Analisis Geospasial untuk Deteksi Kekeringan Meteorologis...

17
1 Analisis Geospasial untuk Deteksi Kekeringan Meteorologis di Wilayah Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Klaten Artikel Ilmiah Peneliti : Yan Estevan Verdinan (672012003) Program Studi Teknik Informatika Fakultas Teknologi Informasi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga November 2016

Transcript of Analisis Geospasial untuk Deteksi Kekeringan Meteorologis...

1

Analisis Geospasial untuk Deteksi Kekeringan Meteorologis di

Wilayah Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Klaten

Artikel Ilmiah

Peneliti :

Yan Estevan Verdinan (672012003)

Program Studi Teknik Informatika

Fakultas Teknologi Informasi

Universitas Kristen Satya Wacana

Salatiga

November 2016

2

Analisis Geospasial untuk Deteksi Kekeringan Meteorologis di

Wilayah Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Klaten

Artikel Ilmiah

Diajukan Kepada

Fakultas Teknologi Informasi

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komputer

Peneliti :

Yan Estevan Verdinan (672012003)

Program Studi Teknik Informatika

Fakultas Teknologi Informasi

Universitas Kristen Satya Wacana

Salatiga

November 2016

3

4

5

6

7

Analisis Geospasial untuk Deteksi Kekeringan Meteorologis di

Wilayah Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Klaten

Yan Estevan Verdinan 1, Sri Yulianto 2

Fakultas Teknologi Informasi

Universitas Kristen Satya Wacana

Jl. Diponegoro 52-60, Salatiga 50711, Indonesia

E-mail: [email protected], [email protected]

Abstract With the recent climate change that occurred causing difficulty to predict the rainy season

and the dry season in a period time. The purpose of this study was to analyze the drought

index using the Standardized Precipitation Index (SPI) methode and presented the results

into a mapping of drought distribute through a web browser with a case study in Boyolali

and Klaten. Stages of the research conducted is to prepare the rainfall data Boyolali and

Klaten district in 2010. The results at Boyolali district is the rainy season starting from

January till March, where the index in January was 1:44 in January. The dry season began

in June until August. July is the driest at -1.59 point in Boyolali district while in the other

months in a normal state. For the Klaten district, average of every district throughout the

month of January until December are in the normal classification at Klaten district.

Keywords: Keywords: Boyolali District, Klaten District, Drought, Standardized Precipitation

Index (SPI)

Abstrak Dengan adanya perubahan iklim yang terjadi menyebabkan musim hujan dan musim

kemarau sulit untuk di prediksi dalam suatu periode waktu. Tujuan penelitian ini adalah

menganalisis indeks kekeringan menggunakan metode Standardized Precipitation Index

(SPI) serta mempresentasikan hasil kedalam sebuah pemetaan sebaran kekeringan melalui

web browser dengan studi kasus di Kabupaten Boyolali dan Klaten. Tahapan penelitian yang

dilaksanakan yaitu mempersiapkan data curah hujan Kabupaten Boyolali dan Klaten tahun

2010. Hasil penelitian pada Kabupaten Boyolali adalah musim hujan kabupaten Boyolali

dimulai dari bulan januari sampai maret dimana indeks pada bulan januari adalah 1.44 pada

bulan januari. Musim kemarau mulai pada bulan juni sampai agustus. Bulan Juli adalah

paling kering yaitu di angka -1.59 pada kabupaten Boyolali sedangkan pada bulan-bulan

yang lain dalam keadaan yang normal. Untuk hasil Kabupaten Klaten rata-rata dari setiap

kecamatan sepanjang bulan januari sampai desember Kabupaten Klaten dalam klasifikasi

normal.

Kata Kunci: Kabupaten Boyolali, Kabupaten Klaten, Kekeringan, Standardized Precipitation

Index (SPI)

1)Mahasiswa Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Informasi, Universitas Kristen Satya Wacana 2)Staf Pengajar Fakultas Teknologi Informasi, Universitas Kristen Satya Wacana.Salatiga

8

1. Pendahuluan

Perubahan iklim dan cuaca yang tidak beraturan dapat mempengaruhi lamanya

waktu musim hujan dan musim kemarau tidak lagi seimbang. Musim kemarau yang

tidak seimbang akan menyebabkan suatu daerah akan terjadi kekeringan. Kekeringan

dapat dilihat tidak hanya dari aspek meteorologi saja, dimana ketika terjadi

kekurangan curah hujan dalam durasi waktu tertentu, maka akan menimbulkan

dampak kekurangan air bagi aspek yang lain, sehingga aspek terdampak dapat

disebut pula mengalami kekeringan. Namun demikian, semua jenis kekeringan

berasal dari kurangnya curah hujan yang turun [1] dan atau ketidakcukupan curah

hujan yang turun pada suatu periode tertentu [2].

Kabupaten Boyolali mempunyai curah hujan yang tinggi dan memiliki sumber

air yang dapat dimanfaatkan untuk aktivitas masyarakatnya. Secara administatif

kabupaten Boyolali terbagi ke dalam 19 kecamatan yaitu Ampel, Andong,

Banyudono, Boyolali, Cepogo, Juwangi, Karanggede, Kemusu, Klego, Mojosongo,

Musuk, Ngemplak, Nogosari, Sambi, Sawi, Selo, Simo, Teras dan Wonosegoro[3].

Kondisi iklim Kabupaten Klaten mempunyai iklim tropis dengan musim hujan dan

musim kemarau silih berganti sepanjang tahun, secara administatif kabupaten Klaten

terbagi ke dalam 26 kecamatan yaitu Prambanan, Jogonalan, Pedan, Gantiwarno,

Manisrenggo, Karangdowo, Wedi, Karanganom, Juwiring, Bayat, Klaten Selatan,

Klaten Tengah, Klaten Utara, Wonosari, Cawas, Kemalang, Delanggu, Trucuk,

Karangnongko, Polanharjo, Kalikotes, Ngawen, Tulung, Kebonarum, Ceper, dan

Jatinom[4]. Standardized Precipitation Index (SPI) adalah salah satu cara dalam

menganalisis indeks kekeringan pada suatu daerah, dan kemudian di petakan untuk

mengetahui penyebaran dari bencana kekeringan yang terjadi[5].

Informasi mengenai sebaran kondisi kekeringan diperlukan, sebagai salah satu

upaya non struktural yang dapat dijadikan untuk masukan bagi pembangunan

wilayah kabupaten Boyolali dan Kabupaten Klaten .Tujuan Penelitian ini adalah

menganalisis data curah hujan untuk menghasilkan indeks kekeringan berdasarkan

SPI dalam menentukan kondisi kekeringan di wilayah kabupaten Boyolali dan

kabupaten Klaten.

2. Tinjauan Pustaka

Di Indonesia, kekeringan merupakan salah satu bencana yang memiliki dampak

yang besar dan salah satu penyebab kegagalan pada produksi tanaman pangan[6].

Upaya untuk mengatasinya adalah dengan memahami karakteristik iklim setiap

daerah dengan baik. Hujan merupakan salah satu faktor utama pembentuk

kaakteristik iklim dan menjadi penyebab utama terjadinya kekeringan

meteorologi[7].

Pada penelitian sebelumnya yang berjudul Kajian Kekeringan Menggunakan SPI

di Indonesia dan hubungannya dengan Kejadian El Nino 1997-1998. Penelitian ini

berhasil mengukur kemampuan SPI dalam menganalisis sejarah kekeringan

9

meteorologi yang terjadi di daerah Ambon, Medan, Denpasar untuk berbagai skala

waktu 3, 6 dan 12 bulan. Dalam peneitian ini juga melihat perbedaan respon

kekeringan di ketiga daerah tersebut dan mengetahui hubungannya dengan kejadian

El Nino kuat tahun 1997-1998[8].

Metode SPI merupakan metode yang dikembangkan oleh McKee pada tahun

1993[9]. Tujuannya adalah untuk mengetahui dan memonitoring kekeringan. Kriteria

nilai indeks kekeringan metode SPI diklasifikasikan dalam tabel seperti berikut :

Tabel 1 Klasifikasi Tingkat Kekeringan[10]

3. Metodologi

Metode yang dilakukan untuk menentukan indeks kekeringaan adalah dengan

perhitungan indeks kekeringan SPI. Dalam analisa SPI untuk kabupaten Boyolali dan

kabupaten Klaten dibutuhkan data curah hujan bulanan dengan periode satu tahun.

Dalam penelitian ini digunakan data curah hujan tahun 2010. Analisa indeks SPI

yang dilakukan menggunakan skala waktu SPI-1 (1 Bulan) dengan klasifikasi

Tingkat kekeringan berdasarkan nilai SPI nya yang dibagi kedalam lima klasifikasi

tingkatan. Adapun persamaan SPI yang digunakan adalah sebagai berikut:[10]

𝑍𝑖𝑗 = 𝑥𝑖𝑗−𝑋𝑗̅̅̅̅

𝜎𝑗 ………………………. (1)

Dimana : Zij = perubah Z, tahun ke I bulan ke j.

Xij = Hujan bulanan tahun ke 1 bulan ke j.

𝑥�̅� = hujan bulan j, rata-rata

σj = simpangan baku bulan j

.

Dengan simpangan baku :

𝜎√∑(𝑥−�̅�)−2

𝑛−1 ………………………… (2)

Keterangan: x = data curah hujan

�̅� = jumlah rata-rata curah hujan

n = Jumlah data

Nilai Klasifikasi

>= 2.0 Amat Sangat Basah

1.5 ~ 1.99 Sangat Basah

1.00 ~ 1.49 Basah

-0.99 ~ 0.99 Normal

-1.00 ~ -1.49 Kering

-1.5 ~ -1.99 Sangat Kering

<= -2 Amat Sangat Kering

10

Setalah hasil nilai indeks kekeringan SPI didapatkan, maka dilakukan pembuatan

peta sebaran kekeringan untuk mengetahui sebaran kekeringan meteorologis

didaerah kajian. Peta indeks kekeringan SPI dibuat menggunakan program ArcGIS

3.3 dan akan ditampilkan mengunakan web browser.

4. Hasil dan Pembahasan

Penelitian ini menentukan deteksi kekeringan menggunakan metode perhitugan

SPI. Data curah hujan yang digunakan berupa data curah hujan bulanan dalam tahun

2010 yang berasal dari kabupaten Boyolali dan kabupaten Klaten.

Algoritma dari proses perhitungan indeks kekeringan dengan metode SPI, adalah

sebagai berikut:

1. Input data curah hujan kedalam variabel Xij

2. Pilih data curah bulan ke j dan tahun ke i untuk dihitung

3. Hitung rata-rata data curah bulan ke j yaitu 𝑥�̅�

4. “Xij” dikurangkan dengan 𝑥�̅�

5. Hitung simpangan baku bulan ke j σj

6. Hasil “Xij” - 𝑥�̅� dibagi dengan σj

7. Mendapatkan hasil perhitungan Zij

Pseudocode perhitungan SPI :

1. Input : data = (curah hujan), average, Sigma, SD, spi_value

2. Function:

3. spi_value = {}

4. for i=1 To N Do

5. average = 0

6. For j=M Downto M-12 do

7. average = average + data ij

8. End For

9. average = (𝑎𝑣𝑒𝑟𝑎𝑔𝑒

12)

10. Sigma = 0

11. For j=M DownTo M-12 Do

12. Sigma = sigma + (Dataij – average)2

13. End for

14. SD = sqrt(𝑠𝑖𝑔𝑚𝑎

12−1)

15. Spi_valuei = 𝑑𝑎𝑡𝑎𝑙𝑒𝑛𝑔ℎ𝑡−𝑎𝑣𝑒𝑟𝑎𝑔𝑒

𝑆𝐷

16. End For

17. End Function

11

Dengan menggunakan perhitungan pada persamaan(1) didapatkan hasil

perhitungan SPI dengan periode hitungan perbulan seperti hasil pada tabel dibawah

ini

Gambar 1 Grafik nilai SPI di kabupaten Boyolali bulan Januari

Gambar 1.a menunjukan nilai indeks SPI kabupaten Boyolali pada bulan januari

di kecamatan ampel 2.16, kecamatan teras 2.45, kecamatan sawit 2 sehingga ketiga

kecamatan tersebut masuk kedalam klasifikasi sangat basah dimana keadaan sangat

basah menunjukan pada daerah tersebut masuk dalam musim hujan pada bulan

januari. Dengan hasil indeks rata-rata bulan januari keadaan kabupaten boyolali

masuk dalam klasifikasi basah dimana pada klasifikasi basah dapat dimanfaatkan

untuk mulai bercocok tanam dikarenakan suplai air di kabupaten Boyolali tersedia

dengan baik. Berikut adalah hasil pemetaan kabupaten Boyolali pada bulan januari

2010.

-0.5

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

Indeks SPI kabupaten Boyolali bulan januari 2010

12

Gambar 2 Boyolali bulan januari

Gambar 2 menunjukan bahwah hampir keseluruhan kabupaten Boyolali bulan

januari berwarna biru dan biru muda. Warna biru menandakan bahwa pada

kecamatan tersebut masuk dalam klasifikasi sangat basah, warna biru muda

menandakan masuk klasifikasi basah. Hanya terdapat 5 kecamatan yang berada

dalam keadaan normal yaitu kecamatan Juwangi, Wonosegoro, Ngemplak, Cepogo

dan Musuk.

Gambar 3 Grafik nilai SPI di kabupaten Boyolali bulan Juli

-1.22

-1.83

-1.46-1.36-1.58-1.48

-1.56-1.79-1.82

-1.45-1.68

-2.39

-1.34

-1.64

-1.32 -1.4

-1.92

-1.52-1.45

-2.5

-2

-1.5

-1

-0.5

0

0.5

Indeks SPI kabupaten Boyolali bulan juli 2010

13

Gambar 3 menunjukan nilai indeks SPI di kabupaten Boyolai pada bulan juli

rata-rata dari seluruh kecamatan adalah -1.59. Sehingga dapat disimpulkan bahwa

kekeringan terjadi pada bulan juli. Bulan juli masuk dalam klasifikasi sangat kering.

Dimana keadaan sangat kering menunjukan kabupaten boyolali pada bulan juli

masuk dalam musim kering sehingga pada bulan juni tidak disarankan untuk

bercocok tanam dikarenakan cuaca kabupaten Boyolali dalam ketersediaan air yang

sedikit.

Gambar 4 Boyolali bulan juli

Gambar 4 adalah pemetaan bulan juli di kabupaten Boyolali. Dimana warna mulai

dari warna kuning yang menandakan kering, warna orange menandakan sangat

kering serta warna merah yang menandakan keadaan amat sangat kering. Bulan juli

di kabupaten Boyolali adalah bulan yang paling kering di kabupaten Boyolali.

14

Gambar 5 Grafik nilai SPI kabupaten Klaten tahun 2010

Gambar 5 menunjukan bahwa di kabupaten Klaten pada bulan januari rata-rata

nilai indeks SPI di seluruh daerah mendapatkan hasil 0.52 sehingga pada bulan

januari tahun 2010 masuk dalam klasifikasi normal. Dimana kondisi normal

menunjukan di daerah tersebut ketersediaan air sangat cocok dalam penggunaan

untuk lahan pertaniaan.

Gambar 6 Klaten bulan Januari

Gambar 6 menunjukan hasil pemetaan sebaran hasil perhitungan indeks

kekeringan menggunakan metode SPI dimana dari 26 kecamatan 18 kecamatan

masuk dalam klasifikasi normal sedangkan 5 kecamatan Tulung, Delaggu Wonosari,

-0.3

0

0.510.53

-0.01

0.821.04

-0.3

0.14

0.820.950.7

0

1.58

0.911.21.21

1.481.74

0

1.04

-0.5

-0.92

0 0

0.92

-1.5

-1

-0.5

0

0.5

1

1.5

2

Indeks SPI kabupaten Klaten bulan januari

15

Juwiring dan Kalikotes masuk dalam klasifikasi basah. Kecamatan Karanganom,

Polanharjo, dan Pedan masuk dalam klasifikasi sangat basah.

Gambar 7 Grafik nilai SPI kabupaten Klaten 2010

Gambar 7 menunjukan hasil rata-rata bulan juli -0.85 sehingga pada bulan juli di

kabupaten Klaten termasuk klasifikasi normal. Hanya pada kecamatan wedi,

kecamatan bayat dan kecamatan juwiring masuk dalam keadaan sangat kering.

Dengan demikian dapat disimpulkan sepanjang tahun 2010 kabupaten Klaten

untuk indeks kekeringan masuk dalam klasifikasi normal menurut metode

perhitungan SPI.

Gambar 8 Klaten bulan Juli

-0.3

0

-1.73-1.56

-1.2-1.22

-0.96

-0.3

-0.69-0.79

-1.25

-0.99

0

-1.12-1.17

-1.59

-1.28-1.3-1.31

0

-1.11

-0.5-0.66

0 0

-1.15

-2

-1.5

-1

-0.5

0

0.5INDEKS SPI KABUPATEN KLATEN BULAN JULI

16

Gambar 8 menunjukan kecamatan Bayat, Wedi dan Juwiring masuk dalam

klasifikasi sangat kering dengan warna orange, untuk kecamatan Cawas, Trucuk,

Pedan, Karangdowo, Karangnongko, Klaten Utara, Karanganom, Tulung,

Polanharjo, Delanggu dan Wonosari masuk dalam klasifikasi kering dengan warna

kuning di dalam peta. Untuk kecamatan yang lain masuk dalam klasifikasi normal

dengan warna hijau. Tabel 2 Keterangan indeks SPI

Warna

Nilai >= 2 1.5 ~ 2 1 ~ 1.5 -1.0 ~ 1.0 -1.0 ~ -

1.5

-1.5 ~ -

2.0

<= ~2

Klasifikasi Amat

Sangat

Basah

Sangat

Basah

Basah Normal Kering Sangat

Kering

Amat

Sangat

Kering

5. Simpulan

Setelah melalui beberapa proses perhitungan dan analisis, dapat disimpulkan

bahwa kekeringan di kabupaten Boyolali terjadi mulai dari bulan juli sampai agustus

dimana hasil indeks -1.16 bulan juni -1.59 bulan juli serta bulan agustus -1.03.

Indeks kekeringan di kabupaten Klaten dalam setahun masuk dalam kategori normal

dengan rata-rata indeks 0.03. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah (1) dapat

dijadikan rujukan untuk menentukan arah perkembangan dimasa depan dengan

berbasiskan data historis. Penilaian kekeringan pada penelitian ini yang didasarkan

pada data historis sehingga tidak menutup kemungkinan dapat dijadikan

pertimbangan untuk melakukan proyeksi mengenai sebaran kekeringan di masa

depan. (2) Diharapkan dari penelitian ini dapat menjadi masukan bagi para

pemangku kepentingan di lingkup daerah untuk dapat digunakan sebagaimana

mestinya. Terutama bagi pemerintah untuk dapat dijadikan sumber informasi

maupun data yang nantinya dapat digunakan sebagai masukan didalam

merencanakan mitigasi maupun adaptasi bagi wilayah yang rawan akan bahaya

kekeringan sehingga dampak negatif dari kekeringan akan mampu untuk

diminimalisasi.

6. Daftar Pustaka

[1] Wilhite, Donald A., William E. Easterling., and Deborah A.

Wood.1987. Planning for Drought–Toward a Reduction of

SocietalVulnerability. Colorado: Westview Press, Inc.

[2] Kodoatie, Robert J. dan Roestam Sjarief. 2010. Tata Ruang Air.

Yogyakarta: Penerbit Andi Offset

[3] Percepatan Pembaguhnan Sanitasi. 2015. Permukiman Buku putih

sanitasi kabupaten Boyolali gambaran umum kabupaten Boyolali.

http://ppsp.nawasis.info/dokumen/perencanaan/sanitasi/pokja/bp/kab.

17

boyolali/Boyolali%20BPS%20bab%202.pdf di unduh pada 28

oktober 2016.

[4] Departement Kesehatan. 2012. Profil Kesehatan Kabupaten Klaten.

http://www.depkes.go.id/resources/download/profil/PROFIL_KAB_K

OTA_2012/3310_Jateng_Kab_Klaten_2012.pdf di unduh pada 28

oktober 2016.

[5] Hadi Muliawan. 2014. Analisa Indeks Kekeringan dengan Metode

Standard Precipitation Index(SPI) dan Sebaran Kekeringan dengan

Geographic Information System(GIS) pada DAS Ngrowo.

http://scholar.google.co.id/scholar?start=40&q=standard+precipitation

+index+adalah&hl=id&as_sdt=0,5

[6] Rahayu, S. P. 2011. Penyebab Kekeringan dan Upaya

Penanggulangannya. Modul TOT Penyuluh Pertanian dalam Rangka

Peningkatan Kesadaran Petani Terhadap Isu-isu Perubahan iklim serta

Mitigasi dan Adaptasinya, Kerjasama Badan Litbang Pertanian

dengan BMKG. Badan Penyuluhan dan Pengambangan Sumber Daya

Manusia Pertanian. Kementan RI.

[7] Kumar, M. N., Murthy, C. S., Shesa Sai, M. V. S., Roy, P. S. 2009.

On the Use of Standardiezed Precipitation Index for Dorught Intensity

Assessement. Royal Meteorological Society, Meteorol. Appl. 16 :

381-389

[8] Robi Muharsyah. 2015. Kajian Kekeringan Menggunakan Standard

Precipitation Index di Indonesia dan Hubungannya dengan Kejadian

El Nino 1997-1998.

[9] McKee, T. B., Doesken, N. J., and Kleist, J. 1993. The Relationship of

Drought frequency and Duration to Time Scales, Procedings of the 8th

Conference on Applied Climatology.

[10] Ceglar, Andrej. 2007.Drought IndicesStandardized Precipitation

Index,Biotechnical faculty, University of Ljubljana.