ANA UISU 2

download ANA UISU 2

of 22

Transcript of ANA UISU 2

  • 8/7/2019 ANA UISU 2

    1/22

    KEMATIAN AKIBAT ANAPHYLACTIC SHOCK 2011

    R S U D . D R . R M . D J O E L H A M B I N J A I 1

    SYOK ANAFILAKTIK

    Pendahuluan

    Syok atau renjatan merupakan suatu keadaan patofisiologik dinamik yang

    mengakibatkan hipoksia jaringan dan sel. Karena hipoksia pada syok terjadi

    gangguan metabolisme sel, sehingga dapat terjadi gangguan irreversibel pada

    jaringan organ vital. Bila terjadi kondisi seperti ini penderita meninggal dunia.

    Syok bukan merupakan penyakit dan tidak selalu disertai kegagalan perfusi

    jaringan.

    Syok dapat terjadi karena kehilangan cairan dalam waktu singkat dari ruang

    intravaskuler (syok hipovolemik), kegagalan kuncup jantung (syok kardiogenik),

    infeksi sistemik berat (syok septik), reaksi imun yang berlebihan (syok anafilaktik),

    dan reaksi vasovagal (syok neurogenik).

    Anaphylaxis berasal dari bahasa Yunani, dari 2 kata, ana artinya jauh dan

    phylaxis artinya perlindungan. Secara bahasa artinya adalah menghilangkan

    perlindungan. Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Portier dan Richet pada

    tahun 1902 ketika memberikan dosis vaksinasi dari anemon laut untuk kedua

    kalinya pada seekor anjing. Hasilnya, anjing tersebut mati mendadak. (1,2)

    Reaksi anafilaksis merupakan reaksi alergi akut sistemik dan termasuk reaksi

    Hipersensivitas Tipe I pada manusia dan mamalia pada umumnya. Reaksi ini harus

    dibedakan dengan reaksi anafilaktoid. Gejala, terapi, dan risiko kematiannya sama

    tetapi degranulasi sel mast atau basofil terjadi tanpa keterlibatan atau mediasi dari

    IgE. (5)

    Pada kematian akibat reaksi anafilaksis, onset gejala biasanya muncul pada

    15 hingga 20 menit pertama, dan menyebabkan kematian dalam 1-2 jam. Reaksi

    anafilaktik yang fatal terjadi akibat adanya distress pernafasan akut dan kolaps

    sirkulasi. Pada kasus-kasus syok anafilaktik yang menyebabkan kematian inilah

    aspek-aspek medikolegal perlu diperhatikan. Seiring dengan semakin

  • 8/7/2019 ANA UISU 2

    2/22

    KEMATIAN AKIBAT ANAPHYLACTIC SHOCK 2011

    R S U D . D R . R M . D J O E L H A M B I N J A I 2

    meningkatnya kesadaran hukum masyarakat, dimana masyarakat lebih menyadari

    akan haknya, kasus-kasus seperti ini akan dipertanyakan oleh masyarakat apakah

    termasuk tindakan malpraktek atau tidak. Dalam referat ini, selain akan

    dipaparkan aspek klinis dari syok anafilaktik, sedikit pembahasan tentang sudut

    medikolegalnya akan turut pula disertakan. (5)

    Definisi

    Anafilaksis adalah reaksi alergi umum pada beberapa system organ

    terutama kardiovaskular, respirasi, kulit dan gastrointestinal yang merupakan

    reaksi imunologis yang didahului dengan terpaparnya allergen yang sebelumnya

    sudah tersensitasi.

    Sedangkan syok anafilaktik merupakan tipe paling berat dari reaksi

    anafilaksis. Muncul ketika respon alergi memacu pelepasan cepat mediator

    imunologis dari sel mast dalam jumlah besar yang menyebabkan vasodilatasi

    sistemik (dihubungkan dengan penurunan tekanan darah secara tiba-tiba) dan

    edema mukosa bronchial (menghasilkan bronkokontriksi dan kesulitan nafas). Hal

    ini bisa menyebabkan kematian dalam hitungan menit jika tidak segera

    ditangani.

    (3)

    Etiologi

    Adapun beberapa alergen yang dapat menimbulkan reaksi anafilaksis adalah

    sebagai berikut :

    Gbr.1.Obat obatan bisa menjadi alergen

  • 8/7/2019 ANA UISU 2

    3/22

    KEMATIAN AKIBAT ANAPHYLACTIC SHOCK 2011

    R S U D . D R . R M . D J O E L H A M B I N J A I 3

    Alergen yang Menimbulkan Reaksi Anafilaktik (1)

    Makanan

    Krustasea : lobster, udang, kepiting Moluska : kerang Ikan Kacang kacangan dan biji bijian Buah beri Putih telur susu

    Obat Hormon : insulin, PTH, ACTH, vasopressin,relaxin

    Enzim : tripsin, chymotripsin, penicillinase,asparaginase

    Vaksin dan darah Toxoid : ATS, ADS, SABU Ekstrak allergen untuk uji kulit Dextran Antibiotik : Penisilin, streptomisin, tetrasiklin,

    ciprofloksasin, amphotericin B, nitrofurantoin

    Agen diagnostic kontras Vitamin B1 dan asam folat Agen anastesi : lidokain, prokain Lain-lain : barbiturate, diazepam, phebitoin,

    protamine, aminopyrine, acetyl cystein, codein,

    morfin, asam salisilat, HCT

    Bisa serangga Lebah madu, jaket kuning, semut api, tawon

    Lain-lain Lateks, karet, glikoprotein seminal fluid

  • 8/7/2019 ANA UISU 2

    4/22

    KEMATIAN AKIBAT ANAPHYLACTIC SHOCK 2011

    R S U D . D R . R M . D J O E L H A M B I N J A I 4

    Frekuensi Beberapa Agen Penyebab Reaksi Anafilaksis dan Kematian di

    Amerika Serikat : (7)

    Agen Frekuensi Rx

    Sedang

    Frekuensi Rx Berat Kematian per Tahun

    Penisilin 0,5-1 % 0,04 % 400-800

    Sengatan 0,5 % 0,05 % 100

    Media

    kontras

    5 % 0,1 % 250-1000

    Dari Lavine SJ, Shelhamer JH: Anaphylaxis. In: Critical Care. Civetta JM, Raylor

    RW, Kirby RR (editors). Lippincott, 1992

    Epidemiologi

    Di Amerika Serikat, kematian akibat reaksi anafilaksis sistemik kira-kira

    1500-2000 kematian per tahun. Kasus nonfatal lebih sering muncul, yakni

    sekitar0,2 % dari populasi setiap tahunnya.(4) Prevalensi kunjungan ke bagian

    kegawatdaruratan kira-kira 2 per 10.000 penduduk sampai 5 per 10.000

    penduduk. (8) Neugut et al memperkirakan bahwa 1-15 % dari populasi Amerika

    Serikat berada dalam risiko mendapatkan reaksi anafilaktik atau reaksi

    anafilaktoid. Lebih lanjut, mereka memperkirakan rata-rata reaksi anafilaksis akibat

    makanan adalah 0,0004%, 0,7-10% untuk penisilin, 0,22-1% untuk media

    radiokontras, dan 0,5-5% untuk gigitan serangga.(2)

    Faktor Risiko (2,9)

    Atopi merupakan faktor risiko. Pada studi berbasis populasi di OlmstedCounty, 53% dari pasien anafilaksis memiliki riwayat penyakit atopi.

    Penelitian lain menunjukkan bahwa atopi merupakan faktor risiko untuk

    reaksi anfilaksis terhadap makanan, reaksi anafilaksis yang diinduksi oleh

    latihan fisik, anafilaksis idiopatik, reaksi terhadap radiokontras, dan reaksi

  • 8/7/2019 ANA UISU 2

    5/22

    KEMATIAN AKIBAT ANAPHYLACTIC SHOCK 2011

    R S U D . D R . R M . D J O E L H A M B I N J A I 5

    terhadap latex. Sementara, hal ini tidak didapati pada reaksi terhadap

    penisilin dan gigitan serangga.

    Cara dan waktu pemberian berpengaruh terhadap terjadinya reaksianafilaksis. Pemberian secara oral lebih sedikit kemungkinannya

    menimbulkan reaksi dan kalaupun ada biasanya tidak berat, meskipun

    reaksi fatal dapat terjadi pada seseorang yang memang alergi setelah

    menelan makanan. Selain itu, semakin lama interval pajanan pertama dan

    kedua, semakin kecil kemungkinan reaksi anafilaksis akan muncul kembali.

    Hal ini berhubungan dengan katabolisme dan penurunan sintesis dari IgE

    spesifik seiring waktu.

    Asma merupakan faktor risiko yang fatal berakibat fatal. Lebih dari 90%kematian karena anafilaksis makanan terjadi pada pasien asma.

    Penundaan pemberian epinefrin juga merupakan faktor risiko yangberakibat fatal.

    Patofisiologi

    Anafilaksis dikelompokkan dalam hipersensitivitas tipe 1 atau reaksi tipe

    segera (immediate type reaction) oleh Coomb dan Gell (1963), timbul segerasetelah tubuh terpajan dengan allergen. Anafilaksis diperantarai melalui ikatan

    antigen kepada antibodi IgE pada sel mast jaringan ikat di seluruh tubuh individu

    dengan predisposisi genetik, yang menyebabkan terjadinya pelepasan mediator

    inflamasi.(3) Urutan kejadian reaksi tipe I adalah sebagai berikut (1,3)

    1. Fase sensitasi yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE sampai

    diikatnya dengan reseptor spesifik pada permukaan sel mast dan basofil.

    Alergen yang masuk lewat kulit, mukosa, saluran nafas atau saluran

    pencernaan yang ditangkap oleh makrofag. Makrofag segera

    mempresentasikan antigen tersebut kepada limfosit T yang akan mensekresikan

    sitokin (IL-4, IL-3) yang menginduksi limfosit B berfloriferasi menjadi sel plasma

    (plasmosit). Plasmosit akan memproduksi IgE spesifik untuk antigen tersebut.

  • 8/7/2019 ANA UISU 2

    6/22

    KEMATIAN AKIBAT ANAPHYLACTIC SHOCK 2011

    R S U D . D R . R M . D J O E L H A M B I N J A I 6

    IgE ini kemudian terikat padareseptor permukaan sel Mast (Mastosit) dan

    Basofil.

    2. Fase aktivasi yaitu waktu yang diperlukan antara pajanan ulang dengan

    antigen yang sama dan sel mast melepas isinya yang berisikan granul yang

    menimbulkan reaksi.

    3. Fase efektor yaitu waktu terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai

    efek mediator-mediator yang dilepas selmast.

    Reaksi hipersensitifitas tipe I

    Antigen merangsang sel B untuk membentuk IgE dengan bantuan sel Th2. IgE

    diikat oleh sel mast dan basofil melalui reseptor Fc. Sel mast banyak ditemukan

    pada jaringan ikat di bawah permukaan epitel, termasuk pada jaringan submukosa

    traktus gastrointestinal, traktus respiratorius, dan pada lapisan dermis kulit.

    Apabila tubuh terpajan ulang dengan antigen yang sama, maka antigen tesebut

    akan diikat oleh IgE yang sudah ada pada permukaan sel mast/basofil. Akibat

    ikatan antigen IgE, sel mast/basofil mengalami degranulasi dan melepas mediator

    antara lain histamin, leukotrien, dan prostaglandin.(3)Respon fisiologis terhadap

    mediator tersebut antara lain spasme otot polos pada traktus respiratorius dan

    gastrointestinal, vasodilatasi, peningkatan permeabilitas vaskular, dan stimulasi

    ujung saraf sensorik. Hal tersebut menyebabkan timbulnya gejala klasik anafilaksis

    seperti flushing (kemerahan), urtikaria, pruritus, spasme otot bronkus, dan kram

    pada abdomen dengan nausea, vomitus, dan diare. Hipotensi dan syok dapat

    tejadi sebagai akibat dari kehilangan volume intravaskular, vasodilatasi, dan

    disfungsi miokard. Peningkatan permeabilitas vaskuler dapat menyebabkan

    pergeseran 50 % volume vaskuler ke ruang extravaskuler dalam 10 menit.(2,3)

    Histamin memperantarai efek tersebut di atas melalui aktivasi resptor

    histamin 1 (H1) dan histamin 2 (H2). Vasodilatasi diperantarai oleh baik reseptor

    H1 maupun H2. reseptor H2 membeikan efek langsung pada otot polos

  • 8/7/2019 ANA UISU 2

    7/22

    KEMATIAN AKIBAT ANAPHYLACTIC SHOCK 2011

    R S U D . D R . R M . D J O E L H A M B I N J A I 7

    sementara reseptor H1 menstimulasi sel endotel untuk memproduki NO. Efek

    pada jantung sebagian besar diperantarai oleh reseptor H2. Resptor H1 secara

    primer bertanggungjawab untuk kontraksi otot polos extravaskular (misalnya otot

    bronkus dan otot gasrointestinal). (2)

    Reaksi sistemik akut umumnya mulai timbul beberapa menit setelah

    pemaparan alergen; keterlambatan yang lebih lama dari 1 jam sangat jarang

    terjadi. Pada kepekaan yang ekstrim, penyuntikan alegen dapat segera

    menyebabkan keatian atau reaksi subletal dan umumnya reaksi-reaksi yang paling

    berat terjadi paling cepat.(11)

    Para peneliti secara khusus membedakan anafilaksis dengan reaksianafilaktoid. Dimana keduanya memiliki gejala, penatalaksanaan, dan resiko

    kematian yang sama, tetapi pada anafilaksis degranulasi sel mast atau basofil selalu

    diperantarai oleh IgE, sedangkan pada reaksi anafilaktoid degranulasi sel mast atau

    basofil tidak diperantarai oleh IgE. (3)

    Gbr.2.Reaksi anafilaktik sistemik

    Manifestasi Klinik

    Pada sebagian besar studi, frekuensi gejala dan tanda anafilaksis

    dikelompokkan berdasarkan sistem organ. Pada studi Olmsted County, ditemukan

    100 % pasien mengalami manisfestasi kulit, studi lain menyebutkan 90 % pasien

    mengalami manifestasi kulit, 69 % bermanifetasi pada system respiratorius, 41 %

  • 8/7/2019 ANA UISU 2

    8/22

    KEMATIAN AKIBAT ANAPHYLACTIC SHOCK 2011

    R S U D . D R . R M . D J O E L H A M B I N J A I 8

    melibatkan system kardiovaskuler, dan 24 % bermanifestasi pada oral atau

    gastrointestinal. (2)

    Pasien seringkali awalnya melaporkan gatal dan kemerahan pada kulit yang

    kemudian diikuti gejala berikut : (2,8,9)

    a. Kulit : flushing (kemerahan), urtikaria, angioedema, pruritus, dan bengkak.

    Gbr.3.ReaksiAnafilaksis (Alergi)

    b. Respiratorius : diawali dengan rasa penuh pada tenggorokan,yang kemudian

    menjadi dyspnea,disfonia,suara serak dan batuk, dapat ditemukan wheezing.

    Jika terjadi edema paru akan timbul sianosis selain dyspnea. Selain itu dapat

    ditemukan rhinorrhea dan kongesti nasal.

    c. Kardiovaskular : diawali dengan rasa kelemahan dan pingsan (fainting) yang

    dapat disertai dengan aritmia, gangguan konduksi, dan iskemia miokardial,

    palpitasi.

    d. Gastrointestinal : nausea, vomitus, diare, kram.

    e. Neurologik : sakit kepala (jarang).

  • 8/7/2019 ANA UISU 2

    9/22

    KEMATIAN AKIBAT ANAPHYLACTIC SHOCK 2011

    R S U D . D R . R M . D J O E L H A M B I N J A I 9

    Gejala biasanya mulai dalam 5-30 menit dari waktu setelah antigen

    disuntikkan tetapi dapat terjadi dalam beberapa detik. Jika antigen tersebut

    ditelan, gejala umumnya muncul dalam 2 jam, walaupun gejala seringkali muncul

    lebih cepat. Pada kasus yang jarang, gejala dapat tertunda onsetnya selama

    beberapa jam.(2)

    Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan : (2)

    a. Respiratorius :

    1.Angioedema pada lidah dan bibir dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas

    2.Edema laring yang dapat bermanifestasi sebagai stridor atau haus akan udara

    yang berat.

    3.Kehilangan suara, suara nafas yang kasar (hoarseness), dan atau disfagia

    dapat terjadi

    4.Bronkospasme, edema jalan nafas, dan hipersekresi mukus yang

    bermanifestasi menjadi wheezing.

    Gbr.4.Anafilaksis merupakan reaksi alergi yang serius.

  • 8/7/2019 ANA UISU 2

    10/22

    KEMATIAN AKIBAT ANAPHYLACTIC SHOCK 2011

    R S U D . D R . R M . D J O E L H A M B I N J A I 10

    5.Hipoksia yang dapat mengganggu status mental

    b. Kardiovaskular :

    1.Takikardia, sebagai kompensasi terhadap kehilangan volume intravaskular.

    2.Hipotensi akibat kelemahan kapiler, vasodilatasi, dan hipoksik miokardial.

    c. Mukokutan :

    1.Kemerahan (flushing) terutamadi pipi. Urtikaria dapat terjadi di seluruh

    tubuh. Lesi eritematous, meninggi, sangat gatal, dan ukurannya bervariasi.

    2.Angioedema yang melibatkan lapisan dermal kulit dan biasanya tidak gatal

    dan nonpitting. Biasanya ditemukan pada laring, bibir, kelopak mata,

    tangan, kaki, dan genital. Edema pada laring dapat mematikan oleh karena

    obstruksi pernafasan.

    d. Gastrointestinal : vomitus, diare, dan distensi abdomen

    Pemeriksaan Labolatorium

    Peningkatan hematokrit umumnya ditemukan sebagai akibat dari

    hemokonsentrasi karena peningkatan permeabilitas vaskuler. Serum tryptase sel

    mast biasanya meningkat.(8)

    Penatalaksanaan

    Penatalaksanaan syok dimulai dengan tindakan umum untuk memulihkan

    perfusi jaringan dan oksigenasi sel. Tindakan ini tidak bergantung pada penyebab

    syok. Untuk perfusi jaringan, diperlukan tekanan darah sekurang-kurangnya 70-80

    mmHg supaya kebutuhan metabolit dan zat asam jaringan dapat dipenuhi.

    Tekanan darah ini dapat dicapai dengan memperhatikan prinsip resusitasi ABC.

    Jalan nafas (A) harus bebas, kalau perlu dengan intubasi. Pernafasan (B) harus

  • 8/7/2019 ANA UISU 2

    11/22

    KEMATIAN AKIBAT ANAPHYLACTIC SHOCK 2011

    R S U D . D R . R M . D J O E L H A M B I N J A I 11

    terjamin, kalau perlu dengan ventilasi buatan dan pemberian oksigen 100%. Pada

    pasien syok yang menggunakan ventilasi mekanis, kebutuhan oksigen dapat

    dipenuhi sebesar 20-25%.Defisit volume peredaran darah (C) pada syok

    hipovolemik sejati atau hipovolemik relatif ( syok septik dan anafilaktik) dapat

    diatasi dengan pemberian cairan intravena dan memperhatikan fungsi jantung.(13)

    Adapun tindakan yang dilakukan yaitu : (1)

    Hentikan obat/identifikasi obat yang diduga menyebabkan reaksi anafilaksis Torniquet, pasang torniquet di bagian proksimal daerah masuknya obat

    atau sengatan hewan longgarkan 1-2 menit tiap 10 menit.

    Posisi, tidurkan dengan posisi Trandelenberg, kaki lebih tinggi dari kepala(posisi shock) dengan alas keras.

    Bebaskan airway, bila obstruksi intubasi-cricotyrotomi-tracheostomi Berikan oksigen, melalui hidung atau mulut 5-10 liter /menit bila tidak bia

    persiapkan dari mulut kemulut

    Pasang cathether intra vena (infus) dengan cairan elektrolit seimbang atauNacl fisiologis, 0,5-1liter dalam 30 menit (dosis dewasa) monitoring

    dengan Tensi dan produksi urine Pertahankan tekanan darah sistole

    >100mmHg diberikan 2-3L/m2 luas tubuh /24 jam Bila 100 mmHg 500 cc/

    1 Jam

    Bila perlu pasang CVP (Central Venous Pressure)Medikamentosa

    (1)

    I. Adrenalin 1:1000, 0,3 0,5 ml SC/IMlenganatas , paha, sekitarlesi pada venom.

    Dapat diulang 2-3 x dengan selang waktu 15-30 menit, Pemberian IV pada

    stadiumterminal / pemberiandengandosis1 mlgagal , 1:1000 dilarutkandalam 9

    mlgaram faalidiberikan 1-2 mlselama 5-20 menit (anak0,1 cc/kg BB).

    II. DiphenhidraminIV pelan (+ 20 detik ) ,IMatau PO (1-2 mg/kg BB) sampai 50

    mgdosistunggal, PO dapatdilanjutkantiap 6 jamselama 48 jambilatetap sesak

    danhipotensi segerarujuk, (anak:1-2 mg /kgBB/ IV) maximal 200mgIV

  • 8/7/2019 ANA UISU 2

    12/22

    KEMATIAN AKIBAT ANAPHYLACTIC SHOCK 2011

    R S U D . D R . R M . D J O E L H A M B I N J A I 12

    III. Aminophilin, bilaadaspasmebronchusberi 4-6 mg/ kg BB dilarutkandalam 10

    mlgaram faaliatau D5, IVselama 20 menitdilanjutkan 0,2 1,2 mg/kg/jam

    IV. Korticosteroid 5-20 mg/kg BB dilanjutkan 2-5 mg/kgselama 4-6 jam, pemberian

    selama 72 jam.HidrocortisonIV, beri cimetidin 300mgsetelah 3-5 menit

    Monitoring(1) Observasiketat selama 24 jam, 6 jamberturut-turut tiap 2 jam sampaikeadaan

    fungsimembaik

    Klinis : keadaanumum, kesadaran, vitalsign, produksiurinedankeluhan Darah : Gasdarah EKG

    Kematian dan Autopsi Pada Syok Anafilaktik

    Kematian pada syok anafilaktik kebanyakan disebabkan oleh kolapsnya

    jantung dan edema laring oleh obat-obatan, makanan, dan gigitan serangga.

    Gejala yang timbul pada serangan anafilaksis antara lain pusing, gatal pada kulit,

    urtikaria, sesak nafas, wheezing, kesulitan dan kegagalan pernafasan. Padakematian karena anafilaksis, munculnya gejala biasanya berlangsung pada 15-20

    menit pertama. Saat pasien meninggal sangat dibutuhkan dokumen (medical

    record) yang baik tentang perkembangan penyakit pasien mulai dari gejala

    terjadinya reaksi anafilaksis sampai pasien meninggal. Kematian biasanya terjadi

  • 8/7/2019 ANA UISU 2

    13/22

    KEMATIAN AKIBAT ANAPHYLACTIC SHOCK 2011

    R S U D . D R . R M . D J O E L H A M B I N J A I 13

    dalam waktu 1-2 jam. Beberapa serangga seperti salah satu jenis semut, bisa yang

    dihasilkan sangat toksik dan kematian terjadi tanpa berlangsungnya reaksi

    anafilaktik jika gigitannya banyak. (5)

    Reaksi anafilaksis yang fatal menyababkan terjadinya acute respiratory

    distress atau circulatory collapse. Obstruksi pada saluran pernafasan bagian atas

    dapat disebabkan oleh edema laring dan pharing. Pada saluran pernafasan bagian

    bawah disebabkan oleh bronkospasme dengan kontraksi dari otot-otot

    pernafasan, vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler. Henti jantung

    mungkin disebabkan karena terhentinya pernafasan, Efek langsung oleh mediator

    kimia pada syok anafilaksis disebabkan oleh hilangnya cairan intravascular oleh

    edema dan vasodilatasi.(5)

    Dalam satu kepustakaan dituliskan Pumphrey dan Roberts melakukan

    autopsi pada 56 kasus kematian syok anafilaksis. Didapatkan 16 kasus disebabkan

    oleh alergi makanan karena kesulitan bernafas dengan 13 kasus karena henti nafas.

    Sebaliknya, syok tanpa kesulitan bernafas ditemukan pada 9 dari 19 kasus karena

    sengitan serangga dan 12 dari 21 kasus karena reaksi iatrogenik.(5)

    Pada autopsi, hal-hal yang bisa ditemukan tidak spesifik. Seringkali

    didapatkan edema laring, tetapi jarang didapatkan obstruksi komplit dari saluran

    pernafasan. Pumphrey dan Roberts melaporkan edema laring dan pharing masing-

    masing didapatkan 8% dan 49%. Emfisema yang disebabkan oleh

    bronkokonstriksi bisa ditemukan. Kongesti pulmonal dan visceral, edema, dan

    perdarahan pulmonal bisa didapatkantetapi tidak spesifik. Pada penelitian yang

    dilakukan oleh Pumphrey dan Roberts, 23dari 56 kematian karena anafilasis tidak

    ditemukan kelainan kelainan makroskopik pada autopsi.(5)

    Untuk membuat diagnosis adanya reaksi anafilaksis ditentukan adanya

    riwayat alergi atau ada yang menyaksikan seseorang meninggal karena sengatan

    serangga, makanan dan obat-obatan. Kebanyakan kematian yang berhubungan

  • 8/7/2019 ANA UISU 2

    14/22

    KEMATIAN AKIBAT ANAPHYLACTIC SHOCK 2011

    R S U D . D R . R M . D J O E L H A M B I N J A I 14

    dengan obat-obatanyaitu penggunaan penicillin atau agen iodine-containing

    contrast yang digunakan untuk tujuan diagnosis. Petunjuk penggunaan agen low-

    osmolar pada radiologi dapat mengurangi jumlah reaksi membahayakan yang bisa

    timbul karena agen iodinated contrast.(5)

    Pada kematian yang disebabkan oleh gigitan serangga, adanya elevasi dari

    venom-spesifik IgE antibody dapat dideteksi pada darah postmortem. Elevasi level

    dari IgE spesifik antibody tidak selalu mengindikasikan terjadinya reaksi anafilaktik,

    kecuali jika seseorang memang sensitif dengan venom (bisa) tersebut.

    Ditemukannya antibodi dapat menjelaskan terjadinya reaksi anafilaksis karena

    gigitan serangga. Tidak semua kematian karena reaksi anafilaksis menunjukkan

    adanya antibodi yang spesifik dengan serangga yang menggigitnya. Pada beberapa

    kasus, cross-reaction dengan antigen pada serangga lainnya yang bisa

    menyebabkan kematian karena alergi masih memungkinkan.(5)

    Aspek Medikolegal

    Reaksi alergi yang bisa timbul tidak sama pada setiap orang, bisa ringan

    berupa gatal yang hilang dengan sendirinya, bisa pula berat hingga fatal. Reaksi

    alergi terhadap obat muncul tanpa diduga. Seseorang yang tadinya tidak apa-apa

    minum Antalgin, suatu ketika gatal sekujur tubuhnya setelah minum antalgin.

    Jangka waktu munculnyapun bisa cepat bisa lambat, demikian pula berat

    ringannya. Seseorang mungkin langsung syok tak sadarkan diri sesaat setelah

    minum antalgin, misalnya.(14) Sementara yang lain hanya gatal, beberapa saat

    kemudian hilang gatalnya. Berikut beberapa contoh kasus pasien dengan reaksi

    alergi :

    Seorang penderita mendapatkan obat. Beberapa saat kemudian penderitatersebut datang lagi dengan keluhan gatal setelah minum obat, yang

    kemungkinan menandakan reaksi alergi. Pada kasus ini, seorang dokter

    wajib memberikan catatan tertulis reaksi alergi obat kepada penderita.

  • 8/7/2019 ANA UISU 2

    15/22

    KEMATIAN AKIBAT ANAPHYLACTIC SHOCK 2011

    R S U D . D R . R M . D J O E L H A M B I N J A I 15

    Tidak cukup hanya mengatakan bahwa si penderita alergi terhadap obat A.

    Catatan diberikan kepada penderita disertai pesan agar menyerahkan

    catatan alergi tersebut kepada dokter manapun jika sewaktu-waktu sakit.

    Selain memberikan catatan riwayat alergi kepada penderita, dokter tersebut

    wajib mencatat dalam rekam medik.(14)

    Seorang penderita membawa satu tas berisi obat minum, obat suntik dansuntikan kecil, disertai surat dari dokter ahli agar penderita diinjeksi obat

    secara berkala selama waktu tertentu (kasus penderita TBC berulang).

    Dalam surat disebutkan agar penderita ditest (test kulit) terlebih dahulu

    menggunakan pengenceran tertentu. Siapa sangka, ketika test sedang

    berlangsung (belum sampai tuntas test kulit), tiba-tiba penderita syok

    (anafilaktik syok). Tak sadarkan diri, ngorok, nadi tak teraba, napas megap-

    megap. Setelah tindakan darurat penanganan anafilaktik syok sesuai

    prosedur tetap (protap), penderita dapat diselamatkan. (14)

    Seorang pasien berobat ke dokter kemudian padasaat pasien diterapidengan suntikan pasien tiba-tiba kolaps akibat obat suntik yang diberikan

    atau yang biasa disebut anafilaktik syok. Dalam hal ini dokter perlu

    melawan reaksi tersebut dengan memberikan penanganan berupa

    pemberian kortikosteroid atau kalau perlu pemberian adrenalin. Namun

    dokter tersebut tidak memberikan obat tersebut karena alasan obat tersebut

    tidak ada sehingga pasien tersebut meninggal dunia. Maka dokter tersebut

    dapat dipidana karena kealpaan dan kelalaiannya menyebabkan hilangnya

    nyawa seseorang.(15)

  • 8/7/2019 ANA UISU 2

    16/22

    KEMATIAN AKIBAT ANAPHYLACTIC SHOCK 2011

    R S U D . D R . R M . D J O E L H A M B I N J A I 16

    Adapun aspek medikolegal pasien dengan anafilaktik yaitu: (1,2)

    Keterlambatan menganggap/madiagnosis pasien tersebut mengalamianafilaktik padahal sudah terjadi sinkop dan hipotensi sehingga tidak

    diberikan penanganan yang cepat dan tepat.

    Tidak menganamnesa penyakit alergi yang diderita pasien sebelumnyasebelum terapi diberikan (obat, makanan, atopi)

    Kelalaian memeberikan resep injeksi epinefrin dan penjelasan kepadapasien tentang penyimpanan dan penggunaannya.

    Kegagalan mendiagnosis penyebab terjadinya anafilaktik

    Tidak mencegah terjadinya reaksi obat pada pasien yang diketahui hampiratau sensitif dengan melakukan tes terlebih dahulu (cross-reacting drug).

    Lalai memberikan informed consent sebelum melakukan tindakan padapasien

    Tidak memberikan penanganan yang tepat (sesuai prosedur penanganansyok anafilaktik)

    Tidak bersiaga dengan menyediakan emergency kit bila melakukan injeksi.

    Akhir-akhir ini tuntutan hukum terhadap dokter dengan dakwaan

    melakukan malpraktek makin meningkat dimana-mana. Hal ini menunjukkan

    adanya peningkatan kesadaran hukum masyarakat, dimana masyarakat lebih

  • 8/7/2019 ANA UISU 2

    17/22

  • 8/7/2019 ANA UISU 2

    18/22

    KEMATIAN AKIBAT ANAPHYLACTIC SHOCK 2011

    R S U D . D R . R M . D J O E L H A M B I N J A I 18

    UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, Pasal 55(1) Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian

    yang dilakukan tenaga kesehatan.

    (2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai

    dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    UU No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Pasal 45(1) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan

    dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus

    mendapat persetujuan.

    (2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah

    pasien mendapat penjelasan secara lengkap.

    (3) Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya

    mencakup :

    a. diagnosis dan tata cara tindakan medis;

    b. tujuan tindakan medis yang dilakukan;

    c. alternatif tindakan lain dan risikonya;

    d. risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan

    e. prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.

    (4) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan

    baik secaratertulis maupun lisan.

    (5) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung

    risiko tinggi harus diberikan dengan persetujuan tertulis yang

    ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan.

  • 8/7/2019 ANA UISU 2

    19/22

  • 8/7/2019 ANA UISU 2

    20/22

    KEMATIAN AKIBAT ANAPHYLACTIC SHOCK 2011

    R S U D . D R . R M . D J O E L H A M B I N J A I 20

    UU No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Pasal 79Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling

    banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), setiap dokter atau dokter gigi

    yang :

    b. Dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalamPasal 51 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf e.

    KUHP,Pasal 359Barang siapa karena kesalahan (kealpaaannya) menyebabkan orang lain

    mati, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana kurungan

    paling lama 1 tahun.

  • 8/7/2019 ANA UISU 2

    21/22

    KEMATIAN AKIBAT ANAPHYLACTIC SHOCK 2011

    R S U D . D R . R M . D J O E L H A M B I N J A I 21

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Wahyu Widodo AD, Endradita G, Syok Anafilaktik. [online]. 2008. [cited

    2008 May 12]. Available from URL: http://www.Bakornaslkmi.org

    2. Dreskin, SC. Anaphylaxis. [online]. 2005. [cited 2008 May 12]. Available from

    URL: http://www.emedicine.com

    3. Anonymous. Anaphylaxis. [online]. 2008. [cited 2008 May 12]. Available

    from URL: http://www.wikipedia.com

    4. Schwartz, LB. Systemic Anaphylaxis. In:Goldman L, Ausiello D. Cecil Textbook

    of Medicine. Ed. 22. Philadhelpia:Saunders; 2004.

    5. DiMaio, VJ. DiMaio D. Forensic Pathology. Ed. 2. Florida: CRC; 2001.

    6. Accetta Donald. Allergic reaction. [online]. 2007.[cited 2008 May 12].

    Available from URL: http://www.about.com

    7. Bongard, FS. Sue, DY. Current Critical Care Diagnosis & Treatment. Ed. 2.

    United States of America: McGraw-Hill; 2003.

    8. McHugh, DF. Anaphylaxis and Acute Alergic Reactions. In: Ma, JO. Cline,

    DM. Emergency Medicine Just the Facts. Ed. 2.United States of America:

    McGraw-Hill; 2004.

    9. Castells M, Horan RF, Sheffer Al. Anaphylaxis. In. Branch, WT. Office Practiceof Medicine. Ed.4. Philadelpia: Sauders. 1994.

    10. Baratawidjaja KG. Imunologi Dasar. Ed. 6. Jakarta: Balai Penerbit FK-UI.2004

  • 8/7/2019 ANA UISU 2

    22/22

    KEMATIAN AKIBAT ANAPHYLACTIC SHOCK 2011

    11. Solomon WR. Gangguan Alergi Biasa (Anafilaksis dan Penyagit Atopik). In:

    Price SA, Wilson LM. Patofisiologi. Ed. 4. Jakarta: EGC.1995

    12. Accetta Donald. Anaphylaxis. [online]. 2007.[cited 2008 May 12]. Available

    from URL: http://www.MedlinePlus.com

    13. Syamsuhidjat R, Jong WD. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed.2. Jakarta:EGC.2005

    14.Admin. Catatan Alergi Obat. [online]. 2007.[cited 2008 May 12]. Available

    from URL: http://www.Kesehatanonline.com

    15. Anonymous. Peran Perlindungan Hukum Terhadap Dokter. [online]. [cited

    2008 May 12]. Available from URL: http://www.Klinikmedis.com

    16. Anonymous. Malpraktek Medik (dikutip dari buku etika kedokteran dan

    hokum kesehatan M yusuf hanafiah). [online].2007. [cited 2008 May 12].

    Available from URL: http://www.Goresan Jiwamu.com

    17. UU No 23. Tentang Kesehatan

    18. UU No 29 tentang Praktik Kedokteran Tahun 2004

    19. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)