analisis kelayakan kompos

8
ANALISIS KELAYAKAN USAHA RICE MILLING UNIT (RMU) DI KECAMATAN JETIS KABUPATEN BANTUL, YOGYAKARTA Sugeng Widodo, Rob Mujisihono dan Nur Hidayat Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta ABSTRAK Beras adalah komoditas strategis dan merupakan pangan pokok bangsa Indonesia. Konsumsi beras setiap tahun selalu meningkat seiring dengan laju penambahan penduduk. Sudah banyak upaya untuk mengerem laju konsumsi beras dengan anekaragaman pangan lokal namun tampaknya setiap tahun selalu mengalami kenaikan. Seiring dengan laju konsumsi beras maka pihak produsen utama (petani) dan ditunjang dengan usaha penggilingan padi (Rice Milling Unit) mengalami kenaikan pesat. Pesatnya pertumbuhan RMU di Kabupaten Bantul menimbulkan persaingan yang cukup ketat. Metode penelitian adalah survai dengan penentuan RMU secara sengaja (purposive) dengan pendekatan daerah sentra padi. Penelitian menguji 3 RMU di Kecamatan Jetis, Kabupaten Bantul pada bulan September - Desember 2004. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Tingkat pengembalian modal (Internal Rate Return/IRR) pada 3 RMU memberikan nilai IRR aktual > IRR estimate, ( 12% ) masing-masing adalah UD Iqbal Sari Padi 63%; UD Dewi Sri 70% dan UD Tani Rahayu 36%. Dengan nilai indikator IRR > 12% maka usaha RMU di tiga UD tersebut layak; (2) Net Present Value (NPV) memberikan nilai indikator NPV positif, masing-masing adalah UD Iqbal Sari Padi sebesar Rp 75,680,901; UD Dewi Sri Rp 34,306,065 dan UD Tani Rahayu sebesar Rp 13,017,534. Artinya bahwa usaha penggilingan padi RMU selama 5 (lima) tahun investasi memberikan keuntungan masing-masing sebesar Rp 75,680,901; Rp 34,306,065 dan Rp 13,017,534. Dengan pendekatan kedua indikator IRR dan NPV dalam kondisi normal pada saat pengkajian usaha ini layak dan memberikan manfaat nyata bagi usaha RMU di Kabupaten Bantul. Kata kunci : RMU, padi, kelayakan usaha PENDAHULUAN Swasembada beras terjadi tahun 1984 dan dapat dipertahankan pada tahuu 1990. Setelah itu peningkatan konsumsi beras tidak sebanding lagi dengan laju peningkatan produksi dan areal panen (Kasryno et al., 2001). Sejak tahun 1994 Indonesia mulai mengimpor beras lagi, dan setiap tahun ada kecenderungan peningkatan impor. Ini sebenarnya merupakan peluang bagi petani dan usaha penggilingan padi (RMU) dalam peningkatan produktivitas dan kualitas beras. Pangsa pasar tersedia hanya keperpihakan pemerintah terhadap petani khususnya padi sangat diharapkan dalam peningkatan pendapatan dan nilai tukarnya sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan bagi petani. Insentif dalam keperpihakan pemerintah pada petani diharapkan mampu memberikan spirit dan motivasi sehingga akhirnya petani bergairah lagi menanam padi. Tanaman padi merupakan masih merupakan komoditi strategis nasional. Produksi beras di Indonesia pada akhir tahun 2000

description

analisis kelayakan kompos

Transcript of analisis kelayakan kompos

Page 1: analisis kelayakan kompos

ANALISIS KELAYAKAN USAHA RICE MILLING UNIT (RMU) DI KECAMATAN JETIS KABUPATEN BANTUL, YOGYAKARTA

Sugeng Widodo, Rob Mujisihono dan Nur Hidayat Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta

ABSTRAK

Beras adalah komoditas strategis dan merupakan pangan pokok bangsa Indonesia. Konsumsi beras setiap tahun selalu meningkat seiring dengan laju penambahan penduduk. Sudah banyak upaya untuk mengerem laju konsumsi beras dengan anekaragaman pangan lokal namun tampaknya setiap tahun selalu mengalami kenaikan. Seiring dengan laju konsumsi beras maka pihak produsen utama (petani) dan ditunjang dengan usaha penggilingan padi (Rice Milling Unit) mengalami kenaikan pesat. Pesatnya pertumbuhan RMU di Kabupaten Bantul menimbulkan persaingan yang cukup ketat. Metode penelitian adalah survai dengan penentuan RMU secara sengaja (purposive) dengan pendekatan daerah sentra padi. Penelitian menguji 3 RMU di Kecamatan Jetis, Kabupaten Bantul pada bulan September - Desember 2004. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Tingkat pengembalian modal (Internal Rate Return/IRR) pada 3 RMU memberikan nilai IRR aktual > IRR estimate, ( 12% ) masing-masing adalah UD Iqbal Sari Padi 63%; UD Dewi Sri 70% dan UD Tani Rahayu 36%. Dengan nilai indikator IRR > 12% maka usaha RMU di tiga UD tersebut layak; (2) Net Present Value (NPV) memberikan nilai indikator NPV positif, masing-masing adalah UD Iqbal Sari Padi sebesar Rp 75,680,901; UD Dewi Sri Rp 34,306,065 dan UD Tani Rahayu sebesar Rp 13,017,534. Artinya bahwa usaha penggilingan padi RMU selama 5 (lima) tahun investasi memberikan keuntungan masing-masing sebesar Rp 75,680,901; Rp 34,306,065 dan Rp 13,017,534. Dengan pendekatan kedua indikator IRR dan NPV dalam kondisi normal pada saat pengkajian usaha ini layak dan memberikan manfaat nyata bagi usaha RMU di Kabupaten Bantul.

Kata kunci : RMU, padi, kelayakan usaha

PENDAHULUAN

Swasembada beras terjadi tahun 1984 dan dapat dipertahankan pada tahuu 1990. Setelah itu peningkatan konsumsi beras tidak sebanding lagi dengan laju peningkatan produksi dan areal panen (Kasryno et al., 2001). Sejak tahun 1994 Indonesia mulai mengimpor beras lagi, dan setiap tahun ada kecenderungan peningkatan impor. Ini sebenarnya merupakan peluang bagi petani dan usaha penggilingan padi (RMU) dalam peningkatan produktivitas dan kualitas beras. Pangsa pasar tersedia hanya keperpihakan pemerintah terhadap petani khususnya padi sangat diharapkan dalam peningkatan pendapatan dan nilai tukarnya sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan bagi petani. Insentif dalam keperpihakan pemerintah pada petani diharapkan mampu memberikan spirit dan motivasi sehingga akhirnya petani bergairah lagi menanam padi.

Tanaman padi merupakan masih merupakan komoditi strategis nasional. Produksi beras di Indonesia pada akhir tahun 2000 mencapai 51,899 juta ton GKG (Simatupang, 2000; Simatupang dan A. Syukur, 2002) pada akhir tahun 2002 diperkirakan sebesar 54 juta ton GKG. Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2002 dapat menyumbangkan sekitar 653.576 ton padi Gabah Kering Giling (GKG), terdiri dari hasil padi sawah 537.955 ton GKG, padi gogo 115.622 ton GKG, setara dengan 424.824,4 ton beras (Anonimus, 2002). Dilihat dari luas areal padi sawah, maka Kabupaten Sleman merupakan pemasok terbesar (40,56%), Kabupaten Bantul, 27,60%, Kabupaten Kulon Progo, 18,03%, Kabupaten Gunung Kidul 13,40% dan Kodya Yogyakarta 0,41%. Sedangkan padi gogo 100,00% berada di Kabupaten Gunung Kidul (Santoso, 2002).

Potensi hasil varietas-varietas unggul padi sawah telah mencapai titik jenuh, hal ini terbukti bahwa rata-rata produksi padi persatuan luas telah melandai. Dengan memperhatikan mutu gabah/beras yang mengarah kepada permintaan pasar, baik domestik maupun internasional, maka pengenalan varietas padi unggul baru aromatik diharapkan dapat meningkatkan harga jual beras yang dihasilkan. Adapun kegiatan tersebut telah mendapat respon dari Bupati Bantul dengan bantuan benih padi aromatik sebanyak 4 ton bekerja sama dengan BPTP-Yogyakarta tahun 2001 (Mudjisihono, 2001). Hasil panen dihimpun dalam satu lumbung kelompok dan diharapkan dapat dijual dalam bentuk gabah maupun beras dengan harga yang relatif lebih tinggi. Sebagai tindak lanjut Mudjisihono et al., (2004), sedang mengembangkan padi aromatik varietas Batang Gadis,

Page 2: analisis kelayakan kompos

Gilirang, Cimelati dan Celebes di Yogyakarta. Maka perlu diantisipasi dengan pola penanganan pasca panen yang tepat dan benar.

Masalah besarnya kehilangan hasil, mutu yang rendah dan harga yang fluktuatif yang cenderung tidak memberikan insentif kepada petani sangat amat dirasakan dan perlu segera solusinya (Moehaimin-Sovan, 2002). Kehilangan hasil pasca panen masih tinggi yaitu mencapai 20,5% (Anonimus, 1995). Mutu beras yang dihasilkan umumnya sangat rendah yang dicirikan oleh beras patah (broken) yang lebih dari 15% dengan rasa, warna yang kurang baik. Selanjutnya harga gabah ditingkat petani belum dapat memperbaiki tingkat pendapatan. Kondisi demikian akan semakin besarnya ancaman terhadap ketahanan pangan beras.

METODE PENELITIAN

Pendekatan Penelitian

Kegiatan akan dilaksanakan pada tahun 2004 dari bulan September – Desember 2004. Pada tahap awal dilakukan survai lokasi pada daerah sentra padi di Kecamatan Jetis Kabupaten Bantul. Penentuan tempat RMU secara sengaja (purposive) yaitu pada daerah sentra padi, sedangkan penentuan responden secara simple random sampling, dengan kriteria responden bahwa RMU yang dikaji memiliki kesetaraan dalam volume, skala dan berijin.

Pendekatan Analisis Data

a. Analisis Pendapatan Bersih Usaha RMU

Keuntungan = Penerimaan Total – Biaya Total

Komponen biaya total terdiri dari biaya-biaya variabel (biaya tidak tetap) dan biaya tetap. Biaya variabel adalah biaya yang secara total berubah secara proporsional dengan perubahan aktivitas, dengan kata lain biaya variabel adalah biaya yang besarnya dipengaruhi oleh jumlah produksi yang dihasilkan, akan tetapi biaya variabel per unit sifatnya konstan. Sedangkan biaya yang selalu tetap secara keseluruhan tanpa terpengaruh oleh tingkat aktivitas (Garrison dan Norren, 2001).

b. Analisis Finansial RMU

Analisis finansial yaitu menghitung tingkat imbalan yang diterima dari modal yang sudah diinvestasikan pada usaha RMU. Kriteria investasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Net Present Value (NPV), Net B/C, dan IRR.. (Pujosumarto, 1998 ; Gitinger, 1986)

Net Present Value (NPV) :

Keterangan :

B = Manfaat penerimaan tiap tahunC = Manfaat biaya yang dikeluarkan tiap tahunt = Tahun kegiatan usaha (t = 1,2,...n)i = Tingkat discount yang berlaku

Page 3: analisis kelayakan kompos

Kriteria NPV yaitu :

NPV > 0, berarti usaha RMU yang telah dilaksanakan menguntungkan;NPV < 0, berarti sampai dengan t tahun investasi proyek tidak menguntungkan; NPV = 0, berarti tambahan manfaat sama dengan tambahan biaya yang dikeluarkan.

Internal Rate of Returns (IRR) yaitu :

Keterangan :

Bt = Manfaat penerimaan tiap tahunCt = Manfaat biaya yang dikeluarkan tiap tahunt = Tahun kegiatan usaha (t = 1,2,...n)i = Tingkat bunga yang berlaku

Kriteria IRR yaitu :

1. IRR > Social Discount Rateberarti usaha RMU layak dilaksanakan;

2. IRR < Social Discount Rate berarti usaha RMU tidak layak dilaksanakan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Profil Rice Milling Unit (RMU)

Usaha penggilingan padi di Kabupaten Bantul mulai berkembang pesat dalam 5 (lima) tahun terakhir ini. Kepesatan usaha ini, didukung dengan peningkatan produktivitas hasil padi dengan produktivitas rerata sudah diatas 5 ton/ha GKP, lebih tinggi dari rerata produktivitas nasional 4-5 ton/ha. Selain itu didukung dengan kebijakan PEMDA Kab Bantul yang sangat kondusif dalam peningkatan produktivitas dan usaha RMU dengan kemudahan ijin dan cukup membantu dalam peningkatan nilai tambah. Persaingan usaha RMU ini bersifat positif dan kompetitif sehingga harga yang ditawarkan cukup menguntungkan kedua belah pihak. Kapasitas, jenis dan karakteristik RMU di Kabupaten Bantul beragam. Hasil penelitian dari 3 unit RMU di Kec. Jetis disajikan pada tabel 1.

Tabel 1. Spesifikasi Teknis Beberapa RMU di Kecamatan Jetis, Kabupaten Bantul. 2004

Nama PerusahaanSpesifikasi

Merk Kap/jam Model Rpm Ket.

1. UD. Iqbal Saripadi, Trimulyo YanmarICHI

15 HP10 HP

ECH60ANN70

1100750

PengupasPenyosoh

2. UD. Tani Rahayu, Barungan YanmarICHI

13 HP8 HP

HW60ANN60

1100850

PengupasPenyosoh

3. UD. Sri Rejeki, Sumberagung YanmarKubota

15 HP11 kw

ECH60ANRD160H

11001800

PengupasPenyosoh

Sumber : Data Primer, 2004.

Kalayakan RMU (Rice Milling Unit)

Metode perhitungan yang digunakan di dalam analisis finansial adalah metode arus tunai berdiskonto dengan tingkat discount factor 1% per bulan sesuai dengan suku bunga berlaku di Bantul. Dalam usaha RMU output yang dihasilkan adalah nilai rupiah/kg dari biaya giling gabah. Komonen biaya yang dipertimbangkan adalah: (1) Biaya investasi: dalam perhitungan awal yang dilakukan yaitu investasi awal yang ditanamkan terinci adalah: RMU terdiri dari mesin diesel, penyosok dan pencacah, gedung/gudang pemproses termasuk lantai penjemuran, peralatan

Page 4: analisis kelayakan kompos

pelengkap (nilai sekop, timbangan dll); (2) Biaya tetap: merupakan biaya yang dikeluarkan setiap tahun terdiri dari biaya pemeliharaan (service dan maintenance), bunga bank, pajak/retribusi dan peralatan habis pakai (karung, ember, tali, pisau, lampu dll); (3) Biaya variabel: Merupakan biaya yang dikeluarkan untuk operasional yang terdiri dari: BBM (solar), minyak pelumas (oli), listrik dan tenaga kerja (operator mesin RMU).

Pendapatan bersih merupakan selisih dari penerimaan dengan biaya. Pada tahun ke 0 dan 1 akan bernilai negatif, hal ini karena pada awal investasi butuh biaya tinggi dan sampai dengan tahun 1 belum berproduksi sehingga nilai negatif, dan pada tahun ke 2 sampai dengan tahun ke lima sesuai dengan nilai ekonomis mesin RMU; nilai bangunan/ gudang dan alat bantu lainnya. Nilai investasi RMU disajikan pada tabel 2

Tabel 2. Nilai Investasi Beberapa RMU di Kecamatan Jetis, Kabupaten Bantul, 2004.

Nama RMU Total Investasi (Rp)

1. UD IQBAL SARI PADI Trimulyo, Jetis 71,000,000

2. UD TANI RAHAYU, Barungan, Jetis 42,000,000

3. UD DEWI SRI, Bansan, Jetis. 28,200,000

Sumber : Data Primer (2004)

Hasil analisis kelayakan usaha dari sisi finansial meliputi nilai indikator IRR (Internal Rate of Return dan NPV (Net Present Value) RMU di Kecamatan Jetis Kabupaten Bantul disajikan pada tabel 3 dan lebih detil pada lampirkan 1, 2, dan 3.

Tabel 3. Nilai Indikator Analisis Kelayakan Usaha RMU, Kabupaten Bantul, 2004.

Nama Usaha RMUKELAYAKAN USAHA

IRR aktual NPV Kriteria

1. UD IQBAL SARI PADI 63% 75,680,901 Layak

2. UD DEWI SRI 70% 34,306,065 Layak

3. UD TANI RAHAYU 36% 13,017,534 Layak

Sumber : Data Primer (2004)Catatan : IRR estimate 12% (sesuai bunga bank/berlaku 2004)

Perhitungan dengan investasi pada T0 – T5 (5 tahun)

Dilihat dari sisi tingkat pengembalian modal (Internal Rate Return/IRR) pada 3 RMU seperti tertera pada tabel 3 memberikan nilai IRR aktual > IRR estimate, yaitu > 12% (sesuai bunga yang berlaku saat penelitian) maing-masing adalah UD Iqbal Sari Padi 63%; UD Dewi Sri 70% dan UD Tani Rahayu 36%. Dengan nilai indikator IRR > 12% maka dari sisi IRR usaha RMU di tiga UD tersebut layak.

Begitu pula bila ditinjau dari sisi Net Present Value (NPV) memberikan nilai NPV positif, masing-masing adalah UD Iqbal Sari Padi sebesar Rp 75,680,901; UD Dewi Sri Rp 34,306,065 dan UD Tani Rahayu sebesar Rp 13,017,534. Artinya bahwa usaha penggilingan padi RMU selama 5 (lima) tahun investasi memberikan keuntungan masing-masing sebesar Rp 75,680,901; Rp 34,306,065 dan 13,017,534. Dengan pendekatan kedua indikator IRR dan NPV dalam kondisi normal pada saat pengkajian usaha ini layak dan memberikan manfaat nyata bagi usaha RMU di Kab Bantul.

Page 5: analisis kelayakan kompos

KESIMPULAN

1. Dilihat dari indikator (Internal Rate Return/IRR) pada 3 RMU adalah layak/feasible memberikan nilai IRR aktual > IRR estimate, (12%) masing-masing adalah UD Iqbal Sari Padi 63%; UD Dewi Sri 70% dan UD Tani Rahayu 36%.

2. Dari sisi Net Present Value (NPV), juga layak/feasible dengan nilai NPV positif, masing-masing adalah UD Iqbal Sari Padi sebesar Rp 75,680,901; UD Dewi Sri Rp 34,306,065 dan UD Tani Rahayu sebesar Rp 13,017,534.

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus. 2003. Dinas Pertanian Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam: Rakorbangda 2003. Yogyakarta

Garrison dan Norren. 2001. Akutansi Manajerial. Salemba Empat. Jakarta.

Gittinger, 1986. Analisa Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. Eds (II). Universitas Indonesia Press. Johns Hopkins. Jakarta. 579.

Karsyno, F., P. Simatupang, E. Pasandaran dan Sri Adiningsih. 2001. Reformulasi Kebijaksanaan Perberasan Nasional. Forum Penelitian Agro Ekonomi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Balitbang Deptan. 1 – 23.

Mudjisihono Rob. dan A. Setyono, 2003. Pengkajian Cara dan Alat Perontokan untuk Menekan Kehilangan Hasil Panen Padi. Balai Pengkajian Teknologi Yogyakarta. unpublished.

Pudjosumarto, M., 1998. Evaluasi Proyek. Fakultas Ekonomi Brawijaya Malang. Edisi Kedua. Liberty. Yogyakarta.

Santosa, T., 2002. Memantapkan Swasembada Pangan dan Ketahanan Pangan di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, IP2TP Yogyakarta.

Simatupang, P. 2000. Anatomi Masalah Produksi Beras Nasional dan Upaya Mengatasinya. Makalah pada Seminar Nasional Perspektif Pembangunan Pertanian dan Kehutanan Tahun 2001 Ke depan. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Litbang Pertanian, 9-10 Nopember 2000. Bogor.

Simatupang, P., dan M. Syukur, 2002. Dampak Kehilangan Hasil Terhadap Kesejahteraan Sistem Padi. Workshop Kehilangan Hasil Pasca Panen Padi. Dirjen Bina Pengelolaan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Jakarta, 5 Juni 2002.

Sovan, M., 2002. Peranan Penanganan Pasca Panen Untuk Menurunkan Kehilangan Hasil. Makalah pada workshop Kehilangan Hasil Pasca Panen. Jakarta.