Analgetik Non Opioid

15
ANALGETIK NON OPIOID 1. Nyeri Nyeri adalah perasaan sensoris dan lemah emosional yang tidak enak dan berkaitan dengan ancaman (kerusakan) jaringan. Terkadang, nyeri dapat berarti perasaan emosional yang tidak nyaman dan berkaitan dengan ancaman seperti kerusakan pada jaringan karena pada dasarnya rasa nyeri merupakan suatu gejala, serta isyarat bahaya tentang adanya gangguan pada tubuh umumnya dan jaringan khususnya. Keadaan psikis sangat mempengaruhi nyeri, misalnya emosi dapat menimbulkan sakit kepala atau memperhebatnya, tetapi dapat pula menghindarkan sensasi rangsangan nyeri. Nyeri merupakan suatu perasaan pribadi dan ambang toleransi nyeri berbeda-beda bagi setiap orang. Batas nyeri untuk suhu adalah konstan, yakni 44-450C. Mediator nyeri antara lain mengakibatkan reaksi radang dan kejang-kejang yang mengaktivasi reseptor nyeri di ujung-ujung saraf bebas di kulit, mukosa, dan jarigan lainnya. Nociceptor ini terdapat diseluruh jaringan dan organ tubuh, kecuali di system saraf pusat. Dari sini rangsangan disalurkan ke otak melalui jaringan yang hebat dari tajuk-tajuk neuron dengan sinaps yang amat banyak melalui sum-sum tulang belakang, sum-sum tulang lanjutan dan otak tengah. Dari thalamus impuls diteruskan ke pusat nyeri di otak besar, dimana impuls dirasakan sebagai nyeri. Adapun mediator nyeri yang disebut juga sebagai autakoid antara lain serotonin, histamine, bradikinin, leukotrien dan prostglandin2. Bradikinin merupakan polipeptida (rangkaian asam amino) yang diberikan dari protein plasma. Ambang nyeri didefinisikan sebagai tingkatan (level) dimana nyeri dirasakan untuk yang pertama kali. Jadi, intesitas rangsangan yang terendah

description

xffg

Transcript of Analgetik Non Opioid

Page 1: Analgetik Non Opioid

ANALGETIK NON OPIOID

1. Nyeri

Nyeri adalah perasaan sensoris dan lemah emosional yang tidak enak dan berkaitan dengan ancaman (kerusakan) jaringan. Terkadang, nyeri dapat berarti perasaan emosional yang tidak nyaman dan berkaitan dengan ancaman seperti kerusakan pada jaringan karena pada dasarnya rasa nyeri merupakan suatu gejala, serta isyarat bahaya tentang adanya gangguan pada tubuh umumnya dan jaringan khususnya. Keadaan psikis sangat mempengaruhi nyeri, misalnya emosi dapat menimbulkan sakit kepala atau memperhebatnya, tetapi dapat pula menghindarkan sensasi rangsangan nyeri. Nyeri merupakan suatu perasaan pribadi dan ambang toleransi nyeri berbeda-beda bagi setiap orang. Batas nyeri untuk suhu adalah konstan, yakni 44-450C.

Mediator nyeri antara lain mengakibatkan reaksi radang dan kejang-kejang yang mengaktivasi reseptor nyeri di ujung-ujung saraf bebas di kulit, mukosa, dan jarigan lainnya. Nociceptor ini terdapat diseluruh jaringan dan organ tubuh, kecuali di system saraf pusat. Dari sini rangsangan disalurkan ke otak melalui jaringan yang hebat dari tajuk-tajuk neuron dengan sinaps yang amat banyak melalui sum-sum tulang belakang, sum-sum tulang lanjutan dan otak tengah. Dari thalamus impuls diteruskan ke pusat nyeri di otak besar, dimana impuls dirasakan sebagai nyeri.

Adapun mediator nyeri yang disebut juga sebagai autakoid antara lain serotonin, histamine, bradikinin, leukotrien dan prostglandin2. Bradikinin merupakan polipeptida (rangkaian asam amino) yang diberikan dari protein plasma. Ambang nyeri didefinisikan sebagai tingkatan (level) dimana nyeri dirasakan untuk yang pertama kali. Jadi, intesitas rangsangan yang terendah saat seseorang merasakan nyeri. Untuk setiap orang ambang nyerinya adalah konstan.

Adapun jenis nyeri beserta terapinya, yaitu:

a. Nyeri ringan

Contohnya: sakit gigi, sakit kepala, sakit otot karena infeksi virus, nyeri haid, keseleo.Pada nyeri dapat digunakan analgetik perifer seperti parasetamol, asetosal dan glafenin.

b. Rasa nyeri menahun

Contohnya: rheumatic dan arthritis. Pada nyeri ini dapat digunakan analgetik anti-inflamasi, seperti: asetosal, ibuprofen dan indometasin.

c. Nyeri hebat

Contoh: nyeri organ dalam, lambung, usus, batu ginjal, batu empedu.

Page 2: Analgetik Non Opioid

Pada nyeri ini dapat digunakan analgetik sentral berupa atropine, butilskopolamin (bustopan), camylofen ( ascavan).

d. Nyeri hebat menahun

Contoh: kanker, rheumatic, neuralgia berat. Pada nyeri ini digunakan analgetik narkotik, seperti fentanil, dekstromoramida, bezitramida.

2. Analgetik

Nyeri perlu dihilangkan jika telah mengganggu aktivitas tubuh. Analgetik adalah obat yang digunakan untuk menghilangkan nyeri. Analgetik atau obat penghalang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi atau menghalau rasa nyeri tanpa meghalangi kesadaran. Analgetika merupakan suatu senyawa atau obat yang dipergunakan untuk mengurangi rasa sakit atau nyeri (diakibatkan oleh berbagai rangsangan pada tubuh misalnya rangsangan mekanis, kimiawi dan fisis sehingga menimbulkan kerusakan pada jaringan yang memicu pelepasan mediator nyeri seperti brodikinin dan prostaglandin yang akhirnya mengaktivasi reseptor nyeri di saraf perifer dan diteruskan ke otak).

Analgetik secara umum dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu analgetika narkotik (seperti: morfin), yang dapat menghilangkan nyeri dari derajat sedang sampai hebat (berat) seperti infark jantuk, operasi (terpotong), viseral (organ) dan nyeri karena kangker, dan analgetika non narkotik (seperti: asetosat, parasetamol).

Meskipun terbilang ampuh, jenis obat ini umumnya dapat menimbulkan ketergantungan pada pemakai. Terdapat perbedaan mencolok antara analgetika dengan anastetika umum yaitu meskipun sama-sama berfungsi sebagai zat-zat yang mengurangi atau menghalau rasa nyeri namun, analgetika bekerja tanpa menghilangkan kesadaraan.

Atas kerja farmakologisnya, analgesic dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu:

Analgetik Perifer (non narkotik) yang terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral.

Analgetik Narkotik yaitu khusus digunakan untuk menghalau rasa nyeri hebat, seperti fraktur dan kanker.

Minimal ada 4 perbedaan antara analgetik non narkotik dengan analgtik narkotik, yakni:

1. Struktur kimianya tidak mirip dengan morfin, bahkan masing- masing golongan analgetik non narkotik juga tidak mirip

Page 3: Analgetik Non Opioid

2. Tidak efektif untuk nyeri hebat, nyeri visceral, dan nyeri terpotong

3. Bekerja secara sentrl dan atau perifer

4. Tidak menimbulkan toleransi dan addiksi (ketergantungan)

B. ANALGETIK NON OPIOID/ NON NARKOTIK

Analgetika perifer (non-narkotik), yang terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral. Penggunaan Obat Analgetik Non-Narkotik atau Obat Analgesik Perifer ini cenderung mampu menghilangkan atau meringankan rasa sakit tanpa berpengaruh pada sistem susunan saraf pusat atau bahkan hingga efek menurunkan tingkat kesadaran. Obat Analgetik Non-Narkotik/ Obat Analgesik Perifer ini juga tidak mengakibatkan efek ketagihan pada pengguna (berbeda halnya dengan penggunanaan Obat Analgetika jenis Analgetik Narkotik).

Secara kimiawi, analgetik perifer dapat dibagi dalam beberapa kelompok, yakni:

a. Asetaminofen: Parasetamol

b. Salisilat: asetosol, salisilamida dan benorilat

c. Penghambat prostaglandin (NSAIDs): ibuprofen

d. Derivat-antranilat: mefenaminat, glafenin

e. Derivat-pirozolinon: propifenazon, isopropilaminofenazon dan metamizolf

Obat-obat ini mampu meringankan atau menghilangkan rasa nyeri tanpa memengaruhi SSP atau menurunkan kesadaran, juga tidak menimbulkan ketagihan. Kebanyakan zat ini juga berdaya antipiretis dan/atau antiradang. Oleh karena itu tidak hanya digunakan sebagai obat antinyeri, melainkan juga pada demam (infeksi virus/kuman, selesma, pilek) dan peradangan seperti rematik dan encok. Obat-obat ini banyak diberikan untuk nyeri ringan sampai sedang, yang penyebabnya beraneka-ragam, misalnya nyeri kepala, gigi, otot atau sendi (rema, encok), perut, nyeri haid (dystnenorroe), nyeri akibat benturan atau kecelakaan (trauma). Untuk kedua nyeri terakhir, NSAID lebih layak. Pada nyeri lebih berat mis. setelah pembedahan atau fraktur (tulang patah), kerjanya kurang ampuh.

Page 4: Analgetik Non Opioid

Gambar 1. Skematis NSAID menghilangkan nyeri

Efek samping yang paling umum adalah gangguan lambung-usus, kerusakan darah, kerusakan hati dan ginjal dan juga reaksi alergi kulit. Efek-efek samping ini terutama terjadi pada penggunaan lama atau dalam dosis tinggi. Oleh karena itu penggunaan analgetika secara kontinu tidak dianjurkan. Kebanyakan analgetika memperkuat efek antikoagulansia, kecuali parasetamol dan glafenin. Kedua obat ini pada dosis biasa dapat dikombinasi dengan aman untuk waktu maksimal dua minggu.

Hanya parasetamol yang dianggap aman bagi wanita hamil dan menyusui, walaupun dapat mencapai air susu. Asetosal dan salisilat, NSAIDs dan metamizol dapat mengganggu perkembangan janin, sehingga sebaiknya dihindari. Dari aminofenazon dan propifenazon belum terdapat cukup data.

1. Analgetik- Antipiretik

Analgetika yang bekerja perifer atau kecil memiliki kerja antipiretik dan juga komponen kerja antiflogistika dengan pengecualian turunan asetilanilida. Antipiretik adalah zat-zat yang dapat mengurangi suhu tubuh.

Hipotalamus merupakan bagian dari otak yang berperan dalam mengatur nyeri dan temperatur. Analgetik-antipiretik secara selektif dapat mempengaruhi hipotalamus, menyebabkan penurunan suhu tubuh ketika demam. Mekanismenya kemungkinan menghambat sintesis prostaglandin (PG) yang menstimulasi SSP. PG dapat meningkatkan aliran darah ke perifer (vasodilatasi) dan berkeringat sehingga panas banyak keluar dari tubuh.

Efek analgetik timbul karena mempengaruhi baik di hipotalamus atau di tempat cedera. Respon terhadap cedera umumnya berupa inflamasi, udem, serta pelapasan zat adiktif seperti brandikinin, PG, dan histamin. PG dan brandikinin menstimulasi ujung saraf perifer dengan membawa impuls nyeri ke SSP. Analgetik- antipiretik dapat menghambat sintesis PG dan brandikinin sehingga menghambat terjadinya perangsangan reseptor nyeri. Obat- obat yang banyak digunakan sebagai analgetik dan antipiretik adalah golongan salisilat dan asetaminofen (parasetamol). Aspirin adalah penghambat sintesis PG paling efektif dari golongan salisilat.

a. Salisilat

Salisilat merupakan prototipe dari analgetik- antipiretik yang sampai sekarang masih digunakan. Termasuk salisilat adalah Na- salisilat, aspirin (asam asetil salisilat), salisilamid, dan metil

Page 5: Analgetik Non Opioid

salisilat. Metil slisilat bersifat toksik jika tertelan, oleh karena itu hanya dipakai topikal untuk menghangatkan kulit dan antigatal (antipruritus).

Golongan salisilat dapat mengiritai lapisan mukosa lambung. Orang yang peka pada efek ini akan mengalami mual setelah minum aspirin. Dalam lambung, PG berperan serta dalam mekanisme perlindungan mukosa dari asam lambung dan gatrin. PG berfungsi meningkatkan sekresi mukus dan bikarbonat yang berfungsi meningkatkan daya tahan membran mukosa lambung.

Aspirin (asam asetilsalisilat atau asetosal) merupakan prototipe dari NSAID, yang telah digunakan selama lebih dari 100 tahun. Pertama kali disarikan dari kulit kayu pohon willow. Tersedia dalam bentuk per-oral (ditelan) dengan masa efektif selama 4-6 jam. Mempunyai efek analgetik, anitipiretik, dan antiinflamasi. Efek sampingnya adalah iritasi lambung, yang bisa menyebabkan terjadinya ulkus peptikum. Karena mempengaruhi kemampuan darah untuk membeku, maka aspirin juga menyebabkan kecenderungan terjadinya perdarahan di seluruh tubuh. Pada dosis yang sangat tinggi, aspirin bisa menyebabkan gangguan pernafasan. Salah satu pertanda dari overdosis aspirin adalah telinga berdenging (tinitus). Diindikasikan pada demam, nyeri tidak spesifik seperti sakit kepala, nyeri otot dan sendi (artritis rematoid). Aspirin juga digunakan untuk pencegahan terjadinya trombus (bekuan darah) pada pembuluh darah koroner jantung dan pembuluh darah otak

Perangsangan (kemis, termis, fisik)

Gangguan membran sel

Kortikosteroid - + Brandikinin

Fosfolipase A

Page 6: Analgetik Non Opioid

Asam arakidonat

Lipogenase Siklo oksigenase

Prestasiklin

Leukotrin Prostaglandin tromboksan

- Fagositosis - Permeabilitas vaskuler - Modulasi

Meningkat - Konstriksi Bronkus leukosit

- Peningkatan sekresi

Inflamasi inflamasi

Page 7: Analgetik Non Opioid

Gambar 2. Cara kerja OAINS dan Kortikosteroid

Keterangan:

OAINS menghambat sintesis PG dengan mengikat cycloxigenase (COX)

Kortikosteroid mengurangi inflamasi dengan mengikat lipogenase dan mengurangi aktifitas fosfolipase A2

b. Asetaminofen (parasetamol)

Obat ini merupakan penghambat prostaglandin yang lemah. Parasetamol mempunyai efek analgetik dan antipiretik, tetapi kemampuan antiinflamasinya sangat lemah. Efek antipiretiknya terjadi karena langsung mempengaruhi pusat pengatur panas di hipotalamus. Parasetamol efektif untuk nyeri kepala karena kemampuannya menghambat sintesis PG di SSP, tetapi tidak dapat menghambat sintesis PG di perifer, sehingga tidak efektif untuk radang, nyeri otot dan arthritis.

Parasetamol merupakan pilihan utama untuk nyeri kepala karena tidak menimbulkan iritasi lambung. Parasetamol merupakan obat yang aman jika dipakai sesuai dosis terapinya, namun akan berbahaya jika over dosis. Jika overdosis dapat menimbulkan kerusakan hati (hepatotoksik)

Secara klinis, keracunan parasetamol dapat meningkatkan kadar SGPT dan SGOT. Intoksikasi akut parasetamol adalah N-asetilsistein, yang harus diberikan dalam 24 jam sejak intake parasetamol. N- asetilsistein adalah suatu obat yang juga bermanfaat sebagai mukolitik. Maka dari itu, walaupun aman obat ini sebaiknya hanya diminum jika memang diperlukan. Jika dipakai pada dosis lazim tetapi dalam jangka panjang parasetamol juga dapat meningkatkan enzim SGPT dan SGOT yang merupakan parameter kerusakan hati.

Co-analgetika adalah obat yang khasiat dan indikasi utamanya bukanlah menghalau nyeri, mis. antidepresiva trisiklis (amitriptilin) dan antiepileptika (karbamazepin, pregabalin, fenytoin, valproat). Obat-obat ini digunakan tunggal atau terkombinasi dengan analgetika lain pada keadaan-keadaan tertentu, seperti pada nyeri neuropatis.

2. Antiinflamasi

Page 8: Analgetik Non Opioid

Inflamasi adalah respon normal terhadap cedera. Ketika terjadi cedera, zat seperti histamin, brandikinin, dan PG serta serotonin dilepaskan. Pelepasan zat- zat di atas menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas dinding kapiler. Reseptor nyeri mengalami perangsangan, protein dan cairan keluar dari pembuluh darah kapiler (sel). Aliran darah ketempat cedera meningkat, sel fagosit (leukosit) migrasi ketempat cedera untuk merusak zat- zat yang dianggap berbahaya. Jika fagositosis berlebihan justru akan meningkatkan inflamasi yang ditandai dengan kemerah- merahan, bengkak (udem), panas, nyeri dan hilangnya fungsi.

Anti-inflamasi adalah obat atau zat-zat yang dapat mengobati peradangan atau pembengkakan. Obat analgesic antipiretik serta Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) merupakan suatu kelompok obat yang heterogen, bahkan beberapa obat sangat berbeda secara kimia.Walaupun demikian, obat-obat ini ternyata memiliki banyak persamaan dalam efek terapi maupun efek samping. Prototipe obat golongan ini adalah aspirin. Karena itu, banyak golongan dalam obat ini sering disebut obat mirip aspirin (Aspirin-like drugs).

Obat-obat ini bekerja melalui 2 cara:

a) Mempengaruhi sistem prostaglandin, yaitu suatu sistem yang bertanggungjawab terhadap timbulnya rasa nyeri.

b) Mengurangi peradangan, pembengkakan dan iritasi yang seringkali terjadi di sekitar luka dan memperburuk rasa nyeri.

Daya antiradang (antiflogistis). Kebanyakan analgetika memiliki dava antiradang, khususnya kelompok besar dari zat-zat penghambat prostaglandin (NSAIDs, termasuk asetosal), begitu pula benzidamin. Zat-zat ini banyak digunakan untuk rasa nyeri yang disertai peradangan, Obat-obat Rematik. Kombinasi dari dua atau lebih analgetika sering kali digunakan, karena terjadi efek potensiasi. Lagi pula efek sampingnya yang masing-masing terletak di bidang yang berlainan, dapat berkurang, karena dosis dari masing-masing komponennya dapat diturunkan. Kombinasi analgetika dengan kofein dan kodein sering kali digunakan, khususnya dalam sediaan dengan parasetamol dan asetosal.

Antiinflamasi bekerja mengikat enzim cyclooxigenase dan lipogenase sehingga menghambat sistesa PG dan leukotrin. Hambatan tersebut antara lain menyebabkan stabilisasi sel meningkat, permebilitas membrane menurun (mengurangi odem), dan nyeri berkurang.

Page 9: Analgetik Non Opioid

Berdasarkan cara kerja diatas, ada 2 jenis antiinflamasi yang digunkan dalam klinik, yaitu golongan kortikosteroid dan non steroid.

a. Golongan Kortikosteroid

Dari ke 2 golongan antiinflamasi yang sering digunakan adalah OAINS, karena golongan steroid dalam jangka panjang dapat menimbulkan efek samping seperti:

1) iritasi lambung

2) moon face

3) menekan imunitas

4) tulang keropos

Dari gambar 2, kortikosteroid mengurangi aktivitas fosfolipase A2 dan mengikat enzim lipogenase, dan mengurangi terbentuknya leukotrin sehingga mengurangi radang atau inflamasi. Leukotrin adalah zat kemotaktik bersifat menarik migrasi sel fagosit ke tempat cedera, tetapi jika berlebihan justru dapat menyebabkan inflamasi.

b. Obat Antiinflamasi Non Steroid (OAINS)

Semua OAINS bekerja mengikat COX. COX berfungsi mengkonversi asam arakidonat menjadi PG, tromboksan dan prostasiklin (gambar 2) yang akan merangsang timbulnya tanda- tanda inflamasi. PG disintesis dan dikelurkan ketika dibutuhkan, PG mempunyai waktu paruh pendek sehingga efeknya cepat hilang. Oleh karena itu, mengontrol enzim yang digunakan untuk mensintesis PG sama artinya dengan mengontrol PG itu sendiri.

OAINS diindikasikan untuk nyeri seperti pada sakit kepala, pencabutan gigi, cedera jaringan, dan nyeri persendian. Karena dapat menghambat sintesis PG pada daerah tertentu, OAINS juga bermanfaat untuk nyeri karena gout (pirai), dismenore, dan arthritis.

Dismenore ditandai dengan adanya kontraksi uterus dan vasokonstriksi lokal (iskemia), dan nyeri. Itu semua terjadi karena sintesis PG yang berlebihan di uterus. Ibuprofen paling efektif untuk dismenore karena dapat menghambat sistesa PG di uterus.

COX ada dua macam, yaitu COX1 dan COX2. COX1 terdapat pada semua jaringan di lambung dan berfungsi melindungi mukosa. COX2 terdapat di otak, ginjal serta di tempat yang mengalami peradangan. Kebanyakan OAINS bekerja menghambat keduannya sehingga dapat menimbulkan iritasi lambung. Tetapi kalau menghambat COX2 saja tidak menimbulkan efek samping iritasi lambung karena COX2 tidak berfungsi melindungi mukosa lambung.

Page 10: Analgetik Non Opioid

Obat golongan Antiinflamasi Non Steroid (OAINS)

a. Turunan asam salisilat : aspirin, salisilamid,diflunisal.

b. Turunan 5-pirazolidindion : Fenilbutazon, Oksifenbutazon.

c. Turunan asam N-antranilat : Asam mefenamat, Asam flufenamat

d. Turunan asam arilasetat : Natrium diklofenak, Ibuprofen, Ketoprofen.

e. Turunan heteroarilasetat : Indometasin.

f. Turunan oksikam : Peroksikam, Tenoksikam.

Klasifikasi kimiawi OAINS sebenarnya tidak banyak manfaat kimianya karena ada OAINS dari subgolongan yang sama memiliki sifat yang berbeda. Sebaliknya ada OAINS yang berbeda subgolongan tapi memiliki sifat yang serupa. Kemajuan penelitian dalam dasawarsa terakhir ini memberi penjelasan mengapa kelompok heterogen tersebut memiliki kesamaan efek terapi dan efek samping. Ternyata sebagian besar efek terapi dan efek sampingnya berdasarkan atas penghambatan biosintesis prostaglandin (PG).

1) OAINS Non Selektif

Non selektif berarti menhambat COX1 dan COX2 sehingga dapat menimbulkan iritasi lambung. Oleh karena itu, jika menggunakan obat golongan ini harus diminum setelah makan dan tidak digunakan pada orang yang menderita gastritis dan harus berhati- hati pada lansia.

Contoh OAINS non selektif adalah:

- Ibuprofen - Ketoprofen

- Indometasin - Asam mefenamat

- Ketorolak - Fenilbutazon

- Naproksen - Piroksikam

- Diklofenak - Nabumeton

Page 11: Analgetik Non Opioid

Ibuprofen mempunyai efek analgetik, antipiretik, dan antiinflamasi, namun efek antiinflamasinya memerlukan dosis lebih besar. Efek sampingnya ringan, seperti sakit kepala dan iritasi lambung ringan.

Asam mefenamat mempunyai efek analgetik dan antiinflamasi, tetapi tidak memberikan efek antipiretik.

Indometasin mempunyai efek antipiretik, antiinflamasi dan analgetik sebanding dengan aspirin, tetapi lebih toksik.

Fenillbutazon hanya digunakan untuk antinflamasi dan mempunyai efek meningkatkan ekskresi asam urat melalui urin, sehingga bisa digunakan pada artritis gout.

Piroksikam hanya diindikasikan untuk inflamasi sendi.

2) OAINS Selektif

OAINS selektif adalah yang hanya mengikat COX2 sehingga tidak menimbulkan iritasi lambung. Contohnya adalah celecoxib, meloxicam, dan refecoxib.