Analisis Biaya Dan an Usahatani

4
1 ANALISIS BIAYA DAN PENDAPATAN USAHATANI Witono Adiyoga Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa) Lembang, P.O. Box 1586 Bandung - 40391 I. Pendahuluan Secara teoritis, setiap pelaku ekonomi bertujuan untuk mendapatkan keuntungan maksimal dari bidang usaha yang dipilihnya. Keuntungan maksimal ini dapat diperoleh dengan meminimalkan biaya produksi pada tingkat output tertentu, atau sebaliknya memaksimalkan ouput pada tingkat biaya produksi tertentu. Selain itu, keuntungan maksimal juga dapat diperoleh melalui substitusi faktor produksi yang satu dengan lainnya, sepanjang nilai yang dikeluarkan untuk input pengganti lebih kecil dibandingkan dengan nilai input yang digantikan (pada tingkat output yang sama). Pelaku ekonomi akan terus meningkatkan produksinya sepanjang penerimaan dari setiap unit ouput masih lebih besar dibandingkan dengan biaya produksinya (Colman and Young, 1989). Dalam pengambilan keputusan seperti di atas, pelaku ekonomi membutuhkan indikator kelayakan yang dapat diperoleh dari analisis biaya dan pendapatan (ABP). ABP dapat mencerminkan perencanaan fisik dan finansial operasionalisasi suatu usahatani pada periode waktu tertentu. ABP merupakan teknik sederhana yang paling banyak digunakan dalam analisis ekonomi untuk membantu pengelola dalam mengambil keputusan usahatani yang dapat memaksimalkan keuntungan (Dillon & Hardaker, 1980). Beberapa kegunaan utama ABP adalah untuk: (i) mendiagnosa kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam suatu usahatani. (ii) mengevaluasi kelayakan suatu teknologi baru. (iii) memberikan masukan untuk perbaikan usahatani agar produktivitasnya dapat ditingkatkan. Berdasarkan kegunaannya, ABP dapat dibedakan menjadi tiga kategori (Flinn, 1980; Adulavidhaya, 1980) yaitu: 1. Analisis biaya & pendapatan usahatani parsial (ABPUPA=partial budget analysis). ABPUPA ini biasa digunakan untuk menghitung biaya dan pendapatan akibat adanya perubahan-perubahan yang relatif kecil dalam suatu usahatani. ABPUPA seringkali disebut juga sebagai analisis marjinal karena hanya memperhitungkan pengaruh-pengaruh yang disebabkan oleh adanya suatu perubahan kecil dalam usahatani. Alat analisis ini sangat berguna, terutama bagi petani kecil, dalam melakukan modifikasi-modifikasi sederhana alokasi sumberdaya yang dapat meningkatkan keuntungan. 2. Analisis biaya & pendapatan usahatani komoditas (ABPUKO=enterprise budget analysis). ABPUKO menekankan analisis biaya dan pendapatan usahatani untuk komoditas secara individual. Alat analisis ini digunakan untuk membuat estimasi lengkap keuntungan suatu usahatani yang spesifik dan membandingkannya dengan usahatani sejenis lainnya.

Transcript of Analisis Biaya Dan an Usahatani

Page 1: Analisis Biaya Dan an Usahatani

1

ANALISIS BIAYA DAN PENDAPATAN USAHATANI

Witono Adiyoga

Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa) Lembang,

P.O. Box 1586 Bandung - 40391 I. Pendahuluan

Secara teoritis, setiap pelaku ekonomi bertujuan untuk mendapatkan keuntungan

maksimal dari bidang usaha yang dipilihnya. Keuntungan maksimal ini dapat diperoleh dengan

meminimalkan biaya produksi pada tingkat output tertentu, atau sebaliknya memaksimalkan

ouput pada tingkat biaya produksi tertentu. Selain itu, keuntungan maksimal juga dapat

diperoleh melalui substitusi faktor produksi yang satu dengan lainnya, sepanjang nilai yang

dikeluarkan untuk input pengganti lebih kecil dibandingkan dengan nilai input yang digantikan

(pada tingkat output yang sama). Pelaku ekonomi akan terus meningkatkan produksinya

sepanjang penerimaan dari setiap unit ouput masih lebih besar dibandingkan dengan biaya

produksinya (Colman and Young, 1989).

Dalam pengambilan keputusan seperti di atas, pelaku ekonomi membutuhkan

indikator kelayakan yang dapat diperoleh dari analisis biaya dan pendapatan (ABP). ABP

dapat mencerminkan perencanaan fisik dan finansial operasionalisasi suatu usahatani pada

periode waktu tertentu. ABP merupakan teknik sederhana yang paling banyak digunakan

dalam analisis ekonomi untuk membantu pengelola dalam mengambil keputusan usahatani

yang dapat memaksimalkan keuntungan (Dillon & Hardaker, 1980).

Beberapa kegunaan utama ABP adalah untuk:

(i) mendiagnosa kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam suatu usahatani. (ii) mengevaluasi kelayakan suatu teknologi baru. (iii) memberikan masukan untuk perbaikan usahatani agar produktivitasnya dapat ditingkatkan.

Berdasarkan kegunaannya, ABP dapat dibedakan menjadi tiga kategori (Flinn, 1980;

Adulavidhaya, 1980) yaitu:

1. Analisis biaya & pendapatan usahatani parsial (ABPUPA=partial budget analysis).

ABPUPA ini biasa digunakan untuk menghitung biaya dan pendapatan akibat

adanya perubahan-perubahan yang relatif kecil dalam suatu usahatani. ABPUPA

seringkali disebut juga sebagai analisis marjinal karena hanya memperhitungkan

pengaruh-pengaruh yang disebabkan oleh adanya suatu perubahan kecil dalam

usahatani. Alat analisis ini sangat berguna, terutama bagi petani kecil, dalam

melakukan modifikasi-modifikasi sederhana alokasi sumberdaya yang dapat

meningkatkan keuntungan.

2. Analisis biaya & pendapatan usahatani komoditas (ABPUKO=enterprise budget analysis).

ABPUKO menekankan analisis biaya dan pendapatan usahatani untuk komoditas

secara individual. Alat analisis ini digunakan untuk membuat estimasi lengkap

keuntungan suatu usahatani yang spesifik dan membandingkannya dengan

usahatani sejenis lainnya.

Page 2: Analisis Biaya Dan an Usahatani

2

3. Analisis biaya & pendpatan usahatani keseluruhan (ABPUKE=whole farm budget analysis).

ABPUKE digunakan untuk merancang perencanaan usahatani secara

keseluruhan (farming system=didalamnya termasuk peternakan, perikanan atau

cabang usaha lain yang merupakan komponen-komponen usahatani). Alat

analisis ini juga digunakan untuk mengkalkulasi biaya dan pendapatan akibat

adanya perubahan besar dalam usahatani yang sangat berpengaruh terhadap

komponen-komponen pengeluaran dan pemasukan.

Pengalaman praktis menunjukkan bahwa alat analisis yang paling sering digunakan adalah

analisis biaya dan pendapatan usahatani komoditas (enterprise budget analysis) (Lee, 1984).

Oleh karena itu, titik tumpu pembahasan pada makalah ini difokuskan pada penjelasan

prosedur penggunaan metode ABPUKO.

II. Kebutuhan Data

Data dasar yang dibutuhkan dalam analisis biaya dan pendapatan usahatani

komoditas (APBUKO) adalah:

1. kuantitas dan nilai semua input yang digunakan.

2. kuantitas dan nilai semua output yang dihasilkan.

Kedua jenis informasi ini dihimpun secara akurat berdasarkan spesifikasi sumber biaya dan

pendapatan yang berkaitan dengan aktivitas produksi.

III. Biaya Usahatani

Biaya usahatani pada umumnya diklasifikasikan ke dalam dua kategori yaitu:

1. Biaya tetap:

Biaya tetap adalah pengeluaran yang harus dibayarkan walaupun tidak ada aktivi-

tas produksi. Besarnya biaya tidak dipengaruhi oleh perubahan output. Beberapa

contoh dari biaya tetap diantaranya adalah penyusutan alat dan pajak lahan.

2. Biaya variabel:

Biaya variabel adalah pengeluaran yang harus dibayarkan karena adanya

aktivitas produksi. Besarnya biaya variabel akan bervariasi sesuai dengan tingkat

produksi yang dilaksanakan. Beberapa contoh dari biaya variabel diantaranya

adalah pengeluaran untuk pupuk, tenaga kerja dan pestisida.

Pada makalah ini, diasumsikan bahwa analisis biaya dan pendapatan usahatani

komoditas (ABPUKO) dilakukan untuk membandingkan keuntungan relatif usahatani

komoditas sejenis dengan tingkat teknologi yang berbeda. Dengan demikian, dari sudut

pembiayaan, pembahasan akan lebih banyak ditekankan pada penghitungan biaya variabel.

Dalam menghitung biaya variabel, informasi yang diperlukan adalah:

(i) jenis input yang dimasukkan dalam kalkulasi biaya (ii) kuantitas setiap jenis input yang digunakan (iii) harga setiap input

Page 3: Analisis Biaya Dan an Usahatani

3

Pada umumnya, input usahatani diklasifikasikan ke dalam dua kategori yaitu: tenaga

kerja dan bahan/material.

Pengeluaran tenaga kerja:

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menghitung biaya tenaga kerja adalah:

1. Penggunaan tenaga kerja perlu diperinci untuk setiap kegiatan (pengolahan tanah, penanaman, penyiangan, penyemprotan, dsb) agar kemungkinan adanya perbedaan upah

untuk jenis pekerjaan tertentu dapat diidentifikasi.

2. Penggunaan tenaga kerja pria/wanita dan dewasa/anak-anak perlu dispesifikasi jumlah maupun upahnya, agar mempermudah perhitungan jika hendak melakukan konversi.

3. Penggunaan tenaga kerja keluarga tetap harus diperhitungkan berdasarkan biaya oportunitas seandainya tenaga kerja keluarga tersebut bekerja sebagai tenaga kerja sewa.

Dengan demikian, diasumsikan bahwa biaya oportunitas tenaga kerja keluarga sama

dengan tingkat upah yang berlaku.

4. Dalam penggunaan tenaga kerja sewa, selain upah tunai juga seringkali ditambah dengan upah non-tunai (makan). Komponen non-tunai ini perlu diperhitungkan agar biaya yang

dikeluarkan per unit tenaga kerja dapat mencerminkan tingkat upah yang sebenarnya.

Pengeluaran bahan/material:

Dalam penggunaan bahan (pupuk, pestisida, dll), perlu dispesifikasi satuan ukuran yang

digunakan (kg, ton, l, dsb) agar tidak terjadi salah perhitungan untuk penetapan harga per unit.

Perlu diperhatikan bahwa harga satuan input di tingkat petani kemungkinan lebih tinggi

dibandingkan dengan harga pasar, karena adanya tambahan biaya yang harus dikeluarkan

(misalnya biaya transportasi yang harus dikeluarkan petani pada saat membeli input tersebut).

Sementara itu, komponen biaya lain yang sebenarnya dapat dikategorikan sebagai

biaya tetap, tetapi sering dimasukkan ke dalam kalkulasi pembiayaan adalah sewa tanah,

sewa alat dan biaya modal (Suryana, 1981).

Sewa tanah dan sewa alat:

Perhitungan sewa tanah perlu disesuaikan dengan umur tanaman seandainya petani

menyewa lahan yang digarapnya bukan per musim tanam (per tahun). Sistim pembayaran

sewa juga perlu diperhatikan, karena seringkali besarnya sewa dinilai sesuai dengan

produktivitas lahan (misalnya untuk lahan sawah adalah banyaknya gabah kering yang

dihasilkan pada musim sebelumnya). Sementara itu, sewa alat, seperti sprayer, traktor dan

alat mekanik lainnya juga harus diperhitungkan, karena erat kaitannya dengan biaya tunai

yang harus dikeluarkan petani.

Biaya modal:

Biaya modal ini dihitung dari bunga atas biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani untuk

pembelian bahan (pupuk, pestisida, dsb), upah tenaga kerja sewa, dan sewa peralatan.

Tingkat bunga yang digunakan pada umumnya adalah tingkat suku bunga bank yang berlaku

(kecuali jika ada informasi akurat bahwa petani mendapatkan pinjaman modal dari lembaga

keuangan informal).

Page 4: Analisis Biaya Dan an Usahatani

4

IV. Penerimaan Usahatani

Penerimaan kotor:

Pada dasarnya, penerimaan kotor diperoleh dari hasil perkalian antara output dengan

harga satuan output. Dua hal yang perlu mendapat perhatian dalam menghitung penerimaan

kotor adalah:

(a). Spesifikasi output dan harga satuannya.

Pada usahatani tertentu, tidak semua output dijual untuk keperluan yang sama.

Sebagai contoh, pada usahatani kentang output dapat dijual atau dinilai untuk tiga

macam penggunaan, yaitu sebagai kentang sayur, kentang prosesing dan bibit

kentang. Harga jual kentang untuk tiga jenis penggunaan tersebut ternyata berbeda-

beda. Demikian pula untuk usahatani lain, nilai produk sampingan harus diperhitung-

kan sepanjang dapat memberikan tambahan terhadap penerimaan kotor.

(b). Penggunaan harga efektif yang diterima petani.

Harga satuan output yang harus digunakan dalam ABPUKO adalah harga output di

tingkat petani (farm gate price) yang mencerminkan harga efektif yang diterima petani.

Harga ini biasanya lebih rendah dibandingkan dengan harga pasar (grosir dan eceran)

yang telah terbebani marjin pemasaran.

Penerimaan bersih atau keuntungan:

Keuntungan diperoleh dari hasil pengurangan antara penerimaan kotor total dengan

biaya total (biaya variabel dan biaya tetap). Untuk mengetahui kelayakan ekonomis usahatani,

indikator lain yang sering digunakan adalah besaran pengembalian terhadap investasi (PTI =

ROI = return of investment). Besaran ini diperoleh dari rasio antara penerimaan bersih dengan

biaya total. Suatu usahatani dapat dikatakan layak secara ekonomis jika besaran pengem-

balian terhadap investasinya positif. Seandainya ABPUKO dimaksudkan untuk membanding-

kan tingkat keuntungan antara dua usahatani yang sejenis, maka usahatani yang memiliki PTI

lebih besar adalah usahatani yang lebih menguntungkan.