ANALISA KASUS
-
Upload
ibnu-yudistiro -
Category
Documents
-
view
9 -
download
1
description
Transcript of ANALISA KASUS
ANALISA KASUS
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
tersebut maka diagnosis kerja kasus ini adalah
1. Asma akut sedang pada asma akut tidak terkontrol dengan diagnosis banding
PPOK.
Dasar diagnosis asma akut sedang tidak terkontrol berdasarkan,
Anamnesis :
Pasien datang ke Rumah Sakit dengan keluhan sesak nafas.
Pasien masih bisa berjalan sendiri, berbicara beberapa kata dengan posisi
duduk.
Pasien mempunyai riwayat sesak sejak kecil.
Pasien mengalami sesak, lebih dari empat kali seminggu, sering terbangun
malam hari, aktifitas sehari-hari terganggu.
Didapatkan pada pasien berupa faktor pencetus lingkungan berupa asap
rokok
Pasien mengalami serangan asma dengan pencetus kecapekan dan banyak
pikiran
Sesak berkurang dengan pengobatan bronkodilator (salbutamol) dan
nebulisasi di puskesmas sebelumnya
Pemeriksaan Fisik :
Pulmo : pada auskultasi didapatkan suara dasar vesikuler (+/+), suara
tambahan, yaitu wheezing (+/+) saat ekspirasi difus dan RBK (+/+).
Dikatakan asma akut karena pada saat datang, pasien dalam
keadaan sesak nafas. Dari riwayat sebelumnya, pasien sering mengalami
sesak nafas sejak kecil, didapatkan wheezing pada pemeriksaan auskultasi
paru, sehingga bisa dikatakan saat itu pasien sedang mengalami serangan
asma atau asma akut. Pada pasien ini, derajat asmanya adalah sedang, karena
pada saat datang, pasien masih bisa berjalan sendiri dan bisa berbicara,
walaupun hanya beberapa kata saja. Pasien merasa nyaman dengan posisi
duduk. Pasien ini termasuk dalam asma tidak terkontrol, karena sering
mengalami sesak nafas (> 4 kali/seminggu), sering terbangun malam hari, dan
aktifitas sehari-hari terganggu.
Pada pasien dilakukan pemeriksaan faal paru berupa APE (Arus
Puncak Ekspirasi) harian untuk menunjang diagnosis asma.
Variabilitas harian= (APE malam–APE pagi) : ½ (APE malam + APE pagi)
x100%
= (250-150) : 1/2(250+150) x 100%
= 50% (>20% menunjukkan asma)
Kasus tersebut didiagnosis dengan PPOK dengan pertimbangan
adanya faktor risiko pada pasien berupa riwayat merokok sejak umur 13
tahun ( selama 40 tahun).
Indeks brinkman=∑ rata-rata batang rokok yang dihisap sehari x lama rokok
(tahun)
= 12 x 40
= 480 ( sedang skor 200-599)
Gejala dari PPOK hampir sama dengan gejala asma berupa sesak nafas, batuk
produktif maupun non produktif. Selain itu pada pemeriksaan fisik ditemukan
wheezing dan ronki basah. Yang membedakan asma dengan PPOK pada
kasus ini adalah onset gejalanya pada saat kecil, dan bersifat non progresif,
reversibel.
2. Pneumonia CAP II PORT 53
Dasar diagnosis Pneumonia CAP II PORT 53 berdasarkan,
Anamnesis
Batuk (+)
Dahak purulen berwarna kuning
Pemeriksaan Fisik
Ditemukan RBK (+/+) di kedua lapang paru
Pemeriksaan Penunjang
Hasil Laboraturium pada awal masuk rumah sakit menunjukkan
leukositosis
( AL= 11,8 . 103 /μL)
Hasil pemeriksaan radiologis menunjukkan gambaran air bronkogram di
perikardial kanan dan kiri
Pada kasus ini jenis pneumonia komuniti karena pada awal masuk sudah
ditemukan adanya infiltrat baru/progresif disertai dengan 2 atau lebih
gejala tanda pneumonia komuniti. Skor penilaian derajat pneumonia
komuniti pada kasus ini adalah PORT 53 berdasarkan nilai skor usia
pasien, CAP II berdasarkan skor risiko menurut PORT (≤ 70).
Pasien ini dirawat dengan indikasi pneumonia skor PORT ≤ 70
dengan foto thoraks paru menunjukkan kelainan bilateral. Penatalaksanaan pada
kasus ini berupa infus RL + aminofilin drip. Aminofilin merupakan golongan
xantin dengan efek bronkodilator.
Pada pasien ini juga diberikan terapi nebulisasi berupa berotec dan
atrovent. Berotec merupakan golongan obat β2 agonis sedangkan atrovent
merupakan golongan antikolinergik. Keduanya merupakan bronkodilator, namun
berbeda tempat kerjanya. Berotec bekerja dengan memodulasi terbentuknya
cAMP sehingga terjadi bronkodilatasi, sedangkan atrovent bekerja dengan
mencegah terbentuknya cGMP sehingga bronkokonstriksi tidak terjadi.
Penanganan paling penting, pada pasien dengan sesak nafas adalah
terapi O2. Karena pada pasien sesak nafas, biasanya terjadi kekurangan oksigen
akibat konstriksi dari bronkusnya, sehingga terapi O2 masih dibutuhkan selain
daripada terapi nebulisasi.
Pada pasien ini oksigen yang diberikan dengan konsentrasi 2 lpm
berdasarkan koreksi Fi O2 dari hasil perhitungan.
PAO2 = (713 x O2 ambil) – (1,25 x pCO2)
= (713 x 0,24) – (1,25 x 41,1)
= 119.745
Onset kronik = 7,4 – (pCO2 x 0,03/10)
= 7,4 – (41,1 x 0,03/10)
= 7,277
FiO2 = ((119,745 x 90) / pO2) + (1,25 x pCO 2)
713
= (10777,05 / 86,4) + (1,25 x 41,1)
713
= 124,734 + 51,375
713
= 0,24 2 lpm O2
Selain itu, pada pasien ini diberikan kortikosteroid
(deksamethason) untuk mengurangi inflamasi, sehingga dapat mempercepat
proses penyembuhan pada pasien tersebut. Pemberian ambroxol pada pasien ini,
untuk mengurangi dahak dan membantu pengeluaran dahak, sehingga jalan nafas
menjadi lebih longgar. Salah satu gejala pada asma adalah pembentukan mukus
yang berlebihan. Mukus yang berlebihan dapat menyebabkan obstruksi pada
saluran nafas. Hal ini dapat memperberat sesak nafas pada pasien asma, selain
daripada bronkokonstriksinya.
Antibiotik yang diberikan pada kasus pneumonia ini didasarkan
pada hasil kultur mikroorganisme dan sensitivitas antibiotik dengan sampel
sputum, sambil menunggu hasil diberikan antibiotik empirik berupa ceftriaxone 2
gr/24 jam. Hasil kultur dan uji sensitivitas menunjukkan sensitivitas terhadap
antibiotik ceftriaxon sehingga antibiotik dilanjutkan kemudian dievaluasi efeknya
5 hari lagi dengan melihat foto rontgen ulang.
Edukasi pasien untuk berhenti merokok dengan metode 5A yaitu
Ask (tanyakan):mengidentifikasi semua perokok dalam setiap kunjungan
Advise (nasihati) : Dorongan kuat pada semua perokok untuk berhenti merokok
Asses (nilai) : Keinginan untuk berusaha berhenti merokok (misal: dalam 30 hari
kedepan)
Assist (bimbing) : Bantu pasien dengan merencanakan berhenti merokok,
menyediakan konseling praktis, menrekomendasikan penggunaan farmakoterapi.
Arrange (atur) : atur jadwal kunjungan lagi
Selain itu, mengedukasi pasien agar mengontrol kegiatan agar tidak kecapekan
dan menghindari strees yang merupakan pencetus sesak nafas pada pasien.