Analisa Kasus Korupsi Dalam Reboisasi
-
Upload
handik-zusen -
Category
Documents
-
view
1.555 -
download
12
description
Transcript of Analisa Kasus Korupsi Dalam Reboisasi
ANALISA KASUS
TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PROYEK REBOISASI
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Latar belakang perkara tindak pidana korupsi dalam proyek reboisasi
yang dilakukan oleh AT dapat diperoleh dari data-data yang ada di
lapangan, sebagai berikut :
a. AT selaku Kepala Resort Polisi Hutan Kecamatan Fatuleu Kupang
diberi tugas sebagai staf pelaksana Tekhnis Proyek Reboisasi dengan
SK PimPro Reboisasi dan Pengadaan bibit Provinsi Nusa Tenggara
Timur (NTT).Selain tugas tersebut AT juga dengan dasar perintah lisan
atasan Pelaksana Proyek Reboisasi JS ditugaskan membantu
Bendaharawan pembantu membayar upah pekerja lapangan proyek.
b. Selaku pembantu Bendaharawan AT membagi-bagikan upah
pekerja yang besarnya sama rata tanpa kwitansi tanda terima dari
masing-masing pekerja,mengingat pada waktu pembayaran AT tidak
diberi kwitansi dari Bendaharawan.Baru beberapa bulan kemudian AT
menerima kwitansi-kwitansi dari SM selaku Bendaharawan pembantu
untuk ditandatangani oleh pekerja-pekerja dibawah pengawasan
AT.Kwitansi-kwitansi tersebut didalamnya tercantum jumlah uang yang
diterima masing-masing pekerja.Jumlah uang yang tercantum dalam
kwitansi lebih besar dari jumlah uang yang nyata diterima oleh
pekerja.Kwitansi-kwitansi yang diterima oleh AT ternyata tidak mungkin
lagi ditanda tangani oleh masing-masing pekerja.Karena itu AT
sendirilah yang menandatangani kwitansi-kwitansi tersebut.
c. Oleh karena ada selisih antara jumlah uang yang dibayarkan
kepada para pekerja dengan jumlah uang yang ia terima,maka AT
menitipkan sisa pembayaran upah tersebut kepada SM,akan tetapi AT
tidak pernah menerima bukti dari SM,AT akan meminta kembali uang
titipannya,jika ia akan membayar upah pekerjaPermintaan AT tersebut
oleh SM dibuatkan tanda bukti pembayaran panjar.
d. Selain itu juga ada pemotongan 10% atas penerimaan dana Proyek
setiap Triwulan tidak dicatat oleh SM.Namun dibukukan sedemikian rapi
sehingga laporan keuangan sesuai dengan keadaan di lapangan
e. Pelaksanaan Proyek Reboisasi seyogyanya dilaksanakan sendiri
oleh pihak pelaksana atau oleh Dinas Kehutanan dengan membayar
upah pekerja secara harian dengan perhitungan harian orang
kerja.Namun di lapangan pekerjaan proyek diborongkan kepada petani
sekitar lokasi Proyek dengan upah RP.5000,- sampai dengan
RP.20.000,- perorang selama 2 sampai 3 tahun dibeberapa lokasi
Proyek pekerja tidak dibayar dengan imbalan diizinkan untuk menanam
palawija diantara sela-sela tanaman Reboisasi tetapi diharuskan
menyediakan sendiri bibit Reboisasi.
f. Kenyataannya admiidtrasi keuangan pelaksanaan Proyek Reboisasi
dilakukan sesuai perintah/petunjuk Atasan Pelaksana Proyek dengan
persetujuan Pimpina Proyek Reboisasi.
g. Perhitungan terakhir penggunaan dana Proyek sesuai dengan
sasaran hanya sebesar Rp.11.632.500,- sedangkan dana yang
2
disediakan Rp.244.721.229,- Dengan demikian dana Proyek yang
menguap sebesar Rp.213.103.779,-.
B. Permasalahan
Berdasarkan data-data yang ada di lapangan tersebut diatas, maka
dapat diketahui permasalahan pokok dalam perkara dimaksud adalah
tentang adanya dugaan keturutsertaan dalam penyalahgunaan wewenang
oleh AT selaku Kepala Resort Polisi Hutan Kecamatan Fatuleu Kupang
dengan LJL selaku Pemimpin Proyek Reboisasi di Kabupaten Kupang dan
SK selaku Bendahara Pembantu pada proyek dimaksud dalam kurun waktu
antara tahun anggaran 1977/1978 sampai dengan 1982/1983 di kantor
Resort Polisi Hutan Kecamatan Fatuleu Kupang, yang dilakukan dengan
cara tidak melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam proyek tersebut,
sebagai berikut :
1. Tidak melaksanakan pengelolaan proyek secara swakelola, namun
justru diborongkan kepada para petani di sekitar lokasi proyek.
2. Mengijinkan para petani melakukan penanaman dengan sistem
tumpang sari di lahan pada lokasi proyek sebagai upah/imbalan dalam
bekerja pada proyek dimaksud, padahal ketentuannya tidak
memperbolehkan hal tersebut.
3. Dari keseluruhan dana proyek yang berjumlah Rp. 244.721.229,-
ternyata yang digunakan sebenarnya dalam proyek adalah hanya Rp.
11.632.500,- sehingga terdapat selisih Rp. 213.103.779,- yang
digunakan untuk kepentingan AT dan Atasan proyek tersebut, yaitu LJL.
Penyalahgunaan wewenang tersebut memenuhi unsur delik tindak pidana
korupsi sebagaimana dimaksud dalam UU No. 3 Tahun 1971 tentang
3
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi maupun delik pidana penggelapan
dalam jabatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 374 dan 415 KUHP.
II. FAKTA-FAKTA
Berdasarkan pelaksanaan proses penyidikan, penuntutan dan pengadilan
perkara dimaksud, diperoleh fakta-fakta, sebagai berikut :
A. Fakta Hukum
1. KUHP dan KUHAP
a. KUHP
Berdasarkan ketentuan pidana yang terdapat dalam KUHP,
didapatkan fakta-fakta bahwa perbuatan AT memenuhi unsur delik
pidana, sebagai berikut :
1) Pasal 415 KUHP
Seorang pejabat atau orang lain yang ditugaskan menjalankan
suatu jabatan umum terus-menerus atau untuk sementara waktu,
yang dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga
yang disimpan karena jabatannya, atau membiarkan uang atau
surat berharga itu diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau
menolong sebagai pembantu dalam melakukan perbuatan
tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh
tahun.
2) Pasal 374 KUHP
Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang penguasaannya
terhadap barang disebabkan karena ada hubungan kerja atau
karena pencarian atau karena mendapat upah untuk itu, diancam
dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
3) Pasal 55 ayat (1) KUHP
4
Dipidana sebagai pelaku tindak pidana :
1. mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan
yang turut serta melakukan perbuatan;
2. mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu
dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan
kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi
kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan
orang lain supaya melakukan perbuatan.
4) Pasal 64 ayat (1) KUHP
Jika antara beberapa perbuatan, meskipun masing-masing
merupakan kejahatan atau pelanggaran, ada hubungannya
sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu
perbuatan berlanjut, maka hanya diterapkan satu aturan pidana;
jika berbeda-beda, yang diterapkan yang memuat ancaman
pidana pokok yang paling berat.
b. KUHAP
Berdasarkan ketentuan hukum acara pidana yang terdapat dalam
KUHAP, didapatkan fakta-fakta bahwa dalam persidangan perkara
tersebut, terjadinya permohonan kasasi oleh Penuntut Umum, dilatar
belakangi oleh pandangan Penuntut Umum bahwa Majelis Hakim
Pengadilan Negeri Kupang telah salah menerapkan suatu ketentuan
hukum atau tidak menerapkan sebagaimana mestinya. Pasal-pasal
KUHAP yang terkait maupun dijadikan dasar dalam pengajuan
kasasi oleh Penuntut Umum adalah sebagai berikut :
1) Pasal 248 ayat (1)
5
Pemohon kasasi wajib mengajukan memori kasasi yang memuat
alasan permohonan kasasinya dan dalam waktu empat belas hari
setelah mengajukan permohonan tersebut, harus sudah
menyerahkannya kepada panitera yang untuk itu ia memberikan
surat tanda terima.
2) Pasal 248 ayat (3)
Alasan yang tersebut pada ayat (1) dan ayat (2) adalah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 253 ayat (1) undang-
undang ini.
3) Pasal 253 ayat (1)
Pemeriksaan dalam tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah
Agung atas permintaan para pihak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 244 dan Pasal 248 guna menentukan :
a. apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau
diterapkan tidak sebagaimana mestinya;
b. apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut
ketentuan undang-undang;
c. apakab benar pengadilan telah melampaui batas
wewenangnya.
4) Pasal 244
Terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat
terakhir oleh pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung,
terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan
pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap
putusan bebas.
2. UU No. 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
6
Berdasarkan ketentuan pidana yang terdapat dalam UU No. 3 Tahun
1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, didapatkan fakta-
fakta bahwa perbuatan AT memenuhi unsur delik pidana dalam undang-
undang tersebut, sebagai berikut :
a. Pasal 1 ayat (1) b
Dihukum karena tindak pidana korupsi ialah :
Barang siapa dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang
lain atau suatu Badan, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan
atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan,
yang secara langsung atau tidak langsung dapat merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara.
b. Pasal 28
Barangsiapa melakukan tindak pidana korupsi yang dimaksud Pasal
1 ayat (1) sub a, b, c, d, e dan ayat (2)Undang-undang ini, dihukum
dengan hukuman penjara seumur hidup atau penjaraselama-
lamanya 20 tahun dan/atau denda setinggi-tingginya 3 0 (tiga puluh)
juta rupiah. Selain dari pada itu dapat dijatuhkan juga hukuman
tambahan tersebut dapat Pasal 34 sub a, b, dan c undang-undang
ini.
B. Fakta Konkrit
1. Penyidikan
a. AT (tersangka) selaku Kepala Polisi Hutan Kecamatan Fatuleu dan
Staf Pelaksana Tekhnis Proyek Reboisasi dan Pengadaan Bibit
Reboisasi diangkat berdasarka SK PimPro Reboisasi dan
Pengadaan Bibit Reboisasi Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan
tugas :
7
a) Membantu Atasan Pelaksana Proyek untuk mengatur dan
mengawasi pelaksanaan Proyek termasuk
membina/membimbing secara tekhnis pelaksanaan Proyek.
b) Membantu Bendaharawan Pembantu melakukan
pembayaran upah kepada karyawan.
c) Membantu menyelesaikan Surat Pertanggung Jawab (SPJ)
Proyek Reboisasi berupa daftar pembayaran upah pekerja untuk
ditandatangani oleh Ketua Kelompok Kerja sesuai dengan upah
yang telah dibayarkan.
b. Pelaksanaan Proyek dimana AT selaku Staf Pelaksana Proyek telah
melakukan perbuatan dengan memperkerjakan petani disekitar
lokasi dengan upah secara borongan yang tidak sesuai dengan
rencana yaitu secara Swakelola dengan system upah harian
menurut perhitungan harian orang kerja sesuai dengan ketentuan
dalam buku biaya standart pekerjaan-pekerjaan pada kegiatan
Reboisasi dan Penghijauan Departemen Pertanian.
c. Di beberapa lokasi proyek AT telah memperkerjakan petani sekitar
dengan tanpa upah tetapi dengan imbalan diizinkan menanam
tanaman semusim disela-sela tanaman bibit Proyek Reboisasi atau
system tumpang sari.Bahkan kepada petani atau pekerja dibebani
untuk mengadakan bibit Reboisasi sendiri.
d. AT selama pelaksanaan tugasnya telah menerima dana sebesar
Rp.244.721.299,- selama 6 (enam) tahun anggaran (1977/1978 s.d
1982/1983). Dana mana digunakan hanya Rp.11.632.500,-
e. Saksi-saksi : FP,MN,Ny.JTM,LJL,dan SK.
f. Barang bukti :
8
1) 1 (satu) bidang tanah 5000m2 di Desa Nun Kurus.
2) 1 (satu) bidang tanah sawah 5000m2 di Desa Nun Kurus.
3) 1 (satu) bidang tanah beserta bangunan di Kelurahan Oeba.
4) Uang tunai Rp.2.330.000,-
5) 5 (lima) bundel SPJ Proyek 1977/1978-1982/1983.
6) 1 (satu) bundle Kwitansi panjar.
7) 1 (satu) bundle Kwitansi panjar.
8) 1 (satu) bundle daftar pembayaran PHL.
9) 1 (satu) bundle surat pembayaran tanah di Kelurahan Oeba.
2. Dakwaan dan Penuntutan
Atas dasar BAP yang diajukan oleh Penyidik kemudian Penuntut
Umum menyusun Surat Dakwaan dengan uraian dakwaan
berlapis,sebagai berikut :
a. Primair
Bahwa Terdakwa baik bersama-sama dengan LJL Pemimpin
Pelaksana Proyek Reboisasi di Kabupaten Kupang dan SK
Bendahara Pembantu pada waktu-waktu yang hari dan tanggal
sudah tidak dapat ditentukan lagi dengan pasti diantara tahun 1977
sampai dengan tahun 1983,setidak-tidaknya dalam kurun waktu
tahun anggaran 1977/1978 sampai dengan tahun anggaran
1982/1983 dikantor Resort Polisi Hutan kecamatan
Fatuleu,Kabupaten Kupang setidak-tidaknya pada tempat lain dalam
wilayah hukum Pengadilan Negeri Kupang ,terdakwa dengan
maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu
badan,telah menyalahgunakan kewenangan ,kesempatan atau
sarana yang ada padanya karena jabatan yang secara langsung
9
atau tidak langsung dapat merugikan keuangan Negara, perbuatan
tersebut terdakwa lakukan cara sebagai berikut :
Terdakwa dalam jabatannya sebagai Kepala Resort Polisi Hutan
Kecamatan Fatuleu atau sebagai Staf Pelaksana Tekhnis Proyek
Reboisasi ataupun sebagai petugas Lapangan Reboisasi (PLR) di
Kecamatan Fatuleu yang diangkat berdasarkan Surat Keputusan
Pemimpin Proyek Reboisasi dan Pengadaan Bibit Reboisasi Provinsi
NTT No.4/Penunt/B.I/III/1978 tanggal 12 September
1978,No.1/Penunt/ B.I /I/III/79 dan No.2/Reb/Penunt/B.I/I/2/III/1980
tanggal 15 Oktober 1980,dalam jabatan tersebut terdakwa bertugas
dan berwenang dan berkewajiban antara lain :
1) Membantu Pimpina Pelaksana Proyek untuk mengatur dan
mengawasi pelaksanaan proyek termasuk
membina/membimbing secara tekhnis pelaksanaan proyek
2) Membantu Bendaharawan Pembantu melakukan
pembayaran upah kepada karyawan.
3) Membantu menyelesaikan Surat Pertanggung Jawab (SPJ)
Proyek Reboisasi berupa daftar pembayaran upah pekerja
untuk ditanda tangani oleh Ketua Kelompok Kerja sesuai
dengan biaya yang telah dibayarkan.
Namun pelaksanaannya, karena hendak menguntungkan diri
sendiri atau orang lain atau suatu badan, terdakwa telah melakukan
perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan kewenangan dan
kewajibannya, seperti yang telah ditentukan dalam rencana
operasional bahwa pekerja Proyek Reboisasi di NTT termasuk RPH
Fateleu. Dilaksanakan secara Swakelola dengan menggunakan
10
system bayar harian yang maksudnya pekerja proyek / Dinas
Kehutanan dengan cara mengupah pekerja dengan upah harian
yang menurut perhitungan Hari Orang Kerja sesuai dengan standar
biaya yang ditentukan dalam Buku Biaya Standar Pekerjaan pada
Kegiatan. Reboisasi dan Penghijauan Departemen Pertanian, dan di
dalam buku rencana operasional, pada system tersebut ditentukan
pula bahwa para pekerja yang menerima upah harian tersebut tidak
diperkenankan untuk menanam tanaman sela berupa tanaman
palawija atau tanaman semusim di lokasi proyek atau diantara
tanaman pokok karena pemilihan system tanaman dengan cara
bayar harian dilakukan karena lokasi proyek untuk berwilayah tandus
yang miskin unsur haranya, tetapi dalam pelaksanaannya terdakwa
telah mengizinkan para pekerja proyek yang umumnya para petani
di sekitar lokasi proyek untuk menanam tanaman semusim seperti
jagung, padi dan kacang-kacangan di dalam lokasi proyek serta
hasilnya boleh dinikmati sendiri oleh yang menanam seperti
layaknya pada system tumpang sari dimana pada system demikian
Negara / Proyek tidak membayar biaya kerja karena telah diimbangi
dengan boleh menikmatinya tanaman tumpang sari yang ditanam di
lokasi proyek / tanah milik Negara, demikian pula kepada para
pekerja di lokasi yang tanamannya ditentukan untuk ditanami
dengan pohon rimba campuran (johar) dengan selingan tanaman
lamtoro, terdakwa menyuruh supaya bijinya diusahakan sendiri oleh
para pekerja sedang untuk pembuatan tanaman sejenisnya
penanamannya harus melalui persemaian dananya disiapkan sendiri
oleh proyek yaitu untuk wilayah RPH Fatuleu dalam tahun anggaran
11
1977 / 1978 sampai dengan 1980 / 1981 disediakan dana sebesar
Rp. 17.423.429,- berdasarkan cara-cara kerja yang dilakukan
terdakwa seperti tersebut diatas terdakwa dapat memanfaatkan
tenaga para petani yang bekerja di proyek Reboisasi dengan biaya
yang sangat minim karena para pekerja tersebut hanya dibayar
perorangan sebesar Rp. 500,- sampai Rp. 20.000,- untuk pekerjaan
pembuatan tanaman dan pemeliharaan tanaman di suatu tempat /
lokasi selama dua atau tiga tahun bahkan terdapat beberapa tempat
sperti di Tasel, Naibliu, Sillu dan sebagainyaupah kerjanya tidak
dibayar sama sekali oleh terdakwa, sehingga dari sejumlah dana
proyek Reboisasi untuk keperluan pekerjaan pengadaan benih,
pembuatan persemaian, pemeliharaan tanaman ke I dan ke II yang
terdakwa terima dari Bendaharawan Pembantu sebanyak sekitar Rp.
244.721.229,- selama 6 (enam) tahun anggaran (dari tahun
anggaran 1977 / 1978 sampai dengan 1982 / 1983) yang digunakan
sesuai dengan tujuannya hanya sekitar Rp. 11.632.500,- setidak-
tidaknya sekitar jumlah tersebut, sedangkan selebihnya yaitu sekitar
Rp.213.103.779,- yang seharusnya terdakwa setor kembali kepada
Negara melalui Bendaharawan Pembantu sebagai dananya tidak
digunakan telah terdakwa gunakan untuk kepentingan pribadi
terdakwa atau orang lain atau suatu badan antara lain digunakan
untuk :
1) Membeli sebuah kendaraan Truck Merk Colt diesel
Mitsubishi;
2) Membeli sebidang sawah luas 1 (satu) ha Di Desa Nun
Kurus;
12
3) Membeli sebidang tanah dikelurahan Oeba Kupang
Sedangkan selebihnya lagi digunakan untuk kepentingan-
kepentingan lainnya yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan
proyek Reboisasi di RPH Fatuleu, yang mana akibat dari perbuatan
terdakwa tersebut secara langsung atau tidak langsung dapat
merugikan keuangan Negara atau perekonomian negara sebesar
Rp.213.103.779,- setidak-tidaknya dalam jumlah lain selain jumlah
tersebut.
Perbuatan terdakwa diatur dan diancam dengan pidana
dalam Pasal 1 ayat (1) b jo Pasal 28 Undang-undang No.3 tahun
1971 Pasal 64 ayat (1) jo Pasal 65 Pasal 55 ayat (1) KUHP.
b. Subsidair
Bahwa ia terdakwa pada waktu-waktu dan tempat tersebut pada
dakwaan Primair, secara berturut-turut dan berulangkali sebagai
suatu perbuatan berlanjut, baik bersama-sama dengan
LJL/pemimpin pelaksanaan proyek Reboisasi Kupang dan
SK/Bendaharawan Pembantu Proyek Reboisasi Kabupaten Kupang
yang perkaranya diajukan tersendiri ataupun masing-masing secara
sendiri-sendiri, sebagai pegawai negeri atau orang lain yang
secara tetap ataupun untuk sementara waktu ditugaskan untuk
menjalankan sesuatu pekerjaan yang bersifat umum, yang
dengan sengaja menggelapkan atau membiarkan uang atau
surat-surat berharga yang berada di bawah kekuasaannya
karena jabatannya digelapkan atau diambil oelh orang lain
ataupun memberikan bantuaanya kepada orang lain tersebut,
perbuatan mana dilakukan dengan cara sebagai berikut :
13
Terdakwa seorang Pegawai Negeri pada Kantor Cabang Dinas
Kehutanan Provinsi NTT di Kupang dengan jabatan Kepala Resort
Polisi Hutan (KRPH) Kecamatan Fatuleu yang berdasarkan jabatan
itu ia diangkat pula sebagai Staf Pelaksana Tehknis Proyek
Reboisasi dan pengadaan Bibit Reboisasi ataupun sebagai Petugas
Lapangan Reboisasi (PLR) di Fatuleu yang diangkat berdasarkan
Surat Keputusan Pemimpin Proyek Reboisasi Provinsi NTT Nomor :
4/Penunt/B.I./III/1978 tanggal 12 September 1978, Nomor :
1/Penunt/B.I./III/79 dan Nomor: 2/Reb/Penunt/ B.I./2/III/1980 tanggal
15 Oktober 1980 ; dalam jabatan tersebut terdakwa diberi tugas dan
kewenangan untuk mengatur, mengawasi, dan memberi bimbingan
tekhnis dalam pelaksanaan kegiatan proyek Reboisasi di Kecamatan
Fatuleu, disamping itu pula oleh Pemimpin Pelaksana terdakwa
ditugaskan untuk membantu Bendaharawan Pembantu Proyek
Reboisasi dalam melakukan pembayaran biaya kerja bagi para
pekerja proyek reboisasi di wilayah kerjanya Fatuleu kemudian
mempertanggungjawabkan keuangan proyek berupa mengirim
kepada Pemimpin Pelaksana/Bendaharawan pembantu Daftar
Pembayaran Upah Kerja yang telah ditanda tangani oleh para
pekerja yang menerima pembayaran beserta kwitansi pembayaran
jenis kegiatan yang ditanda tangani oleh Ketua Kelompok Kerja, atas
dasar tugas dan tanggung jawab yang ada pada terdakwa tersebut
maka dalam waktu 6 (enam) tahun anggaran yaitu pada tahun
anggaran 1977/1978 sampai 1982/1983 ia telah menyerahkan uang
Proyek Reboisasi untuk pembayaran biaya pekerjaan pengadaan
benih, persemaian benih, pembuatan tanaman, pemeliharaan
14
tanaman dan pengadaan sarana reboisasi seluruhnya sebanyak Rp.
224.721.299,- setidak-tidaknya sekitar jumlah tersebut, dari jumlah
tersebut yang terdakwa gunakan untuk membayar upah kerja
kepada para pekerja yang mengerjakan pekerjaan proyek Reboisasi
hanya sebanyak sekitar Rp. 11.632.500,- sisa yaitu sekitar
Rp.213.103.779,- seharusnya terdakwa setoReboisasi untuk
pembayaran biaya pekerjaan pengadaan benih, persemaian benih,
pembuatan tanaman, pemeliharaan tanaman dan pengadaan sarana
reboisasi seluruhnya sebanyak Rp. 224.721.299,- setidak-tidaknya
sekitar jumlah tersebut, dari jumlah tersebut yang terdakwa gunakan
untuk membayar upah kerja kepada para pekerja yang mengerjakan
pekerjaan proyek Reboisasi hanya sebanyak sekitar Rp.
11.632.500,- sisa yaitu sekitar Rp.213.103.779,- seharusnya
terdakwa setor kembali kepada Negara melalui Bendaharawan
Pembantu Proyek Reboisasi namun hal itu tidak dilakukan tetapi
tanpa hak telah terdakwa gunakan di luar tujuannya setidak-tidaknya
secara melawan hukum terdakwa miliki untuk antara lain :
1) Membeli sebuah kendaraan Truck Merk Colt Diesel
Mitsubishi;
2) Membeli sebidang sawah luas 1 (satu) ha di Desa Nun kurus;
3) Membeli sebidang tanah di Kelurahan Oeba Kupang.
Sedangkan selebihnya telah digunakan untuk kepentingan
lainnya, yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan Proyek
Reboisasi.
15
Perbuatan terdakwa diatur dan diancam dengan pidana dalam
Pasal 55 ayat (1) jo Pasal 64 ayat (1) jo Pasal 415 KUHP jo Pasal
1 ayat (1) c Undang-undang No. 3 tahun 1971.
c. Lebih Subsidair
Bahwa ia terdakwa pada waktu-waktu dan tempat yang sama
seperti tersebut pada dakwaan primair, secara berturut-turut dan
berulangkali sebagai suatu perbuatan berlanjut, baik bersama-sama
dengan LJL/Pemimpin Pelaksana dan SK/Bendaharawan Pembantu
Proyek Reboisasi di Kabupaten Kupang yang perkaranya diajukan
tersendiri ataupun masing-masing bertindak sendiri-sendiri.
Terdakwa telah dengan sengaja dan melawan hukum memiliki
atau menguasai uang proyek reboisasi yang seharusnya
digunakan untuk membayar biaya pekerja proyek reboisasi di
Resort Polisi Hutan Kecamatan Fatuleu berupa mambayar upah
kerja kepada para pekerja yang mengerjakan pekerjaan
pengadaan benih, persemaian benih, pembuatan tanaman,
pemeliharaan tanaman dan pengadaan sarana reboisasi
sebanyak Rp.213.103.779,- setidak-tidaknya dalam jumlah lain
selain jumlah tersebut, yang mana uang sejumlah itu berada
dalam kekuasaannya bukan karena jabatan melainkan
keberadaannya karena ada kaitannya dengan pekerjaan
terdakwa atau karena pencahariannya atau karena mendapat
upah untuk itu, dalam hal ini dalam kedudukannya sebagai
Kepala Resort Polisi Hutan (KRPH) maupun sebagai Petugas
Lapangan Reboisasi (PLR) di Kecamatan Fatuleu, perbuatan
16
tersebut terdakwa lakukan dengan cara-cara yang sama seperti
yang disebutkan pada dakwaan Subsidair di atas.
Perbuatan terdakwa diatur dan diancam dengan pidana dalam
pasal 374 jo Pasal 55 (1) jo Pasal 64 (1) KUHP.
Selanjutnya setelah mengikuti persidangan dengan mendengar
keterangan saksi-saksi, barang-barang bukti dan keterangan
terdakwa sendiri, akhirnya Penuntut Umum menyimpulkan bahwa
terdakwa AT terbukti bersalah secara sah dan menyakinkan
melakukan tindak pidana secara bersama-sama. Namun demikian
Penuntut Umum tidak secara tegas dakwaan mana yang dapat
dibuktikan dalam persidangan dari dakwaan-dakwaan yang
disusunnya.
Dalam tuntutannya Penuntut Umum memenuhi kepada Majelis
Hakim agar :
1) Menyatakan terdakwa AT terbukti secara sah dan meyakinkan
telah melakukan tindak pidana “korupsi yang dilakukan secara
bersama-sama dan berulangkali sebagai perbuatan berlanjut”
2) Memidana oleh karena itu dengan pidana selama 4 (empat)
tahun dan denda sebesar Rp. 10.000.000,- Subsidair 6 (enam)
bulan kurungan, serta membayar ganti kerugian kepada Negara
sebesar Rp.20.00,-
3) Memidana pula untuk membayar biaya perkara Rp.5.000,-
4) Barang bukti berupa :
a) 1 (satu) bidang tanah 50 x 100m2 di Desa Nun Kurus
dengan batas sebelah utara Bernabas Skau, barat Samuel
Tsy, selatan Simon Benyamin, utara saluran air;
17
b) 1 (satu) bidang tanah sawah 50 x 100 m2 di Desa Nun
Kurus dengan batas sebelah timur dengan Oranis Tanone,
barat Saul Benyamin, selatan Simon Benyamin dan utara
Tosoa Beyamin;
c) 1 (satu) bidang tanah berikut bangunan rumah yang
terletak di Kelurahan Oeba dengan batas-batas sebelah
utara dengan J. Hanu, Timur E. Pattipollohy, selatan J.
Hanu dan barat L. S Wariyaka, dirampas untuk negara;
d) Uang tunai Rp.2.330.000,- (dua juta tiga ratus tiga puluh
ribu rupiah);
e) 5 (lima) bundel SPJ Proyek reboisasi tahun anggaran
1977/1978 – 1981/1982;
f) 4 (empat) buah bundel rencana Operasional proyek
reboisasi tahun anggaran 1978/1979 sampai 1982/1983 :
(1) 1 (satu) bundel Kwitansi panjar;
(2) 1 (satu) bundel Kwitansi panjar;
(3) 1 (satu) bundel daftar pembayaran Pegawai Harian
Lepas;
(4) 1 (satu) bundel surat pembelian tanah di kelurahan
Oeba dilampirkan dalam berkas perkara.
3. Pembelaan
Dalam uraian perkara tindak pidana kasus korupsi dalam proyek
reboisasi oleh AT yang ada dalam buku Prof. Dr. H. R. Abdussalam,
SIK, SH, MH dan Zen Zanibar MZ, SH, MH tidak terdapat materi
pembelaan terhadap AT, sehingga tidak dicantumkan dalam uraian
analisis ini.
18
4. Putusan Pengadilan
Dalam persidangan perkara dimaksud, AT diputus bebas oleh
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kupang, selanjutnya Penuntut Umum
mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung dan AT dinyatakan bersalah
namun dilepaskan dari segala tuntutan karena adanya alasan pemaaf
yang menghapuskan pidananya. Selengkapnya, putusan Majelis Hakim
Pengadilan Negeri Kupang dan Mahkamah Agung adalah sebagai
berikut :
a. Putusan Pengadilan Negeri Kupang tanggal 12 September 1989
No.33/Pid/B/1989/PN.Kpg
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kupang memperhatikan hasil
pemeiksaan dalam persidangan dengan mendengar keterangan
saksi –saksi,barang-barang bukti,keterangan Terdakwa AT dan
tuntutan Penuntut Umum pada akhirnya menyimpulkan dan
memutuskan :
1) Menyatakan AT : Umur 44 tahun,lahir di Barat Rote,jenis
kelamin laki-laki,kebangsaan Indonesia,Agama Kristen
Protestan,pekerjaan Pegawai Dinas Kehutanan Provinsi Nusa
Tenggara Timur (NTT) di Kupang alamat Desa Camplong
I,Kecamatan Fatuleu,Kabupaten Kupang tidak terbukti secara
sah dan meyakinkan telah bersalah melakukan tidak pidana
korupsi sebagaimana yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut
Umum.
2) Membebaskan terdakwa oleh karena itu dari segala tuntutan.
3) Memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan,kedudukan
dan harkat serta martabatnya.
19
4) Menetapkan Barang bukti berupa :
a) 1 (satu) bidang tanah 50 x 100m2 di Desa Nun Kurus
dengan batas sebelah utara Bernabas Skau, barat Samuel
Tsy, selatan Simon Benyamin, utara saluran air;
b) 1 (satu) bidang tanah sawah 50 x 100 m2 di Desa Nun
Kurus dengan batas sebelah timur dengan Oranis Tanone,
barat Saul Benyamin, selatan Simon Benyamin dan utara
Tosoa Beyamin;
c) 1 (satu) bidang tanah berikut bangunan rumah yang
terletak di Kelurahan Oeba dengan batas-batas sebelah
utara dengan J. Hanu, Timur E. Pattipollohy, selatan J.
Hanu dan barat L. S Wariyaka, dirampas untuk negara;
d) Uang tunai Rp.2.330.000,- (dua juta tiga ratus tiga puluh
ribu rupiah);
e) 5 (lima) bundel SPJ Proyek reboisasi tahun anggaran
1977/1978 – 1981/1982;
f) 4 (empat) buah bundel rencana Operasional proyek
reboisasi tahun anggaran 1978/1979 sampai 1982/1983 ;
(1) 1 (satu) bundel Kwitansi panjar;
(2) 1 (satu) bundel Kwitansi panjar;
(3) 1 (satu) bundel daftar pembayaran Pegawai Harian
Lepas;
(4) 1 (satu) bundel surat pembelian tanah di kelurahan
Oeba; Semuanya dikembalikan kepada yang berhak.
(5) Menetapkan ongkos perkara dibebankan kepada negara
20
b. Putusan Mahkamah Agung tanggal 22 April 1993 Reg.No.2425
K/Pid/1989
Oleh karena putusan Majelis hakim Pengadilan Negeri Kupang
seperti amarnya telah dikutip diatas menyatakan terdakwa AT
dibebaskan dari segala dakwaan.Maka Penuntut Umum menyatakan
kasasi ke Mahkamah Agung melalui kepaniteraan Pengadilan Negeri
Kupang.Adapun alasan atau keberatan Penuntut Umum terhadap
putusan Pengadilan Negeri Kupang tersebut sebagai berikut :
1) Perbuatan terdakwa yang menyimpang dinilai sebagai
melaksanakan perintah atasan, juga secara administrasi
terdakwa menilai tidak bertanggung jawab atas administrasi
yang dibuat oleh Bendaharawan Pembantu proyek dan Atasan
Pelaksana Proyek,hal ini alasan penghapus pidana yang
merupakan alasan pemaaf atau pembenar pada diri terdakwa.
Dengan pertimbangan ini seharusnya putusan Pengadilan
Negeri Kupang bebunyi “dilepas dari segala tuntutan
hukum”,bukannya “dibebaskan dari segala dakwaan
dengan kata lain terdakwa harus diputus sebagai
pembebasan tidak murni” karenanya dapat dimintakan
kasasi.
2) Dalam pertimbangannya hakim Pengadilan Negeri Kupang
telah salah menerapkan suatu ketentuan hukum atau
menerapkan tidak sebagaiman mestinya.
a) Salah satu pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Kupang
yang menjadikan hapusnya tanggung jawab pidana adalah
perintah atasan terdakwa yaitu PINLAK Proyek
21
LJL.Sebagai atasan Proyek ia terikat rencana operasional
yang merupakan satu-saunya Pedoman Pelaksanaan
Proyek Reboisasi,dengan demikian saksi LJL tidak dapat
mengubah atau membuat kebijaksanaan yang
menyimpang dari Rencana Operasional tanpa ada
persetujuan dari Menteri Kehutanan.Juga PINLAK tidak
dapat mengubah cara pembayaran keuangan proyek yang
dilaksanakan sendiri oleh Bendaharawan yang
bersangkutan.
Perintah atasan yang tidak ada kewenangannya adalah
perintah yang bersifat melawan hukum bila perintah
demikian dilaksanakan bawahannya berarti melaksanakan
perintah yang bersifat melawan hukum dan tetap
bertanggung jawab atas akibat yang timbul.
b) Apa yang dikemukakan diatas jika dikaitkan dengan
pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Kupang nyatalah
terdakwa bukan termasuk pelaku yang secara sah
menjalankan perintah atasan,karena perintah atasan
tersebut bukan termasuk wewenang atasannya,dalam hal
ini saksi LJL selaku Atasan Pelaksana Proyek Reboisasi
dan Pengadaan Bibit Reboisasi.Dengan demikian
pertimbangan itu merupakan kesalahan dalam
menerapkan hukum pembuktian.
c) Dalam pertimbangan lain terdakwa dinyatakan tidak terbukti
sengaja menciptakan suasana administrasi keuangan
proyek yang menyimpang dari petunjuk administrasi
22
proyek reboisasi maupun rencana operasional.Tanggung
jawab keuangan proyek Reboisasi benar merupakan
tanggung jawab Bendahara Pembantu serta Atasan
Pelaksana Proyek,namun hal itu pertanggungjawaban
administrasi/formal belaka,sedang materialnya siapapun
pejabat yang terkait dengan surat pertanggungjawaban
kebenaran keuangan proyek.Secara material terdakwa
tidak terlepas dari tanggung jawab keuangan Proyek
Reboisasi,karena langsung menerima uang proyek dari
Bendaharawan Pembantu.Dan selayaknya terdakwa
mengetahui maksud perbuatan kwitansi-kwitansi
penerimaan uang proyek itu dibuat dan dimintakan tanda
tangan kepada nama-nama sesuai dengan yang
disebutkan terdakwa kepada Bendaharawan Pembantu.
3) Dalam putusannya hakim Pengadilan Negeri Kupang tidak
mempertimbangkan :
a) Bahwa terdakwa telah menerima uang sejumlah
Rp.109.561.685,- masing-masing sebesar Rp.43.000.000,-
dari saksi SK dan sebesar Rp.66.561.685,- dari saksi
Ny.JTM.
b) Keterangan saksi-saksi dibawah sumpah dimana mereka
umumnya tidak pernah menerima uang Proyek Reboisasi
dari terdakwa.
c) Adanya fakta selama menjabat Kepala Resort Polisi Hutan
terdakwa hanya mempergunakan uang sebesar
Rp.15.949.500,-
23
d) Siapa yang bertanggungjawab atas keuangan Proyek
Reboisasi lebih kurang Rp.93.512.185,- yang berada
dalam kekuasaan terdakwa.
Karena hakim Pengadilan Negeri Kupang tidak
mempertimbangkan fakta-fakta diatas,berarti hukum
pembuktian tidak diterapkan sebagaiman mestinya,akibatnya
pembuktian secara materil tidak dapat dicapai dalam putusan
Pengadilan Negeri Kupang.
4) Cara mengadili tidak menurut ketentuan Undang-undang.
Surat dakwaan yang ditujukan kepada terdakwa disusun secara
primair,subsidair.Dalam pembuktian salah tidaknya seseorang
lebih dulu dibuktikan apakah perbuatan terdakwa telah
memenuhi unsure dari pasal yang didakwakan.Tetapi hakim
Pengadilan Negeri Kupang dalam putusannya tidak membahas
unsur-unsur dari dakwaan primair sampai lebih subsidair,serta
membuktikan unsur-unsur dakwaan yang bersangkutan tidak
terbukti,sehingga yang diambil lebih banyak ditentukan
keyakinan semata-mata bukan berdasarkan alat bukti yang sah
menurut Undang-undang.
Bahwa putusan Pengadilan Negeri mengandung cacat hukum
maksud pembuatan kwitansi-kwitansi penerimaan karena tidak
jelas amar putusan barang bukti berupa uang sebesar
Rp.2.230.000,- dimana dalam amar putusannya dinyatakan
dikembalikan kepada berhak tanpa menegaskan siapa yang
berhak.Apabila dikembalikan kepada saksi FP dan MN sebagai
pekerja proyek kiranya tidak tepat,karena sudah dapat imbalan
24
palawija dan tanaman semusim lainnya yang mereka tanam
tumpang sari di lokasi proyek.Bila dikembalikan kepada
terdakwa menimbulkan kekeliruan yang fatal karena uang itu
adalah uang negara.
Majelis hakim Mahkamah Agung yang diketuai oleh Bismar
Siregar dengan hakim anggota H.Syafar Luthan,SH dan Bambang
Soemedhy,SH memeriksa berkas-berkas permohonan kasasi
Penuntut Umum.
Dalam pertimbangan-pertimbangan majelis hakim
memperhatikan Pasal 67 jo Pasal 244 KUHAP,yaitu bahwa putusan
yang tidak dapat diajukan permohonan Banding dapat dimintakan
kasasi.Disamping itu majelis juga berpendapat bahwa permohonan
kasasi Penuntut Umum meskipun tanpa dasar kuasa dari Jaksa
Agung untuk mengajukan permohonan kasasi,dianggap
sebagai permohonan kasasi pihak (Partij Cassatie).
Berikutnya majelis menimbang keberatan-keberatan Penuntut
Umum.Atas keberatan-keberatan Penuntut Umum,majelis
berpendapat bahwa keberatan yang diuraikan dalam huruf 1 dapat
dibenarkan karena menurut pendapat majelis,Pengadilan Negeri
telah salah menerapkan hukum.Adapun alasan majelis hukum
Mahkamah Agung didasarkan pada pertimbangan bahwa perbuatan
terdakwa dilakukan bukan atas kemauan sendiri melainkan ksrena
perintah atasan atau menjalankan tugas dari atasannya,yaitu Atasan
Pelaksana Proyek.Dengan demikian yang bertanggung jawab
adalah atasan terdakwa.Oleh karena itu majelis berpendapat
25
putusan Pengadilan Negeri Kupang harus dibatalkan.Selanjutnya
mengadili sendiri perkara ini dengan keputusan sebagai berikut :
1) Mengabulkan permohonan kasasi dari
pemohon kasasi : Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan
Negeri Kupang tersebut;
2) Membatalkan putusan Pengadilan Negeri
Kupang tanggal 5 September 1989 No.33/Pib/B/1989/PN.Kpg;
3) Menyatakan terdakwa AT terbukti melakukan
perbuatan yang didakwakan kepadanya, tetapi perbuatan
tersebut dilakukan atas perintah atasan;
4) Menyatakan AT dilepaskan dari segala
tuntutan hukum;
5) Memulihkan hak terdakwa dalam
kemampuan,kedudukan dan harkat serta martabatnya;
6) Menetapkan Barang-barang bukti berupa :
(seperti dalam putusan Pengadilan Negeri Kupang), semuanya
dikembalikan kepada yang berhak;
7) Menetapkan ongkos perkara dibebankan
kepada Negara.
III. PEMBAHASAN
Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh Prof. Dr. H. R. Abdussalam,
SIK, SH, MH dan Zen Zanibar MZ, SH, MH terhadap perkara dimaksud
didapatkan kesimpulan bahwa alasan Penuntut Umum dalam pengajuan
kasasi perkara dimaksud cenderung mendasarkan pada yurisprudensi yang
ada bahwa putusan bebas didasarkan atau sebenarnya merupakan
putusan lepas dari segala tuntutan, yang dalam perkara ini dikarenakan
26
adanya alasan pemaaf bagi AT, namun dikarenakan Majelis Hakim Pengadilan
Negeri Kupang memutuskan AT tidak terbukti bersalah dan dibebaskan dari
segala dakwaan sehingga menyebabkan Penuntut Umum mengajukan kasasi.
Selanjutnya setelah permohonan kasasi Penuntut Umum diperiksa oleh Majelis
Hakim Mahkamah Agung, diputuskan bahwa AT dinyatakan bersalah namun
dibebaskan dari segala tuntutan karena adanya alasan pemaaf, dalam hal ini
Mejelis Hakim Mahkamah Agung mengacu kepada ketentuan Pasal 253 ayat
(1) huruf a KUHAP.
Selanjutnya, kami akan melakukan analisis dari sisi lain, sebagaimana yang
telah ditentukan oleh Prof. Dr. H. R. Abdussalam, SIK, SH, MH, melalui
pembahasan sebagai berikut :
A. Pembahasan Fakta Hukum dan Penyidikan
Bedasarkan fakta hukum yang dipersangkakan pada tahap penyidikan
terhadap AT, menurut kami dapat dianalisa sebagai berikut :
1. Berdasarkan hasil penyidikan tidak dapat mengungkap lebih dalam
tentang unsur ”kesengajaan” dari AT dalam melakukan tindak pidana
dimaksud. Unsur tersebut penting untuk diungkap dari tersangka AT
oleh penyidik karena untuk menentukan apakah AT benar-benar
melakukan tindak pidana tersebut di bawah kekuasaan LJL/Atasan
Proyek ataukah memang AT murni bekerja sama dengan LJL
dikarenakan AT pun mendapatkan keuntungan pribadi dari korupsi dana
proyek reboisasi tersebut. Hal ini penting untuk membuktikan unsur
subyektif dari pasal-pasal yang dipersangkakan penyidik kepada
AT.
2. Berdasarkan hasil penyidikan pula, tidak didapatkan fakta tentang
bagaimana reaksi AT ketika menerima perintah dari LJL untuk
27
menyalahgunakan wewenangnya serta sampai seberapa jauh perintah
LJL tersebut kepada AT, apakah disertai oleh ancaman tertentu dari LJL
kepada AT, misalnya AT akan dipindahtugaskan apabila tidak mengikuti
perintah LJL atau ancaman lainnya yang menjadikan AT tidak kuasa
menolak perintah LJL. Hal ini penting dikarenakan apabila misalnya LJL
tidak memberikan perintah yang menggunakan ancaman dan AT
langsung setuju melakukan perintah tersebut tanpa melakukan upaya
penolakan sedikit pun, maka tidak dapat dikatakan AT memiliki alasan
pemaaf karena melakukan tindap pidana dimaksud. Demikian
sebaliknya, jika AT sudah berusaha menolak perintah LJL namun
ancaman LJL menjadikan AT tidak kuasa menolaknya, maka At dapat
dianggap memiliki alasan pemaaf walaupun melakukan tindak pidana
tersebut. Hal ini penting terkait dengan penggunaan alasan pemaaf
untuk menghapuskan pidana seorang tersangka, dalam hal ini AT.
3. Berdasarkan hasil penyidikan, tidak dijelaskan secara detail tentang
penggunaan uang yang diduga telah dikorupsi oleh LJL dan AT, yang
berjumlah Rp. 213.103.779,- maupun darimana atau milik siapa barang
bukti yang disita dalam perkara tersebut, sehingga tidak diketahui
hubungan antara penggunaan uang hasil korupsi dengan berbagai
barang buktinya terutama aset-aset yang diduga hasil pembelian
dengan uang hasil korupsdi proyek tersebut. Hal ini penting untuk
mendukung pembuktian terhadap unsur obyektif dalam pasal-
pasal yang dipersangkakan oleh penyidik kepada AT.
4. Berdasarkan hasil penyidikan, tidak didapatkan fakta tentang seberapa
jauh ”keturutsertaan” AT dalam tindak pidana tersebut terhadap LJL,
apakah mulai dari perencanaan sampai penggunaan uang hasil korupsi
28
ataukah sebatas menerima perintah sebagaimana yang terungkap di
dalam penyidikan, penuntutan dan persidangan perkara tersebut. Hal
ini terkait dengan pembuktian pasal 55 ayat (1) KUHP yang
dipersangkakan penyidik kepada AT.
B. Pembahasan Fakta Hukum dan Dakwaan serta Penuntutan
Berdasarkan fakta hukum yang ada dalam perkara tersebut dikaitkan
dengan materi dakwaan dan penuntutan yang dilakukan oleh Penuntut
Umum atas perkara tindak pidana kasus korupsi dalam proyek reboisasi
oleh AT, dapat dianalisa sebagai berikut :
1. Dalam dakwaannya, Penuntut Umum tidak dapat menjelaskan tentang
sebab AT menyalahgunakan wewenang, apakah murni atas
perintah/petunjuk LJL ataukah atas inisiatif AT sendiri, khususnya
mengenai penggunaan sistem borongan dan mengijinkan petani
melakukan sistem penanaman secara tumpang sari.
2. Dalam dakwaan juga tidak dijelaskan secara detail tentang penggunaan
uang hasil korupsi. Penjelasan hanya dilakukan secara global, dengan
mengaitkan penggunaan uang hasil korupsi secara keseluruhan dengan
pembelian : (1) membeli sebuah kendaraan Truck Merk Colt diesel
Mitsubishi; (2) membeli sebidang sawah luas 1 (satu) ha Di Desa Nun
Kurus; dan (3) membeli sebidang tanah dikelurahan Oeba Kupang;
serta (4) sedangkan selebihnya lagi digunakan untuk kepentingan-
kepentingan lainnya yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan
proyek Reboisasi di RPH Fatuleu. Dalam hal ini tidak jelas aset itu dibeli
oleh siapa dan diperuntukkan atau dimiliki oleh siapa, bahkan pada poin
ke-4 tidak dijelaskan secara detail tentang ”berapa jumlah yang
29
digunakan untuk kepentingan-kepentingan lainnya tersebut ?” atau
”untuk kepentingan-kepentingan apa saja uang tersebut digunakan ?”.
3. Demikian juga terkait dengan pasal utama yang didakwakan oleh
Penuntut Umum pada dakwaan subsidair dan lebih subsidair masih
menggunakan pasal 415 KUHP dan pasal 374 KUHP, padahal pada
dakwaan primair sudah menggunakan pasal-pasal dalam UU No. 3
Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang
notabene merupakan lex specialis jika dibandingkan dengan KUHP
yang merupakan lex generalis. Sehingga menurut pendapat kami,
dakwaan subsidair dan lebih subsidair tidak perlu dilakukan oleh
Penuntut Umum, namun cukup dakwaan primair saja karena mengingat
azas lex specialis derogat lex generalis. Disamping itu, pada
dasarnya, esensi pasal 415 KUHP dan 374 KUHP tersebut sama
dengan pasal 1 ayat (1) b jo pasal 28 UU No. 3 Tahun 1971, sehingga
cukup pasal dalam UU No. 3 Tahun 1971 tersebut saja yang dibuktikan
secara maksimal oleh Penuntut Umum sebagaimana upaya pembuktian
yang dilakukan penyidik yaitu mengacu ke pasal 1 ayat (1) b jo pasal 28
UU No. 3 Tahun 1971 dikaitkan dengan keturutsertaan (vide pasal 55
KUHP) ; perbuatan yang berlanjut / voortgezette handelling (vide
pasal 64 KUHP) ; dan perbarengan tindak pidananya / concursus
realis / meedaadse samenloop (vide pasal 65 KUHP).
C. Pembahasan Fakta Hukum dan Pembelaan
Dalam uraian perkara tindak pidana kasus korupsi dalam proyek
reboisasi oleh AT yang ada dalam buku Prof. Dr. H. R. Abdussalam, SIK,
SH, MH dan Zen Zanibar MZ, SH, MH tidak terdapat materi pembelaan
30
terhadap AT, sehingga tidak dilakukan analisis atas fakta hukum yang
didapat dikaitkan dengan pembelaannya.
D. Pembahasan Fakta Hukum dan Putusan Pengadilan
Berdasarkan fakta hukum yang ada dalam perkara tersebut dikaitkan
dengan materi putusan pengadilan atas perkara tindak pidana kasus
korupsi dalam proyek reboisasi oleh AT, dapat dianalisa sebagai berikut :
1. Menurut kami, putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kupang tidak
tepat dengan membebaskan AT dari segala tuntutan karena
berdasarkan hasil penyidikan didapatkan fakta bahwa AT turut
menikmati keuntungan hasil korupsi dana proyek tersebut, yang antara
lain digunakan untuk : (1) membeli sebuah kendaraan Truck Merk Colt
diesel Mitsubishi; (2) membeli sebidang sawah luas 1 (satu) ha Di Desa
Nun Kurus; dan (3) membeli sebidang tanah dikelurahan Oeba Kupang;
serta (4) sedangkan selebihnya lagi digunakan untuk kepentingan-
kepentingan lainnya yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan
proyek Reboisasi di RPH Fatuleu.
2. Menurut kami, alasan pemaaf bagi AT dikarenakan AT melakukan
tindak pidana dimaksud atas perintah atasan yang dijadikan oleh Majelis
Hakim Pengadilan Negeri Kupang untuk menyatakan bahwa AT terbukti
tidak bersalah dan membebaskan AT dari segala dakwaan adalah tidak
tepat, karena walaupun AT melakukan tindak pidana tersebut atas
perintah LJL, namun AT juga menikmati hasil korupsi tersebut, sehingga
AT selayaknya dinyatakan bersalah.
3. Menurut kami, putusan hasil pemeriksaan kasasi perkara tersebut oleh
Majelis Hakim Mahkamah Agung yang menyatakan bahwa AT bersalah
sudah tepat, namun tentang putusan membebaskan AT dari segala
31
tuntutan tidak tepat karena walaupun AT melakukan tindak pidana
tersebut atas perintah LJL namun secara obyektif terdapat fakta bahwa
AT juga menikmati hasil korupsi tersebut.
4. Menurut kami, seharusnya sebagian barang bukti dalam perkara
dimaksud yang diduga merupakan hasil tindak pidana tersebut, terkait
dengan tindak pidana tersebut atau sebagai sarana dalam melakukan
tindak pidana tersebut tidak dikembalikan oleh Majelis Mahkamah
Agung kepada yang berhak, karena barang bukti tersebut dibeli dengan
uang hasil korupsi sehingga selayaknya dirampas oleh negara.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa terhadap fakta hukum dan fakta konkrit atas
perkara tindak pidana korupsi dalam proyek reboisasi yang dilakukan AT
tersebut diatas, maka dapat disimpulkan hasil analisa tersebut sebagai
berikut :
1. Hasil penyidikan terhadap perkara AT tersebut belum optimal,
dikarenakan belum didapatkan fakta lebih lanjut dan detail mengenai
unsur ”kesengajaan” AT, seberapa jauh ”keturutsertaan” AT, pakah ada
upaya penolakan perintah LJL oleh AT, dll.
2. Dalam pelaksanaan penuntutan terhadap AT oleh Penuntut Umum
seharusnya tidak dilakukan dakwaan dengan dakwaan subsidair dan
lebih subsidair karena unsur-unsur pidana yang digunakan dalam
dakwaan subsidair maupun lebih subsidair memiliki esensi yang sama
dengan unsur-unsur pidana yang digunakan dalam dakwaan primair
yang merupakan ketentuan lex specialis jika dibandingkan dengan
32
unsur-unsur pidana dalam dakwaan subsidair dan lebih subsidair yang
merupakan ketentuan lex generalis.
3. Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kupang tidak tepat dengan
menyatakan AT terbukti tidak bersalah dan dibebaskan dari segala
dakwaan karena sebenarnya terdapat fakta yang memberatkan AT yaitu
AT turut menikmati hasil tindak pidana tersebut untuk kepentingan
pribadinya.
4. Putusan Majelis Hakim Mahkamah Agung sudah tepat dengan
menyatakan bahwa AT terbukti bersalah, namun tidak tepat jika
membebaskan AT dari segala tuntutan dengan mendasarkan pada
adanya alasan pemaaf berupa fakta bahwa AT melakukan tindak pidana
tersebut atas perintah atasannya LJL.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan hasil analisa perkara tindak pidana korupsi
dalam reboisasi yang dilakukan AT, maka saran yang kami ajukan dalam
penanganan perkara dimaksud adalah sebagai berikut (dengan asumsi
bahwa saran ini dilakukan pada saat penanganan perkara tersebut,
bukan saat ini) :
1. Penyidik seharusnya melakukan upaya pembuktian lebih berfokus
terhadap unsur-unsur obyektif atas unsur-unsur pidana pasal-pasal
yang dipersangkakan kepada AT sehingga walaupun AT memberikan
alasan bahwa AT melakukan tindak pidana tersebut atas perintah
atasannya LJL, namun alasan itu dapat dibantah dengan adanya unsur
”kesengajaan” AT yang turut menikmati uang hasil korupsi proyek
tersebut.
33
2. Penuntut Umum seharusnya tidak berhenti melakukan upaya hukum
terhadap AT yang dinyatakan terbukti bersalah namun dibebaskan dari
segala tuntutan oleh Majelis Hakim Mahkamah Agung. Penuntut Umum
dapat melakukan upaya hukum luar biasa berupa peninjauan kembali
walaupun dalam perkara tersebut AT diputuskan bebas dari segala
tuntutan oleh Majelis Hakim Mahkamah Agung, yang mana seharusnya
tidak dapat diajukan peninjauan kembali jika mengacu pada ketentuan
pasal 263 ayat (1) KUHAP. Namun peninjauan kembali tersebut
mungkin dilakukan dalam perkara AT, seperti halnya yang terjadi dalam
kasus pembunuhan Munir, dimana pihak Penuntut Umum mengajukan
upaya peninjauan kembali terhadap terdakwa Pollycarpus dalam
perkara pembunuhan berencana terhadap Munir sebagaimana
dimaksud dalam pasal 340 KUHP walaupun Pollycarpus dibebaskan
oleh Majelis Hakim Mahkamah Agung pada tahap kasasi atas dakwaan
tersebut.
Pertimbangan yang dapat digunakan oleh Penuntut Umum dalam
mengajukan peninjauan kembali (PK) dapat kami analogikan dengan
dasar hukum yang digunakan pada peninjauan kembali dalam kasus
Munir (sumber : buku ”Risalah Kasus Munir : Kumpulan Catatan dan
Dokumen Hukum”, Penerbit : KASUM (Komite Aksi Solidaritas untuk
Munir), Tahun 2007, halaman 283-285), sebagai berikut :
a. Dasar Formil Pengajuan PK oleh Jaksa Penuntut Umum
1) Dalam KUHAP tidak ada larangan bagi Jaksa Penuntut Umum
(JPU) untuk mengajukan PK.
2) Terdapat yurisprudensi tentang permohonan PK oleh JPU
kepada MA yaitu dalam perkara atas nama terdakwa Muchtar
34
Pakpahan (Putusan Mahkamah Agung (MA) No.
55/PK/Pid/1996, tanggal 25 Oktober 1996) terhadap permintaan
peninjauan kembali jaksa atas putusan kasasi MA No.
395/K/Pid/1996 dan perkara atas nama terdakwa Ram Gulumal
alias V Ram (Putusan MA No. 3PK/Pid/2001, tanggal 2 Agustus
2001) serta perkara atas nama terdakwa Soetiyawati alias Ahua
binti Kartaningsih (Putusan MA No. 15PK/Pid/2006, tanggal 19
Juni 2006), dimana MA menerima permohonan PK dari JPU
tersebut walaupun dalam perkara pokoknya, terdakwa diputus
bebas dari segala tuntutan dalam tahap kasasi.
3) Pasal 21 UU No. 14 tahun 1970 tentang kekuasaan kehakiman
mengatur bahwa terhadap putusan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap, dapat dimintakan PK ke MA dalam
perkara perdata dan pidana oleh ”yang berkepentingan”.
Istilah ”yang berkepentingan” ini dapat ditafsirkan oleh Jaksa
bahwa disamping terdakwa maupun ahli warisnya, juga
termasuk pihak Kejaksaan. (Catatan : saat ini JPU dapat
menggunakan UU No. 4 Tahun 2004 sebagai dasar PK
sebagaimana dalam kasus Munir, khususnya berdasarkan
ketentuan pasal 23 ayat (1) yang menyatakan bahwa pihak-
pihak yang bersangkutan dapat mengajukan PK kepada MA).
4) Ketentuan diatas sejalan dengan pasal 263 ayat (3) KUHAP
yang mengatur bahwa PK dapat diajukan bila dakwaan telah
dinyatakan terbukti tetapi tidak diikuti oleh suatu pemidanaan,
dalam hal ini AT terbukti bersalah tetapi tidak dipidana karena
adanya alasan pemaaf.
35
b. Dasar Materil Pengajuan PK oleh Jaksa Penuntut Umum
Putusan Majelis Hakim MA dalam perkara AT yaitu : (1)
mengabulkan permohonan kasasi dari pemohon kasasi : Jaksa
Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Kupang tersebut; (2)
membatalkan putusan Pengadilan Negeri Kupang tanggal 5
September 1989 No.33/Pib/B/1989/PN.Kpg; (3) menyatakan
terdakwa AT terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan
kepadanya,tetapi perbuatan tersebut dilakukan atas perintah atasan.
Berdasarkan putusan tersebut Majelis Hakim MA sependapat
dengan JPU bahwa AT bersalah, namun tetap dibebaskan dari
segala tuntutan karena adanya alasan pemaaf berupa fakta bahwa
AT melakukan tindak pidana tersebut karena perintah atasan.
Melalui PK ini, seharusnya JPU dapat membuktikan bahwa alasan
pemaaf tersebut dapat terhapuskan karena AT pun turut menikmati
uang hasil korupsi proyek tersebut untuk kepentingan pribadi AT.
3. Majelis Hakim PN Kupang maupun MA seharusnya mempertimbangkan
adanya fakta bahwa AT turut menikmati uang hasil korupsi proyek
tersebut, sehingga terhadap AT terdapat unsur ”kesengajaan” dalam
”keturutsertaannya” melakukan tindak pidana tersebut bersama-sama
atasannya LJL, bukan sekedar atas perintah atasannya LJL yang
bersifat memaksa sehingga AT dapat dinyatakan bersalah dalam
perkara tersebut.
4. Dalam pengajuan permohonan PK hendaknya JPU Kejaksaan Negeri
Kupang mendapat kuasa dari Jaksa Agung.
36