Proposal Ana
-
Upload
nuri-wulandari -
Category
Documents
-
view
221 -
download
0
description
Transcript of Proposal Ana
A. JUDUL : Upaya Peningkatan Motivasi Belajar Fisika Siswa Melalui Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah Kooperatif Tipe STAD Kelas X di SMAN 3 Pekanbaru
B. BIDANG ILMU : Pendidikan fisika
C. PENDAHULUAN
Fisika merupakan salah satu disiplin ilmu yang sangat besar pengaruhnya untuk
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pelajaran fisika memegang peranan penting
didalam dunia pendidikan. Keberhasilan didalam mempelajari fisika akan memberikan pengaruh
ynag sangat besar terhadap keberhasilan pelajaran lainnya. Untuk memperoleh keberhasilan
diperlukan usaha-usaha, dan ini timbul karena adanya motivasi. Dalam hal ini perlu ada peranan
guru dalam memberikan dorongan untuk melakukan aktivitas tertentu untuk mencapai suatu
tujuan yang kita harapkan.
Untuk mencapai tujuan belajar fisika dipengaruhi berbagai macam kondisi baik dari
dalam maupun dari luar siswa tersebut. Oleh sebab itu, hendaknya guru harus berusaha
meningkatkan motivasi belajar siswanya. Jadi guru harus menyadari betapa pentingnya
menimbulkan motivasi belajar siswa, guru dituntut dinamis dan kreatif menciptakan suasana
pembelajaran yang menarik simpati siswa. Hal ini sangat berpengaruh terhadap reaksi yang
ditampilkan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Apabila guru sukses menciptakan
suasana yang menyebabkan siswa termotivasi dan aktif belajar, maka sangat memungkinkan
terjadinya peningkatan motivasi belajar siswa sesuai dengan yang diharapkan.
Belajar fisika atau sains tidak sekedar belajar tentang fakta, konsep prinsip, hukum dalam
wujud, akan tetapi belajar fisika juga belajar tentang cara memperoleh informasi sains, cara sains
dan aplikasi sains. Bekerja dalam wujud pengetahuan prosedural termasuk kebiasaan bekerja
secara ilmiah. Belajar fisika memfokuskan kegiatan-kegiatan pada penemuan informasi melalui
pengalaman dengan kegiatan meliputi : mengamati, mengukur, mengajukan pertanyaan,
mengelompokkan, merencanakan percobaan secara adil, mengendalikan variabel, memecahkan
masalah dan memperjelas pemahaman.
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara penulis dengan guru IPA dan siswa kelas
X SMA Negeri 3 pekanbaru, tampak beberapa masalah yang timbul selama pembelajaran yaitu
banyak siswa mengalami kesulitan dalam pelajaran fisika, dikarenakan kurangnya penguasaan
tentang konsep-konsep fisika sehingga nilai akhir fisika yang diperoleh oleh siswa rata-rata
cenderung rendah. Hal ini dinyatakan oleh nilai rata-rata kelas X pada 1 semester terakhir adalah
5,60 dan 5,40 pada tahun ajaran 2013/2014. Selain itu hal ini dikarenakan oleh cara belajar siswa
yang sifatnya monoton saja dan sering terjadi dalam proses belajar mengajar yang dilaksanakan
oleh guru cenderung didominasi oleh guru saja dalam arti kata gurulah yang lebih aktif dengan
minimnya media pembelajaran yang digunakan, menyebabkan siswa kurang tertarik untuk
belajar, sehingga motivasi belajar siswa menjadi rendah bila ditinjau dari cara belajar siswa yang
santai, bermalas-malasan dan pasif dalam belajar. Inilah yang mengakibatkan banyaknya siswa
yang mengalami kesulitan-kesulitan dalam menerima dan memahami konsep-konsep fisika.
Dengan memperhatikan kondisi tersebut, maka guru dituntut untuk melakukan perbaikan
atau memilih strategi yang akan digunakan dalam proses belajar mengajar. Strategi yang dipilih
tersebut hendaknya melibatkan siswa secara aktif sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar
siswa dalam pembelajaran dan pada akhirnya akan meningkatkan hasil belajar siswa.
Untuk meningkatkan motivasi belajar siswa maka perlu adanya suatu model
pembelajaran sedemikian rupa, supaya para siswa dapat termotivasi yang akhirnya diperoleh
motivasi belajar yang baik. Salah satu strategi yang dapat meningkatkan motivasi belajar siswa
adalah pembelajaran fisika dengan model pembelajaran berdasarkan masalah dengan kooperatif
tipe STAD. Dengan menggunakan model pembelajaran berdasarkan masalah dengan kooperatif
tipe STAD, diharapkan siswa bisa belajar sendiri, membangun sendiri pengetahuannya. Menurut
prinsip model pembelajaran berdasarkan masalah dengan kooperatif tipe STAD, seorang
pengajar atau guru berperan sebagai mediator dan fasilitator yang membantu proses belajar siswa
berjalan dengan baik. Tekanan ada pada siswa yang belajar dan bukan pada disiplin ataupun
guru.
Berdasarkan uraian diatas tersebut, penulis tertarik untuk mengangkat judul penelitian
“Upaya Peningkatan Motivasi Belajar Fisika Siswa Melalui Model Pembelajaran
Berdasarkan Masalah Kooperatif Tipe STAD Kelas X di SMAN 3 Pekanbaru”.
D. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan pada latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
Apakah model pembelajaran berdasarkan masalah dengan kooperatif tipe STAD dapat
meningkatkan motivasi belajar fisika siswa kelas X SMAN 3 Pekanbaru pada pokok bahasan
alat-alat optik?
E. BATASAN MASALAH
Agar penelitian ini lebih terarah dan mencapai sasaran, maka peneliti membatasi
permasalahan pada pembelajaran berdasarkan masalah dengan kooperatif tipe STAD dalam
meningkatkan motivasi belajar fisika siswa kelas X SMAN 3 Pekanbaru untuk pokok bahasan
alat-alat optik.
F. TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
peningkatan motivasi belajar fisika siswa kelas X SMAN 3 Pekanbaru melalui model
pembelajaran berdasarkan masalah dengan kooperatif tipe STAD pada pokok bahasan alat-alat
optik.
G. MANFAAT PENELITIAN
Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan, informasi untuk memperkaya
khasanah pengetahuan dan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan langkah kebijakan
yang lebih baik dan tepat di masa mendatang dalam peningkatan mutu pendidikan Fisika. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan kepada dunia pendidikan untuk dapat
meningkatkan motivasi berprestasi siswa. Motivasi dapat dijadikan pendorong bagi siswa untuk
meningkatkan prestasi belajar siswa.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi peneliti, Merupakan latihan bagi penulis untuk menyusun karya tulis ilmiah
sehingga dapat mengembangkan proses berpikir ilmiah dan pengkajian faktor-faktor
empiris.
b. Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat menjadi bekal untuk terjun langsung ke dunia
pendidikan sebagai seorang calon pendidik.
c. Bagi siswa, hasil penelitian ini diharapkan siswa dapat memperbaiki proses berpikir siswa
dan belajar memotivasi diri sendiri sehingga dapat bertanya dan juga dapat menjawab
pertanyaan dengan baik.
d. Bagi guru, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan dan dasar
pemikiran guru dan calon guru untuk dapat memilih model pembelajaran yang tepat
dalam kegiatan belajar mengajar.
e. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi sebagai acuan penelitian
berikutnya.
H. LANDASAN TEORI
1. Kompetensi Fisika di SMA
Fisika adalah ilmu pengetahuan yang merupakan pengetahuan yang sangat
terstruktur dalam arti antara bagian satu dengan bagian yang lainnya saling berkaitan dan
saling terjalin hubungan fungsional yang erat dimana mempelajari sifat materi, gerak dan
fenomena lain yang ada hubungannya dengan energi. Selain itu juga mempelajari
keterkaitan konsep-konsep fisika dengan kehidupan nyata dan pengembangan sikap dan
kesadaran terhadap IPA dan teknologi beserta dampaknya (Depdikbud, 1996).
Mata pelajaran fisika adalah satu mata pelajaran sains yang dapat mengembangkan
kemampuan berpikir analitis, deduktif dengan menggunakan berbagai peristiwa alam dan
penyelesaian masalah baik secara kuantitatif dengan menggunakan matematika serta dapat
mengembangkan pengetahuan keterampilan dan sikap percaya diri.
Fungsi dan tujuan pembelajaran fisika di SMA adalah :
a. Menanamkan keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan
keindahan yang terkandung dalam alam ciptaan-Nya.
b. Memupuk sifat ilmiah yang mencakupi :
1. Sikap jujur dan objektif terhadap fakta / data.
2. Rasa ingin tahu yang tinggi.
3. Sikap terbuka, yaitu bersedia menerima pendapat orang lain serta mau
menerima pandangannya, jika terbukti bahwa pandangannya keliru.
4. Ulet dan tidak cepat putus asa.
5. Kritis terhadap pernyataan ilmiah yaitu tidak mudah percaya tanpa ada
dukungan hasil empiris.
6. Dapat bekerja sama dengan orang lain.
c. Memperoleh pengalaman dalam menerapkan metode ilmiah melalui percobaan atau
eksperimen, dimana siswa melakukan pengujian hipotesis dengan merancang
eksperimen melalui pemasangan instrumen pengambilan, pengolahan dan
interpretasi data, serta mengkomunikasikan hasil eksperimen secara lisan dan
tertulis.
d. Mengembangkan kemampuan berpikir analitis deskriptif dengan menggunakan
berbagai konsep dan prinsip fisika untuk berbagai peristiwa alam dan penyelesaian
masalah baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif menggunakan aritmatika.
e. Menguasai berbagai konsep dan prinsip fisika untuk mengembangkan pengetahuan,
keterampilan dan sikap percaya diri sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari dan sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang
lebih tinggi.
f. Pembentukan sikap yang positif terhadap fisika yaitu merasa tertarik untuk
mempelajari fisika lebih lanjut karena merasakan keindahan dalam keteraturan
perilaku alam dan penerapan fisika dalam teknologi.
Kompetensi Umum Fisika di SMA :
1. Kemampuan melakukan kerja ilmiah melalui eksperimen dan pengalaman
meliputi kemampuan melakukan pengukuran, pengujian hipotesis, merangsang
eksperimen, mengambil dan mengolah data, interpretasi data, serta
mengkomunikasikan hasil eksperimen tersebut. Disamping itu melalui kerja ilmiah
diharapkan memiliki sikap ilmiah antara lain tertanamnya nilai ilmiah dalam diri
siswa dan kemampuan bekerja sama dengan orang lain.
2. Kemampuan melakukan penalaran ilmiah dalam arti berpikir secara efektif
dalam menyelesaikan masalah sederhana berhubungan dengan besaran-besaran
fisika secara kualitatif serta melakukan analisis kuantitatif menggunakan aritmatika.
3. Kemampuan untuk mengaitkan pengetahuan fisika dengan pemanfaatan fisika
dalam teknologi melalui pembahasan dasar kerja teknologi atau pembuatan alat-alat
teknologi yang bermanfaat.
2. Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah
Model pembelajaran berdasarkan masalah adalah suatu proses pembelajaran yang
dirancang untuk membelajarkan kepada siswa tentang strategi pengetahuan dan membantu
siswa dalam memahami dan menganalisa bacaan dengan baik (Arends yang dikutip oleh
Amir, 2003). Model pembelajaran berdasarkan masalah mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut :
a. Pengajuan pertanyaan atau masalah.
Dalam pembelajaran ini guru mengajukan pertanyaan berupa masalah yang
akan diselesaikan oleh siswa. Masalah tersebut merupakan suatu pertanyaan
yang membutuhkan pemecahan/penyelesaian dimana pemecahannya tidak
langsung tersedia.
b. Keterkaitan dengan disiplin ilmu lain.
Pembelajaran fisika yang akan dirancang memiliki keterkaitan dengan
disiplin ilmu yang lain. Dengan kata lain bahwa materi pelajaran yang akan
dirancang mempunyai hubungan atau penerapannya dengan disiplin ilmu lain.
c. Penyelidikan autentik
Penyelidikan yang digunakan disesuaikan dengan masalah yang dihadapi.
Dalam menyelesaikan masalah tersebut siswa harus menganalisa dan
mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis, mengumpulkan informasi
yang mendukung penyelesaian masalah, melakukan eksperimen, merumuskan
kesimpulan.
d. Menghasilkan produk atau karya dan memamerkannya.
Produk yang dihasilkan dapat berupa laporan, video, maupun model fisik.
Kemudian siswa akan mendemonstrasikan produk yang mereka hasilkan di
depan kelas.
e. Kerja sama (Ibrahim dan Nur, 2000)
Dalam menyelesaikan masalah diperlukan adanya kerja sama. Kerja sama
dalam belajar melibatkan siswa-siswa serta guru sebagai fasilitatornya.
Pada model pembelajaran berdasarkan masalah peranan guru adalah
menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan, memfasilitasi penyelidikan dan
diskusi serta melakukan scaffolding. Scaffolding adalah memberikan bantuan
kepada siswa secara struktur pada awal pelajaran dan secara bertahap
mengaktifkan tanggung jawab belajar atas arahan diri mereka sendiri.
Pembelajaran ini banyak menumbuhkembangkan aktivitas belajar baik secara
individu maupun kelompok karena setiap tahap pembelajaran ini menuntut
keaktifan siswa.
Model pembelajaran berdasarkan masalah terdiri dari lima tahap utama yang
dimulai dengan guru memperkenalkan siswa dengan masalah dan diakhiri
dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa. Kelima tahap tersebut disajikan
pada Tabel 1.
Tabel 1. Tahap-Tahap Pembelajaran Berdasarkan Masalah
Tahap Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
Orientasi siswa
kepada masalah
Menjelaskan tujuan pembelajaran,
mengajukan masalah, hal-hal yang
dianggap perlu dan memotivasi siswa
dalam melakukan kegiatan pemecahan
masalah
Mendengar atau
memperhatikan penjelasan
guru
Mengorganisasik
an siswa dalam
belajar
Membantu siswa dalam mendefinisikan
dan mengorganisasikan tugas-tugas yang
berkaitan dengan masalah
Membaca LKS, berdiskusi
dan berbagi tugas dalam
kelompok
Membimbing
penyelidikan
individual
maupun
kelompok
Mendorong siswa dalam mengumpulkan
informasi yang diperlukan, melaksanakan
eksperimen, dan penyelidikan untuk
menjelaskan serta menyelesaikan
masalah
Mengumpulkan informasi,
melakukan penyelidikan,
berdialog dalam
kelompoknya
Mengembangkan
menyajikan hasil
karya
Membantu siswa dalam merencanakan
dan menyiapkan karya yang sesuai
seperti laporan dan membantu mereka
untuk menyiapkan penyajian
Membuat laporan hasil
pendidikan atau diskusi dari
kesimpulan masalah yang
diberikan dan menyajikan
Menganalisa dan
mengevaluasi
proses
pemecahan
masalah
Membantu siswa merefleksikan dan
mengevaluasi tahap penyelidikan yang
digunakan siswa
Berdiskusi, mendengar
penjelasan guru dan teman,
merangkum materi
pelajaran
Sumber : Amir yang dimodifikasi dari Ibrahim dan Nur (2000)
3. Model Pembelajaran Kooperatif
Menurut Slavin (1995) model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran
dengan penekanan pada aspek sosial dalam belajar dengan menggunakan kelompok-
kelompok kecil terdiri dari 4-6 siswa heterogen (jenis kelamin, kemampuan) dalam
mencapai tujuan.
Menurut Suryadi yang dikutip oleh Wardani (2002) menyatakan bahwa
pembelajaran dengan cara membentuk kelompok-kelompok kecil akan menciptakan
suasana belajar yang asik dalam diskusi, relative lebih hidup, siswa lebih aktif dalam
bekerja sama dan berinteraksi untuk menyelesaikan tugas yang dihadapinya. Dengan kata
lain, pada model pembelajaran kooperatif ini siswa lebih bebas untuk bertanya kepada
teman kelompoknya sebab biasanya siswa enggan untuk bertanya kepada guru jika
menemukan kesukaran dalam permasalahannya.
Ibrahim, M (2000) mengemukakan 4 ciri-ciri kooperatif yaitu (a) siswa bekerja
dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya, (b) anggota
kelompok dibentuk dari siswa-siswa yang mempunyai kemampuan yang berbeda (tinggi,
sedang, rendah), (c) anggota kelompok berasal dari ras, buday, suku, jenis kelamin
berbeda-beda, (d) penghargaan diberikan atas dasar penilaian terhadap kelompok bukan
individunya.
Pembelajaran kooperatif mempunyai struktur tugas, struktur tujuan dan struktur
penghargaan. Struktur tugas mengacu pada pembelajaran yang mengorganisasikan siswa
maksudnya siswa belajar dalm kelompok-kelompok kecil untuk menyelesaikan tugas-tugas
yang diberikan oleh guru. Struktur tujuan adalah kerja sama. Kerja sama ini terjadi jika
semua anggota kelompok mencapai tujuannya secara bersama-sama. Sedangkan struktur
penghargaan lebih diutamakan kepada kelompok dibandingkan kepada individunya
Ibrahim, M (2000).
Dilihat dari struktur tugas, pembelajaran kooperatif berbeda dengan pembelajaran
kelompok tradisional. Pada pembelajaran kelompok tradisional guru lebih mendominasi
dalam pengelolaan kelas sedangkan pembelajaran kooperatif guru sebagai penunjang
dalam belajar. Perbedaan pembelajaran kooperatif dan pembelajaran kelompok tradisional
tersebut disajikan dalam Tabel 2.
Tabel 2. Perbedaan Peranan Guru Pada Pembelajaran Kooperatif dan Pembelajaran
Kelompok Tradisional.
Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran Kelompok Tradisional
1. Menunjang
2. Mengarahkan kembali pertanyaan
1. Mengarahkan
2. Menjawab pertanyaan
3. keterampilan sosial guru
4. Mengelola konflik
5. Menumbuhkan nuansa saling
membutuhkan
6. Membantu siswa mengevaluasi kerja
kelompok
7. Mengembangkan perbedaan pendapat
8. Menyediakan sumber daya
3. Membuat aturan
4. Disiplin
5. Menganjurkan kebebasan atau berdiri
sendiri
6. Mengevaluasi individu
7. Mengarahkan diskusi
8. Bertindak sebagai narasumber utama
Sumber : Nur, dkk (1996)
Dari pendapat beberapa ahli mengenai pembelajaran kooperatif diatas dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang
dirancang agar siswa dapat menyelesaikan tugas yang diberikan dengan cara bekerja sama
didalam kelompok-kelompok kecil tersebut siswa memahami pelajaran, menyelesaikan
soal-soal, memeriksa dan memperbaiki hasil yang mereka peroleh. Dalam pembelajaran ini
perlu ditekankan pada siswa bahwa mereka belum boleh mengakhiri diskusinya sebelum
mereka yakin bahwa semua anggota satu kelompoknya telah memahami dan mengerti
terhadap masalah serta penyelesaian yang ditugaskan pada kelompoknya.
Pembelajaran kooperatif ada beberapa tipe. Menurut Slavin (1995) model
pembelajaran kooperatif dibedakan menjadi lima tipe berdasarkan struktur tugas utama,
yaitu (a) Student Team Achievement Division (STAD), (b) Team Individualization (TAI),
(c) Teams Games Tournament (TGT), (d) Cooperative Integrated Reading and
Competition (CIRC), (e) Jigsaw.
Dari kelima tipe pembelajaran kooperatif diatas setiap tipe memiliki struktur
tujuan yang sama yaitu bekerja sama dengan kelompok. Tetapi dilihat dari struktur tugas
utama kelima tipe tersebut berbeda. Struktur tugas utama pembelajaran kooperatif tipe
STAD yaitu siswa menggunakan lembar kegiatan atau perangkat pembelajaran lain untuk
menuntaskan materi pelajaran kemudian saling membantu satu sama lain dengan cara
berpasangan dalam kelompoknya masing-masing. Selain itu pembelajaran kooperatif tipe
STAD merupakan pembelajaran kooperatif yang sederhana sehingga guru akan mudah
menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD ini dan dapat memodifikasi model
pembelajaran berdasarkan masalah.
Dalam pelaksanaannya, pembelajaran kooperatif tipe STAD terdiri dari beberapa
tahapan yaitu :
1. Persiapan
2. Persentase kelas
3. Kegiatan kelompok
4. Evaluasi
5. Penghargaan kelompok
Untuk penghargaan kelompok terdiri dari beberapa langkah, yaitu :
a. Menghitung skor tes individu dan kelompok
Tabel 3. Nilai Individu dan Kelompok
Skor Tes Nilai Perkembangan
Lebih dari 10 poin dibawah skor dasar 5
10 poin hingga 1 poin dibawah skor dasar 10
Sama dengan skor dasar sampai 10 poin 20
diatas skor dasar
Lebih dari 10 poin diatas skor dasar 30
Nilai sempurna 30
b. Memberi penghargaan kelompok
Skor kelompok dihitung berdasarkan rata-rata nilai perkembangan yang
disumbangkan anggota kelompok. Berdasarkan rata-rata nilai perkembangan yang
diperoleh terdapat tiga tingkat kriteria penghargaan yang diberikan untuk
penghargaan kelompok, yaitu :
a. Kelompok dengan rata-rata dengan skor nilai 5-10 sebagai kelompok baik.
b. Kelompok dengan rata-rata dengan skor nilai 11-20 sebagai kelompok hebat.
c. Kelompok dengan rata-rata dengan skor nilai 21-30 sebagai kelompok super.
Model pembelajaran kooperatif tipe STAD memungkinkan timbulnya komunikasi
dan interaksi yang lebih berkualitas antar siswa dengan siswa dalam kelompok, maupun
siswa dengan siswa antar kelompok. Model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat
membantu siswa memahami fisika yang sulit serta menumbuhkan kemampuan kerja sama,
berpikir kritis. Pembelajaran ini memiliki dampak yang positif terhadap siswa yang rendah
hasil belajarnya, karena siswa yang rendah hasil belajarnya dapat meningkatkan motivasi,
hasil belajar dan penyimpanan materi pelajaran yang lebih lama. Selain itu pada
pembelajaran ini keberhasilan belajar yang dipandang tidak semata-mata dapat ditentukan
oleh guru tetapi merupakan tanggung jawab bersama sehingga mendorong berkembangnya
rasa kebersamaan dan saling membutuhkan diantara siswa.
4. Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah dengan Kooperatif Tipe STAD
Dilihat dari tahapan model pembelajaran berdasarkan masalah dan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD maka model pembelajaran berdasarkan masalah
dengan kooperatif tipe STAD ini memiliki 7 tahap pembelajaran, yaitu :
1. Orientasi siswa kepada masalah.
Dalam proses pembelajaran diawali dengan guru menyampaikan semua tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut, metode apa yang akan
digunakan selama terjadi proses belajar mengajar, memotivasi untuk belajar kemudian
guru mengajukan masalah yang berkaitan dengan materi pelajaran.
2. Mengorganisasikan siswa dalam kelompok-kelompok belajar.
Mengorganisasikan siswa disini dengan membentuk kelompok-kelompok belajar yang
terdiri 4-5 orang dalam tiap kelompok. Kelompok yang dibentuk oleh guru tersebut
bersifat heterogen secara akademik dan jenis kelamin serta latar belakang sosial. Dalam
tiap kelompok tersebut guru mengorganisasikan tugas-tugas yang berkaitan dengan
masalah, sedangkan siswa membaca LKS, mengerjakan LKS dan berdiskusi.
3. Kegiatan kelompok.
1. Membimbing penyelidikan kelompok maupun individual.
2. Siswa mengerjakan secara berpasangan atau mandiri selanjutnya saling
mencocokkan jawaban atau memeriksa ketepatan jawabannya dengan jawaban
teman sekelompoknya.
4. Mengembangkan menyajikan hasil karya.
Pada tahap ini guru membantu siswa dalam menyiapkan karya yang sesuai seperti
laporan dan membantu mereka menyiapkan penyajian. Persiapan penyajian yang
dilakukan oleh siswa dengan membuat kesimpulan dari masalah yang diberikan dan
menyajikan didepan kelas.
5. Menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
Dalam menganalisa dan mengevaluasi pemecahan masalah, guru bersama-sama dengan
siswa melakukan diskusi dan tanya jawab sehingga akan diperoleh suatu kesimpulan
dari materi pelajaran tersebut.
6. Evaluasi.
1. Evaluasi berupa tes yang dikerjakan secara individu dalam waktu yang telah
ditentukan oleh guru. Evaluasi diberikan setelah selesai satu pokok bahasan.
2. Skor dari tes individu disumbangkan untuk skor kelompok.
7. Penghargaan kelompok.
Penghargaan diberikan setelah evaluasi dan disesuaikan dengan rata-rata nilai
perkembangan yang diperoleh masing-masing kelompok.
Penerapan model pembelajaran berdasarkan masalah dengan kooperatif tipe
STAD dalam penelitian ini akan dijadikan tiga tahap, yaitu tahap persiapan, tahap
pelaksanaan, tahap evaluasi dan penghargaan kelompok. Pada tahap persiapan, kegiatan
yang dilakukan adalah menyiapkan perangkat pembelajaran, instrumen pengumpul data,
menetapkan kelas tindakan dan kelas pembanding dan menentukan skor dasar tiap siswa
serta mengklasifikasikan siswa ke dalam kelompok kecil.
Pada tahap pelaksanaan, kegiatan yang dilakukan terdiri dari kegiatan awal,
kegiatan inti, dan kegiatan akhir. Pada kegiatan awal yang dilakukan adalah orientasi siswa
pada masalah. Kegiatan awal ini sama dengan tahap pertama pada model pembelajaran
berdasarkan masalah dengan kooperatif tipe STAD diatas.
Pada kegiatan inti sama dengan tahap kedua, ketiga dan keempat pada model
pembelajaran diatas.
Pada kegiatan akhir sama dengan tahap kelima pada model pembelajaran diatas.
Untuk mengevaluasi, menganalisa dan memecahkan masalah guru bersama-sama dengan
siswa berdiskusi dan melakukan tanya jawab sehingga akan diperoleh suatu kesimpulan
dari materi pelajaran tersebut.
Pada tahap evaluasi dan penghargaan, kegiatan yang dilakukan adalah
memberikan tes kepada siswa yang dikerjakan secara individu dalam waktu 45-60 menit.
Tes yang dikerjakan secara individu tersebut skornya akan disumbangkan untuk skor
kelompoknya. Skor kelompok tersebut akan dapat dinilai hasil belajar masing-masing
kelompok. Hasil belajar masing-masing kelompok akan diberikan penghargaan yaitu
kelompok baik, kelompok hebat dan kelompok super.
5. Motivasi Belajar Siswa
Pengertian motivasi menurut kamus Besar Bahasa Indonesia (1989) adalah
usaha-usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau kelompok orang tertentu tergerak
melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendakinya atau mendapat
kepuasan dengan perbuatannya.
Nasution (1972) mengemukakan bahwa untuk belajar diperlukan motivasi,
semakin tinggi motivasi belajar siswa akan semakin berhasil proses pembelajaran itu. Guru
diharapkan dapat menciptakan kondisi untuk menumbuhkan aktivitas belajar dengan baik
seperti yang dikemukakan oleh Sardiman (2001) untuk belajar dengan baik diperlukan
proses dan motivasi yang baik pula. Tanpa motivasi maka hasil belajar yang baik akan sulit
tercapai, karena motivasi itu merupakan salah satu penyebab terjadinya perubahan energi
yang ada pada setiap manusia. Apabila seorang siswa sudah termotivasi untuk belajar
fisika, maka siswa tersebut akan sungguh-sungguh mempelajarinya sehingga dapat
mencapai tujuan belajar fisika.
Oemar Hamalik (1995) mengartikan motivasi adalah suatu perubahan energi
dalam diri (pribadi) seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi utnuk
mencapai tujuan. Sedangkan Sadirman A.M (2003) mengatakan motivasi sebagai daya
penggerak yang telah menjadi aktif.
Dari beberapa pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah
kekuatan tersembunyi di dalam diri kita yang mendorong untuk berkelakuan dan bertindak
dengan cara yang khusus.
Dari uraian di atas maka dapat dijelaskan mengenai komponen motivasi. Menurut
Dimyati dan Mudjiono (2002) ada tiga komponen utama dalam motivasi yaitu :
a. Kebutuhan.
Kebutuhan adalah kecenderungan-kecenderungan permanen dalam diri seseorang
yang menimbulkan dorongan melakukan suatu perbuatan/tindakan untuk
mencapai tujuan.
b. Dorongan.
Dorongan merupakan kekuatan mental untuk melakukan kegiatan dalam rangka
memenuhi harapan. Dorongan merupakan kekuatan mental yang berorientasi pada
pemenuhan harapan atau pencapaian tujuan. Dorongan yang berorientasi tujuan
tersebut merupakan inti motivasi.
c. Tujuan.
Tujuan adalah hal ingin dicapai oleh seorang individu. Tujuan tersebut
mengarahkan perilaku.
Dapat dinyatakan bahwa motivasi merupakan akibat dari interaksi seseorang
dengan situasi tertentu yang dihadapinya. Karena itulah terdapat perbedaan dalam kekuatan
motivasi yang ditunjukkan oleh seseorang dalam menghadapi situasi tertentu dibandingkan
dengan orang-orang lain yang menghadapi situasi yang sama Sondang P. Siagian (1995).
Fungsi motivasi dalam pembelajaran adalah :
a. Mendorong timbulnya tingkah laku atau perbuatan, tanpa ada motivasi akan timbul
perbuatan belajar.
b. Sebagai pengarah, mengarahkan perbuatan untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
c. Sebagai penggerak, menggerakkan tingkah laku.
Menurut Oemar Hamalik (1995) mengatakan motivasi pada pokoknya memiliki
dua sifat, yaitu :
a. Motivasi Intrinsik, adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsi tidak perlu
dirangsang dari luar.
b. Motivasi Ekstrinsik, adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi karena adanya
perangsang dari luar.
Menurut Sardiman (2001) mengemukakan bahwa seseorang yang termotivasi
didalam belajar mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1. Tekun dalam mengerjakan tugas (dapat bekerja terus-menerus dalam waktu
yang lama, tidak pernah berhenti sebelum selesai).
2. Ulet dalam menghadapi kesulitan dan hambatan (tidak lekas putus asa) tidak
memerlukan dorongan dari luar untuk berprestasi sebaik mungkin (tidak cepat
puas dengan prestasi yang telah dicapainya).
3. Mempunyai dorongan yang besar terhadap pelajaran untuk meraih cita-cita.
4. Lebih senang bekerja sendiri.
5. Cepat bosan mengerjakan yang terlalu mudah dan berulang-ulang.
6. Dapat mempertahankan pendapat (kalau sudah yakin akan sesuatu).
7. Percaya diri dan kreatif.
Prinsip-prinsip yang mendorong motivasi belajar adalah : pemberian pujian,
kepuasan kebutuhan psikologi, intrinsik, penguatan, penjalaran, pemahaman atas tujuan,
tugas yang diberikan oleh diri sendiri, ganjaran dari luar, teknik pembelajaran yang
bervariasi, minat khusus siswa, penyesuaian dengan kondisi siswa, menghindari adanya
kecerdasan, tingkat kesulitan tugas, kadar emosi, pengaruh kelompok, kreatifitas siswa.
Upaya meningkatkan motivasi belajar adalah : menggerakkan dengan cara prinsip
kebebasan, pemberian harapan dengan cara merumuskan tujuan instruktural khusus,
pemberian inisiatif dan pengaturan tingkah laku siswa.
1. Materi Pokok Alat-Alat Optik
Berdasarkan telaah terhadap kurikulum Sekolah Menengah Pertama (SMA) pada mata
pelajaran IPA tahun 2006, diperoleh gambaran struktur materi pokok alat-alat optik
seperti pada Tabel 4.
Standar Kompetensi : Menerapkan prinsip kerja alat-alat optik.
Kompetensi Dasar IndikatorMateri pokok
Menganalisis alat-alat optik secara kualitatif dan kuantitatif.
1. Mendeskripsikan fungsi dan bagian
alat optik mata dan kacamata,
mikroskop, dan teleskop.
2. Membedakan pengamatan tanpa
akomodasi dan akomodasi maksimum.
3. Menganalisis pembentukan bayangan
pada kaca mata, lup, mikroskop, dan
teleskop.
4. Menentukan kekuatan lensa kacamata
pada penderita miopi dan hipermetropi.
5. Menghitung perbesaran lup,
mikroskop, dan teleskop.
Pembentukan Bayangan
Materi yang akan diajarkan adalah sebagai berikut:
A. Pemantulan Cahaya
Pemantulan cahaya oleh permukaan suatu benda bergantung pada keadaan permukaan
benda tersebut. Benda dengan permukaan yang rata (contoh: cermin), memantulkan cahaya
dengan teratur. Sedangkan, benda dengan permukaan yang tidak rata atau kasar, memantulkan
cahaya dengan tidak teratur atau baur.
Gambar 1. Pemantulan Teratur
Gambar 2. Pemantulan Baur
Pemantulan cahaya pada permukaan rata diamati pertama kali oleh seorang ilmuwan
Belanda yang bernama Willebrord Snellius. Kita dapat melakukan pengamatan serupa dengan
menggunakan sumber cahaya dan cermin datar yang diletakkan di atas selembar kertas putih
polos. Sinar yang keluar dari sumber cahaya disebut sinar datang, sinar yang dipantulkan oleh
cermin datar disebut sinar pantul, dan garis yang tegak lurus dengan cermin disebut garis normal.
Dari pengamatan, kita peroleh hukum pemantulan cahaya, yaitu:
1) Sinar datang, garis normal, dan sinar pantul terletak pada satu bidang datar.
2) Sudut datang (i) sama dengan sudut pantul (r).
Untuk selanjutnya, setiap ditemukan kata ‘pemantulan’, maka yang dimaksud adalah
pemantulan teratur yang memenuhi hukum pemantulan cahaya. Benda gelap yang dapat
memantulkan hampir seluruh cahaya yang diterimanya adalah cermin. Berdasarkan bentuk
permukaannya, ada dua jenis cermin, yaitu cermin datar dan cermin lengkung.
1. Pemantulan Cahaya pada Cermin Datar
Gambar 3. Pembentukan Bayangan pada Cermin Datar
Pernahkah kamu memperhatikan bayangan kamu sendiri di depan cermin? Apa yang
dapat kamu jelaskan tentang bayanganmu tersebut? Tentu saja bayangan kita pada cermin
memiliki ukuran yang sama dengan tubuh kita. Selain itu, jarak antara tubuh kita dengan cermin
sama jauh dengan jarak antara cermin dan bayangan. Bayangan kita sama persis dengan aslinya,
hanya saja bayangan kita menghadap terbalik. Jika kita mengangkat tangan kanan, maka seolah-
olah bayangan kita mengangkat tangan kiri. Perhatikan Gambar 3.
dengan:
s = jarak benda ke cermin
s’ = jarak bayangan ke cermin
h = tinggi benda
h’ = tinggi bayangan
Sifat bayangan pada cermin datar adalah sebagai berikut:
a) Bersifat semu (maya), karena bayangan yang terbentuk berada di belakang cermin. Bayangan
semu (maya), yaitu bayangan yang terjadi karena pertemuan perpanjangan sinar-sinar cahaya.
Sedangkan, bayangan nyata adalah bayangan yang terjadi karena pertemuan langsung sinar-sinar
cahaya (bukan perpanjangannya).
b) Tegak dan menghadap ke arah yang berlawanan terhadap cermin.
c) Tinggi benda sama dengan tinggi bayangan dan jarak benda terhadap cermin sama dengan
jarak bayangan terhadap cermin.
Jika sebuah benda diletakkan di antara dua buah cermin yang membentuk sudut α, maka
banyaknya bayangan (n) yang dibentuk adalah:
2. Pemantulan Cahaya pada Cermin Lengkung
Cermin lengkung adalah cermin yang permukaan pantulnya berupa bidang lengkung.
Cermin lengkung dibagi menjadi dua jenis, yaitu cermin cekung (cermin konkaf atau cermin
positif) yang permukaan pantulnya merupakan bidang cekung, dan cermin cembung (cermin
konveks atau cermin negatif) yang permukaan pantulnya merupakan bidang cembung. Berbeda
dengan cermin datar, pada cermin lengkung, bayangan yang terbentuk bisa merupakan bayangan
maya atau nyata. Selain itu, bayangan yang terbentuk dapat mengalami perbesaran. Jika
perbesarannya antara 0 dan 1, maka bayangannya menjadi makin kecil. Namun, jika
perbesarannya lebih dari 1, maka bayangannya menjadi makin besar.
a. Cermin Cekung
Cermin cekung mempunyai bagian-bagian yang terlihat seperti pada Gambar 4
Gambar 4
P adalah titik pusat kelengkungan cermin. O adalah titik potong sumbu utama dengan
cermin cekung. F adalah titik fokus cermin yang berada di tengah-tengah antara titik P dan titik
O. Jika R adalah jari-jari kelengkungan cermin, yaitu jarak dari titik P ke titik O dan f adalah
jarak fokus cermin, yaitu jarak dari titik fokus cermin (F) ke titik O, maka berlaku hubungan:
Cermin cekung memiliki sifat yang dapat mengumpulkan cahaya (konvergen). Dengan
demikian, jika terdapat berkas-berkas cahaya sejajar mengenai permukaan cermin cekung, maka
berkas-berkas cahaya pantulnya akan melintasi satu titik yang sama.
Gambar 5
Seperti halnya pada cermin datar, pada cermin lengkung berlaku hukum pemantulan
cahaya. Pada cermin cekung berlaku hukum pemantulan sinar istimewa, yaitu sebagai berikut:
1) Berkas sinar datang sejajar dengan sumbu utama akan dipantulkan melalui titik fokus (F).
2) Berkas sinar datang melalui titik fokus (F) akan dipantulkan sejajar dengan sumbu utama.
3) Berkas sinar datang melalui pusat kelengkungan (P) akan dipantulkan kembali melalui pusat
kelengkungan (P).
4) Berkas sinar datang dengan arah sembarang akan dipantulkan sedemikian sehingga sudut
datang sama dengan sudut pantul.
Untuk membentuk bayangan sebuah benda yang terletak di depan cermin cekung, kita
cukup menggunakan dua buah berkas sinar istimewa di atas. Pembentukan bayangan benda pada
cermin cekung antara lain:
1) Benda terletak antara F dan O
Sifat bayangan yang terbentuk adalah tegak, maya, diperbesar, terletak sebelum titik O
2) Benda terletak pada titik F
Tidak akan terbentuk bayangan atau bayangan ada di tak hingga.
3) Benda terletak antara F dan P
Sifat bayangan yang terbentuk adalah terbalik, nyata, diperbesar, terletak setelah titik P
4) Benda terletak pada titik P
Sifat bayangan yang terbentuk adalah terbalik, nyata, sama besar, terletak pada titik P
5) Benda terletak setelah titik P
Sifat bayangan yang terbentuk adalah terbalik, nyata, diperkecil, terletak antara F dan P.
b. Cermin Cembung
Cermin cembung mempunyai bagian-bagian yang terlihat seperti pada Gambar 6
Gambar 6.
P adalah titik pusat kelengkungan cermin. O adalah titik potong sumbu utama dengan
cermin cembung. F adalah titik fokus cermin yang berada di tengah-tengah antara titik P dan titik
O. R adalah jari-jari kelengkungan cermin, yaitu jarak dari titik P ke titik O dan f adalah jarak
fokus cermin.
Cermin cembung memiliki sifat yang dapat menyebarkan cahaya (divergen). Dengan
demikian, jika terdapat berkas-berkas cahaya sejajar mengenai permukaan cermin cembung,
maka berkas-berkas cahaya pantulnya akan disebarkan dari satu titik yang sama.
Pada cermin cembung berlaku hukum pemantulan sinar istimewa, yaitu sebagai berikut:
1) Berkas sinar datang sejajar dengan sumbu utama akan dipantulkan seolah-olah berasal dari
titik focus (F).
2) Berkas sinar datang menuju titik fokus (F) akan dipantulkan sejajar dengan sumbu utama.
3) Berkas sinar datang menuju pusat kelengkungan (P) akan dipantulkan kembali seolah-olah
berasal dari pusat kelengkungan (P).
4) Berkas sinar datang dengan arah sembarang akan dipantulkan sedemikian sehingga sudut
datang sama dengan sudut pantul.
Untuk membentuk bayangan sebuah benda yang terletak di depan cermin cembung, kita
cukup menggunakan 2 buah berkas sinar istimewa di atas. Bayangan benda pada cermin
cembung selalu berada antara titik O dan F.
Perhatikan gambar berikut!
Sifat bayangan selalu tegak, maya, diperkecil, terletak di antara titik O dan titik F.
3. Hubungan antara Jarak Benda, Jarak Bayangan, dan Jarak Fokus
Hubungan antara jarak benda, jarak bayangan, dan fokus adalah sebagai berikut:
dengan:
s = jarak benda ke cermin
s’ = jarak bayangan ke cermin
f = jarak fokus
Karena f = R/2 , maka persamaan di atas dapat ditulis:
dengan:
s = jarak benda ke cermin
s’ = jarak bayangan ke cermin
R = jari-jari cermin
Pada cermin cekung, titik fokus (f) dan jari-jari (R) bernilai positif. Jika s’ yang
dihasilkan bernilai negatif, maka bayangan yang terbentuk adalah maya. Sedangkan, cermin
cembung memiliki titik fokus (f) dan jari-jari (R) bernilai negatif.
Bayangan benda yang dibentuk oleh cermin cermin cekung dapat lebih besar atau lebih kecil dari
ukuran bendanya. Sedangkan, bayangan yang dibentuk oleh cermin cembung selalu lebih kecil
dari ukuran bendanya. Jika ukuran bayangan yang terbentuk lebih besar dari ukuran bendanya,
maka dikatakan bayangan diperbesar. Sebaliknya, jika bayangan yang terbentuk lebih kecil dari
ukuran bendanya, maka dikatakan bayangan diperkecil.
Perbandingan antara tinggi bayangan dengan tinggi benda disebut perbesaran bayangan
yang dirumuskan sebagai berikut:
dengan:
M = perbesaran bayangan
h = tinggi benda
h’ = tinggi bayangan
B. Pembiasan Cahaya
Sebagai gelombang elektromagnetik, cahaya akan dipantulkan atau dibiaskan saat
melewati bidang batas antara dua medium.
Gambar 7
Saat cahaya dari udara melewati bidang batas antara air dan udara, maka sebagian kecil
dari cahaya akan dipantulkan dan sisanya akan diteruskan. Karena terdapat perbedaan kerapatan
optik antara udara dan air, maka arah berkas cahaya yang datang dari udara tidak akan sama
dengan arah berkas cahaya di dalam air. Karena hal tersebut, maka cahaya akan dibelokkan.
Peristiwa ini disebut pembiasan. Sedangkan, rapat optik adalah sifat dari medium tembus cahaya
(zat optik) dalam melewatkan cahaya.
Kerapatan optik yang berbeda pada dua medium, menyebabkan cepat rambat cahaya pada
kedua medium tersebut berbeda. Perbandingan antara cepat rambat cahaya pada medium 1 dan
medium 2 disebut indeks bias. Jika medium 1 adalah ruang hampa, maka perbandingan antara
cepat rambat cahaya di ruang hampa dan di sebuah medium disebut indeks bias mutlak medium
tersebut.
dengan:
n = indeks bias mutlak medium
c = cepat rambat cahaya di ruang hampa = 3⋅108
m/s
v = cepat rambat cahaya pada medium
1. Hukum Pembiasan
Selain pemantulan, Willeboard Snellius juga melakukan eksperimen-eksperimen tentang
pembiasan cahaya dan ia menemukan hubungan antara sinar datang dan sinar bias yang
kemudian dikenal dengan Hukum Snellius, yaitu:
1) Sinar datang, garis normal, dan sinar bias terletak pada satu bidang datar.
2) a) Jika sinar datang dari medium lebih rapat menuju medium yang kurang rapat, maka sinar
akan dibiaskan menjauhi garis normal.
b) Jika sinar datang dari medium kurang rapat menuju medium yang lebih rapat, maka sinar akan
dibiaskan mendekati garis normal.
3) Perbandingan sinus sudut datang (i) dengan sinus sudut bias (r) merupakan suatu bilangan
tetap. Bilangan tetap inilah yang sebenarnya menunjukkan indeks bias.
2. Pemantulan Total
Jika sinar datang dari medium lebih rapat menuju medium kurang rapat, maka sinar akan
dibiaskan menjauhi garis normal. Jika sudut sinar datang kita perbesar, maka sudut bias akan
makin besar pula. Suatu saat, sudut bias akan sama dengan 90º. Hal ini berarti sinar dibiaskan
sejajar dengan bidang antarmedium. Jika sudut sinar datang kita perbesar lagi, maka sinar datang
tidak lagi di biaskan, akan tetapi dipantulkan. Peristiwa ini yang kita sebut dengan pemantulan
total atau pemantulan sempurna. Perhatikan gambar berikut ini!
Sinar datang dengan sudut i akan dibiaskan dengan sudut bias r. Jika sudut sinar datang
diperbesar sampai i = θ, maka sinar akan dibiaskan sejajar dengan permukaan air (karena sudut
datang θ menghasilkan sudut bias 90o, maka θ disebut sudut batas). Jika sudut sinar datang lebih
besar daripada sudut batas, maka sinar akan dipantulkan seluruhnya oleh permukaan air kembali
ke dalam air. Contoh terjadinya pemantulan total adalah kemilau berlian, fatamorgana, dan serat
optik.
3. Pembiasan pada Benda Optik
Benda optik adalah benda gelap yang meneruskan hampir seluruh cahaya yang
mengenainya. Contoh benda optik yang istimewa adalah kaca planpararel, prisma, dan lensa.
a. Pembiasan pada Kaca Planparalel
Kaca planparalel adalah benda optic yang dibatasi oleh dua bidang yang rata dan sejajar.
Perhatikan Gambar 8.
Gambar 8
Berkas sinar datang dari udara dengan indeks bias n1 menuju kaca dengan indeks bias n2
dan membentuk sudut i, kemudian berkas sinar dibelokkan mendekati garis normal dengan sudut
r. Sinar lalu diteruskan menuju udara kembali dengan membentuk sudut i’ dan dibiaskan
menjauhi garis normal dengan sudut r’. Terlihat bahwa berkas sinar yang datang dan berkas sinar
yang keluar dari kaca planparalel sejajar. Sehingga dapat diperoleh:
b. Pembiasan pada Prisma
Prisma adalah benda optik yang dibatasi oleh dua bidang pembatas yang rata dan
berpotongan (tidak sejajar). Perhatikan gambar irisan sebuah prisma berikut!
Sudut antara dua bidang sisi, disebut sudut bias (β). Sedangkan, dua ruas garis tempat sinar
datang dan keluar disebut rusuk pembias (AB dan BC). Sudut antara berkas sinar datang dan
berkas sinar keluar prisma disebut sudut deviasi (δ).
Hubungan antara sudut bias, sudut sinar datang, sudut sinar keluar, dan sudut deviasi adalah
sebagai berikut:
dengan:
δ = sudut deviasi
i1 = sudut sinar datang
r2 = sudut sinar keluar
β = sudut bias
c. Pembiasan pada Lensa
Lensa adalah benda optik yang dibatasi oleh dua permukaan lengkung. Karena dibatasi
oleh dua permukaan lengkung, maka lensa memiliki dua titik pusat dengan kelengkungan yang
berbeda. Garis yang menghubungkan kedua titik tersebut dinamakan sumbu utama lensa. Titik
tengah lensa pada sumbu utama disebut pusat optik lensa, dan dinyatakan dengan O. Perhatikan
gambar di bawah ini!
Lensa dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
1) Lensa konvergen, yaitu lensa yang mengumpulkan berkas sinar sejajar. Disebut pula lensa
cembung atau lensa positif.
Terdapat tiga jenis lensa konvergen, yaitu lensa bikonveks (cembung-rangkap), plankonveks
(cembungdatar), dan konkaf-konveks (cembung-cekung).
d. Pembentukan Bayangan Benda pada Lensa Cembung
Untuk melukis pembentukan bayangan benda pada lensa cembung dapat digunakan sinar-
sinar istimewa, yaitu:
a) Berkas sinar datang yang sejajar sumbu utama, akan dibiaskan menuju titik fokus di seberang.
b) Berkas sinar datang melalui titik fokus, akan dibiaskan sejajar dengan sumbu utama.
c) Berkas sinar datang melalui titik pusat optik tidak mengalami pembiasan, akan tetapi
diteruskan.
Gambar 9. Sinar-sinar istimewa pada lensa cembung
Gambar 10. Pembentukan bayangan pada lensa cembung
2) Lensa divergen, yaitu lensa yang menyebarkan berkas sinar sejajar. Disebut pula lensa cekung
atau lensa negatif.
Terdapat tiga jenis lensa divergen, yaitu lensa bikonkaf (cekung-rangkap), plankonkaf (cekung-
datar), dan konvekskonkaf (cekung-cembung).
e. Pembentukan Bayangan Benda pada Lensa Cekung
Untuk melukis pembentukan bayangan benda pada lensa cekung, digunakan sinar-sinar
istimewa, yaitu:
a) Berkas sinar datang yang sejajar sumbu utama akan dibiaskan seolah-olah dari titik fokus
pertama.
b) Berkas sinar datang menuju titik fokus kedua akan dibiaskan sejajar dengan sumbu utama.
c) Berkas sinar datang melalui titik pusat optik tidak mengalami pembiasan, akan tetapi
diteruskan
Gambar 11. Sinar-sinar istimewa pada lensa cekung
Gambar 12. Pembentukan bayangan pada lensa cekung
f. Persamaan-Persamaan Pembiasan pada Lensa
Seperti pada cermin, pada lensa berlaku pula persamaan-persamaan yang menyatakan
hubungan antara jarak benda, jarak bayangan, dan jarak fokus:
dengan:
s = jarak benda ke lensa
s’ = jarak bayangan ke lensa
f = jarak fokus lensa
Dan berlaku pula persamaan perbesaran bayangan, yaitu:
dengan:
M = perbesaran bayangan
h = tinggi benda
h’ = tinggi bayangan
Persamaan-persamaan di atas berlaku untuk kedua jenis lensa, baik lensa cembung maupun lensa
cekung.
C. Kuat Lensa
Setiap lensa mempunyai kemampuan yang berbeda-beda dalam mengumpulkan atau
menyebarkan berkas sinar. Karena itulah dikenal dimensi kuat lensa, yaitu kemampuan sebuah
lensa untuk mengumpulkan atau menyebarkan berkas sinar.
Kuat lensa memiliki satuan dioptri, berbanding terbalik dengan jarak fokus lensa dalam
satuan meter. Sehingga dapat merumuskan:
dengan:
P = kuat lensa (dioptri)
f = jarak fokus lensa (meter)
Jadi, 1 dioptri adalah kuat lensa yang memiliki jarak fokus 1 meter.
I. HIPOTESIS
Berdasarkan rumusan masalah hipotesis dari penelitian ini merupakan dalam bentuk
hipotesis kerja yaitu pengujian hipotesis yang akan membawa kepada kesimpulan akhir,
apakah menerima atau menolak hipotesis? Agar pemilihan lebih terperinci maka
diperlukan hipotesis alternatif yang kemudian disebut Hi dan hipotesis nol yang kemudian
disebut Ho. Dari uraian tersebut penulis dapat mengambil hipotesis yaitu terdapat
perbedaan yang signifikan antara motivasi belajar siswa sebelum dan sesudah penggunaan
model pembelajaran berdasarkan masalah dengan kooperatif tipe STAD kelas X di SMAN
3 Pekanbaru pada pokok bahasan alat-alat optik.
J. METODE PENELITIAN
1. Tempat dan waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan di kelas X SMAN 3 Pekanbaru di kelas X pada semester 2 tahun
pelajaran 2013/2014 dengan waktu penelitian selama 6 minggu.
2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan yaitu penelitian
menerapkan perlakukan dengan hati-hati seraya mengikuti proses serta dampak perlakukan
(Suharsimi Arikunto, 2006).
3. Subjek Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di SMAN 3 Pekanbaru tahun pelajaran 2013/2014,
dengan subjek penelitian adalah siswa kelas X yang berjumlah … orang siswa , terdiri dari
… siswa laki-laki dan … siswa perempuan.
4. Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan yaitu penelitian
menerapkan perlakukan dengan hati-hati seraya mengikuti proses serta dampak perlakukan
(Suharsimi Arikunto, 2006).
Bentuk penelitian ini sebagai berikut :
T1 …. X ….T2
Dimana :
T1 = Skor tes motivasi awal
X = Pelaksanaan model pembelajaran berdasarkan masalah dengan
kooperatif tipe STAD
T2 = Skor tes motivasi akhir
5. Instrumen Penelitian
a. Perangkat Pembelajaran
1. Silabus Pembelajaran Fisika.
Silabus pembelajaran adalah rencana pembelajaran yang memuat satu pokok
bahasan alat-alat optik.
2. Skenario Pembelajaran.
Skenario pembelajaran adalah rencana pembelajaran untuk satu kali pertemuan.
3. Tes yang diberikan di setiap akhir pembelajaran.
b. Instrumen Pengumpul Data
Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data ini adalah berupa angket
motivasi yang diberikan kepada siswa sebelum dan setelah penerapan model pembelajaran
berdasarkan masalah dengan kooperatif tipe STAD.
Angket ini disusun berdasarkan susunan angket motivasi belajar Rosyerita
Martiningsih Tanjung (1998) yang telah diteliti berdasarkan indikator-indikator yang
merupakan ciri-ciri seseorang memiliki motivasi belajar tinggi. Sifat angket tertutup karena
tidak memberikan alternatif jawaban yang lain kepada responden (pilihan jawabannya
adalah Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Kurang Setuju (KS), Tidak Setuju (TS), Sangat
Tidak Setuju (STS), dan angket tersebut mencakup dua pernyataan yaitu pernyataan positif
dan pernyataan negatif. Angket motivasi belajar yang dimaksud dibagi atas empat kategori,
yaitu : Minat, Relevansi, Harapan, dan Hasil.
6. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data tentang motivasi belajar siswa terhadap mata pelajaran fisika
dilakukan sebelum dan sesudah penerapan model pembelajaran berdasarkan masalah
dengan kooperatif tipe STAD. Pengisian angket dilakukan secara individual, siswa tidak
boleh memperhatikan atau bertanya kepada siswa lain mengenai jawaban yang akan
diberikan untuk setiap pertanyaan.
Penelitian ini dilaksanakan di kelas X SMAN 3 Pekanbaru pada bulan Februari
2014. Kegiatan pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan model pembelajaran
berdasarkan masalah dengan kooperatif tipe STAD.
Konsep materi yang dibahas adalah alat-alat optik, dimana dalam
pengembangannya konsepnya dimulai dari intuitif ke analisa dan eksplorasi ke penguasaan
dalam memberikan cukup ruang antara tahap terendah ke tahap tertinggi, dimana antara
topik dengan topik makin lama konsep yang disajikan makin sukar.
Alokasi waktu yang disediakan untuk pokok bahasan ini adalah 4 x 40 menit (140
x 4 pertemuan) atau sama dengan 640 menit yang terdiri dari 560 menit untuk menyajikan
materi pelajaran dan 80 menit (20 menit x 4 pertemuan) untuk mengadakan tes. Pertemuan
pertama sebelum membahas materi pelajaran terlebih dahulu dibagikan angket motivasi
untuk dijawab oleh siswa dan pada akhir pembelajaran diberikan tes. Pertemuan kedua dan
ketiga guru menjelaskan materi lanjutan dari pertemuan sebelumnya dan pada akhir
pembelajaran diberikan tes kepada siswa. Pertemuan keempat guru menjelaskan materi
lanjutan dari pertemuan ketiga, pada akhir pembelajaran diberikan tes dan setelah selesai
pemberian tes, dibagikan angket motivasi untuk dijawab siswa.
7. Teknik Analisis Data
Data yang terkumpul selanjutnya dianalisis dengan menggunakan analisis statistik
deskriptif dan analisis inferensial.
Analisis deskriptif
Analisis deskriptif digunakan untuk menganalisa data tentang motivasi belajar
siswa baik sebelum maupun sesudah pelaksanaan model pembelajaran berdasarkan
masalah dengan kooperatif tipe STAD dengan menggunakan angket motivasi awal dan
angket motivasi akhir.
Penentuan skor motivasi belajar disusun berdasarkan skala Likert yang disusun
sebagai berikut :
Tabel 5. Bobot Motivasi Siswa
Pernyataan Skor Jawaban
STS TS KS S SS
Positif 1 2 3 4 5
Negatif 5 4 3 2 1
Keterangan : STS : Sangat Tidak Setuju
TS : Tidak Setuju
KS : Kurang Setuju
S : Setuju
SS : Sangat Setuju
Untuk melihat persentase perubahan motivasi awal dengan motivasi akhir
digunakan ketentuan sebagai berikut :
Untuk mengelompokkan rata-rata skor siswa ke dalam tingkat motivasi dipakai
ketentuan sebagai berikut :
Tabel 6. Kategori Motivasi Belajar Siswa
Rata-rata skor motivasi Kategori skor
1,0 – 1,99
2,0 - 2,99
3,0 – 3,99
4,0 – 4,99
˃ 4,99
Sangat Rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi
Analisis Inferensial
Analisis inferensial digunakan untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan
motivasi belajar siswa sebelum dan sesudah proses pembelajaran berdasarkan masalah
dengan kooperatif tipe STAD.
Untuk melihat peningkatan motivasi belajar siswa tersebut digunakan uji tanda
(Sign Test).
(Siegel, 1995)
Dimana : Z : Uji Tanda
X : Jumlah sample yang mengalami perubahan
N : Jumlah sample
X : X + 0,5 jika X ≤ ½ N dan X – 0,5
Kriteria pengujian hipotesis yaitu hipotesis Hi diterima jika p ˂ α = 0,01 dengan
taraf kepercayaan 99%.
Ho : p ˃ α = 0,01
Hi : p ˂ α = 0,01
K. DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 1991.Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Depdikbud. 1996.Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP). Jakarta: Depdikbud.
Dimyati dan Mujiono. 2002.Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Hamalik,O. 1995.Kurikulum dan pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Ibrahim, M. 2000.Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Unesa-University Press.
Ibrahim, M dan M, Nur. 2000.Pembelajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya: Unesa-University Press.
Nasution, A.H. 1972.Guru dan Kompetisinya. Surabaya: Usaha Nasional.
Nur dkk, Mohamad. 1996.Pengembangan Model PBM Berorientasi PKP untuk Meningkatkan Daya Nalar Siswa dalam Rangka Menyongsong Masyarakat IPTEK pada Pembangunan Jangka Panjang Tahap Kedua. Surabaya: Depdikbud Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
Tanjung, Rosyerita Martiningsing. 1998.Penerapan pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Untuk Meningkatkan Kualitas Proses Belajar Mengajar Biologi SMU. Surabaya: IKIP Surabaya.
Sardiman, 2001, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Sardiman A. 2003.Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar. Cet. IX. Jakarta; Rajawali Pers.
Siagian, P.S. 1995.Teori Motivasi dan Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta.
Siegel, Sidney. 1998.Statistik Non Parametrik. Jakarta: PT Gramedia.
Slavin, R.E. 1995.Cooperatif Learning Theory Research and Practice. Boston: Allyn and Bacon.
Wardani, Sri. 2002. Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematika Melalui Model Kooperatif
Tipe Jigsaw. Tesis ( tidak dipublikasikan ). Bandung: Program Pasca Sarjana
Universitas Pendidikan Indonesia.
L. LAMPIRAN
Lampiran 1
KUISIONER MOTIVASI BELAJAR SEBELUM PERLAKUAN
Nama :
Kelas :
Petunjuk :
1. Ada 34 pertanyaan di dalam kuisioner ini. Pilihlah setiap pertanyaan yang paling sesuai
dengan diri anda sendiri saat mengikuti pembelajaran fisika selama di SMAN 3
Pekanbaru.
2. Tulislah jawaban anda pada lembaran ini juga dengan memberi tanda (X) pada kode
pilihan dibawah ini.
STS : Sangat Tidak Setuju
TS : Tidak Setuju
KS : Kurang Setuju
S : Setuju
SS : Sangat Setuju
3. Cantumkanlah nama anda ditempat yang telah disediakan pada lembar jawaban kuisioner
ini.
4. Apapun pilihan anda tidak akan dinilai ”benar” atau ”salah” dan tidak ada kaitannya
dengan nilai anda.
5. Terima kasih atas kesediaan anda mengisi kuisioner ini.
No Pertanyaan STS TS KS S SS
1
2
Lampiran 2
KUISIONER MOTIVASI BELAJAR SESUDAH PERLAKUAN
Nama :
Kelas :
Petunjuk :
1. Ada 34 pertanyaan di dalam kuisioner ini. Pilihlah setiap pertanyaan yang paling sesuai
dengan diri anda sendiri saat mengikuti pembelajaran fisika selama di SMAN 3
Pekanbaru.
2. Tulislah jawaban anda pada lembaran ini juga dengan memberi tanda (X) pada kode
pilihan dibawah ini.
STS : Sangat Tidak Setuju
TS : Tidak Setuju
KS : Kurang Setuju
S : Setuju
SS : Sangat Setuju
3. Cantumkanlah nama anda ditempat yang telah disediakan pada lembar jawaban kuisioner
ini.
4. Apapun pilihan anda tidak akan dinilai ”benar” atau ”salah” dan tidak ada kaitannya
dengan nilai anda.
5. Terima kasih atas kesediaan anda mengisi kuisioner ini.
No Pertanyaan STS TS KS S SS
1
2
Lampiran 3
SKOR MOTIVASI BELAJAR FISIKA SISWA (Sebelum Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah dengan Kooperatif Tipe STAD)
Nama Siswa
Minat Total
Relevansi Total
Harapan Total
Hasil Total
Jumlah
1 4 5 10
15
21
22
24
26
29
2 8 13
16
20
25
28
31
33
3 7 9 11
17
23
27
30
6 12
14
18
19
32
34
Lampiran 4
SKOR MOTIVASI BELAJAR FISIKA SISWA (Sesudah Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah dengan Kooperatif Tipe STAD)
Nama Siswa
Minat Total
Relevansi Total
Harapan Total
Hasil Total
Jumlah
1 4 5 10
15
21
22
24
26
29
2 8 13
16
20
25
28
31
33
3 7 9 11
17
23
27
30
6 12
14
18
19
32
34
Lampiran 5
Skor Angket Motivasi Belajar Fisika Siswa Sebelum dan Sesudah Pemberian Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah dengan Kooperatif Tipe STAD
Kode Siswa
Skor Motivasi Belajar Siswa Tanda(XB-XA)Sebelum (XA) Sesudah (XB)
1...
dst