ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN SPESIFIK DALAM …

73
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN SPESIFIK DALAM SEDIAAN JAMU YANG BEREDAR DI DAERAH TANGERANG SELATAN MENGGUNAKAN METODE ANALISIS SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET-VISIBLE SKRIPSI SELVY NURKHAYATI 1113102000035 POGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA OKTOBER 2017

Transcript of ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN SPESIFIK DALAM …

Page 1: ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN SPESIFIK DALAM …

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN

SPESIFIK DALAM SEDIAAN JAMU YANG

BEREDAR DI DAERAH TANGERANG SELATAN

MENGGUNAKAN METODE ANALISIS

SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET-VISIBLE

SKRIPSI

SELVY NURKHAYATI

1113102000035

POGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

OKTOBER 2017

Page 2: ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN SPESIFIK DALAM …

ii

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN

SPESIFIK DALAM SEDIAAN JAMU YANG

BEREDAR DI DAERAH TANGERANG SELATAN

MENGGUNAKAN METODE ANALISIS

SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET-VISIBLE

SKRIPSI

Diajukan sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

SELVY NURKHAYATI

1113102000035

POGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

OKTOBER 2017

Page 3: ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN SPESIFIK DALAM …

iii

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

Nama : Selvy Nurkhayati

NIM : 1113102000035

Program Studi : Farmasi

Judul : Analisis Fenilbutazon dengan Reagen Spesifik dalam Sediaan Jamu

yang Beredar di Daerah Tangerang Selatan menggunakan Metode

Analisis Spektrofotometri Ultraviolet-Visible.

Disetujui oleh:

Pembimbing I Pembimbing II

Supandi, M.Si., Apt. Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt.

Mengetahui,

Ketua Program Studi Farmasi

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Uniersitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Dr. Nurmelis, M.Si., Apt.

NIP. 197404302005012003

Page 4: ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN SPESIFIK DALAM …

iv

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

HALAMAN PENGESAHAN

Penelitian ini diajukan oleh :

Nama : Selvy Nurkhayati

NIM : 1113102000035

Program Studi : Farmasi

Judul : Analisis Fenilbutazon dengan Reagen Spesifik dalam Sediaan

Jamu yang Beredar di Daerah Tangerang Selatan menggunakan

Metode Analisis Spektrofotometri Ultraviolet-Visible.

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima

sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana

Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

DEWAN PENGUJI

Pembimbing I : Supandi, M.Si., Apt. ( )

Pembimbing II : Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt. ( )

Penguji I : Hendri Aldrat, Ph.D., Apt. ( )

Penguji II : Via Rifkia, M.Farm. ( )

Ditetapkan di : Jakarta

Tanggal : Oktober 2017

Page 5: ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN SPESIFIK DALAM …

v

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Penelitian ini adalah hasil karya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar

Nama : Selvy Nurkhayati

NIM : 1113102000035

Tanda Tangan:

Tanggal : Oktober 2017

Page 6: ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN SPESIFIK DALAM …

vi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ABSTRAK

Nama : Selvy Nurkhayati

Program Studi : Farmasi

Judul : Analisis Fenilbutazon dengan Reagen Spesifik dalam Sediaan Jamu

yang Beredar di Daerah Tangerang Selatan menggunakan Metode

Analisis Spektrofotometri Ultraviolet-Visible.

Fenilbutazon termasuk bahan kimia obat yang terbanyak digunakan dalam obat

tradisional dan suplemen kesehatan. Fenilbutazon adalah suatu turunan pirazolon

yang merupakan obat golongan Non Steroid Anti Inflamasi Drug (NSAID). Tujuan

dari penelitian ini adalah menganalisis fenilbutazon dalam jamu pegal linu di

Tangerang Selatan. Metode yang digunakan adalah reaksi warna dengan reagen

kobalt tiosianat, feri ammonium sulfat, dan tembaga asetat untuk analisis kualitatif

dan analisis kuantitatif menggunakan spektrofotometri ultraviolet visible. Hasil

reaksi warna positif fenilbutazon dalam jamu dengan reagen ferri amonium sulfat

berwarna coklat pekat kemerahan, reagen kobalt tiosianat berwarna jingga, dan

reagen tembaga asetat tidak dapat mendeteksi fenilbutazon. Hasil analisa

fenilbutazon didapat λmax = 269 nm untuk standar fenilbutazon dengan pelarut

etanol 96% dan λmax = 266 nm untuk fenilbutazon dalam jamu simulasi. Persamaan

linier yang didapat dengan R2 = 0,9995 yaitu y = 0,0725x + 0,0002. Hasil Uji LOD

Fenilbutazon adalah 0,2710 μg/ml, sedangkan LOQ = 0,9036 μg/ml. Hasil UPK

dan uji presisi (RSD) pada konsentrasi 6, 8, dan 10 μg/ml masing-masing adalah

98,253% dan 0,293%; 99,207% dan 0,301%; serta 98,455% dan 0,260%. Analisis

dari 3 sampel jamu pegal linu atau antirematik menunjukkan hasil negatif atau tidak

mengandung fenilbutazon dengan penambahan reagen spesifik ataupun

perbandingan spektrum uv.

Kata Kunci : Fenilbutazon, Reaksi Warna, Kobalt Tiosianat, Feri Ammonium

Sulfat, dan Tembaga Asetat

Page 7: ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN SPESIFIK DALAM …

vii

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ABSTRACT

Name : Selvy Nurkhayati

Study Program: Pharmacy

Thesis Title : Analysis of Phenylbutazone with Specific Reagents in Herbal

Medicine Circulating in South Tangerang Region using

Spectrofotometric Analysis Methods Ultraviolet-Visible.

Phenylbutazone includes the most commonly used drug chemicals in traditional

medicine and supplements. Phenylbutazone is a pyrazolone derivative which is a

class of Non Steroid Anti Inflammatory Drug (NSAID). The purpose of this

research is to analyze phenylbutazone in herbal medicine in Tangerang Selatan. The

methods used were color reactions with cobalt thiocyanate reagents, ammonium

sulfate ferries, and acetate copper for qualitative analysis and quantitative analysis

using visible ultraviolet spectrophotometry. The result of phenylbutazone positive

color reaction in herbs with ferric ammonium sulfate reagents is reddish-brown,

cobalt thiocyanate reagents is orange, and acetate copper reagents can not detect

phenylbutazone. The result of phenylbutazone analysis was obtained λmax = 269 nm

for standard phenylbutazone with 96% ethanol solvent and λmax = 266 nm for

phenylbutazone in simulated herbal medicine. The linear equation obtained with R2

= 0,9995 is y = 0,0725x + 0,0002. The result of LOD test of Phenylbutazone was

0,2710 μg/ml, whereas LOQ = 0.9036 μg/ml. The results of UPK and precision test

(RSD) at concentrations of 6, 8, and 10 μg/ml were 98,253% and 0,293%; 99,207%

and 0,301%; and then 98,455% and 0,260%. Analysis of 3 samples of rheumatic or

antirheumatic herb showed negative or no phenylbutazone results with the addition

of specific reagents or spectrum of uv spectra.

Keywords : Phenylbutazone, Color Reaction, Cobalt Tiocyanate, Ammonium

Sulphate Ferry, and Acetate Copper

Page 8: ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN SPESIFIK DALAM …

viii

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillah, segala puji syukur atas segala nikmat, karunia, dan ilmu

yang diberikan oleh Allah SWT, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian

dan penulisan penelitian ini. Shawalat serta salam senantiasa tercurahkan kepada

Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, dan para pengikutnya.

Penelitian ini berjudul “Analisis Fenilbutazon dengan Reagen Spesifik

dalam Sediaan Jamu yang Beredar di Daerah Tangerang Selatan menggunakan

Metode Analisis Spektrofotometri Ultraviolet-Visible” ini disusun untuk

memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana farmasi, fakultas kedokteran

dan ilmu kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Selama proses penyelesaian penelitian an penulisan penelitian ini penulis

banyak menerima bantuan maupun dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan

ini dengan segala kerendahan hati, penulis ingin memberikan penghargaan setinggi-

tingginya dan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. H. Arif Sumantri, M. Kes. selaku dekan Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Dr. Nurmaelis M. Si., Apt. selaku ketua Program Studi Farmasi UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Supandi, M.Si., Apt. dan Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt. selaku

pembimbing 1 dan pembimbing 2 yang dengan sabar senantiasa meluangkan

waktu, memberikan bimbingan, masukan, dukungan, dan semangat.

4. Kedua orangtua tercinta dan tersayang, Bapak Sarpan dan Ibu Sarmi yang

selalu memberikan dukungan baik moril maupun materi, seta kasih sayang

dan do’a.

5. Keluarga besar yang selalu memberikan semangat dan menghilangkan

kejenuhan Adikku Sigit Ardiansyah, Kakakku Agus Handoko dan istrinya

serta ponakan termanis Chelsea dan Najwa.

6. Bapak dan Ibu dosen pengajar yang telah memberikan ilmu pengetahuan,

bantuan, bimbingan dan motivasi sehingga saya dapat menyelesaikan studi di

Page 9: ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN SPESIFIK DALAM …

ix

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

7. Seluruh staf karyawan dan laboran Program Studi Farmasi yang telah banyak

membantu saya selama penelitian dan penyelesaian penelitian.

8. Sahabat-sahabatku Ratih, Ella, Indah, Ria, Abi, Sari, Tiara, Ambar, Tewe,

Gamal, Haka, dan Almira yang telah memberikan semangat, kenangan, dan

pengalaman selama pendidikan perkuliahan.

9. Kepada teman-teman Farmasi angkatan 2013, terimakasih untuk

kebersamaan, keceriaan, saran, dan kritik selama ini.

10. Seluruh pihak yang telah banyak membantu penulis selama ini yang tidak bisa

penulis sebut satu per satu.

Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda atas segala

bantuan dan dukungannya kepada penulis. Penulis menyadari bahwa dalam

penulisan penelitian ini masih banyak kelemahan dan kekurangan. Maka dari itu,

segala kerendahan hati penulis sangat mengharap kritik dan saran pembaca agar

lebih sempurnanya penelitian ini.

Jakarta, Oktober 2017

Penulis

Page 10: ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN SPESIFIK DALAM …

x

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS

AKHIR UNTUK KEPENTINGAN PENELITIAN

Sebagai sivitas akedemik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta, saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Selvy Nurkhayati

NIM : 1113102000035

Program Studi : Farmasi

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Jenis Karya : Penelitian

Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui penelitian/karya ilmiah

saya, dengan judul:

Analisis Fenilbutazon dengan Reagen Spesifik dalam Sediaan Jamu yang

Beredar di daerah Tangerang Selatan Menggunakan Metode Analisis

Spektrofotometri Ultraviolet-Visible

Untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital

Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.

Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan

sebenarnya.

Dibuat di :

Pada Tanggal :

Yang menyatakan,

(Selvy Nurkhayati)

Page 11: ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN SPESIFIK DALAM …

xi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...............................................................................................i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................iii

HALAMAN PENGESAHAN ..............................................................................iv

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................v

ABSTRAK .............................................................................................................vi

ABSTRACT .........................................................................................................vii

KATA PENGANTAR ........................................................................................viii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ..........................x

DAFTAR ISI .........................................................................................................xi

DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................xiii

DAFTAR TABEL ...............................................................................................xiv

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................xv

BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................1

1.1 Latar Belakang .................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................4

1.3 Batasan Masalah ..............................................................................4

1.4 Tujuan Penelitian .............................................................................4

1.5 Manfaat Penelitian ...........................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................5

2.1 Obat Bahan Alam .............................................................................5

2.1.1 Penyalahgunaan Obat dalam Industri Jamu .....................................5

2.2 Fenilbutazon ....................................................................................6

2.2.1 Sifat Fenilbutazon ............................................................................7

2.2.2 Efek Samping Fenilbutazon .............................................................7

2.2.3 Ekstraksi Fenilbutazon dari Jamu ....................................................8

2.2.4 Analisa Fenilbutazon .......................................................................8

2.3 Teknik Analisis Kimia .....................................................................9

2.4 Reagen spesifik ................................................................................9

2.5 Tehnik Sampling dan Jamu Simulasi .............................................10

2.6 Spektrofotometri UV-Vis ..............................................................11

2.6.1 Aspek Kualitatif dan Kuantitatif Spektrofotometri UV-Vis ..........12

2.6.1.1 Aspek Kualitatif .............................................................................12

2.6.1.2 Aspek Kuantitatif ...........................................................................13

2.7 Validasi Metode Analisis ...............................................................14

2.7.1 Akurasi ..........................................................................................15

2.7.2 Presisi ............................................................................................15

2.7.3 Batas Deteksi (Limit Of Detection, LOD) ......................................16

2.7.4 Batas Kuantitasi (Limit Of Quantification, LOQ) ..........................16

BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................17

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................17

3.2 Alat dan Bahan Penelitian ..............................................................17

3.2.1 Alat ................................................................................................17

3.2.2 Bahan .............................................................................................17

Page 12: ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN SPESIFIK DALAM …

xii

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.3 Prosedur Penelitian ........................................................................17

3.3.1 Pembuatan Reagen .........................................................................17

3.3.2 Pembuatan Baku Pembanding Jamu Simulasi Fenilbutazon ..........18

3.3.3 Uji Kualitatif Reaksi Warna dengan Reagen Spesifik ....................18

3.3.4 Pembuatan Larutan Induk Baku dan Larutan Standar ...................19

3.3.4.1 Pembuatan Larutan Induk Baku Fenilbutazon ...............................19

3.3.4.2 Pembuatan Larutan Standar Fenilbutazon .....................................19

3.3.4.3 Pembuatan Spektrum Serapan Maksimum Fenilbutazon ...............19

3.3.5 Pembuatan Kurva Kalibrasi Fenilbutazon .....................................19

3.4 Validasi Metode Analisis ...............................................................20

3.4.1 Uji Akurasi .....................................................................................20

3.4.2 Uji Presisi .......................................................................................20

3.4.3 Limit Deteksi Reagen ....................................................................21

3.5 Teknik Sampling dan Analisa Fenilbutazon dalam Sampel Jamu ..21

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................22 4.1 Uji Kualitatif Fenilbutazon Murni .................................................22

4.2 Uji Kualitatif Jamu Simulasi Kontrol (-) dan Kontrol (+) .............23

4.3 Penetapan Panjang Gelombang Maksimum Standar

Fenilbutazon dan Jamu Simulasi+Fenilbutazon

dengan Spektrofotometri UV-Vis ..................................................24

4.4 Penetapan Kurva Kalibrasi Standar Fenilbutazon ..........................25

4.5 Uji Perolehan Kembali (UPK)/Recovery Kadar

Fenilbutazon dengan Spektrofotometri UV-Vis ............................26

4.6 Uji Kualitatif Sampel Jamu Tangerang Selatan ..............................27

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................29 5.1 Kesimpulan ....................................................................................29

5.2 Saran ..............................................................................................29

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................30

Page 13: ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN SPESIFIK DALAM …

xiii

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 (a) Logo Jamu; (b) Logo Obat Herbal Terstandar;

dan (c) Logo Fitofarmaka .................................................................5

Gambar 2.2 Struktur fenilbutazon .......................................................................7

Gambar 2.3 Kiri, Reaksi Hipotetik Fenilbutazon dengan Reagen feri

amonium sulfat dan Kanan, dengan Reagen kobalt tiosianat .........10

Gambar 2.4 Spektrofotometri UV-Vis ..............................................................11

Gambar 4.1 Lamda maksimum standar fenilbutazon 269 nm ............................24

Gambar 4.2 Lamda maksimum Jamu + Fenilbutazon 266 nm ...........................25

Gambar 4.3 Kurva Kalibrasi Fenilbutazon Standar ...........................................26

Gambar 4.4 (a) Lamda maksimum Jamu + Fenilbutazon 266 nm

(kontrol positif); (b) Jamu Sampel A; (c) Jamu Sampel B;

dan (d) Jamu Sampel C ..................................................................29

Page 14: ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN SPESIFIK DALAM …

xiv

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1 Hasil Uji Kualitatif Fenilbutazon Murni ........................................22

Tabel 4.2 Hasil Uji Kualitatif Jamu Simulasi Kontrol (-) dan Kontrol (+) .....23

Tabel 4.3 Data Linieritas, SB, LOD, dan LOQ ..............................................25

Tabel 4.4 Data % UPK, SD, dan % RSD ........................................................26

Tabel 4.5 Hasil Uji Kualitatif Sampel Jamu ...................................................27

Page 15: ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN SPESIFIK DALAM …

xv

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Diagram Alir Penelitian .................................................................33

Lampiran 2. Bagan Alir Penbuatan Larutan Induk Baku

dan Standar Fenilbutazon ...............................................................34

Lampiran 3. Pembuatan Baku Pembanding Jamu Simulasi Fenilbutazon ..........36

Lampiran 4. Bagan Alir Ekstraksi Jamu Uji .......................................................37

Lampiran 5. Hasil Uji Kualitatif Fenilbutazon Murni ........................................38

Lampiran 6. Hasil Uji Kualitatif Jamu Simulasi Kontrol (-) dan Kontrol (+) .....39

Lampiran 7. Hasil Panjang Gelombang Maksimum Fenilbutazon ....................40

Lampiran 8. Hasil Panjang Gelombang Maksimum Fenilbutazon dalam Jamu

Simulasi .........................................................................................42

Lampiran 9. Hasil Penetapan Kurva Kalibrasi ..................................................44 Lampiran 10. Perhitungan SB, LOD, dan LOQ ...................................................46

Lampiran 11. Perhitungan %UPK, SD, dan %RSD .............................................47

Lampiran 12. Hasil Uji Kualitatif Sampel Jamu Tangerang Selatan ....................49

Lampiran 13. Hasil Spektrum Sampel Jamu A, B, dan C ....................................50

Lampiran 14. Sertifikat Analisis Fenilbutazon .....................................................56 Lampiran 15. Sertifikat Determinasi Temulawak ................................................58

Page 16: ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN SPESIFIK DALAM …

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan

tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran

dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan,

dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat (Depkes RI,

2012).

Di Indonesia penggunaan obat tradisional dalam berbagai kalangan

masyarakat sangat tinggi. Selain itu, adanya Keputusan Menteri Kesehatan

No.381/Menkes/SK/III/2007 tentang Kebijakan Obat Tradisional Nasional

(KOTRANAS) yang salah satunya bertujuan mendorong pemanfaatan sumber daya

alam dan ramuan tradisional secara berkelanjutan (sustainble use) untuk digunakan

sebagai obat tradisional dalam upaya peningkatan pelayanan kesehatan, menjadi

alasan industri obat tradisional meneliti lebih lanjut serta meningkatkan produksi

obat tradisional. Namun, meningkatnya penggunaan obat tradisional seringkali

dimanfaatkan oleh produsen yang tidak bertanggung jawab untuk meningkatkan

penjualan dengan menambahkan bahan kimia obat, dikarenakan konsumen

menyukai produk jamu tradisional yang bereaksi cepat pada tubuh.

Berdasarkan data melalui website Badan Pengawasan Obat dan Makanan

(BPOM) yang mengutip dari Post Marketing Alert System (PMAS), World Health

Organization (WHO), dan Food and Drug Administration (FDA) sebanyak 38

Obat Tradisional (OT) dan Suplemen Kesehatan mengandung Bahan Kimia Obat

(BKO) serta bahan dilarang lainnya juga ditemukan di negara-negara ASEAN,

Australia, dan Amerika Serikat. Kasus terbaru terjadi pada november 2015 di mana

terdapat 54 OT mengandung BKO dalam daftar tersebut, di mana 47 diantaranya

merupakan OT tanpa nomor izin edar/ilegal. Bahan-bahan kimia berbahaya yang

digunakan meliputi parasetamol, fenilbutazon, piroksikam, deksametason, CTM,

dan sidenafil sitrat (BPOM RI, 2015).

Dari data di atas fenilbutazon termasuk bahan kimia obat yang terbanyak

digunakan dalam obat tradisional dan suplemen kesehatan. Fenilbutazon adalah

Page 17: ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN SPESIFIK DALAM …

2

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

suatu turunan pirazolon yang merupakan obat golongan Non Steroid Anti Inflamasi

Drug (NSAID). Obat ini mempunyai sifat anti inflamasi yang kuat dan efektif

dalam pengobatan serangan gout akut (Katzung, 2007). Obat golongan NSAID

merupakan salah satu pengobatan terhadap penyakit rematik atau rheumatoid

arthritis (RA).

Penyakit rheumatoid arthritis (RA) merupakan salah satu penyakit

autoimun berupa inflamasi arthritis pada pasien dewasa (Singh et al., 2015). Rasa

nyeri pada penderita RA pada bagian sinovial sendi, sarung tendo, dan bursa akan

mengalami penebalan akibat radang yang diikuti oleh erosi tulang dan destruksi

tulang disekitar sendi hingga dapat menyebabkan kecacatan (Yazici & Simsek,

2010). Namun demikian, kebanyakan penyakit rematik berlangsung kronis, yaitu

sembuh dan kambuh kembali secara berulang-ulang sehingga menyebabkan

kerusakan sendi secara menetap pada penderita RA (Muchid, 2006).

Menurut Arthritis Foundation (2015), sebanyak 22% atau lebih dari 50 juta

orang dewasa di Amerika Serikat berusia 18 tahun atau lebih didiagnosa arthritis.

Dari data tersebut, sekitar 3% atau 1,5 juta orang dewasa mengalami RA (Arthritis

Foundation, 2015). RA terjadi pada 0,5-1% populasi orang dewasa di negara maju

(Choy, 2012). Prevalensi RA di Indonesia menurut hasil penelitian yang dilakukan

oleh Nainggolan (2009), jumlah penderita RA di Indonesia tahun 2009 adalah

23,6% sampai 31,3%.

Dari data pravalensi di atas, fenilbutazon menjadi alasan untuk ditambahkan

dalam pembuatan obat tradisional. Fenilbutazon merupakan serbuk hablur, putih,

atau agak putih dan tidak berbau. Kelarutan fenilbutazon adalah sangat sukar larut

dalam air, mudah larut dalam aseton dan dalam eter serta larut dalam etanol

(Departemen Kesehatan RI, 1995). Fenilbutazon termasuk obat keras yang harus

digunakan atas petunjuk dokter. Jika digunakan secara tidak tepat, Fenilbutazon

dapat menimbulkan akibat bagi kesehatan, mulai dari yang ringan seperti mual,

muntah, ruam kulit, hingga risiko yang lebih berat seperti penimbunan cairan,

perdarahan lambung, perforasi lambung, reaksi hipersensitifitas, hepatitis, gagal

ginjal, leukopenia, anemia aplastik dan agranulositosis (BPOM RI, 2015).

Didukung oleh Permenkes No. 246/Menkes/Per/V/1990 terdapat penjelasan

mengenai persyaratan dan larangan bagi obat tradisional lebih tepatnya pada pasal

Page 18: ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN SPESIFIK DALAM …

3

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

23 yaitu: secara empirik terbukti aman dan bermanfaat untuk digunakan manusia;

bahan obat tradisional dan proses produksi yang digunakan memenuhi persyaratan

yang ditetapkan; tidak mengandung bahan kimia sintetik atau hasil isolasi yang

berkhasiat sebagai obat; dan tidak mengandung bahan yang tergolong obat keras

atau narkotika. Sehingga perlu identifikasi lebih lanjut untuk bahan kimia obat

dalam obat tradisional.

Identifikasi fenilbutazon saat ini membutuhkan proses yang cukup panjang.

Baik analisis kualitatif fenilbutazon menggunakan metode Kromatografi Lapis

Tipis (KLT) dengan campuran fase gerak yang dimodifikasi hingga optimal.

Sampel dapat memisah berdasarkan komponen-komponen senyawa dengan

memilih fase gerak yang sesuai. Menurut penelitian dari Lathif (2013) fenilbutazon

dari sediaan jamu dapat diidentifikasi menggunakan campuran fase gerak

Sikloheksan : kloroform : metanol (60:30:10), fase gerak etil asetat : metanol :

ammonia (85:10:5), dan fase gerak n-heksan : etil asetat (8:2) yang memiliki nilai

Rf mendekati standar fenilbutazon murni. Sedangkan, identifikasi lainnya yaitu

analisis kuantitatif fenilbutazon dengan metode spektrofotometri UV-Vis dari

pembandingan panjang gelombang maksimum standar dan sampel uji. Panjang

gelombang maksimum fenilbutazon terdeteksi pada 264 nm. Dalam penelitian

Hartini (2013) untuk analisa kualitatif fenilbutazon menggunakan test strip dari

reagen mandelin, liberman, feri amonium sulfat, tembaga asetat, dan kobalt

tiosianat yaitu melihat perubahan warna yang terjadi. Tetapi dalam penelitian

Harini (2013) ini tidak dijelaskan bagaimana reaksi warna yang terjadi pada reagen

dengan jamu tanpa imobilisasi pada test strip.

Berdasarkan teknik analisa fenilbutazon yang paling baru dengan test strip

tetapi tidak adanya penjelasan reaksi warna langsung reagen dengan jamu. Dalam

penelitian ini, akan dilakukan analisa fenilbutazon dengan reaksi warna

menggunakan reagen spesifik sebagai analisa kualitatif dan dilanjutkan analisa

kuantitatif dengan spektrofotometri UV-Vis yaitu dengan judul “Analisa

Fenilbutazon dengan Reagen Spesifik dalam Sediaan Jamu yang Beredar di Daerah

Tangerang Selatan menggunakan Metode Analisis Spektrofotometri Ultraviolet-

Visible”.

Page 19: ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN SPESIFIK DALAM …

4

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Diduga adanya jamu-jamu yang mengandung fenilbutazon di daerah

Tangerang Selatan yang dapat membahayakan kesehatan bagi pengguna.

1.2.2 Diduga identifikasi jamu dengan reagen tanpa imobilisasi dapat dilakukan.

1.2.3 Berapakah limit deteksi dari reagen untuk analisa kualitatif fenilbutazon?

1.2.4 Berapakah batas deteksi (LOD) dan batas kuantitasi (LOQ) untuk analisa

kuantitaif fenilbutazon?

1.3 Batasan Masalah

1.3.1 Sampel jamu yang digunakan adalah jamu yang berindikasi sebagai jamu

rematik/pegal linu di daerah Tangerang Selatan.

1.3.2 Analisa kualitatif dengan reaksi warna dan analisa kuantitatif dengan

spektrofotometri ultraviolet-visible.

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Mengidentifikasi fenilbutazon dalam dalam sediaan jamu menggunakan

analisa kualitatif dengan reaksi warna dan analisa kuantitatif dengan

spektrofotometri ultraviolet-visible.

1.5 Manfaat

1.5.1 Informasi kepada masyarakat tentang jamu yang mengandung fenilbutazon.

Page 20: ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN SPESIFIK DALAM …

5

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Obat Bahan Alam

Sesuai dengan Keputusan Kepala Badan POM RI No.00.05.4.2411 tahun

2004, berdasarkan cara pembuatannya serta jenis penggunaan dan tingkat

pembuktian khasiat, obat bahan alam terbagi dalam 3 kelompok, yaitu:

1. Jamu

2. Obat Herbal Terstandar

3. Fitofarmaka

(a) (b) (c)

Gambar 2.1 (a) Logo Jamu; (b) Logo Obat Herbal Terstandar; dan (c) Logo

Fitofarmaka (Sumber: BPOM RI, 2004)

2.1.1 Penyalahgunaan Obat dalam Industri Jamu

Menurut Permenkes No. 246/Menkes/Per/V/1990 terdapat penjelasan

mengenai persyaratan dan larangan bagi obat tradisional lebih tepatnya pada pasal

23 untuk pendaftaran obat tradisional harus memenuhi persyaratan:

a. secara empirik terbukti aman dan bermanfaat untuk digunakan manusia;

b. bahan obat tradisional dan proses produksi yang digunakan memenuhi

persyaratan yang ditetapkan;

c. tidak mengandung bahan kimia sintetik atau hasil isolasi yang

berkhasiat sebagai obat; dan

d. tidak mengandung bahan yang tergolong obat keras atau narkotika.

Sehingga perlu identifikasi lebih lanjut untuk bahan kimia obat dalam obat

tradisional.

Masyarakat perlu menyadari bahwa penggunaan obat bahan alam dan jamu

secara umum tidak dapat memberikan efek penyembuhan seketika atau “cespleng”,

tetapi memerlukan selang waktu tertentu untuk dapat menunjukkan efek yang

Page 21: ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN SPESIFIK DALAM …

6

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

diinginkan. Kenyataan ini sering tidak dimengerti oleh masyarakat dan kemudian

dimanfaatkan oleh industri yang tidak bertanggung jawab dengan cara

mencampurkan Bahan Kimia Obat (BKO) ke dalam obat bahan alam dan jamu

untuk mendapatkan efek yang “cespleng”. Perbuatan ini melanggar peraturan yang

berlaku di Indonesia yang mempersyaratkan bahwa obat bahan alam dan jamu tidak

diperbolehkan mengandung BKO. Walaupun efek penyembuhannya segera terasa,

tetapi akibat penggunaan BKO yang tidak terkontrol dengan dosis yang tidak dapat

dipastikan, dapat menimbulkan efek samping yang serius, mulai dari mual, diare,

pusing, sampai pada kerusakan organ tubuh yang parah seperti kerusakan hati,

gagal ginjal, jantung, bahkan sampai menyebabkan kematian. (BPOM RI, 2011).

Adapun bahan kimia obat yang sering ditambahkan dalam jamu antara lain

parasetamol, fenilbutazon, piroksikam, deksametason, CTM, dan sidenafil sitrat.

Padahal bahan kimia obat tersebut dapat menimbulkan dampak negatif yang

membahayakan kesehatan.

Fenilbutazon termasuk obat keras yang harus digunakan atas petunjuk

dokter. Jika digunakan secara tidak tepat, fenilbutazon dapat menimbulkan akibat

bagi kesehatan, mulai dari yang ringan seperti mual, muntah, ruam kulit, hingga

risiko yang lebih berat seperti penimbunan cairan, perdarahan lambung, perforasi

lambung, reaksi hipersensitifitas (Steven Johnsons Syndrome), hepatitis, gagal

ginjal, leukopenia, anemia aplastik dan agranulositosis (BPOM RI, 2015).

2.2 Fenilbutazon

Fenilbutazon merupakan obat AINS turunan pirazolon yang banyak

digunakan untuk meringankan rasa nyeri yang berhubungan dengan rematik,

penyakit pirai dan sakit persendian. Fenilbutazon menimbulkan efek samping

agranulositosis yang cukup besar dan iritasi lambung (Siswandono, 1995). Selain

efek tersebut, fenilbutazon juga menyebabkan anemia aplastik. Efek-efek tersebut

dapat menyebabkan kematian, sehingga penggunaan fenilbutazon harus dibatasi.

Namun, akhir-akhir ini banyak penyalahgunaan fenilbutazon sebagai bahan

campuran dari obat tradisional. Pada November 2015 BPOM RI mengeluarkan

daftar obat tradisional yang mengandung bahan kimia obat didominasi oleh

penghilang rasa sakit dan antirematik, seperti Parasetamol dan Fenilbutazon.

Page 22: ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN SPESIFIK DALAM …

7

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.2.1 Sifat Fenilbutazon

Fenilbutazon (gambar 2.4) merupakan turunan pirazolon dengan rumus

molekul C19H20N2O2, dengan nama kimia 4-butil-1,2-difenilpirazolidin-3,5-dion,

berupa serbuk putih, sukar larut dalam air tetapi larut dalam etanol, memiliki titik

lebur 104-107°C (European Pharmacopoeia, 2005). Fenilbutazon merupakan

antiradang non steroid yang banyak digunakan untuk meringankan rasa nyeri yang

berhubungan dengan rematik, penyakit pirai dan sakit persendian (Siswandono,

1995).

Fenilbutazon merupakan serbuk hablur, putih, atau agak putih dan tidak

berbau. Kelarutan fenilbutazon adalah sangat sukar larut dalam air, mudah larut

dalam aseton dan dalam eter serta larut dalam etanol (Departemen Kesehatan RI,

1995).

Gambar 2.2 struktur fenilbutazon (Sumber: European Pharmacopoeia, 2005)

2.2.2 Efek Samping Fenilbutazon

Fenilbutazon mempunyai efek samping yang serius. Efek yang paling

berbahaya adalah agranulositosis dan anemia aplastik yang dapat menyebabkan

kematian. Fenilbutazon juga menyebabkan anemia hemolitik, sindrom nefrotik,

neuritis optika, ketulian, keluhan reaksi alergik berat, dermatitis eksfiliativa serta

nekrosis hati dan nekrosis tubulus ginjal.

Indikasi utama fenilbutazon apabila digunakan dalam jangka pendek akan

menimbulkan keadaan nyeri seperti atritis gout akut dan tromboflebitis superficial.

Fenilbutazon efektif dalam pengobatan serangan gout akut dengan dosis awal 400

mg dan dilanjutkan dengan 200 mg setiap jam setelah serangan mereda. Apabila

fenilbutazon digunakan hanya sedikit maka efek samping yang ditimbulkan tidak

berbahaya (Katzung, 2007).

Page 23: ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN SPESIFIK DALAM …

8

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.2.3 Ekstraksi dari Jamu

Untuk mendapatkan senyawa yang diinginkan dalam suatu penelitian

dilakukan proses ekstraksi. Hasil ekstraksi dari jamu yang beredar di daerah

Tangerang Selatan akan dilanjutkan dengan analisis kimia. Besar senyawa yang

tertarik oleh proses ekstraksi sangat penting yang artinya dapat meminimalkan

pengotor lain sehingga tidak ada faktor pengganggu dalam analisis selanjutnya dan

hasil analisis dapat dipertanggung jawabkan.

Proses ekstraksi dari jamu telah dilakukan sebelumnya oleh Wisnuwardhani

(2013) yaitu dengan diambil 500 mg sampel jamu. Kemudian ditambahkan 10 ml

etanol kemudian dikocok lebih kurang 30 menit dengan 3D shaker dan saring

dengan kertas saring Whattman No. 1. Filtrat diuapkan hingga tersisa 1/5.

Kemudian filtrat siap di analisis.

2.2.4 Analisa Fenilbutazon

Metode analisis fenilbutazon antara lain gravimetri, titrasi oksidimetri, dan

kolorimetri (Ebel, 1992). Metode titrasi dengan pelarut aseton, dengan titran

natrium hidroksida (NaOH) 0.1 normal dan indikator biru bromtimol yang

menunjukkan perubahan warna dari kuning menjadi biru pada pH 5,8 sampai 7,4

(Roth, 1988).

Selain metode titrasi, identifikasi fenilbutazon saat ini membutuhkan proses

yang cukup panjang. Misalnya analisis kualitatif fenilbutazon menggunakan

metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dengan campuran fase gerak yang

dimodifikasi hingga optimal. Sampel dapat memisah berdasarkan komponen-

komponen senyawa dengan memilih fase gerak yang sesuai. Menurut penelitian

dari Lathif (2013) fenilbutazon dari sediaan jamu dapat diidentifikasi menggunakan

campuran fase gerak Sikloheksan : kloroform : metanol (60:30:10), fase gerak Etil

asetat : metanol : ammonia (85:10:5), dan fase gerak n-heksan : etil asetat (8:2)

yang memiliki nilai Rf mendekati standar fenilbutazon murni.

Sedangkan, identifikasi lainnya yaitu analisis kuantitatif fenilbutazon dengan

metode spektrofotometri UV-Vis dari pembandingan panjang gelombang

maksimum standar dan sampel uji. Menurut penelitian dari Lathif (2013) panjang

gelombang maksimum fenilbutazon terdeteksi pada 264 nm. Spektrofotometri UV-

Vis pada panjang gelombang serapan maksimum fenilbutazon lebih kurang 264 nm

Page 24: ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN SPESIFIK DALAM …

9

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(Departemen Kesehatan RI, 1995). Spektrofotometri UV-Vis pada panjang

gelombang serapan maksimum lebih kurang 237 nm dalam larutan asam dan 264

nm dalam larutan basa (Clark, 2003).

2.3 Teknik Analisis Kimia

Analisa kimia dapat dibedakan menjadi analisa kualitatif dan analisa

kuantitatif. Analisa kualitatif biasanya digunakan untuk mengidentifikasi zat-zat

yang ada dalam suatu sampel baik kation ataupun anion, sedangkan analisa

kuantitatif biasanya digunakan untuk menghitung jumlah suatu zat dalam sampel.

Teknik analisa kualitatif diantaranya Thin Layer Chromatography (TLC), uji

bercak, dan reaksi dengan reagen spesifik, sedangkan teknik analisa kuantitatif

diantaranya titrasi, spektrofotometri, dan HPLC.

Teknik analisa kimia semakin lama semakin berkembang. Metode analisa

yang telah dikembangkan secara kualitatif salah satunya reaksi warna dengan

reagen spesifik. Dengan adanya perubahan warna tersebut mempermudah kita

dalam proses analisis. Reagen yang digunakan haruslah reagen yang spesifik

sehingga memudahkan dalam proses identifikasi.

2.4 Reagen spesifik

Reagen spesifik adalah reagen yang mampu menunjukkan perubahan warna

spesifik apabila bereaksi dengan zat tertentu. Apabila warna sudah terbentuk,

artinya terjadi reaksi yang positif antara zat dengan reagen spesifiknya. Reagen

spesifik tidak dapat bereaksi dengan semua zat, hal ini karena setiap zat memiliki

reagen spesifik yang berbeda-beda dan warna yang dihasilkan juga berbeda.

Dalam penelitian Hartini (2013) untuk analisa kualitatif fenilbutazon

menggunakan test strip dari reagen mandelin, liberman, feri amonium sulfat,

tembaga asetat, dan kobalt tiosianat yaitu melihat perubahan warna yang terjadi.

Reagen feri amonium sulfat, menunjukkan hasil reaksi perubahan warna untuk

fenilbutazon dalam pelarut etanol dari kuning transparan menjadi kuning dengan

komposisi minimal 8 g feri amonium sulfat dalam 100 ml pelarut aquades semakin

jelas terlihat jika konsentrasi reagen 2x dan 3x minimum. Perubahan warna ini

disebabkan oleh terbentuknya kompleks Fe(fenilbutazon) dengan reaksi hipotetik

Gambar 2.5. Reagen kobalt tiosianat menunjukkan hasil reaksi untuk

Page 25: ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN SPESIFIK DALAM …

10

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

mengidentifikasi fenilbutazon yang menggunakan pelarut etanol. Warna berubah

dari merah menjadi ungu dengan komposisi minimal 2 g feri amonium sulfat dalam

100 ml pelarut aquademin semakin jelas terlihat jika konsentrasi reagen 2x dan 3x

minimum, hal ini menunjukkan bahwa ion kobalt awalnya bereaksi dengan air

membentuk kompleks ion heksaakuokobalt (II), setelah ditambah fenilbutazon

muncul warna ungu karena terbentuk kompleks antara ion Co2+ dengan

fenilbutazon yaitu kompleks ion tetratiosianatokobaltat (II) seperti reaksi hipotetik

Gambar 2.6. Sedangkan hasil reaksi reagen tembaga asetat dengan fenilbutazon

tidak menunjukkan perubahan warna dengan komposisi minimal 33 g feri amonium

sulfat dalam 100 ml pelarut aquades tetap tidak terjadi perubahan walaupun

konsentrasi reagen dinaikan 2x dan 3x minimum. Perubahan warna tidak terjadi

karena fenilbutazon tidak mengalami reaksi kompleks ataupun reaksi oksidasi

reduksi dengan tembaga.

Gambar 2.4 Kiri, Reaksi Hipotetik Fenilbutazon dengan Reagen feri amonium

sulfat dan Kanan, dengan Reagen kobalt tiosianat (Hartini, 2013).

2.5 Teknik Sampling dan Jamu Simulasi

Teknik sampling dalam pemilihan jamu yang akan dipakai untuk

selanjutnya diidentifiakasi apakah ada kandungan fenilbutazon di dalamnya adalah

dengan memilih jamu pegal linu dengan minat masyarakat paling tinggi dan tidak

memiliki nomer registrasi BPOM atau nomor registrasi palsu yang bererdar di

Tangerang Selatan. Sedangkan jamu simulasi dibuat untuk membuat jamu yang

sama dengan komposisi jamu yang beredar di pasaran. Jamu simulasi dibuat dari

serbuk simplisia rimpang temulawak (Curcuma xanthorriza). Temulawak dipilih

karena dari 5 sampel jamu yang didapatkan di daerah Tangerang selatan 2 sampel

diketahui memiliki kandungan temulawak. Jamu tersebut rata-rata dijual dengan

kompoisi campuran berbagai ekstrak bagian tanaman atau herba (seluruhnya)

hingga 7 g per satu bungkus. Selain itu Wisnuwardhani (2013) juga membuat jamu

simulasi pegal linu dengan serbuk simplisia rimpang temulawak yang di campur

juga dengan rimpang jahe (Zingiberis rhizome) dan rimpang kunyit (Curcuma

domestica).

Page 26: ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN SPESIFIK DALAM …

11

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.6 Spektrofotometri UV-Vis

Spektrofotometer UV-Vis adalah alat yang digunakan untuk mengukur

serapan yang dihasilkan dari interaksi kimia antara radiasi elektromagnetik dengan

molekul atau atom dari suatu zat kimia pada daerah UV-Vis (FI edisi IV, 1995).

Untuk kemudahan pegacuan, daerah spektrum secara garis besar dibagi dalam :

1. Daerah ultraviolet jauh : 100 – 190 nm

2. Daerah ultraviolet dekat : 190 – 380 nm

3. Daerah cahaya tampak : 380 – 780 nm

4. Daerah inframerah dekat : 780 – 3000 nm

5. Derah inframerah : 2,5 – 40 µm

Gambar 2.4 Spektrofotometri UV-Vis

(Sumber: http://images.slideplayer.info/8/2379263/slides/slide_4.jpg)

Spektrofotometer UV-Vis adalah teknik analisis yang memakai sumber

radiasi elektromagnetik ultraviolet (190-380 nm) dan sinar tampak (380-780 nm)

dengan memakai instrumen spektrofotometer. Spektrofotometer UV-Vis

merupakan metoda analisa luas, kualitatif maupun kuantitatif. Analisa kuantitatif

yang diperhatikan adalah:

a. Membandingkan panjang gelombang maksimum

b. Membandingkan serapan (A), daya serap (a) 𝐸1 𝑐𝑚1%

c. Membandingkan spektrum serapannya

Prinsip dari spektrofometer UV-Vis adalah mengukur jumlah cahaya yang

diabsorbsi atau ditransmisikan oleh molekul-molekul didalam larutan. Ketikan

panjang gelombang cahaya ditransmisikan melalui larutan, sebagian energi cahaya

tersebut akan diabsorpsi. Besarnya kemampuan molekul-molekul zat terlarut untuk

Page 27: ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN SPESIFIK DALAM …

12

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

mengabsorbsi cahaya pada panjang gelombang tertentu dikenal dengan istilah

absorbansi (A), yang setara dengan nilai konsentrasi larutan tersebut dan panjang

berkas cahaya yang dilalui (biasanya 1 cm dalam spektrofotometri) ke suatu point

di mana presentase jumlah cahaya yang ditransmisikan atau diabsorbsi diukur

dengan phototube.

Tipe instrumentasi dari spektrofotometer UV-Vis :

1. Single Beam

Pada spektrofotometri UV-Vis tipe single beam absorbsi berdasarkan sinar

tunggal di mana sampel akan ditentukan jumlahnya pada satu panjang

gelombang atau fix wave length. Dibandingkan dengan blangko (pelarut).

2. Double Beam

Pada spektrofotometri UV-Vis tipe double beam absorbsi biasanya

mempunyai variabel panjang gelombang atau “multi wave length”.

Hasilnya bisa langsung dibandingkan dengan blangko.

Persyaratan suatu sampel dianalisa spektrofotometri UV-Vis adalah :

a. Bahan mempunyai gugus kromofor

b. Bahan tidak mempunyai gugus kromofor tapi berwarna

c. Bahan tidak mempunyai gugus kromofor dan tidak berwarna, maka

ditambahkan pereaksi warna

d. Bahan tidak mempunyai gugus kromofor dibuat turunannya yang

mempunyai gugus kromofor

(Harmita, 2006).

2.6.1 Aspek Kualitatif dan Kuantitatif Spektrofotometri

2.6.1.1 Aspek Kualitatif

Data spektra UV-Vis bila digunakan secara tersendiri, tidak dapat

digunakan untuk identifikasi kualitatif obat atau metabolitnya. Akan tetapi, bila

digabung dengan cara lain seperti spektroskopi inframerah, resonansi magnet inti,

dan spektroskoppi massa, maka dapat digunakan untuk maksud analisis kualitatif

suatu senyawa tersebut. Data yang diperoleh dari spektroskopi ultraviolet dan

visible adalah panjang gelombang maksimal, intensitas, efek, pH, dan pelarut yang

kesemuanya dapat dibandingkan dengan data yang sudah dipublikasikan.

Page 28: ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN SPESIFIK DALAM …

13

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.6.1.2 Aspek Kuantitatif

Suatu berkas radiasi dikenakan pada larutan sampel (cuplikan) dan

intensitas sinar radiasi yang diteruskan diukur besarnya. Intensitas atau kekuatan

radiasi cahaya sebanding dengan jumlah foton yang melalui satu satuan luas

penampang per detik. Serapan dapat terjadi jika foton/radiasi yang mengenai

cuplikan memiliki energi yang sama dengan energi yang dibutuhkan untuk

menyebabkan terjadinya perubahan tenaga. Jika sinar monokromatik dilewatkan

melalui suatu lapisan larutan dengan ketebalan db, maka penurunan intesitas sinar

(dl) karena melewati lapisan larutan tersebut berbanding langsung dengan intensitas

radiasi (I), konsentrasi spesies yang menyerap (c), dan dengan ketebalan lapisan

larutan (db).

Secara matematis, pernyataan ini dapat dituliskan :

-dI = kIcdb .......................................................(2.1)

bila diintergralkan maka diperoleh persamaan ini :

I = I0 e-kbc.......................................................(2.2)

dan bila persamaan di atas diubah menjadi logaritma basis 10, maka akan diperoleh

persamaan :

I = I0 10-kbc.......................................................(2.3)

di mana : k/2,303 = a, maka persamaan di atas dapat diubah menjadi persamaan :

Log I0/I = abc atau A = abc .......................................(2.4)

Keterangan :

A= absorban

a= absorptivitas

b = tebal kuvet (cm)

c = konsentrasi

Bila Absorbansi (A) dihubungkan dengan Transmittan (T) = I/I0 maka dapat

diperoleh A=log 1/T . Absorptivitas (a) merupakan suatu konstanta yang tidak

tergantung pada konsentrasi, tebal kuvet, dan intensitas radiasi yang mengenai

larutan sampel. Tetapi tergantung pada suhu, pelarut, struktur molekul, dan panjang

gelombang radiasi.

Page 29: ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN SPESIFIK DALAM …

14

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Hukum Lambeert Beer

Cahaya yang diserap diukur sebagai absorbansi (A) sedangkan cahaya yang

hamburkan diukur sebagai transmitansi (T), dinyatakan dengan hukum lambert beer

atau Hukum Beer, berbunyi:

“Jumlah radiasi cahaya tampak (ultraviolet, inframerah dan sebagainya)

yang diserap atau ditransmisikan oleh suatu larutan merupakan suatu fungsi

eksponen dari konsentrasi zat dan tebal larutan”.

Berdasarkan hukum Lambert-Beer, rumus yang digunakan untuk menghitung

banyaknya cahaya yang hamburkan:

T = 𝐼𝑡

𝐼𝑜 atau %T =

𝐼𝑡

𝐼𝑜 x 100 % .........................(2.5)

dan absorbansi dinyatakan dengan rumus: A= - log T = -log 𝐼𝑡

𝐼𝑜 .....................(2.6)

di mana I0 merupakan intensitas cahaya datang dan It atau I1 adalah intensitas

cahaya setelah melewati sampel.

Rumus yang diturunkan dari Hukum Beer dapat ditulis sebagai:

A= a . b . c atau A = ε . b . c ........................................(2.7)

Keterangan:

A = absorbansi

b/l = tebal larutan (tebal kuvet diperhitungkan juga umumnya 1 cm)

c = konsentrasi larutan yang diukur

ε = tetapan absorptivitas molar (jika konsentrasi larutan yang diukur dalam

molar)

a = tetapan absorptivitas (jika konsentrasi larutan yang diukur dalam ppm).

2.7 Validasi Metode Analisis

Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter

tertentu pada prosedur penetapan yang dipakai, untuk membuktikan bahwa

parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita, 2004).

Proses validasi dimulai dengan perangkat lunak yang tervalidasi dan system

yang terjamin, lalu metode yang divalidasi menggunakan system yang terjamin

dikembangkan. Masing-masing tahap proses validasi ini merupakan suatu proses

secara keseluruhan bertujuan untuk mencapai kesuksesan validasi (Rohman, 2007).

Page 30: ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN SPESIFIK DALAM …

15

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Suatu usaha harus dikerahkan untuk mendemonstrasikan bahwa metode

bekerja dengan sampel yang mengandung analit tertentu, pada suatu konsentrasi

yang diharapkan dalam suatu matriks sampel, dengan tingkat presisi dan akurasi

yang tinggi. Validasi metode yang sempurna hanya dapat terjadi jika metode

tersebut sudah dikembangkan dan dioptimasi (Rohman, 2007).

2.7.1 Akurasi

Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil

analis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai persen

perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Kecermatan hasil analis

sangat tergantung kepada sebaran galat sistematik di dalam keseluruhan tahapan

analisis. Oleh karena itu untuk mencapai kecermatan yang tinggi hanya dapat

dilakukan dengan cara mengurangi galat sistematik tersebut seperti menggunakan

peralatan yang telah dikalibrasi, menggunakan pereaksi dan pelarut yang baik,

pengontrolan suhu, dan pelaksanaannya yang cermat, taat asas sesuai prosedur

(Harmita, 2004).

Untuk mendokumentasikan akurasi dilakukan pengumpulan data dari 9 kali

penetapan kadar dengan 3 konsentrasi yang berbeda (misal 3 konsentrasi dengan 3

kali replikasi). Data harus dilaporkan sebagai persentase perolehan kembali

(Rohman, 2007).

Menurut Harmita (2004), Perhitungan perolehan kembali dapat juga ditetapkan

dengan rumus sebagai berikut:

% Perolehan Kembali = 𝐶𝐹− 𝐶𝐴

𝐶∗𝐴𝑥 100%

Keterangan:

CF = Konsentrasi sampel setelah penambahan bahan baku

CA = Konsentrasi sampel sebelum penambahan bahan baku

C*A = Jumlah baku yang ditambahkan

2.7.2 Presisi

Presisi merupakan ukuran keterulangan metode analisis dan biasanya

diekspresikan sebagai simpangan baku relatif dari sejumlah sampel yang berbeda

signifikan secara statistik. Dokumentasi presisi seharusnya mencakup simpangan

Page 31: ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN SPESIFIK DALAM …

16

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

baku, simpangan baku relative (RSD) atau koefisien variasi (KV), dan kisaran

kepercayaan (Rohman, 2007).

Keseksamaan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara

hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika

prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari

campuran yang homogen (Harmita, 2004).

2.7.3 Batas Deteksi (Limit of Detection, LOD)

Batas deteksi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam

sampel yang masih dapat dideteksi, meskipun tidak selalu dapat dikuantifikasi.

LOD merupakan batas uji yang secara spesifik menyatakan apakah analit di atas

atau di bawah nilai tertentu. Defenisi batas deteksi yang paling umum digunakan

dalam kimia analisis adalah bahwa batas deteksi merupakan kadar analit yang

memberikan respon blanko (Rohman, 2007).

Penentuan batas deteksi suatu metode berbeda-beda tergantung pada

metode analisis itu menggunakan instrumen atau tidak. Pada analisis yang tidak

menggunakan instrumen batas tersebut ditentukan dengan mendeteksi analit dalam

sampel pada pengenceran bertingkat. Pada analisis instrumen batas deteksi dapat

dihitung dengan mengukur respon blangko beberapa kali lalu dihitung simpangan

baku respon blangko (Harmita, 2004).

2.7.4 Batas Kuantitasi (Limit of Quantification, LOQ)

Batas kuantifikasi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam

sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada

kondisi operasional metode yang digunakan. LOQ merupakan suatu kompromi

antara konsentrasi dengan presisi dan akurasi yang dipersyaratkan. Jadi, jika

konsentrasi LOQ menurun maka presisi juga menurun. Jika presisi tinggi

dipersyaratkan, maka konsentrasi LOQ yang lebih tinggi harus dilaporkan

(Rohman, 2007).

Page 32: ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN SPESIFIK DALAM …

17

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB III

METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian 1 Farmasi, Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah,

Jakarta. Waktu penelitian dilakukan dari bulan April hingga Agustus 2017.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

3.2.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah spektrofotometri

ultraviolet-visible (Hitachi), neraca analitis (Kern Als), stirrer magnet, plat tetes,

alat-alat gelas, kertas saring Whatman No. 1.

3.2.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan yaitu pelarut aquades teknis, aquademin

teknis, simplisia temulawak (Curcuma xanthorriza) (Herbarium), etanol (C2H5OH)

96% (Merck), feri amonium sulfat (Fe(NH4)(SO4)2) (Merck), tembaga asetat

(Cu(CH3COO)2) (Merck), kobalt tiosianat (Co(SCN)2) (Sigma Aldrich),

fenilbutazon standar analisis (Sigma Aldrich), tablet fenilbutazon (Dexa medica),

dan 3 sampel jamu di daerah Tangerang Selatan.

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Pembuatan Reagen

Reagen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu feri amonium sulfat,

kobalt tiosianat, dan tembaga asetat. Reagen-reagen tersebut diuji terlebih dahulu,

kemudian dilakukan pemilhan reagen yang mampu menghasilkan perubahan warna

setelah direaksikan dengan sampel.

a. Reagen feri amonium sulfat

Reagen dibuat dengan cara melarutkan kristal 16 g feri amonium sulfat

(Fe(NH4)(SO4)2) ke dalam 100 ml aquades (United State Pharmacopeial,

2008).

b. Reagen Kobalt Tiosianat

Pembuatan reagen dibuat dengan cara melarutkan 1 g kobalt tiosianat

dalam 25 ml aquademin (National Institute of Justice, 2000).

Page 33: ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN SPESIFIK DALAM …

18

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

c. Reagen Tembaga Asetat

Reagen Cu(CH3COO)2 dibuat dengan melarutkan 33 g Cu(CH3COO)2

dalam 5 ml CH3COOH dan aquades hingga volume total 250 ml (Hartini, 2013).

3.3.2 Pembuatan Baku Pembanding Jamu Simulasi Fenilbutazon

Dibuat jamu standar ekstrak temulawak duplo masing-masing ditimbang 7

gram temulawak diektraksi dengan pelarut etanol 100 ml. Dihomogenkan dengan

strirrer magnet selama 30 menit. Kemudian salah satu ditambahkan fenilbutazon

tablet satu buah (200 mg). Kemudian masing-masing disaring dengan kertas saring

Whatman dan diuapkan hingga tersisa ± 10 ml (konsentrasi= 20.000 µg/ml).

Sehingga diperoleh hasil ekstraksi yang telah diketahui larutan (1) sediaan jamu

tanpa fenilbutazon sebagai blanko kontrol dan larutan (2) jamu simulasi dengan

kadar 20.000 µg/ml fenilbutazon dalam 10 ml sediaan jamu. Bagan alir pembuatan

baku pembanding jamu simulasi fenilbutazon dapat dilihat pada Lampiran 3

halaman 36.

3.3.3 Uji Kualitatif Reaksi Warna dengan Reagen Spesifik

Uji kulitatif diawali dengan menguji fenilbutazon murni dengan pelarut

etanol. Ditimbang seksama 200 mg fenilbutazon dimasukkan ke dalam labu ukur

100 ml, dilarutkan dan diencerkan dengan pelarut hingga garis tanda sehingga

diperoleh larutan dengan konsentrasi 2.000 µg/ml. Pengujian dilakukan dengan

meneteskan sampel pada reagen spesifik di plat tetes dan dilakukan pencatatan data

berupa perubahan warna pada plat tetes. Perubahan warna didokumentasikan.

Selanjutnya, pengujian kualitatif dengan jamu simulasi fenilbutazon yang

dibuat sebelumnya yaitu larutan (1) sediaan jamu tanpa fenilbutazon sebagai blanko

kontrol dan larutan (2) jamu simulasi dengan kadar 20.000 µg/ml fenilbutazon

dalam 10 ml sediaan jamu. Pengujian ini dimaksudkan untuk mengecek

kemampuan pelarut dan metode yang digunakan telah berhasil menarik zat aktif

fenilbutazon sehingga pelarut dan metode ini dapat dilakukan untuk pengujian yang

sebenarnya. Sampel jamu simulasi fenilbutazon yang dibuat diekstraksi kembali

untuk menarik zat aktif dari sediaan. Pengecekan menggunakan reagen spesifik

langsung dilakukan untuk larutan (1) sediaan jamu tanpa fenilbutazon sebagai

blanko kontrol.

Page 34: ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN SPESIFIK DALAM …

19

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Larutan (2) jamu simulasi dengan kadar 20.000 µg/ml fenilbutazon. Larutan

jamu simulasi diencerkan kembali menjadi 2 konsentrasi dalam labu ukur 10 ml

yang memiliki konsentrasi masing-masing 5000 μg/ml dan 10.000 μg/ml. Dipipet

sebanyak 2,5 mldan 5 ml, kemudian dimasukkan ke dalam 2 labu ukur 10 ml dan

dicukupkan volumenya sampai garis tanda dengan pelarut etanol.

3.3.4 Pembuatan Larutan Induk Baku dan Larutan Standar

3.3.4.1 Pembuatan Larutan Induk Baku Fenilbutazon

Ditimbang seksama 50 mg fenilbutazon BPFI dimasukkan ke dalam labu

ukur 50 ml, dilarutkan dan diencerkan dengan pelarut hingga garis tanda sehingga

diperoleh larutan dengan konsentrasi 1000 µg/ml (Larutan Induk). Bagan alir

prosedur penelitian dapat dilihat pada Lampiran 2 halaman 34.

3.3.4.2 Pembuatan Spektrum Serapan Maksimum Fenilbutazon

Diambil sebanyak 0,01 ml dari larutan induk fenilbutazon (konsentrasi =

1000 μg/ml) kemudian dimasukan ke dalam labu ukur 10 ml ditambahkan dengan

etanol. Selanjutnya larutan diencerkan dengan pelarut yang sama hingga garis

tanda, lalu dikocok sampai homogen untuk memperoleh larutan fenilbutazon

dengan konsentrasi 10 μg/ml. Diukur serapannya pada panjang gelombang 200-400

nm. Bagan alir prosedur penelitian dapat dilihat pada Lampiran 2 halaman 34.

3.3.4.3 Pembuatan Larutan Standar Fenilbutazon

Larutan standar dibuat dalam 5 labu ukur 10 ml yang memiliki konsentrasi

masing-masing 4, 5, 6, 8, dan 10 μg/ml. Dipipet sebanyak 0,04 ml; 0,05 ml; 0,06

ml; 0,08 ml; dan 0,1 ml dari larutan induk fenilbutazon, kemudian dimasukkan ke

dalam 5 labu ukur 10 ml dan dicukupkan volumenya dengan pelarut etanol. Bagan

alir prosedur penelitian dapat dilihat pada Lampiran 2 halaman 34.

3.3.5 Pembuatan Kurva Kalibrasi Fenilbutazon

Dibuat larutan standar fenilbutazon dengan konsentrasi 0, 4, 5, 6, 8, dan 10

μg/ml, kemudian diukur serapan pada panjang gelombang analisis yang telah

ditentukan. Kemudian dilakukan analisis hubungan antara konsentrasi dan nilai

serapan sehingga diperoleh persamaan regresi linear y = bx ± a dengan syarat nilai

R2 minimum >0,998. Bagan alir prosedur penelitian dapat dilihat pada Lampiran 2

halaman 34.

Page 35: ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN SPESIFIK DALAM …

20

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.4 Validasi Metode Analisis

3.4.1 Uji Akurasi

Uji akurasi dilakukan dengan metode penambahan bahan baku yaitu dengan

membuat 3 konsentrasi analit sampel dengan rentang spesifik 80%, 100%, 120%.

Di mana pada masing-masing rentang spesifik digunakan 70% sampel dan 30%

baku yang akan ditambahkan (Harmita, 2004). Kemudian campuran sampel dan

baku diukur serapannya pada panjang gelombang 200–400 nm.

Dibuat jamu standar ekstrak temulawak duplo masing-masing ditimbang 7

gram temulawak diektraksi dengan pelarut etanol 50 ml. Kemudian salah satu

ditambahkan fenilbutazon 50 mg. Sampel jamu simulasi I tanpa fenilbutazon

sebagai blanko, dan jamu simulai II dengan fenilbutazon 1000 μg/ml. Membuat seri

konsentrasi 6 μg/ml, 8 μg/ml, dan 10 μg/ml yang dilarutkan dalam etanol. Dipipet

sebanyak 0,06 ml; 0,08 ml; dan 0,1 ml diambil dari larutan hasil esktraksi jamu

simulasi II dengan fenilbutazon 1000 µg/ml), kemudian masing-masing

dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml dan dicukupkan volumenya sampai garis

tanda dengan pelarut etanol. Pengulangan sampai 5x pembuatan seri konsentrasi 6

μg/ml, 8 μg/ml, dan 10 μg/ml dari penimbangan hingga dilarutkan dalam labu ukur

10 ml dengan etanol.

Kemudian diukur pada panjang gelombang maksimum fenilbutazon

dengan spektrofotometri UV-Vis dan ekstrak temulawak murni sebagai blanko.

Kemudian dilakukan perhitungan kadar yang dapat dideteksi dari persamaan linier

dari kurva kalibrasi fenilbutazon standar. Kemudian dilakukan perhitungan persen

perolehan kembali yang dibandingkan dengan kadar sebenarnya.

3.4.2 Uji Presisi

Presisi diukur sebagai simpangan baku relatif atau koefisien variasi. Presisi

merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual

ketika suatu metode dilakukan secara berulang untuk sampel yang homogen. Nilai

simpangan baku relatif yang memenuhi persyaratan menunjukkan adanya

keseksamaan metode yang dilakukan (Harmita, 2004).

Page 36: ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN SPESIFIK DALAM …

21

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.4.3 Limit Deteksi Reagen

Limit deteksi digunakan untuk mengetahui konsentrasi terkecil dari sampel

yang masih dapat dideteksi. Limit deteksi ditetapkan dengan penyiapan reagen

dengan komposisi optium, dilanjutkan dengan penetesan larutan sampel standar

(jamu simulasi fenilbutazon) dari konsentrasi Dibuat seri konsentrasi zat aktif

20.000 μg/ml, 10.000 μg/ml, dan 5000 μg/ml. Verifikasi warna yang dihasilkan dan

dibandingkan dengan warna yang dihasilkan untuk zat aktif standar

3.5 Teknik Sampling dan Analisa Fenilbutazon dalam Sampel Jamu

Teknik sampling dalam pemilihan jamu yang akan dipakai untuk

selanjutnya diidentifiakasi apakah ada kandungan fenilbutazon di dalamnya adalah

dengan memilih 3 (tiga) jamu pegal linu dengan minat masyarakat paling tinggi dan

tidak memiliki nomer registrasi BPOM atau nomor registrasi palsu yang beredar di

Tangerang Selatan.

Diambil sampel jamu uji seluruhnya. Diektraksi dengan pelarut etanol 100

ml. Dihomogenkan dengan strirrer magnet selama 30 menit. Kemudian disaring

dengan kertas saring Whatman dan diuapkan hingga tersisa ± 10 ml. Diambil 1 ml

sampel direaksikan dengan 2 tetes reagen spesifik di plat tetes dan dilakukan

pencatatan data berupa perubahan warna pada plat tetes. Perubahan warna

didokumentasikan. Bagan alir ekstraksi jamu uji dapat dilihat di lampiran 4

halaman 37.

Selanjutnya, dilakukan konfirmasi ulang keberadaan fenilbutazon yang

pada uji kualitatif reagen spesifik dengan spektrofotometri UV-Vis. Sampel uji

diukur pada panjang gelombang maksimum dengan spektrofotometri UV-Vis dan

etanol sebagai blanko lalu spektrum yang didapat dibandingkan dengan spektrum

jamu simulasi yang telah ada fenilbutazon sebagai kontrol positif (+). Absorbansi

yang didapat dihitung kadar sebenarnya menggunakan kurva kalibrasi jamu

simulasi fenilbutazon yang telah dibuat.

Page 37: ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN SPESIFIK DALAM …

22

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini merupakan analisa reaksi warna yang terjadi dalam penentuan

uji kualitatif sampel fenilbutazon. Penelitian ini mengacu pada penelitian yang telah

dilakukan sebelumnya uji kualitatif fenilbutazon dengan test strip oleh Hartini

(2013) tetapi berfokus pada reaksi warna dengan reagen spesifik langsung pada

sampel jamu yang beredar di Tangerang Selatan tanpa imobilisasi reagen ke

membran (test strip). Penelitian dilakukan karena banyaknya jamu tradisional

antirematik atau anti pegal linu ditarik dari peredaran karena mengandung bahan

kimia obat (BKO) dalam situsnya BPOM RI November 2015 mengeluarkan daftar

obat tradisional yang mengandung BKO yang didominasi oleh penghilang rasa

sakit dan antirematik, seperti Parasetamol dan Fenilbutazon. Permenkes No.

246/Menkes/Per/V/1990 pasal 23 terdapat penjelasan mengenai persyaratan dan

larangan bagi obat tradisional salah satunya tidak mengandung bahan kimia sintetik

atau hasil isolasi yang berkhasiat sebagai obat.

4.1 Uji Kualitatif Fenilbutazon Murni

Penelitian ini dimulai dengan uji kualitatif (reaksi warna) fenilbutazon

murni. Hasil uji coba sesuai dengan Hartini (2013) di mana fenilbutazon bereaksi

dengan reagen feri amonium sulfat dan kobalt tiosianat tetapi fenilbutazon tidak

bereaksi dengan reagen tembaga asetat. Hasil pengujian dapat dilihat pada tabel 4.1

hasil uji kualitatif fenilbutazon murni.

Tabel 4.1 Hasil Uji Kualitatif Fenilbutazon Murni

Perlakuan Tembaga

Asetat

Ferri Amonium

Sulfat

Kobalt

Tiosianat

1. Warna Asli Reagen Biru Kuning Bening Merah

2. Fenilbutazon + Reagen Biru Kuning Ungu Muda

Hasil reaksi warna terlihat perubahan positif dari sampel fenilbutazon

dengan reagen ferri amonium sulfat dan kobalt tiosianat sehingga reagen ini dapat

dipergunakan dalam analisis selanjutnya. Dan reagen tembaga asetat menunjukkan

Page 38: ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN SPESIFIK DALAM …

23

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

tidak adanya reaksi warna yang terjadi sehingga reagen ini tidak dipergunakan

dalam analisis selanjutnya. Gambar hasil uji kualitatif fenilbutazon dapat dilihat di

lampiran 5 halaman 38.

4.2 Uji Kualitatif Jamu Simulasi Kontrol (-) dan Kontrol (+)

Simulasi jamu yang digunakan dalam penelitian ini adalah simplisia serbuk

temulawak. Temulawak dipilih mengacu pada penelitian Wisnuwardhani (2013)

menggunakan temulawak sebagai salah satu kompenen jamu simulasi. Massa

simplisia yang digunakan untuk ektraksi jamu 7 gram, jumlah ini dipilih karena

mengacu pada jamu yang beredar rata-rata satu bungkus 7 gram. Penambahan tablet

utuh dilakukan karena mengacu pada kemungkinan penambahan BKO yang

dilakukan produsen jamu yang tidak bertanggung jawab ke dalam jamu

menggunakan tablet utuh yang telah beredar dan mudah didapat.

Kemudian dibuat tiga konsentrasi masing-masing 20.000, 10.000, dan 5000

µg/ml. Terkahir direaksikan dengan reagen feri amonium sulfat dan kobalt

mengamati perubahan warnanya. Pada konsentrasi 5000, 10.000, dan 20.000 warna

jamu kontrol negatif dan positif dengan reagen feri amonium sulfat perbedaan

warna sulit teramati karena warna yang dihasilkan hampir serupa akan tetapi

kontrol positif lebih pekat yaitu coklat pekat kemerahan sedangkan kontrol negatif

warna yang dihasilkan coklat. Pada pengujian dengan reagen kobalt tiosianat

konsentrasi 5000 dan 10.000 warna jamu kontrol negatif dan positif juga hampir

serupa akan tetapi kontrol positif lebih jingga sedangkan kontrol negatif berwarna

kuning, selanjutnya pada konsentrasi 20.000 warna lebih terlihat jelas kontrol

positif jingga dan kontrol negatif kuning keruh. Rangkuman perubahan warna dapat

dilihat pada tabel 4.2. Gambar hasil uji dapat dilihat di lampiran 6 halaman 39.

Tabel 4.2 Hasil Uji Kualitatif Jamu Simulasi Kontrol (-) dan Kontrol (+)

Reagen

Jamu Kontrol (+) Jamu Kontrol (-)

Konsentrasi ( μg/ml) Konsentrasi ( μg/ml)

5.000 10.000 20.000 5.000 10.000 20.000

1. Ferri Amonium

Sulfat

Coklat Coklat Coklat Kuning Kuning Kuning

2. Kobalt Tiosianat Coklat Pekat

Kemerahan

Coklat Pekat

Kemerahan

Coklat Pekat

Kemerahan

Jingga Jingga Jingga

Terang

Kontrol (+) = Jamu + Fenilbutazon Kontrol (-) = Jamu ekstrak temulawak

Page 39: ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN SPESIFIK DALAM …

24

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Dari hasil penelitian tersebut perubahan warna yang dihasilkan berbeda

dengan larutan standar fenilbutazon murni dengan reagen feri amonium sulfat

warna yang dihasilkan kuning sedangkan dalam jamu kontrol positif warna yang

dihasilkan coklat pekat kemerahan dan dengan reagen kobalt tiosianat dengan

fenilbutazon murni warna yang dihasilkan ungu sedangkan dalam jamu kontrol

positif warna yang dihasilkan jingga. Hal ini, kemungkinan besar dikarenakan dari

ektrak jamu yang mengganggu perubahan warna yang dihasilkan tetapi masih dapat

dibedakan untuk hasil positif atau negatif jadi, pemakaian reagen dilanjutkan untuk

pengujian selanjutnya dari jamu yang beredar di Tangerng Selatan. Selain itu, dari

hasil penelitian tersebut dapat juga diketahui bahwa konsentrasi dari jamu (ekstrak

simplisia yang digunakan) berpengaruh terhadap warna yang dihasilkan ketika

direakasikan dengan reagen feri amonium sulfat dan kobalt tiosianat. Apabila

konsentrasi jamu terlalu besar maka ketika direaksikan dengan reagen warna akan

terlalu pekat dan keruh sehingga tidak dapat dibedakan antara jamu kontrol negatif

dan kontrol positif.

4.3 Panjang Gelombang Maksimum Standar Fenilbutazon dan Jamu

Simulasi+Fenilbutazon dengan Spektrofotometri UV-Vis

Didapat lamda maksimum 269 nm dengan absorbansi sebesar 0,722.

Spektrum dapat dilihat pada gambar 4.1. Rincian data spektrum dapat dilihat pada

lampiran 7 halaman 40.

Gambar 4.1 Lamda maksimum standar fenilbutazon 269 nm

Kemudian dilakukan juga pengukuran panjang gelombang terhadap jamu

simulasi I (7 g temulawak dilarutkan dengan 50 ml etanol p.a. 96%) dan jamu

simulaasi II (7 g temulawak dan 50 mg fenilbutazon dilarutkan dengan 50 ml etanol

Page 40: ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN SPESIFIK DALAM …

25

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

p.a. 96%). Didapat lamda maksimum 266,5 nm dengan absorbansi sebesar 0,605.

Spektrum dapat dilihat pada gambar 4.2. Rincian data spektrum dapat dilihat pada

lampiran 8 halaman 42.

Adanya pergeseran lamda dari 269 nm (fenilbutazon murni) menjadi 266

nm (fenilbutazon dalam jamu). Hal ini kemungkinan besar akibat pengaruh pH

larutan. Menurut Clark (2003), serapan maksimum fenilbutazon lebih kurang 237

nm dalam larutan asam dan 264 nm dalam larutan basa. Pergeseran 3 nm ke kiri ini

artinya ada perubahan pH larutan menjadi sedikit lebih asam. Di mana temulawak

menjadi bahan ekstrak jamu yang ditambahkan dalam jamu simulasi fenilbutazon

yang artinya berpengaruh terhadap perubahan pH larutan menjadi lebih asam.

Gambar 4.2 Lamda maksimum Jamu + Fenilbutazon 266 nm

4.4 Penetapan Kurva Kalibrasi Standar Fenilbutazon

Data Data Linieritas, SB, LOD, dan LOQ dapat dilihat pada tabel 4.3.

Rincian data dapat dilihat pada lampiran 9 halaman 45. Perhitungan lengkap dapat

dilihat pada lampiran 10 halaman 46.

Tabel 4.3 Data Linieritas, SB, LOD, dan LOQ

Kadar (x) Absorbansi (y) ŷ (y-ŷ)2

0 0 0,0002 4 x 10-8

4 0,298 0,2902 6,084 x 10-5

5 0,361 0,3627 2,89 x 10-6

6 0,427 0,4352 6,724 x 10-5

8 0,576 0,5802 1,764 x 10-5

10 0,73 0,7252 2,304 x 10-5

Jumlah (y-ŷ)2 1,717 x 10-4

SB 6,552 x 10-3

LOD 0,271 µg/ml

LOQ 0,9037 µg/ml

Page 41: ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN SPESIFIK DALAM …

26

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Hasil linieritas diperoleh dengan membuat kurva kalibrasi. Kurva kalibrasi

dibuat dari larutan standar dengan konsentrasi 0, 4, 5, 6, 8, dan 10 μg/ml. Persamaan

linier yang didapat b = 0,0725; a = 0,0002; r2 = 0,9995 yaitu y = 0,0725x + 0,0002.

Kurva Kalibrasi pada gambar 4.3.

Gambar 4.3 Kurva Kalibrasi Fenilbutazon Standar

4.5 Uji Perolehan Kembali (UPK)/Recovery Kadar Fenilbutazon dengan

Spektrofotometri UV-Vis

Dibuat 5x seri konsentrasi fenilbutazon 6 μg/ml, 8 μg/ml, dan 10 μg/ml yang

dilarutkan dalam temulawak dan etanol. Kemudian diukur pada panjang gelombang

266 nm dengan spektrofotometri UV-Vis dan ekstrak temulawak murni sebagai

blanko. Hasil % UPK, SD, dan %RSD dirangkum pada tabel 4.4.

Tabel 4.4 Data % UPK, SD, dan %RSD.

Kadar (µg/ml) Rata-rata %UPK SD %RSD

6 98,253 0,288 0,293

8 99,207 0,299 0,301

10 98,455 0,256 0,260

Ketentuan umum menurut Harmita (2004):

Range nilai persen (%) recovery analit atau Uji Perolehan

Kembali (UPK) 80 – 120%

Range Nilai Relative Standard Deviation (RSD) atau Coefficient

of Variation (CV) ≤ 2%

Didapat limit deteksi sampel 0,5 mg. Di mana penambahan fenilbutazon yang

mungkin dilakukan di lapangan untuk mencapai dosis terapi minimum 200 mg

dengan logika produsen kemungkinan mencampurkan bahan sejumlah sama

dengan dosis terapi minimum atau lebih sehingga berefek terhadap penggunaanya.

00,298 0,361 0,427

0,5760,73

y = 0,0725x + 0,0002R² = 0,9995

0

0,5

1

0 2 4 6 8 10 12AB

SOR

BA

NSI

KONSENTRASI (PPM)

KURVA KALIBRASI FENILBUTAZON STANDAR

Absorbansi Linear (Absorbansi)

Page 42: ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN SPESIFIK DALAM …

27

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Limit deteksi yang didapat sangat kecil dan dapat diajukan menjadi teknik analisa

yang akurat. Perhitungan lengkap dapat dilihat pada lampiran 11 halaman 47-48.

4.6 Uji Kualitatif Sampel Jamu Tangerang Selatan

Analisis fenilbutazon dalam jamu antirematik atau pegal linu ini diawali

dengan pemilihan sampel, teknik sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah

dengan mengambil sampel dengan minat masyarakat paling tinggi dan tidak

memiliki nomer registrasi BPOM atau nomor registrasi palsu. Diperoleh 3 jamu

antirematik atau pegal linu. Uji kualitatif analisa fenilbutazon dari tiga merek jamu

menggunakan reagen feri amonium sulfat dan kobalt tiosianat. Pada jamu A, B, dan

C memiliki warna asal kuning direaksikan dengan reagen feri amonium sulfat

menghasilkan warna yang sama dengan warna kontrol negatif yaitu coklat

sedangkan kontrol positif berwarna coklat pekat kemerahan. Dengan reagen kobalt

tiosianat warna yang dihasilkan jamu A, B, dan C juga sama dengan kontrol negatif

yaitu warna kuning sedangkan kontrol positif berwarna jingga. Jadi dapat

disimpulkan jamu A, B, dan C yang beredar di pasaran tidak mengandung

fenilbutazon karena hasil uji kualitatif dengan reaksi warna negatif. Rangkuman

perubahan warna dapat dilihat pada tabel 4.3. Gambar hasil dapat dilihat di

lampiran 12 halaman 49.

Tabel 4.5 Hasil Uji Kualitatif Sampel Jamu

Reagen

Hasil Warna

Jamu

Kontrol (+)

Jamu

Kontrol (-)

Jamu

Uji A

Jamu

Uji B

Jamu

Uji C

Feri Amonium

Sulfat

Coklat Pekat

Kemerahan Coklat Coklat Coklat Coklat

Kobalt Tiosianat Jingga Kuning Kuning Kuning Kuning

Selanjutnya dilakukan uji kualitatif dengan pengukuran serapan sampel

jamu dengan spektrofotometri ultraviolet-visible. Hasil spektrum yang didapat dari

ketiga sampel jamu dibandingkan dengan spektrum jamu simulasi fenilbutazon.

Tidak terlihat peak pada panjang gelombang 266 nm yang merupakan serapan

fenilbutazon. Jadi, dapat disimpulkan ketiga sampel jamu dalam uji kualitatif

dengan spektrofotometri ultaviolet-visible juga tidak mengandung fenilbutazon

atau negatif sehinga uji kualitatif dengan reagen terkonfirmasi. Perbandingan

Page 43: ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN SPESIFIK DALAM …

28

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

spektrum sampel jamu dan kontrol positif dapat dilihat pada gambar 4.4. Rincian

data spektrum dapat dilihat pada lampiran 13 halaman 50-55.

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 4.4 (a) Lamda maksimum Jamu + Fenilbutazon 266 nm (kontrol positif);

(b) Jamu Sampel A; (c) Jamu Sampel B; dan (d) Jamu Sampel C.

Pada jamu sampel A, B, dan C tidak terlihat peak pada panjang

gelombang 266 nm yang merupakan serapan fenilbutazon.

Page 44: ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN SPESIFIK DALAM …

29

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisis fenilbutazon yang dilakukan pada 3 sampel jamu

tradisional antirematik atau pegal linu yang beredar di kota Tangerang Selatan,

maka dapat disimpulkan:

1) Perubahan warna jamu simulasi kontrol positif dengan reagen feri amonium

sufat lebih pekat yaitu coklat pekat kemerahan sedangkan kontrol negatif warna

yang dihasilkan coklat. Sedangkan, jamu simulasi kontrol positif dengan reagen

kobalt tiosianat warna yang dihasilkan jingga dan kontrol negatif berwarna

kuning.

2) Kondisi analisa fenilbutazon yang dilakukan pada spektrofotometri ultraviolet-

visible dengan λ = 269 nm untuk standar fenilbutazon murni pelarut etanol 96%

dan λ = 266 nm untuk fenilbutazon dalam jamu simulasi.

3) Hasil Uji LOD Fenilbutazon adalah 0,2710 μg/ml, sedangkan LOQ = 0,9036

μg/ml. Hasil UPK dan uji presisi (RSD) pada konsentrasi 6, 8, dan 10 μg/ml

masing-masing adalah 98,25% dan 0,29%; 99,20% dan 0,30%; serta 98,45%

dan 0,26%.

4) Jamu A, B, dan C memiliki warna asal kuning dengan reagen feri amonium

sulfat menghasilkan warna yang sama dengan warna kontrol negatif yaitu

coklat. Dengan reagen kobalt tiosianat warna yang dihasilkan jamu A, B, dan C

juga sama dengan kontrol negatif yaitu warna kuning. Hasil spektrum yang

didapat dari ketiga sampel jamu tidak terlihat peak pada panjang gelombang

266 nm atau 269 nm yang merupakan serapan fenilbutazon.

5.2 Saran

Bagi peneliti selanjutnya pelu dilakukan uji identifikasi fenilbutazon pada

jamu antirematik atau pegal linu lain yang beredar di masyarakat dengan

menggunakan teknik analisa reagen yang berbeda atau dengan metode

spektrofoometri ultraviolet-visible dengan pemilihan kondisi analisis berbeda.

Page 45: ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN SPESIFIK DALAM …

30

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR PUSTAKA

Arthritis Foundation, 2015, Arthritis Foundation Scientific Strategy 2015-2020,

www.arthritis.org/Documents/arthritis-foundation-scientific-strategy.pdf

Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2004. Keputusan Kepala

BPOM RI Nomor HK.00.05.4.2411 Tentang Ketentuan Pokok

Pengelompokan dan Panandaan Obat Bahan Alam Indonesia. Jakarta:

BPOM RI.

Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2011. Infopom. http://

perpustakaan.pom.go.id/koleksilainnya/buletin%20info%20pom/0311.pdf.

Diakses 7 Januari 2107, jam 15:05.

Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2015. Bahan Kimia Obat

dalam Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan–Ancaman Bagi Kesehatan

Masyarakat. http://www.pom.go.id/ new/ index.php/ view/ pers/ 285/ bahan-

kimia-obat-dalam-obat-tradisional-dan-suplemen-kesehatan-ancaman-bagi-

kesehatan-masyarakat-.html. Diakses 7 Januari 2017, jam 9:55.

Choy, E., 2012, Understanding the dynamics: pathways involved in the

pathogenesis of rheumatoid arthritis, Rheumatology, 2012 ;51:v3-v11.

DOI:10.1093 /rheumatology/kes113

Clark, Jim. 2003. Analysis of Drugs and Poisons. www.almustafauniversity.com

Diakses 7 Januari 2017, jam 20:25.

Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia edisi 4. Jakarta:

Departemen Kesehatan RI. Hal 683.

Departemen Kesehatan RI. 2007. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor:

381/Menkes/SK/III/2007 tentang Kebijakan Obat Tradisional. Jakarta:

Departemen Kesehatan RI.

Ebel. 1992. Obat Sintetik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Harmita. (2004). Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara

Perhitungannya. Majalah Ilmu Kefarmasian. I(3):117-135.

Harmita. (2006). Analisis Kuantitatif Bahan Baku dan Sediaan Farmasi. Jakarta:

Departemen Farmasi FMIPA Universitas Indonesia.

Page 46: ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN SPESIFIK DALAM …

31

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Hartini, L.D. 2013. Penelitian Analisa Kualitatif Piroksikam dan Fenilbutazon

Menggunakan Reagen Spesifik yang Diimobilisasi pada Membran Poliamida

dalam Tes Strip (Penelitian). Jember: Universitas Jember.

Katzung, B. G. 2007. Basic & Clinical Pharmacology, Tenth Edition. United States:

Lange Medical Publications.

Komisi Farmakope Eropa. 2005. European Pharmacopoeia: Pharmaceutical

Technical procedures. Uppsala: Dewan Eropa. Phenylbutazone Hal 2229-

2231.

Lathif, A., et al. 2013. Analisis Bahan Kimia Obat dalam Jamu Pegal Linu yang

Dijual Di Surakarta menggunakan Metode Spektrofotometri UV (Penelitian).

Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Menteri Kesehatan RI. 1990. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor: 246/Menkes/Per/V/1990 tentang Izin Usaha Industri Obat

Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional. Jakarta: Departemen

Kesehatan RI.

Muchid A. 2006. Pharmaceutical Care untuk Pasien Penyakit Arthritis Rematik.

Izkafiz. Direkloral Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, Ditjen Bina

Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Jakarta

Nainggolan, O. 2009. Prevalensi dan Determinan Penyakit Rheumatik di

Indonesia. Majalah Kedokteran Indonesia 59: 587-594.

National Institute of Justice (NIJ). 2000. Color Test Reagents/Kits for Preliminary

Identification of Drugs of Abuse. Wasington DC: National Institute of Justice

(NIJ).mi

Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Halaman 224-226, 241-242, 465-468.

Roth, Heman J., dan Blaschke, G. 1998. Analisis Farmasi. Yogyakarta: Gadjah

Mada University Press.

Singh, J., Saag, K., Bridges, L., Aki, E., Bannuru, R., 2015, 2015 American College

of Rheumatology Guideline for the Treatment of Rheumatoid Arthritis,

Arthritis Care & Research, DOI 10.1002/acr.22783, VC 2015, American

College of Rheumatology.

Page 47: ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN SPESIFIK DALAM …

32

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Siswandono dan Soekardjo B. 1995. Kimia Medisinal. Surabaya: Airlangga

University Press.

The United State Pharmacopeial Convention. 2008. The United States

Pharmacopeia (USP). 31th Edition. United States.

Wisnuwardhani. 2013. Methode Development for Simultanous Analysis of Steroid

and Non Steroid Antiinflamatory Substance in Jamu Pegal Linu Using TLC-

Spectrophotodensitometry. Bandung: Institut Teknologi Bandung.

Yazici, Y & Simsek I. 2005. Treatment Options for Rheumatoid Arthritis Beyond

TNF-Alpha Inhibitors. Expert Rev Clin Pharmacol. 3: 663-666

Page 48: ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN SPESIFIK DALAM …

33

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 1. Diagram Alir Penelitian

Jamu uji dikonfirmasi kembali dengan instrumen

spektrofotometri UV-Vis menggunakan lamda maksimum

dan dapat ditentukan kadarnya dengan kurva kalibrasi

Pembuatan

reagen

Pembuatan ekstrak jamu

simulasi zat aktif kadar

diketahui

UJI REAKSI WARNA

Pengujian:

UPK, LOD,

dan LOQ

Perbandingan Warna

Standar Murni : Jamu

simulasi zat aktif : Jamu Uji

Persiapan zat aktif

standar dalam pelarut

Pembuatan

kurva kalibrasi

Sediaan

jamu uji

Page 49: ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN SPESIFIK DALAM …

34

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 2. Bagan Alir Penbuatan Larutan Induk Baku dan Standar

Fenilbutazon

Fenilbutazon

Larutan Induk Fenilbutazon 1000 µg/ml

Ditimbang 50 mg

Dimasukkan ke dalam labu terukur 50 ml

Dilarutkan dan dicukupkan dengan etanol 96%

Diambil

0,04 ml

lalu add

dengan

10 ml

etanol

Diambil

0,05 ml

lalu add

dengan

10 ml

etanol

4 µg/ml

Diukur serapan

maksimum pada λ

200 – 400 nm

5 µg/ml

Diambil

0,06 ml

lalu add

dengan

10 ml

etanol

6 µg/ml

Diambil

0,08 ml

lalu add

dengan

10 ml

etanol

8 µg/ml

Diambil

0,10 ml

lalu add

dengan

10 ml

etanol

10 µg/ml

Diambil

0,10 ml

lalu add

dengan

10 ml

etanol

10 µg/ml

Pembuatan Kurva Kalibrasi

Page 50: ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN SPESIFIK DALAM …

35

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 2. (Lanjutan)

Larutan Standar Fenilbutazon

(0;4,0; 5,0; 6,0; 8,0; dan 10 µg/ml)

Diukur serapan pada

λ 200 – 400 nm

Ditentukan panjang

gelombang analisis

λFenilbutazon = 269 nm

Persamaan Regresi Linier y = bx ± a dengan

syarat nilai R2 minimum >0,998.

Page 51: ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN SPESIFIK DALAM …

36

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 3. Pembuatan Baku Pembanding Jamu Simulasi Fenilbutazon

Dihomogenkan 30

menit

Disaring

Diuapkan hingga

tersisa ± 10 ml

Temulawak

Ditimbang 7 g temulawak

Dibuat duplo

Ditambahkan

fenilbutazon tablet

satu buah (200mg)

Dihomogenkan 30

menit

Disaring

Diuapkan hingga

tersisa ± 10 ml

Temulawak 1 Temulawak 2

Kontrol negatif (-) =

Ekstrak temulawak

murni

Kontrol positif (+) =

Ekstrak temulawak

dengan fenilbutazon

Page 52: ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN SPESIFIK DALAM …

37

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 4. Bagan Alir Ekstraksi Jamu Uji

Diambil sampel jamu uji seluruhnya

Ekstrak jamu uji

Perubahan warna didokumentasikan

Dihomogenkan

30 menit

Disaring

Diuapkan hingga

tersisa ± 10 ml

Uji reaksi warna

Perbandingan warna

Jamu kontrol positif :

Jamu kontrol negatif :

Jamu Uji

Page 53: ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN SPESIFIK DALAM …

38

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 5. Hasil Uji Kualitatif Fenilbutazon Murni.

Tembaga Asetat Ferri amonium sulfat Kobalt tiosianat

Warna Asli

Reagen

Reagen +

Fenilbutazon

Keterangan tabel:

Hasil reaksi warna terlihat perubahan positif dari sampel fenilbutazon dengan

reagen ferri amonium sulfat dan kobalt tiosianat. Sedangkan reagen tembaga asetat

menunjukkan tidak adanya reaksi warna yang terjadi

Page 54: ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN SPESIFIK DALAM …

39

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 6. Hasil Uji Kualitatif Jamu Simulasi Kontrol (-) dan Kontrol (+).

Konsentrasi

(µg/ml)

Jamu+Ferri Amonium

Sulfat

Jamu + Kobalt Tiosianat

Jamu

Kontrol (-)

Jamu

Kontrol (+)

Jamu

Kontrol (-)

Jamu

Kontrol (+)

5000

10.000

20.000

Keterangan :

Kontrol negatif (-) adalah simulasi jamu temulawak tanpa penambahan

fenilbutazon

Kontrol positif (+) adalah simulasi jamu temulawak dengan penambahan

fenilbutazon

Pada konsentrasi 5000, 10.000, dan 20.000 warna jamu kontrol negatif dan

positif dengan reagen feri amonium sulfat perbedaan warna sulit teramati karena

warna yang dihasilkan hampir serupa akan tetapi kontrol positif lebih pekat yaitu

coklat pekat kemerahan sedangkan kontrol negatif warna yang dihasilkan coklat.

Pada pengujian dengan reagen kobalt tiosianat konsentrasi 5000, 10.000,

dan 20.000 warna jamu kontrol negatif dan positif juga hampir serupa akan tetapi

kontrol positif lebih jingga sedangkan kontrol negatif berwarna kuning.

Page 55: ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN SPESIFIK DALAM …

40

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 7. Hasil Panjang Gelombang Maksimum Fenilbutazon

Page 56: ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN SPESIFIK DALAM …

41

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 57: ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN SPESIFIK DALAM …

42

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 8. Hasil Panjang Gelombang Maksimum Fenilbutazon dalam

Jamu Simulasi

Page 58: ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN SPESIFIK DALAM …

43

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 59: ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN SPESIFIK DALAM …

44

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 9. Hasil Penetapan Kurva Kalibrasi

Page 60: ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN SPESIFIK DALAM …

45

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 61: ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN SPESIFIK DALAM …

46

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 10. Perhitungan SB, LOD, dan LOQ.

Berdasarkan nilai serapan pada panjang gelombang analisis, dilakukan

perhitungan limit deteksi/limit of detection (LOD) dan limit kuantitasi/limit of

quantitation (LOQ). Perhitungan untuk menentukan LOD dan LOQ. Untuk

menentukan batas deteksi (LOD) dan batas kuantitasi (LOQ) digunakan rumus:

𝑆𝐵 = √∑(𝑦−𝑦𝑖)2

𝑛−2 𝐿𝑂𝐷 =

3 𝑥 𝑆𝐵

𝑆𝑙𝑜𝑝𝑒 𝐿𝑂𝑄 =

10 𝑥 𝑆𝐵

𝑆𝑙𝑜𝑝𝑒

Ket: SB=Simpangan baku LOD=Limit of Detection LOQ=Limit of Quantitation

Perhitungan SB

= √17,169 x 10−5

6 − 2

= √42,9225 𝑥 10−6

= 6,552 x 10−3

Perhitungan LOD

=3 𝑥 6,552 𝑥10−3

0,0725

= 0,271 µg/ml

Perhitungan LOQ

=10 𝑥 6,552 𝑥10−3

0,0725

= 0,9037 µg/ml

Kadar (x) Absorbansi (y) ŷ (y-ŷ)2

0 0 0,0002 4 x 10-8

4 0,298 0,2902 6,084 x 10-5

5 0,361 0,3627 2,89 x 10-6

6 0,427 0,4352 6,724 x 10-5

8 0,576 0,5802 1,764 x 10-5

10 0,73 0,7252 2,304 x 10-5

Jumlah (y-ŷ)2 1,717 x 10-4

SB 6,552 x 10-3

LOD 0,271 µg/ml

LOQ 0,9037 µg/ml

Page 62: ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN SPESIFIK DALAM …

47

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 11. Perhitungan %UPK, SD, dan %RSD.

Kadar

(µg/ml) No. Absorbansi

Kadar

Pengamatan

(ẍ)

Kadar

Sebenarnya

(x)

% UPK (x-ẍ)^2

6 1 0,442 6,094 6,000 101,563 0,009 2 0,441 6,080 6,000 101,333 0,006 3 0,396 5,459 6,000 90,989 0,292 4 0,435 5,997 6,000 99,954 0,000 5 0,424 5,846 6,000 97,425 0,024

Rata-rata

%UPK 98,253 ∑(x-ẍ)^2 = 0,331

SD = 0,288

RSD = 0,293

Kadar

(µg/ml) No. Absorbansi

Kadar

Pengamatan

(ẍ)

Kadar

Sebenarnya

(x)

% UPK (x-ẍ)^2

8 1 0,595 8,204 8,000 102,552 0,042 2 0,542 7,473 8,000 93,414 0,278 3 0,570 7,859 8,000 98,241 0,020 4 0,590 8,135 8,000 101,690 0,018 5 0,581 8,011 8,000 100,138 0,000

Rata-rata

%UPK 99,207 ∑(x-ẍ)^2 = 0,357

SD = 0,299

RSD = 0,301

Kadar

(µg/ml) No. Absorbansi

Kadar

Pengamatan

(ẍ)

Kadar

Sebenarnya

(x)

% UPK (x-ẍ)^2

10 1 0,713 9,832 10,000 98,317 0,028 2 0,734 10,121 10,000 101,214 0,015 3 0,698 9,625 10,000 96,248 0,141 4 0,706 9,735 10,000 97,352 0,070 5 0,719 9,914 10,000 99,145 0,007

Rata-rata

%UPK 98,455 ∑(x-ẍ)^2 = 0,261

SD = 0,256

RSD = 0,260

% Perolehan Kembali = ẍ

𝑋𝑥 100%

Keterangan:

ẍ = Kadar Pengamatan x = Kadar Sebenarnya

Page 63: ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN SPESIFIK DALAM …

48

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Menurut Rohman (2007), simpangan baku relatif dapat dihitung dengan rumus

berikut ini :

𝑆𝐷 = √∑(𝑥−𝑥𝑖)2

𝑛−1 RSD =

𝑆𝐷

𝑋𝑥 100 %

Keterangan : X = Kadar rata-rata %UPK sampel

SD = Standard Deviation RSD = Relative Standar Deviation

Perhitungan

Kadar (µ𝐠/𝐦𝐥) SD RSD

6 0,288 0,293 %

8 0,299 0,301 %

10 0,256 0,260 %

Sampel awal =50 𝑚𝑔

50 𝑚𝐿= 1000 µg/ml, diencerkan menjadi 10 µg/ml

diencerkan = 1000 µg/ml

10 µ𝑔/𝑚𝐿= 100 kali

limit deteksi sampel =50 𝑚𝑔

100= 0,5 mg

Page 64: ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN SPESIFIK DALAM …

49

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 12. Hasil Uji Kualitatif Sampel Jamu Tangerang Selatan

Keterangan gambar:

X = Sampel Uji

Y = Kontrol negatif (-) simulasi jamu temulawak tanpa penambahan

fenilbutazon

Z = Kontrol positif (+) simulasi jamu temulawak dengan penambahan

fenilbutazon

Perubahan warna sampel uji (X) mirip dengan warna kontrol negatif (Y)

artinya sampel jamu A, B, dan C tidak mengandung fenilbutazon

SAMPEL JAMU A

Sampel A+ Ferri amonium sulfat Sampel A+ Kobalt tiosianat

SAMPEL JAMU B

Sampel B+ Ferri amonium sulfat Sampel B+ Kobalt tiosianat

SAMPEL JAMU C

Sampel C+ Ferri amonium sulfat Sampel C+ Kobalt tiosianat

X Y Z X Y Z

X Y Z X Y Z

X Y Z X Y Z

Page 65: ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN SPESIFIK DALAM …

50

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 13. Hasil Spektrum Sampel Jamu A

Keterangan gambar:

Pada jamu sampel A tidak terlihat peak pada panjang gelombang 266 nm

yang merupakan serapan fenilbutazon

Lamda yang terdeteksi pada jamu sampel A: 380, 259, 253, 246, 239, 234,

229, dan 210 nm

Page 66: ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN SPESIFIK DALAM …

51

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 67: ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN SPESIFIK DALAM …

52

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 13. (Lanjutan)

Hasil Spektrum Sampel Jamu B

Keterangan gambar:

Pada jamu sampel B tidak terlihat peak pada panjang gelombang 266 nm

yang merupakan serapan fenilbutazon

Lamda yang terdeteksi pada jamu sampel B: 400, 240, 245, dan 208 nm

Page 68: ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN SPESIFIK DALAM …

53

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 69: ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN SPESIFIK DALAM …

54

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 13. (Lanjutan)

Hasil Spektrum Sampel Jamu C

Keterangan gambar:

Pada jamu sampel C tidak terlihat peak pada panjang gelombang 266 nm

yang merupakan serapan fenilbutazon

Lamda yang terdeteksi pada jamu sampel C: 400, 246, dan 206 nm

Page 70: ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN SPESIFIK DALAM …

55

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 71: ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN SPESIFIK DALAM …

56

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 14. Sertifikat Analisis Fenilbutazon

Page 72: ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN SPESIFIK DALAM …

57

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 73: ANALISIS FENILBUTAZON DENGAN REAGEN SPESIFIK DALAM …

58

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 15. Sertifikat Determinasi Temulawak