangerang Selatan, industri
sedang dan besar tersebut terdiri dari beberapa klasifikasi industri
yakni pada tabel 4.6 sebagai berikut:
Tabel 4.6
Klasifikasi Industri Besar dan Sedang
Kota Tangerang Selatan Tahun 2017
No Klasifikasi Industri Perusahaan Tenaga
Kerja Nilai Produksi
1 Industri Pengolahan
Pangan 21 776 49.847.237.300
2 Industri Tekstil 8 744 15.566.526.000
3 Industri Barang Kulit 2 300 14.578.000.000
4 Industri Pengolahan
Kayu 10 544 12.941.314.000
5 Industri Pengolahan
Kertas 5 640 12.424.768.000
6 Industri Kimia Farmasi 31 997 62.485.033.468
7 Industri Pengolahan
Karet 4 68 4.162.000.000
8 Industri Galian Bukan
Logam 0 0 0
9 Industri 8 226 21.593.600.000
55
Sumber: BPS Kota Tangerang Selatan, 2018
Pada tabel 4.6 di atas, dapat dilihat bahwa perusahaan industri di
Kota Tangerang Selatan pada tahun 2017 yang paling banyak
jumlahnya yaitu industri peralatan, dimana industri peralatan masuk
dalam sub industri pengolahan lainnya, jasa reparasi dan pemasangan
mesin dan peralatan dengan jumlah sebanyak 45 perusahaan, tenaga
kerja sebanyak 1232 orang, dan nilai produksi sebesar 38,3 Miliar
Rupiah. Kemudian disusul oleh industri kimia farmasi, industri
pengolahan pangan, dan lainnya. Namun untuk nilai produksi
pertahunnya, industri peralatan berada dibawah indsutri kimia farmasi
dan industri pengolahan pangan, yang mana industri kimia farmasi
menempati posisi tertinggi dengan nilai produksi sebesar 62,5 Miliar
rupiah selanjutnya Industri pengolahan pangan sebesar 49,8 Miliar
rupiah. Total keseluruhan jumlah perusahaan industri sedang dan
besar di Kota Tangerang Selatan pada Tahun 2017 sebanyak 134
perusahaan, dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 5527 orang, dan
total nilai produksi sebesar Rp. 231.901.061.968.
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa berdasarkan data
dari BPS dan dinas perindustrian, Kota Tangerang Selatan di dominasi
oleh industri kecil dan rumah tangga sebagaimana nantinya dijelaskan
pada tabel 4.7 dan gambar 4.4 berikut:
Tabel 4.7
Klasifikasi Industri Kecil dan Rumah Tangga
Kota Tangerang Selatan Tahun 2017
No Jenis Industri Jumlah
Usaha
1 Industri kayu anyaman dari bambu/rotan 95
2 Industri gerabah 12
3 Industri pakaian jadi/konveksi/penjahit 363
4 Industri makanan dan minuman 935
Baja/Pengolahan
Logam
10 Industri Peralatan 45 1232 38.302.583.200
11 Industri Pertambangan 0 0 0
12 Industri Pariwisata 0 0 0
Jumlah 134 5527 231.901.061.968
56
5 Industri kulit dan alas kaki 22
6 Industri kertas 17
7 Industri penerbitan/percetakan reproduksi media 43
8 Industri kimia 51
9 Industri karet/plastik 43
10 Industri barang galian bukan logam 26
11 Industri barang galian dari logam 32
12 Mesind an perlengkapan 35
13 Mesin dan alat kantor/rumah tangga 20
14 Kosmetik/obat-obatan/sabun 59
Jumlah 1753
Sumber: BPS Kota Tangerang Selatan, 2018
Berdasarkan tabel 4.7 di atas, dapat disimpulkan bahwa Kota
Tangerang Selatan juga memiliki jenis-jenis industri kecil dan rumah
tangga yang jumlahnya pada tahun 2017 sebanyak 1753 unit usaha
dimana Jumlah usaha yang paling dominan adalah pada industri
makanan dan minuman yakni sebanyak 935 unit usaha, kemudian
disusul dengan industri pakaian jadi/konveksi/penjahit yakni sebanyak
363 unit usaha. Meskipun Perekonomian Kota Tangerang Selatan saat
ini bertumpu pada sektor perdagangan dan jasa, tidak menutup
kemungkinan bahwa industri pengolahan kedepannya menjadi
penyumbang terbesar bagi PDRB Kota Tangerang Selatan, dengan
terus meningkatkan daya saing dan pengembangan produk-produk
industri itu sendiri. Kemudian Dinas Perindustrian Kota Tangerang
Selatan mengklasifikasikan lagi industri kecil dan industri rumah
tangga berdasarkan kecamatan di Kota Tangerang Selatan
sebagaimana pada diagram 4.3 berikut:
57
602
435
239278
59 29 111
0
100
200
300
400
500
600
700
Pondok
Aren
Serpong
Utara
Serpong Ciputat
Timur
Ciputat Pamulang Setu
Diagram 4.3
Jumlah Industri Kecil dan Rumah Tangga
Kota Tangerang Selatan Tahun 2017
Sumber: Dinas Perindustrian Kota Tangerang Selatan, 2018
Berdasarkan diagram di atas, dapat dilihat bahwa penyumbang
industri kecil dan rumah tangga terbanyak ada pada Kecamatan
Pondok Aren, dimana jumlah industrinya sebanyak 602 unit usaha
kemudian di urutan kedua ada Kecamatan Serpong Utara yang
memiliki industri kecil dan rumah tangga sebanyak 435 unit usaha.
Dengan adanya data per kecamatan ini, diharapkan pemerintah akan
membentuk sentra industri di titik-titik lokasi yang berpotensi di Kota
Tangerang Selatan. Pada dasarnya sentra industri dibuat agar
terciptanya kinerja sektor industri yang lebih tertata, sehingga sektor
industri ini dapat bertahan dan akan terus berkembang di wilayahnya.
Kemudian jika kita lihat, jumlah industri kecil dan rumah tangga di
Kecamatan Pamulang adalah yang paling sedkit yakni sebanyak 29
unit usaha, hal ini dikarenakan pemerintah kota Tangerang Selatan
memfokuskan Kecamatan Pamulang untuk menjadi wilayah
perdagangan dan jasa. Maka kurang tepat apabila di wilayah
Kecamatan Pamulang dibangun sentra industri.
58
B. Sektor Basis Kota Tangerang Selatan
1. Penghitungan LQ per Sektor
Analisis Location Quotient (LQ) berfungsi untuk mengetahui dan
menentukan sektor basis dan non basis di Kota Tangerang Selatan.
Analisis ini dilakukan dengan membandingkan kontribusi sektor
perekonomian yang ada di Kota Tangerang Selatan terhadap total output
keseluruhan dengan kontribusi sektor perekonomian yang ada di Provinsi
Banten.
Jika nilai LQ > 1, maka sektor perekonomian tersebut merupakan
sektor basis/unggulan di Kota Tangerang Selatan. Dapat diartikan sektor
tersebut lebih unggul dan dapat memenuhi kebutuhan di wilayahnya,
bahkan dapat pula memenuhi kebutuhan di wilayah lainnya. Bagitupun
dengan pengertian LQ < 1, maka sektor tersebut bukan merupakan sektor
basis dan dapat diartikan juga bahwa sektor tersebut memiliki peranan
yang kecil bagi kabupaten/kota dibanding dengan sektor yang sama di
tingkat provinsi. Jika LQ = 1, artinya sektor tersebut hanya dapat
memenuhi kebutuhan di kabupaten/kota itu sendiri.
Adapun hasil penghitungan analisis Location Quotient (LQ) pada
Kota Tangerang Selatan adalah sebagai berikut:
Tabel 4.8
Hasil Perhitungan LQ Kota Tangerang Selatan Tahun 2013-2017
Lapangan Usaha
Nilai Location Quotient (LQ)
2013 2014 2015 2016 2017 Rata-
rata
Pertanian, Kehutanan, dan
Perikanan 0,05 0,05 0,04 0,04 0,04 0,04
Pertambangan dan
Penggalian 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Industri Pengolahan 0,30 0,30 0,30 0,28 0,27 0,29
Pengadaan Listrik dan Gas 0,09 0,08 0,08 0,10 0,10 0,09
Pengadaan Air, Pengelolaan
Sampah, Limbah dan Daur
Ulang
0,54 0,53 0,52 0,51 0,50 0,52
Konstruksi 1,54 1,45 1,41 1,41 1,40 1,44
Perdagangan Besar dan
Eceran; Reparasi Mobil dan 1,35 1,29 1,29 1,29 1,26 1,30
59
Sumber: BPS Kota Tangerang Selatan (diolah), 2018
Berdasarkan hasil tabel di atas, dapat diuraikan bahwa Kota
Tangerang Selatan pada periode 2013-2017 memiliki sembilan sektor
basis/unggulan dan delapan sektor non basis. Sektor unggulan tersebut di
antaranya adalah:
1. konstruksi dengan nilai LQ 1,44;
2. perdagangan besar dan eceran dengan nilai LQ 1,30;
3. penyediaan akomodasi dan makan minum dengan nilai LQ 1,28;
4. informasi dan komunikasi dengan nilai LQ 2,91;
5. real estate dengan nilai LQ 2,22;
6. jasa perusahaan dengan nilai LQ 3,23;
7. jasa pendidikan dengan nilai LQ 2,46;
8. jasa kesehatan dan kegiatan sosial dengan nilai LQ 3,49;
9. jasa lainnya dengan nilai LQ 1,91.
Sedangkan delapan sektor yang menjadi sektor non basis di Kota
Tangerang Selatan di antaranya adalah:
1. pertanian, kehutanan, dan perikanan dengan nilai LQ 0,04;
2. pertambangan dan penggalian dengan nilai LQ 0,00;
3. industri pengolahan dengan nilai LQ 0,29;
4. pengadaan listrik dan gas dengan nilai LQ 0,09;
Sepeda Motor
Transportasi dan
Pergudangan 0,44 0,46 0,46 0,46 0,46 0,45
Penyediaan Akomodasi dan
Makan Minum 1,34 1,29 1,28 1,26 1,23 1,28
Informasi dan Komunikasi 3,06 2,93 2,89 2,85 2,80 2,91
Jasa Keuangan dan Asuransi 0,43 0,43 0,43 0,40 0,41 0,42
Real Estate 2,28 2,22 2,21 2,21 2,18 2,22
Jasa Perusahaan 3,29 2,95 3,29 3,31 3,30 3,23
Administrasi Pemerintahan,
Pertahanan dan Jaminan
Sosial Wajib
0,58 0,57 0,58 0,57 0,58 0,58
Jasa Pendidikan 2,54 2,44 2,44 2,44 2,42 2,46
Jasa Kesehatan dan Kegiatan
Sosial 3,71 3,50 3,47 3,42 3,34 3,49
Jasa lainnya 2,04 1,93 1,88 1,87 1,83 1,91
60
5. pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah dan daur ulang dengan
nilai LQ 0,52;
6. transportasi dan pergudangan dengan nilai LQ 0,45;
7. jasa keuangan dan asuransi dengan nilai LQ 0,42;
8. administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib
dengan nilai LQ 0,58.
Berpacu pada hasil perhitungan LQ di atas, yang memiliki nilai LQ
tertinggi ada pada sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial dengan nilai
LQ sebesar 3,49. Namun dalam penelitian kali ini, peneliti tidak berfokus
pada sektor tersebut untuk ditentukan strategi pengembangannya. Peneliti
akan memfokuskan analisis pengembangan pada subsektor industri
pengolahan dalam rangka pembangunan daerah sesuai dengan visi RPJMD
Kota Tangerang Selatan. Untuk itu, karena hasil LQ menunjukkan industri
pengolahan bukan merupakan sektor unggulan/basis, maka akan
dikembangkan lagi analisisnya agar ke depannya sektor industri
pengolahan menjadi sektor unggulan di Kota Tangerang Selatan pada
masa yang akan datang. Hal ini diupayakan agar sektor tersebut dapat
bersaing dengan wilayah lain yang ada di Provinsi Banten mengingat
sektor industri pengolahan sangat berperan penting bagi PDRB Provinsi
Banten. Untuk itu analisis ini kemudian dikembangkan kembali dengan
analisis Dynamic Location Quotient (DLQ).
C. Perkembangan Subsektor Industri Pengolahan Kota Tangerang Selatan
1. Penghitungan DLQ per Sektor
Metode LQ mempunyai kelemahan pada hasil analisisnya, yakni hasil
analisis LQ hanya bersifat statis sehingga tidak menampilkan
kemungkinan perubahan-perubahan yang mungkin akan terjadi di masa
yang akan datang. Karena belum dapat dipastikan, bahwa sektor unggulan
saat ini nantinya akan menjadi sektor unggulan di masa yang akan datang,
begitu pula sebaliknya.
Guna mengatasi hasil analisis LQ, maka digunakan analisis Dynamic
Location Quotient (DLQ). Metode penghitungan ini menggunakan laju
61
pertumbuhan dengan asumsi bahwa setiap nilai tambah sektoral maupun
PDRB mempunyai rata-rata laju pertumbuhan per tahun masing-masing
selama kurun waktu tahun awal dan akhir penelitian. Hasil analisis DLQ
kemudian tertuang pada tabel 4.9 sebagai berikut:
Tabel 4.9
Hasil Perhitungan DLQ Kota Tangerang Selatan Tahun 2013-2017
Lapangan Usaha DLQ
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 1,35
Pertambangan dan Penggalian 2,12
Industri Pengolahan 3,81
Pengadaan Listrik dan Gas 34,58
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 3,96
Konstruksi 3,88
Perdagangan Besar dan Eceran 4,10
Transportasi dan Pergudangan 5,83
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 4,01
Informasi dan Komunikasi 3,95
Jasa Keuangan dan Asuransi 3,96
Real Estate 4,54
Jasa Perusahaan 4,77
Administrasi Pemerintah, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib 5,03
Jasa Pendidikan 4,22
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 3,47
Jasa Lainnya 3,52
Sumber: BPS Kota Tangerang Selatan (diolah), 2018
Berdasarkan hasil tabel di atas, dapat diuraikan bahwa dari tujuh belas
sektor perekonomian di Kota Tangerang Selatan, seluruh sektor ternyata
dapat menjadi sektor basis/unggulan di masa yang akan datang. Seluruh
nilai DLQ > 1, yang artinya sektor industri pengolahan nantinya dapat
diarapkan menjadi sektor basis/unggulan bagi Kota Tangerang Selatan.
Inilah yang menjadi salah satu alasan penulis untuk memfokuskan
penelitian pada subsektor industri pengolahan.
62
2. Analisis Gabungan LQ dan DLQ
Analisis gabungan LQ dan DLQ digunakan untuk mengetahui perubahan
posisi dari setiap sektor perekonomian yang ada di Kota Tangerang
Selatan. Maka hasil analisisnya adalah sebagai berikut:
Tabel 4.10
Hasil Analisis Gabungan LQ dan DLQ Kota Tangerang Selatan
Lapangan Usaha LQ DLQ Keterangan
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 0,04 1,35 Non Basis menjadi
Basis
Pertambangan dan Penggalian 0,00 2,12 Non Basis menjadi
Basis
Industri Pengolahan 0,29 3,81 Non Basis menjadi
Basis
Pengadaan Listrik dan Gas 0,09 34,58 Non Basis menjadi
Basis
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah,
Limbah dan Daur Ulang 0,52 3,96
Non Basis menjadi
Basis
Konstruksi 1,44 3,88 Tetap Basis
Perdagangan Besar dan Eceran;
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 1,30 4,10 Tetap Basis
Transportasi dan Pergudangan 0,45 5,83 Non Basis menjadi
Basis
Penyediaan Akomodasi dan Makan
Minum 1,28 4,01 Tetap Basis
Informasi dan Komunikasi 2,91 3,95 Tetap Basis
Jasa Keuangan dan Asuransi 0,42 3,96 Non Basis menjadi
Basis
Real Estate 2,22 4,54 Tetap Basis
Jasa Perusahaan 3,23 4,77 Tetap Basis
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan
dan Jaminan Sosial Wajib 0,58 5,03
Non Basis menjadi
Basis
Jasa Pendidikan 2,46 4,22 Tetap Basis
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 3,49 3,47 Tetap Basis
Jasa lainnya 1,91 3,52 Tetap Basis
Sumber: BPS Kota Tangerang Selatan (diolah), 2018
Berdasarkan data pada tabel di atas, diketahui terdapat delapan sektor
yang awalnya merupakan sektor non basis berubah menjadi sektor basis
pada masa yang akan datang. Kedelapan sektor tersebut adalah:
1. sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan;
2. sektor pertambangan dan penggalian;
3. sektor industri pengolahan;
63
4. sektor pengadaan listrik dan gas;
5. sektor pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah dan daur ulang;
6. sektor transportasi dan pergudangan;
7. sektor jasa keuangan dan asuransi;
8. sektor administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial
wajib.
Kedelapan sektor tersebut memiliki nilai LQ ≤ 1 dan DLQ ≥ 1. Lalu
sembilan sektor perekonomian di Kota Tangerang Selatan tetap menjadi
sektor basis pada masa yang akan datang karena memiliki nilai LQ > 1 dan
DLQ ≥ 1.
Berdasarkan hasil analisis gabungan LQ dan DLQ Sektor Industri
Pengolahan akan menjadi sektor basis pada masa yang akan datang. Hal
inilah yang menjadi alasan peneliti untuk fokus kepada Sektor Industri
Pengolahan. Apabila sektor tersebut bisa menjadi sektor basis di masa
yang akan datang, maka tinggal bagaimana strategi pengembangannya
untuk membuat sektor tersebut menjadi sektor basis yang akan menjadi
salah satu tumpuan perekonomian Kota Tangerang Selatan. Meskipun
sektor ekonomi utama yang menunjang perekonomian Kota Tangerang
Selatan saat ini adalah sektor perdagangan dan jasa, tidak dapat dipungkiri
bahwa sektor industri pengolahan juga berperan penting dalam aspek
pertumbuhan ekonomi Kota Tangerang Selatan, hal ini sesuai dengan
Rencana Tata Wilayah dan Ruang (RTRW) Kota Tangerang Selatan
Tahun 2011-2031 pada Pasal 14 Nomor 3 bahwa Kota Tangerang Selatan
diharapkan dapat:
1. mengembangkan dan menata pergudangan industri kecil yang masih
menyebar;
2. mengembangan industri kecil berbasis sentra;
3. mengembangkan jenis industri yang memiliki pengaruh besar pada
sektor lainnya;
4. dan meningkatkan kualitas produk, juga daya saing dengan modal
sejenis berdasarkan kemampuan, serta teknologi yang dikuasai
pengrajin/pengusaha.
64
Jika poin di atas dilakukan secara optimal, dan tercapai pada tahun yang
akan datang, maka sektor industri pengolahan Kota Tangerang Selatan bisa
menjadi tombak utama perekonomian Kota Tangerang Selatan.
D. Sektor Prioritas Subsektor Industri Pengolahan Kota Tangerang Selatan
1. Penghitungan Shift Share
Salah satu alat analisis lainnya yang juga dapat digunakan untuk
mengetahui struktur perekonomian adalah analisis shift share. Pada
dasarnya sektor industri pengolahan mempunyai tujuh belas subsektor,
untuk itu penulis akan menyeleksi kembali subsektor industri pengolahan
mana saja yang akan diambil pada penelitiannya. Hasil analisis shift share
subsektor industri pengolahan Kota Tangerang Selatan dijelaskan pada
tabel 4.11 sebagai berikut:
Tabel 4.11
Hasil Analisis Shift Share Industri Pengolahan
Kota Tangerang Selatan Tahun 2013-2017
Lapangan Usaha National
Share (N)
Proportional
Shift (Sp)
Differential
Shift
(Sd)
Growth
Industri
Pengolahan 1073,998 -507,916 -51,422 514,660
Industri Batubara
dan Pengilangan
Gas
0,000 0,000 0,000 0,000
Industri Makanan
dan Minuman 5,064 0,426 1,750 7,240
Industri
Pengolahan
Tembakau
0,000 0,000 0,000 0,000
Industri Tekstil dan
Pakaian Jadi 649,814 -351,240 -12,194 286,380
Industri Kulit,
Barang dari Kulit
dan Alas Kaki
120,085 -68,181 -71,603 -19,700
Industri Kayu,
Barang dari Kayu
dan Gabus dan
Barang Anyaman
dari Bambu, Rotan
dan Sejenisnya
1,217 -1,355 0,528 0,390
Industri Kertas dan 196,006 110,815 -55,501 251,320
65
Barang dari Kertas;
Percetakan dan
Reproduksi Media
Rekaman
Industri Kimia,
Farmasi dan Obat
Tradisonal
1,027 -0,101 0,085 1,010
Industri Karet,
Barang dari Karet
dan Plastik
27,686 -52,835 10,869 -14,280
Industri Barang
Galian Bukan
Logam
44,282 -51,267 6,175 -0,810
Industri Logam
Dasar 0,000 0,000 0,000 0,000
Industri Barang
dari Logam,
Komputer, Barang
Elektronik, Optik;
dan Peralatan
Listrik
11,528 -9,591 4,893 6,830
Industri Mesin dan
Perlengkapan 0,369 -0,398 0,179 0,150
Industri Alat
Angkutan 3,380 -1,389 -16,181 -14,190
Industri Furniture 11,995 -1,956 -0,809 9,230
Industri
Pengolahan
Lainnya Jasa
Reparasi dan
Pemasangan Mesin
dan Peralatan
1,546 -0,965 0,509 1,090
Sumber: BPS Kota Tangerang Selatan (diolah), 2018
Berdasarkan tabel 4.12, sektor industri pengolahan Kota Tangerang
Selatan selama lima tahun mengalami pertumbuhan sebesar Rp. 514,66
Miliar yang di susun dari komponen share dan komponen shift. Komponen
share merupakan kondisi pertumbuhan ekonomi Provinsi Banten selama
tahun 2013 - 2017 yang berkontribusi terhadap pertumbuhan sektor
industri pengolahan Kota Tangerang Selatan, dengan asumsi pertumbuhan
ekonomi Kota Tangerang Selatan sama dengan pertumbuhan ekonomi
Provinsi Banten. Dengan kata lain, apabila pertumbuhan ekonomi Kota
Tangerang Selatan sama dengan Provinsi Banten, maka sektor industri
66
pengolahan Kota Tangerang Selatan akan meningkat sebesar Rp. 1.073,99
Miliar. Faktanya, selain pertumbuhan ekonomi Kota Tangerang Selatan
lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi Banten, pertumbuhan ekonomi
Kota Tangerang Selatan juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, sehingga
terjadi simpangan terhadap pertumbuhan ekonomi yang disebabkan faktor
share.
Nilai proportional shift sektor industri pengolahan Kota Tangerang
Selatan menunjukkan angka negatif sebesar Rp. -507,92 Miliar. Hal ini
menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan Provinsi Banten,
pertumbuhannya lebih lambat dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi
Provinsi Banten itu sendiri sehingga berdampak pada sektor industri
pengolahan Kota Tangerang Selatan. Demikian pula dengan nilai
differential shift pada sektor industri pengolahan yang juga menunjukkan
angka negatif yaitu sebesar Rp. -51,42 miliar. Hal ini menunjukkan bahwa
sektor industri pengolahan Kota Tangerang Selatan tumbuh lebih lambat
dibandingkan pertumbuhan sektor industri pengolahan di Wilayah Provinsi
Banten. Dari penjelasan tersebut menunjukkan bahwa kedua komponen
shift mempunyai nilai negatif, yang artinya sektor tersebut dalam
perekonomian masih memungkinkan untuk diperbaiki dengan
membandingkan terhadap struktur perekonomian propinsi. (Harry W.
Richardson, 1978: 202)
Namun demikian, apabila dilihat lebih rinci menurut subsektornya,
terdapat dua subsektor industri pengolahan yang mempunyai nilai
proportional shift (Sp) positif dan juga delapan subsektor industri
pengolahan yang juga mempunyai nilai differential shift (Sd) positif.
Subsektor industri pengolahan yang mempunyai nilai Sp positif yaitu:
1. subsektor industri makanan dan minuman;
2. dan subsektor industri kertas dan barang dari kertas; percetakan dan
reproduksi media rekaman.
Sedangkan subsektor industri pengolahan yang mempunyai nilai Sd positif
adalah:
1. subsektor industri makanan dan minuman;
67
2. subsektor industri kayu barang dari kayu dan gabus dan barang
anyaman dari bambu, rotan dan sejenisnya;
3. subsektor industri kimia, farmasi dan obat tradisonal;
4. subsektor industri karet, barang dari karet dan plastik;
5. subsektor industri barang galian bukan logam;
6. subsektor industri barang dari logam, komputer, barang elektronik,
optik, dan peralatan listrik;
7. subsektor Industri Mesin dan Perlengkapan;
8. dan subsektor industri pengolahan lainnya, jasa reparasi dan
pemasangan mesin dan peralatan.
Berdasarkan analisis shiftshare di sektor industri pengolahan, maka
dapat disimpulkan bahwa subsektor industri unggulan yang ada di Kota
Tangerang Selatan meliputi delapan subsektor unggulan. Subsektor ini
menjadi unggulan dikarenakan mempunyai nilai Sd positif yang
mengindikasikan subsektor tersebut dapat tumbuh lebih cepat daripada
sektor yang sama di level Provinsi Banten. differential shift (Sd)
merupakan komponen pertumbuhan ekonomi daerah karena kondisi
spesifik daerah yang bersifat kompetitif. Unsur pertumbuhan inilah yang
merupakan keunggulan kompetitif daerah yang dapat mendorong
pertumbuhan ekspor daerah. Selain itu, sektor-sektor yang memiliki Sd
positif berarti bahwa sektor tersebut terkonsentrasi di daerah tersebut atau
mempunyai keunggulan lokasi. Keunggulan komparatif dan kompetitif
inilah yang perlu terus dikembangkan. Kedelapan subsektor inilah yang
selanjutnya akan dikembangkan dengan menggunakan kriteria yang ada
pada metode Analytical Hierarchy Process (AHP).
E. Strategi Pengembangan Subsektor Industri Pengolahan Kota Tangerang
Selatan
1. Penghitungan Analytical Hierarchy Process (AHP)
AHP merupakan metode analisis yang dapat digunakan dalam
pengambilan keputusan dengan beberapa kriteria ataupun tujuan. Metode
Analytical Hierarchy Process (AHP) digunakan penulis dalam penelitian
68
ini untuk menentukan strategi pengembangan dari subsektor prioritas
industri pengolahan di Kota Tangerang Selatan. Metode AHP ini
menggunakan alat analisis Expert Choice V.1, dan didapatkan hasil
sebagai berikut:
a. Penentuan Bobot Tujuan Kriteria Subsektor Prioritas dari Sektor
Industri Pengolahan
Tingkat pertama yaitu menentukan tingkat kepentingan antar
masing-masing tujuan kriteria. Adapun tujuan kriterianya yaitu;
pertumbuhan subsektor, penyerapan tenaga kerja dan peningkatan
daya saing yang dijelaskan pada tabel 4.12 sebagai berikut:
Tabel 4.12
Hasil Perhitungan Bobot Tujuan AHP
No Kriteria Priority Vector Bobot (%)
1 Pertumbuhan
Subsektor 0,556* 55,6*
2 Penyerapan
Tenaga Kerja 0,173 17,3
3 Peningkatan
Daya Saing 0,271 27,1
Keterangan : *= Bobot Terbesar
Consistency Ratio (CR) = 0,00034
Sumber: Output AHP, 2018
Hasil perhitungan didapatkan nilai Consistency Ratio (CR) =
0,00034 yang mana kurang dari 0,10. Hal ini menunjukkan bahwa
matriks perbandingan berpasangan antar kriteria sudah konsisten.
Kemudian, untuk menentukan subsektor yang akan diprioritaskan
dari sektor industri pengolahan, tujuan kriteria yang paling penting
untuk digunakan adalah pertumbuhan subsektor dengan nilai bobot
sebesar 55,6%, lalu peningkatan daya saing dengan nilai bobot
27,1% dan tujuan kriteria penyerapan tenaga kerja dengan nilai
bobot 17,3%.
69
b. Penentuan Penetapan Subsektor Prioritas dengan Kriteria
1. Kriteria Subsektor
Tabel 4.13
Hasil Perhitungan Bobot Kepentingan
Kriteria Pertumbuhan Subsektor
No Kriteria Priority Vector Bobot (%)
1 Bahan Baku 0,121 12,1
2 IPTEK 0,601* 60,1*
3 Mutu Tenaga
Kerja 0,278 27,8
Keterangan : *= Bobot Terbesar
Consistency Ratio (CR) = 0,00463
Sumber: Output AHP, 2018
Hasil perhitungan didapatkan nilai Consistency Ratio (CR) =
0,00463 yang mana kurang dari 0,10, hal ini menunjukkan bahwa
matriks perbandingan berpasangan antar subkriteria pertumbuhan
subsektor sudah konsisten. Kemudian, sub-kriteria yang memiliki
priority vector paling besar adalah sub kriteria IPTEK dengan
priority vector sebesar 0,601 atau jika dibobotkan sebesar 60,1%,
lalu mutu tenaga kerja dengan priority vector sebesar 0,278 atau
jika dibobotkan sebesar 27,8%, dan terakhir adalah bahan baku
dengan priority vector sebesar 0,121 atau jika dibobotkan sebesar
12,1%.
2. Kriteria Penyerapan Tenaga Kerja
Tabel 4.14
Hasil Perhitungan Bobot Kepentingan
Kriteria Penyerapan Tenaga Kerja
No Kriteria Priority Vector Bobot (%)
1 Nilai Produksi 0,256 25,6
2 Upah 0,197 19,7
3 Nilai Investasi 0,547* 54,7*
Keterangan : *= Bobot Terbesar
Consistency Ratio (CR) = 0,00085
Sumber: Output AHP, 2018
Hasil perhitungan didapatkan nilai Consistency Ratio (CR) =
0,00085 yang mana kurang dari 0,10, hal ini menunjukkan bahwa
matriks perbandingan berpasangan antar subkriteria penyerapan
70
tenaga kerja sudah konsisten. Kemudian, sub-kriteria yang
memiliki priority vector paling besar adalah sub kriteria nilai
investasi dengan priority vector sebesar 0,547 atau jika dibobotkan
sebesar 54,7%, lalu nilai produksi dengan priority vector sebesar
0,256 atau jika dibobotkan sebesar 25,6%, dan terakhir adalah upah
dengan priority vector sebesar 0,197 atau jika dibobotkan sebesar
19,7%.
3. Kriteria Peningkatan Daya Saing
Tabel 4.15
Hasil Perhitungan Bobot Kepentingan
Kriteria Peningkatan Daya Saing
No Kriteria Priority Vector Bobot (%)
1 Infrastruktur 0,238 23,8
2 Birokrasi 0,173 17,3
3 SDM 0,589* 58,9*
Keterangan : *= Bobot Terbesar
Consistency Ratio (CR) = 0,00136
Sumber: Output AHP, 2018
Hasil perhitungan didapatkan nilai Consistency Ratio (CR) =
0,00136 yang mana kurang dari 0,10, hal ini menunjukkan bahwa
matriks perbandingan berpasangan antar subkriteria peningkatan
daya saing sudah konsisten. Kemudian, sub-kriteria yang memiliki
priority vector paling besar adalah sub kriteria SDM sebesar 0,589
atau jika dibobotkan sebesar 58,9%, kemudian infrastruktur dengan
priority vector sebesar 0,238 atau jika dibobotkan sebesar 23,8%,
dan birokrasi dengan priority vector sebesar 0,173 atau jika
dibobotkan sebesar 17,3%.
c. Penentuan Penetapan Subsektor Prioritas dengan Sub-Kriteria
Setelah ditentukan bobot kriteria dalam Penentuan penetapan
subsektor prioritas dengan kriteria, langkah selanjutnya adalah
menggunakan bobot kriteria (bahan baku, IPTEK, mutu tenaga kerja,
nilai produksi, upah, nilai investasi, infrastruktur, birokrasi, dan
sumber daya manusia) untuk menentukan alternatif subsektor
prioritas industri pengolahan di Kota Tangerang Selatan. Bobot
71
kriteria tersebut akan digunakan utuk memilih subsektor prioritas
industri pengolahan antara lain:
1. industri makanan dan minuman;
2. industri kayu, barang dari kayu dan gabus dan barang anyaman
dari bambu, Rotan dan sejenisnya;
3. industri kimia, farmasi dan obat tradisonal;
4. industri karet, barang dari karet dan plastik;
5. industri barang galian bukan logam;
6. industri barang dari logam, komputer, barang elektronik, optik,
dan peralatan listrik;
7. industri mesin dan perlengkapan;
8. industri pengolahan lainnya, jasa reparasi dan pemasangan
mesin dan peralatan.
Hasil olah datanya akan dijelaskan pada tabel-tabel sebagai berikut:
1. Sub Kriteria Bahan Baku
Tabel 4.16
Hasil Perhitungan Bobot Kepentingan
Subsektor Industri Pengolahan Kriteria Bahan Baku
No Alternatif Subsektor Priority
Vector
Bobot
(%) Ranking
1 Industri Karet 0,070 7,0 8
2 Industri Barang Galian
Bukan Logam 0,081 8,1 6
3 Industri Barang dari Logam 0,106 10,6 5
4 Industri Makanan dan
Minuman 0,238 23,8 1
5 Industri Kayu 0,078 7,8 7
6 Industri Pengolahan Lainnya 0,125 12,5 3
7 Industri Mesin 0,112 11,2 4
8 Industri Kimia 0,191 19,1 2
Consistency Ratio (CR) = 0,00791
Sumber: Output AHP, 2018
Dari hasil perhitungan AHP di atas, didapatkan nilai CR
perbandingan antara kriteria bahan baku terhadap alternatif
subsektor untuk seluruh kelompok pakar yakni pemerintah, swasta,
dan lembaga masyarakat kurang dari 0,1 yakni sebesar 0,00791.
72
Hal ini menunjukkan bahwa matriks perbandingan berpasangan
antar alternatif sudah konsisten. Kemudian didapatkan alternatif
prioritas tertinggi untuk kriteria bahan baku yaitu subsektor industri
makanan dan minuman dengan nilai Priority Vector sebesar 0,238
atau jika dibobotkan sebesar 23,8%.
2. Sub Kriteria IPTEK
Tabel 4.17
Hasil Perhitungan Bobot Kepentingan
Subsektor Industri Pengolahan Kriteria IPTEK
No Alternatif Subsektor Priority
Vector
Bobot
(%) Ranking
1 Industri Karet 0,081 8,1 5
2 Industri Barang Galian
Bukan Logam 0,044 4,4 8
3 Industri Barang dari Logam 0,046 4,6 7
4 Industri Makanan dan
Minuman 0,369 36,9 1
5 Industri Kayu 0,133 13,3 3
6 Industri Pengolahan Lainnya 0,168 16,8 2
7 Industri Mesin 0,046 4,6 6
8 Industri Kimia 0,113 11,3 4
Consistency Ratio (CR) = 0,02
Sumber: Output AHP, 2018
Dari hasil perhitungan AHP di atas, didapatkan nilai CR
perbandingan antara kriteria IPTEK terhadap alternatif subsektor
untuk seluruh kelompok pakar yakni pemerintah, swasta, dan
lembaga masyarakat kurang dari 0,1 yakni sebesar 0,02. Hal ini
menunjukkan bahwa matriks perbandingan berpasangan antar
alternatif sudah konsisten. Kemudian didapatkan alternatif prioritas
tertinggi untuk kriteria IPTEK yaitu subsektor industri makanan
dan minuman dengan nilai Priority Vector sebesar 0,369 atau jika
dibobotkan sebesar 36,9%.
73
3. Sub Kriteria Mutu Tenaga Kerja
Tabel 4.18
Hasil Perhitungan Bobot Kepentingan
Subsektor Industri Pengolahan Kriteria Mutu Tenaga Kerja
No Alternatif Subsektor Priority
Vector
Bobot
(%) Ranking
1 Industri Karet 0,103 10,3 4
2 Industri Barang Galian
Bukan Logam 0,065 6,5 6
3 Industri Barang dari Logam 0,064 6,4 7
4 Industri Makanan dan
Minuman 0,270 27,0 1
5 Industri Kayu 0,165 16,5 3
6 Industri Pengolahan Lainnya 0,191 19,1 2
7 Industri Mesin 0,046 4,6 8
8 Industri Kimia 0,096 9,6 5
Consistency Ratio (CR) = 0,02
Sumber: Output AHP, 2018
Dari hasil perhitungan AHP di atas, didapatkan nilai CR
perbandingan antara kriteria mutu tenaga kerja terhadap alternatif
subsektor untuk seluruh kelompok pakar yakni pemerintah, swasta,
dan lembaga masyarakat kurang dari 0,1 yakni sebesar 0,02. Hal ini
menunjukkan bahwa matriks perbandingan berpasangan antar
alternatif sudah konsisten. Kemudian didapatkan alternatif prioritas
tertinggi untuk kriteria mutu tenaga kerja yaitu subsektor industri
makanan dan minuman dengan nilai Priority Vector sebesar 0,270
atau jika dibobotkan sebesar 27%.
4. Sub Kriteria Nilai Produksi
Tabel 4.19
Hasil Perhitungan Bobot Kepentingan
Subsektor Industri Pengolahan Kriteria Nilai Produksi
No Alternatif Subsektor Priority
Vector
Bobot
(%) Ranking
1 Industri Karet 0,117 11,7 5
2 Industri Barang Galian
Bukan Logam 0,060 6,0 6
3 Industri Barang dari Logam 0,059 5,9 7
4 Industri Makanan dan
Minuman 0,230 23,0 1
74
5 Industri Kayu 0,190 19,0 2
6 Industri Pengolahan Lainnya 0,166 16,6 3
7 Industri Mesin 0,058 5,8 8
8 Industri Kimia 0,120 12,0 4
Consistency Ratio (CR) = 0,01
Sumber: Output AHP, 2018
Dari hasil perhitungan AHP di atas, didapatkan nilai CR
perbandingan antara kriteria nilai produksi terhadap alternatif
subsektor untuk seluruh kelompok pakar yakni pemerintah, swasta,
dan lembaga masyarakat kurang dari 0,1 yakni sebesar 0,01. Hal ini
menunjukkan bahwa matriks perbandingan berpasangan antar
alternatif sudah konsisten. Kemudian didapatkan alternatif prioritas
tertinggi untuk kriteria nilai produksi yaitu subsektor industri
makanan dan minuman dengan nilai Priority Vector sebesar 0,230
atau jika dibobotkan sebesar 23%.
5. Sub Kriteria Upah
Tabel 4.20
Hasil Perhitungan Bobot Kepentingan
Subsektor Industri Pengolahan Kriteria Upah
No Alternatif Subsektor Priority
Vector
Bobot
(%) Ranking
1 Industri Karet 0,120 12,0 4
2 Industri Barang Galian
Bukan Logam 0,063 6,3 7
3 Industri Barang dari Logam 0,065 6,5 6
4 Industri Makanan dan
Minuman 0,218 21,8 1
5 Industri Kayu 0,197 19,7 2
6 Industri Pengolahan Lainnya 0,190 19,0 3
7 Industri Mesin 0,058 5,8 8
8 Industri Kimia 0,090 9,0 5
Consistency Ratio (CR) = 0,0081
Sumber: Output AHP, 2018
Dari hasil perhitungan AHP di atas, didapatkan nilai CR
perbandingan antara kriteria upah terhadap alternatif subsektor
untuk seluruh kelompok pakar yakni pemerintah, swasta, dan
lembaga masyarakat kurang dari 0,1 yakni sebesar 0,0081. Hal ini
75
menunjukkan bahwa matriks perbandingan berpasangan antar
alternatif sudah konsisten. Kemudian didapatkan alternatif prioritas
tertinggi untuk kriteria upah yaitu subsektor industri makanan dan
minuman dengan nilai Priority Vector sebesar 0,218 atau jika
dibobotkan sebesar 21,8%.
6. Sub Kriteria Nilai Investasi
Tabel 4.21
Hasil Perhitungan Bobot Kepentingan
Subsektor Industri Pengolahan Kriteria Nilai Investasi
No Alternatif Subsektor Priority
Vector
Bobot
(%) Ranking
1 Industri Karet 0,076 7,6 8
2 Industri Barang Galian
Bukan Logam 0,111 11,1 3
3 Industri Barang dari Logam 0,089 8,9 5
4 Industri Makanan dan
Minuman 0,203 20,3 2
5 Industri Kayu 0,105 10,5 4
6 Industri Pengolahan Lainnya 0,252 25,2 1
7 Industri Mesin 0,079 7,9 7
8 Industri Kimia 0,085 8,5 6
Consistency Ratio (CR) = 0,00829
Sumber: Output AHP, 2018
Dari hasil perhitungan AHP di atas, didapatkan nilai CR
perbandingan antara kriteria nilai investasi terhadap alternatif
subsektor untuk seluruh kelompok pakar yakni pemerintah, swasta,
dan lembaga masyarakat kurang dari 0,1 yakni sebesar 0,00829.
Hal ini menunjukkan bahwa matriks perbandingan berpasangan
antar alternatif sudah konsisten. Kemudian didapatkan alternatif
prioritas tertinggi untuk kriteria nilai investasi yaitu subsektor
industri pengolahan lainnya dengan nilai Priority Vector sebesar
0,252 atau jika dibobotkan sebesar 25,2%.
76
7. Sub Kriteria Infrastruktur
Tabel 4.22
Hasil Perhitungan Bobot Kepentingan
Subsektor Industri Pengolahan Kriteria Infrastruktur
No Alternatif Subsektor Priority
Vector
Bobot
(%) Ranking
1 Industri Karet 0,087 8,7 6
2 Industri Barang Galian
Bukan Logam 0,111 11,1 4
3 Industri Barang dari Logam 0,074 7,4 8
4 Industri Makanan dan
Minuman 0,213 21,3 1
5 Industri Kayu 0,142 14,2 3
6 Industri Pengolahan Lainnya 0,205 20,5 2
7 Industri Mesin 0,075 7,5 7
8 Industri Kimia 0,093 9,3 5
Consistency Ratio (CR) = 0,00377
Sumber: Output AHP, 2018
Dari hasil perhitungan AHP di atas, didapatkan nilai CR
perbandingan antara kriteria infrastruktur terhadap alternatif
subsektor untuk seluruh kelompok pakar yakni pemerintah, swasta,
dan lembaga masyarakat kurang dari 0,1 yakni sebesar 0,00377.
Hal ini menunjukkan bahwa matriks perbandingan berpasangan
antar alternatif sudah konsisten. Kemudian didapatkan alternatif
prioritas tertinggi untuk kriteria infrastruktur yaitu subsektor
industri makanan dan minuman dengan nilai Priority Vector
sebesar 0,213 atau jika dibobotkan sebesar 21,3%.
8. Sub Kriteria Birokrasi
Tabel 4.23
Hasil Perhitungan Bobot Kepentingan
Subsektor Industri Pengolahan Kriteria Birokrasi
No Alternatif Subsektor Priority
Vector
Bobot
(%) Ranking
1 Industri Karet 0,076 7,6 8
2 Industri Barang Galian
Bukan Logam 0,112 11,2 4
3 Industri Barang dari Logam 0,084 8,4 7
4 Industri Makanan dan
Minuman 0,197 19,7 2
77
5 Industri Kayu 0,135 13,5 3
6 Industri Pengolahan Lainnya 0,199 19,9 1
7 Industri Mesin 0,089 8,9 6
8 Industri Kimia 0,107 10,7 5
Consistency Ratio (CR) = 0,00374
Sumber: Output AHP, 2018
Dari hasil perhitungan AHP di atas, didapatkan nilai CR
perbandingan antara kriteria birokrasi terhadap alternatif subsektor
untuk seluruh kelompok pakar yakni pemerintah, swasta, dan
lembaga masyarakat kurang dari 0,1 yakni sebesar 0,00374. Hal ini
menunjukkan bahwa matriks perbandingan berpasangan antar
alternatif sudah konsisten. Kemudian didapatkan alternatif prioritas
tertinggi untuk kriteria birokrasi yaitu subsektor industri
pengolahan lainnya dengan nilai Priority Vector sebesar 0,199 atau
jika dibobotkan sebesar 19,9%.
9. Sub Kriteria Sumber Daya Manusia
Tabel 4.24
Hasil Perhitungan Bobot Kepentingan
Subsektor Industri Pengolahan Kriteria SDM
No Alternatif Subsektor Priority
Vector
Bobot
(%) Ranking
1 Industri Karet 0,094 9,4 4
2 Industri Barang Galian
Bukan Logam 0,065 6,5 6
3 Industri Barang dari Logam 0,053 5,3 8
4 Industri Makanan dan
Minuman 0,264 26,4 1
5 Industri Kayu 0,169 16,9 3
6 Industri Pengolahan Lainnya 0,232 23,2 2
7 Industri Mesin 0,055 5,5 7
8 Industri Kimia 0,069 6,9 5
Consistency Ratio (CR) = 0,01
Sumber: Output AHP, 2018
Dari hasil perhitungan AHP di atas, didapatkan nilai CR
perbandingan antara kriteria SDM terhadap alternatif subsektor
untuk seluruh kelompok pakar yakni pemerintah, swasta, dan
lembaga masyarakat kurang dari 0,1 yakni sebesar 0,01. Hal ini
78
menunjukkan bahwa matriks perbandingan berpasangan antar
alternatif sudah konsisten. Kemudian didapatkan alternatif prioritas
tertinggi untuk kriteria SDM yaitu subsektor industri makanan dan
minuman dengan nilai Priority Vector sebesar 0,264 atau jika
dibobotkan sebesar 26,4%.
d. Perhitungan Total Rangking atau Prioritas Global
Berdasarkan seluruh pilihan kriteria yang dilakukan dalam
menentukan subsektor prioritas atau unggulan diperoleh faktor
pilihan kriteria total, yaitu:
79
Diagram 4.4
Hasil Perhitungan AHP
I. Karet
(9,1%)
I. Kayu
(14,6%)
I Barang Galian
Bukan Logam
(7,9%)
I. Makanan dan
Minuman
(24,5%)
I. Barang
dari Logam
(7,1%)
I. Pengolahan
Lainnya
(19,2%)
I. Mesin
(6,9%)
I. Kimia
(10,7%)
Bahan
Baku
(12,1%)
IPTEK
(60,1%)
Mutu TK
(27,8%)
Nilai
Investasi
(54,7%)
Upah
(19,7%)
Nilai
Produksi
(25,6%)
SDM
(58,9%)
Birokrasi
(17,3%)
Infrastruktur
(23,8%)
Pengembangan Subsektor Industri
Pengolahan
Peningkatan Daya Saing
(27,1%)
Penyerapan Tenaga Kerja
(17,3%) Pertumbuhan Subsektor
(55,6%)
80
Berdasarkan diagram 4.4 di atas, maka diperoleh hasil subsektor
prioritas yang dapat dikembangkan dari subsektor industri
pengolahan Kota Tangerang Selatan. Hasil penghitungan bobot
kriteria, yang mempunyai nilai paling besar dan kemudian dijadikan
prioritas, yakni pada kriteria pertumbuhan subsektornya sebesar 55,6
%. Sedangkan untuk kriteria peningkatan daya saing merupakan
prioritas kedua dengan bobot sebesar 27,1% dan yang menjadi
prioritas terakhir adalah kriteria penyerapan tenaga kerja dengan
bobot sebesar 17,3%.
Dalam rangka mengelola subsektor industri pengolahan di Kota
Tangerang Selatan, kriteria yang dijadikan fokus utama yakni
dengan berkonsentrasi pada pertumbuhan subsektornya. Selanjutnya
dari pertumbuhan subsektor, kriteria IPTEK menjadi prioritas utama.
Dengan menguasai IPTEK pada sebuah industri, hal ini nantinya
akan memciptakan efisiensi dalam proses produksi barang yang
dihasilkan. Hal ini juga sesuai dengan visi Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Tangerang Selatan Tahun
2016-2021 yakni: “Terwujudnya Tangsel Kota Cerdas, Berkualitas,
Berdaya Saing berbasis Teknologi dan Inovasi” ini membawa pesan
bahwa yang ingin dituju adalah sebuah kota yang memiliki berbagai
keunggulan baik komparatif maupun kompetitif. Pada dasarnya,
kemajuan teknologi adalah sesuatu yang tidak bisa kita hindari
dalam suatu kehidupan, kerena kemajuan teknologi akan berjalan
sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Setiap inovasi diciptakan
untuk memberikan manfaat positif bagi kehidupan manusia. Jika
dilihat dari sektor industri kecil menengah dan rumah tangga yang
ada di kota Tangerang Selatan, berbagai upaya telah dilakukan oleh
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Tangerang Selatan
kepada para pelaku industri binaan, dengan aktif membuat workshop
berbasis pengetahuan teknologi agar para pelaku usaha dapat
bersaing dan memasarkan produknya bukan hanya secara offline
(gerai toko) namun juga secara online (dengan bantuan internet).
81
Upaya ini diharapkan nantinya bisa menciptakan lingkungan industri
yang lebih baik, dan adanya kesadaran para pelaku industri untuk
terus berkreasi dan berinovasi pada produknya dengan melihat
peluang yang ada.
Untuk subsektor industri pengolahan yang prioritsnya tertinggi
untuk dikembangkan adalah pada industri makanan dan minuman
dengan bobot nilai AHP sebesar 24,5%. Hal ini sesuai dengan data di
lapangan yang ada, bahwa untuk sektor industri kecil dan industri
rumah tangga yang ada di Kota Tangerang Selatan jumlah usaha
terbanyak ada pada industri makanan dan minuman. Dari data yang
yang sudah dijelaskan sebelumnya, industri makanan dan minuman
juga cukup banyak menyerap lapangan pekerjaan. Diharapkan
nantinya pemerintah Kota Tangerang Selatan dapat mengembangkan
sektor industri yang berpotensi di wilayahnya serta industri berbasis
sentra.
82
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan oleh penulis,
maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Berdasarkan pada analisis Location Quotient (LQ) diperoleh hasil yakni,
terdapat sembilan sektor basis dan depalan sektor non basis di Kota
Tangerang Selatan. Dalam penghitungan LQ ini, sektor industri
pengolahan bukan termasuk sektor basis.
2. Berdasarkan analisis gabungan LQ dan DLQ pada Kota Tangerang
Selatan, didapatkan delapan sektor yang awalna merupakan sektor non
basis kemudian berubah menjadi sektor basis untuk masa yang aka datang.
Lalu sembilan sektor lainnya tetap menjadi sektor basis untuk masa yang
akan datang, artinya sektor industri pengolahan berpeluang mnejadi sektor
basis ke depannya.
3. Berdasarkan hasil analisis Shift Share pada subsektor industri pengolahan
di Kota Tangerang Selatan, terdapat delapan subsektor industri pengolahan
unggulan.
4. Berdasarkan hasil perhitungan AHP, dalam strategi pengembangan
subsektor industri pengolahan di Kota Tangerang Selatan, hal yang harus
diperhatikan dan menjadi fokus utama adalah pada pertumbuhan
subsektornya, dan subkriteria IPTEK merupakan hal yang harus
diprioritaskan. Untuk alternatif subsektor industri yang menjadi fokus
adalah pada industri makanan dan minuman yang ada di Kota Tangerang
Selatan itu sendiri.
83
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penulis, penulis
berharap penyempurnaan untuk penelitian selanjutnya, karena penulis menyadari
masih ada kekurangan-kekurangan di dalam penelitian ini. Oleh karena itu penelis
mengajukan beberapa saran yaitu:
1. Pemerintah Kota Tangerang Selatan diharapkan dapat memperkuat
kemitraan antara dinas perindustrian aaupun pihak swasta dengan pelaku
industri makanan dan minuman melalui peningkatan pertumbuhan
subsektor berbasis IPTEK.
2. Untuk penelitian selanjutnya perlu dikaji lebih dalam mengenai strategi
yang harus dilakukan untuk pengembangan subsektor industri pengolahan
secara lebih spesifik.
3. Untuk penelitian selanjutnya harus terdapat batasan-batasan yang jelas
antara kriteria dan sub kriteria.
84
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Lincolin. 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi
Daerah Edisi Pertama. Yogyakarta: BPFE.
Arsyad, Lincolin. 2005. Pengantar Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah
Edisi Kedua. Yogyakarta: BPFE.
Arsyad, Lincolin, 2010. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: STIE YKPN.
Adisasmita, Rahardjo. 2013. Teori-teori Pembangunan Ekonomi. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Adisasmita, Rahardjo. 2014. Pertumbuhan Wilayah & Wilayah Pertumbuhan.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Badan Pusat Statistik Provinsi Banten. 2018. Produk Domestik Regional Bruto
Provinsi Banten Menurut Lapangan Usaha 2018. BPS Provinsi Banten.
Badan Pusat Statistik Provinsi Banten. 2018. Provinsi Banten Dalam Angka 2018.
BPS Provinsi Banten.
Badan Pusat Statistik Provinsi Banten. 2018. Statistik Daerah Provinsi Banten
2018. BPS Provinsi Banten.
Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatang. 2018. Statistik Daerah Kota
Tangerang Selatan 2018. BPS Kota Tangerang Selatan.
Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan. 2018. Kota Tangerang Selatan
Dalam Angka 2018. BPS Kota Tangerang Selatan.
Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan. 2018. Produk Domestik Regional
Bruto Kota Tangerang Selatan Menurut Lapangan Usaha 2018. BPS Kota
Tangerang Selatan.
Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Tangerang
Selatan. 2016. Rencana Strategis (RENSTRA) Tahun 2016-2021 2016.
DPMPTSP Kota Tangerang Selatan.
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Tangerang Selatan. 2018. Data
Industri Kecil dan Menengah 2018. DISPERINDAG Kota Tangerang
Selatan. Juga dapat diunduh pada
http://disperindag.tangerangselatankota.go.id
85
Fakih, Mansour. 2001. Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi.
Yogyakarta: Insistpres bekerjasama dengan Pustaka Pelajar.
Khusaini, Moh. 2015. A shift-share analysis on regional competitiveness: a case
of Banyuwangi district, East Java, Indonesia. Procedia - Social and
Behavioral Sciences 211: 738-744.
Ma’ruf dan Wihastuti. 2008. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia: Determinan dan
Prospeknya. Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan Volume 9, no.1: 44
– 55.
Nurchayati dan Andalan Tri Ratnawati. 2016. Strategi Pengembangan Industri
Kreatif sebagai Penggerak Destinasi Pariwisata di Kabupaten Semarang.
Jurnal Akuntansi. Semarang: universitas 17 Agustus 1945 Semarang.
Pradigda, Eyuda Anggia. 2016. Strategi Perencanaan Pembangunan Industri
Berbasis Produk Unggulan Daerah, Studi Pada Dinas Perindustrian dan
Perdagangan Kabupaten Blitar. Malang: Jurnal Paradigma. Vol. 5. No. 3.
Putra, M F. 2011. Studi Kebijakan Publik dan Pemerintahan dalam Perspektif
Kuantitatif Cetakan Pertama. Malang: Universitas Brawijaya (UB) Press.
Retna, Zulia Nur. 2017. Analisis Sektor Ekonomi Unggulan Di Kabupaten
Banjarnegara Periode 2011-2015. Skripsi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis,
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta.
Rusdarti dan Fafurida. 2016. Strategi Pengembangan Daerah Growth Pole
Melalui Pemanfaatan Potensi Lokal. Medan: Jurnal Ekonomi vol.XIX,
no.3.
Sandriana, Niskha. 2014. Perencanaan Pengembangan Produk Unggulan Daerah
Berbasis Klaster: Studi pada Sentra IKM Kota Malang. Tesis, Magister
Administrasi Publik, Universitas Brawijaya, Malang.
Siagian, Sondang. 2005. Administrasi Pembangunan, Konsep Dimensi dan
Strateginya. Jakarta: Bumi Aksara.
Sjafrizal. 2008. Ekonomi Regional: Teori dan Aplikasi. Padang: Baduose Media.
Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
ALFABETA.
86
Suharyadi dan Purwanto. 2009. Statistika Untuk Ekonomi Dan Keuangan Modern
Edisi 2 Buku 2. Jakarta: Salemba Empat.
Sukirno, Sadono. 1985. Ekonomi Pembangunan: Proses, Masalah dan Dasar
Kebijaksanaan. Jakarta: LPFE UI.
Suryono, Agus. 2001. Teori dan Isu Pembangunan. Jakarta: UM-Press.
Tarigan, Robinson. 2005. Perencanaan Pembangunan Wilayah. Jakarta: Bumi
Aksara.
Tarigan, Robinson, 2014. Ekonomi Regional, Teori dan Aplikasi, Edisi Revisi
Cetakan Ketujuh. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Todaro, Michael P. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jakarta:
Erlangga.
Trijono, Lambang. 2007. Pembangunan Sebagai Perdamaian. Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia.
Utama, Putra Fajar. 2010. Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Tingkat
Ketimpangan di Kabupaten/Kota yang Tergabung Dalam Kawasan
Kedungsepur Tahun 2004-2008. Skripsi, Program Sarjana Fakultas
Ekonomi, Universitas Diponegoro, Semarang.
87
LAMPIRAN
88
Lampiran 1
PDRB Kota Tangerang Selatan Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut Lapangan Usaha (Miliar Rupiah)
Tahun 2013-2017
Kategori Uraian 2013 2014 2015 2016 2017
A Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 105,67 108,89 111,43 111,57 113,97
1. Pertanian, Peternakan, Perburuan dan Jasa Pertanian 103,40 106,46 108,83 108,82 111,04
a. Tanaman Pangan 24,36 24,77 23,96 22,55 22,70
b. Tanaman Hortikultura 40,03 39,67 39,99 40,36 41,24
c. Tanaman Perkebunan 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
d. Peternakan 37,80 40,75 43,57 44,58 45,77
e. Jasa Pertanian dan Perburuan 1,21 1,27 1,31 1,32 1,34
2. Kehutanan dan Penebangan Kayu 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
3. Perikanan 2,28 2,44 2,60 2,75 2,92
B Pertambangan dan Penggalian 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
1. Pertambanagn Minyak, Gas dan Panas Bumi 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
2. Pertambangan Batu Bara dan Lignit 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
3. Pertambangan Bijih Logam 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
4. Pertambangan dan Penggalian Lainnya 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
C Industri Pengolahan 4.509,22 4.822,70 5.008,99 4.909,93 5.023,88
1. Industri Batubara dan Pengilangan Migas 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
2. Industri Makanan dan Minuman 21,26 22,93 24,90 26,37 28,50
3. Industri Pengolahan Tembakau 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
4. Industri Tekstil dan Pakaian Jadi 2.728,27 2.948,14 3.064,92 2.924,79 3.014,65
5. Industri Kulit, Barang dari Kulit dan Alas Kaki 504,18 499,82 503,63 502,42 484,48
6. Industri Kayu, Barang dari Kayu dan Gabus dan Barang
Anyaman dari Bambu, Rotan dan Sejenisnya 5,11 5,22 5,52 5,64 5,50
7. Industri Kertas dan Barang dari Kertas; Percetakan dan
Reproduksi Media Rekaman 822,94 944,32 1.002,16 1.033,42 1.074,26
8. Industri Kimia, Farmasi dan Obat Tradisonal 4,31 4,67 4,77 5,13 5,32
9. Industri Karet, Barang dari Karet dan Plastik 116,24 101,84 100,80 99,68 101,96
10. Industri Barang Galian Bukan Logam 185,92 181,58 182,89 190,08 185,11
89
11. Industri logam Dasar 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
12. Industri Barang dari Logam, Komputer, Barang Elektronik,
Optik; dan Peralatan Listrik 48,40 48,87 48,87 54,83 55,23
13. Industri Mesin dan Perlengkapan 1,55 1,59 1,59 1,61 1,70
14. Industri Alat Angkutan 14,19 0,00 0,00 0,00 0,00
15. Industri Furniture 50,36 56,77 56,77 58,27 59,59
16. Industri Pengolahan Lainnya Jasa Reparasi dan Pemasangan
Mesin dan Peralatan 6,49 6,93 6,93 7,70 7,58
D Pengadaan Listrik dan Gas 41,82 44,17 44,66 49,81 54,36
1. Ketenagalistrikan 41,82 44,17 44,66 49,81 54,36
2. Pengadaan Gas dan Produksi Es 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur
Ulang 19,81 21,07 22,05 23,49 25,23
F Konstruksi 5.190,09 5.560,44 5.928,90 6.425,74 7.011,77
G Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda
Motor 7.111,78 7.425,98 7.867,36 8.308,07 8.794,95
1. Perdagangan Mobil, Sepeda Motor dan Reparasinya 1.318,18 1.384,69 1.442,16 1.517,79 1.599,29
2. Perdagangan Besar dan Eceran, Bukan Mobil dan Sepeda
Motor 5.793,60 6.041,30 6.425,20 6.790,28 7.195,66
H Transportasi dan Pergudangan 1.080,82 1.215,25 1.312,55 1.441,74 1.584,23
1. Angkutan Rel 15,83 18,37 20,24 22,49 24,74
2. Angkutan Darat 777,34 885,00 951,89 1.045,27 1.148,94
3. Angkutan Laut 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
4. Angkutan Sungai, Danau dan Penyebrangan 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
5. Angkutan Udara 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
6. Pergudangan dan Jasa Penunjang Angkutan; Pos dan Kurir 287,66 311,88 340,41 373,98 410,55
I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 1.165,83 1.256,15 1.344,21 1.446,50 1.559,94
1. Penyediaan Akomodasi 12,02 13,01 14,17 15,62 17,16
2. Penyediaan Makan Minum 1.153,82 1.243,15 1.330,04 1.430,89 1.542,78
J Informasi dan Komunikasi 5.536,77 6.440,22 7.055,11 7.635,75 8.277,91
K Jasa Keuangan dan Asuransi 455,11 493,49 535,83 577,67 624,17
1. Jasa Perantara Keuangan 10,07 10,37 11,16 12,77 13,44
2. Asuransi dan Dana Pensiun 433,55 470,51 511,24 550,38 594,96
3. Jasa Keuangan Lainnya 11,46 12,58 13,39 14,49 15,74
4. Jasa Penunjang Keuangan 0,03 0,03 0,03 0,04 0,04
90
L Real Estate 6.897,77 7.463,03 8.100,96 8.847,06 9.596,19
M,N Jasa Perusahaan 1.200,50 1.200,50 1.466,89 1.607,31 1.757,11
O Administrasi Pemerintah, Pertahanan dan Jaminan Sosial
Wajib 378,09 416,22 452,51 490,58 528,06
P Jasa Pendidikan 2.794,59 2.954,23 3.211,08 3.469,89 3.759,28
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1.663,37 1.708,58 1.810,75 1.946,95 2.088,29
R,S,T,U Jasa Lainnya 1.100,29 1.146,11 1.212,34 1.310,82 1.414,64
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 39.251,54 42.411,47 45.485,61 48.602,86 52.214,00
Sumber :BPS Kota Tangerang Selatan, 2018
91
Lampiran 2
PDRB Provinsi Banten Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut Lapangan Usaha (Miliar Rupiah)
Tahun 2013-2017
Kategori Uraian 2013 2014 2015 2016 2017
A Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 18.990,92 19.456,95 20.743,47 22.123,09 23.034,86
1. Pertanian, Peternakan, Perburuan dan Jasa Pertanian 17.265,09 17.609,50 18.817,26 20.114,67 20.926,63
a. Tanaman Pangan 7.419,65 7.305,94 7.961,06 8.685,77 8.805,90
b. Tanaman Hortikultura 2.822,56 2.781,93 2.865,71 2.933,22 3.048,75
c. Tanaman Perkebunan 2.091,63 2.226,14 2.325,38 2.424,45 2.560,47
d. Peternakan 4.724,37 5.079,52 5.440,48 5.837,31 6.269,55
e. Jasa Pertanian dan Perburuan 206,88 215,97 224,63 233,92 241,96
2. Kehutanan dan Penebangan Kayu 110,07 110,32 110,81 111,65 112,61
3. Perikanan 1.615,76 1.737,14 1.815,40 1.896,78 1.995,62
B Pertambangan dan Penggalian 2.575,23 2.677,28 2.775,25 2.870,48 2.850,85
1. Pertambanagn Minyak, Gas dan Panas Bumi 784,03 765,48 757,60 747,86 735,74
2. Pertambangan Batu Bara dan Lignit 94,40 94,15 93,65 93,10 91,38
3. Pertambangan Bijih Logam 1.480,84 1.596,13 1.687,53 1.781,18 1.759,55
4. Pertambangan dan Penggalian Lainnya 215,96 221,52 236,48 248,34 264,17
C Industri Pengolahan 128.133,43 130.305,90 134.907,47 139.073,54 144.219,15
1. Industri Batubara dan Pengilangan Migas 666,79 671,61 678,69 674,20 682,65
2. Industri Makanan dan Minuman 11.712,89 12.378,77 13.264,05 13.556,11 14.737,59
3. Industri Pengolahan Tembakau 0,78 0,78 0,73 0,76 0,73
4. Industri Tekstil dan Pakaian Jadi 14.365,03 15.490,44 16.081,77 15.569,58 15.937,10
5. Industri Kulit, Barang dari Kulit dan Alas Kaki 9.787,66 9.962,27 10.537,76 11.023,42 10.795,26
6. Industri Kayu, Barang dari Kayu dan Gabus dan Barang
Anyaman dari Bambu, Rotan dan Sejenisnya 549,94 522,32 549,54 540,65 535,07
7. Industri Kertas dan Barang dari Kertas; Percetakan dan
Reproduksi Media Rekaman 9.497,04 11.224,49 11.782,24 12.300,57 13.037,87
8. Industri Kimia, Farmasi dan Obat Tradisonal 25.535,34 26.990,58 27.306,37 28.697,74 31.017,84
9. Industri Karet, Barang dari Karet dan Plastik 6.000,39 5.251,94 4.662,73 4.655,52 4.702,18
92
10. Industri Barang Galian Bukan Logam 5.118,22 4.983,53 4.646,20 4.861,13 4.925,94
11. Industri logam Dasar 12.664,56 12.651,33 13.412,21 13.662,87 13.824,29
12. Industri Barang dari Logam, Komputer, Barang
Elektronik, Optik; dan Peralatan Listrik 24.287,55 22.051,54 23.471,83 24.783,59 25.259,61
13. Industri Mesin dan Perlengkapan 1.587,77 1.585,90 1.465,15 1.500,62 1.557,94
14. Industri Alat Angkutan 4.407,42 4.427,23 4.834,86 5.060,30 5.025,68
15. Industri Furniture 478,98 540,31 552,33 553,97 574,46
16. Industri Pengolahan Lainnya Jasa Reparasi dan
Pemasangan Mesin dan Peralatan 1.473,07 1.572,86 1.661,00 1.632,51 1.604,94
D Pengadaan Listrik dan Gas 4.063,47 4.399,17 4.338,09 4.158,64 4.179,58
1. Ketenagalistrikan 1.273,32 1.363,88 1.361,72 1.464,04 1.620,15
2. Pengadaan Gas dan Produksi Es 2.790,15 3.035,29 2.976,37 2.694,60 2.559,43
E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan
Daur Ulang 307,30 329,28 346,29 369,93 396,92
F Konstruksi 28.383,59 31.636,47 34.153,90 36.307,71 39.224,02
G Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan
Sepeda Motor 44.559,12 47.249,36 49.575,36 51.486,46 54.651,24
1. Perdagangan Mobil, Sepeda Motor dan Reparasinya 5.547,14 5.806,23 5.917,80 6.164,46 6.432,82
2. Perdagangan Besar dan Eceran, Bukan Mobil dan
Sepeda Motor 39.011,98 41.443,13 43.657,57 45.322,00 48.218,42
H Transportasi dan Pergudangan 20.782,54 21.908,32 23.348,64 25.131,76 27.286,37
1. Angkutan Rel 89,83 103,76 113,43 120,75 129,80
2. Angkutan Darat 7.383,86 8.242,80 8.689,87 9.384,56 10.207,84
3. Angkutan Laut 45,62 49,21 51,99 54,76 57,80
4. Angkutan Sungai, Danau dan Penyebrangan 467,02 490,99 492,50 505,74 526,51
5. Angkutan Udara 9.550,89 9.553,89 10.293,09 11.095,74 12.111,98
6. Pergudangan dan Jasa Penunjang Angkutan; Pos dan
Kurir 3.245,32 3.467,66 3.707,76 3.970,21 4.252,43
I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 7.356,97 8.006,95 8.520,04 9.165,73 9.924,70
1. Penyediaan Akomodasi 294,46 315,76 340,41 363,62 387,93
2. Penyediaan Makan Minum 7.062,51 7.691,19 8.179,63 8.802,11 9.536,76
J Informasi dan Komunikasi 15.263,00 18.119,06 19.782,89 21.373,06 23.173,72
K Jasa Keuangan dan Asuransi 8.927,39 9.351,26 10.136,57 11.572,36 12.013,82
1. Jasa Perantara Keuangan 5.952,69 6.124,63 6.654,56 7.821,04 7.961,91
2. Asuransi dan Dana Pensiun 2.758,90 2.991,76 3.230,64 3.481,32 3.763,00
93
3. Jasa Keuangan Lainnya 215,30 234,37 250,84 269,44 288,31
4. Jasa Penunjang Keuangan 0,49 0,51 0,53 0,56 0,60
L Real Estate 25.546,75 27.697,29 29.687,73 32.003,54 34.538,74
M,N Jasa Perusahaan 3.076,62 3.346,88 3.607,27 3.875,63 4.182,02
O Administrasi Pemerintah, Pertahanan dan Jaminan
Sosial Wajib 5.519,39 5.970,70 6.361,71 6.813,81 7.125,98
P Jasa Pendidikan 9.277,29 9.979,68 10.647,51 11.354,62 12.197,11
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 3.780,94 4.020,47 4.228,76 4.542,41 4.903,00
R,S,T,U Jasa Lainnya 4.555,15 4.896,20 5.216,25 5.601,58 6.057,63
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 331.099,11 349.351,23 368.377,20 387.824,35 409.959,69
Sumber :BPS Kota Tangerang Selatan, 2018
94
Lampiran 3
Data Responden
No Nama Jabatan Masa
Kerja
1 Uti Ambarwati, SP,
M.Si
Kepala Seksi Perencanaan dan
Pengendalian Bidang Ekonomi
(BAPPEDA)
16 Tahun
2 Purnamawati, S.IP Pelaksana Dinas Perindustrian
dan Perdagangan 18 Tahun
3 H. Ferry Payakun, SE,
MH
Kepala Bidang Dinas
Perindustrian dan Perdagangan 28 Tahun
4 Muhammad Ilham
Bisri, ST
Kepala Seksi Data dan
Informasi Industri
(DISPERINDAG)
12 Tahun
5 Saptayudin, SE Pelaksa Dinas Perindustrian
dan Perdagangan 8 Tahun
6 Meimansyah, S.Sos Pelaksana Bidang Penelitian
dan Pengkajian (BAPPEDA) 18 Tahun
7 Moh. Amsori
Kepala Seksi Bidang
Penelitian dan Pengkajian
(BAPPEDA)
32 Tahun
8 Armeni John, SE, MM
Kepala Bidang Perencanaan
Data dan Evaluasi
Pembangunan
27 Tahun
9 Syamsuriza Wakil Ketua Kamar Dagang
Industri 5 Tahun
10 Tasrudin Ketua Komunitas UMKM
Tangsel Berkibar 5 Tahun
95
Lampiran 4
KUESIONER PENELITIAN STRATEGI PENGEMBANGAN SUBSEKTOR
INDUSTRI PENGOLAHAN DI KOTA TANGERANG SELATAN
Penelitian
Penelitian kuesioner untuk menjaring persepsi penilaian/persepsi ahli atas faktor internal
dan eksternal dalam lingkungan pemerintah daerah Kota Tangerang Selatan sebagai
upaya pemilihan penilaian (judgement comparison) untuk merumuskan strategi
pengembangan pada sektor industri pengolahan dalam rangka pertumbuhan ekonomi di
Kota Tangerang Selatan.
Penjelasan
1. Maksud penelitian adalah untuk mendapatkan persepsi/penilaian ahli yang sifatnya
subjektif, sehingga jawaban responden dibuat berdasarkan persepsi responden atas
penilaian-penilaian yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah Kota Tangerang Selatan yang
berkaitan dengan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi;
2. tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan menganalisis penilaian ahli atas
sektor industri pengolahan Pemerintah Daerah Kota Tangerang Selatan;
3. kegunaan penelitian ini adalah untuk menyusun Skripsi (karya akhir) guna melengkapi
salah satu syarat penyelesaian pendidikan pada Sarjana Ekonomi Pembangunan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidaytullah Jakarta;
4. bahwa untuk memperoleh masukan seperti tersebut pada poin 1 di atas, maka yang akan
dijadikan responden (yang dianggap ahli) adalah para pejabat terkait di lingkungan
Pemerintah Daerah Kota Tangerang Selatan;
5. mengingat pentingnya masukan dari Bapak/Ibu, maka kami mohon kiranya dapat
membantu sepenuhnya dengan mengisi penilaian dengan sungguh-sungguh, agar hasil
yang dicapai dapat memberikan alternatif kebijakan yang terbaik bagi Pemerintah Daerah
Kota Tangerang Selatan;
6. karena sifatnya penelitian akademik, maka untuk menjamin keakuratan masukan yang
Bapak/Ibu berikan, kami mengharapkan Bapak/Ibu berkenan mengisi data-data kuesioner
ini berupa identitas diri dan lembar pertanyaan di bawah ini:
96
DATA RESPONDEN
Nama Lengkap (Beserta Gelar) :
Jabatan :
Pangkat Golongan :
Unit Kerja :
Masa Kerja :
No Telp/HP :
Alamat :
Jenis Kelamin : Pria/Wanita*
Pendidikan Terakhir : SMU/Akademi/S1/S2/S3*
*coret yang tidak perlu
Tanda Tangan
Tangerang Selatan,……………
97
PETUNJUK PENGISIAN
Kuesioner ini sebagai bahan dalam melakukan analisis penelitian dengan
metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dalam menentukan sektor unggulan
industri yang ada di Kota Tangerang Selatan. Tujuan kuesioner yakni menjaring
persepsi penilaian responden (ahli) terhadap tingkat kepentingan kategori yang
disajikan guna mendapatkan pilihan alternatif yang tepat terhadap sektor unggulan
dari subsektor industri pengolahan dalam rangka pembangunan dan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi di Kota Tangerang Selatan. Setiap responden dapat
memilih satu jawaban yang berada di sisi kanan atau kiri menurut bobot
kepentingannya, dengan skala sebagai berikut :
Skala Keterangan
1 Tujuan yang satu dengan yang lainnya sama penting
3 Tujuan yang satu sedikit lebih penting (agak kuat) dibanding
tujuan lainnya
5 Tujuan yang satu sifatnya lebih penting (lebih kuat pentingnya)
dibanding tujuan lainnya
7 Tujuan yang satu sangat penting dibanding tujuan yang
lainnya
9 Tujuan yang satu ekstrim pentingnya dibanding tujuan lainnya
Jika ragu-ragu menentukan antara dua pilihan ambillah nilai di antara keduanya.
Misalnya jika ragu-ragu apakah skornya 3 atau 5, berikan skor 4, seperti di bawah ini
2,4,6,8 Nilai tengah di antara dua nilai skor penilaian di atas
(CONTOH PENGISIAN KUESIONER)
Kolom
Kiri
Diisi jika kolom kiri
lebih penting
Jika
sam
a
Pen
ting
Diisi jika kolom kanan
lebih penting Kolom Kanan
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Industri
A v
Industri
B BENAR
Industri
A V V
Industri
C SALAH
Industri
A
Industri
D
98
Penentuan Bobot Tujuan Penetapan Strategi Pengembangan
Tujuan penentuan usaha strategi pengembangan sektor industri pengolahan di
Kota Tangerang Selatan :
a. Pertumbuhan subsektor
b. Penyerapan tenaga kerja
c. Peningkatan daya saing
Bapak/ibu diminta untuk memberikan penilaian tingkat kepentingan (skor)
antar masing-masing TUJUAN dengan skor penilaian pada tabel berikut
Skala Keterangan
1 Tujuan yang satu dengan yang lainnya sama penting
3 Tujuan yang satu sedikit lebih penting (agak kuat) dibanding tujuan
lainnya
5 Tujuan yang satu sifatnya lebih penting (lebih kuat pentingnya) dibanding
tujuan lainnya
7 Tujuan yang satu sangat penting dibanding tujuan yang lainnya
9 Tujuan yang satu ekstrim pentingnya dibanding tujuan lainnya
Jika ragu-ragu menentukan antara dua pilihan ambillah nilai di antara keduanya.
Misalnya jika ragu-ragu apakah skornya 3 atau 5, berikan skor 4, seperti di bawah ini
2,4,6,8 Nilai tengah di antara dua nilai skor penilaian di atas
Berilah Tanda (V) pada kolom skor yang paling sesuai terhadap penilaian
tingkat kepentingan masing-masing tujuan pada tabel berikut
Kolom Kiri
Diisi jika tujuan di kolom
sebelah KIRI lebih
penting dibanding tujuan
di kolom sebelah
KANAN
Diisi
Bila
Sama
Pentin
g
Diisi jika tujuan di kolom
sebelah KANAN lebih
penting dibanding tujuan
di kolom sebelah KIRI
Kolom
Kanan
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Pertumbuha
n Subsektor
Penyerapan
Lapangan
Kerja
Pertumbuha
n Subsektor
Peningkatan
Daya Saing
Penyerapan
Lapangan
Kerja
Peningkatan
Daya Saing
99
1. Penentuan Penetapan Prioritas Subsektor Industri Pengolahan
Tujuannya adalah untuk memilih tingkat kepentingan subsektor yang lebih
diprioritaskan untuk dikembangkan dalam sektor industri pengolahan.
Komoditi/produk/jenis usahanya adalah:
a. Industri Karet, Barang dari Karet, dan Plastik
b. Industri Barang Galian Bukan Logam
c. Industri Barang dari Logam, Komputer, Barang Elektronil, Optik, dan
Peralatan Listrik
d. Industri Makanan dan Minuman
e. Indstri Kayu (barang dari kayu, gabus, anyaman dari bambu, rotan, dan
sejenisnya)
f. Industri Pengolahan Lainnya, Jasa Reparasi, Pemasangan mesin dan
Peralatan
g. Industri Mesin dan Perlengkapan
h. Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
Bapak/ibu diminta untuk memberikan penilaian tingkat kepentingan (skor)
antar masing-masing TUJUAN dengan skor penilaian pada tabel berikut;
Skala Keterangan
1 Tujuan yang satu dengan yang lainnya sama penting
3 Tujuan yang satu sedikit lebih penting (agak kuat) dibanding tujuan
lainnya
5 Tujuan yang satu sifatnya lebih penting (lebih kuat pentingnya) dibanding
tujuan lainnya
7 Tujuan yang satu sangat penting dibanding tujuan yang lainnya
9 Tujuan yang satu ekstrim pentingnya dibanding tujuan lainnya
Jika ragu-ragu menentukan antara dua pilihan ambillah nilai di antara keduanya.
Misalnya jika ragu-ragu apakah skornya 3 atau 5, berikan skor 4, seperti di bawah ini
2,4,6,8 Nilai tengah di antara dua nilai skor penilaian di atas
100
Berilah Tanda (V) pada kolom skor yang paling sesuai terhadap penilaian tongkat kepentingan masing-masing tujuan pada tabel berikut:
Kolom Kiri Diisi jika tujuan kolom sebelah KIRI
lebih penting
Diisi Bila
Sama
Penting
Diisi jika tujuan kolom sebelah
KANAN lebih penting Kolom Kanan
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Industri Karet Industri Barang Galian Bukan Logam
Industri Karet Industri Barang dari Logam
Industri Karet Industri Makanan dan Minuman
Industri Karet Industri Kayu
Industri Karet Industri Pengolahan Lainnya
Industri Karet Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Karet Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
Industri Barang Galian Bukan Logam Industri Barang dari Logam
Industri Barang Galian Bukan Logam Industri Makanan dan Minuman
Industri Barang Galian Bukan Logam Industri Kayu
Industri Barang Galian Bukan Logam Industri Pengolahan Lainnya
Industri Barang Galian Bukan Logam Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Barang Galian Bukan Logam Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
Industri Barang dari Logam Industri Makanan dan Minuman
Industri Barang dari Logam Industri Kayu
Industri Barang dari Logam
Industri Pengolahan Lainnya
Industri Barang dari Logam
Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Barang dari Logam
Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
Industri Makanan dan Minuman Industri Kayu
Industri Makanan dan Minuman Industri Pengolahan Lainnya
Industri Makanan dan Minuman Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Makanan dan Minuman Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
Industri Kayu Industri Pengolahan Lainnya
Industri Kayu Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Kayu Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
Industri Pengolahan Lainnya Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Pengolahan Lainnya
Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
101
2. Penentuan Bobot Kriteria untuk penentuan subsektor industri pengolahan di
Kota Tangerang Selatan.
Tujuannya adalah untuk memilih strategi yang lebih diprioritaskan
untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan di Kota Tangerang
Selatan. Kriteria yang digunakan adalah:
A1 : Bahan Baku
A2 : IPTEK
A3 : Mutu Tenaga Kerja
B1 : Nilai Produksi
B2 : Upah
B3 : Nilai Investasi
C1 : Infrastruktur
C2 : Birokrasi
C3 : Sumberdaya Manusia
Bapak/ibu diminta untuk memberikan penilaian tingkat kepentingan (skor)
antar masing-masing TUJUAN dengan skor penilaian pada tabel berikut
Skala Keterangan
1 Tujuan yang satu dengan yang lainnya sama penting
3 Tujuan yang satu sedikit lebih penting (agak kuat)
dibanding tujuan lainnya
5 Tujuan yang satu sifatnya lebih penting (lebih kuat
pentingnya) dibanding tujuan lainnya
7 Tujuan yang satu sangat penting diband ing tujuan yang
lainnya
9 Tujuan yang satu ekstrim pentingnya dibanding tujuan
lainnya
Jika ragu-ragu menentukan antara dua pilihan ambillah nilai di antara
keduanya. Misalnya jika ragu-ragu apakah skornya 3 atau 5, berikan
skor 4, seperti di bawah ini
2,4,6,8 Nilai tengah di antara dua nilai skor penilaian di atas
102
Berilah Tanda ( V) pada kolom skor yang paling sesuai
Kolom
Kiri
Diisi jika tujuan di
kolom sebelah
KIRI lebih penting
dibanding tujuan di
kolom sebelah
KANAN
Diisi
Bila
Sama
Penti
ng
Diisi jika tujuan di
kolom sebelah
KANAN lebih
penting dibanding
tujuan di kolom
sebelah KIRI
Kolom
Kanan
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 Bahan
baku IPTEK
2 Bahan baku
Mutu
tenaga
kerja
3 IPTEK
Mutu
tenaga
kerja
Bapak/Ibu diminta memberikan penilian tingkat kepentingan (skor)
antara masing-masing Kriteria yang digunakan dalam strategi
pengembangan subsektor industri pengolahan dalam rangka pencapaian
kriteria Penyerapan Lapangan Kerja
Berilah Tanda ( V) pada kolom skor yang paling sesuai
Kolom
Kiri
Diisi jika tujuan di
kolom sebelah
KIRI lebih penting
dibanding tujuan
di kolom sebelah
KANAN
Diisi
Bila
Sam
a
Penti
ng
Diisi jika tujuan di
kolom sebelah
KANAN lebih
penting dibanding
tujuan di kolom
sebelah KIRI
Kolom
Kanan
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 Nilai
Produksi Upah
2 Nilai
Produksi
Nilai
Investasi
3 Upah Nilai
Investasi
103
Bapak/Ibu diminta memberikan penilian tingkat kepentingan (skor)
antara masing-masing Kriteria yang digunakan dalam strategi
pengembangan subsektor industri pengolahan dalam rangka pencapaian
kriteria Peningkatan Daya Saing
Berilah Tanda ( V) pada kolom skor yang paling sesuai
Kolom
Kiri
Diisi jika tujuan di
kolom sebelah KIRI
lebih penting
dibanding tujuan di
kolom sebelah
KANAN
Diisi
Bila
Sam
a
Penti
ng
Diisi jika tujuan di
kolom sebelah
KANAN lebih
penting dibanding
tujuan di kolom
sebelah KIRI
Kolom
Kanan
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 Inrastruk
tur Birokrasi
2
Infrastruk
tur
Sumber
Daya
Manusia
3 Birokrasi
Sumber
Daya
Manusia
. 3. Penentuan Penetapan Subsektor Pengembangan Prioritas
Subsektor yang menjadi fokus yaitu:
a. Industri Karet, Barang dari Karet, dan Plastik
b. Industri Barang Galian Bukan Logam
c. Industri Barang dari Logam, Komputer, Barang Elektronil, Optik, dan
Peralatan Listrik
d. Industri Makanan dan Minuman
e. Indstri Kayu (barang dari kayu, gabus, anyaman dari bambu, rotan, dan
sejenisnya)
f. Industri Pengolahan Lainnya, Jasa Reparasi, Pemasangan mesin dan
Peralatan
g. Industri Mesin dan Perlengkapan
h. Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
104
Bapak/ibu diminta untuk memberikan penilaian tingkat kepentingan (skor) antar
masing-masing SUBSEKTOR DENGAN KRITERIA dengan skor penilaian
pada tabel berikut
Skala Keterangan
1 Tujuan yang satu dengan yang lainnya sama penting
3 Tujuan yang satu sedikit lebih penting (agak kuat)
dibanding tujuan lainnya
5 Tujuan yang satu sifatnya lebih penting (lebih kuat
pentingnya) dibanding tujuan lainnya
7 Tujuan yang satu sangat penting diband ing tujuan yang
lainnya
9 Tujuan yang satu ekstrim pentingnya dibanding tujuan
lainnya
Jika ragu-ragu menentukan antara dua pilihan ambillah nilai di antara
keduanya. Misalnya jika ragu-ragu apakah skornya 3 atau 5, berikan skor 4,
seperti di bawah ini
2,4,6,8 Nilai tengah di antara dua nilai skor penilaian di atas
105
Bapak/Ibu diminta untuk memberikan penilaian tingkat kepentingan (skor) penentuan subsektor yang akan dikembangkan
Berilah Tanda (V) pada kolom skor yang paling sesuai terhadap penilaian tongkat kepentingan masing-masing tujuan pada tabel berikut:
Kolom Kiri Diisi jika tujuan kolom sebelah KIRI
lebih penting
Diisi
Bila Sama
Penting
Diisi jika tujuan kolom sebelah KANAN lebih penting
Kolom Kanan
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Industri Karet Industri Barang Galian Bukan Logam
Industri Karet Industri Barang dari Logam
Industri Karet Industri Makanan dan Minuman
Industri Karet Industri Kayu
Industri Karet Industri Pengolahan Lainnya
Industri Karet Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Karet Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
Industri Barang Galian Bukan Logam Industri Barang dari Logam
Industri Barang Galian Bukan Logam Industri Makanan dan Minuman
Industri Barang Galian Bukan Logam Industri Kayu
Industri Barang Galian Bukan Logam Industri Pengolahan Lainnya
Industri Barang Galian Bukan Logam Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Barang Galian Bukan Logam Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
Industri Barang dari Logam Industri Makanan dan Minuman
Industri Barang dari Logam Industri Kayu
Industri Barang dari Logam
Industri Pengolahan Lainnya
Industri Barang dari Logam
Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Barang dari Logam
Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
Industri Makanan dan Minuman Industri Kayu
Industri Makanan dan Minuman Industri Pengolahan Lainnya
Industri Makanan dan Minuman Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Makanan dan Minuman Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
Industri Kayu Industri Pengolahan Lainnya
Industri Kayu Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Kayu Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
Industri Pengolahan Lainnya Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Pengolahan Lainnya
Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
106
Bapak/Ibu diminta untuk memberikan penilaian tingkat kepentingan (skor) jika kriteria “Bahan Baku” digunakan sebagai penentuan strategi
pengembangan subsektor
Berilah Tanda (V) pada kolom skor yang paling sesuai terhadap penilaian tongkat kepentingan masing-masing tujuan pada tabel berikut:
Kolom Kiri Diisi jika tujuan kolom sebelah KIRI
lebih penting
Diisi
Bila
Sama Penting
Diisi jika tujuan kolom sebelah
KANAN lebih penting Kolom Kanan
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Industri Karet Industri Barang Galian Bukan Logam
Industri Karet Industri Barang dari Logam
Industri Karet Industri Makanan dan Minuman
Industri Karet Industri Kayu
Industri Karet Industri Pengolahan Lainnya
Industri Karet Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Karet Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
Industri Barang Galian Bukan Logam Industri Barang dari Logam
Industri Barang Galian Bukan Logam Industri Makanan dan Minuman
Industri Barang Galian Bukan Logam Industri Kayu
Industri Barang Galian Bukan Logam Industri Pengolahan Lainnya
Industri Barang Galian Bukan Logam Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Barang Galian Bukan Logam Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
Industri Barang dari Logam Industri Makanan dan Minuman
Industri Barang dari Logam Industri Kayu
Industri Barang dari Logam
Industri Pengolahan Lainnya
Industri Barang dari Logam
Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Barang dari Logam
Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
Industri Makanan dan Minuman Industri Kayu
Industri Makanan dan Minuman Industri Pengolahan Lainnya
Industri Makanan dan Minuman Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Makanan dan Minuman Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
Industri Kayu Industri Pengolahan Lainnya
Industri Kayu Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Kayu Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
Industri Pengolahan Lainnya Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Pengolahan Lainnya
Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
107
Bapak/Ibu diminta untuk memberikan penilaian tingkat kepentingan (skor) jika kriteria “IPTEK” digunakan sebagai penentuan sub sektor
unggulan.
Berilah Tanda ( V) pada kolom skor yang paling sesuai terhadap penilaian tingkat kepentingan masing-masing tujuan pada tabel berikut:
Kolom Kiri Diisi jika tujuan kolom sebelah KIRI
lebih penting
Diisi Bila
Sama
Penting
Diisi jika tujuan kolom sebelah
KANAN lebih penting Kolom Kanan
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Industri Karet Industri Barang Galian Bukan Logam
Industri Karet Industri Barang dari Logam
Industri Karet Industri Makanan dan Minuman
Industri Karet Industri Kayu
Industri Karet Industri Pengolahan Lainnya
Industri Karet Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Karet Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
Industri Barang Galian Bukan Logam Industri Barang dari Logam
Industri Barang Galian Bukan Logam Industri Makanan dan Minuman
Industri Barang Galian Bukan Logam Industri Kayu
Industri Barang Galian Bukan Logam Industri Pengolahan Lainnya
Industri Barang Galian Bukan Logam Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Barang Galian Bukan Logam Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
Industri Barang dari Logam Industri Makanan dan Minuman
Industri Barang dari Logam Industri Kayu
Industri Barang dari Logam
Industri Pengolahan Lainnya
Industri Barang dari Logam
Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Barang dari Logam
Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
Industri Makanan dan Minuman Industri Kayu
Industri Makanan dan Minuman Industri Pengolahan Lainnya
Industri Makanan dan Minuman Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Makanan dan Minuman Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
Industri Kayu Industri Pengolahan Lainnya
Industri Kayu Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Kayu Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
Industri Pengolahan Lainnya Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Pengolahan Lainnya
Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
108
Bapak/Ibu diminta untuk memberikan penilaian tingkat kepentingan (skor) jika kriteria “Mutu Tenaga Kerja” digunakan sebagai penentuan sub
sektor unggulan.
Berilah Tanda ( V) pada kolom skor yang paling sesuai terhadap penilaian tingkat kepentingan masing-masing tujuan pada tabel berikut:
Kolom Kiri Diisi jika tujuan kolom sebelah KIRI
lebih penting
Diisi Bila
Sama
Penting
Diisi jika tujuan kolom sebelah
KANAN lebih penting Kolom Kanan
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Industri Karet Industri Barang Galian Bukan Logam
Industri Karet Industri Barang dari Logam
Industri Karet Industri Makanan dan Minuman
Industri Karet Industri Kayu
Industri Karet Industri Pengolahan Lainnya
Industri Karet Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Karet Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
Industri Barang Galian Bukan Logam Industri Barang dari Logam
Industri Barang Galian Bukan Logam Industri Makanan dan Minuman
Industri Barang Galian Bukan Logam Industri Kayu
Industri Barang Galian Bukan Logam Industri Pengolahan Lainnya
Industri Barang Galian Bukan Logam Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Barang Galian Bukan Logam Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
Industri Barang dari Logam Industri Makanan dan Minuman
Industri Barang dari Logam Industri Kayu
Industri Barang dari Logam
Industri Pengolahan Lainnya
Industri Barang dari Logam
Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Barang dari Logam
Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
Industri Makanan dan Minuman Industri Kayu
Industri Makanan dan Minuman Industri Pengolahan Lainnya
Industri Makanan dan Minuman Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Makanan dan Minuman Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
Industri Kayu Industri Pengolahan Lainnya
Industri Kayu Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Kayu Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
Industri Pengolahan Lainnya Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Pengolahan Lainnya
Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
109
Bapak/Ibu diminta untuk memberikan penilaian tingkat kepentingan (skor) jika kriteria “Nilai Produksi” digunakan sebagai penentuan sub sektor
unggulan.
Berilah Tanda ( V) pada kolom skor yang paling sesuai terhadap penilaian tingkat kepentingan masing-masing tujuan pada tabel berikut:
Kolom Kiri Diisi jika tujuan kolom sebelah KIRI
lebih penting
Diisi
Bila
Sama Penting
Diisi jika tujuan kolom sebelah
KANAN lebih penting Kolom Kanan
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Industri Karet Industri Barang Galian Bukan Logam
Industri Karet Industri Barang dari Logam
Industri Karet Industri Makanan dan Minuman
Industri Karet Industri Kayu
Industri Karet Industri Pengolahan Lainnya
Industri Karet Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Karet Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
Industri Barang Galian Bukan Logam Industri Barang dari Logam
Industri Barang Galian Bukan Logam Industri Makanan dan Minuman
Industri Barang Galian Bukan Logam Industri Kayu
Industri Barang Galian Bukan Logam Industri Pengolahan Lainnya
Industri Barang Galian Bukan Logam Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Barang Galian Bukan Logam Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
Industri Barang dari Logam Industri Makanan dan Minuman
Industri Barang dari Logam Industri Kayu
Industri Barang dari Logam
Industri Pengolahan Lainnya
Industri Barang dari Logam
Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Barang dari Logam
Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
Industri Makanan dan Minuman Industri Kayu
Industri Makanan dan Minuman Industri Pengolahan Lainnya
Industri Makanan dan Minuman Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Makanan dan Minuman Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
Industri Kayu Industri Pengolahan Lainnya
Industri Kayu Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Kayu Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
Industri Pengolahan Lainnya Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Pengolahan Lainnya
Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
110
Bapak/Ibu diminta untuk memberikan penilaian tingkat kepentingan (skor) jika kriteria “Upah” digunakan sebagai penentuan sub sektor unggulan.
Berilah Tanda ( V) pada kolom skor yang paling sesuai terhadap penilaian tingkat kepentingan masing-masing tujuan pada tabel berikut:
Kolom Kiri Diisi jika tujuan kolom sebelah KIRI
lebih penting
Diisi
Bila Sama
Penting
Diisi jika tujuan kolom sebelah KANAN lebih penting
Kolom Kanan
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Industri Karet Industri Barang Galian Bukan Logam
Industri Karet Industri Barang dari Logam
Industri Karet Industri Makanan dan Minuman
Industri Karet Industri Kayu
Industri Karet Industri Pengolahan Lainnya
Industri Karet Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Karet Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
Industri Barang Galian Bukan Logam Industri Barang dari Logam
Industri Barang Galian Bukan Logam Industri Makanan dan Minuman
Industri Barang Galian Bukan Logam Industri Kayu
Industri Barang Galian Bukan Logam Industri Pengolahan Lainnya
Industri Barang Galian Bukan Logam Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Barang Galian Bukan Logam Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
Industri Barang dari Logam Industri Makanan dan Minuman
Industri Barang dari Logam Industri Kayu
Industri Barang dari Logam
Industri Pengolahan Lainnya
Industri Barang dari Logam
Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Barang dari Logam
Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
Industri Makanan dan Minuman Industri Kayu
Industri Makanan dan Minuman Industri Pengolahan Lainnya
Industri Makanan dan Minuman Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Makanan dan Minuman Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
Industri Kayu Industri Pengolahan Lainnya
Industri Kayu Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Kayu Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
Industri Pengolahan Lainnya Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Pengolahan Lainnya
Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
111
Bapak/Ibu diminta untuk memberikan penilaian tingkat kepentingan (skor) jika kriteria “Nilai Investasi” digunakan sebagai penentuan sub sektor
unggulan.
Berilah Tanda ( V) pada kolom skor yang paling sesuai terhadap penilaian tingkat kepentingan masing-masing tujuan pada tabel berikut:
Kolom Kiri Diisi jika tujuan kolom sebelah KIRI
lebih penting
Diisi
Bila
Sama Penting
Diisi jika tujuan kolom sebelah
KANAN lebih penting Kolom Kanan
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Industri Karet Industri Barang Galian Bukan Logam
Industri Karet Industri Barang dari Logam
Industri Karet Industri Makanan dan Minuman
Industri Karet Industri Kayu
Industri Karet Industri Pengolahan Lainnya
Industri Karet Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Karet Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
Industri Barang Galian Bukan Logam Industri Barang dari Logam
Industri Barang Galian Bukan Logam Industri Makanan dan Minuman
Industri Barang Galian Bukan Logam Industri Kayu
Industri Barang Galian Bukan Logam Industri Pengolahan Lainnya
Industri Barang Galian Bukan Logam Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Barang Galian Bukan Logam Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
Industri Barang dari Logam Industri Makanan dan Minuman
Industri Barang dari Logam Industri Kayu
Industri Barang dari Logam
Industri Pengolahan Lainnya
Industri Barang dari Logam
Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Barang dari Logam
Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
Industri Makanan dan Minuman Industri Kayu
Industri Makanan dan Minuman Industri Pengolahan Lainnya
Industri Makanan dan Minuman Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Makanan dan Minuman Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
Industri Kayu Industri Pengolahan Lainnya
Industri Kayu Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Kayu Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
Industri Pengolahan Lainnya Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Pengolahan Lainnya
Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
112
Bapak/Ibu diminta untuk memberikan penilaian tingkat kepentingan (skor) jika kriteria “Infrastruktur” digunakan sebagai penentuan sub sektor
unggulan.
Berilah Tanda ( V) pada kolom skor yang paling sesuai terhadap penilaian tingkat kepentingan masing-masing tujuan pada tabel berikut:
Kolom Kiri Diisi jika tujuan kolom sebelah KIRI
lebih penting
Diisi Bila
Sama
Penting
Diisi jika tujuan kolom sebelah
KANAN lebih penting Kolom Kanan
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Industri Karet Industri Barang Galian Bukan Logam
Industri Karet Industri Barang dari Logam
Industri Karet Industri Makanan dan Minuman
Industri Karet Industri Kayu
Industri Karet Industri Pengolahan Lainnya
Industri Karet Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Karet Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
Industri Barang Galian Bukan Logam Industri Barang dari Logam
Industri Barang Galian Bukan Logam Industri Makanan dan Minuman
Industri Barang Galian Bukan Logam Industri Kayu
Industri Barang Galian Bukan Logam Industri Pengolahan Lainnya
Industri Barang Galian Bukan Logam Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Barang Galian Bukan Logam Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
Industri Barang dari Logam Industri Makanan dan Minuman
Industri Barang dari Logam Industri Kayu
Industri Barang dari Logam
Industri Pengolahan Lainnya
Industri Barang dari Logam
Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Barang dari Logam
Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
Industri Makanan dan Minuman Industri Kayu
Industri Makanan dan Minuman Industri Pengolahan Lainnya
Industri Makanan dan Minuman Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Makanan dan Minuman Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
Industri Kayu Industri Pengolahan Lainnya
Industri Kayu Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Kayu Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
Industri Pengolahan Lainnya Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Pengolahan Lainnya
Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
113
Bapak/Ibu diminta untuk memberikan penilaian tingkat kepentingan (skor) jika kriteria “Birokrasi” digunakan sebagai penentuan sub sektor
unggulan.
Berilah Tanda ( V) pada kolom skor yang paling sesuai terhadap penilaian tingkat kepentingan masing-masing tujuan pada tabel berikut:
Kolom Kiri Diisi jika tujuan kolom sebelah KIRI
lebih penting
Diisi
Bila
Sama Penting
Diisi jika tujuan kolom sebelah
KANAN lebih penting Kolom Kanan
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Industri Karet Industri Barang Galian Bukan Logam
Industri Karet Industri Barang dari Logam
Industri Karet Industri Makanan dan Minuman
Industri Karet Industri Kayu
Industri Karet Industri Pengolahan Lainnya
Industri Karet Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Karet Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
Industri Barang Galian Bukan Logam Industri Barang dari Logam
Industri Barang Galian Bukan Logam Industri Makanan dan Minuman
Industri Barang Galian Bukan Logam Industri Kayu
Industri Barang Galian Bukan Logam Industri Pengolahan Lainnya
Industri Barang Galian Bukan Logam Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Barang Galian Bukan Logam Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
Industri Barang dari Logam Industri Makanan dan Minuman
Industri Barang dari Logam Industri Kayu
Industri Barang dari Logam
Industri Pengolahan Lainnya
Industri Barang dari Logam
Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Barang dari Logam
Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
Industri Makanan dan Minuman Industri Kayu
Industri Makanan dan Minuman Industri Pengolahan Lainnya
Industri Makanan dan Minuman Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Makanan dan Minuman Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
Industri Kayu Industri Pengolahan Lainnya
Industri Kayu Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Kayu Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
Industri Pengolahan Lainnya Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Pengolahan Lainnya
Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
114
Bapak/Ibu diminta untuk memberikan penilaian tingkat kepentingan (skor) jika kriteria “Sumber Daya Manusia” digunakan sebagai penentuan sub
sektor unggulan.
Berilah Tanda ( V) pada kolom skor yang paling sesuai terhadap penilaian tingkat kepentingan masing-masing tujuan pada tabel berikut:
Kolom Kiri Diisi jika tujuan kolom sebelah KIRI
lebih penting
Diisi Bila
Sama
Penting
Diisi jika tujuan kolom sebelah
KANAN lebih penting Kolom Kanan
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Industri Karet Industri Barang Galian Bukan Logam
Industri Karet Industri Barang dari Logam
Industri Karet Industri Makanan dan Minuman
Industri Karet Industri Kayu
Industri Karet Industri Pengolahan Lainnya
Industri Karet Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Karet Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
Industri Barang Galian Bukan Logam Industri Barang dari Logam
Industri Barang Galian Bukan Logam Industri Makanan dan Minuman
Industri Barang Galian Bukan Logam Industri Kayu
Industri Barang Galian Bukan Logam Industri Pengolahan Lainnya
Industri Barang Galian Bukan Logam Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Barang Galian Bukan Logam Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
Industri Barang dari Logam Industri Makanan dan Minuman
Industri Barang dari Logam Industri Kayu
Industri Barang dari Logam
Industri Pengolahan Lainnya
Industri Barang dari Logam
Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Barang dari Logam
Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
Industri Makanan dan Minuman Industri Kayu
Industri Makanan dan Minuman Industri Pengolahan Lainnya
Industri Makanan dan Minuman Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Makanan dan Minuman Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
Industri Kayu Industri Pengolahan Lainnya
Industri Kayu Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Kayu Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
Industri Pengolahan Lainnya Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Pengolahan Lainnya
Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
115
Lampiran 5
Hasil Analytical Hierarchy Process (AHP) Strategi Perencanaan Pengembangan
Subsektor Industri Pengolahan di Kota Tangerang Selatan
1. Penentuan Bobot Tujuan
2. Penentuan Sub-kriteria Pertumbuhan Subsektor
3. Penentuan Sub-kriteria Penyerapan Lapangan Kerja
116
4. Penentuan Sub-kriteria Peningkatan Daya Saing
5. Penentuan Alternatif Subkriteria Bahan Baku
6. Penentuan Alternatif Subkriteria IPTEK
117
7. Penentuan Alternatif Subkriteria Mutu Tenaga
8. Penentuan Alternatif Subkriteria Nilai Produksi
118
9. Penentuan Alternatif Subkriteria Upah
10. Penentuan Alternatif Subkriteria Nilai Investasi
119
11. Penentuan Alternatif Subkriteria Infrastruktur
12. Penentuan Alternatif Subkriteria Birokrasi
13. Penentuan Alternatif Subkriteria Sumber Daya Manusia