51188357 Analisa DRP Kasus Cedera Kepala Berat

21
LAPORAN FARMASI KLINIK ANALISA DRP KASUS CEDERA KEPALA BERAT DAN FRACTUR CRURIS PASIEN IMC Pembimbing : Dra. Inayati, M.Si., Apt Oleh : KELOMPOK A Ndaru Setyaningrum PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER PERIODE FEBRUARI-MARET PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2010

Transcript of 51188357 Analisa DRP Kasus Cedera Kepala Berat

Page 1: 51188357 Analisa DRP Kasus Cedera Kepala Berat

LAPORAN FARMASI KLINIK

ANALISA DRP KASUS CEDERA KEPALA BERAT DAN FRACTUR

CRURIS PASIEN IMC

Pembimbing : Dra. Inayati, M.Si., Apt

Oleh :

KELOMPOK A

Ndaru Setyaningrum

PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

PERIODE FEBRUARI-MARET

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER

RS PKU MUHAMMADIYAH

YOGYAKARTA

2010

Page 2: 51188357 Analisa DRP Kasus Cedera Kepala Berat

Analisa DRP Kasus Cedera Kepala Berat dan Fraktur Cruris Pasien IMC

Pendahuluan

Cedera kepala merupakan keadaan pasien yang mengalami riwayat benturan di kepala

atau adanya luka di kulit kepala atau menunjukkan perubahan kesadaran setelah cedera

tertentu (Jennett dan MacMillan, 1981). Menurut Brain Injury Assosiation of America cedera

kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif,

tetapi disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau

mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi

fisik. Menurut David A Olson dalam artikelnya cedera kepala didefenisikan sebagai beberapa

perubahan pada mental dan fungsi fisik yang disebabkan oleh suatu benturan keras pada

kepala (Anonim, 2006).

Fraktur cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan

luasnya, terjadi pada tulang tibia dan fibula. Fraktur terjadi jika tulang dikenai tekanan yang

lebih besar dari yang dapat ditahannya (Smeltzer S., 1997).

Klasifikasi

Secara umum cedera kepala diklasifikasikan berdasarkan tiga hal, yaitu:

1. Berdasarkan mekanisme terbagi atas:

• Cedera kepala tumpul, biasanya berkaitan dengan kecelakaan lalu lintas, jatuh

atau pukulan benda tumpul.

• Cedera tembus, biasanya disebabkan oleh luka tembak ataupun tusukan.

2. Berdasarkan morfologi

• Fraktur tengkorak

Fraktur tengkorak dapat terjadi pada atap dan dasar tengkorak. Fraktur dapat

berupa garis/linear, multiple dan menyebar dari satu titik (stelata) dan

membentuk fragmen-fragmen tulang (kominutif).

• Lesi intrakranial

Lesi intrakranial dapat berbentuk lesi fokal (perdarahan epidural, perdarahan

subdural, kontusio, dan peradarahan intraserebral), lesi difus dan terjadi secara

bersamaan.

Page 3: 51188357 Analisa DRP Kasus Cedera Kepala Berat

3. Berdasarkan tingkat keparahan

Tingkat kesadaran yang diukur dengan Glasgow Coma Scale (GCS) telah digunakan

untuk mengklasifikasikan derajat keparahan cedera kepala yang tersaji dalam tabel

berikut:

Tingkat keparahan cedera kepala GCS scoreRingan 13-15Sedang 9-12Berat 8 atau kurang

Etiologi

Penyebab cedera kepala diantaranya adalah:

• Kecelakaan sepeda motor

• Jatuh

• Pukulan keras

• Luka tembakan

Patofisiologi

Cedera primer

Luka primer termasuk transfer eksternal dari energi kinetik ke berbagai komponen stukrtur

otak (misal neuron, sinaps saraf, sel glial, akson, dan pembuluh darah cerebral). Desakan zat

biokimia bertanggung jawab terhadap luka otak primer dapat diklasifikasikan secara umum

sebagai concussive/compressive (misal pukulan benda tumpul, luka penetrasi peluru) dan

akselerasi/deselerasi (misal pergerakan otak akibat kecelakaan bermotor). Luka primer

terkategori selanjutnya sebagai fokal (misal luka memar, hematoma) atau difusse.

Cedera sekunder

Suatu rangkaian patofisiologi yang kompleks dipercepat oleh cedera otak primer dapat

mengganggu secara serius terhadap keseimbangan antara kebutuhan dan supply oksigen di

CNS. Hipotensi selama periode awal pasca trauma merupakan penyumbang utama terhadap

ketidakseimbangan yang terjadi dan faktor yang menentukan outcome. Hasil akhir dari

ketidakseimbangan ini dapat menimbulkan iskemia cerebral, yang merupakan kunci

patofisiologi pemicu luka sekunder. Bagan berikut merupakan skema sederhana dari proses

luka sekunder dan hubungan timbal baliknya.

Page 4: 51188357 Analisa DRP Kasus Cedera Kepala Berat

Presentasi klinik

• Umum : derajat kesadaran dalam rentang bangun sampai tidak berespon sama sekali

• Gejala : amnesia pasca trauma (lebih dari 1 jam), pusing yang bertambah, sakit kepala

sedang sampai berat, kelemahan anggota badan, atau paresthesia mungkin

mengindikasikan cedera yang lebih berat

• Tanda : CSF otorrhea atau rhinorhea dan kejang mungkin mengindikasikan cedera

yang lebih berat. Kemunduran status mental yang cepat sangat menandakan adanya

lesi yang meluas dalam tengkorak

• Tes laboratorium : ABGs (Arterial Blood Gas) mengindikasikan hipoksia (penurunan

PaO2) atau hypercapnia yang menandakan gangguan ventilasi/pernafasan

• Tes diagnosa lain : CT scan kepala merupakan alat diagnosa yang penting untuk

mendeteksi adanya massa lesi

Untuk menentukan tingkat keparahan cedera kepala, digunakan Glasgow Coma Scale and

Score (GCS)

Page 5: 51188357 Analisa DRP Kasus Cedera Kepala Berat

Glasgow Coma Scale and Score

Penampakan Skala respon Notasi scoreMembuka mata Spontan

Untuk bicaraUntuk nyeriTidak ada

4321

Respon verbal TerorientasiPercakapan membingungkanKata (tidak tepat)Suara (dapat dimengerti)Tidak ada

54321

Respon motorik Taat perintahMelokalisasi nyeriPelenturan (normal)(abnormal)MengulurkanTidak ada

654321

Total score coma 3/15-15/15

Diagnosa

Kriteria diagnosa:

•Riwayat trauma kapitis

•Sakit kepala/pusing, muntah, tidak sadar, amnesia, kesadaran menurun

•Defisit neurologis fokal:

o Lateralisasi : pupil anisokor, refleks cahaya menurun/hemiparesis/plegi, dll

o Kejang

•Gradasi cedera kepala:

o Tingkat I : sadar penuh (dapat disertai sakit kepala, muntah, atau amnesia)

o Tingkat II : tidak sadar tetapi masih dapat melaksanakan perintah sederhana,

atau sadar penuh tetapi terdapat defisit neurologis

o Tingkat III: tidak sadar dan tidak dapat melaksanakan perintah sederhana

o Tingkat IV: mati otak

Pemeriksaan penunjang:

Rontgen tengkorak; Angiografi karotis/vertebralis; CT scan; MRI; EEG

Sasaran terapi

1. Melancarkan jalan nafas (airway), menjaga pernafasan dan ventilasi (breathing) dan

peredaran darah (circulation) selama periode awal resusitasi dan evaluasi

Page 6: 51188357 Analisa DRP Kasus Cedera Kepala Berat

2. Menjaga keseimbangan antara CD O2 (cerebral oxygen delivery) dan CM O2 (cerebral

oxygen consumption)

3. Mencegah kejadian cedera neuronal sekunder

4. Mencegah dan atau mengobati komplikasi medis yang berhubungan

Strategi terapi

1. Resusitasi awal (airway, perbaikan sirkulasi volume darah dan menjaga tekanan arteri

sistolik)

2. Penanganan setelah resusitasi

3. Mengobati peningkatan tekanan intrakranial

4. Mengobati dan profilaksis kejang pasca trauma

Penatalaksanaan terapi

Penatalaksanaan terapi untuk pasien yang tidak sadar (Standar Pelayanan Medik, 2009):

1. Suportif ABC

a. A airway (jalan nafas)

b. B breathing (pernafasan)

c. C circulation (sirkulasi/peredaran darah)

i. Mengatasi syok hipovolemik

ii. Infus dengan cairan kristaloid :

Ringer laktat

NaCl 0,9%; D5%; 0,45 saline

Infus dengan cairan koloid

Transfusi darah

2. Pengendalian peningkatan tekanan intrakranial

a. Manitol 0,5-1 gr/kgBB, diberikan dalam waktu 20 menit diulangi tiap 4-6 jam

b. Furosemid 1-2 mg/kgBB

c. Hiperventilasi dengan mempertahankan PaCO2 25-30 mmHg

3. Koreksi gangguan elektroleit asam basa

4. Antikonvulsan bila perlu

5. Antibiotik profilaksis

6. Nutrisi

Algoritma manajemen TBI (Traumatic Brain Injury) akut (Dipiro, 2005)

Page 7: 51188357 Analisa DRP Kasus Cedera Kepala Berat

Evaluasi dan monitoring

Umum

• GCS : Pemantauan setiap jam pada periode awal, kemudian frekuensi pemantauan

diturunkan sesuai dengan tingkat stabilitas status neurologic

• Tanda-tanda vital (TD; HR; RR; suhu). Catat setiap jam pada periode awal, frekuensi

dapat diturunkan jika kondisi neurologic telah stabil

• Output urine. Catat setiap jam pada periode awal, frekuensi dapat diturunkan jika

kondisi neurologic telah stabil

Resiko peningkatan intracranial pressure (ICP)

• Saturasi oksigen arteri, monitoring terus selama masih di ruang intensif

Page 8: 51188357 Analisa DRP Kasus Cedera Kepala Berat

• ICP (intracranial pressure) dicatat setiap jam, frekuensi diturunkan jika ICP telah

stabil (<20mmHg)

• CCP (central perfusion pressure) dicatat setiap jam, frekuensi diturunkan jika CCP

telah stabil (>60mmHg)

Tes laboratorium

• Konsentrasi etanol dan skrining obat dalam urin

• ABG (arterial blood gas) monitoring minimal setiap hari selama intubasi, diulangi

jika perlu berdasarkan instabilitas paru-paru yang membutuhkan perubahan setting

ventilator

• CBC (complete blood count) monitoring setiap hari selama di ruang intensif

• Serum elektrolit (Na, K, Cl) monitoring setiap hati selama di ruang intensif

• Mineral (Mg, Ca, P) monitoring setiap hari sampai konsentrasi stabil

Prosedur radiologi

• CT scan setelah resusitasi awal dilakukan scan ulang apabila perlu berdasarkan

derajat instabilitas neurologic (misal penurunan Glasgow Coma Scale)

Form pemantauan pasien

1. Identitas Pasien

Nama : Slamet Setiawan Umur : 38th BB : - TB:-No RM: Alergi obat : -Ruang : IMC Arofah Tanggal masuk : 7 Feb 2010Dokter : dr. Andi dr. Kun Alasan keluar : pasien masih dirawat

2. Kondisi Pasien

Keluhan utama : pasien tidak sadar Diagnosa : CKBRiwayat penyakit : - Riwayat penyakit keluarga : -Riwayat pengobatan : - Pekerjaan/life style : pekerja lepas

3. Tanda Vital

Tanda vital Tanggal 07/02/10 08/02/10 09/02/10 10/02/10 11/02/10 12/02/10

TD (mmHg) 136/72 105/72 Tidak ada data

120/80 Tidak ada data

Tidak ada data

Suhu (C) 37 367 36 365

Nadi 102 102 110 73

4. Catatan Perkembangan Pasien

Page 9: 51188357 Analisa DRP Kasus Cedera Kepala Berat

Tanggal Perkembangan pasien Tindak lanjut07/02/10

pagi

14.40

17.3023.30

Di IGD Pasca kecelakaan, nyeri kaki kanan Diagnosa : CKB Fr. Cruris

Perawatan di IMCHb=15,5 ;Al=23,9; At=315; Hmt=45Pernafasan normal; Kesadaran terpengaruh CPZ injPasien gelisah; TD=130/70; HR=120CT scan:udem cerebri(+); fraktur os petrosum kanan&fossa cerebri; meda ham.paenocerebriPasien masih gelisah dan teriak2Pasien gelisah teriak2TD=122/80 N=95x/menit

CT scan, thoraxInj Ceftriaxone 2gr; ATS 1500 UI; Ketorolac 30mg; ValiumInfus RL; Cepezet 1 amp imPasang spalk

Inj Ceftriaxone dan Ketorolac 30mg

CPZ terus im 1 amp dan Ketorolac 30mgOksigenasi dilanjutkan

Valium 5mg iv pelanEkstra inj CPZ 1 ampO2 3liter/menit

08/02/10Pagi

Sore

Malam

T=36; N=102; TD=105/72Pasien tersedasi CPZ dan valiumPernafasan normalTersedasi CPS dan valiumTD=117/76; HR=92

Tersedasi CPZ

Terapi dilanjutkan (injeksi Ceftriaxone 1gr; ketorolac 30mg)Infus : D ½ 5; RL (3x1); Susu (3x1); Sonde (3x1)Oksigenasi O2 3liter/menitKelola diet dan sondeInj ketorolac 30mg; CeftriaxoneInj ketorolac

09/02/10 T=36; gelisah (-); afebris; hemodinamik stabilPasien sadar, mengeluh nyeri, hidung buntu; pernafasan normalSore pasien dipindahkan ke Arofah

Oksigenasi Infus : RL; susu; jusObat : Ceftriaxone; Ketorolac

10/02/1010.00

10.30

Pasien di bangsal ArofahRencana ORIF (Fr.Cruris sin terbuka)Pasien sadar; TD=120/80mmHg; T=365; N=73; RR=18Hb=11,2 PPt=16,9 Aptt=29,5 HbsAg=negatif

Di IBS ORIF

Ceftriaxone 2x 1gramKetorolac 3x1

Cortidex 2amp; Narfoz 1amp; infus FIMA; bupivacain; ketorolac 2amp;ceftriaxone 2amp

11/02/10 Pasien tidur Ceftriaxone 1gr (2xsehari); ketorolac 30mg (3xsehari)

12/02/10 Pasien tidurMengeluh nyeri perutEmosi tinggi, merasa lelah

Ceftriaxone 1gr (2xsehari); ketorolac 30mg (3xsehari)

Page 10: 51188357 Analisa DRP Kasus Cedera Kepala Berat

5. Data Laboratorium

Tanggal Pemeriksaan Hasil Nilai normal07/02/10 WBC 23,9x103/mm3 4,5-11,0 x 103/mm3

RBC 3,11x106 /mm3 4,5-5,5 x 106/mm3

Hb 15,5 g/dL 12,0-17,0 g/dLHCt 44,7 % 36-52 %PLT 315x103 /mm3 150-450 x 103/mm3

PPT 16,9 detik 12-18 detikAPTT 29,5 detik 20-40 detikImunologi (Hbs Ag) NegatifGDS 183 mg/dL <120 mg/dL

6. Pengobatan yang dilakukan

Obat/infus/ lain

07/02/10 08/02/10 09/02/10 10/02/10 11/02/10 12/02101 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Ceftriaxone √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ATS1500UI

Ketorolac √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √Cepezet im √ √Valium5mg √ √Infus RL √ √ √ √ √Infus D ½ 5 √ √ √Susu √ √ √Jus √Cortidex √Narfoz √Infus FIMA √Bupivacain √

7. Monitoring Terapi

Nama obat/ terapi

Indikasi Aturan pakai Pemantauan yang diperlukan

Hasil yang diharapkan

Oksigenasi Suportif breathing individual RR; saturasi O2 Pernafasan normalInfus RL Suportif circulation individual Keseimbangan cairan Homeostasis cairanCefrtiaxone Antibiotik 1 gram

2x sehariWBC; suhu WBC normal, infeksi

sembuhATS Profilaksis tetanus im 1500 UI

(di IGD)Gejala dan tanda tetanus Tidak terjadi tetanus

Ketorolac Analgetik 30 mg 3x sehari

Skala nyeri (NRS) Tidak nyeri

Cepezet Gelisah/ansietas 25 mg(2x hari ke-1)

Kegelisahan pasien Tidak gelisah

Valium Ansietas 5mg(2x hari ke-1)

Ansietas pasien Ansietas teratasi

Page 11: 51188357 Analisa DRP Kasus Cedera Kepala Berat

Infus D5 ½ NS; susu, jus

Suportif nutrisi individual Keseimbangan cairan dan kalori pasien

Cukup nutrisi; perbaikan kondisi

Cortidex Inflamasi 10mg (ORIF) Inflamasi (fr.cruris) Tidak inflamasiNarfoz Profilaksis muntah 2mg (ORIF) Muntah pasca bedah Tidak muntahBupivacain Anestesi lokal 0,25%

(ORIF)Derajat nyeri selama dan pasca bedah

Tidak nyeri

8. Hasil pemantauan terapi

Nama obat/terapi

Pemantauan 7/2/10 8/2/10 9/2/10 10/2/10 11/2 12/2

Oksigenasi RR; saturasi O2 RR;saturasi normal

RR;saturasi normal

O2 dihentikan, pernafasan normal

Infus RL Keseimbangan cairan

Circulation terkendali

Circulation terkendali

Hemodinamik stabil

Ceftriaxone WBC; suhu Afebris Afebris Afebris tetapi data WBC belum adaATS Gejala dan

tanda tetanusTidak muncul gejala dan tanda tetanus

Ketorolac Skala nyeri (NRS)

Belum sadar ( derajat nyeri tidak diketahui)

Nyeri skala5-6

Nyeri skala4-5

Nyeri↓

Nyeri(-)

Cepezet Kegelisahan; kesadaran

Kesadaran terpengaruh

Tersedasi Sadar Sejak tanggal 8/2/10 Cepezet dan valium tidak

diberikan lagiValium Ansietas; kesadaran

Gelisah Tersedasi Sadar

Infus D5 ½ NS; susu,

jus

Keseimbangan cairan dan

kalori

Homeostasis cairan dan nutrisi cukup, kondisi membaik

Tidak diberikan lagi setelah keluar dari IMC

Cortidex Inflamasi (fr.cruris); antiemetik

Terapi untuk bedah ORIF (tanggal 10/2/10)

Inflamasi/nyeri (-); Muntah (-)

Narfoz Muntah pasca bedah

Mual(-); muntah (-)

Bupivacain Derajat nyeri selama dan pasca bedah

Tidur Nyeri↓

Nyeri(-)

Keterangan : ceftriaxone dan ketorolac diberikan sampai monitoring terakhir dilakukan (12/2)

Hasil pemantauan pemulihan neurologic pasien akibat cedera kepala (skala GCS)

Penampakan Skala respon Keadaan pasien07/02 08/02 09/02

Membuka mata

SpontanUntuk bicaraUntuk nyeriTidak ada

Pasien tidak sadar

Buka

Pasien tersedasi Cepezet

dan valium

Dapat membuka mata spontan

Respon Terorientasi Mampu bicara dan

Page 12: 51188357 Analisa DRP Kasus Cedera Kepala Berat

verbal Percakapan membingungkanKata (tidak tepat)Suara (dapat dimengerti)Tidak ada

mata(-)

Respon verbal(-)

Respon gerak(-)

mengutarakan maksudnya dengan jelas (terorientasi)

Respon motorik/

gerak

Taat perintahMelokalisasi nyeriPelenturan (normal)(abnormal)MengulurkanTidak ada

Dapat duduk serta mampu melokalisasi

nyeri

Keadaan pasien : telah sadar tgl 9/2/10 jam 07.00

Profil obat

1. Ceftriaxone

Indikasi : terapi infeksi tulang dan joint; penggunaan profilaksis bedah

Mekanisme : menghambat sintesis dinding sel bakteri

Peringatan : berhubungan dengan peningkatan INR terutama pada pasien

defisiensi nutrisi, penyakit hati atau renal

ES : rash, diare, eosinophilia, trombositosis, leukopenia

IO : warfarin, dikumarol, probenesid, sulfinpirazone

KI : hipersensitif, hiperbilirubinemia pada neonatus

Dosis : arthritis (septic) iv 1-2 gr 1x sehari ; profilaksis bedah 1gr 30menit

sampai 2jam sebelum pembedahan

2. Ketorolac

Indikasi : manajemen jangka pendek (≤5hari) nyeri sedang sampai berat

Mekanisme : menghambat sintesis prostaglandin

Peringatan : peningkatan resiko kejadian kardiovaskuler, memperlama waktu

perdarahan, dapat meningkatkan resiko iritasi gastrointestinal, ulser,

perdarahan dan perforasi, pasien gangguan fungsi hati

ES : pusing, nyeri perut, dispepsiam, mual

IO : lithium, metotrexate, probenesid, salisilat, antikoagulan, ACEI, b-

bloker, karbamazepin, fenitoin

KI : hipersensitif, riwayat maupun PUD aktif, pasien terduga mengalami

perdarahan cerebrovaskuler, hamil trimester ketiga

Dosis : iv 30mg setiap 6 jam

3. ATS (Anti Tetanus Serum)

Indikasi : profilaksis dan pengobatan tetanus

Page 13: 51188357 Analisa DRP Kasus Cedera Kepala Berat

Mekanisme : imunisasi pasif untuk tetanus

Peringatan : hipersensitif, pasien trombositopenia atau gangguan koagulasi

ES : nyeri (lokal), eritema, demam, urtikaria, angioedema, reaksi

anafilaksis

IO : -

KI : hipersensitif

Dosis : im profilaksis 250 UI; terapi tetanus 5000-10.000 UI

4. Cepezet (Klorpromazin hidroklorida)

Indikasi : neurosis, gangguan SSP yang membutuhkan penenang, sedasi,

membantu terapi tetanus

Mekanisme : mengeblok reseptor dopaminergik mesolimbik pada post sinaptik

Peringatan : pasien kejang, supresi sumsum tulang, penyakit hati parah, hipotensi

ES : hipotensi postural, takikardi, dizziness, drowsiness, akathisia, kejang

IO : delavirdine, fluoxetin, miconazol, analgetik opiat, etanol, TCA

KI : hipersensitif, depresi CNS parah, koma

Dosis : inisial 25 mg, dapat diulang (25-50mg) dalam 1-4 jam

5. Valium (Diazepam)

Indikasi : manajemen ansietas, etanol withdrawal sindrom, relaksan otot

skeletal, kejang

Mekanisme : peningkatan penghambatan efek GABA pada exitabilitas neuronal

Peringatan : pasien obes, alkoholik, gangguan liver, gangguan renal, hipotensi

akut, kelemahan otot, apnea, sedasi, dizziness, confusi, ataxia, depresi

ES : hipotensi, vasodilatasi, agitasi, amnesia, ansietas, depresi, drowsiness,

pusing

IO : analgetik opiat, barbiturat, etanol, phenotiazine, antihistamin,

fenitoin, fenobarbital

KI : hipersensitif, glaukoma sudut sempit, hamil

Dosis : iv 2-10mg, dapat diulang dalam 3-4 jam jika diperlukan

6. Cortidex (dexametason)

Indikasi : antiinflamasi, edema cerebral, antiemetik

Mekanisme : mengurangi inflamasi dengan penghambatan migrasi neutrofil

Peringatan : pasien gangguan thyroid, hati, renal, penyakit kardiovaskuler,

diabetes, gangguan gastrointestinal

Page 14: 51188357 Analisa DRP Kasus Cedera Kepala Berat

ES : aritmia, bradikardi, CHF, edema, hipertensi, depresi, pusing,

euphoria, peningkatan ICP, kejang

IO : CCB, siklosporin, estrogen, NSAID, neuromuskular bloker,

barbiturat, INH

KI : hipersensitif, infeksi fungi sistemik

Dosis : 0,75-9mg/hari dalam dosis terbagi setiap 6-12 jam

7. Narfoz (ondansetron)

Indikasi : mencegah mual dan muntah pasca operasi

Mekanisme : antagonis reseptor 5HT-3 selektif

Peringatan : tidak menstimulasi lambung atau peristaltik usus

ES : pusing, fatigue, konstipasi, drowsiness, diziness, ansietas

IO : apomorphin, karbamazepin, phenobarbital, fenitoin

KI : hipersensitif

Dosis : 4 mg dosis tunggal, 30menit sebelum akhir dari anestesi

8. Bupivacain

Indikasi : anestesi lokal

Mekanisme : mengeblok inisiasi dan konduksi impuls saraf

Peringatan : pasien gangguan hati, disfungsi kardiovaskuler, lansia

ES : hipotensi, bradikardi, palpitasi, heart block, ansietas, gelisah

IO : -

KI : hipersensitif

Dosis : 0,25% infiltrasi secara lokal, maksimum 175mg

9. Infus RL

Komposisi : Per 500ml NaCl 3g; KCl 0,15g; CaCl2 dihidrat 0,1g; Na laktat 1,55g

Indikasi : terapi untuk mengatasi deplesi volume berat saat tidak dapat diberikan

rehidrasi oral

IO : preparat K dan Ca

KI : hipernatremia

Dosis : individual

10.Dextrose 5 ½ NS

Komposisi : Per 500ml Glukosa anhidrat 25g; NaCl 2,25g

Indikasi : penggantian cairan dan kalori

Peringatan : kecepatan infus yang lambat, monitor kadar glukosa darah dan urin.

Hentikan terapi jika terjadi trombosis

Page 15: 51188357 Analisa DRP Kasus Cedera Kepala Berat

ES : demam, infeksi atau jaringan nekrosis pada tempat suntikan,

trombosis vena atau phlebitis di lokasi suntikan, hipernatremia

IO : kortikorsteroid atau kortikotropin, vit B kompleks

KI : sindroma malabsorbsi glukosa-galaktosa, koma diabetikum

Dosis : individual

11. Susu; jus, sonde

Indikasi : sebagai asupan nutrisi

Dosis : individual

Pembahasan

Subjektif

Pasien masuk rumah sakit tanggal 7 Februari 2010 akibat kecelakaan dalam kondisi tidak

sadar. Kecelakaan merupakan penyebab utama kejadian cedera kepala, selain karena benturan

keras, jatuh atau akibat luka tembakan. Pasien juga mengalami fraktur cruris (bagian kaki).

Objektif

• Hasil pemeriksaan CT scan pasien mengalami EDH (perdarahan pada bagian

epidural); udem cerebri (+); fraktur os petrosum kanan&fossa cerebri; meda

ham.paenocerebri.

• Pengukuran tanda vital pasien TD 136/72; T 37 0C; N 102x/menit dan RR 18x/menit.

• Pemeriksaan laboratorium berupa CBC dan gula darah sewaktu (GDS) menunjukkan bahwa

terjadi peningkatan nilai WBC; nilai GDS tinggi tetapi masih dalam batas normal; nilai RBC

rendah namun nilai Hb dan Hct normal. Hasil interpretasi klinik menyatakan bahwa pasien

mengalami leukositosis, monositosis, eosinophilia, basophilia dan anisocytosis.

• Diagnosa

Pasien mengalami cedera kepala berat dan fraktur cruris. Penegakan diagnosa cedera

kepala berat dapat dilakukan dengan GCS (Glasgow Coma Scale and Score). Pasien

dinyatakan mengalami cedera kepala berat jika nilai GCS ≤ 8. Parameter yang diukur

dalam skala ini adalah respon membuka mata, respon motorik dan respon verbal

dengan total score 15 poin.

Selain cedera kepala, pasien juga didiagnosa mengalami fraktur cruris.

Penegakan diagnosa terjadinya fraktur cruris berdasarkan hasil anamnesis dan

pengamatan terhadap luka di kaki pasien.

• Terapi

Page 16: 51188357 Analisa DRP Kasus Cedera Kepala Berat

Ketika di IGD, pasien mendapatkan terapi Inj Ceftriaxone 2gr; ATS 1500 UI;

Ketorolac 30mg; Valium; Infus RL dan Cepezet 1 amp secara intramuskular di IGD.

Ceftriaxone digunakan sebagai profilaksis sekaligus terapi infeksi. ATS digunakan sebagai

terapi profilaksis tetanus yang disebabkan kecelakaan. Ketorolac untuk manajemen nyeri

akut. Valium (diazepam) sebagai anti ansietas dan relaksan otot skeletal. Sedangkan Cepezet

(Klorpromazin HCl) digunakan sebagai penenang dan sedasi pasien yang mengalami

gangguan neuronal. Infus RL sebagai cairan rehidrasi parenteral untuk mendukung

circulation (peredaran darah) pasien. Sedangkan oksigenasi sebagai suportif airway dan

breathing dalam penatalaksanaan awal pasien cedera kepala yang tidak sadar.

Selanjutnya pasien mendapatkan perawatan di ruang IMC. Jenis pengobatan yang

diberikan adalah Ceftriaxone, ketorolac, cepezet dan valium. Selain terapi obat pasien juga

mendapatkan suportif kristaloid berupa infus RL dan Dextrose 5 ½ NS serta terapi nutrisi

berupa susu, dan jus. Oksigenasi terus diberikan untuk hiperventilasi dan mengendalikan

saturasi karbondioksida jaringan.

Ketika pasien telah sadar, dilakukan bedah ORIF untuk penanganan fraktur cruris

pasien. Terapi yang diberikan untuk menunjang pembedahan yaitu Cortidex 2amp; Narfoz

1amp; infus FIMA; bupivacain; ketorolac 2amp; dan ceftriaxone 2amp. Cortidex sebagai

antiinflamasi fraktur cruris dan akibat pembedahan. Narfoz (ondansetron) untuk profilaksis

mual dan muntah pasca bedah. Infus FIMA sebagai suportif cairan selama dan setelah

pembedahan. Bupivacain sebagai anestesi lokal. Ketorolac untuk manajemen nyeri pasca

bedah dan ceftriaxone sebagai profilaksis infeksi akibat pembedahan.

Selanjutnya setelah bedah ORIF, terapi ceftriaxone dan ketorolac dilanjutkan dengan

frekuensi masing-masing 2xsehari dan 3xsehari melalui injeksi intravena.

Assessment

Sesuai dengan SPM dalam penatalaksanaan cedera kepala akut, untuk pasien tidak sadar, tata

laksana terapi yang dilakukan telah mendekati kesesuaian.

1. Pasien telah mendapatkan terapi suportif ABC dalam resusitasi awal. Untuk suportif

airway dan breathing, pasien telah mendapat oksigenasi. Sedangkan untuk

circulation, pasien mendapat infus dengan cairan kristaloid Ringer Laktat.

2. Untuk mengendalikan tekanan intrakranial, dilakukan hiperventilasi dengan

mempertahankan PaCO2 25-30mmHg. Namun pasien tidak mendapatkan manitol

sebagai diuretik osmotik yang juga berfungsi dalam mengendalikan tekanan

intrakranial. Pasien juga tidak memperoleh furosemid injeksi dalam penanganan udem

cerebralnya. Tidak dilakukannya pemberian manitol tersebut diduga udem cerebral

Page 17: 51188357 Analisa DRP Kasus Cedera Kepala Berat

tidak terlalu parah dan tekanan intrakranial tidak terlalu tinggi sehingga dapat

dikendalikan hanya dengan melakukan hiperventilasi. Setelah perawatan selama 2

hari di IMC, pasien telah sadar dan menunjukkan tanda klinik yang membaik. Untuk

perawatan pasien selanjutnya, dilakukan di bangsal Arofah sampai kondisi cedera

mengalami pemulihan.

3. Tidak dilakukan koreksi gangguan elektrolit asam basa pada pasien. Pemeriksaan lab

yang telah terekam dalam RM pasien hanya pemeriksaan darah lengkap dan cek kadar

glukosa darah. Namun hasil monitoring saturasi O2 jaringan telah sesuai dengan

rentang normal (90-95%). Nilai kecepatan respirasi (RR) juga menunjukkan nilai

normal.

4. Pada periode awal cedera kepala (hari pertama di IMC) pasien mengalami gelisah.

Tidak ada indikasi terjadinya kejang akibat trauma kepala. Untuk mengatasi gelisah,

dokter memberikan injeksi im Cepezet (Chlorpromazine hidrochloride 25mg). Setelah

3 jam pemberian obat tersebut, pasien kembali gelisah. Kemudian pasien mendapat

terapi Valium (diazepam) 5mg iv pelan-pelan. Pemberian antikonvulsan dimaksudkan

untuk mencegah kenaikan CMR O2 (cerebral consumption oxygen) yang selanjutnya

dapat terjadi kejang. Terapi insial untuk pasien dewasa adalah pemberian diazepam

secara intravena dosis 5-40 mg (Dipiro, 2005). Hal yang harus diperhatikan dalam

injeksi diazepam intravena adalah pemberian secara perlahan-lahan. Injeksi yang

terlalu cepat dapat menyebabkan resiko syncope, hipotensi dan apnoea. Pemberian

diazepam secara infus tidak direkomendasikan sebab diazepam dapat mengalami

presipitasi terhadap pelarut intravena (karena kelarutannya rendah) juga dapat

teradsorbsi pada kemasan infus berbahan plastik (Injectable Drug Handbook, 1997).

5. Terapi antibiotik digunakan ceftriaxone, golongan Cephalosporin. Indikasi infeksi

pasien sesuai dengan pemilihan antibiotik. Pasien mengalami trauma akibat

kecelakaan dengan dugaan infeksi di kulit, struktur kulit, tulang dan sendi, meningitis

(pasien juga mengalami cedera kepala) dapat dipilih penggunaan ceftriaxone. Dosis

yang diberikan di IGD sebesar 2 gram, selanjutnya pemberian dosis sebesar 1 gram

selama masa perawatan. Ceftriaxone (golongan cephalosporin) merupakan antibiotik

dengan model farmakokinetik-farmakodinamik tipe II. Bahwa antibiotik model ini

untuk menghasilkan efek terapi yang optimal, diperlukan kadar obat di atas MIC

dengan memaksimalkan durasi paparan antibiotik. Sehingga pemberian cephalosporin

secara ideal adalah dengan infus intravena.

Page 18: 51188357 Analisa DRP Kasus Cedera Kepala Berat

Pasien mendapatkan terapi Ceftriaxone (dalam profilaksis bedah) dosis 2 gram.

Pemberian dosis besar untuk antibiotik model farmakokinetik-farmakodinamik model

II dinilai kurang tepat (dosis terlalu besar). Pemberian dosis cukup di atas MIC secara

infus intravena akan menghasilkan respon terapi yang lebih optimal.

6. Pemberian nutrisi dilakukan pada hari kedua di IMC. Untuk hari pertama, nutrisi

pasien hanya diberikan dextrose kadar 5% pada periode akhir resusitasi. Nutrisi yang

berikan berupa susu, sonde dan jus. Bukti menunjukkan bahwa pemberian nutrisi

tahap awal pada cedera kepala berhubungan dengan outcome yang lebih baik untuk

survival dan disability.

Drug Related Problem

Jenis Drug Related Problem

Problem (kategori DRP) Penilaian Membutuhkan obat tetapi tidak menerima Tidak adaMenerima obat yang tidak ada indikasi Tidak adaMenerima obat salah Tidak adaDosis kurang (subterapi) Tidak adaDosis berlebih Ada Mengalami ADR Ada (efek samping potensial terjadi)Non compliance Tidak ada

a. DRP aktual

Dosis berlebih

• Tujuan pemberian ATS bukan sebagai pengobatan tetapi sebagai profilaksis sebab

pasien belum menunjukkan gejala dan tanda mengalami tetanus. Gejala tetanus yang

paling sering ditemukan adalah kekakuan rahang dan sulit dibuka (trimus) karena

yang pertama tersernag adalah otot rahang (Anonim, 2007). Dosis pemberian ATS

pasien dewasa untuk profilaksis adalah 250 UI . Sedangkan pasien mendapatkan

injeksi ATS sebanyak 15r00 UI (6x dosis lazim).

• Dosis ceftriaxone 2gram melebihi anjuran dosis untuk profilaksis bedah yakni cukup

1gram (DIH hal.296).

Mengalami ADR

• Penggunaan ketorolac untuk manajemen nyeri jangka pendek (≤5hari). Pasien telah

mendapatkan terapi ketorolac lebih dari 5 hari. Pada monitoring hari keenam,

keluarga pasien menyatakan bahwa pasien mengeluh nyeri perut. Penggunaan

ketorolac jangka panjang dapat meningkatkan resiko kejadian gastrointestinal yang

Page 19: 51188357 Analisa DRP Kasus Cedera Kepala Berat

tidak dikehendaki. Informasi dari keluarga pasien, bahwa pasien sudah tidak

mengeluh nyeri akibat fraktur maupun trauma. Sehingga penggunaan ketorolac

sebaiknya dihentikan segera untuk menghindari perdarahan/ulser gastrointestinal.

b. DRP potensial

• Penggunaan ketorolac menjadi peringatan untuk pasien yang terduga mengalami

perdarahan cerebrovaskuler. Pasien berdasarkan hasil CT scan mengalami perdarahan

epidural (EDH). Sehingga perlu dilakukan monitoring perdarahan cerebrovaskuler

dengan melakukan CT scan kembali.

• Penggunaan dexamethason bersama NSAID dan salisilat berpotensi meningkatkan

kejadian gastrointestinal yang tidak diharapkan. Sehingga perlu dilakukan monitoring

keadaan GI

Plan

Rekomendasi berdasarkan problem terapi pasien:

• Penghentian terapi ketorolac, sebab ketorolac tidak dapat digunakan dalam

manajemen nyeri jangka panjang ( ≤ 5hari). Informasi keluarga pasien menyatakan

bahwa pasien juga mengeluh nyeri perut.

Monitoring yang perlu dilakukan:

• Dilakukan pemantauan terhadap efek samping obat yang potensial terjadi (>10%

dengan sumber DIH)

Nama obat Efek samping potensial Hasil Cefrtiaxone - Tidak adaATS Nyeri, tenderness, eritema Nyeri utama karena cedera (fraktur,

bukan akibat injeksi ATS)Ketorolac Pusing, nyeri perut,

dispepsia, mual

Pasien mengeluhkan nyeri perut

Cepezet Frekuensi tidak terdefinisi Tidak adaValium Frekuensi tidak terdefinisi Tidak adaCortidex Frekuensi tidak terdefinisi Emosi tidak stabilNarfoz Pusing, kelelahan,

konstipasi

Pasien mengeluhkan kelelahan

Bupivacain Frekuensi tidak terdefinisi Pasien mengeluh lemah (weakness)

Aturan pemakaian obat (pasca bedah)

Nama obat Aturan pemakaian Jam PemberianI II III IV

Ceftriaxone 2 x sehari 08.00 20.00Ketorolac 3 x sehari 08.00 16.00 24.00

Page 20: 51188357 Analisa DRP Kasus Cedera Kepala Berat

Edukasi kepada pasien/keluarga pasien

• Penggunaan obat antibiotic ceftriaxone diminum sampai habis walaupun sudah

merasakan kondisi yang lebih baik

• Penggunaan obat pereda rasa sakit (ketorolac) diminum ketika merasa sakit saja.

Apabila sudah tidak mengeluh sakit, pemakaian obat dapat dihentikan

• Penggunaan obat ketorolac setelah makan, agar tidak timbul rasa perih di perut

• Apabila merasakan nyeri di perut setelah penggunaan obat, harap menghubungi

apoteker atau dokter yang bersangkutan

• Apabila timbul infeksi/luka pada bekas operasi, harap memeriksakan diri ke dokter

• Apabila rasa sakit tidak berkurang selama 3 hari mengkonsumsi obat, harap

menghubungi apoteker atau dokter segera

• Sebaiknya mengurangi pekerjaan yang terlalu berat untuk sementara waktu agar

kondisi luka di kepala segera membaik

Daftar pustaka

Anonim, 1997, Australian Injectable Drugs Handbook, 1st Edition, p.126-127

Anonim, 2006, Types of Brain Injury, http://asramamedicafkunhas.blogspot.com/2009/05/cedera-kepala-trauma-capitis.html, diakses tanggal 9 Februari 2010

Anonim, 2007, Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas, Departemen Kesehatan RI, http://www.depkes.go.id/downloads/doen2008/puskesmas_2007.pdf, diakses tanggal 10 Februari 2010

Anonim, 2007, MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi, PT Infomaster, Jakarta

Anonim, 2009, Standar Pelayanan Medik, RS PKU Muhammadiyah Yogyakarya

Page 21: 51188357 Analisa DRP Kasus Cedera Kepala Berat

Dipiro, T. Joseph, et al., 2005, Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, 6th Ed., Appleton and Lange : New York USA

Jennett B., dan MacMillan R., 1981, Epidemiology of head injury cit Scottish Intercollegiate Guidelines Network, 2009, http://www.sign.ac.uk/pdf/sign110.pdf, diakses tanggal 9 Februari 2010

Lacy, C.F, et al., 2008, Drug Information Handbook, 17th Ed., Lexi-Comp : Ohio

Smeltzer S., 1997, Buku Ajar Medikal Bedah, http://keperawatangun.blogspot.com/2007/07/fraktur-cruris.html, diakses tanggal 9 Februari 2010

Vanessa, D.A., 2009, Tetanus, http://www.scribd.com/doc/7432195/Laporan-Kasus-TETANUS?secret_password=&autodown=pdf, diakses tanggal 10 Februari 2010