Proposal Ana

74
A. JUDUL : Upaya Peningkatan Motivasi Belajar Fisika Siswa Melalui Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah Kooperatif Tipe STAD Kelas X di SMAN 3 Pekanbaru B. BIDANG ILMU : Pendidikan fisika C. PENDAHULUAN Fisika merupakan salah satu disiplin ilmu yang sangat besar pengaruhnya untuk penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pelajaran fisika memegang peranan penting didalam dunia pendidikan. Keberhasilan didalam mempelajari fisika akan memberikan pengaruh ynag sangat besar terhadap keberhasilan pelajaran lainnya. Untuk memperoleh keberhasilan diperlukan usaha-usaha, dan ini timbul karena adanya motivasi. Dalam hal ini perlu ada peranan guru dalam memberikan dorongan untuk melakukan aktivitas tertentu untuk mencapai suatu tujuan yang kita harapkan. Untuk mencapai tujuan belajar fisika dipengaruhi berbagai macam kondisi baik dari dalam maupun dari luar siswa tersebut. Oleh sebab itu, hendaknya guru harus berusaha meningkatkan motivasi belajar siswanya. Jadi guru harus menyadari betapa pentingnya menimbulkan motivasi belajar siswa, guru dituntut

description

prp

Transcript of Proposal Ana

A. JUDUL : Upaya Peningkatan Motivasi Belajar Fisika Siswa Melalui Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah Kooperatif Tipe STAD Kelas X di SMAN 3 Pekanbaru

B. BIDANG ILMU : Pendidikan fisika

C. PENDAHULUAN

Fisika merupakan salah satu disiplin ilmu yang sangat besar pengaruhnya untuk

penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pelajaran fisika memegang peranan penting

didalam dunia pendidikan. Keberhasilan didalam mempelajari fisika akan memberikan pengaruh

ynag sangat besar terhadap keberhasilan pelajaran lainnya. Untuk memperoleh keberhasilan

diperlukan usaha-usaha, dan ini timbul karena adanya motivasi. Dalam hal ini perlu ada peranan

guru dalam memberikan dorongan untuk melakukan aktivitas tertentu untuk mencapai suatu

tujuan yang kita harapkan.

Untuk mencapai tujuan belajar fisika dipengaruhi berbagai macam kondisi baik dari

dalam maupun dari luar siswa tersebut. Oleh sebab itu, hendaknya guru harus berusaha

meningkatkan motivasi belajar siswanya. Jadi guru harus menyadari betapa pentingnya

menimbulkan motivasi belajar siswa, guru dituntut dinamis dan kreatif menciptakan suasana

pembelajaran yang menarik simpati siswa. Hal ini sangat berpengaruh terhadap reaksi yang

ditampilkan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Apabila guru sukses menciptakan

suasana yang menyebabkan siswa termotivasi dan aktif belajar, maka sangat memungkinkan

terjadinya peningkatan motivasi belajar siswa sesuai dengan yang diharapkan.

Belajar fisika atau sains tidak sekedar belajar tentang fakta, konsep prinsip, hukum dalam

wujud, akan tetapi belajar fisika juga belajar tentang cara memperoleh informasi sains, cara sains

dan aplikasi sains. Bekerja dalam wujud pengetahuan prosedural termasuk kebiasaan bekerja

secara ilmiah. Belajar fisika memfokuskan kegiatan-kegiatan pada penemuan informasi melalui

pengalaman dengan kegiatan meliputi : mengamati, mengukur, mengajukan pertanyaan,

mengelompokkan, merencanakan percobaan secara adil, mengendalikan variabel, memecahkan

masalah dan memperjelas pemahaman.

Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara penulis dengan guru IPA dan siswa kelas

X SMA Negeri 3 pekanbaru, tampak beberapa masalah yang timbul selama pembelajaran yaitu

banyak siswa mengalami kesulitan dalam pelajaran fisika, dikarenakan kurangnya penguasaan

tentang konsep-konsep fisika sehingga nilai akhir fisika yang diperoleh oleh siswa rata-rata

cenderung rendah. Hal ini dinyatakan oleh nilai rata-rata kelas X pada 1 semester terakhir adalah

5,60 dan 5,40 pada tahun ajaran 2013/2014. Selain itu hal ini dikarenakan oleh cara belajar siswa

yang sifatnya monoton saja dan sering terjadi dalam proses belajar mengajar yang dilaksanakan

oleh guru cenderung didominasi oleh guru saja dalam arti kata gurulah yang lebih aktif dengan

minimnya media pembelajaran yang digunakan, menyebabkan siswa kurang tertarik untuk

belajar, sehingga motivasi belajar siswa menjadi rendah bila ditinjau dari cara belajar siswa yang

santai, bermalas-malasan dan pasif dalam belajar. Inilah yang mengakibatkan banyaknya siswa

yang mengalami kesulitan-kesulitan dalam menerima dan memahami konsep-konsep fisika.

Dengan memperhatikan kondisi tersebut, maka guru dituntut untuk melakukan perbaikan

atau memilih strategi yang akan digunakan dalam proses belajar mengajar. Strategi yang dipilih

tersebut hendaknya melibatkan siswa secara aktif sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar

siswa dalam pembelajaran dan pada akhirnya akan meningkatkan hasil belajar siswa.

Untuk meningkatkan motivasi belajar siswa maka perlu adanya suatu model

pembelajaran sedemikian rupa, supaya para siswa dapat termotivasi yang akhirnya diperoleh

motivasi belajar yang baik. Salah satu strategi yang dapat meningkatkan motivasi belajar siswa

adalah pembelajaran fisika dengan model pembelajaran berdasarkan masalah dengan kooperatif

tipe STAD. Dengan menggunakan model pembelajaran berdasarkan masalah dengan kooperatif

tipe STAD, diharapkan siswa bisa belajar sendiri, membangun sendiri pengetahuannya. Menurut

prinsip model pembelajaran berdasarkan masalah dengan kooperatif tipe STAD, seorang

pengajar atau guru berperan sebagai mediator dan fasilitator yang membantu proses belajar siswa

berjalan dengan baik. Tekanan ada pada siswa yang belajar dan bukan pada disiplin ataupun

guru.

Berdasarkan uraian diatas tersebut, penulis tertarik untuk mengangkat judul penelitian

“Upaya Peningkatan Motivasi Belajar Fisika Siswa Melalui Model Pembelajaran

Berdasarkan Masalah Kooperatif Tipe STAD Kelas X di SMAN 3 Pekanbaru”.

D. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan pada latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

Apakah model pembelajaran berdasarkan masalah dengan kooperatif tipe STAD dapat

meningkatkan motivasi belajar fisika siswa kelas X SMAN 3 Pekanbaru pada pokok bahasan

alat-alat optik?

E. BATASAN MASALAH

Agar penelitian ini lebih terarah dan mencapai sasaran, maka peneliti membatasi

permasalahan pada pembelajaran berdasarkan masalah dengan kooperatif tipe STAD dalam

meningkatkan motivasi belajar fisika siswa kelas X SMAN 3 Pekanbaru untuk pokok bahasan

alat-alat optik.

F. TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

peningkatan motivasi belajar fisika siswa kelas X SMAN 3 Pekanbaru melalui model

pembelajaran berdasarkan masalah dengan kooperatif tipe STAD pada pokok bahasan alat-alat

optik.

G. MANFAAT PENELITIAN

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan, informasi untuk memperkaya

khasanah pengetahuan dan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan langkah kebijakan

yang lebih baik dan tepat di masa mendatang dalam peningkatan mutu pendidikan Fisika. Hasil

penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan kepada dunia pendidikan untuk dapat

meningkatkan motivasi berprestasi siswa. Motivasi dapat dijadikan pendorong bagi siswa untuk

meningkatkan prestasi belajar siswa.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi peneliti, Merupakan latihan bagi penulis untuk menyusun karya tulis ilmiah

sehingga dapat mengembangkan proses berpikir ilmiah dan pengkajian faktor-faktor

empiris.

b. Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat menjadi bekal untuk terjun langsung ke dunia

pendidikan sebagai seorang calon pendidik.

c. Bagi siswa, hasil penelitian ini diharapkan siswa dapat memperbaiki proses berpikir siswa

dan belajar memotivasi diri sendiri sehingga dapat bertanya dan juga dapat menjawab

pertanyaan dengan baik.

d. Bagi guru, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan dan dasar

pemikiran guru dan calon guru untuk dapat memilih model pembelajaran yang tepat

dalam kegiatan belajar mengajar.

e. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi sebagai acuan penelitian

berikutnya.

H. LANDASAN TEORI

1. Kompetensi Fisika di SMA

Fisika adalah ilmu pengetahuan yang merupakan pengetahuan yang sangat

terstruktur dalam arti antara bagian satu dengan bagian yang lainnya saling berkaitan dan

saling terjalin hubungan fungsional yang erat dimana mempelajari sifat materi, gerak dan

fenomena lain yang ada hubungannya dengan energi. Selain itu juga mempelajari

keterkaitan konsep-konsep fisika dengan kehidupan nyata dan pengembangan sikap dan

kesadaran terhadap IPA dan teknologi beserta dampaknya (Depdikbud, 1996).

Mata pelajaran fisika adalah satu mata pelajaran sains yang dapat mengembangkan

kemampuan berpikir analitis, deduktif dengan menggunakan berbagai peristiwa alam dan

penyelesaian masalah baik secara kuantitatif dengan menggunakan matematika serta dapat

mengembangkan pengetahuan keterampilan dan sikap percaya diri.

Fungsi dan tujuan pembelajaran fisika di SMA adalah :

a. Menanamkan keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan

keindahan yang terkandung dalam alam ciptaan-Nya.

b. Memupuk sifat ilmiah yang mencakupi :

1. Sikap jujur dan objektif terhadap fakta / data.

2. Rasa ingin tahu yang tinggi.

3. Sikap terbuka, yaitu bersedia menerima pendapat orang lain serta mau

menerima pandangannya, jika terbukti bahwa pandangannya keliru.

4. Ulet dan tidak cepat putus asa.

5. Kritis terhadap pernyataan ilmiah yaitu tidak mudah percaya tanpa ada

dukungan hasil empiris.

6. Dapat bekerja sama dengan orang lain.

c. Memperoleh pengalaman dalam menerapkan metode ilmiah melalui percobaan atau

eksperimen, dimana siswa melakukan pengujian hipotesis dengan merancang

eksperimen melalui pemasangan instrumen pengambilan, pengolahan dan

interpretasi data, serta mengkomunikasikan hasil eksperimen secara lisan dan

tertulis.

d. Mengembangkan kemampuan berpikir analitis deskriptif dengan menggunakan

berbagai konsep dan prinsip fisika untuk berbagai peristiwa alam dan penyelesaian

masalah baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif menggunakan aritmatika.

e. Menguasai berbagai konsep dan prinsip fisika untuk mengembangkan pengetahuan,

keterampilan dan sikap percaya diri sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan

sehari-hari dan sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang

lebih tinggi.

f. Pembentukan sikap yang positif terhadap fisika yaitu merasa tertarik untuk

mempelajari fisika lebih lanjut karena merasakan keindahan dalam keteraturan

perilaku alam dan penerapan fisika dalam teknologi.

Kompetensi Umum Fisika di SMA :

1. Kemampuan melakukan kerja ilmiah melalui eksperimen dan pengalaman

meliputi kemampuan melakukan pengukuran, pengujian hipotesis, merangsang

eksperimen, mengambil dan mengolah data, interpretasi data, serta

mengkomunikasikan hasil eksperimen tersebut. Disamping itu melalui kerja ilmiah

diharapkan memiliki sikap ilmiah antara lain tertanamnya nilai ilmiah dalam diri

siswa dan kemampuan bekerja sama dengan orang lain.

2. Kemampuan melakukan penalaran ilmiah dalam arti berpikir secara efektif

dalam menyelesaikan masalah sederhana berhubungan dengan besaran-besaran

fisika secara kualitatif serta melakukan analisis kuantitatif menggunakan aritmatika.

3. Kemampuan untuk mengaitkan pengetahuan fisika dengan pemanfaatan fisika

dalam teknologi melalui pembahasan dasar kerja teknologi atau pembuatan alat-alat

teknologi yang bermanfaat.

2. Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah

Model pembelajaran berdasarkan masalah adalah suatu proses pembelajaran yang

dirancang untuk membelajarkan kepada siswa tentang strategi pengetahuan dan membantu

siswa dalam memahami dan menganalisa bacaan dengan baik (Arends yang dikutip oleh

Amir, 2003). Model pembelajaran berdasarkan masalah mempunyai ciri-ciri sebagai

berikut :

a. Pengajuan pertanyaan atau masalah.

Dalam pembelajaran ini guru mengajukan pertanyaan berupa masalah yang

akan diselesaikan oleh siswa. Masalah tersebut merupakan suatu pertanyaan

yang membutuhkan pemecahan/penyelesaian dimana pemecahannya tidak

langsung tersedia.

b. Keterkaitan dengan disiplin ilmu lain.

Pembelajaran fisika yang akan dirancang memiliki keterkaitan dengan

disiplin ilmu yang lain. Dengan kata lain bahwa materi pelajaran yang akan

dirancang mempunyai hubungan atau penerapannya dengan disiplin ilmu lain.

c. Penyelidikan autentik

Penyelidikan yang digunakan disesuaikan dengan masalah yang dihadapi.

Dalam menyelesaikan masalah tersebut siswa harus menganalisa dan

mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis, mengumpulkan informasi

yang mendukung penyelesaian masalah, melakukan eksperimen, merumuskan

kesimpulan.

d. Menghasilkan produk atau karya dan memamerkannya.

Produk yang dihasilkan dapat berupa laporan, video, maupun model fisik.

Kemudian siswa akan mendemonstrasikan produk yang mereka hasilkan di

depan kelas.

e. Kerja sama (Ibrahim dan Nur, 2000)

Dalam menyelesaikan masalah diperlukan adanya kerja sama. Kerja sama

dalam belajar melibatkan siswa-siswa serta guru sebagai fasilitatornya.

Pada model pembelajaran berdasarkan masalah peranan guru adalah

menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan, memfasilitasi penyelidikan dan

diskusi serta melakukan scaffolding. Scaffolding adalah memberikan bantuan

kepada siswa secara struktur pada awal pelajaran dan secara bertahap

mengaktifkan tanggung jawab belajar atas arahan diri mereka sendiri.

Pembelajaran ini banyak menumbuhkembangkan aktivitas belajar baik secara

individu maupun kelompok karena setiap tahap pembelajaran ini menuntut

keaktifan siswa.

Model pembelajaran berdasarkan masalah terdiri dari lima tahap utama yang

dimulai dengan guru memperkenalkan siswa dengan masalah dan diakhiri

dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa. Kelima tahap tersebut disajikan

pada Tabel 1.

Tabel 1. Tahap-Tahap Pembelajaran Berdasarkan Masalah

Tahap Kegiatan Guru Kegiatan Siswa

Orientasi siswa

kepada masalah

Menjelaskan tujuan pembelajaran,

mengajukan masalah, hal-hal yang

dianggap perlu dan memotivasi siswa

dalam melakukan kegiatan pemecahan

masalah

Mendengar atau

memperhatikan penjelasan

guru

Mengorganisasik

an siswa dalam

belajar

Membantu siswa dalam mendefinisikan

dan mengorganisasikan tugas-tugas yang

berkaitan dengan masalah

Membaca LKS, berdiskusi

dan berbagi tugas dalam

kelompok

Membimbing

penyelidikan

individual

maupun

kelompok

Mendorong siswa dalam mengumpulkan

informasi yang diperlukan, melaksanakan

eksperimen, dan penyelidikan untuk

menjelaskan serta menyelesaikan

masalah

Mengumpulkan informasi,

melakukan penyelidikan,

berdialog dalam

kelompoknya

Mengembangkan

menyajikan hasil

karya

Membantu siswa dalam merencanakan

dan menyiapkan karya yang sesuai

seperti laporan dan membantu mereka

untuk menyiapkan penyajian

Membuat laporan hasil

pendidikan atau diskusi dari

kesimpulan masalah yang

diberikan dan menyajikan

Menganalisa dan

mengevaluasi

proses

pemecahan

masalah

Membantu siswa merefleksikan dan

mengevaluasi tahap penyelidikan yang

digunakan siswa

Berdiskusi, mendengar

penjelasan guru dan teman,

merangkum materi

pelajaran

Sumber : Amir yang dimodifikasi dari Ibrahim dan Nur (2000)

3. Model Pembelajaran Kooperatif

Menurut Slavin (1995) model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran

dengan penekanan pada aspek sosial dalam belajar dengan menggunakan kelompok-

kelompok kecil terdiri dari 4-6 siswa heterogen (jenis kelamin, kemampuan) dalam

mencapai tujuan.

Menurut Suryadi yang dikutip oleh Wardani (2002) menyatakan bahwa

pembelajaran dengan cara membentuk kelompok-kelompok kecil akan menciptakan

suasana belajar yang asik dalam diskusi, relative lebih hidup, siswa lebih aktif dalam

bekerja sama dan berinteraksi untuk menyelesaikan tugas yang dihadapinya. Dengan kata

lain, pada model pembelajaran kooperatif ini siswa lebih bebas untuk bertanya kepada

teman kelompoknya sebab biasanya siswa enggan untuk bertanya kepada guru jika

menemukan kesukaran dalam permasalahannya.

Ibrahim, M (2000) mengemukakan 4 ciri-ciri kooperatif yaitu (a) siswa bekerja

dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya, (b) anggota

kelompok dibentuk dari siswa-siswa yang mempunyai kemampuan yang berbeda (tinggi,

sedang, rendah), (c) anggota kelompok berasal dari ras, buday, suku, jenis kelamin

berbeda-beda, (d) penghargaan diberikan atas dasar penilaian terhadap kelompok bukan

individunya.

Pembelajaran kooperatif mempunyai struktur tugas, struktur tujuan dan struktur

penghargaan. Struktur tugas mengacu pada pembelajaran yang mengorganisasikan siswa

maksudnya siswa belajar dalm kelompok-kelompok kecil untuk menyelesaikan tugas-tugas

yang diberikan oleh guru. Struktur tujuan adalah kerja sama. Kerja sama ini terjadi jika

semua anggota kelompok mencapai tujuannya secara bersama-sama. Sedangkan struktur

penghargaan lebih diutamakan kepada kelompok dibandingkan kepada individunya

Ibrahim, M (2000).

Dilihat dari struktur tugas, pembelajaran kooperatif berbeda dengan pembelajaran

kelompok tradisional. Pada pembelajaran kelompok tradisional guru lebih mendominasi

dalam pengelolaan kelas sedangkan pembelajaran kooperatif guru sebagai penunjang

dalam belajar. Perbedaan pembelajaran kooperatif dan pembelajaran kelompok tradisional

tersebut disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2. Perbedaan Peranan Guru Pada Pembelajaran Kooperatif dan Pembelajaran

Kelompok Tradisional.

Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran Kelompok Tradisional

1. Menunjang

2. Mengarahkan kembali pertanyaan

1. Mengarahkan

2. Menjawab pertanyaan

3. keterampilan sosial guru

4. Mengelola konflik

5. Menumbuhkan nuansa saling

membutuhkan

6. Membantu siswa mengevaluasi kerja

kelompok

7. Mengembangkan perbedaan pendapat

8. Menyediakan sumber daya

3. Membuat aturan

4. Disiplin

5. Menganjurkan kebebasan atau berdiri

sendiri

6. Mengevaluasi individu

7. Mengarahkan diskusi

8. Bertindak sebagai narasumber utama

Sumber : Nur, dkk (1996)

Dari pendapat beberapa ahli mengenai pembelajaran kooperatif diatas dapat

disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang

dirancang agar siswa dapat menyelesaikan tugas yang diberikan dengan cara bekerja sama

didalam kelompok-kelompok kecil tersebut siswa memahami pelajaran, menyelesaikan

soal-soal, memeriksa dan memperbaiki hasil yang mereka peroleh. Dalam pembelajaran ini

perlu ditekankan pada siswa bahwa mereka belum boleh mengakhiri diskusinya sebelum

mereka yakin bahwa semua anggota satu kelompoknya telah memahami dan mengerti

terhadap masalah serta penyelesaian yang ditugaskan pada kelompoknya.

Pembelajaran kooperatif ada beberapa tipe. Menurut Slavin (1995) model

pembelajaran kooperatif dibedakan menjadi lima tipe berdasarkan struktur tugas utama,

yaitu (a) Student Team Achievement Division (STAD), (b) Team Individualization (TAI),

(c) Teams Games Tournament (TGT), (d) Cooperative Integrated Reading and

Competition (CIRC), (e) Jigsaw.

Dari kelima tipe pembelajaran kooperatif diatas setiap tipe memiliki struktur

tujuan yang sama yaitu bekerja sama dengan kelompok. Tetapi dilihat dari struktur tugas

utama kelima tipe tersebut berbeda. Struktur tugas utama pembelajaran kooperatif tipe

STAD yaitu siswa menggunakan lembar kegiatan atau perangkat pembelajaran lain untuk

menuntaskan materi pelajaran kemudian saling membantu satu sama lain dengan cara

berpasangan dalam kelompoknya masing-masing. Selain itu pembelajaran kooperatif tipe

STAD merupakan pembelajaran kooperatif yang sederhana sehingga guru akan mudah

menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD ini dan dapat memodifikasi model

pembelajaran berdasarkan masalah.

Dalam pelaksanaannya, pembelajaran kooperatif tipe STAD terdiri dari beberapa

tahapan yaitu :

1. Persiapan

2. Persentase kelas

3. Kegiatan kelompok

4. Evaluasi

5. Penghargaan kelompok

Untuk penghargaan kelompok terdiri dari beberapa langkah, yaitu :

a. Menghitung skor tes individu dan kelompok

Tabel 3. Nilai Individu dan Kelompok

Skor Tes Nilai Perkembangan

Lebih dari 10 poin dibawah skor dasar 5

10 poin hingga 1 poin dibawah skor dasar 10

Sama dengan skor dasar sampai 10 poin 20

diatas skor dasar

Lebih dari 10 poin diatas skor dasar 30

Nilai sempurna 30

b. Memberi penghargaan kelompok

Skor kelompok dihitung berdasarkan rata-rata nilai perkembangan yang

disumbangkan anggota kelompok. Berdasarkan rata-rata nilai perkembangan yang

diperoleh terdapat tiga tingkat kriteria penghargaan yang diberikan untuk

penghargaan kelompok, yaitu :

a. Kelompok dengan rata-rata dengan skor nilai 5-10 sebagai kelompok baik.

b. Kelompok dengan rata-rata dengan skor nilai 11-20 sebagai kelompok hebat.

c. Kelompok dengan rata-rata dengan skor nilai 21-30 sebagai kelompok super.

Model pembelajaran kooperatif tipe STAD memungkinkan timbulnya komunikasi

dan interaksi yang lebih berkualitas antar siswa dengan siswa dalam kelompok, maupun

siswa dengan siswa antar kelompok. Model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat

membantu siswa memahami fisika yang sulit serta menumbuhkan kemampuan kerja sama,

berpikir kritis. Pembelajaran ini memiliki dampak yang positif terhadap siswa yang rendah

hasil belajarnya, karena siswa yang rendah hasil belajarnya dapat meningkatkan motivasi,

hasil belajar dan penyimpanan materi pelajaran yang lebih lama. Selain itu pada

pembelajaran ini keberhasilan belajar yang dipandang tidak semata-mata dapat ditentukan

oleh guru tetapi merupakan tanggung jawab bersama sehingga mendorong berkembangnya

rasa kebersamaan dan saling membutuhkan diantara siswa.

4. Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah dengan Kooperatif Tipe STAD

Dilihat dari tahapan model pembelajaran berdasarkan masalah dan model

pembelajaran kooperatif tipe STAD maka model pembelajaran berdasarkan masalah

dengan kooperatif tipe STAD ini memiliki 7 tahap pembelajaran, yaitu :

1. Orientasi siswa kepada masalah.

Dalam proses pembelajaran diawali dengan guru menyampaikan semua tujuan

pembelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut, metode apa yang akan

digunakan selama terjadi proses belajar mengajar, memotivasi untuk belajar kemudian

guru mengajukan masalah yang berkaitan dengan materi pelajaran.

2. Mengorganisasikan siswa dalam kelompok-kelompok belajar.

Mengorganisasikan siswa disini dengan membentuk kelompok-kelompok belajar yang

terdiri 4-5 orang dalam tiap kelompok. Kelompok yang dibentuk oleh guru tersebut

bersifat heterogen secara akademik dan jenis kelamin serta latar belakang sosial. Dalam

tiap kelompok tersebut guru mengorganisasikan tugas-tugas yang berkaitan dengan

masalah, sedangkan siswa membaca LKS, mengerjakan LKS dan berdiskusi.

3. Kegiatan kelompok.

1. Membimbing penyelidikan kelompok maupun individual.

2. Siswa mengerjakan secara berpasangan atau mandiri selanjutnya saling

mencocokkan jawaban atau memeriksa ketepatan jawabannya dengan jawaban

teman sekelompoknya.

4. Mengembangkan menyajikan hasil karya.

Pada tahap ini guru membantu siswa dalam menyiapkan karya yang sesuai seperti

laporan dan membantu mereka menyiapkan penyajian. Persiapan penyajian yang

dilakukan oleh siswa dengan membuat kesimpulan dari masalah yang diberikan dan

menyajikan didepan kelas.

5. Menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

Dalam menganalisa dan mengevaluasi pemecahan masalah, guru bersama-sama dengan

siswa melakukan diskusi dan tanya jawab sehingga akan diperoleh suatu kesimpulan

dari materi pelajaran tersebut.

6. Evaluasi.

1. Evaluasi berupa tes yang dikerjakan secara individu dalam waktu yang telah

ditentukan oleh guru. Evaluasi diberikan setelah selesai satu pokok bahasan.

2. Skor dari tes individu disumbangkan untuk skor kelompok.

7. Penghargaan kelompok.

Penghargaan diberikan setelah evaluasi dan disesuaikan dengan rata-rata nilai

perkembangan yang diperoleh masing-masing kelompok.

Penerapan model pembelajaran berdasarkan masalah dengan kooperatif tipe

STAD dalam penelitian ini akan dijadikan tiga tahap, yaitu tahap persiapan, tahap

pelaksanaan, tahap evaluasi dan penghargaan kelompok. Pada tahap persiapan, kegiatan

yang dilakukan adalah menyiapkan perangkat pembelajaran, instrumen pengumpul data,

menetapkan kelas tindakan dan kelas pembanding dan menentukan skor dasar tiap siswa

serta mengklasifikasikan siswa ke dalam kelompok kecil.

Pada tahap pelaksanaan, kegiatan yang dilakukan terdiri dari kegiatan awal,

kegiatan inti, dan kegiatan akhir. Pada kegiatan awal yang dilakukan adalah orientasi siswa

pada masalah. Kegiatan awal ini sama dengan tahap pertama pada model pembelajaran

berdasarkan masalah dengan kooperatif tipe STAD diatas.

Pada kegiatan inti sama dengan tahap kedua, ketiga dan keempat pada model

pembelajaran diatas.

Pada kegiatan akhir sama dengan tahap kelima pada model pembelajaran diatas.

Untuk mengevaluasi, menganalisa dan memecahkan masalah guru bersama-sama dengan

siswa berdiskusi dan melakukan tanya jawab sehingga akan diperoleh suatu kesimpulan

dari materi pelajaran tersebut.

Pada tahap evaluasi dan penghargaan, kegiatan yang dilakukan adalah

memberikan tes kepada siswa yang dikerjakan secara individu dalam waktu 45-60 menit.

Tes yang dikerjakan secara individu tersebut skornya akan disumbangkan untuk skor

kelompoknya. Skor kelompok tersebut akan dapat dinilai hasil belajar masing-masing

kelompok. Hasil belajar masing-masing kelompok akan diberikan penghargaan yaitu

kelompok baik, kelompok hebat dan kelompok super.

5. Motivasi Belajar Siswa

Pengertian motivasi menurut kamus Besar Bahasa Indonesia (1989) adalah

usaha-usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau kelompok orang tertentu tergerak

melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendakinya atau mendapat

kepuasan dengan perbuatannya.

Nasution (1972) mengemukakan bahwa untuk belajar diperlukan motivasi,

semakin tinggi motivasi belajar siswa akan semakin berhasil proses pembelajaran itu. Guru

diharapkan dapat menciptakan kondisi untuk menumbuhkan aktivitas belajar dengan baik

seperti yang dikemukakan oleh Sardiman (2001) untuk belajar dengan baik diperlukan

proses dan motivasi yang baik pula. Tanpa motivasi maka hasil belajar yang baik akan sulit

tercapai, karena motivasi itu merupakan salah satu penyebab terjadinya perubahan energi

yang ada pada setiap manusia. Apabila seorang siswa sudah termotivasi untuk belajar

fisika, maka siswa tersebut akan sungguh-sungguh mempelajarinya sehingga dapat

mencapai tujuan belajar fisika.

Oemar Hamalik (1995) mengartikan motivasi adalah suatu perubahan energi

dalam diri (pribadi) seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi utnuk

mencapai tujuan. Sedangkan Sadirman A.M (2003) mengatakan motivasi sebagai daya

penggerak yang telah menjadi aktif.

Dari beberapa pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah

kekuatan tersembunyi di dalam diri kita yang mendorong untuk berkelakuan dan bertindak

dengan cara yang khusus.

Dari uraian di atas maka dapat dijelaskan mengenai komponen motivasi. Menurut

Dimyati dan Mudjiono (2002) ada tiga komponen utama dalam motivasi yaitu :

a. Kebutuhan.

Kebutuhan adalah kecenderungan-kecenderungan permanen dalam diri seseorang

yang menimbulkan dorongan melakukan suatu perbuatan/tindakan untuk

mencapai tujuan.

b. Dorongan.

Dorongan merupakan kekuatan mental untuk melakukan kegiatan dalam rangka

memenuhi harapan. Dorongan merupakan kekuatan mental yang berorientasi pada

pemenuhan harapan atau pencapaian tujuan. Dorongan yang berorientasi tujuan

tersebut merupakan inti motivasi.

c. Tujuan.

Tujuan adalah hal ingin dicapai oleh seorang individu. Tujuan tersebut

mengarahkan perilaku.

Dapat dinyatakan bahwa motivasi merupakan akibat dari interaksi seseorang

dengan situasi tertentu yang dihadapinya. Karena itulah terdapat perbedaan dalam kekuatan

motivasi yang ditunjukkan oleh seseorang dalam menghadapi situasi tertentu dibandingkan

dengan orang-orang lain yang menghadapi situasi yang sama Sondang P. Siagian (1995).

Fungsi motivasi dalam pembelajaran adalah :

a. Mendorong timbulnya tingkah laku atau perbuatan, tanpa ada motivasi akan timbul

perbuatan belajar.

b. Sebagai pengarah, mengarahkan perbuatan untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

c. Sebagai penggerak, menggerakkan tingkah laku.

Menurut Oemar Hamalik (1995) mengatakan motivasi pada pokoknya memiliki

dua sifat, yaitu :

a. Motivasi Intrinsik, adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsi tidak perlu

dirangsang dari luar.

b. Motivasi Ekstrinsik, adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi karena adanya

perangsang dari luar.

Menurut Sardiman (2001) mengemukakan bahwa seseorang yang termotivasi

didalam belajar mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

1. Tekun dalam mengerjakan tugas (dapat bekerja terus-menerus dalam waktu

yang lama, tidak pernah berhenti sebelum selesai).

2. Ulet dalam menghadapi kesulitan dan hambatan (tidak lekas putus asa) tidak

memerlukan dorongan dari luar untuk berprestasi sebaik mungkin (tidak cepat

puas dengan prestasi yang telah dicapainya).

3. Mempunyai dorongan yang besar terhadap pelajaran untuk meraih cita-cita.

4. Lebih senang bekerja sendiri.

5. Cepat bosan mengerjakan yang terlalu mudah dan berulang-ulang.

6. Dapat mempertahankan pendapat (kalau sudah yakin akan sesuatu).

7. Percaya diri dan kreatif.

Prinsip-prinsip yang mendorong motivasi belajar adalah : pemberian pujian,

kepuasan kebutuhan psikologi, intrinsik, penguatan, penjalaran, pemahaman atas tujuan,

tugas yang diberikan oleh diri sendiri, ganjaran dari luar, teknik pembelajaran yang

bervariasi, minat khusus siswa, penyesuaian dengan kondisi siswa, menghindari adanya

kecerdasan, tingkat kesulitan tugas, kadar emosi, pengaruh kelompok, kreatifitas siswa.

Upaya meningkatkan motivasi belajar adalah : menggerakkan dengan cara prinsip

kebebasan, pemberian harapan dengan cara merumuskan tujuan instruktural khusus,

pemberian inisiatif dan pengaturan tingkah laku siswa.

1. Materi Pokok Alat-Alat Optik

Berdasarkan telaah terhadap kurikulum Sekolah Menengah Pertama (SMA) pada mata

pelajaran IPA tahun 2006, diperoleh gambaran struktur materi pokok alat-alat optik

seperti pada Tabel 4.

Standar Kompetensi : Menerapkan prinsip kerja alat-alat optik.

Kompetensi Dasar IndikatorMateri pokok

Menganalisis alat-alat optik secara kualitatif dan kuantitatif.

1. Mendeskripsikan fungsi dan bagian

alat optik mata dan kacamata,

mikroskop, dan teleskop.

2. Membedakan pengamatan tanpa

akomodasi dan akomodasi maksimum.

3. Menganalisis pembentukan bayangan

pada kaca mata, lup, mikroskop, dan

teleskop.

4. Menentukan kekuatan lensa kacamata

pada penderita miopi dan hipermetropi.

5. Menghitung perbesaran lup,

mikroskop, dan teleskop.

Pembentukan Bayangan

Materi yang akan diajarkan adalah sebagai berikut:

A. Pemantulan Cahaya

Pemantulan cahaya oleh permukaan suatu benda bergantung pada keadaan permukaan

benda tersebut. Benda dengan permukaan yang rata (contoh: cermin), memantulkan cahaya

dengan teratur. Sedangkan, benda dengan permukaan yang tidak rata atau kasar, memantulkan

cahaya dengan tidak teratur atau baur.

Gambar 1. Pemantulan Teratur

Gambar 2. Pemantulan Baur

Pemantulan cahaya pada permukaan rata diamati pertama kali oleh seorang ilmuwan

Belanda yang bernama Willebrord Snellius. Kita dapat melakukan pengamatan serupa dengan

menggunakan sumber cahaya dan cermin datar yang diletakkan di atas selembar kertas putih

polos. Sinar yang keluar dari sumber cahaya disebut sinar datang, sinar yang dipantulkan oleh

cermin datar disebut sinar pantul, dan garis yang tegak lurus dengan cermin disebut garis normal.

Dari pengamatan, kita peroleh hukum pemantulan cahaya, yaitu:

1) Sinar datang, garis normal, dan sinar pantul terletak pada satu bidang datar.

2) Sudut datang (i) sama dengan sudut pantul (r).

Untuk selanjutnya, setiap ditemukan kata ‘pemantulan’, maka yang dimaksud adalah

pemantulan teratur yang memenuhi hukum pemantulan cahaya. Benda gelap yang dapat

memantulkan hampir seluruh cahaya yang diterimanya adalah cermin. Berdasarkan bentuk

permukaannya, ada dua jenis cermin, yaitu cermin datar dan cermin lengkung.

1. Pemantulan Cahaya pada Cermin Datar

Gambar 3. Pembentukan Bayangan pada Cermin Datar

Pernahkah kamu memperhatikan bayangan kamu sendiri di depan cermin? Apa yang

dapat kamu jelaskan tentang bayanganmu tersebut? Tentu saja bayangan kita pada cermin

memiliki ukuran yang sama dengan tubuh kita. Selain itu, jarak antara tubuh kita dengan cermin

sama jauh dengan jarak antara cermin dan bayangan. Bayangan kita sama persis dengan aslinya,

hanya saja bayangan kita menghadap terbalik. Jika kita mengangkat tangan kanan, maka seolah-

olah bayangan kita mengangkat tangan kiri. Perhatikan Gambar 3.

dengan:

s = jarak benda ke cermin

s’ = jarak bayangan ke cermin

h = tinggi benda

h’ = tinggi bayangan

Sifat bayangan pada cermin datar adalah sebagai berikut:

a) Bersifat semu (maya), karena bayangan yang terbentuk berada di belakang cermin. Bayangan

semu (maya), yaitu bayangan yang terjadi karena pertemuan perpanjangan sinar-sinar cahaya.

Sedangkan, bayangan nyata adalah bayangan yang terjadi karena pertemuan langsung sinar-sinar

cahaya (bukan perpanjangannya).

b) Tegak dan menghadap ke arah yang berlawanan terhadap cermin.

c) Tinggi benda sama dengan tinggi bayangan dan jarak benda terhadap cermin sama dengan

jarak bayangan terhadap cermin.

Jika sebuah benda diletakkan di antara dua buah cermin yang membentuk sudut α, maka

banyaknya bayangan (n) yang dibentuk adalah:

2. Pemantulan Cahaya pada Cermin Lengkung

Cermin lengkung adalah cermin yang permukaan pantulnya berupa bidang lengkung.

Cermin lengkung dibagi menjadi dua jenis, yaitu cermin cekung (cermin konkaf atau cermin

positif) yang permukaan pantulnya merupakan bidang cekung, dan cermin cembung (cermin

konveks atau cermin negatif) yang permukaan pantulnya merupakan bidang cembung. Berbeda

dengan cermin datar, pada cermin lengkung, bayangan yang terbentuk bisa merupakan bayangan

maya atau nyata. Selain itu, bayangan yang terbentuk dapat mengalami perbesaran. Jika

perbesarannya antara 0 dan 1, maka bayangannya menjadi makin kecil. Namun, jika

perbesarannya lebih dari 1, maka bayangannya menjadi makin besar.

a. Cermin Cekung

Cermin cekung mempunyai bagian-bagian yang terlihat seperti pada Gambar 4

Gambar 4

P adalah titik pusat kelengkungan cermin. O adalah titik potong sumbu utama dengan

cermin cekung. F adalah titik fokus cermin yang berada di tengah-tengah antara titik P dan titik

O. Jika R adalah jari-jari kelengkungan cermin, yaitu jarak dari titik P ke titik O dan f adalah

jarak fokus cermin, yaitu jarak dari titik fokus cermin (F) ke titik O, maka berlaku hubungan:

Cermin cekung memiliki sifat yang dapat mengumpulkan cahaya (konvergen). Dengan

demikian, jika terdapat berkas-berkas cahaya sejajar mengenai permukaan cermin cekung, maka

berkas-berkas cahaya pantulnya akan melintasi satu titik yang sama.

Gambar 5

Seperti halnya pada cermin datar, pada cermin lengkung berlaku hukum pemantulan

cahaya. Pada cermin cekung berlaku hukum pemantulan sinar istimewa, yaitu sebagai berikut:

1) Berkas sinar datang sejajar dengan sumbu utama akan dipantulkan melalui titik fokus (F).

2) Berkas sinar datang melalui titik fokus (F) akan dipantulkan sejajar dengan sumbu utama.

3) Berkas sinar datang melalui pusat kelengkungan (P) akan dipantulkan kembali melalui pusat

kelengkungan (P).

4) Berkas sinar datang dengan arah sembarang akan dipantulkan sedemikian sehingga sudut

datang sama dengan sudut pantul.

Untuk membentuk bayangan sebuah benda yang terletak di depan cermin cekung, kita

cukup menggunakan dua buah berkas sinar istimewa di atas. Pembentukan bayangan benda pada

cermin cekung antara lain:

1) Benda terletak antara F dan O

Sifat bayangan yang terbentuk adalah tegak, maya, diperbesar, terletak sebelum titik O

2) Benda terletak pada titik F

Tidak akan terbentuk bayangan atau bayangan ada di tak hingga.

3) Benda terletak antara F dan P

Sifat bayangan yang terbentuk adalah terbalik, nyata, diperbesar, terletak setelah titik P

4) Benda terletak pada titik P

Sifat bayangan yang terbentuk adalah terbalik, nyata, sama besar, terletak pada titik P

5) Benda terletak setelah titik P

Sifat bayangan yang terbentuk adalah terbalik, nyata, diperkecil, terletak antara F dan P.

b. Cermin Cembung

Cermin cembung mempunyai bagian-bagian yang terlihat seperti pada Gambar 6

Gambar 6.

P adalah titik pusat kelengkungan cermin. O adalah titik potong sumbu utama dengan

cermin cembung. F adalah titik fokus cermin yang berada di tengah-tengah antara titik P dan titik

O. R adalah jari-jari kelengkungan cermin, yaitu jarak dari titik P ke titik O dan f adalah jarak

fokus cermin.

Cermin cembung memiliki sifat yang dapat menyebarkan cahaya (divergen). Dengan

demikian, jika terdapat berkas-berkas cahaya sejajar mengenai permukaan cermin cembung,

maka berkas-berkas cahaya pantulnya akan disebarkan dari satu titik yang sama.

Pada cermin cembung berlaku hukum pemantulan sinar istimewa, yaitu sebagai berikut:

1) Berkas sinar datang sejajar dengan sumbu utama akan dipantulkan seolah-olah berasal dari

titik focus (F).

2) Berkas sinar datang menuju titik fokus (F) akan dipantulkan sejajar dengan sumbu utama.

3) Berkas sinar datang menuju pusat kelengkungan (P) akan dipantulkan kembali seolah-olah

berasal dari pusat kelengkungan (P).

4) Berkas sinar datang dengan arah sembarang akan dipantulkan sedemikian sehingga sudut

datang sama dengan sudut pantul.

Untuk membentuk bayangan sebuah benda yang terletak di depan cermin cembung, kita

cukup menggunakan 2 buah berkas sinar istimewa di atas. Bayangan benda pada cermin

cembung selalu berada antara titik O dan F.

Perhatikan gambar berikut!

Sifat bayangan selalu tegak, maya, diperkecil, terletak di antara titik O dan titik F.

3. Hubungan antara Jarak Benda, Jarak Bayangan, dan Jarak Fokus

Hubungan antara jarak benda, jarak bayangan, dan fokus adalah sebagai berikut:

dengan:

s = jarak benda ke cermin

s’ = jarak bayangan ke cermin

f = jarak fokus

Karena f = R/2 , maka persamaan di atas dapat ditulis:

dengan:

s = jarak benda ke cermin

s’ = jarak bayangan ke cermin

R = jari-jari cermin

Pada cermin cekung, titik fokus (f) dan jari-jari (R) bernilai positif. Jika s’ yang

dihasilkan bernilai negatif, maka bayangan yang terbentuk adalah maya. Sedangkan, cermin

cembung memiliki titik fokus (f) dan jari-jari (R) bernilai negatif.

Bayangan benda yang dibentuk oleh cermin cermin cekung dapat lebih besar atau lebih kecil dari

ukuran bendanya. Sedangkan, bayangan yang dibentuk oleh cermin cembung selalu lebih kecil

dari ukuran bendanya. Jika ukuran bayangan yang terbentuk lebih besar dari ukuran bendanya,

maka dikatakan bayangan diperbesar. Sebaliknya, jika bayangan yang terbentuk lebih kecil dari

ukuran bendanya, maka dikatakan bayangan diperkecil.

Perbandingan antara tinggi bayangan dengan tinggi benda disebut perbesaran bayangan

yang dirumuskan sebagai berikut:

dengan:

M = perbesaran bayangan

h = tinggi benda

h’ = tinggi bayangan

B. Pembiasan Cahaya

Sebagai gelombang elektromagnetik, cahaya akan dipantulkan atau dibiaskan saat

melewati bidang batas antara dua medium.

Gambar 7

Saat cahaya dari udara melewati bidang batas antara air dan udara, maka sebagian kecil

dari cahaya akan dipantulkan dan sisanya akan diteruskan. Karena terdapat perbedaan kerapatan

optik antara udara dan air, maka arah berkas cahaya yang datang dari udara tidak akan sama

dengan arah berkas cahaya di dalam air. Karena hal tersebut, maka cahaya akan dibelokkan.

Peristiwa ini disebut pembiasan. Sedangkan, rapat optik adalah sifat dari medium tembus cahaya

(zat optik) dalam melewatkan cahaya.

Kerapatan optik yang berbeda pada dua medium, menyebabkan cepat rambat cahaya pada

kedua medium tersebut berbeda. Perbandingan antara cepat rambat cahaya pada medium 1 dan

medium 2 disebut indeks bias. Jika medium 1 adalah ruang hampa, maka perbandingan antara

cepat rambat cahaya di ruang hampa dan di sebuah medium disebut indeks bias mutlak medium

tersebut.

dengan:

n = indeks bias mutlak medium

c = cepat rambat cahaya di ruang hampa = 3⋅108

m/s

v = cepat rambat cahaya pada medium

1. Hukum Pembiasan

Selain pemantulan, Willeboard Snellius juga melakukan eksperimen-eksperimen tentang

pembiasan cahaya dan ia menemukan hubungan antara sinar datang dan sinar bias yang

kemudian dikenal dengan Hukum Snellius, yaitu:

1) Sinar datang, garis normal, dan sinar bias terletak pada satu bidang datar.

2) a) Jika sinar datang dari medium lebih rapat menuju medium yang kurang rapat, maka sinar

akan dibiaskan menjauhi garis normal.

b) Jika sinar datang dari medium kurang rapat menuju medium yang lebih rapat, maka sinar akan

dibiaskan mendekati garis normal.

3) Perbandingan sinus sudut datang (i) dengan sinus sudut bias (r) merupakan suatu bilangan

tetap. Bilangan tetap inilah yang sebenarnya menunjukkan indeks bias.

2. Pemantulan Total

Jika sinar datang dari medium lebih rapat menuju medium kurang rapat, maka sinar akan

dibiaskan menjauhi garis normal. Jika sudut sinar datang kita perbesar, maka sudut bias akan

makin besar pula. Suatu saat, sudut bias akan sama dengan 90º. Hal ini berarti sinar dibiaskan

sejajar dengan bidang antarmedium. Jika sudut sinar datang kita perbesar lagi, maka sinar datang

tidak lagi di biaskan, akan tetapi dipantulkan. Peristiwa ini yang kita sebut dengan pemantulan

total atau pemantulan sempurna. Perhatikan gambar berikut ini!

Sinar datang dengan sudut i akan dibiaskan dengan sudut bias r. Jika sudut sinar datang

diperbesar sampai i = θ, maka sinar akan dibiaskan sejajar dengan permukaan air (karena sudut

datang θ menghasilkan sudut bias 90o, maka θ disebut sudut batas). Jika sudut sinar datang lebih

besar daripada sudut batas, maka sinar akan dipantulkan seluruhnya oleh permukaan air kembali

ke dalam air. Contoh terjadinya pemantulan total adalah kemilau berlian, fatamorgana, dan serat

optik.

3. Pembiasan pada Benda Optik

Benda optik adalah benda gelap yang meneruskan hampir seluruh cahaya yang

mengenainya. Contoh benda optik yang istimewa adalah kaca planpararel, prisma, dan lensa.

a. Pembiasan pada Kaca Planparalel

Kaca planparalel adalah benda optic yang dibatasi oleh dua bidang yang rata dan sejajar.

Perhatikan Gambar 8.

Gambar 8

Berkas sinar datang dari udara dengan indeks bias n1 menuju kaca dengan indeks bias n2

dan membentuk sudut i, kemudian berkas sinar dibelokkan mendekati garis normal dengan sudut

r. Sinar lalu diteruskan menuju udara kembali dengan membentuk sudut i’ dan dibiaskan

menjauhi garis normal dengan sudut r’. Terlihat bahwa berkas sinar yang datang dan berkas sinar

yang keluar dari kaca planparalel sejajar. Sehingga dapat diperoleh:

b. Pembiasan pada Prisma

Prisma adalah benda optik yang dibatasi oleh dua bidang pembatas yang rata dan

berpotongan (tidak sejajar). Perhatikan gambar irisan sebuah prisma berikut!

Sudut antara dua bidang sisi, disebut sudut bias (β). Sedangkan, dua ruas garis tempat sinar

datang dan keluar disebut rusuk pembias (AB dan BC). Sudut antara berkas sinar datang dan

berkas sinar keluar prisma disebut sudut deviasi (δ).

Hubungan antara sudut bias, sudut sinar datang, sudut sinar keluar, dan sudut deviasi adalah

sebagai berikut:

dengan:

δ = sudut deviasi

i1 = sudut sinar datang

r2 = sudut sinar keluar

β = sudut bias

c. Pembiasan pada Lensa

Lensa adalah benda optik yang dibatasi oleh dua permukaan lengkung. Karena dibatasi

oleh dua permukaan lengkung, maka lensa memiliki dua titik pusat dengan kelengkungan yang

berbeda. Garis yang menghubungkan kedua titik tersebut dinamakan sumbu utama lensa. Titik

tengah lensa pada sumbu utama disebut pusat optik lensa, dan dinyatakan dengan O. Perhatikan

gambar di bawah ini!

Lensa dibagi menjadi dua jenis, yaitu:

1) Lensa konvergen, yaitu lensa yang mengumpulkan berkas sinar sejajar. Disebut pula lensa

cembung atau lensa positif.

Terdapat tiga jenis lensa konvergen, yaitu lensa bikonveks (cembung-rangkap), plankonveks

(cembungdatar), dan konkaf-konveks (cembung-cekung).

d. Pembentukan Bayangan Benda pada Lensa Cembung

Untuk melukis pembentukan bayangan benda pada lensa cembung dapat digunakan sinar-

sinar istimewa, yaitu:

a) Berkas sinar datang yang sejajar sumbu utama, akan dibiaskan menuju titik fokus di seberang.

b) Berkas sinar datang melalui titik fokus, akan dibiaskan sejajar dengan sumbu utama.

c) Berkas sinar datang melalui titik pusat optik tidak mengalami pembiasan, akan tetapi

diteruskan.

Gambar 9. Sinar-sinar istimewa pada lensa cembung

Gambar 10. Pembentukan bayangan pada lensa cembung

2) Lensa divergen, yaitu lensa yang menyebarkan berkas sinar sejajar. Disebut pula lensa cekung

atau lensa negatif.

Terdapat tiga jenis lensa divergen, yaitu lensa bikonkaf (cekung-rangkap), plankonkaf (cekung-

datar), dan konvekskonkaf (cekung-cembung).

e. Pembentukan Bayangan Benda pada Lensa Cekung

Untuk melukis pembentukan bayangan benda pada lensa cekung, digunakan sinar-sinar

istimewa, yaitu:

a) Berkas sinar datang yang sejajar sumbu utama akan dibiaskan seolah-olah dari titik fokus

pertama.

b) Berkas sinar datang menuju titik fokus kedua akan dibiaskan sejajar dengan sumbu utama.

c) Berkas sinar datang melalui titik pusat optik tidak mengalami pembiasan, akan tetapi

diteruskan

Gambar 11. Sinar-sinar istimewa pada lensa cekung

Gambar 12. Pembentukan bayangan pada lensa cekung

f. Persamaan-Persamaan Pembiasan pada Lensa

Seperti pada cermin, pada lensa berlaku pula persamaan-persamaan yang menyatakan

hubungan antara jarak benda, jarak bayangan, dan jarak fokus:

dengan:

s = jarak benda ke lensa

s’ = jarak bayangan ke lensa

f = jarak fokus lensa

Dan berlaku pula persamaan perbesaran bayangan, yaitu:

dengan:

M = perbesaran bayangan

h = tinggi benda

h’ = tinggi bayangan

Persamaan-persamaan di atas berlaku untuk kedua jenis lensa, baik lensa cembung maupun lensa

cekung.

C. Kuat Lensa

Setiap lensa mempunyai kemampuan yang berbeda-beda dalam mengumpulkan atau

menyebarkan berkas sinar. Karena itulah dikenal dimensi kuat lensa, yaitu kemampuan sebuah

lensa untuk mengumpulkan atau menyebarkan berkas sinar.

Kuat lensa memiliki satuan dioptri, berbanding terbalik dengan jarak fokus lensa dalam

satuan meter. Sehingga dapat merumuskan:

dengan:

P = kuat lensa (dioptri)

f = jarak fokus lensa (meter)

Jadi, 1 dioptri adalah kuat lensa yang memiliki jarak fokus 1 meter.

I. HIPOTESIS

Berdasarkan rumusan masalah hipotesis dari penelitian ini merupakan dalam bentuk

hipotesis kerja yaitu pengujian hipotesis yang akan membawa kepada kesimpulan akhir,

apakah menerima atau menolak hipotesis? Agar pemilihan lebih terperinci maka

diperlukan hipotesis alternatif yang kemudian disebut Hi dan hipotesis nol yang kemudian

disebut Ho. Dari uraian tersebut penulis dapat mengambil hipotesis yaitu terdapat

perbedaan yang signifikan antara motivasi belajar siswa sebelum dan sesudah penggunaan

model pembelajaran berdasarkan masalah dengan kooperatif tipe STAD kelas X di SMAN

3 Pekanbaru pada pokok bahasan alat-alat optik.

J. METODE PENELITIAN

1. Tempat dan waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan di kelas X SMAN 3 Pekanbaru di kelas X pada semester 2 tahun

pelajaran 2013/2014 dengan waktu penelitian selama 6 minggu.

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian  yang digunakan adalah penelitian tindakan yaitu penelitian

menerapkan perlakukan dengan hati-hati seraya mengikuti proses serta dampak perlakukan

(Suharsimi Arikunto, 2006).

3. Subjek Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di SMAN 3 Pekanbaru tahun pelajaran 2013/2014,

dengan subjek penelitian adalah siswa kelas X yang berjumlah … orang siswa , terdiri dari

… siswa laki-laki dan … siswa perempuan.

4. Rancangan Penelitian

Jenis penelitian  yang digunakan adalah penelitian tindakan yaitu penelitian

menerapkan perlakukan dengan hati-hati seraya mengikuti proses serta dampak perlakukan

(Suharsimi Arikunto, 2006).

Bentuk penelitian ini sebagai berikut :

T1 …. X ….T2

Dimana :

T1 = Skor tes motivasi awal

X = Pelaksanaan model pembelajaran berdasarkan masalah dengan

kooperatif tipe STAD

T2 = Skor tes motivasi akhir

5. Instrumen Penelitian

a. Perangkat Pembelajaran

1. Silabus Pembelajaran Fisika.

Silabus pembelajaran adalah rencana pembelajaran yang memuat satu pokok

bahasan alat-alat optik.

2. Skenario Pembelajaran.

Skenario pembelajaran adalah rencana pembelajaran untuk satu kali pertemuan.

3. Tes yang diberikan di setiap akhir pembelajaran.

b. Instrumen Pengumpul Data

Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data ini adalah berupa angket

motivasi yang diberikan kepada siswa sebelum dan setelah penerapan model pembelajaran

berdasarkan masalah dengan kooperatif tipe STAD.

Angket ini disusun berdasarkan susunan angket motivasi belajar Rosyerita

Martiningsih Tanjung (1998) yang telah diteliti berdasarkan indikator-indikator yang

merupakan ciri-ciri seseorang memiliki motivasi belajar tinggi. Sifat angket tertutup karena

tidak memberikan alternatif jawaban yang lain kepada responden (pilihan jawabannya

adalah Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Kurang Setuju (KS), Tidak Setuju (TS), Sangat

Tidak Setuju (STS), dan angket tersebut mencakup dua pernyataan yaitu pernyataan positif

dan pernyataan negatif. Angket motivasi belajar yang dimaksud dibagi atas empat kategori,

yaitu : Minat, Relevansi, Harapan, dan Hasil.

6. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data tentang motivasi belajar siswa terhadap mata pelajaran fisika

dilakukan sebelum dan sesudah penerapan model pembelajaran berdasarkan masalah

dengan kooperatif tipe STAD. Pengisian angket dilakukan secara individual, siswa tidak

boleh memperhatikan atau bertanya kepada siswa lain mengenai jawaban yang akan

diberikan untuk setiap pertanyaan.

Penelitian ini dilaksanakan di kelas X SMAN 3 Pekanbaru pada bulan Februari

2014. Kegiatan pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan model pembelajaran

berdasarkan masalah dengan kooperatif tipe STAD.

Konsep materi yang dibahas adalah alat-alat optik, dimana dalam

pengembangannya konsepnya dimulai dari intuitif ke analisa dan eksplorasi ke penguasaan

dalam memberikan cukup ruang antara tahap terendah ke tahap tertinggi, dimana antara

topik dengan topik makin lama konsep yang disajikan makin sukar.

Alokasi waktu yang disediakan untuk pokok bahasan ini adalah 4 x 40 menit (140

x 4 pertemuan) atau sama dengan 640 menit yang terdiri dari 560 menit untuk menyajikan

materi pelajaran dan 80 menit (20 menit x 4 pertemuan) untuk mengadakan tes. Pertemuan

pertama sebelum membahas materi pelajaran terlebih dahulu dibagikan angket motivasi

untuk dijawab oleh siswa dan pada akhir pembelajaran diberikan tes. Pertemuan kedua dan

ketiga guru menjelaskan materi lanjutan dari pertemuan sebelumnya dan pada akhir

pembelajaran diberikan tes kepada siswa. Pertemuan keempat guru menjelaskan materi

lanjutan dari pertemuan ketiga, pada akhir pembelajaran diberikan tes dan setelah selesai

pemberian tes, dibagikan angket motivasi untuk dijawab siswa.

7. Teknik Analisis Data

Data yang terkumpul selanjutnya dianalisis dengan menggunakan analisis statistik

deskriptif dan analisis inferensial.

Analisis deskriptif

Analisis deskriptif digunakan untuk menganalisa data tentang motivasi belajar

siswa baik sebelum maupun sesudah pelaksanaan model pembelajaran berdasarkan

masalah dengan kooperatif tipe STAD dengan menggunakan angket motivasi awal dan

angket motivasi akhir.

Penentuan skor motivasi belajar disusun berdasarkan skala Likert yang disusun

sebagai berikut :

Tabel 5. Bobot Motivasi Siswa

Pernyataan Skor Jawaban

STS TS KS S SS

Positif 1 2 3 4 5

Negatif 5 4 3 2 1

Keterangan : STS : Sangat Tidak Setuju

TS : Tidak Setuju

KS : Kurang Setuju

S : Setuju

SS : Sangat Setuju

Untuk melihat persentase perubahan motivasi awal dengan motivasi akhir

digunakan ketentuan sebagai berikut :

Untuk mengelompokkan rata-rata skor siswa ke dalam tingkat motivasi dipakai

ketentuan sebagai berikut :

Tabel 6. Kategori Motivasi Belajar Siswa

Rata-rata skor motivasi Kategori skor

1,0 – 1,99

2,0 - 2,99

3,0 – 3,99

4,0 – 4,99

˃ 4,99

Sangat Rendah

Rendah

Sedang

Tinggi

Sangat Tinggi

Analisis Inferensial

Analisis inferensial digunakan untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan

motivasi belajar siswa sebelum dan sesudah proses pembelajaran berdasarkan masalah

dengan kooperatif tipe STAD.

Untuk melihat peningkatan motivasi belajar siswa tersebut digunakan uji tanda

(Sign Test).

(Siegel, 1995)

Dimana : Z : Uji Tanda

X : Jumlah sample yang mengalami perubahan

N : Jumlah sample

X : X + 0,5 jika X ≤ ½ N dan X – 0,5

Kriteria pengujian hipotesis yaitu hipotesis Hi diterima jika p ˂ α = 0,01 dengan

taraf kepercayaan 99%.

Ho : p ˃ α = 0,01

Hi : p ˂ α = 0,01

K. DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 1991.Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Depdikbud. 1996.Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP). Jakarta: Depdikbud.

Dimyati dan Mujiono. 2002.Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Hamalik,O. 1995.Kurikulum dan pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

Ibrahim, M. 2000.Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Unesa-University Press.

Ibrahim, M dan M, Nur. 2000.Pembelajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya: Unesa-University Press.

Nasution, A.H. 1972.Guru dan Kompetisinya. Surabaya: Usaha Nasional.

Nur dkk, Mohamad. 1996.Pengembangan Model PBM Berorientasi PKP untuk Meningkatkan Daya Nalar Siswa dalam Rangka Menyongsong Masyarakat IPTEK pada Pembangunan Jangka Panjang Tahap Kedua. Surabaya: Depdikbud Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

Tanjung, Rosyerita Martiningsing. 1998.Penerapan pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Untuk Meningkatkan Kualitas Proses Belajar Mengajar Biologi SMU. Surabaya: IKIP Surabaya.

Sardiman, 2001, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Sardiman A. 2003.Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar. Cet. IX. Jakarta; Rajawali Pers.

Siagian, P.S. 1995.Teori Motivasi dan Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta.

Siegel, Sidney. 1998.Statistik Non Parametrik. Jakarta: PT Gramedia.

Slavin, R.E. 1995.Cooperatif Learning Theory Research and Practice. Boston: Allyn and Bacon.

Wardani, Sri. 2002. Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematika Melalui Model Kooperatif

Tipe Jigsaw. Tesis ( tidak dipublikasikan ). Bandung: Program Pasca Sarjana

Universitas Pendidikan Indonesia.

L. LAMPIRAN

Lampiran 1

KUISIONER MOTIVASI BELAJAR SEBELUM PERLAKUAN

Nama :

Kelas :

Petunjuk :

1. Ada 34 pertanyaan di dalam kuisioner ini. Pilihlah setiap pertanyaan yang paling sesuai

dengan diri anda sendiri saat mengikuti pembelajaran fisika selama di SMAN 3

Pekanbaru.

2. Tulislah jawaban anda pada lembaran ini juga dengan memberi tanda (X) pada kode

pilihan dibawah ini.

STS : Sangat Tidak Setuju

TS : Tidak Setuju

KS : Kurang Setuju

S : Setuju

SS : Sangat Setuju

3. Cantumkanlah nama anda ditempat yang telah disediakan pada lembar jawaban kuisioner

ini.

4. Apapun pilihan anda tidak akan dinilai ”benar” atau ”salah” dan tidak ada kaitannya

dengan nilai anda.

5. Terima kasih atas kesediaan anda mengisi kuisioner ini.

No Pertanyaan STS TS KS S SS

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

26

27

28

29

30

31

32

33

34

Lampiran 2

KUISIONER MOTIVASI BELAJAR SESUDAH PERLAKUAN

Nama :

Kelas :

Petunjuk :

1. Ada 34 pertanyaan di dalam kuisioner ini. Pilihlah setiap pertanyaan yang paling sesuai

dengan diri anda sendiri saat mengikuti pembelajaran fisika selama di SMAN 3

Pekanbaru.

2. Tulislah jawaban anda pada lembaran ini juga dengan memberi tanda (X) pada kode

pilihan dibawah ini.

STS : Sangat Tidak Setuju

TS : Tidak Setuju

KS : Kurang Setuju

S : Setuju

SS : Sangat Setuju

3. Cantumkanlah nama anda ditempat yang telah disediakan pada lembar jawaban kuisioner

ini.

4. Apapun pilihan anda tidak akan dinilai ”benar” atau ”salah” dan tidak ada kaitannya

dengan nilai anda.

5. Terima kasih atas kesediaan anda mengisi kuisioner ini.

No Pertanyaan STS TS KS S SS

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

26

27

28

29

30

31

32

33

34

Lampiran 3

SKOR MOTIVASI BELAJAR FISIKA SISWA (Sebelum Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah dengan Kooperatif Tipe STAD)

Nama Siswa

Minat Total

Relevansi Total

Harapan Total

Hasil Total

Jumlah

1 4 5 10

15

21

22

24

26

29

2 8 13

16

20

25

28

31

33

3 7 9 11

17

23

27

30

6 12

14

18

19

32

34

Lampiran 4

SKOR MOTIVASI BELAJAR FISIKA SISWA (Sesudah Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah dengan Kooperatif Tipe STAD)

Nama Siswa

Minat Total

Relevansi Total

Harapan Total

Hasil Total

Jumlah

1 4 5 10

15

21

22

24

26

29

2 8 13

16

20

25

28

31

33

3 7 9 11

17

23

27

30

6 12

14

18

19

32

34

Lampiran 5

Skor Angket Motivasi Belajar Fisika Siswa Sebelum dan Sesudah Pemberian Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah dengan Kooperatif Tipe STAD

Kode Siswa

Skor Motivasi Belajar Siswa Tanda(XB-XA)Sebelum (XA) Sesudah (XB)

1...

dst

Lampiran 6

Skor Motivasi Belajar Fisika Menurut Indikator

Kode Siswa

Minat Relevansi Harapan Hasil Rata-rataAwal Akhir Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir

1...

dstJumlah

Rata-rataPerubahan