Analisa Kasus Agraria

12
PENDAHULUAN Indonesia memiliki jumlah penduduk lebih dari 200 juta jiwa pada tahun 2005 (Data BPS, 2005). Peningkatan jumlah penduduk terus terjadi setiap tahunnya dengan laju pertumbuhan penduduk 1,3 persen (Data BPS, 2005). Jumlah penduduk yang semakin tinggi ini akan diikuti pemenuhan kebutuhan untuk menunjang kehidupannya. Bentuk pemenuhan kebutuhan dapat berupa pemanfaatan Sumber Daya Alam (SDA) yang ada. Tanah atau sumberdaya lainnya pada suatu masyarakat agraris merupakan faktor produksi yang mempunyai arti penting baik menyangkut aspek sosiologi, ekonomi maupun aspek politik. Menurut Tjodronegoro (1998), tanah yang menjadi aset utama bagi rakyat banyak adalah tanah untuk bercocok tanam yang merupakan sumber kehidupan utamanya. Sumberdaya tanah bersifat multifungsi dalam aktifitas kehidupan manusia di berbagai bidang, baik di bidang pertanian maupun non-pertanian. Di bidang pertanian tanah digunakan sebagai lahan untuk berusahatani sehingga dapat menghasilkan produksi yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan. Sedangkan di bidang non-pertanian tanah digunakan sebagai tempat pemukiman, perkantoran/jasa maupun tempat lainnya.

description

PENDAHULUANIndonesia memiliki jumlah penduduk lebih dari 200 juta jiwa pada tahun 2005 (Data BPS, 2005). Peningkatan jumlah penduduk terus terjadi setiap tahunnya dengan laju pertumbuhan penduduk 1,3 persen (Data BPS, 2005). Jumlah penduduk yang semakin tinggi ini akan diikuti pemenuhan kebutuhan untuk menunjang kehidupannya. Bentuk pemenuhan kebutuhan dapat berupa pemanfaatan Sumber Daya Alam (SDA) yang ada. Tanah atau sumberdaya lainnya pada suatu masyarakat agraris merupakan faktor produksi

Transcript of Analisa Kasus Agraria

Page 1: Analisa Kasus Agraria

PENDAHULUAN

Indonesia memiliki jumlah penduduk lebih dari 200 juta jiwa pada tahun 2005 (Data BPS, 2005).

Peningkatan jumlah penduduk terus terjadi setiap tahunnya dengan laju pertumbuhan penduduk

1,3 persen (Data BPS, 2005). Jumlah penduduk yang semakin tinggi ini akan diikuti pemenuhan

kebutuhan untuk menunjang kehidupannya. Bentuk pemenuhan kebutuhan dapat berupa

pemanfaatan Sumber Daya Alam (SDA) yang ada.

Tanah atau sumberdaya lainnya pada suatu masyarakat agraris merupakan faktor produksi yang

mempunyai arti penting baik menyangkut aspek sosiologi, ekonomi maupun aspek politik.

Menurut Tjodronegoro (1998), tanah yang menjadi aset utama bagi rakyat banyak adalah tanah

untuk bercocok tanam yang merupakan sumber kehidupan utamanya. Sumberdaya tanah bersifat

multifungsi dalam aktifitas kehidupan manusia di berbagai bidang, baik di bidang pertanian

maupun non-pertanian. Di bidang pertanian tanah digunakan sebagai lahan untuk berusahatani

sehingga dapat menghasilkan produksi yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan.

Sedangkan di bidang non-pertanian tanah digunakan sebagai tempat pemukiman,

perkantoran/jasa maupun tempat lainnya.

Page 2: Analisa Kasus Agraria

PEMBAHASAN

Definisi Agraria

Sitorus (2002) menjelaskan bahwa lingkup agraria mengandung pengertian yang luas dari

sekedar “tanah pertanian” atau “pertanian”, yaitu suatu bentang alam yang mencakup

keseluruhan kekayaan alami (fisik dan hayati) dan kehidupan sosial yang terdapat di

dalamnya. Lingkup agraria itu sendiri terdiri dari dua unsur, yaitu obyek agraria atau dapat

disebut juga sebagai sumber-sumber agraria dalam bentuk fisik. Sumber-sumber agraria ini

sangat erat kaitannya dengan ruang fisik tertentu yang tidak dapat dipindahkan ataupun

dimusnahkan. Oleh karena itu, sumber-sumber agraria sangat erat kaitannya dengan

akumulasi kekuasaan (politik, ekonomi, sosial).

Merujuk pada pasal 1 (ayat 2, 4, 5, 6) UUPA 1960, Sitorus (2002) menyimpulkan sumber-

sumber agraria sebagai berikut: (a) tanah atau “permukaan bumi” yang merupakan modal

alami utama dalam kegiatan pertanian dan peternakan; (b) perairan, baik di darat maupun di

laut yang meliputi kegiatan perikanan (sungai, danau maupun laut); (c) hutan, meliputi

kesatuan flora dan fauna dalam suatu kawasan tertentu dan merupakan modal alami utama

dalam kegiatan ekonomi komunitas-komunitas; (d) bahan tambang, mencakup beragam

bahan tambang/mineral yang terkandung di dalam “tubuh bumi”; (e) Udara, dalam arti ruang

di atas bumi dan air.

Kemudian unsur kedua adalah subyek agraria, yaitu pihak-pihak yang memiliki kepentingan

terhadap sumber-sumber agraria tersebut. Secara garis besar, subyek agraria dapat dibedakan

menjadi tiga, yaitu komunitas (mencakup unsur-unsur individu, kesatuan dari unit-unit

rumah tangga dan kelompok), pemerintah (sebagai representasi negara mencakup

Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan Pemerintah Desa) dan swasta (private sector

mencakup unsur-unsur perusahaan kecil, menengah dan besar). Ketiga kategori ini memiliki

ikatan dengan sumber-sumber agraria melalai institusi penguasaan/pemilikan/pemanfaatan

(tenure institutions).

Page 3: Analisa Kasus Agraria

Sitorus (2002) membagi analisis agraria ke dalam dua bentuk. Pertama, ketiga subyek

agraria memiliki hubungan teknis dengan obyek agraria dalam bentuk kerja pemanfaatan

berdasar hak penguasaan (land tenure) tertentu; kedua, ketiga subyek agraria satu sama lain

berhubungan atau berinteraksi secara sosial dalam rangka penguasaan dan pemanfaatan

obyek agraria tertentu. Proporsi pertama menggambarkan hubungan teknis yang

menunjukan cara kerja subyek agraria dalam pengolahan dan pemanfaatan obyek agraria

untuk memenuhi kebutuhannya. Sedangkan proporsi kedua menggambarkan hubungan

sosial agraris yang menunjukan cara kerja subyek agraria yang saling berinteraksi dalam

rangka pemanfaatan obyek agraria, dengan kata lain hubungan ini berpangkal pada

perbedaan akses dalam hal penguasaan/pemilikan/dan pemanfaatan lahan.

Menurut Wiradi (1984), kata ”penguasaan” menunjuk pada penguasaan efektif, sedangkan

”pemilikan” tanah menunjuk pada penguasaan formal. Penguasaan formal dapat dijelaskan

dengan adanya undang-undang yang mengatur mengenai penguasaan tanah. Penguasaan

tanah belum tentu dan tidak harus disertai dengan pemilikan. Penguasaan tanah dapat berupa

hubungan “pemilik dengan pemilik”, “pemilik dengan pembagi- hasil”, “pemilik dengan

penyewa”, “pemilik dengan pemakai” dan lain-lain (Sihaloho, 2004). Kata “pengusahaan”

menunjuk pada pemanfaatan sebidang tanah secara produktif (Wiradi, 1984). Hubungan-

hubungan sosial agraria antar subyek agraria kemudian membentuk sebuah struktur agraria

yang digambarkan dalam hubungan segitiga antar subyek agraria.

Page 4: Analisa Kasus Agraria

(Lingkup hubungan-hubungan agraria)

Contoh Kasus Agraria

Di Sumatera Barat telah dibangun perkebunan beskala besar, pada umumnya perkebunan

kelapa sawit, semenjak akhir 1980-an sampai pertengahan 1990-an diberbagai kabupaten.

Sampai tahun 2001 tercatat ada sebanyak 55 buah perkebunan berskala besar di Sumatera

Barat yang mengontrol tanah seluas 336,674 hektar. Nagari Kinali merupakan salah satu

pusat perkebunan kelapa sawit berskala besar tersebut. Kebun kelapa sawit pertama kali

dibangun di nagari ini pada tahun 1934 (Kementrian Penerangan 1953:730). Kemudian

semenjak akhir 1980-an dan awal 1990-an sebanyak tujuah buah perkebunan kelapa sawit

berskala besar dibangun di daerah ini. Enam buah diantaranya dibangun oleh perusahaan

swasta nasional dan asing.

Pemerintah Propinsi Sumatera Barat dan kabupaten Pasaman memainkan peranan penting

dalam pembangunan perkebunan kelapa sawit di Nagari Kinali. Akibat upaya dari kedua

pemerintah tersebutlah investor-investor perkebunan kelapa sawit menanamkan modalnya di

Nagari Kinali, karena merekalah yang mengundang investor-investor tersebut untuk

menanamkan modalnya di Nagari itu. Tujuan manifes pemerintah tersebut adalah untuk

mengembangkan daerah tersebut dan untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk

setempat. Untuk mendapatkan tanah bagi bisnis perkebunannya, para investor tidak

bernegosiasi langsung dengan para pemilik tanah, melainkan diperantarai oleh pemerintah

kabupaten Pasaman dengan membentuk tim pembebasan tanah. Dalam melaksanakan

tugasnya sebagai perantara, pemerintah kabupaten Pasaman membujuk ninik mamak Nagari

Kinali untuk bersedia menyerahkan tanah ulayat mereka untuk dijadikan lahan perkebunan

kelapa sawit.

Ada dua model penyerahan tanah dari ninik mamak Nagari Kinali ke para investor yaitu

langsung dan tidak langsung. Dalam model penyerahan langsung, tanah ulayat diserahkan

langsung oleh ninik mamak setempat kepada para investor yang diformalkan dengan surat

pernyataan penyerahah tanah oleh ninik mamak dan diketahui oleh Camat Kecamatan Kinali

dan Ketua Kerapatan Adat Nagari (KAN) Kinali. Penyerahan tanah ulayat model pertama

ini tidaklah pola umum. Pada umumnya penyerahan tanah dengan luas di bawah dari 100

Page 5: Analisa Kasus Agraria

hektar diserahkan dengan model seperti ini, dan pada umumnya tanah tersebut tambahan

terhadap tanah yang jauh lebih luas yang telah diserahkan sebelumnya kepada para investor.

Model penyerahan tanah ulayat tidak langsung kepada investor perkebunan kelapa sawit

dilakukan oleh ninik mamak Nagari Kinali dengan cara menyerahkan tanah ulayat terlebih

dahulu kepada pemerintah kabupaten yang kemudian menyerahkan tanah tersebut kepada

para investor. Secara resmi ninik mamak Nagari Kinali menyerahkan tanahnya kepada

Bupati kabupaten Pasaman dan Agam untuk dipergunakan oleh para investor perkebunan

kelapa sawit. Pada umumnya tanah ulayat nagari kinali diserahkan untuk dipakai oleh

perusahaan perkebunan kelapa sawit melalui model kedua ini.

Penyerahan tanah dari ninik mamak kepada pemerintah kabupaten Pasaman dan Agam

diformalisasikan dengan surat pernyataan penyerahan tanah yang ditandatangani oleh ninik

mamak (pemimpin adat atau pemimpin kekerabatan) Nagari Kinali dan Bupati Pasaman

serta Agam. Kemudian atas permintaan pemerintah setempat, ninik mamak Nagari Kinali

menandatangani sebuah surat yang namanya Surat Pelepasan Hak, yang isinya sebuah

pernyataan bahwa ninik mamak Nagari Kinali menyerahkan tanah ulayatnya untuk para

investor perkebunan kelapa sawit. Surat ini diperlukan oleh perusahaan yang bersangkutan

agar dapat mengusulkan untuk memperoleh Hak Guna Usaha (HGU) atas tanah itu kepada

pemerintah, karena menurut peraturan negara yang berlaku HGU hanya bisa diberikan atas

tanah negara atau tanah yang telah dilepaskan haknya oleh pemiliknya.

Surat pernyataan pelepasan hak yang dibuat oleh ninik mamak tersebut dipakai oleh

perusahaan perkebunan sebagai dasar pengurusan (alas hak) Hak Guna Usaha (HGU). Tanpa

disadari oleh ninik mamak Nagari Kinali dan memang tidak diberitahu sebelumnya oleh

panitia pembebasan tanah, Surat Pelepasan hak yang mereka serahkan kepada pemerintah

setempat berdampak besar terhadap pemilikan tanah di nagari mereka. Surat Pelepasan Hak

tersebut dipergunakan oleh perusahaan-perusahaan perkebunan kelapa sawit untuk

mengurus HGU dari Kementrian Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional. Kemudian,

Surat Pelepasan Hak tersebut dijadikan alasan oleh pemerintah untuk dapat mengeluarkan

HGU bagi perusahaan perkebunan kelapa sawit atas tanah yang diserahkan oleh ninik

mamak Nagari Kinali, karena surat pernyataan tersebut dianggap oleh pemerintah pusat

Page 6: Analisa Kasus Agraria

sebagai bukti kepemilikan atas tanah telah diserahkan oleh ninik mamak setempat kepada

negara, sehingga Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional menyatakan bahwa

tanah tersebut menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah negara eks

tanah ulayat.

Dipihak lain, menurut ninik mamak Nagari Kinali, penyerahan tanah ulayat kepada

pemerintah setempat bukanlah baik jual beli maupun pemindahan hak milik dan oleh sebab

itu tanah tersebut masih menjadi milik mereka. Dengan demikian, meminta ninik mamak

menandatangani Surat Penyerahan Tanah tanpa mengatakan kepada mereka konsekuensi

dari surat itu merupakan proses licik yang ditempuh oleh pejabat pemerintah setempat untuk

mengambil alih tanah ulayat di Nagari Kinali menjadi tanah negara. Aktor-aktor yang

mengorganisiasi penyerahan tanah dari ninik mamak Nagari Kinali kepada pemerintah

setempat adalah Panitia Pembebasan Tanah yang berisikan pejabat-pejabat pemerintah

setempat dari berbagai instansi seperti Badan Pertanahan, Perkebunan, Kehutanan, dan Tata

Pemerintahan. Panitia ini dipimpin oleh Bupati Kabupaten Pasaman. Panitia inilah yang

melakukan berbagai hal mulai dari melobi ninik mamak sampai membuat surat menyurat

penyerahan tanah ulayat yang ditandatangani oleh ninik mamak.

Analisis Kasus

Telah ditunjukkan bahwa pemerintah propinsi Sumatera Barat dan Pemerintah kabupaten

Pasaman bertindak sebagai fasilitator pengembangan perkebunan kelapa sawit di Nagari

Kinali dengan cara mengundang para investor, mengorganisasi penyediaan tanah bagi para

investor perkebunan, dan memperantarai antara investor-investor perkebunan kelapa sawit

dengan komunitas Nagari Kinali. Pengorganisasian penyerahan tanah dari para pimpinan

adat setempat sebagai pemegang otoritas tanah ulayat kepada para investor perkebunan

dilakukan pula oleh pemerintah kabupaten. Konflik antara penduduk Nagari Kinali dengan

perusahaan-perusahaan perkebunan kelapa sawit terjadi karena dalam melaksanakan

perannya sebagai fasilitator pengembangan perkebunan kelapa sawit, pemerintah kabupaten

Pasaman gagal memprioritaskan kepentingan pemilik tanah ulayat dan tidak melakukan

Page 7: Analisa Kasus Agraria

tugasnya dengan baik dalam menyelenggarakan pembangunan Perkebunan Inti Rakyat di

Nagari Kinali.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. Data Jumlah Penduduk Menurut Propinsi. www.datastatistik-indonesia.com.

Diakses pada tanggal 12 Maret 2009.

Sihaloho, Martua. 2004. Konversi lahan Pertanian dan Perubahan Struktur Agraria. Tesis Program

Pascasarjana IPB-Bogor. Tidak Dipublikasikan.

Sitorus, MT. Felix. 1998. Penelitian Kualitatif suatu Perkenalan. Kelompok Dokumentasi Ilmu

Sosial. Institut Pertanian Bogor.

. 2002. Lingkup Agraria dalam Menuju keadilan Agraria: 70 Tahun

Gunawan Wiradi, Penyunting Endang, Suhendar et al. Yayasan

AKATIGA, Bandung.

Tjondronegoro, Sediono M. P. 1999. Sosiologi Agraria: Kumpulan Tulisan Terpilih. AKATIGA.

Bandung.

Wiradi, Gunawan. 1984. Pola Penguasaan Tanah dan Reforma Agraria, dalam Sediono M.P.

Tjondronegoro dan Gunawan Wiradi (Ed.), Seri Pembangunan Pedesaan: Dua Abad

Penguasaan Tanah (Pola Penguasaan Tanah Pertanian di Jawa dari Masa ke Masa).

Jakarta: PT. Gramedia.

. 2000. Reforma Agraria: Perjalanan yang Belum Berakhir. Yogyakarta: Insist, KPA,

Pustaka Pelajar.

. 2001. Struktur Penguasaan Tanah dan Perubahan Sosial di Pedesaan Selama Orde

Baru. Diakses Tanggal Desember 2008.

Wiradi, Gunawan dan Makali. 1984. Penguasaan Tanah dan Kelembagaan dalam Faisal Kasryono

(Ed.), Prospek Pembangunan Ekonomi Pedesaan Indonesia. Jakrta: Yayasan Obor

Indonesia.

Zuber, Ahmad. 2007. Pendekatan dalam Memahami Perubahan Agraria di Pedesaan. Diakses pada

http://ahmad.zuber70.googlepages.com pada tanggal 13 Desember 2008.

Afrizal, Sosiologi Konflik Agraria: Protes-Protes Agraria dalam Masya-rakat Indonesia

Kontemporer (Padang: Andalas University Press, 2006).

Page 8: Analisa Kasus Agraria

SOSIOLOGI PEDESAAN

ANALISA KASUS AGRARIA

Disusun Oleh:

Wendi Irawan Dediarta

(150310080137)

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

Page 9: Analisa Kasus Agraria

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2009