Bencana Kekeringan Di Jatim Lebih Parah

download Bencana Kekeringan Di Jatim Lebih Parah

of 12

Transcript of Bencana Kekeringan Di Jatim Lebih Parah

Bencana Kekeringan di Jatim Lebih ParahRabu, 21 September 2011 14:12 WIB REPUBLIKA.CO.ID,SURABAYA Bencana kekeringan di Jawa Timur, tahun ini lebih parah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Pemerintah Provinsi Jawa Timur telah menetapkan kekeringan sebagai bencana. Kekeringan yang melanda Jatim lebih besar daripada tahun lalu, ujar Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jatim, Siswanto, Rabu (21/9). Pihaknya telah berkoordinasi dengan Badan Meteorologi Klimatogi dan Geofisika (BMKG) untuk menanggulangi kekeringan di sejumlah daerah. Dari informasi BMGK, sejumlah daerah sudah mulai memasuki musim penghujan pada September-Oktober. Tapi hujan selama satu bulan itu hanya intensitasnya kecil sehingga belum bisa atasi kekeringan. Sejumlah daerah bahkan harus mengambil air dari sumber dengan jarak 10 hingga 30 kilometer ujarnya. Berdasarkan informasi dari BMKG Juanda Surabaya, di sejumlah daerah di Jatim pada pekan ketiga September ini akan mulai turun hujan. Hanya saja intensitas hujan masih bersifat lokal. Hujan diprediksi turun pada September, pekan ketiga di Malang dan Lumajang Barat Daya.

BNPB: Pulau Jawa Berisiko Terkena Bencana KekeringanPolitikindonesia - Seluruh wilayah di Indonesia menghadapi masalah yang sama di masa musim kemarau saat ini. Yaitu kekurangan sumber daya air untuk memenuhi kebutuhan hidup. Wilayah yang diprediksi terkena bencana kekeringan adalah Pulau Jawa. Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, mengatakan, Pulau Jawa paling berisiko terkena bencana kekeringan karena konversi lahan yang dilakukan secara besar-besaran. Menurut Sutopo, perubahan pengunaan lahan di Jawa telah berlangsung sejak abad 19 hingga sekarang. Luas hutan yang tersisa kurang lebih 23%, yaitu 7% hutan lindung dan 16% hutan produksi. Rata-rata konversi lahan pertanian juga terus berlangsung dan semakin meningkat. "Saat ini daya dukung lingkungan berdasarkan metode jejak ekologi (ecological footprint) menunjukkan daya dukung lingkungan sudah terlampaui. Prediksi BMKG juga menunjukkan, curah hujan tahun 2010-2020 akan lebih berkurang dibandingkan tahun 1978-2007," kata Sutopo, Minggu (18/09). Sutopo memprediksi ke depannya pengelolaan sumber daya air akan menghadapi kendala yang jauh lebih berat. Kebijakan penyediaan air di masa mendatang juga akan sangat ditentukan oleh jumlah penduduk dan kesejahteraan rakyat Indonesia pada saat itu. Bahkan bisa terjadi kemungkingan kKonflik antar masyarakat untuk berbagai kebutuhan air semakin sering terjadi. Di samping akibat dampak pencemaran karena terlampauinya daya dukung sumberdaya air yang ada," pungkas Sutopo.(ar) (wan/rin/dir)

KARAKTERISTIK BENCANA KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN, UPAYA MITIGASINYA SERTA BEBERAPA ISTILAH PENTING DALAM MITIGASI BENCANA

Gambar 1. Kebakaran lahan di dekat pemukiman

Kebakaran hutan atau lahan adalah perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik dan atau hayatinya yang menyebabkan kurang berfungsinya hutan atau lahan dalam menunjang kehidupan yang berkelanjutan sebagai akibat dari penggunaan api yang tidak terkendali maupun faktor alam yang dapat mengakibatkan terjadinya kebakaran hutan atau lahan. Penyebabnya di antaranya : 1. Aktivitas manusia yang menggunakan api di kawasan hutan dan lahan sehingga menyebabkan bencana kebakaran 2. Faktor alam yang dapat memicu terjadinya kebakaran hutan dan lahan. 3. Jenis tanaman yang sejenis dan memiliki titik bakar yang rendah serta hutan yang terdegradasi menyebabkan semakin rentan terhadap bencana kebakaran. 4. Angin yang cukup besar dapat memicu dan mempercepat menjalarnya api. 5. Topografi yang terjal semakin mempercepat dan merembetnya api dari bawah ke atas. Kebakaran hutan dan lahan sebagian besar dipengaruhi oleh faktor manusia yang sengaja melakukan pembakaran dalam rangka penyiapan lahan. Di samping itu juga bisa terjadi kebakaran dalam rangka penyiapan lahan. Di samping itu juga bisa terjadi kebakaran akibat kelalaian, serta faktor alam. Kebakaran terjadi karena adanya bahan bakar, oksigen dan panas. Kerusakan lingkungan akibat kebakaran antara lain berupa hilangnya flora dan fauna serta terganggunya ekosistem. Bahkan dapat menyebabkan kerusakan sarana dan prasarana, pemukiman serta korban jiwa manusia. Dampak lebih lanjut akibat asap yang ditimbulkan pada kesehatan manusia terutama gangguan pernafasan serta gangguan aktivitas kehidupan sehari-hari antara lain terganggunya lalu lintas udara, air dan darat.

Gambar 2. Contoh penanganan kebakaran hutan Kajian bahaya:

Monitoring titik api serta menetapkan daerah rawan kebakaran hutan dan lahan. Prediksi cuaca untuk mengetahui datangnya musim kering/kemarau. Pemetaan daerah rawan bahaya kebakaran berdasarkan kejadian masa lalu dan meningkatnya aktivitas manusia untuk mengetahui tingkat kerawanan suatu kawasan. Pemetaan daerah tutupan lahan serta jenis tanaman sebagai bahan bakaran. Pemetaan tata guna lahan.

Gejala dan peringatan dini:

Adanya aktivitas manusia menggunakan api di kawasan hutan dan lahan. Ditandai dengan adanya tumbuhan yang meranggas. Kelembapan udara rendah Kekeringan akibat musim kemarau yang panjang. Peralihan musim menuju ke kemarau. Meningkatnya migrasi satwa keluar habitatnya.

Parameter :

Luas areal yang terbakar (hektar) Luas areal yang terpengaruh oleh kabut asap (hektar) Fungsi kawasan yang terbakar (Taman Nasional, Cagar Alam, Hutan Lindung, dll). Jumlah penderita penyakit saluran pernafasan atas (ISPA). Menurunnya keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa liar. Menurunnya fungsi ekologis. Tingkat kerugian ekonomi yang ditimbulkan.

Komponen yang terancam :

Kerusakan ekologis yang mempengaruhi sistem penunjang kehidupan. Hilangnya potensi kekayaan hutan. Tanah yang terbuka akibat hilangnya tanaman sangat rentan terhadap erosi saat musim hujan sehinga akan menyebabkan longsor di daerah hulu dan banjir di daerah hilir. Penurunan kualitas kesehatan masyarakat untuk daerah yang luas di sekitar daerah kebakaran. Turunnya pendapatan pemerintah dan masyarakat akibat terganggunya aktivitas ekonomi. Musnahnya aset negara dan sarana, prasarana vital.

Strategi Mitigasi dan upaya pengurangan bencana :

Kampanye dan sosialisasi kebijakan pengendalian kebakaran lahan dan hutan. Peningkatan masyarakat peduli api. Peningkatan penegakan hukum. Pembentukan pasukan pemadaman kebakaran khususnya untuk penanganan kebakaran secara dini. Pembuatan waduk di daerahnya untuk pemadaman api Pembuatan skat bakar, terutama antara lahan, perkebunan, pertanian dengan hutan. Hindarkan pembukaan lahan dengan cara pembakaran. Hindarkan penanaman tanaman sejenis untuk daerah yang luas. Melakukan pengawasan pembakaran lahan dengan cara pembakaran lahan untuk pembukaan lahan secara ketat. Melakukan penanaman kembali daerah yang telah terbakar dengan tanaman yang heterogen. Partisipasi aktif dalam pemadaman awal kebakaran di daerahnya. Pengembangan teknologi pembukaan lahan tanpa membakar (pembuatan kompos, briket arang dll). Kesatuan persepsi dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan. Penyediaan dana tanggap darurat untuk penanggulangan kebakaran lahan dan hutan. Pengelolaan bahan bakar secara intensif untuk menghindari kebakaran yang lebih luas. istilah dalam mitigasi bencana yang perlu diketahui:

Beberapa

Bencana (disaster) Bencana adlah suatu peristiwa yang disebabkan oleh alam atau karena ulah manusia, yang dapat terjadi secara tiba-tiba atau perlahan-lahan, yang menyebabkan hilangnya nyawa manusia, kerusakan harta benda dan lingkungan serta melampaui kemampuan dan sumber daya manusia untuk menanganinya. Bahaya (hazard) Bahaya adalah suatu kejadian atau peristiwa yang mempunyai potensi dapat menimbulkan kerusakan, kehilangan jiwa manusia atau kerusakan lingkungan. Kerentanan (vulnerability) Kerentanan adalah suatu kondisi yang ditentukan faktor-faktor atau proses-proses fisik, sosial, ekonomi dan lingkungan yang mengakibatkan peningkatan kerawanan masyarakat dalam menghadapi bencana.

Kemampuan (capacity) Kemampuan adalah penguasaan sumber daya, cara dan kekuatan yang dimiliki masyarakat yang memungkinkan mereka untuk mempertahankan dan mempersiapkan diri mencegah, menanggulangi, meredam serta dengan cepat memulihkan diri dari akibat bencana. Resiko (risk) Resiko adalah kemungkinan timbulnya kerugian pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang timbul karena suatu bahaya menjadi bencana. Resiko dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta dan gangguan kegiatan masyarakat. Mitigasi (mitigation) Mitigasi adalah upaya yang dilakukan untuk menekan timbulnya dampak bencana, baik secara fisik struktural melalui pembuatan bangunan-bangunan fisik, maupun non fisik-struktural melalui perundangundangan dan pelatihan. Peringatan Dini (early warning) Peringatan dini adalah upaya untuk memberikan tanda peringatan bahwa kemungkinan bencana akan segera terjadi, peringatan dini harus bersifat menjangkau masyarakat (accesible), segera (immediate), tegas dan tidak membingungkan (coherent) dan resmi (official). Tanggap Darurat (emergency responce) Tanggap darurat adalah upaya yang dilakukan segera pada saat kejadian bencana, untuk menanggulangi dampak yang ditimbulkan, terutama berupa penyelamatan korban dan harta benda, evakuasi dan pengungsian. Bantuan Darurat (relief) Bantuan darurat merupakan upaya untuk memberikan bantuan berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan dasar berupa pangan, sandang, tempat tinggal sementara, perlindungan, kesehatan, sanitasi dan air bersih. Pemulihan (recovery) Keputusan dan aksi yang diambil setelah kejadian bencana dengan suatu tujuan untuk memulihkan atau meningkatkan kondisi kehidupan sebelum bencana dari masyarakat korban bencana. Hal tersebut dilakukan dengan penerapan upaya-upaya pengurangan resiko sehingga dapat mengurangi kejadian bencana di masa mendatang. Rehabilitasi (rehabilitation) Rehabilitasi adalah upaya yang diambil segera setelah kejadian bencana untuk membantu masyarakat memperbaiki/memfungsikan rumah, fasilitas umum dan fasilitas sosial serta menghidupkan kembali roda perekonomian.

Rekonstruksi (recontruction) Rekonstruksi adalah program jangka menengah dan panjang yang meliputi perbaikan fisik, sosial dan ekonomi untuk mengembalikan kehidupan masyarakat pada kondisi yang sama atau lebih baik dari sebelumnya. Penanganan Bencana (disaster management) Penanganan bencana adalah seluruh kegiatan yang meliputi aspek perencanaan dan penanggulangan bencana pada sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana, mencakup pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat dan pemulihan. Pemberdayaan Masyarakat (community empowerment) Pemberdayaan masyarakat adalah program atau kegiatan yang dilakukan untutk meningkatkan kemampuan masyarakat agar dapat melaksanakan penanggulangan penanggulangan bencana baik pada saat sebelum, saat maupun sesudah bencana. Korban Bencana Manusia yang mengalami kerugian akibat bencana baik secara fisik, mental maupun sosial. Pemerintah Pemerintah terdiri dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Propinsi dan Kabupaten/Kota. Sumber : Anonim. 2005. Panduan Pengenalan Karakteristik Bencana dan Upaya Mitigasinya di Indonesia. Sekretariat BAKORNAS PBP. Jakarta.

KekeringanDari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Kekeringan adalah keadaan kekurangan pasokan air pada suatu daerah dalam masa yang berkepanjangan (beberapa bulan hingga bertahun-tahun). Biasanya kejadian ini muncul bila suatu wilayah secara terus-menerus mengalami curah hujan di bawah rata-rata. Musim kemarau yang panjang akan menyebabkan kekeringan karena cadangan air tanah akan habis akibat penguapan (evaporasi), transpirasi, ataupun penggunaan lain oleh manusia. Kekeringan dapat menjadi bencana alam apabila mulai menyebabkan suatu wilayah kehilangan sumber pendapatan akibat gangguan pada pertanian dan ekosistem yang ditimbulkannya. Dampak ekonomi dan ekologi kekeringan merupakan suatu proses sehingga batasan kekeringan dalam setiap bidang dapat berbeda-beda. Namun demikian, suatu kekeringan yang singkat tetapi intensif dapat pula menyebabkan kerusakan yang signifikan[1][2]. PBB memperhitungkan bahwa setiap tahun wilayah lahan subur seluas Ukraina hilang akibat kekeringan, pembabatan hutan, dan ketidakteraturan iklim[3]. Akibat yang dapat ditimbulkan oleh kekeringan dalam demografi adalah migrasi massal, sebagaimana yang terjadi di wilayah Tanduk Afrika dan Sahel.

Kekeringan di Gunungkidul, Air Sisa Telaga pun DiambilSelasa, 13 September 2011 10:08 wib 5 6 Email0

Warga mengambil airi sisa Telaga Tritis, Gunungkidul. (Foto: Trijaya)

GUNUNGKIDUL - Kekeringan di Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta, menyebar di belasan kecamatan. Air sisa-sisa sungai dan telaga yang kotor pun terpaksa digunakan warga. Warga di Kecamatan Tanjungsari terpaksa mengambil air sisa Telaga Tritis. Sebagian besar telaga seluas 3 hektare itu sudah berubah menjadi hamparan tanah kering dan berongga. Tidak ada tumbuhan hijau di sekitar lokasi karena daunnya sudah mulai rontok. Sudah hampir lima bulan kawasan itu tidak diguyur hujan. Masih ada sedikit sisa kubangan air di Telaga Tritis. Warga membuat sumur dengan diameter 30 sentimeter dan kedalaman 50 sentimeter di sekitar lokasi. Sumur ini dimanfaatkan untuk menampung sisa air. Salah seorang warga, Senen, mengaku mengambil sisa air telaga untuk kebutuhan sehari-hari seperti mandi, minum ternak, dan mencuci piring. Senen mengaku harus berjalan sejauh 2 kilometer dari rumahnya untuk sampai ke telaga. Sementara untuk kebutuhan makan dan minum, lanjut Senen, dia membeli dari pihak swasta seharga Rp100 ribu per tangki 5.000 liter. Untuk satu tangki air, biasanya bisa bertahan untuk dua minggu sampai satu bulan. Kalau untuk ternak juga, kadang ada yang lebih, ungkapnya, Selasa (13/9/2011).

Sebelumnya Kepala Seksi Bantuan dan Jaminan Sosial, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Gunungkidul, Irvan Ratnadi, menyatakan kekeringan semakin meluas. Ribuan warga yang tinggal di 171 dusun membutuhkan bantuan air. Kecamatan Ngawen dan Panggang mengalami kekeringan paling parah, kecamatan itu sudah mengajukan tambahan pengadaan air bersih, ujar Irvan. Dia menambahkan, dana yang diperlukan untuk mengantisipasi kekeringan hingga September 2011, mencapai Rp360 juta. Dana tersebut diperuntukkan untuk 11 kecamatan. Dengan semakin meluasnya kekeringan, tambah Irvan, pihaknya membutuhkan dana tambahan untuk mengantisipasi kekeringan yang sudah terjadi di 15 kecamatan. "Kami akan mengajukan dana tambahan ke pemkab sebesar Rp400 juta untuk menutup pengeluaran hingga akhir Desember, sebutnya.

Longsor di Pati, Sekeluarga TewasSelasa, 27 Oktober 2009 12:42 wib 0 0 Email0

Lima orang yang masih satu keluarga tewas akibat tertimpa tanah longsor yang terjadi di Dukuh Krajan Desa Kedungwinong, Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Senin malam, sekira pukul 22.30 WIB. Saat terjadinya longsor kelima korban tewas tersebut, berada di dalam tiga rumah, yang letaknya berdempetan. Kelima korban tewas akibat tanah longsor itu merupakan istri anak, menantu dan cucu Sutar 58 tahun yang rumahnya hancur, tertimbun bebatuan besar dan tanah, dari atas tebing di belakang rumahnya. Menurut saksi mata bernama Slamet 35 tahun, sebelum peristiwa itu terjadi, hujan gerimis turun selama 20 menit. Selang beberapa menit kemudian, terdengar suara gemuruh dari atas tebing dan suara dentuman keras. "Begini suaranya pertama kali terdengar kretek .... kretek ... kretek ... boouum, kemudian ruuuuugh begitu. Tahu-tahu batu-batu itu sudah menimpa rumah Sutar, Ngasidi dan Karwoto. Kita takut untuk keluar waktu itu," jelas Slamet. Malam itu juga, ratusan warga bergotong royong mengevakuasi kelima korban dari timbunan bebatuan dan tanah. Kelima korban yang ada di dalam tiga rumah yang tertimbun berhasil dievakuasi meski sudah meninggal dunia. Menurut Kades Kedungwinong Sriyatun melalui Kaur Keuangan Edi Pranoto, korban yang tewas bernama Kuntini (55 tahun), Suprihati (30 tahun), pasangan suami istri Sutikno (28 tahun) dan Sunarti (26 tahun), serta Pungki (13 tahun). Untuk mengantisipasi bertambahnya korban jiwa, akibat longsoran tersebut, beberapa rumah yang ada di samping ketiga rumah yang tertimbun longsor, sementara waktu diungsikan ke tempat yang lebih aman. Dan Pemerintah Kabupaten Pati, seperti diungkapkan Wakil Bupati Kartina Sukawati, berjanji akan segera merenovasi rumah-rumah yang tertimbun longsoran. "Tindakannya yang pertama adalah, karena ini tanggap darurat sehingga untuk rumah nanti ada santunan dari Pemerintah Kabupaten untuk rehab rumah," kata Wabup Kartina Sukawati.

Longsor yang menewaskan lima orang warga itu, terjadi diduga akibat adanya penambangan golongan c liar oleh warga sekitar sebagai mata pencahariannya.