LAPORAN RESMI PRAKTIKUM PA Radang Spesifik Dan Non Spesifik

download LAPORAN RESMI PRAKTIKUM PA Radang Spesifik Dan Non Spesifik

of 37

Transcript of LAPORAN RESMI PRAKTIKUM PA Radang Spesifik Dan Non Spesifik

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM PATOLOGI ANATOMI RADANG SPESIFIK DAN NON SPESIFIK

Nama Nim Kelompok/ tanggal

: Engki Christian Bata : 41 09 00 33 :B

PRODI KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA YOGYAKARTA 2010

Radang Spesifik1. Leprosy

y

Definisi Lepra adalah penyakit menular kronik yang berkembang lambat, disebabkan oleh Mycobacterium leprae dan ditandai dengan pembentukan lesi granulomatosa atau neurotropik pada kulit, selaput lendir, saraf, tulang, dan organ-organ dalam. Manifestasinya berupa gejala-gejala klinis dengan spektrum luas, yang terdiri dari dua tipe utama, dengan jenis lepromatous pada ujung spektrum dan tuberkuloid di ujung yang lain: diantara dua tipe ini terdapat tipe borderline, dengan dua sub tipe, borderline tuberkuloid dan borderlinelepromatous. Disebut juga Hansen s disease. Lepra merupakan penyakit infeksi yang kronik, dan penyebabnya ialah Mycobacterium leprae yang bersifat intrasellular obligat. Saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat. Armaur Hansen, orang Norwegia menemukan basil penyebab lepra, Mycobacterium leprae pada tahun 1873.

y

Morfologi

Penyakit ini sebenarnya disebabkan oleh bakteri pathogen Mycobacterium leprae yang ditemukan oleh seorang ahli fisika Norwegia bernama Gerhard Armauer Hansen, pada tahun 1874 lalu. Mycobacterium leprae merupakan salah satu kuman yang berbentuk basil dengan ukuran 3-8 Um x 0,5 Um, tahan asam dan alkohol. Penelitian dengan mikroskop electron tampak bahwa M. leprae mempunyai dinding yang terdiri atas 2 lapisan, yakni lapisan padat terdapat pada bagian dalam yang terdiri atas peptidoglikan dan lapisan transparan pada bagian luar yang terdiri atas lipopolisakarida dan kompleks protein-lipopolisakarida. Dinding polisakarida ini adalah suatu

arabinogalaktan yang diesterifikasi oleh asam mikolik dengan ketebalan 20 nm (9,10). Tampaknya peptidoglikan ini mempunyai sifat spesifik pada M.leprae , yaitu adanya asam amino glisin, sedangkan pada bakteri lain mengandung alanin. Mycobacterium leprae ini merupakan basil gram positif karena sitoplasma basil ini mempunyai struktur yang sama dengan basil gram positif yang lain yaitu mengandung DNA dan RNA. Klasifikasi Kingdom Phylum Order Suborder Genus Species : Bacteria : Actinobacteria : Actinomytales : Corynebacterineae : Mycobacteriaceae : Mycobacterium : Mycobacterium leprae

y

Faktor Resiko Cara penularan lepra belum diketahui secara pasti. Jika seorang penderita lepra berat dan tidak diobati bersin, maka bakteri akan menyebar ke udara. Sekitar 50% penderita kemungkinan tertular karena berhubungan dekat dengan seseorang yang terinfeksi. Infeksi juga mungkin ditularkan melalui tanah, armadillo, kutu busuk dan nyamuk. Sekitar 95% orang yang terpapar oleh bakteri lepra tidak menderita lepra karena sistem kekebalannya berhasil melawan infeksi. Penyakit yang terjadi bisa ringan (lepra tuberkuloid) atau berat (lepra lepromatosa). Penderita lepra ringan tidak dapat menularkan penyakitnya kepada orang lain.

y

Patogenesis Masuknya M.Leprae ke dalam tubuh akan ditangkap oleh APC (Antigen Presenting Cell) dan melalui dua signal yaitu signal pertama dan signal kedua. Signal pertama adalah tergantung pada TCR- terkait antigen (TCR = T cell receptor) yang dipresentasikan oleh molekul MHC pada permukaan APC sedangkan signal kedua adalah produksi sitokin dan ekspresinya pada permukaan dari molekul kostimulator APC yang berinteraksi

dengan ligan sel T melalui CD28. Adanya kedua signal ini akan mengaktivasi To sehingga To akan berdifferensiasi menjadi Th1 dan Th2. Adanya TNF dan IL 12 akan membantu yang akan

differensiasi To menjadi Th1. Th 1 akan menghasilkan IL 2 dan IFN

meningkatkan fagositosis makrofag( fenolat glikolipid I yang merupakan lemak dari M.leprae akan berikatan dengan C3 melalui reseptor CR1,CR3,CR4 pada permukaannya lalu akan difagositosis) dan proliferasi sel B. Selain itu, IL 2 juga akan mengaktifkan CTL lalu CD8+. Di dalam fagosit, fenolat glikolipid I akan melindungi bakteri dari penghancuran oksidatif oleh anion superoksida dan radikal hidroksil yang dapat menghancurkan secara kimiawi. Karena gagal membunuh antigen maka sitokin dan growth factors akan terus dihasilkan dan akan merusak jaringan akibatnya makrofag akan terus diaktifkan dan lama kelamaan sitoplasma dan organella dari makrofag akan membesar, sekarang makrofag sudah disebut dengan sel epiteloid dan penyatuan sel epitelioid ini akan membentuk granuloma. Th2 akan menghasilkan IL 4, IL 10, IL 5, IL 13. IL 5 akan mengaktifasi dari eosinofil. IL 4 dan IL 10 akan mengaktifasi dari makrofag. IL 4 akan mengaktifasi sel B untuk menghasilkan IgG4 dan IgE. IL 4 , IL10, dan IL 13 akan mengaktifasi sel mast. Signal I tanpa adanya signal II akan menginduksi adanya sel T anergi dan tidak teraktivasinya APC secara lengkap akan menyebabkan respon ke arah Th2. Pada Tuberkoloid Leprosy, kita akan melihat bahwa Th 1 akan lebih tinggi dibandingkan dengan Th2 sedangkan pada Lepromatous leprosy, Th2 akan lebih tinggi dibandingkan dengan Th1. APC pada kulit adalah sel dendritik dimana sel ini berasal dari sum-sum tulang dan melalui darah didistribusikan ke jaringan non limfoid. Sel dendritik merupakan APC yang paling efektif karena letaknya yang strategis yaitu di tempat tempat mikroba dan antigen asing masuk tubuh serta orga-organ yang mungkin dikolonisasi mikroba. Sel denritik dalam hal untuk bekerja harus terlebih dulu diaktifkan dari IDC menjadi DC. Idc akan diaktifkan oleh adanya peptida dari MHC pada permukaan sel, selain itu dengan adanya molekul kostimulator CD86/B72, CD80/B7.1, CD38 dan CD40. Setelah DC matang, DC akan pindah dari jaringan yang inflamasi ke sirkulasi limfatik karena adanya ekspresi dari CCR7 ( reseptor kemokin satu satunya yang

diekspresikan oleh DC matang). M. Leprae mengaktivasi DC melalui TLR 2

TLR 1

heterodimer dan diasumsikan melalui triacylated lipoprotein seperti 19 kda lipoprotein. TLR 2 polimorfisme dikaitkan dengan meningkatnya kerentanan terhadap leprosy.

y

Gejala Klinis Manisfestasi klinis penyakit kusta biasanya menunjukkan gambaran yang jelas pada stadium yang lanjut dan diagnosis cukup ditegakkan dengan pemeriksaan fisik saja7. Penderita kusta adalah seseorang yang menunjukkan gejala klinis kusta dengan atau tanpa pemerikasaan bakteriologis dan memerlukan suatu pengobatan. Gejala dan keluhan penyakit bergantung pada: 1. Multiplikasi dan diseminasi kuman M. Leprae 2. Respons imun penderita terhadap kuman M. Leprae 3. Komplikasi yang diakibatkan oleh kerusakan saraf perifer Manifestasi klinis dari kusta sangat beragam, namun terutama mengenai kulit, saraf, dan membran mukosa9. Pasien dengan penyakit ini dapat dikelompokkan lagi menjadi 'kusta tuberkuloid (Inggris: paucibacillary), kusta lepromatosa (penyakit Hansen multibasiler), atau kusta multibasiler (borderline leprosy). Kusta multibasiler, dengan tingkat keparahan yang sedang, adalah tipe yang sering ditemukan. Terdapat lesi kulit yang menyerupai kusta tuberkuloid namun jumlahnya lebih banyak dan tak beraturan; bagian yang besar dapat mengganggu seluruh tungkai, dan gangguan saraf tepi dengan kelemahan dan kehilangan rasa rangsang. Tipe ini tidak stabil dan dapat menjadi seperti kusta lepromatosa atau kusta tuberkuloid. Kusta tuberkuloid ditandai dengan satu atau lebih hipopigmentasi makula kulit dan bagian yang tidak berasa (anestetik). Kusta lepormatosa dihubungkan dengan lesi, nodul, plak kulit simetris, dermis kulit yang menipis, dan perkembangan pada mukosa hidung yang menyebabkan penyumbatan hidung (kongesti nasal) dan epistaksis (hidung berdarah). Secara umum, lepra mempengaruhi kulit, saraf perifer, dan mata. Kemungkinan juga mempengaruhi gejala sistemik. Gejala-gejala spesifik berubah-ubah menyesuaikan beratnya penyakit. Gejala-

gejala prodromal pada umumnya begitu diabaikan sehingga penyakit ini tidak diketahui sampai timbulnya erupsi kutaneus. Sensasi yang pertama hilang adalah sensasi suhu. Pasien tidak dapat merasakan perbedaan besar antara suhu panas dengan suhu dingin. Sensasi berikutnya yang menghilang adalah sentuhan ringan, kemudian nyeri, dan pada akhirnya tekanan yang dalam. Kehilangan-kehilangan ini terutama didapatkan pada tangan dan kaki, oleh karena itu, keluhan utamanya dapat berupa terbakar atau borok pada ekstremitas yang mati rasa. Bagian tubuh lain yang mungkin terpengaruh adalah area dingin, dimana dapat termasuk saraf perifer superficial, ruang mata anterior, testis, dagu, malar eminen, cuping telinga, dan lutut. Dari stage ini, sebagian besar lesi berubah menjadi tipe-tipe tuberkuloid, borderline, atau lepromatosa. Penilaian untuk tanda-tanda fisik terdapat pada 3 area umum: lesi kutaneus, neuropathi, dan mata. Untuk lesi kutaneus, menilai jumlah dan distribusi lesi pada kulit. Makula hipopigmentasi dengan tepian yang menonjol sering merupakan lesi kutaneus yang pertama kali muncul. Sering juga berupa plak. Lesi mungkin atau tidak mungkin menjadi hipoesthetik. Lesi pada pantat sering sebagai indikasi tipe borderline. Berkenaan dengan neuropathi, menilai untuk area yang hypoesthesia ( sentuhan ringan, pinprick, suhu dan anhidrosis), terutama cabang saraf perifer dan saraf kutaneus. Saraf yang paling sering terkena adalah saraf tibia posterior. Saraf lainnya yang pada umumnya mengalami kerusakan adalah ulna, median, poplitea lateral, dan saraf facial. Disamping kehilangan sensoris, pasien dapat juga mengalami kelemahan dan kehilangan gerak.

y

Penatalaksanaan Tujuan utama yaitu memutuskan mata rantai penularan untuk menurunkan insiden penyakit, mengobati dan menyembuhkan penderita, mencegah timbulnya penyakit, untuk mencapai tujuan tersebut, srategi pokok yg dilakukan didasarkan atas deteksi dini dan pengobatan penderita. Dapson, diamino difenil sulfon bersifat bakteriostatik yaitu menghalangi atau menghambat pertumbuhan bakteri. Dapson merupakan antagonis kompetitif dari para-aminobezoic acid (PABA) dan mencegah penggunaan PABA untuk

sintesis folat oleh bakteri. Efek samping dari dapson adalah anemia hemolitik, skin rash, anoreksia, nausea, muntah, sakit kepala, dan vertigo.

2. Tuberculosis

y

Definisi Penyakit Tuberkulosis: adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis), sebagian besar kuman TB menyerang Paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.

y

Morfologis Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan, Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA), kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat Dormant, tertidur lama selama beberapa tahun. Bakteri ini pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882, sehingga untuk mengenang jasanya bakteri tersebut diberi nama baksil Koch. Bahkan, penyakit TBC pada paru-paru kadang disebut sebagai Koch Pulmonum (KP). M.tuberculosis berbentuk batang, berukuran panjang 5 dan lebar 3, tidak membentuk spora, dan termasuk bakteri aerob. Mycobacteria dapat diberi pewarnaan seperti bakteri lainnya, misalnya dengan Pewarnaan Gram. Namun, sekali mycobacteria diberi warna oleh pewarnaan gram, maka warna tersebut tidak dapat dihilangkan dengan asam

y

Cara Penularan : Sumber penularana adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk Droplet (percikan Dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan diudara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernapasan. Selama kuman TB masuk kedalam tubuh manusia melalui pernapasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran napas, atau penyebaran langsung

kebagian-bagian tubuh lainnya. Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular. Kemungkinan seseorang terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

y

Patofisiologi Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosillier bronkus, dan terus berjalan sehinga sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TB berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di Paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam paru, saluran linfe akan membawa kuma TB ke kelenjar linfe disekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah 4-6 minggu. Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif. Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TB. Meskipun demikian, ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persister atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu mengehentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita Tuberkulosis. Masa inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan. Tuberkulosis Pasca Primer (Post Primary TB) : Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura.

y

Gejala Klinis Batuk terus menerus dan berdahak selama 3 (tiga) minggu atau lebih Dahak bercampur darah Batuk darah Sesak napas dan rasa nyeri dada Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari sebulan. Tuberkulosis bisa menyerang organ tubuh selain paru-paru dan keadaan ini disebut tuberkulosis ekstrapulmoner. terkena adalah ginjal dan tulang. Bagian tubuh yang paling sering

Bagian yang terinfeksiRongga perut

Gejala atau komplikasiLelah, nyeri tekan ringan, nyeri seperti apendisitis

Kandung kemih Otak

Nyeri ketika berkemih Demam, penurunan sakit kepala, mual,

kesadaran,

kerusakan

otak yg menyebabkan terjadinya koma Perikardium Demam, pelebaran vena leher,

sesak nafas Persendian Organ reproduksi pria Organ reproduksi wanita Tulang belakang Gejala yg menyerupai artritis Benjolan di dalam kantung zakar Kemandulan Nyeri, kollaps tulang belakang & kelumpuhan tungkai Ginjal Kerusakan gijal, infeksi di sekitar ginjal

y

Penatalaksanaan a. Pencegahan Terdapat beberapa cara untuk mencegah tuberkulosis: Sinar ultraviolet pembasmi bakteri, bisa digunakan di tempat-tempat dimana sekumpulan orang dengan berbagai penyakit harus duduk bersama-sama selama beberapa jam (misalnya di rumah sakit, ruang tunggu gawat darurat). Sinar ini bisa membunuh bakteri yang terdapat di dalam udara. Isoniazid sangat efektif jika diberikan kepada orang-orang dengan resiko tinggi tuberkulosis, misalnya petugas kesehatan dengan hasil tes tuberkulin positif, tetapi hasil rontgen tidak menunjukkan adanya penyakit.

b. Pengobatan Terdapat 5 jenis antibotik yang dapat digunakan. Antibiotik yang paling sering digunakan adalah isoniazid, rifampicin, pirazinamid, streptomisin dan etambutol.

3. Sirosis HatiDefinisi

y

Istilah Sirosis hati diberikan oleh Laence tahun 1819, yang berasal dari kata Khirros yang berarti kuning orange (orange yellow), karena perubahan warna pada nodulnodul yang terbentuk. Pengertian sirosis hati dapat dikatakan sebagai berikut yaitu suatu keadaan disorganisassi yang difuse dari struktur hati yang normal akibat nodul regeneratif yang dikelilingi jaringan mengalami fibrosis. Secara lengkap Sirosis hati adalah suatu penyakit dimana sirkulasi mikro, anatomi pembuluh darah besar dan seluruh sitem arsitektur hati mengalami perubahan menjadi tidak teratur dan terjadi penambahan jaringan ikat (fibrosis) disekitar parenkim hati yang mengalami regenerasi.

y

Klasifikasi Berdasarkan morfologi Sherlock membagi Sirosis hati atas 3 jenis, yaitu : 1. Mikronodular 2. Makronodular 3. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular) Secara Fungsional Sirosis terbagi atas : 1. Sirosis hati kompensata Sering disebut dengan Laten Sirosis hati. Pada atadiu kompensata ini belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan pada saat pemeriksaan screening.2.

Sirosis hati Dekompensata Dikenal dengan Active Sirosis hati, dan stadium ini biasanya gejala-gejala sudah jelas, misalnya ; ascites, edema dan ikterus.

y

Etiologi

1. Virus hepatitis (B,C,dan D)

2. Alkohol 3. Kelainan metabolic : o Hemakhomatosis (kelebihan beban besi) o Penyakit Wilson (kelebihan beban tembaga) o Defisiensi Alphal-antitripsin o Glikonosis type-IV o Galaktosemia o Tirosinemia

4. Kolestasis Saluran empedu membawa empedu yang dihasilkan oleh hati ke usus, dimana empedu membantu mencerna lemak. Pada bayi penyebab sirosis terbanyak adalah akibat tersumbatnya saluran empedu yang disebut Biliary atresia. Pada penyakit ini empedumemenuhi hati karena saluran empedutidak berfungsi atau rusak. Bayi yang menderita Biliary berwarna kuning (kulit kuning) setelah berusia satu bulan. Kadang bisa diatasi dengan pembedahan untuk membentuk saluran baru agar empedu meninggalkan hati, tetapi transplantasi diindikasikan untuk anak-anak yang menderita penyakit hati stadium akhir. Pada orang dewasa, saluran empedu dapat mengalami peradangan, tersumbat, dan terluka akibat Primary Biliary Sirosis atau Primary Sclerosing Cholangitis. Secondary Biliary Cirrosis dapat terjadi sebagai komplikasi dari pembedahan saluran empedu. 5. Sumbatan saluran vena hepatica 6. Gangguan Imunitas (Hepatitis Lupoid) 7. Toksin dan obat-obatan (misalnya : metotetrexat, amiodaron,INH, dan lainlain) 8. Operasi pintas usus pada obesitas 9. Kriptogenik 10. Malnutrisi 11. Indian Childhood Cirrhosis

y

Insidens Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika dibandingkan dengan kaum wanita sekita 1,6 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 449 tahun.

y

Pathogenesis Ada dua kemungkinan patogenesis dari sirosis hati, yaitu : 1. Teori mekanisme Yaitu yang menerangkan proses kelanjutan hepatitis virus menjadi sirosis hati dimana nekrosis conjuent, retikulum nodul menjadi collaps merupakan kerangka terjadinya daerah parut yang luas. Proses kolagenesis kerangka reticulum fibrosis hati disuga merupakan dasar proses sirosis. Dalam kerangka jaringan ikat ini, bagian parenkim hati yang bertahan hidup, berkembang menjadi nodul regenerasi. Istilah yang dipakai untuk sirosis hati jenis ini adalah jenis pasca nektori. Istilah ini menunjukkan bahwa nekrosis sel hati yang terjadi merupakan penyebab sirosis 2. Teori Imunologis Walaupun hepatitis akut dengan nekrosis confluent dapat berkembang menjadi sirosis hati tapi proses tersebut terus melalui timgkat hepatitis kronik. hepatitis kronik berhibungan dengan hepatitis non B.

y

Gejala Klinis Manifestasi klinis dari Sirosis hati disebabkan oleh satu atau lebih hal-hal yang tersebut di bawah ini : 1. Kegagalan Prekim hati o Edema o Ikterus o Koma o Spider nevi

o Alopesia pectoralis o Ginekomastia o Kerusakan hati o Asites o Rambut pubis rontok o Eritema palmaris o Atropi testis o Kelainan darah (anemia,hematon/mudah terjadi perdaarahan) 2. Hipertensi portal o Varises oesophagus o Spleenomegali o Perubahan sum-sum tulang o Caput meduse o Asites o Collateral veinhemorrhoid

o Kelainan sel darah tepi (anemia, leukopeni dan trombositopeni)3. Asites 4. Ensefalophati hepatitis

y

Penatalaksanaan Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa : 1. Simtomatis 2. Supportif, yaitu : a. Istirahat yang cukup b. Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang; misalnya : cukup kalori, protein 1gr/kgBB/hari dan vitamin c. Pengobatan berdasarkan etiologi Misalnya pada sirosis hati akibat infeksi virus C dapat dicoba dengan interferon. Sekarang telah dikembangkan

perubahan strategi terapi bagian pasien dengan hepatitis C kronik yang belum pernah mendapatkan pengobatan IFN seperti a) kombinasi IFN dengan ribavirin, b) terapi induksi IFN, c) terapi dosis IFN tiap hari o Terapi kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri dari IFN 3 juta unit 3 x seminggu dan RIB 1000-2000 mg perhari tergantung berat badan (1000mg untuk berat badan kurang dari 75kg) yang diberikan untukjangka waktu 24-48 minggu. o Terapi induksi Interferon yaitu interferon diberikan dengan dosis yang lebih tinggi dari 3 juta unit setiap hari untuk 2-4 minggu yang dilanjutkan dengan 3 juta unit 3 x seminggu selama 48 minggu dengan atau tanpa kombinasi dengan RIB. o Terapi dosis interferon setiap hari. Dasar pemberian IFN dengan dosis 3 juta atau 5 juta unit tiap hari sampai HCV-RNA negatif di serum dan jaringan hati. 3. Pengobatan yang spesifik dari sirosishati akan diberikan jika telah terjadi komplikasi seperti o Astises o Spontaneous bacterial peritonitis o Hepatorenal syndrome

o Ensefalophaty hepatic

4. Keloid (keloidosis)Definisi Keloid adalah benjolan padat di kulit yang merupakan proliferatif (perbanyakan) dari jaringan fibrosa (jaringan ikat pada kulit) setelah mengalami penyembuhan luka. Keloid sebenarnya merupakan suatu tumor jinak pada kulit namun keloid tidak mengundang bahaya pada nyawa. Keloid yang lebih dari satu disebut sebagai keloidosis. Pada suatu luka, proses katabolisme dan anabolisme mencapai keseimbangan kira-kira 6-8 minggu setelah operasi. Pada keadaan normal, luka yang terjadi pada kulit akan membuat sel-sel kulit dan jaringan penghubung (fibroblast) mulai menggandakan diri untuk memperbaiki kerusakan. Pada kasus keloid, terjadi ketidakseimbangan antara pembentukan dan penghancuran (degradasi) kolagen. Meskipun luka sudah tertutup, pertumbuhan yang lebih terus terjadi sehingga mengakibatkan penumpukan fibroblast dan kemudian penonjolan keluar permukaan kulit yang akhirnya membentuk benjolan di jaringan luka.

y

y

Etiologi Sebagaimana disebut diatas, keloid terbentuk dari jaringan parut (bekas luka). Suatu jaringan yang dinamakan kolagen, yang normalnya akan timbuk untuk penyembuhan luka, mengalami pertumbuhan yang berlebihan. Jaringan ini dapat tumbuh dari luka yang ada, bekas tindikan, jerawat, cacar air, atau bahkan dari luka yang ringan seperti tergores.

y

Gejala Klinis Bentuknya kenyal, mengkilat, dan dapat bervariasi dalam warna seperti merah jambu, merah daging, dan coklat gelap. Keloid tidak ganas, tidak menular, dan biasanya terdapat gejala gatal, nyeri tajam, dan perubahan bentuk. Pada kasus yang parah, dapat menghambat pergerakan dari kulit. Yang sering membingungkan adalah bagaimana cara membedakan keloid dengan jaringan parut bekas luka yang

biasa (hypertrophic scar). Hypertrophic scar merupakan pertumbuhan keatas (menonjol) jaringan parut bekas luka yang tidak melebar melewati batas luka. Parut ini dapat berkurang seiring dengan waktu. Keloid paling sering ditemukan pada daun telinga, dada, bahu, dan punggung bagian atas. Jika keloid menjadi terinfeksi, maka dapat terjadi ulkus (luka yang bergaung). y Penatalaksanaano

Gel Penggunaan gel yang mengandung ekstrak Allium cepa, Heparin dan Allantoin. Contohnya adalah Contratubex atau Hexilak Gel. Gel ini digunakan untuk mengobati luka setelah trauma (luka bakar, jerawat, penindikan, dll), luka setelah operasi, dan keloid. Saat ini, gel ini merupakan lini pertama pengobatan konservatif terhadap keloid.

o

Operasi Telah disebutkan diatas bahwa dengan operasipun kemungkinan timbulnya keloid kembali masih sekitar 50%. Bahkan keloid yang timbul dapat lebih besar dari sebelumnya. Namun, tindaka operasi akan lebih berhasil jika dikombinasikan dengan terapi yang lain.

o

Steroid Penyuntikan steroid paling bagus dilakukan saat jaringan parut mulai menjadi tebal dan diketahui telah ada keloid sebelumnya. Penyuntikan secara berkala steroid dapat mengurangi ukuran keloid dan iritasi yang terjadi. Namun setelah penyuntikan, dapat dirasakan rasa sakit.

o

Penekanan

Cara lain untuk mengobati keloid secara konservatif adalah dengan cara menggunakan perban elastis yang berfungsi sebagai penekan pada keloid. Perban in idapat digunakan selama beberapa bulan. Perban ini berfungsi untuk mencegah terjadinya jaringan parut yang baru.o

Laser Terapi ini merupakan alternative dari operasi. Laser hanya dapat menghilangkan keloid pada permukaannya saja (yang timbul)

y

Obat Saat ini, obat yang biasanya digunakan untuk mengobati penyakit autoimun atau kanker ternyata dapat berguna untuk mengobati keloid. Contohnya adalah alpha-interferon, 5-fluorouracil dan bleomycin. Tetapi tetap dibutuhkan penelitian lebih lanjut terhadap penggunaan obat-obat ini.

5. Cicatrix

y

Definisi

Cicatrix adalah pembentukan jaringan ikat pada kulit sesudah penyembuhan luka. Hal ini bisa karena bakat (mempunyai kecenderungan untuk itu), ada pula yang spesifik : Cicatrix bekas irisan kulit pada seorang mofinis Bekas suntikan BCG

y

Patofisologi Luka pada kulit seperti luka bakar, insisi pembedahan,ulkus dan lain-lain diperbaiki

melalui deposisi dari komponen yang akan membentuk kulit baru. Komponen tersebut meliputi pembuluh darah, saraf, serat elastin (memberi elastisitas kulit), serat kolagen (memberi ketegangan kulit), dan gliko-saminoglikan yang membentuk matriks di mana serat-serat struktural, saraf dan pembuluh darah berada.1,2 . Pada beberapa orang, jaringan parut yang terbentuk akibat proses penyembuhan luka tumbuh secara abnormal menghasilkan jaringan parut hipertrofik atau keloid dimana cicatrix dapat dikatakan sebagai stadium awal dalam pembentukan jaringan ikat pada daerah bekas luka sebelum akhirnya berlanjut menjadi parah dan dikenal dengan nama keloid. Jaringan parut abnormal tersebut dapat menyebabkan gangguan psikis dan fungsional pada pasien dan penatalaksanaannya relatif sulit.

Radang non Spesifik

6. Appendixa. Appendix Akut

y

Definisi infeksi bacterial pada apendiks vermiformis. Apendisitis akut adalah keadaan akut abdomen yang memerlukan pembedahan segera untuk mencegah komplikasi yang lebih buruk Jika telah terjadi perforasi, maka komplikasi dapat terjadi seperti peritonitis umum, terjadinya abses, dan komplikasi pascaoperasi seperti fistula dan infeksi luka operasi.

y

Patofisiologi Appendicitis diyakini terjadi sebagai akibat adanya obstruksi lumen appendix. Obstruksi paling sering disebabkan oleh fecalith, dimana diakibatkan oleh akumulasi dan pengeringan kandungan feses yang mengandung serat tumbuhan. Pembesaran folikel lymphoid akibat infeksi virus, barium mongering, cacing (cacing pita, Ascaris, dan Taenia), dan tumor dapat pula mengobstruksi lumen ini. Penemuan patologis lainnya yang umum yaitu adanya ulkus appendix. Penyebab ulkus ini tidak diketahui, walaupun etiologi virus telah dipostulatkan. Infeksi Yersinia mungkin dapat menyebabkan penyakit ini karena terlihat peningkatan antibody terhadap infeksi ini pada 30% kasus appendicitis. Bakteri di lumen memperbanyak diri dan menginvasi dinding appendix bersamaan dengan terjadinya pembengkakan vena dan kemudian gangguan arterial akibat tingginya tekanan intralumen. Pada akhirnya, gangrene (membusuk dan bisah pecah ) dan perforasi terjadi. Jika proses ini berjalan perlahan, struktur sekitar seperti terminal ileum, cecum, dan omentum dapat menutupi area ini sehingga abses terlokalisasi akan muncul, dimana perkembangan dari gangguan

vaskuler dapat menyebabkan perforasi dengan akses bebas ke kavum peritoneum. Ruptur pada abses appendix dapat menyebabkan adanya fistula antara appendix dan buli-buli, usus halus, sigmoid, atau caecum. Biasanya appendicitis akut merupakan manifestasi klinis pertama Chron s Disease. . Beberapa keadaan yang mengikuti setelah terjadi obstruksi yaitu: akumulasi cairan intraluminal, peningkatan tekanan intraluminal, obstruksi sirkulasi vena, stasis sirkulasi dan kongesti dinding apendiks, efusi, obstruksi arteri dan hipoksia, serta terjadinya infeksi anaerob. Peradangan apendiks biasanya dimulai pada mukosa dan kemudian melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks mulai dari submukosa, lamina muskularis dan lamina serosa . Proses awal ini terjadi dalam waktu 12 24 jam

pertama. Obstruksi pada bagian yang lebih proksimal dari lumen menyebabkan stasis bagian distal apendiks, sehingga mucus yang terbentuk secara terus menerus akan terakumulasi. Selanjutnya akan menyebabkan tekanan intraluminer meningkat, kondisi ini akan memacu proses translokasi kuman dan terjadi peningkatan jumlah kuman di dalam lumen apendiks cepat. Selanjutnya terjadi gangguan sirkulasi limfe yang menyebabkan udem. Kondisi yang kurang baik ini akan memudahkan invasi bakteri dari dalam lumen menembus mukosa dan menyebabkan ulserasi mukosa apendiks, maka terjadilah keadaan yang disebut apendisitis fokal , atau apendisitis simple . Obstruksi yang berkelanjutan menyebabkan tekanan intraluminer semakin tinggi dan menyebabkan terjadinya gangguan sirkulasi vaskuler. Sirkulasi venular akan mengalami gangguan lebih dahulu daripada arterial. Keadaan ini akan menyebabkan edema bertambah berat, terjadi iskemi, dan invasi bakteri semakin berat sehingga terjadi pernanahan pada dinding apendiks, terjadilah keadaan yang disebut apendisitis akuta supuratif. Pada keadaan yang lebih lanjut tekanan intraluminer akan semakin tinggi, udem menjadi lebih hebat, terjadi gangguan sirkulasi arterial. Hal ini menyebabkan terjadinya gangren pada dinding apendiks terutama pada daerah antemesenterial yang relatif miskin vaskularisasi. Gangren biasanya di tengah-tengah apendiks dan berbentuk ellipsoid. Keadaan ini disebut apendisitis gangrenosa. Apabila tekanan intraluminer semakin meningkat, akan

terjadi perforasi pada daerah yang gangrene tersebut. Material intraluminer yang infeksius akan tercurah ke dalam rongga peritoneum dan terjadilah peritonitis lokal maupun general tergantung keadaan umum penderita dan fungsi pertahanan omentum. Apabila fungsi omentum baik, tempat yang mengalami perforasi akan ditutup oleh omentum, terjadilah infitrat periapendikular . Apabila kemudian terjadi pernanahan maka akan terbentuk suatu rongga yang berisi nanah di sekitar apendiks, terjadilah keadaan yang disebut abses periapendikular. Apabila omentum belum berfungsi baik, material infeksius dari lumen apendiks tersebut akan menyebar di sekitar apendiks dan terjadi peritonitis lokal. Selanjutnya apabila keadaan umum tubuh cukup baik, proses akan terlokalisir , tetapi apabila keadaan umumnya kurang baik maka akan terjadi peritonitis general . Pemakaian antibiotika akan mengubah perlangsungan proses tersebut sehingga dapat terjadi keadaan keadaan seperti apendisitis rekurens, apendisitis khronis, atau yang lain. Apendisitis rekurens adalah suatu apendisitis yang secara klinis memberikan serangan yang berulang, durante operasi pada apendiks terdapat peradangan dan pada pemeriksaan histopatologis didapatkan tanda peradangan akut. Sedangkan apendisitis khronis digambarkan sebagai apendisitis yang secara klinis serangan sudah lebih dari 2 minggu, pendapatan durante operasi maupun pemeriksaan histopatologis menunjukkan tanda inflamasi khronis, dan serangan menghilang setelah dilakukan apendektomi. Bekas terjadinya infeksi dapat dilihat pada durante operasi, dimana apendiks akan dikelilingi oleh perlekatan perlekatan yang banyak. Dan kadang-kadang terdapat pita-pita bekas peradangan dari apendiks keorgan lain atau ke peritoneum. Apendiks dapat tertekuk, terputar atau terjadi kinking, kadang-kadang terdapat stenosis partial atau ada bagian yang mengalami distensi dan berisi mucus (mukokel). Atau bahkan dapat terjadi fragmentasi dari apendiks yang masing-masing bagiannya dihubungkan oleh pita-pita jaringan parut. Gambaran ini merupakan gross pathology dari suatu apendisitis khronika .

y

Etiologi

Obstruksi 1. Hiperplasi kelenjar getah bening (60%) 2. Fecolith (35%) , masa feces yang membatu 3. Corpus alienum (4%) , biji bijian 4. Striktur lumen (1%), kinking , karena mesoappendiks pendek, adesi

Infeksi Biasanya secara hematogen dari tempat lain, misal : pneumonia, tonsilitis. Antara lain jenis kuman : E. Coli, Streptococcus

Ada 4 faktor yang mempengaruhi terjadinya appendisitis : 1. Adanya isi lumen 2. Derajat sumbatan yang terus menerus 3. Sekresi mukus yang terus menerus 4. Sifat inelastis / tak lentur dari mukosa appendik

Akibat sumbatan / obstruksi mengakibatkan sekresi mukus terganggu , sehingga tekanan intra lumen meningkat mengakibatkan gangguan drainage pada :1. 2. 3.

Limfe : Oedem kuman masuk ulcerasi mukosa Appendisitis akut Vena : TrombusIskhemikuman masuk pus Appendisitis Supuratif Arteri : Nekrosis kuman masuk ganggren Appendisitis ganggrenosa Perforasi peritonitis umum

y

Manifestasi Klinis

a. Symptoma Gejala utama apendisitis akut adalah nyeri abdominal. Secara klinis nyeri dimulai difus terpusat di daerah epigatrium bawah atau umbilical , dengan tingkatan sedang dan menetap, kadang-kadang disertai dengan kram intermiten. Nyeri akan beralih setelah periode yang bervariasi dari 1 hingga 12 jam, biasanya 4 6 jam , nyeri terletak di kuadran kanan bawah. Anoreksia hampir selalu

menyertai apendisitis. Hal ini begitu konstan sehingga pada pemeriksaan perlu ditanyakan pada pasien. Vomitus terjadi pada 75% kasus, umumnya hanya satu dua kali. Umumnya ada riwayat obstipasi sebelum onset nyeri abdominal. Diare terjadi pada beberapa pasien. Urutan kejadian symptoms mempunyai kemaknaan diagnosis banding yang besar, lebih dari 95% apendisitis akut, anoreksia merupakan gejala pertama, diikuti oleh nyeri abdominal dan baru diikuti oleh vomitus, bila terjadi.

b. Signa Tanda vital tidak berubah banyak. Peninggian temperature jarang lebih dari 1C, frekuensi nadi normal atau sedikit meninggi. Adanya perubahan atau peninggian yang besar berarti telah terjadi komplikasi atau diagnosis lain perlu diperhatikan. Pasien biasanya lebih menyukai posisi supine dengan paha kanan ditarik ke atas, karena suatu gerakan akan meningkatkan nyeri. Nyeri kuadran kanan bawah secara klasik ada bila apendiks yang meradang terletak di anterior. Nyeri tekan sering maksimal pada atau dekat titik yang oleh McBurney dinyatakan sebagai terletak secara pasti antara 1,5 2 inchi dari spina iliaca

anterior pada garis lurus yang ditarik dari spina ini ke umbilicus. Adanya iritasi peritoneal ditunjukkan oleh adanya nyeri lepas tekan dan Rovsing s sign. Adanya hiperestesi pada daerah yang diinervasi oleh n. spinalis T10, T11, T12 , meskipun bukan penyerta yang konstan adalah sering pada apendisitis akut. Tahan

muskuler terhadap palpasi abdomen sejajar dengan derajat proses peradangan, yang pada awalnya terjadi secara volunteer seiring dengan peningkatan iritasi peritoneal terjadi peningkatan spasme otot, sehingga kemudian terjadi secara involunter. Iritasi muskuler ditunjukkan oleh adanya psoas sign dan obturator sign. y Penatalaksanaan Jika diagnosis dipertanyakan, observasi selama 4-6 jam dengan beberapa pemeriksaan abdominal seringkali berguna. Antibiotik sebaiknya tidak diberikan jika diagnosis masih belum jelas karena sepertinya obat ini akan menutupi gejala perforasi. Pengobatan dari suspek appendicitis adalah operasi dini dan appendectomy sesegera mungkin. Appendectomy biasanya dilakukan dengan teknik laparoskopi dan berkaitan dengan pemakaian sedikit bahan anastesi dan pasien cepat dipulangkan. Biasanya ditemukan 15-20% insiden appendix normal pada operasi appendectomy namun hal ini diterima karena dapat mencegah perforasi akibat appendicitis yang lama ditangani. Penggunaan laparoskopi dini dibandingkan pemeriksaan klinis yang cermat tidak memberikan manfaat klinis yang berarti pada pasien nyeri abdomen tidak spesifik. Pendekatan yang berbeda dilakukan jika massa dapat terpalpasi pada 3-5 hari dari onset gejala. Penemuan ini biasanya menandakan adanya phlegmon atau abses dan komplikasi dari exisi bedah sering terjadi. Pasien seperti ini diatasi dengan antibiotic spectrum luas, drainase abses >3cm, cairan parenteral, dan istirahat usus (bowel rest) biasanya memberikan remisi dalam 1 minggu. Appendectomy biasanya dilakukan secara aman pada 6-12 minggu kemudian. Penelitian klinis acak telah menunjukkan bahwa pemakaian antibiotic dapat efektif untuk menangani appendicitis akut dan tidak terperforasi pada 86% pasien pria. Namun pemberian antibiotic saja terkait dengan jumlah rekurensi yang tinggi dibandingkan dengan intervensi bedah. Jika massa membesar dan pasien terlihat menjadi lebih toksik,

abses sebaiknya didrainase. Perforasi berkaitan dengan peritonitis umum dan komplikasinya, termasuk abses subphrenic, pelvis, atau abses lainnya dan dapat dihindari dengan diagnosis dini. b. Appendix Kronis Gejala klinis: 1. Reccurent/Interval Appendicitis: Penyakit sudah berulang ulang dan ada interval bebas. Biasanya pada anamnesa ada appendicitis acuta kemudian sembuh, setelah beberapa lama kumat lagi tapi lebih ringan. Gejala utama dari kumat I dan kumat II dst adalah gejala DYSPEPSI (diare, mual-mual, enek, tidak enak makan). Pemeriksaan klinis: Nyeri di titik Mc Burney s tapi tidak ada defence.

2. Reccurent Appendicular Colic: Ada obstruksi pada lumen appendixnya. Gejala utama: kolik, tetapi tidak ada panas. Kolik disekitar umbilicus/ ke arah lateral/ epigastrium. Pemeriksaan fisik: Nyeri tekan di Appendix

7. Polip NasalDefinisi Polip nasal adalah masa polipoidal yang biasanya berasal dari membran mukosa dari hidung dan sinus paranasal. Polip tumbuh melebihi dari mukosa yang sering berhubungan rhinitis alergi. Polip nasi merupakan kelainan mukosa hidung berupa massa lunak yang bertangkai, berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih keabuan, dengan permukaan licin dan agak bening karena mengandung banyak cairan. Polip nasi bukan merupakan penyakit tersendiri tapi merupakan manifestasi klinik dari berbagai macam penyakit dan sering dihubungkan dengan sinusitis, rhinitis alergi, fibrosis kistik dan asma. y Patofisiologi Pada awalnya ditemukan edema mukosa yang timbul karena suatu peradangan kronik yang berulang, kebanyakan terjadi di daerah meatus medius. Kemudian stroma akan terisi oleh cairan interseluler sehingga mukosa yang sembab menjadi polipoid. Bila proses ini berlanjut, mukosa yang sembab makin membesar dan kemudian turun kedalam rongga hidung sambil membentuk tangkai, sehingga terjadilah polip.Banyak faktor yang mempengaruhi pembentukan polip nasi. Kerusakan epitel merupakan patogenesa dari polip. Sel-sel epitel teraktivasi oleh alergen, polutan dan agen infeksius. Sel melepaskan berbagai faktor yang berperan dalam respon inflamasi dan perbaikan. Epitel polip menunjukan hiperplasia sel goblet dan hipersekresi mukus yang berperan dalam obstruksi hidung dan rinorea.Polip dapat timbul pada hidung yang tidak terinfeksi kemudian menyebabkan sumbatan yang mengakibatkan sinusitis, tetapi polip dapat juga timbul akibat iritasi kronis yang disebabkan oleh infeksi hidung dan sinus.

y

y

Etiologi Polip hidung biasanya terbentuk sebagai akibat reaksi hipersensitif atau reaksi alergi pada mukosa hidung. Peranan infeksi pada pembentukan polip hidung belum diketahui dengan pasti tetapi ada keragu-raguan bahwa infeksi dalam hidung atau sinus paranasal seringkali ditemukan bersamaan dengan adanya polip. Polip berasal dari pembengkakan lapisan permukaan mukosa hidung atau sinus, yang kemudian menonjol dan turun ke dalam rongga hidung oleh gaya berat. Polip banyak mengandung cairan interseluler dan sel radang (neutrofil dan eosinofil) dan tidak mempunyai ujung saraf atau pembuluh darah. Polip biasanya ditemukan pada orang dewasa dan jarang pada anak anak. Pada anak anak, polip mungkin merupakan

gejala dari kistik fibrosis. Yang dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya polip antara lain : 1. Alergi terutama rinitis alergi 2. Sinusitis kronik 3. Iritasi 4. Sumbatan hidung oleh kelainan anatomi seperti deviasi septum dan hipertrofi konka y Gejala Klinis Gejala utama yang ditimbulkan oleh polip hidung adalah rasa sumbatan di hidung. Sumbatan ini tidak hilang timbul dan makin lama semakin berat

keluhannya. Pada sumbatan yang hebat dapat menyebabkan gejala hiposmia atau anosmia. Bila polip ini menyumbat sinus paranasal, maka sebagai komplikasinya akan terjadi sinusitis dengan keluhan nyeri kepala dan rinore. Bila penyebabnya adalah alergi, maka gejala yang utama ialah bersin dan iritasi di hidung. Pasien dengan polip yang masif biasanya mengalami sumbatan hidung yang meningkat,

hiposmia sampai anosmia, perubahan pengecapan, dan drainase post nasal persisten. Sakit kepala dan nyeri pada muka jarang ditemukan dan biasanya pada daerah periorbita dan sinus maksila. Pasien polip dengan sumbatan total rongga hidung atau polip tunggal yang besar memperlihatkan gejala sleep apnea obstruktif dan pernafasan lewat mulut yang kronik. Pasien dengan polip soliter seringkali hanya memperlihatkan gejala obstruktif hidung yang dapat berubah dengan perubahan posisi. Walaupun satu atau lebih polip yang muncul, pasien mungkin memperlihatkan gejala akut, rekuren, atau rinosinusitis bila polip menyumbat ostium sinus. Beberapa polip dapat timbul berdekatan dengan muara sinus, sehingga aliran udara tidak terganggu, tetapi mukus bisa terperangkap dalam sinus. Dalam hal ini dapat timbul perasaan penuh di kepala, penurunan penciuman, dan mungkin sakit kepala. Mukus yang terperangkap tadi cenderung terinfeksi, sehingga menimbulkan nyeri, demam, dan mungkin perdarahan pada hidung. Manifestasi polip nasi tergantung pada ukuran polip. Polip yang kecil mungkin tidak menimbulkan gejala dan mungkin teridentifikasi sewaktu pemeriksaan rutin. Polip yang terletak posterior biasanya tidak teridenfikasi pada waktu pemeriksaan rutin rinoskopi posterior. Polip yang kecil pada daerah dimana polip biasanya tumbuh dapat menimbulkan gejala dan menghambat aliran saluran sinus, menyebabkan gejala-gejala sinusitis akut atau rekuren. y Penatalaksanaan a. Pengobatan Karena etiologi yang mendasari pada polip nasi adalah reaksi inflamasi, maka penatalaksanaan medis ditujukan untuk pengobatan yang tidak spesifik. Pada terapi medikamentosa dapat diberikan kortikosteroid. Kortikosteroid dapat diberikan secara sistemik ataupun intranasal. Pemberian kortikosteroid sistemik diberikan dengan dosis tinggi dalam waktu yang singkat, dan pemberiannya perlu memperhatikan efek samping dan kontraindikasi. Kortikosteroid oral

adalah pengobatan paling efektif untuk pengobatan jangka pendek dari polip nasi, dan kortikosteroid oral memiliki efektivitas paling baik dalam mengurangi inflamasi polip. Kortikosteroid juga dapat diberikan secara intranasal dalam bentuk spray steroid, yang dapat mengurangi atau menurunkan pertumbuhan polip nasi yang kecil, tetapi secara relatif tidak efektif untuk polip yang masif.Steroid intranasal paling efektif pada periode post operatif untuk mencegah atau mengurangi relaps. Pengobatan juga dapat ditujukan untuk mengurangi reaksi alergi pada polip yang dihubungkan dengan rhinitis alergi. Pada penderita dapat diberikan antihistamin oral untuk mengurangi reaksi inflamasi yang terjadi. Bila telah terjadi infeksi yang ditandai dengan adanya sekret yang mukopurulen maka dapat diberikan antibiotik. b. Pembedahan dilakukan jika 1. Polip menghalangi saluran nafas 2. Polip menghalangi drainase dari sinus sehingga sering terjadi infeksi sinus 3. Polip berhubungan dengan tumor 4. Pada anak-anak dengan multipel polip atau kronik rhinosinusitis yang gagal pengobatan maksimum dengan obat- obatan. Tindakan pengangkatan polip atau polipektomi dapat dilakukan dengan menggunakan senar polip dengan anestesi lokal, untuk polip yang besar tetapi belum memadati rongga hidung. Polipektomi sederhana cukup efektif untuk memperbaiki gejala pada hidung, khususnya pada kasus polip yang tersembunyi atau polip yang sedikit. Bedah sinus endoskopik (Endoscopic Sinus Surgery) merupakan teknik yang lebih baik yang tidak hanya membuang polip tapi juga membuka celah di meatus media, yang merupakan tempat asal polip yang tersering sehingga akan membantu mengurangi angka kekambuhan. Surgical micro debridement merupakan prosedur yang lebih aman dan cepat, pemotongan jaringan lebih akurat dan mengurangi perdarahan dengan visualisasi yang lebih baik.

8. Granuloma Kolestrol

y

Definisi

Granuloma Kolesterol adalah kista jinak yang terdapat pada ujung pars petrosus, yang merupakan bagian dari tulang tengkorak dan berdekatan dengan telinga tengah. Granuloma ini merupakan massa yang berisi cairan, lipid, dan kristal-kristal kolesterol yang dikelilingi oleh lapisan fibrosa.

y

Patofisiologi

Didalam tulang tengkorak, terdapat banyak ruang-ruang yang berisi udara yang disebut juga air cells. Selama ini dipercaya bahwa granuloma kolesterol terbentuk apabila air cells yang terdapat di pars petrosus mengalami obstruksi. Obstruksi akan membentuk suatu ruangan yang hampa udara sehingga menyebabkan darah akan mengalir ke dalam air cells tersebut. Sel-sel darah merah ini akan memecah, sehingga kolesterol yang terkandung di dalam hemoglobin akan terbebas. Sistem imun tubuh akan bereaksi terhadap kolesterol ini sebagai benda asing, sehingga menimbulkan reaksi inflamasi. Pembuluh-pembuluh darah kecil disekitarnya akan mengalami ruptur sebagai akibat dari reaksi inflamasi. Perdarahan yang berulang akan menyebabkan massa granuloma semakin mudah meluas. Granuloma dapat terbentuk dimana saja di dalam tubuh kita apabila ada reaksi terhadap benda asing, dan pada sebagian besar kasus biasanya tidak menimbulkan gejala ataupun efek yang serius. Meskipun begitu, granuloma kolesterol pada pars petrosus berbahaya karena kedekatannya dengan telinga dan beberapa saraf kranial. Apabila massa ini dibiarkan tanpa diterapi dan semakin meluas, tuli permanen dan/atau kerusakan saraf dapat terjadi, begitu juga destruksi tulang. Faktor Risiko Granuloma kolesterol timbul sekunder dari kondisi-kondisi yang menyebabkan obstruksi dari air

cells. Beberapa kondisi tersebut termasuk infeksi telinga kronis, kolesteatoma, atau trauma kepala yang menyebabkan perdarahan pada area apex pars petrosus.

y

Gejala klinis

Gejala klinis dari granuloma kolesterol antara lain gangguan pendengaran unilateral, tinnitus, facial twitching, vertigo, dan facial numbness. Diagnosis Pada pemeriksaan telinga dengan otoskop, ditemukan membran tympani berwarna kebiruan atau terdapat bayangan kecoklatan di belakangnya. Pemeriksaan pencitraan (MRI , CT) dapat membantu membedakan granuloma kolesterol dengan lesi lainnya, khususnya dengan kolesteatoma.

9. Tophus

y

Definisi

Tophus adalan benjolan kecil yang berisi kristal asam urat. Pada keadaan abnormal berupa penimbunan kristal asam urat pada jaringan yang memiliki karakteristik sebagai benjolan di bawah kulit yang bening di sebut tophi. Tempat tersering adalah pada persendian dan ginjal. Tophi paling sering timbul pada seseorang yang menderita arthritis gout. Tophi dapat timbul tanpa gejala, misalnya pada jaringan kartilago di telinga. Pada arthritis gout akut yang berat, tophi dapat timbul pada serangan pertama, misalnya pada sendi interphalangeal pertama.

y

Etiologi

1. Faktor keturunan 2. Penyakit Diabetes Melitus 3. Adanya gangguan ginjal dan hipertensi 4. Tingginya asupan makanan yang mengandung purin. 5. Berat badan yang berlebih (obesitas) 6. Jumlah alkohol yang dikonsumsi 7. Penggunaan obat-obatan kimia yang bersifat diuretik/analgetik dalam waktu lama

y

Patofisiologi Purin sendiri adalah zat yang terdapat dalam setiap bahan makanan yang berasal dari tubuh makhluk hidup. Dengan kata lain, dalam tubuh makhluk hidup terdapat zat purin ini, lalu karena kita memakan makhluk hidup tersebut, maka zat purin tersebut berpindah ke dalam tubuh kita. Berbagai sayuran dan buah-buahan juga terdapat purin. Purin juga dihasilkan dari hasil perusakan sel-sel tubuh yang terjadi

secara normal atau karena penyakit tertentu. Normalnya, asam urat ini akan dikeluarkan dalam tubuh melalui feses (kotoran) dan urin, tetapi karena ginjal tidak mampu mengeluarkan asam urat yang ada menyebabkan kadarnya meningkat dalam tubuh. Hal lain yang dapat meningkatkan kadar asam urat adalah terlalu banyak mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung banyak purin. Asam urat yang berlebih selanjutnya akan terkumpul pada persendian sehingga menyebabkan rasa nyeri atau bengkak.

y

Gejala klinis

Gejala nyeri dan kaku bersifat akut pada artritis gout pertama-tama dirasakan di sendi-sendi ibu jari kaki. Pada taraf lebih lanjut, bisa meliputi sendi tarsal kaki, pergelangan kaki, sendi kaki belakang, pergelangan tangan, lutut, siku, serta sendisendi kecil lain pada tangan. Nyeri dan pembengkakan pada sendi tersebut sering kali menyebabkan penderita sulit berjalan. Malah ada kalanya peradangan disertai demam dan di daerah sendi yang bengkak terasa panas. Penderitaan bisa berlangsung 24-36 jam. Bahkan, bisa lebih lama lagi, tergantung parah tidaknya peradangan.

y

Penatalaksanaan a. Pencegahan Untuk menjaga agar kadar asam urat darah tetap dalam batas normal, kita harus mengurangi konsumsi makanan dan minuman yang banyak mengandung purin. Walaupun tidak ada keluhan, orang dewasa (usia 40 tahun ke atas) dianjurkan untuk memeriksakan kadar asam uratnya dalam darah. Tetapi jika sudah terlanjur mengalami penyakit ini, langkah terpenting adalah semaksimal mungkin mengurangi konsumsi makanan dan minuman yang kaya akan zat purin. Karena minum obat saja tanpa disertai kepatuhan diet tidak akan membuahkan hasil pengobatan yang baik (karena produksi asam urat

tetap tinggi). Selain itu, untuk mengurangi risiko terkena gangguan ginjal, pasien dianjurkan untuk minum banyak air putih (1-2 liter sehari atau 3-4 liter di musim panas).

b. Pengobatan Umumnya saat mengalami serangan akut pasien artritis gout akan mendapatkan obat anti radang, yaitu colchicine. Obat ini menunjukkan hasilnya dalam dua hari. Selanjutnya, diberikan obat penurun asam urat, yaitu allopurinol dan atau probenesid selama 6 bulan sampai 2 tahun dalam dosis terbatas. Tophi berat membutuhkan pengobatan selama lima tahun atau lebih. Ada kalanya penderita disarankan minum obat penurun asam urat darah seumur hidup kalau serangan gout akut terjadi lebih dari lima kali setahun. Atau, penderita sudah menderita tophi dan atau menderita batu ginjal. Selain obat-obat untuk mengurangi peradangan dan menekan produksi asam urat, pasien juga diberi anti nyeri yang cukup kuat, misalnya ibuprofen, dalam jangka waktu yang lama. Obat-obat anti nyeri ini kadang menimbulkan keluhan nyeri lambung.

Daftar Pustakahttp://cerione.blogspot.com http://apendix akut_ilmu bedah.com www.eMedicine Nasal Polyps Article by John E McClay GOOD.htm http://tophus.com http://asam urat.com Price, A.Sylvia.2006.Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.EGC. Jakarta www.medicineNet.com http://emedicine.medscape.com/article/1165419-overview Andhika,Arie P,dkk.2009.Kepaniteraan Klinik Ilmu Saraf Fk Uns/Rsud Dr Moewardi.SURAKARTA Sutadi,Sri Maryani. SIROSIS HEPATITIS Fakultas Kedokteran Bagian Ilmu Penyakit Dalam. Universitas Sumatera Utara www.medicastro.com WERDHANI ,RETNO ASTI. Patofisiologi, Diagnosis, Dan Klafisikasi Tuberkulosis .Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Okupasi, dan Keluarga FKUI www.klikdokter.com www.ilmubedah.com http://cetrioneblogspot.com Soepardi, Efiaty. Iskandar, Nurbaiti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok edisi IV cetakan I. Balai Penerbit FK-UI, Jakarta 2000