ANA UISU 2
-
Upload
blackinpearl -
Category
Documents
-
view
239 -
download
0
Transcript of ANA UISU 2
-
8/7/2019 ANA UISU 2
1/22
KEMATIAN AKIBAT ANAPHYLACTIC SHOCK 2011
R S U D . D R . R M . D J O E L H A M B I N J A I 1
SYOK ANAFILAKTIK
Pendahuluan
Syok atau renjatan merupakan suatu keadaan patofisiologik dinamik yang
mengakibatkan hipoksia jaringan dan sel. Karena hipoksia pada syok terjadi
gangguan metabolisme sel, sehingga dapat terjadi gangguan irreversibel pada
jaringan organ vital. Bila terjadi kondisi seperti ini penderita meninggal dunia.
Syok bukan merupakan penyakit dan tidak selalu disertai kegagalan perfusi
jaringan.
Syok dapat terjadi karena kehilangan cairan dalam waktu singkat dari ruang
intravaskuler (syok hipovolemik), kegagalan kuncup jantung (syok kardiogenik),
infeksi sistemik berat (syok septik), reaksi imun yang berlebihan (syok anafilaktik),
dan reaksi vasovagal (syok neurogenik).
Anaphylaxis berasal dari bahasa Yunani, dari 2 kata, ana artinya jauh dan
phylaxis artinya perlindungan. Secara bahasa artinya adalah menghilangkan
perlindungan. Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Portier dan Richet pada
tahun 1902 ketika memberikan dosis vaksinasi dari anemon laut untuk kedua
kalinya pada seekor anjing. Hasilnya, anjing tersebut mati mendadak. (1,2)
Reaksi anafilaksis merupakan reaksi alergi akut sistemik dan termasuk reaksi
Hipersensivitas Tipe I pada manusia dan mamalia pada umumnya. Reaksi ini harus
dibedakan dengan reaksi anafilaktoid. Gejala, terapi, dan risiko kematiannya sama
tetapi degranulasi sel mast atau basofil terjadi tanpa keterlibatan atau mediasi dari
IgE. (5)
Pada kematian akibat reaksi anafilaksis, onset gejala biasanya muncul pada
15 hingga 20 menit pertama, dan menyebabkan kematian dalam 1-2 jam. Reaksi
anafilaktik yang fatal terjadi akibat adanya distress pernafasan akut dan kolaps
sirkulasi. Pada kasus-kasus syok anafilaktik yang menyebabkan kematian inilah
aspek-aspek medikolegal perlu diperhatikan. Seiring dengan semakin
-
8/7/2019 ANA UISU 2
2/22
KEMATIAN AKIBAT ANAPHYLACTIC SHOCK 2011
R S U D . D R . R M . D J O E L H A M B I N J A I 2
meningkatnya kesadaran hukum masyarakat, dimana masyarakat lebih menyadari
akan haknya, kasus-kasus seperti ini akan dipertanyakan oleh masyarakat apakah
termasuk tindakan malpraktek atau tidak. Dalam referat ini, selain akan
dipaparkan aspek klinis dari syok anafilaktik, sedikit pembahasan tentang sudut
medikolegalnya akan turut pula disertakan. (5)
Definisi
Anafilaksis adalah reaksi alergi umum pada beberapa system organ
terutama kardiovaskular, respirasi, kulit dan gastrointestinal yang merupakan
reaksi imunologis yang didahului dengan terpaparnya allergen yang sebelumnya
sudah tersensitasi.
Sedangkan syok anafilaktik merupakan tipe paling berat dari reaksi
anafilaksis. Muncul ketika respon alergi memacu pelepasan cepat mediator
imunologis dari sel mast dalam jumlah besar yang menyebabkan vasodilatasi
sistemik (dihubungkan dengan penurunan tekanan darah secara tiba-tiba) dan
edema mukosa bronchial (menghasilkan bronkokontriksi dan kesulitan nafas). Hal
ini bisa menyebabkan kematian dalam hitungan menit jika tidak segera
ditangani.
(3)
Etiologi
Adapun beberapa alergen yang dapat menimbulkan reaksi anafilaksis adalah
sebagai berikut :
Gbr.1.Obat obatan bisa menjadi alergen
-
8/7/2019 ANA UISU 2
3/22
KEMATIAN AKIBAT ANAPHYLACTIC SHOCK 2011
R S U D . D R . R M . D J O E L H A M B I N J A I 3
Alergen yang Menimbulkan Reaksi Anafilaktik (1)
Makanan
Krustasea : lobster, udang, kepiting Moluska : kerang Ikan Kacang kacangan dan biji bijian Buah beri Putih telur susu
Obat Hormon : insulin, PTH, ACTH, vasopressin,relaxin
Enzim : tripsin, chymotripsin, penicillinase,asparaginase
Vaksin dan darah Toxoid : ATS, ADS, SABU Ekstrak allergen untuk uji kulit Dextran Antibiotik : Penisilin, streptomisin, tetrasiklin,
ciprofloksasin, amphotericin B, nitrofurantoin
Agen diagnostic kontras Vitamin B1 dan asam folat Agen anastesi : lidokain, prokain Lain-lain : barbiturate, diazepam, phebitoin,
protamine, aminopyrine, acetyl cystein, codein,
morfin, asam salisilat, HCT
Bisa serangga Lebah madu, jaket kuning, semut api, tawon
Lain-lain Lateks, karet, glikoprotein seminal fluid
-
8/7/2019 ANA UISU 2
4/22
KEMATIAN AKIBAT ANAPHYLACTIC SHOCK 2011
R S U D . D R . R M . D J O E L H A M B I N J A I 4
Frekuensi Beberapa Agen Penyebab Reaksi Anafilaksis dan Kematian di
Amerika Serikat : (7)
Agen Frekuensi Rx
Sedang
Frekuensi Rx Berat Kematian per Tahun
Penisilin 0,5-1 % 0,04 % 400-800
Sengatan 0,5 % 0,05 % 100
Media
kontras
5 % 0,1 % 250-1000
Dari Lavine SJ, Shelhamer JH: Anaphylaxis. In: Critical Care. Civetta JM, Raylor
RW, Kirby RR (editors). Lippincott, 1992
Epidemiologi
Di Amerika Serikat, kematian akibat reaksi anafilaksis sistemik kira-kira
1500-2000 kematian per tahun. Kasus nonfatal lebih sering muncul, yakni
sekitar0,2 % dari populasi setiap tahunnya.(4) Prevalensi kunjungan ke bagian
kegawatdaruratan kira-kira 2 per 10.000 penduduk sampai 5 per 10.000
penduduk. (8) Neugut et al memperkirakan bahwa 1-15 % dari populasi Amerika
Serikat berada dalam risiko mendapatkan reaksi anafilaktik atau reaksi
anafilaktoid. Lebih lanjut, mereka memperkirakan rata-rata reaksi anafilaksis akibat
makanan adalah 0,0004%, 0,7-10% untuk penisilin, 0,22-1% untuk media
radiokontras, dan 0,5-5% untuk gigitan serangga.(2)
Faktor Risiko (2,9)
Atopi merupakan faktor risiko. Pada studi berbasis populasi di OlmstedCounty, 53% dari pasien anafilaksis memiliki riwayat penyakit atopi.
Penelitian lain menunjukkan bahwa atopi merupakan faktor risiko untuk
reaksi anfilaksis terhadap makanan, reaksi anafilaksis yang diinduksi oleh
latihan fisik, anafilaksis idiopatik, reaksi terhadap radiokontras, dan reaksi
-
8/7/2019 ANA UISU 2
5/22
KEMATIAN AKIBAT ANAPHYLACTIC SHOCK 2011
R S U D . D R . R M . D J O E L H A M B I N J A I 5
terhadap latex. Sementara, hal ini tidak didapati pada reaksi terhadap
penisilin dan gigitan serangga.
Cara dan waktu pemberian berpengaruh terhadap terjadinya reaksianafilaksis. Pemberian secara oral lebih sedikit kemungkinannya
menimbulkan reaksi dan kalaupun ada biasanya tidak berat, meskipun
reaksi fatal dapat terjadi pada seseorang yang memang alergi setelah
menelan makanan. Selain itu, semakin lama interval pajanan pertama dan
kedua, semakin kecil kemungkinan reaksi anafilaksis akan muncul kembali.
Hal ini berhubungan dengan katabolisme dan penurunan sintesis dari IgE
spesifik seiring waktu.
Asma merupakan faktor risiko yang fatal berakibat fatal. Lebih dari 90%kematian karena anafilaksis makanan terjadi pada pasien asma.
Penundaan pemberian epinefrin juga merupakan faktor risiko yangberakibat fatal.
Patofisiologi
Anafilaksis dikelompokkan dalam hipersensitivitas tipe 1 atau reaksi tipe
segera (immediate type reaction) oleh Coomb dan Gell (1963), timbul segerasetelah tubuh terpajan dengan allergen. Anafilaksis diperantarai melalui ikatan
antigen kepada antibodi IgE pada sel mast jaringan ikat di seluruh tubuh individu
dengan predisposisi genetik, yang menyebabkan terjadinya pelepasan mediator
inflamasi.(3) Urutan kejadian reaksi tipe I adalah sebagai berikut (1,3)
1. Fase sensitasi yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE sampai
diikatnya dengan reseptor spesifik pada permukaan sel mast dan basofil.
Alergen yang masuk lewat kulit, mukosa, saluran nafas atau saluran
pencernaan yang ditangkap oleh makrofag. Makrofag segera
mempresentasikan antigen tersebut kepada limfosit T yang akan mensekresikan
sitokin (IL-4, IL-3) yang menginduksi limfosit B berfloriferasi menjadi sel plasma
(plasmosit). Plasmosit akan memproduksi IgE spesifik untuk antigen tersebut.
-
8/7/2019 ANA UISU 2
6/22
KEMATIAN AKIBAT ANAPHYLACTIC SHOCK 2011
R S U D . D R . R M . D J O E L H A M B I N J A I 6
IgE ini kemudian terikat padareseptor permukaan sel Mast (Mastosit) dan
Basofil.
2. Fase aktivasi yaitu waktu yang diperlukan antara pajanan ulang dengan
antigen yang sama dan sel mast melepas isinya yang berisikan granul yang
menimbulkan reaksi.
3. Fase efektor yaitu waktu terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai
efek mediator-mediator yang dilepas selmast.
Reaksi hipersensitifitas tipe I
Antigen merangsang sel B untuk membentuk IgE dengan bantuan sel Th2. IgE
diikat oleh sel mast dan basofil melalui reseptor Fc. Sel mast banyak ditemukan
pada jaringan ikat di bawah permukaan epitel, termasuk pada jaringan submukosa
traktus gastrointestinal, traktus respiratorius, dan pada lapisan dermis kulit.
Apabila tubuh terpajan ulang dengan antigen yang sama, maka antigen tesebut
akan diikat oleh IgE yang sudah ada pada permukaan sel mast/basofil. Akibat
ikatan antigen IgE, sel mast/basofil mengalami degranulasi dan melepas mediator
antara lain histamin, leukotrien, dan prostaglandin.(3)Respon fisiologis terhadap
mediator tersebut antara lain spasme otot polos pada traktus respiratorius dan
gastrointestinal, vasodilatasi, peningkatan permeabilitas vaskular, dan stimulasi
ujung saraf sensorik. Hal tersebut menyebabkan timbulnya gejala klasik anafilaksis
seperti flushing (kemerahan), urtikaria, pruritus, spasme otot bronkus, dan kram
pada abdomen dengan nausea, vomitus, dan diare. Hipotensi dan syok dapat
tejadi sebagai akibat dari kehilangan volume intravaskular, vasodilatasi, dan
disfungsi miokard. Peningkatan permeabilitas vaskuler dapat menyebabkan
pergeseran 50 % volume vaskuler ke ruang extravaskuler dalam 10 menit.(2,3)
Histamin memperantarai efek tersebut di atas melalui aktivasi resptor
histamin 1 (H1) dan histamin 2 (H2). Vasodilatasi diperantarai oleh baik reseptor
H1 maupun H2. reseptor H2 membeikan efek langsung pada otot polos
-
8/7/2019 ANA UISU 2
7/22
KEMATIAN AKIBAT ANAPHYLACTIC SHOCK 2011
R S U D . D R . R M . D J O E L H A M B I N J A I 7
sementara reseptor H1 menstimulasi sel endotel untuk memproduki NO. Efek
pada jantung sebagian besar diperantarai oleh reseptor H2. Resptor H1 secara
primer bertanggungjawab untuk kontraksi otot polos extravaskular (misalnya otot
bronkus dan otot gasrointestinal). (2)
Reaksi sistemik akut umumnya mulai timbul beberapa menit setelah
pemaparan alergen; keterlambatan yang lebih lama dari 1 jam sangat jarang
terjadi. Pada kepekaan yang ekstrim, penyuntikan alegen dapat segera
menyebabkan keatian atau reaksi subletal dan umumnya reaksi-reaksi yang paling
berat terjadi paling cepat.(11)
Para peneliti secara khusus membedakan anafilaksis dengan reaksianafilaktoid. Dimana keduanya memiliki gejala, penatalaksanaan, dan resiko
kematian yang sama, tetapi pada anafilaksis degranulasi sel mast atau basofil selalu
diperantarai oleh IgE, sedangkan pada reaksi anafilaktoid degranulasi sel mast atau
basofil tidak diperantarai oleh IgE. (3)
Gbr.2.Reaksi anafilaktik sistemik
Manifestasi Klinik
Pada sebagian besar studi, frekuensi gejala dan tanda anafilaksis
dikelompokkan berdasarkan sistem organ. Pada studi Olmsted County, ditemukan
100 % pasien mengalami manisfestasi kulit, studi lain menyebutkan 90 % pasien
mengalami manifestasi kulit, 69 % bermanifetasi pada system respiratorius, 41 %
-
8/7/2019 ANA UISU 2
8/22
KEMATIAN AKIBAT ANAPHYLACTIC SHOCK 2011
R S U D . D R . R M . D J O E L H A M B I N J A I 8
melibatkan system kardiovaskuler, dan 24 % bermanifestasi pada oral atau
gastrointestinal. (2)
Pasien seringkali awalnya melaporkan gatal dan kemerahan pada kulit yang
kemudian diikuti gejala berikut : (2,8,9)
a. Kulit : flushing (kemerahan), urtikaria, angioedema, pruritus, dan bengkak.
Gbr.3.ReaksiAnafilaksis (Alergi)
b. Respiratorius : diawali dengan rasa penuh pada tenggorokan,yang kemudian
menjadi dyspnea,disfonia,suara serak dan batuk, dapat ditemukan wheezing.
Jika terjadi edema paru akan timbul sianosis selain dyspnea. Selain itu dapat
ditemukan rhinorrhea dan kongesti nasal.
c. Kardiovaskular : diawali dengan rasa kelemahan dan pingsan (fainting) yang
dapat disertai dengan aritmia, gangguan konduksi, dan iskemia miokardial,
palpitasi.
d. Gastrointestinal : nausea, vomitus, diare, kram.
e. Neurologik : sakit kepala (jarang).
-
8/7/2019 ANA UISU 2
9/22
KEMATIAN AKIBAT ANAPHYLACTIC SHOCK 2011
R S U D . D R . R M . D J O E L H A M B I N J A I 9
Gejala biasanya mulai dalam 5-30 menit dari waktu setelah antigen
disuntikkan tetapi dapat terjadi dalam beberapa detik. Jika antigen tersebut
ditelan, gejala umumnya muncul dalam 2 jam, walaupun gejala seringkali muncul
lebih cepat. Pada kasus yang jarang, gejala dapat tertunda onsetnya selama
beberapa jam.(2)
Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan : (2)
a. Respiratorius :
1.Angioedema pada lidah dan bibir dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas
2.Edema laring yang dapat bermanifestasi sebagai stridor atau haus akan udara
yang berat.
3.Kehilangan suara, suara nafas yang kasar (hoarseness), dan atau disfagia
dapat terjadi
4.Bronkospasme, edema jalan nafas, dan hipersekresi mukus yang
bermanifestasi menjadi wheezing.
Gbr.4.Anafilaksis merupakan reaksi alergi yang serius.
-
8/7/2019 ANA UISU 2
10/22
KEMATIAN AKIBAT ANAPHYLACTIC SHOCK 2011
R S U D . D R . R M . D J O E L H A M B I N J A I 10
5.Hipoksia yang dapat mengganggu status mental
b. Kardiovaskular :
1.Takikardia, sebagai kompensasi terhadap kehilangan volume intravaskular.
2.Hipotensi akibat kelemahan kapiler, vasodilatasi, dan hipoksik miokardial.
c. Mukokutan :
1.Kemerahan (flushing) terutamadi pipi. Urtikaria dapat terjadi di seluruh
tubuh. Lesi eritematous, meninggi, sangat gatal, dan ukurannya bervariasi.
2.Angioedema yang melibatkan lapisan dermal kulit dan biasanya tidak gatal
dan nonpitting. Biasanya ditemukan pada laring, bibir, kelopak mata,
tangan, kaki, dan genital. Edema pada laring dapat mematikan oleh karena
obstruksi pernafasan.
d. Gastrointestinal : vomitus, diare, dan distensi abdomen
Pemeriksaan Labolatorium
Peningkatan hematokrit umumnya ditemukan sebagai akibat dari
hemokonsentrasi karena peningkatan permeabilitas vaskuler. Serum tryptase sel
mast biasanya meningkat.(8)
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan syok dimulai dengan tindakan umum untuk memulihkan
perfusi jaringan dan oksigenasi sel. Tindakan ini tidak bergantung pada penyebab
syok. Untuk perfusi jaringan, diperlukan tekanan darah sekurang-kurangnya 70-80
mmHg supaya kebutuhan metabolit dan zat asam jaringan dapat dipenuhi.
Tekanan darah ini dapat dicapai dengan memperhatikan prinsip resusitasi ABC.
Jalan nafas (A) harus bebas, kalau perlu dengan intubasi. Pernafasan (B) harus
-
8/7/2019 ANA UISU 2
11/22
KEMATIAN AKIBAT ANAPHYLACTIC SHOCK 2011
R S U D . D R . R M . D J O E L H A M B I N J A I 11
terjamin, kalau perlu dengan ventilasi buatan dan pemberian oksigen 100%. Pada
pasien syok yang menggunakan ventilasi mekanis, kebutuhan oksigen dapat
dipenuhi sebesar 20-25%.Defisit volume peredaran darah (C) pada syok
hipovolemik sejati atau hipovolemik relatif ( syok septik dan anafilaktik) dapat
diatasi dengan pemberian cairan intravena dan memperhatikan fungsi jantung.(13)
Adapun tindakan yang dilakukan yaitu : (1)
Hentikan obat/identifikasi obat yang diduga menyebabkan reaksi anafilaksis Torniquet, pasang torniquet di bagian proksimal daerah masuknya obat
atau sengatan hewan longgarkan 1-2 menit tiap 10 menit.
Posisi, tidurkan dengan posisi Trandelenberg, kaki lebih tinggi dari kepala(posisi shock) dengan alas keras.
Bebaskan airway, bila obstruksi intubasi-cricotyrotomi-tracheostomi Berikan oksigen, melalui hidung atau mulut 5-10 liter /menit bila tidak bia
persiapkan dari mulut kemulut
Pasang cathether intra vena (infus) dengan cairan elektrolit seimbang atauNacl fisiologis, 0,5-1liter dalam 30 menit (dosis dewasa) monitoring
dengan Tensi dan produksi urine Pertahankan tekanan darah sistole
>100mmHg diberikan 2-3L/m2 luas tubuh /24 jam Bila 100 mmHg 500 cc/
1 Jam
Bila perlu pasang CVP (Central Venous Pressure)Medikamentosa
(1)
I. Adrenalin 1:1000, 0,3 0,5 ml SC/IMlenganatas , paha, sekitarlesi pada venom.
Dapat diulang 2-3 x dengan selang waktu 15-30 menit, Pemberian IV pada
stadiumterminal / pemberiandengandosis1 mlgagal , 1:1000 dilarutkandalam 9
mlgaram faalidiberikan 1-2 mlselama 5-20 menit (anak0,1 cc/kg BB).
II. DiphenhidraminIV pelan (+ 20 detik ) ,IMatau PO (1-2 mg/kg BB) sampai 50
mgdosistunggal, PO dapatdilanjutkantiap 6 jamselama 48 jambilatetap sesak
danhipotensi segerarujuk, (anak:1-2 mg /kgBB/ IV) maximal 200mgIV
-
8/7/2019 ANA UISU 2
12/22
KEMATIAN AKIBAT ANAPHYLACTIC SHOCK 2011
R S U D . D R . R M . D J O E L H A M B I N J A I 12
III. Aminophilin, bilaadaspasmebronchusberi 4-6 mg/ kg BB dilarutkandalam 10
mlgaram faaliatau D5, IVselama 20 menitdilanjutkan 0,2 1,2 mg/kg/jam
IV. Korticosteroid 5-20 mg/kg BB dilanjutkan 2-5 mg/kgselama 4-6 jam, pemberian
selama 72 jam.HidrocortisonIV, beri cimetidin 300mgsetelah 3-5 menit
Monitoring(1) Observasiketat selama 24 jam, 6 jamberturut-turut tiap 2 jam sampaikeadaan
fungsimembaik
Klinis : keadaanumum, kesadaran, vitalsign, produksiurinedankeluhan Darah : Gasdarah EKG
Kematian dan Autopsi Pada Syok Anafilaktik
Kematian pada syok anafilaktik kebanyakan disebabkan oleh kolapsnya
jantung dan edema laring oleh obat-obatan, makanan, dan gigitan serangga.
Gejala yang timbul pada serangan anafilaksis antara lain pusing, gatal pada kulit,
urtikaria, sesak nafas, wheezing, kesulitan dan kegagalan pernafasan. Padakematian karena anafilaksis, munculnya gejala biasanya berlangsung pada 15-20
menit pertama. Saat pasien meninggal sangat dibutuhkan dokumen (medical
record) yang baik tentang perkembangan penyakit pasien mulai dari gejala
terjadinya reaksi anafilaksis sampai pasien meninggal. Kematian biasanya terjadi
-
8/7/2019 ANA UISU 2
13/22
KEMATIAN AKIBAT ANAPHYLACTIC SHOCK 2011
R S U D . D R . R M . D J O E L H A M B I N J A I 13
dalam waktu 1-2 jam. Beberapa serangga seperti salah satu jenis semut, bisa yang
dihasilkan sangat toksik dan kematian terjadi tanpa berlangsungnya reaksi
anafilaktik jika gigitannya banyak. (5)
Reaksi anafilaksis yang fatal menyababkan terjadinya acute respiratory
distress atau circulatory collapse. Obstruksi pada saluran pernafasan bagian atas
dapat disebabkan oleh edema laring dan pharing. Pada saluran pernafasan bagian
bawah disebabkan oleh bronkospasme dengan kontraksi dari otot-otot
pernafasan, vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler. Henti jantung
mungkin disebabkan karena terhentinya pernafasan, Efek langsung oleh mediator
kimia pada syok anafilaksis disebabkan oleh hilangnya cairan intravascular oleh
edema dan vasodilatasi.(5)
Dalam satu kepustakaan dituliskan Pumphrey dan Roberts melakukan
autopsi pada 56 kasus kematian syok anafilaksis. Didapatkan 16 kasus disebabkan
oleh alergi makanan karena kesulitan bernafas dengan 13 kasus karena henti nafas.
Sebaliknya, syok tanpa kesulitan bernafas ditemukan pada 9 dari 19 kasus karena
sengitan serangga dan 12 dari 21 kasus karena reaksi iatrogenik.(5)
Pada autopsi, hal-hal yang bisa ditemukan tidak spesifik. Seringkali
didapatkan edema laring, tetapi jarang didapatkan obstruksi komplit dari saluran
pernafasan. Pumphrey dan Roberts melaporkan edema laring dan pharing masing-
masing didapatkan 8% dan 49%. Emfisema yang disebabkan oleh
bronkokonstriksi bisa ditemukan. Kongesti pulmonal dan visceral, edema, dan
perdarahan pulmonal bisa didapatkantetapi tidak spesifik. Pada penelitian yang
dilakukan oleh Pumphrey dan Roberts, 23dari 56 kematian karena anafilasis tidak
ditemukan kelainan kelainan makroskopik pada autopsi.(5)
Untuk membuat diagnosis adanya reaksi anafilaksis ditentukan adanya
riwayat alergi atau ada yang menyaksikan seseorang meninggal karena sengatan
serangga, makanan dan obat-obatan. Kebanyakan kematian yang berhubungan
-
8/7/2019 ANA UISU 2
14/22
KEMATIAN AKIBAT ANAPHYLACTIC SHOCK 2011
R S U D . D R . R M . D J O E L H A M B I N J A I 14
dengan obat-obatanyaitu penggunaan penicillin atau agen iodine-containing
contrast yang digunakan untuk tujuan diagnosis. Petunjuk penggunaan agen low-
osmolar pada radiologi dapat mengurangi jumlah reaksi membahayakan yang bisa
timbul karena agen iodinated contrast.(5)
Pada kematian yang disebabkan oleh gigitan serangga, adanya elevasi dari
venom-spesifik IgE antibody dapat dideteksi pada darah postmortem. Elevasi level
dari IgE spesifik antibody tidak selalu mengindikasikan terjadinya reaksi anafilaktik,
kecuali jika seseorang memang sensitif dengan venom (bisa) tersebut.
Ditemukannya antibodi dapat menjelaskan terjadinya reaksi anafilaksis karena
gigitan serangga. Tidak semua kematian karena reaksi anafilaksis menunjukkan
adanya antibodi yang spesifik dengan serangga yang menggigitnya. Pada beberapa
kasus, cross-reaction dengan antigen pada serangga lainnya yang bisa
menyebabkan kematian karena alergi masih memungkinkan.(5)
Aspek Medikolegal
Reaksi alergi yang bisa timbul tidak sama pada setiap orang, bisa ringan
berupa gatal yang hilang dengan sendirinya, bisa pula berat hingga fatal. Reaksi
alergi terhadap obat muncul tanpa diduga. Seseorang yang tadinya tidak apa-apa
minum Antalgin, suatu ketika gatal sekujur tubuhnya setelah minum antalgin.
Jangka waktu munculnyapun bisa cepat bisa lambat, demikian pula berat
ringannya. Seseorang mungkin langsung syok tak sadarkan diri sesaat setelah
minum antalgin, misalnya.(14) Sementara yang lain hanya gatal, beberapa saat
kemudian hilang gatalnya. Berikut beberapa contoh kasus pasien dengan reaksi
alergi :
Seorang penderita mendapatkan obat. Beberapa saat kemudian penderitatersebut datang lagi dengan keluhan gatal setelah minum obat, yang
kemungkinan menandakan reaksi alergi. Pada kasus ini, seorang dokter
wajib memberikan catatan tertulis reaksi alergi obat kepada penderita.
-
8/7/2019 ANA UISU 2
15/22
KEMATIAN AKIBAT ANAPHYLACTIC SHOCK 2011
R S U D . D R . R M . D J O E L H A M B I N J A I 15
Tidak cukup hanya mengatakan bahwa si penderita alergi terhadap obat A.
Catatan diberikan kepada penderita disertai pesan agar menyerahkan
catatan alergi tersebut kepada dokter manapun jika sewaktu-waktu sakit.
Selain memberikan catatan riwayat alergi kepada penderita, dokter tersebut
wajib mencatat dalam rekam medik.(14)
Seorang penderita membawa satu tas berisi obat minum, obat suntik dansuntikan kecil, disertai surat dari dokter ahli agar penderita diinjeksi obat
secara berkala selama waktu tertentu (kasus penderita TBC berulang).
Dalam surat disebutkan agar penderita ditest (test kulit) terlebih dahulu
menggunakan pengenceran tertentu. Siapa sangka, ketika test sedang
berlangsung (belum sampai tuntas test kulit), tiba-tiba penderita syok
(anafilaktik syok). Tak sadarkan diri, ngorok, nadi tak teraba, napas megap-
megap. Setelah tindakan darurat penanganan anafilaktik syok sesuai
prosedur tetap (protap), penderita dapat diselamatkan. (14)
Seorang pasien berobat ke dokter kemudian padasaat pasien diterapidengan suntikan pasien tiba-tiba kolaps akibat obat suntik yang diberikan
atau yang biasa disebut anafilaktik syok. Dalam hal ini dokter perlu
melawan reaksi tersebut dengan memberikan penanganan berupa
pemberian kortikosteroid atau kalau perlu pemberian adrenalin. Namun
dokter tersebut tidak memberikan obat tersebut karena alasan obat tersebut
tidak ada sehingga pasien tersebut meninggal dunia. Maka dokter tersebut
dapat dipidana karena kealpaan dan kelalaiannya menyebabkan hilangnya
nyawa seseorang.(15)
-
8/7/2019 ANA UISU 2
16/22
KEMATIAN AKIBAT ANAPHYLACTIC SHOCK 2011
R S U D . D R . R M . D J O E L H A M B I N J A I 16
Adapun aspek medikolegal pasien dengan anafilaktik yaitu: (1,2)
Keterlambatan menganggap/madiagnosis pasien tersebut mengalamianafilaktik padahal sudah terjadi sinkop dan hipotensi sehingga tidak
diberikan penanganan yang cepat dan tepat.
Tidak menganamnesa penyakit alergi yang diderita pasien sebelumnyasebelum terapi diberikan (obat, makanan, atopi)
Kelalaian memeberikan resep injeksi epinefrin dan penjelasan kepadapasien tentang penyimpanan dan penggunaannya.
Kegagalan mendiagnosis penyebab terjadinya anafilaktik
Tidak mencegah terjadinya reaksi obat pada pasien yang diketahui hampiratau sensitif dengan melakukan tes terlebih dahulu (cross-reacting drug).
Lalai memberikan informed consent sebelum melakukan tindakan padapasien
Tidak memberikan penanganan yang tepat (sesuai prosedur penanganansyok anafilaktik)
Tidak bersiaga dengan menyediakan emergency kit bila melakukan injeksi.
Akhir-akhir ini tuntutan hukum terhadap dokter dengan dakwaan
melakukan malpraktek makin meningkat dimana-mana. Hal ini menunjukkan
adanya peningkatan kesadaran hukum masyarakat, dimana masyarakat lebih
-
8/7/2019 ANA UISU 2
17/22
-
8/7/2019 ANA UISU 2
18/22
KEMATIAN AKIBAT ANAPHYLACTIC SHOCK 2011
R S U D . D R . R M . D J O E L H A M B I N J A I 18
UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, Pasal 55(1) Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian
yang dilakukan tenaga kesehatan.
(2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
UU No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Pasal 45(1) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan
dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus
mendapat persetujuan.
(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah
pasien mendapat penjelasan secara lengkap.
(3) Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya
mencakup :
a. diagnosis dan tata cara tindakan medis;
b. tujuan tindakan medis yang dilakukan;
c. alternatif tindakan lain dan risikonya;
d. risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan
e. prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
(4) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan
baik secaratertulis maupun lisan.
(5) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung
risiko tinggi harus diberikan dengan persetujuan tertulis yang
ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan.
-
8/7/2019 ANA UISU 2
19/22
-
8/7/2019 ANA UISU 2
20/22
KEMATIAN AKIBAT ANAPHYLACTIC SHOCK 2011
R S U D . D R . R M . D J O E L H A M B I N J A I 20
UU No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Pasal 79Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling
banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), setiap dokter atau dokter gigi
yang :
b. Dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalamPasal 51 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf e.
KUHP,Pasal 359Barang siapa karena kesalahan (kealpaaannya) menyebabkan orang lain
mati, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana kurungan
paling lama 1 tahun.
-
8/7/2019 ANA UISU 2
21/22
KEMATIAN AKIBAT ANAPHYLACTIC SHOCK 2011
R S U D . D R . R M . D J O E L H A M B I N J A I 21
DAFTAR PUSTAKA
1. Wahyu Widodo AD, Endradita G, Syok Anafilaktik. [online]. 2008. [cited
2008 May 12]. Available from URL: http://www.Bakornaslkmi.org
2. Dreskin, SC. Anaphylaxis. [online]. 2005. [cited 2008 May 12]. Available from
URL: http://www.emedicine.com
3. Anonymous. Anaphylaxis. [online]. 2008. [cited 2008 May 12]. Available
from URL: http://www.wikipedia.com
4. Schwartz, LB. Systemic Anaphylaxis. In:Goldman L, Ausiello D. Cecil Textbook
of Medicine. Ed. 22. Philadhelpia:Saunders; 2004.
5. DiMaio, VJ. DiMaio D. Forensic Pathology. Ed. 2. Florida: CRC; 2001.
6. Accetta Donald. Allergic reaction. [online]. 2007.[cited 2008 May 12].
Available from URL: http://www.about.com
7. Bongard, FS. Sue, DY. Current Critical Care Diagnosis & Treatment. Ed. 2.
United States of America: McGraw-Hill; 2003.
8. McHugh, DF. Anaphylaxis and Acute Alergic Reactions. In: Ma, JO. Cline,
DM. Emergency Medicine Just the Facts. Ed. 2.United States of America:
McGraw-Hill; 2004.
9. Castells M, Horan RF, Sheffer Al. Anaphylaxis. In. Branch, WT. Office Practiceof Medicine. Ed.4. Philadelpia: Sauders. 1994.
10. Baratawidjaja KG. Imunologi Dasar. Ed. 6. Jakarta: Balai Penerbit FK-UI.2004
-
8/7/2019 ANA UISU 2
22/22
KEMATIAN AKIBAT ANAPHYLACTIC SHOCK 2011
11. Solomon WR. Gangguan Alergi Biasa (Anafilaksis dan Penyagit Atopik). In:
Price SA, Wilson LM. Patofisiologi. Ed. 4. Jakarta: EGC.1995
12. Accetta Donald. Anaphylaxis. [online]. 2007.[cited 2008 May 12]. Available
from URL: http://www.MedlinePlus.com
13. Syamsuhidjat R, Jong WD. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed.2. Jakarta:EGC.2005
14.Admin. Catatan Alergi Obat. [online]. 2007.[cited 2008 May 12]. Available
from URL: http://www.Kesehatanonline.com
15. Anonymous. Peran Perlindungan Hukum Terhadap Dokter. [online]. [cited
2008 May 12]. Available from URL: http://www.Klinikmedis.com
16. Anonymous. Malpraktek Medik (dikutip dari buku etika kedokteran dan
hokum kesehatan M yusuf hanafiah). [online].2007. [cited 2008 May 12].
Available from URL: http://www.Goresan Jiwamu.com
17. UU No 23. Tentang Kesehatan
18. UU No 29 tentang Praktik Kedokteran Tahun 2004
19. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)