Amdal Migas
Transcript of Amdal Migas
-
7/26/2019 Amdal Migas
1/212
PENGEMBANGAN KEBIJAKAN AMDAL
DALAM MENCEGAH KERUSAKAN LINGKUNGAN
PADA KEGIATAN USAHA MIGAS
YUSNI YETTI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
-
7/26/2019 Amdal Migas
2/212
2
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI
DAN SUMBER INFORMASI
Saya yang tertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa disertasi yang berjudulPengembangan Kebijakan AMDAL dalam Mencegah Kerusakan Lingkungan
pada Kegiatan Usaha Migas adalah karya saya sendiri dengan arahan komisipembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruantinggi manapun. Sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karyayang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalamteks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir disertasi.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Bogor, April 2008
Yusni YettiP062040304
-
7/26/2019 Amdal Migas
3/212
3
ABSTRACT
Yusni Yetti. 2008. Policy Development of EIA in Protecting EnvironmentalDamage on Oil and Gas Activities. Under Advisory Committee of Syamsul
Maarif as Chairman. Surjono Hadi Sutjahjo and Imam Santosa as
Members.
Environment Impact Assessment (EIA) is a study for high and important impactany development process. The objectives of the research were to formulate theEIA policy to protect the negative impact on the environment in the oil and gasactivities. The methods of the research were: 1) principle component analysis, 2)analytical hierarchy process, 3) focus group discussion and 4) total economicvaluation. The results of the research was found that the important components todevelop EIA policy of oil and gas were arranging efficiency, completing ofdocument, document substantial, community involvement mechanism, compilerteam of EIA, developing of EIA method, environment economic value,emergency, waste management technology, simplification of arrangement,
increasing of human resources, law enforcement and contribution of oil and gasactivities. Formulation to policy development on effective and efficient of EIA toenvironment damage protection on oil and gas activities consist of, 1) strategy toquality improvement of EIA document with developing EIA method includingecology, economic and social aspects. Method of main issue on Term ofReference of Environmental Impact Analysis, method of estimation and impactevaluation on Environmental Impact Analysis document, alternative technologyon Environmental Management Planning and institution on EnvironmentalMonitoring Planning. Complier quality improving EIA consist of independent,competence, and composition aspects, and then necessary integration ofemergency on technical guide of arrangement of EIA, 2) strategy to lawenforcement and institution consist of quality improving of human resources,center EIA commission specially (environmental ministry ), and technical team(energy and resources ministry), implementation of administration and
punishment sanction (c.gLaw No. 23/1997 about is Environmental Management),community involvement mechanism improving, and supervise institution ofenvironmental management planning and environmental monitoring planningimplementation 3) strategy to arrangement procedure completing of EIA oil andgas consist of time of arrangement to document agreement, time of community
publication and agreement to EIA study arrangement by independent institution.
Key words: Policy, EIA, Oil and Gas
-
7/26/2019 Amdal Migas
4/212
4
RINGKASAN
Yusni Yetti. 2008. Pengembangan Kebijakan AMDAL dalam MencegahKerusakan Lingkungan pada Kegiatan Usaha Migas. Di bawah bimbingan
Syamsul Maarif, Surjono Hadi Sutjahjo dan Imam Santosa.
Analisis mengenai dampak lingkungan hidup (AMDAL) adalah kajianmengenai dampak besar dan penting dari suatu usaha atau kegiatan yangdirencanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilankeputusan tentang penyelenggaraan usaha atau kegiatan tersebut. AMDALmerupakan bagian kegiatan studi kelayakan perencanaan usaha atau kegiatan sertamerupakan syarat untuk mendapatkan izin usaha. AMDAL di Indonesia telahditerapkan lebih dari 20 tahun, namun demikian berbagai hambatan dan masalahdalam penerapannya masih terjadi. Kualitas komisi penilai AMDAL yang sangat
beragam kemampuannya sangat berpengaruh terhadap proses penilaian dokumenAMDAL selama ini, tidak adanya kriteria dan indikator penilaian yang standar,menjadikan proses penilaian AMDAL menjadi sangat subyektif.
Tujuan penelitian adalah merumuskan kebijakan AMDAL yang efektif danefisien dalam mencegah kerusakan lingkungan pada kegiatan usaha migas. Untukmencapai tujuan tersebut dilakukan tahapan penelitian sebagai berikut: reviewkebijakan AMDAL saat ini, analisis kualitas dokumen AMDAL migas, analisiskinerja lingkungan implementasi AMDAL kegiatan migas, analisis kebutuhanstakeholders terhadap kebijakan AMDAL migas dimasa mendatang danmerumuskan strategi pengembangan kebijakan AMDAL migas.
Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari sampai September 2007.Penelitian dilakukan pada tujuh lokasi kegiatan usaha migas, yakni: 1) PertaminaPlaju Palembang Sumatera Selatan, 2) PT. CPI Duri Riau, 3) Suryaraya TeladanMuara Enim Sumatera Selatan, 4) Lapindo Berantas Sidoarjo Jawa Timur, 5)
Expan Toili Morowali Sulawesi Tengah, 6) BP Tangguh Sorong Papua dan 7)Hess Pangkah Gresik Jawa Timur. Metode analisis yang digunakan dalampenelitian terdiri atas: 1) principle component analysis, 2) analytical hierarchyprocess, 3)focus group discussion dan4) total economic valuation.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan AMDAL saat ini memilikibeberapa kelemahan dalam hal pedoman dan petunjuk teknis penyusunanAMDAL, PP No.27 tahun 1999, Permen LH No.11 tahun 2006, Permen LH
No.08 tahun 2006, Kepmen ESDM No.1457 tahun 2000, Kepdal No.229 tahun1996 dan Kepdal No.08 tahun 2000, antara lain: penentuan dampak penting,efisiensi dalam penyusunan, kedudukan komisi AMDAL, metode pelingkupandan metode studi yang digunakan, aspek sosial ekonomi, mekanisme keterlibatanmasyarakat, serta belum diaplikasikannya analisis valuasi ekonomi lingkungan
dan pengkajian keadaan darurat. Hasil analisis kualitas dokumen diperoleh enamdokumen dikategorikan kurang baik yakni dokumen AMDAL PT.CPI Duri,Pertamina Plaju, Suryaraya Teladan, Lapindo Brantas, BP Tangguh dan HessPangkah, serta satu dokumen dikategorikan cukup baik yakni dokumen AMDALExpan Toili, sedangkan hasil analisis kinerja lingkungan implementasi AMDAL
pada enam lokasi kegiatan usaha migas diperoleh kualitas limbah cair, kualitasudara dan kebisingan di bawah baku mutu, untuk aspek sosial ekonomimenunjukkan peningkatan yang signifikan khususnya kontribusi PDRB,
-
7/26/2019 Amdal Migas
5/212
5
sementara pendidikan dan kesehatan tidak menunjukkan pengaruh yangsignifikan.
Kebutuhan stakeholders AMDAL migas di masa mendatang antara lain:RKL/RPL secara dinamis dapat diperbaharuiseiring dengan perubahan teknologiyang digunakan, simplifikasi pembahasan dan persetujuan dokumen AMDAL
migas, peningkatan SDM komisi AMDAL pusat, mekanisme keterlibatanmasyarakat lokal yang jelas, AMDAL sebagai dokumen yang berkekuatan hukum,
pengembangan metodologi AMDAL migas, perlu akreditasi lembaga penyusunAMDAL migas, pengkajian nilai ekonomi lingkungan, serta perlunyamengintegrasikan kajian keadaan darurat dengan dokumen AMDAL.
Pengembangan kebijakan AMDAL dalam mencegah kerusakanlingkungan pada kegiatan usaha migas dirumuskan kebijakan AMDAL yangefektif dan efisien meliputi: a) Peningkatan kualitas dokumen AMDAL migasdengan memperbaiki metode-metode di dalam penyusunan AMDAL untuk aspekekologi, sosial dan ekonomi. Metode penentuan isu pokok untuk kerangka acuan,metode prakiraan dan evaluasi dampak untuk dokumen ANDAL, teknologialternatif untuk RKL dan institusi/kelembagaan untuk RPL. Selain itu juga
diperlukan peningkatan kualitas penyusun AMDAL migas yang mencakupindependensi, kompotensi dan komposisi serta perlunya pengintegrasian kajiankeadaan darurat/emergencydi dalam AMDAL dan dicantumkan dalam pedomanteknis penyusunan AMDAL migas. b) Penguatan hukum dan kelembagaanAMDAL migas meliputi penguatan sumberdaya manusia, khususnya komisiAMDAL pusat (KLH) dan tim teknis AMDAL migas, penerapan sanksiadministrasi dan pidana sesuai UU No. 23 tahun 1997 tentang PengelolaanLingkungan Hidup, perbaikan mekanisme keterlibatan masyarakat dankelembagaan pengawas pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan
pada kegiatan usaha migas. c) Penyempurnaan prosedur penyusunan AMDALmeliputi waktu penyusunan persetujuan dokumen, waktu pengumumanmasyarakat serta penunjukan pelaksana studi AMDAL oleh lembaga independen.
-
7/26/2019 Amdal Migas
6/212
6
Hak cipta milik IPB, tahun 2008
Hak cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber :
a.
Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang menggunakan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
-
7/26/2019 Amdal Migas
7/212
7
PENGEMBANGAN KEBIJAKAN AMDAL
DALAM MENCEGAH KERUSAKAN LINGKUNGAN
PADA KEGIATAN USAHA MIGAS
Oleh:
Yusni Yetti
P062040304
Disertasisebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
-
7/26/2019 Amdal Migas
8/212
8
Penguji Ujian Tertutup : Dr. Ir. Etty Riani, MS.
(Sekretaris PS. PSL SPs IPB)
Penguji Ujian Terbuka : Prof. Dr. Ir. H. Kahar Mustari, MS.(Kepala Pusat Penelitian Lingkungan Hidup UNHAS)
: Dr. Ir. Irwandi Idris, M.Si.(Sekretaris Direktorat Jenderal KP3K DKP.RI)
-
7/26/2019 Amdal Migas
9/212
9
Judul Disertasi : Pengembangan Kebijakan AMDAL dalam MencegahKerusakan Lingkungan pada Kegiatan Usaha Migas
Nama : Yusni Yetti
NIM : P062040304
Program Studi : Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Disetujui,
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Syamsul Maarif, M.Eng.Ketua
Prof. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS. Dr. Ir. Imam Santosa, MS.Anggota Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Dekan SPs
Prof. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS. Prof. Dr. Khairil Anwar Notodiputro, MS.
Tanggal ujian: 29 Februari 2008 Tanggal lulus:
-
7/26/2019 Amdal Migas
10/212
10
KATA PENGANTAR
Disertasi ini merupakan penelitian kebijakan (policy research) denganmetode deskriptif dan teknik analisis decission making. Obyek penelitian adalah
kebijakan AMDAL pada kegiatan usaha migas. Melalui bidang kebijakan publikditerangkan dan dievaluasi peran AMDAL dalam mencegah kerusakanlingkungan pada kegiatan usaha migas.
Untuk menentukan alternatif kebijakan yang efektif dan efisien dilakukanmelalui aplikasi analytical hierarchy process. Deskripsi ringkas dari konteks
bidang dan fokus obyek dan tujuan penelitian tercermin dalam judul disertasiPengembangan Kebijakan AMDAL dalam Mencegah Kerusakan Lingkungan
pada Kegiatan Usaha Migas. Karya ilmiah yang dipublikasikan adalah: Analisiskebijakan AMDAL dalam mencegah kerusakan lingkungan pada kegiatan usahamigas (Jurnal Ilmiah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, 2008); Pengembangankebijakan AMDAL dalam mencegah kerusakan lingkungan pada kegiatan usahamigas (Jurnal LEMIGAS, 2008); Analisis Valuasi Ekonomi Lingkungan dalam
pengembangan kebijakan AMDAL migas (Jurnal Ilmiah PPLH UGM, 2008).Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada ketua komisi
pembimbing Prof. Dr. Ir. Syamsul Maarif, M.Eng, dan anggota komisipembimbing Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo, MS, dan Dr. Ir. Imam Santosa,MS yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam melaksanakan penelitiandan penulisan disertasi ini. Begitu pula kepada Ketua Program Studi IlmuPengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor yang
banyak memberikan arahan dan bantuan selama penulis menempuh studi hinggaakhir penulisan disertasi. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada BapakSuryo Suwito. P, Pertamina Direktorat Eksplorasi dan Produksi, pimpinan DitjenMigas dan staf Lindungan Lingkungan Ditjen Migas, pimpinan dan staf PT.CPI,
pimpinan dan staf Amerada Hess, pimpinan dan staf INRR yang telah banyakmemberikan bantuan dan data untuk keperluan penelitian. Terima kasih pulakepada ananda Amanda tersayang yang selalu memberikan dorongan dansemangat serta segenap keluarga atas doa dan motivasi selama ini. Penulis jugamenyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang turut membatu, semogaamal ibadahnya mendapat ridho ALLAH SWT. Amin.
Akhirnya penulis berharap bahwa dengan penelitian ini diperoleh outcomesberupa kebijakan AMDAL yang lebih efektif dan efisien pada kegiatan usahamigas di masa datang.
Bogor, April 2008
Yusni Yetti
-
7/26/2019 Amdal Migas
11/212
11
RIWAYAT HIDUP
Yusni Yetti. Penulis lahir di Padang Sumatera Barat, menyelesaikan pendidikanSD, SMP dan SMA di Sumatera Barat, yang kemudian dilanjutkan di jurusan
biologi fakultas MIPA Universitas Andalas Padang Sumatera Barat dan
memperoleh gelar sarjana (S1) pada tahun 1983. Penulis menyelesaikanpendidikan magister (S2) pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisirdan Lautan tahun 2000. Pada tahun 2005 mengikuti pendidikan Doktor (S3)Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan InstitutPertanian Bogor.
Penulis juga mengikuti pendidikan informal antara lain: Oil SpillPreventing and Combating Technology Course IMO-Marpol Asia Pacific(1990),
Environmental Impact AssesmentUI (1991), Technology Management Oil FieldCorrosion Control PT.CPI (1991), Oil Drift Modelling ASCOPE (1993),
Environmental AuditITB (1994),Exploration and Production Health, Safety andEnvironment Training, Texaco dan Chevron, USA (1994-1995), Fire FightingProgram, Texas A&M University System, USA(1995), Oil Spill Control Course,
Centre for Marine Training and Safety Galveston Island, Texaco, USA (1995),Intensive English Program for 314 hours, Caltex Pacific Indonesia (1995),Environmental Segment of Safety Health and Environmental Training Train The
Trainers, Caltex Pacific Indonesia (1997), The Safety and Industrial HygieneSegment of Safety Health, Caltex Pacific Indonesia (1997), ISO 14000 TrainingCourse Environmental International and Industry Lestari Environmental(1997),
Indonesia Society of Technolgy Course, UNPAD (1999), Training Course onChallenge to Environmental Pollution Control in Refineries, Japan Cooperation
Centre Petroleum, Jepang (2001), Condensate/Oil Spill Response TrainingCourse Level I, Global Alliance EARL(2003), Studi banding pemotongan kepalasumur, Norwegia (2005), Studi banding bioremediasi pengelolaan limbah minyakdan tanah terkontaminasi oleh Minyak Bumi, Perancis (2007). Selain itu penulis
juga mengikuti beberapa seminar yang berkaitan dengan lingkungan hidup antaralain: National Seminar Coservation Technology, Jakarta (1996), InternationalSeminar on Sustainable Development of Coastal and Marine Resources, Bogor(1996) danNational Seminar Toxicology, Jakarta (1997).
Mendapat penugasan di bidang lingkungan antara lain: Inspeksi pengujianbejana tekan, Perancis (2003), Inspeksi kompresor gas, USA (2004), Inspeksibejana tekan, USA (2004), Inspeksi pengujian bejana tekan, Korea (2004),Inspeksi pengujian bejana tekan, Jepang (2004), Inspeksi barge, Singapura(2004), Inspeksi barge, New Zealand (2005), Inspeksi barge, Singapura (2005),Pengujian bejana tekan peralatan pemurnian gas, Perancis (2007).
Riwayat pekerjaan penulis yaitu sebagai Dosen di Fakultas MIPA jurusan
Biologi Universitas Pakuan Bogor dari tahun 1983 sampai 1995. Mulai bekerja diMigas tahun 1989 sampai sekarang. Saat ini, penulis menjabat sebagai Kepala SubDirektorat Lindungan Lingkungan Direktorat Teknik dan Lingkungan DirektoratJenderal Migas Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral. Penulis pernahmendapatkan tanda jasa dan penghargaan antara lain Satya Lancana Karya SatyaPengabdian 10 tahun.
Bogor, April 2008Yusni Yetti
-
7/26/2019 Amdal Migas
12/212
12
DAFTAR ISIHalaman
DAFTAR ISI.................................................................................................... xDAFTAR TABEL............................................................................................ xii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiiiDAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xiv
I. PENDAHULUAN .................................................................................... 11.1 Latar Belakang ................................................................................... 11.2 Kerangka Pemikiran............................................................................ 61.3 Perumusan Masalah ........................................................................... 81.4 Tujuan Penelitian ................................................................................ 111.5 Manfaat Penelitian ............................................................................. 111.6 Kebaruan Penelitian ............................................................................ 11
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 12
2.1 Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup ........................................ 122.2 Analisis Mengenai Dampak Lingkungan .......................................... 17
2.2.1 Definisi AMDAL ....................................................................... 172.2.2 Landasan Hukum Pelaksanaan AMDAL................................... 202.2.3 Prosedur Pelaksanaan AMDAL ................................................. 21
2.3 Kegiatan Minyak dan Gas Bumi ........................................................ 302.4 Konsep Valuasi Ekonomi.................................................................... 312.5 Hasil Penelitian Terdahulu.................................................................. 36
III. KEGIATAN MIGAS DI INDONESIA .................................................... 413.1 Sejarah Kegiatan Migas di Indonesia ................................................. 41
3.2 Potensi Minyak dan Gas Bumi Indonesia ........................................... 433.3 Produksi Minyak dan Gas Bumi Indonesia......................................... 443.4 Kontribusi Migas terhadap Devisa Negara ........................................ 463.5 Permasalahan dalam Kegiatan Migas ................................................ 49
IV. METODOLOGI PENELITIAN ................................................................ 534.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ............................................................. 534.2 Tahapan Penelitian .............................................................................. 544.3 Jenis dan Sumber Data ....................................................................... 554.4 Rancangan Penelitian ......................................................................... 56
4.4.1 Metode Pengumpulan Data ........................................................ 564.4.2 Metode Analisis Data ................................................................ 57
4.4.2.1 Analisis Komponen Utama ............................................ 574.4.2.2Analytical Hierarchy Process ........................................ 584.4.2.3 Focus Group Discussion................................................ 584.4.2.4 Analisis Total Economic Valuation ............................... 59
-
7/26/2019 Amdal Migas
13/212
13
V. HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................... 635.1 Kebijakan AMDAL............................................................................. 63
5.1.1 Peraturan Pemerintah tentang AMDAL...................................... 635.1.2 Peraturan Pemerintah dan Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup ...................................................................... 72
5.1.3 Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan... 755.2 Kualitas Dokumen AMDAL Migas .................................................... 795.3 Kinerja Lingkungan Kegiatan Usaha Migas ....................................... 106
5.3.1 Tumpahan Minyak ..................................................................... 1075.3.2 Kualitas Limbah Cair ................................................................. 1105.3.3 Kualitas Udara dan Kebisingan.................................................. 1155.3.4 Aspek Sosial Ekonomi ............................................................... 1205.3.5 Nilai Ekonomi Lingkungan........................................................ 128
5.4 Kebutuhan Stakeholders ..................................................................... 1375.5 Komponen Utama Pengembangan Kebijakan AMDAL Migas.......... 1425.6 Strategi Pengembangan Kebijakan AMDAL Migas.......................... 148
5.6.1 Peningkatan Kualitas Dokumen AMDAL Migas ....................... 149
5.6.2 Penyempurnaan Prosedur Penyusunan AMDAL Migas............. 1535.6.3 Penguatan Hukum dan Kelembagaan AMDAL Migas............... 156
5.7 Prioritas Strategi Pengembangan Kebijakan AMDAL Migas ............ 1605.8 Rumusan Pengembangan Kebijakan AMDAL Migas ........................ 166
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 1696.1 Kesimpulan ........................................................................................ 1696.2 Saran.................................................................................................... 170
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 172LAMPIRAN..................................................................................................... 178
-
7/26/2019 Amdal Migas
14/212
14
DAFTAR TABEL
Tabel Teks Halaman
1 Hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan AMDAL dan valuasiekonomi................................................................................................... 36
2 Cadangan minyak bumi dan kondesat Indonesia tahun 2006 ................. 433 Cadangan gas bumi Indonesia tahun 2006.............................................. 444 Kegiatan usaha migas yang berpotensi menimbulkan dampak
lingkungan dan yang diwajibkan menyusun AMDAL KeputusanMenteri Negara Lingkungan Hidup No.17 tahun 2001 .......................... 51
5 Skala banding secara berpasangan dalam AHP ...................................... 586 Review kebijakan AMDAL dengan substansi penentuan dampak
penting..................................................................................................... 647 Review kebijakan AMDAL dengan substansi kerangka acuan............... 658 Reviewkebijakan AMDAL dengan substansi ANDAL.......................... 67
9 Reviewkebijakan AMDAL dengan substansi RKL................................ 6810 Reviewkebijakan AMDAL dengan substansi RPL ................................ 6911 Reviewkebijakan AMDAL dengan substansi kedudukan komisi
penilai AMDAL ...................................................................................... 7012 Reviewkebijakan AMDAL dengan substansi pembiayaan .................... 7113 Kelemahan-kelemahan kebijakan AMDAL............................................ 7714 Analisis kualitas dokumen AMDAL....................................................... 10315 Frekuensi dan jumlah tumpahan minyak (barrel) periode 2003 2005 .. 10716 Tumpahan minyak (barrel) periode 2000-2007 ...................................... 10817 Nilai ekonomi total ekosistem mangrove Ujung Pangkah, 2007............ 12918 Nilai ekonomi total ekosistem hutan sekunder Mandau, 2007 ............... 133
-
7/26/2019 Amdal Migas
15/212
15
DAFTAR GAMBAR
Gambar Teks Halaman
1 Kerangka pikir penelitian........................................................................ 7
2 Aktivitas pembangunan menimbulkan dampak...................................... 183 Perkembangan produksi minyak bumi indonesia ................................... 454 Perkembangan produksi gas bumi indonesia .......................................... 465 Tahapan penelitian .................................................................................. 556 Volume tumpuhan minyak pada kegiatan hulu dan hilir migas.............. 1097 Kandungan minyak lemak di enam lokasi kegiatan usaha migas ........... 1118 Kandungan H2S di enam lokasi kegiatan usaha migas ........................... 1129 Kandungan COD di enam lokasi kegiatan usaha migas ......................... 11310 Kandungan Amoniak di enam lokasi kegiatan usaha migas................... 11411 Kandungan SO2di enam lokasi kegiatan usaha migas ........................... 11612 Kandungan H2S di enam lokasi kegiatan usaha migas ........................... 11713 Kandungan NOxdi enam lokasi kegiatan usaha migas........................... 118
14 Kebisingan di enam lokasi kegiatan usaha migas ................................... 11915 Perkembangan PDRB, gedung sekolah dan fasilitas kesehatan
Kabupaten Bengkalis .............................................................................. 12116 Perkembangan PDRB, gedung sekolah dan fasilitas kesehatan
Kota Palembang ...................................................................................... 12217 Perkembangan PDRB, gedung sekolah dan fasilitas kesehatan
Kabupaten Sidoarjo................................................................................. 12318 Perkembangan PDRB, gedung sekolah dan fasilitas kesehatan
Kabupaten Muara Enim .......................................................................... 12419 Perkembangan PDRB, gedung sekolah dan fasilitas kesehatan
Kabupaten Musi Banyuasin .................................................................... 125
20 Perkembangan PDRB, gedung sekolah dan fasilitas kesehatanKabupaten Morowali............................................................................... 12621 Perkembangan PDRB, gedung sekolah dan fasilitas kesehatan
Kabupaten Sorong................................................................................... 12722 Nilai ekonomi total ekosistem mangrove Ujung Pangkah, 2007............ 13223 Nilai ekonomi total ekosistem hutan sekunder Mandau, 2007 ............... 13424 Diagram alir penentuan komponen utama .............................................. 14325 Hasil analisis penentuan komponen utama ............................................. 14426 Diagram strategi peningkatan kualitas dokumen AMDAL migas.......... 15027 Prosedur penyusunan AMDAL migas saat ini........................................ 15428 Diagram strategi penyempurnaan prosedur AMDAL migas .................. 15529 Diagram strategi penguatan hukum dan kelembagaan AMDAL............ 156
30 Strategi pengembangan kebijakan AMDAL migas ................................ 16031. Diagram strategi pengembangan kebijakan AMDAL migas.................. 168
-
7/26/2019 Amdal Migas
16/212
16
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Teks Halaman
1 Peta cadangan minyak bumi Indonesia................................................... 178
2 Peta cadangan gas bumi Indonesia.......................................................... 1793 Peta lokasi penelitian KKKS HESS Gresik Jawa Timur ........................ 1804 Peta lokasi penelitian PT. CPI Mandau Riau.......................................... 1815 Perkembangan aspek sosial ekonomi Kabupaten Bengkalis .................. 1826 Perkembangan aspek sosial ekonomi Kota Palembang .......................... 1837 Perkembangan aspek sosial ekonomi Kabupaten Sidoarjo..................... 1848 Perkembangan aspek sosial ekonomi Kabupaten Muara Enim .............. 1859 Perkembangan aspek sosial ekonomi Kabupaten Musi Banyuasin ........ 18610 Perkembangan aspek sosial ekonomi Kabupaten Morowali................... 18711 Perkembangan aspek sosial ekonomi Kabupaten Sorong....................... 18812 Nilai manfaat langsung ekosistem hutan mangrove Kecamatan Ujung
Pangkah, Kabupaten Gresik, Jawa Timur............................................... 189
13 Nilai manfaat tidak langsung ekosistem hutan mangrove KecamatanUjung Pangkah, Kabupaten Gresik, Jawa Timur .................................... 189
14 Nilai ekonomi total ekosistem mangrove Kecamatan Ujung Pangkah,Kabupaten Gresik, Jawa Timur............................................................... 189
15 Nilai manfaat langsung ekosistem hutan sekunder KecamatanMandau, Kabupaten Bengkalis, Riau...................................................... 190
16 Nilai manfaat tidak langsung ekosistem hutan sekunder KecamatanMandau, Kabupaten Bengkalis, Riau...................................................... 190
17 Nilai ekonomi total ekosistem hutan sekunder, Kecamatan Mandau,Kabupaten Bengkalis, Riau..................................................................... 190
18 Output analisis komponen utama pengembangan kebijakan AMDAL
di masa datang dalam mencegah kerusakan lingkungan pada kegiatanusaha migas ............................................................................................. 19119 Hasil analytical hierarchy processstrategi pengembangan kebijakan
AMDAL migas dalam mencegah kerusakan lingkungan ....................... 195
-
7/26/2019 Amdal Migas
17/212
17
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang turut aktif dalam
menandatangani kesepakatan internasional tahun 1972 di Stockholm Swedia,
terkait dengan penerapan konsep pembangunan berkelanjutan, yaitu integrasi
aspek lingkungan ke dalam proses pembangunan. Konsep pembangunan
berkelanjutan (sustainable development) dirumuskan sebagai suatu upaya
mengelola sumberdaya alam dan lingkungan secara arif dan bijaksana untuk
memenuhi kebutuhan generasi saat ini dan generasi yang akan datang dengan
tanpa merusak dan menurunkan kualitas lingkungan (WCED, 1987). Dengan kata
lain, pertumbuhan ekonomi negara terus meningkat dan fungsi lingkungan tetap
lestari serta kondisi sosial masyarakat tetap stabil, harmonis dan sejahtera
(Munasinghe, 1993).
Pemanfaatan sumberdaya alam harus diusahakan secara cermat dan
bijaksana agar tidak merusak kelestarian fungsi lingkungan hidup. Hal tersebut
berarti bahwa dalam rangka mewujudkan pembangunan berkelanjutan, integrasi
pembangunan ekonomi, sosial dan lingkungan merupakan syarat mutlak yang
harus dianut dalam proses pembangunan disemua sektor. Salah satu upaya dalam
mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan adalah hasil pertemuan para
pemimpin dunia yang sepakat untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK)
yang diatur dalam Kyoto Protokol tahun 1997 dan telah diratifikasi oleh Indonesia
melalui UU No. 17 tahun 2004 tentang ratifikasi Kyoto Protokol.
Keputusan Kyoto Protokol yang paling utama adalah kesepakatan negara-
negara maju untuk menurunkan emisi gas rumah kaca dengan mengurangi tingkat
emisi sebanyak 5% dari tahun 1990. Keputusan lainnya adalah turut sertanya
negara-negara berkembang dalam menjaga dan memelihara hutan melalui
pemberian insentif karbon yang dapat dipakai untuk mengelola lingkungan
(Murdiyarso, 2003).
Tindakan untuk menurunkan emisi gas rumah kaca merupakan bukti
kesadaran manusia terhadap lingkungan yang kondisinya makin memperhatinkan.
-
7/26/2019 Amdal Migas
18/212
18
Pemanasan global yang berdampak sangat besar terhadap lingkungan menjadi
ancaman bagi kelangsungan hidup manusia di muka bumi.
Karbon dioksida (CO2) di atmosfer merupakan senyawa gas yang
berpotensi menimbulkan pemanasan global. Gas tersebut dihasilkan dari berbagai
aktivitas manusia dalam pembangunan, diantaranya adalah produksi dan konsumsi
energi serta aktivitas industri. Aktivitas produksi dan konsumsi energi merupakan
penyumbang terbesar penghasil gas rumah kaca (GRK) berupa gas CO2 yang
sangat berperan dalam peningkatan pemanasan global yakni sekitar 57%.
Aktivitas tersebut mencakup pembakaran bahan bakar fosil seperti minyak, gas
dan batu bara sebagai sumber energi bagi keperluan rumah tangga, industri dan
transportasi (Kristanto, 2002).
Tingginya kontribusi gas CO2 di atmosfer yang bersumber daripenggunaan bahan bakar fosil tidak lain disebabkan oleh kebutuhan dunia
terhadap energi yang sangat tinggi yakni diperkirakan mencapai 88% atau sekitar
13.700 metrik ton pada tahun 2030. Kondisi tersebut akan menyebabkan
peningkatan emisi CO2sekitar 43 miliar metrik ton. Disisi lain kontribusi kegiatan
usaha migas dalam perubahan iklim adalah bersumber dari pembakaran sisa gas
bumi dengan flare stake yang merupakan salah satu teknologi pengelolaan
lingkungan namun masih menghasilkan gas CO2. Data Ditjen Migas (2007)
menunjukkan bahwa pada tahun 2006 gas bumi yang dibakar diflare stakeadalah
sebesar 111.831.560 MSCF (306.388 MSCFD). Jumlah tersebut berasal dari
kegiatan usaha migas di daratan sebesar 73.336.374 MSCF (200.922 MSCFD)
dan di lepas pantai 38.495.185 MSCF (105.466 MSCFD).
Menyadari akan pentingnya kebutuhan energi di satu sisi dan
kelangsungan hidup manusia di sisi lain, maka upaya penurunan emisi gas CO2
sebagai upaya pelestarian fungsi lingkungan menjadi tanggung jawab semua pihak
baik pemerintah, swasta maupun masyarakat. Upaya pencegahan kerusakan
lingkungan hidup harus senantiasa dilakukan dengan prediksi dan antisipasi
terhadap berbagai potensi dampak penting yang akan terjadi akibat adanya
kegiatan pembangunan tersebut, sejak tahap perencanaan, tahap konstruksi, tahap
operasi hingga tahap pasca operasi. Selanjutnya berbagai alternatif solusi untuk
mencegah dan menanggulangi dampak, harus dirumuskan sejak awal yakni pada
-
7/26/2019 Amdal Migas
19/212
19
tahap perencanaan kegiatan serta dievaluasi secara terus menerus pada tahapan
kegiatan selanjutnya.
Limbah cair yang dihasilkan dari kegiatan migas juga sangat berpengaruh
terhadap kualitas lingkungan perairan, berupa kandungan minyak dan H2S
terlarut. WHO merekomendasikan kadar sulfat yang diperkenankan pada air
minum sekitar 400 mg/liter dan kadar hidrogen sulfida (H2S terlarut) sekitar 0,05
mg/liter (Moore, 1991). Disamping itu, sulfur yang diemisikan dari bahan bakar
fosil (minyak bumi) yang berlebihan di atmosfir (kualitas udara) dapat juga
membentuk gas hidrogen sulfida (H2S) yang bersifat asam.
Secara ekonomi kegiatan migas memberikan pengaruh yang besar
terutama dalam peningkatan pendapatan penduduk karena dapat menyerap
peluang tenaga kerja dari masyarakat setempat. Dengan demikian kegiatanminyak dan gas tersebut menjadi salah satu sumber perekonomian bagi
masyarakat yang berada di sekitarnya. Namun bila dilihat secara ekologis dan
kesehatan lingkungan, keberadaan kilang minyak tersebut berpotensi
menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat di sekitar lokasi. Permasalahan
lingkungan yang terjadi di lokasi kegiatan migas diantaranya berupa peningkatan
kadar debu, kebisingan, bau dan gangguan kenyamanan. Hasil survey PPLH
UNRI (2004) menunjukkan bahwa penyakit ISPA yang disebabkan oleh debu
merupakan penyakit yang paling banyak terjadi di masyarakat sekitar lokasi
kilang minyak yaitu sebesar 42,7%. Kondisi tersebut semakin memprihatinkan,
sehingga dibutuhkan kesadaran dan kepedulian akan pengelolaan lingkungan
hidup sebagai upaya terpadu dalam pemanfaatan sumberdaya alam, sejalan
dengan kebijakan pembangunan berkelanjutan (sustainable development).
Sebagaimana yang diamanahkan dalam UU No. 23 tahun 1997 tentang
pengelolaan lingkungan hidup, bahwa setiap orang berkewajiban memelihara
pelestarian lingkungan, mencegah dan menanggulangi lingkungan. Demikian pula
dinyatakan dalam UU No. 21 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi, bahwa
upaya preventif yang dilakukan adalah dengan mewajibkan semua kegiatan usaha
migas untuk melakukan penanggulangan pencemaran lingkungan sejak tahap
perencanaan hingga pasca operasi dan menjamin keteknikan yang baik.
-
7/26/2019 Amdal Migas
20/212
20
Salah satu upaya pengelolaan lingkungan yang dapat dilakukan dalam
mencegah terjadinya kerusakan lingkungan adalah dengan melakukan studi
AMDAL. Dalam PP No. 27 tahun 1999 tentang AMDAL dinyatakan bahwa
analisis mengenai dampak lingkungan hidup (AMDAL) adalah kajian mengenai
dampak besar dan penting suatu usaha dan atau kegiatan yang direncanakan pada
lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha dan atau kegiatan. AMDAL berfungsi sebagai upaya
preventif dalam menjaga dan mempertahankan kualitas lingkungan serta menekan
pencemaran sehingga dampak negatifnya menjadi serendah mungkin. Oleh karena
itu dokumen AMDAL bersifat mengikat berbagai pihak yang terlibat di dalamnya
serta mempunyai konsekuensi bagi status perijinan dari usaha dan atau kegiatan
(Suratmo, 2002).Proses AMDAL kemudian bersifat wajib (mandatory) untuk dilakukan
bagi setiap rencana usaha dan atau kegiatan yang diperkirakan dapat
menimbulkan dampak penting. AMDAL terdiri atas kerangka acuan (KA),
analisis dampak lingkungan (ANDAL), rencana pengelolaan lingkungan (RPL)
dan rencana pemantuan lingkungan (RPL). KA adalah dokumen pertama yang
berisi pedoman penyusunan ANDAL. ANDAL adalah kajian utama tentang
dampak besar dan penting dari suatu usaha atau kegiatan. RKL adalah dokumen
alternatif solusi yang dibuat dalam pengelolaan dampak lingkungan dari suatu
kegiatan. RPL adalah dokumen yang berisikan alternatif pemantauan dampak dari
suatu kegiatan. Dengan demikian AMDAL yang terdiri atas empat dokumen
tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh yang tidak dapat dipisah-pisahkan
satu sama lain, fleksibel dan terbuka untuk selalu dikoreksi dan menjadi salah satu
sistem manajemen lingkungan (SML).
SML adalah suatu sistem atau cara dalam menangani lingkungan hidup
yang mencakup: 1) organisasi dan kebijakan lingkungan, 2) perencanaan, 3)
implementasi dan operasi, 4) pengawasan dan tindakan koreksi, dan 5) pengkajian
manajemen. SML lainnya dalam upaya pengelolaan lingkungan yang dapat
dilakukan bagi perencana dengan penerapan ISO 14000. Namun penerapan ISO
14000 hanya bersifat voluntary(sukarela), sementara AMDAL bersifat mandatory
(wajib).
-
7/26/2019 Amdal Migas
21/212
21
AMDAL diperkenalkan pertama kali pada tahun 1969 oleh National
Environmental Policy Act di Amerika Serikat. Penerapan sistem evaluasi laporan
AMDAL di Kanada untuk proyek-proyek federal dikeluarkan oleh kabinet pada
tanggal 20 Desember 1973. Sedangkan penerapan AMDAL di Indonesia
dilakukan sejak dikeluarkannya PP No. 29 tahun 1986.
Untuk sektor migas, studi lingkungan telah dimulai sejak tahun 1987 yang
dikenal dengan dokumen studi evaluasi mengenai dampak lingkungan
(SEMDAL) bagi kegiatan yang sudah berjalan dan dokumen AMDAL bagi
kegiatan yang akan dilaksanakan berdasarkan PP No. 29 tahun 1986 (periode
1986-1993). Dokumen studi evaluasi mengenai dampak lingkungan (SEMDAL)
terdiri atas: KA-SEL, SEL, RKL/RPL, sedang dokumen AMDAL terdiri atas:
KA-ANDAL, ANDAL, RKL/RPL. Dokumen SEMDAL yang telah disetujuidalam periode 1986-1993 sebanyak 23 dokumen dan dokumen AMDAL sebanyak
16 dokumen. Sejak tahun 1993 studi SEMDAL ditiadakan, sehingga studi
lingkungan keseluruhan dikenal dengan studi AMDAL untuk kegiatan yang
berdampak penting berdasarkan PP No. 51 tahun 1993 (periode 1993-1997),
jumlah dokumen yang telah disetujui sebanyak 22 dokumen. Pada tahun 1999
sampai sekarang dengan diberlakukannya otonomi daerah, maka terjadi perubahan
PP No. 51 tahun 1993 menjadi PP No. 27 tahun 1999 tentang AMDAL, dengan
perubahan mendasar antara lain komisi pusat AMDAL yang tadinya berada pada
masing-masing sektor dibagi menjadi dua yakni: komisi pusat AMDAL
berkedudukan di kementerian lingkungan hidup dan komisi daerah yang
berkedudukan di propinsi dan kabupaten. Khusus untuk sektor migas karena
merupakan industri yang strategis, sehingga berada di bawah komisi pusat
AMDAL KLH. Sesuai PP No. 27 tahun 1999, bahwa kegiatan yang mempunyai
dampak besar dan penting terhadap lingkungan harus menyusun dokumen
AMDAL. Dokumen AMDAL yang telah disetujui hingga saat ini sebanyak 30
dokumen.
Walaupun kebijakan AMDAL telah diterapkan pada kegiatan usaha migas
lebih dari 20 tahun, namun masih terdapat persepsi negatif dari masyarakat
terhadap pengelolaan lingkungan kegiatan migas dan masih terdapat isu
pencemaran lingkungan serta sering terjadi emergency (antara lain: tumpuhan
-
7/26/2019 Amdal Migas
22/212
22
minyak). Mengingat pentingnya kegiatan pengelolaan lingkungan berdasarkan
uraian di atas, maka kajian mengenai pengembangan kebijakan AMDAL dalam
mencegah kerusakan lingkungan pada kegiatan usaha migas menjadi sangat
penting untuk dilakukan.
1.2 Kerangka Pemikiran
Kegiatan usaha migas di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1968.
Kegiatan tersebut meliputi: eksplorasi, eksploitasi, pengolahan pengangkutan dan
pemasaran/niaga. Hingga saat ini terdapat sebanyak 115 kegiatan usaha migas
yang beroperasi di Indonesia, sekitar 30% beroperasi di lepas pantai (off shore)
dan 70% beroperasi di darat (on shore).
Kegiatan eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya alam migas untuk
memenuhi devisa dalam negeri dilakukan dengan berbagai upaya inovasi
teknologi terutama dalam mencari sumber-sumber baru, teknik eksploitasi, teknik
pengolahan, serta sistem ketataniagaan yang efektif dan efisien. Di sisi lain
kegiatan tersebut juga menimbulkan dampak terhadap lingkungan dan manusia.
Kondisi demikian menjadi sangat dilematis. Oleh karena itu, mutlak dilakukan
pengelolaan lingkungan hidup sebagai upaya sinergitas antara aspek ekologi,
ekonomi dan sosial.
Dalam Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999 dinyatakan bahwa setiap
usaha dan atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting wajib
dilengkapi dokumen AMDAL. Namun dalam peraturan perundang-undangan
tersebut belum diatur secara komprehensif sejauh mana kedalaman studi AMDAL
tersebut, yang merupakan studi ilmiah yang mengkaji dampak besar dan penting
yang ditimbulkan dari suatu kegiatan terhadap komponen biologi, geologi, fisik,
kimia serta sosial ekonomi dan budaya. Meskipun kebijakan AMDAL telah
diterapkan sejak diterbitkannya PP No. 29 tahun 1986, PP No. 51 tahun 1993 dan
PP No. 27 tahun 1999, namun hingga saat ini masih banyak permasalahan
lingkungan yang muncul seperti pencemaran, degradasi lahan dan sumberdaya
alam serta konflik sosial. Kondisi tersebut disebabkan karena masih lemahnya
hasil kajian studi AMDAL yang dilakukan oleh pihak-pihak terlibat.
AMDAL berperan sebagai instrumen SML untuk mencegah kerusakan
lingkungan hidup. AMDAL merupakan kajian kelayakan lingkungan hidup
-
7/26/2019 Amdal Migas
23/212
23
Rumusan Kebijakan
AMDAL Migas yangEfektif dan Efisien
dalam Mencegah
Kerusakan Lingkungan
Strategi Pengembangan
Kebijakan AMDAL Migas
Permasalahan
Lingkungan
Kegiatan Usaha Migas
(1960)
Komponen Utama
Kebijakan AMDAL Migas
Kegiatan Usaha Migas
Berwawasan Lingkungan
Kebijakan AMDAL
(1986)
Perlu Kajian
Pengembangan KebijakanAMDAL Migas yang
Prioritas Strategi
Kebijakan AMDAL Migas
KebutuhanStakeholders
Review
KebijakanAMDALsaat ini
KualitasDokumenAMDALsaat ini
PenilaianKinerja
LingkunganImplementasi
AMDAL
mengenai dampak besar dan penting tentang perubahan lingkungan hidup yang
sangat mendasar dari suatu usaha atau kegiatan yang direncanakan pada
lingkungan hidup. Pesatnya aktivitas manusia dan pembangunan ekonomi untuk
mencapai kesejahteraan manusia hampir pasti selalu diiringi dengan timbulnya
dampak lingkungan. Untuk menghindari timbulnya dampak lingkungan negatif
yang tidak dapat ditoleransi tersebut, maka perlu dipersiapkan langkah-langkah
operasional rencana pengendalian dampak lingkungan tersebut sekaligus dengan
rencana pemantauannya dalam bentuk dokumen RKL dan RPL. Dengan
demikian, AMDAL bertujuan untuk menjamin tujuan-tujuan proyek
pembangunan dalam upaya pencapaian kesejahteraan masyarakat tanpa merusak
kualitas lingkungan hidup.
Sehubungan dengan hal tersebut maka perlu dilakukan analisis efektifitasdan efisiensi kebijakan AMDAL dalam mencegah terjadinya kerusakan
lingkungan pada kegiatan usaha migas. Hasil analisis kebijakan diharapkan
menghasilkan rumusan kebijakan implementatif yang lebih efektif dan efisien.
Gambar 1 Kerangka pikir penelitian
Pencemaran
Konflik Sosial
-
7/26/2019 Amdal Migas
24/212
24
1.3 Perumusan Masalah
Mencermati amanat dalam UU No. 23 tahun 1997 tentang pengelolaan
lingkungan hidup dan PP No. 27 tahun 1999 tentang analisis mengenai dampak
lingkungan (AMDAL) maka permasalahan pengelolaan lingkungan pada dasarnyamerupakan tanggung jawab semua pihak baik sebagai pelaku pembangunan
maupun masyarakat. Sasaran pengelolaan lingkungan adalah terjaminnya mutu
hidup generasi masa kini dan generasi yang akan datang tanpa merusak
sumberdaya alam dan lingkungan. Namun kenyataannya selama kurang lebih 25
tahun sejak diterbitkannya undang-undang lingkungan hidup (UU No. 04 tahun
1982) dan telah lebih 20 tahun diterapkannya kebijakan AMDAL (PP No. 29
tahun 1986), kemajuan dari pengelolaan lingkungan hidup sangat lambat bahkan
kualitas lingkungan cenderung turun, yang ditandai dengan seringnya terjadi
gejolak-gejolak masyarakat, dan isu pencemaran serta seringnya terjadi tumpahan
minyak, limbah B3 yang semakin menumpuk dan belum jelasnya solusi
pengelolaannya. Akhir-akhir ini banyak sorotan bahwa dokumen AMDAL hanya
bersifat formalitas karena yang seharusnya dokumen AMDAL disusun sebelum
kegiatan berjalan yang merupakan studi kelayakan lingkungan tetapi dalam
kenyataannya, dokuemen AMDAL disetujui oleh komisi AMDAL setelah
kegiatan berjalan.
Tiga faktor penting yang sangat berpengaruh dalam dokumen AMDAL: (a)
peraturan perundang-undangan, (b) penyusun AMDAL dan pemrakarsa, (c)
komisi penilai AMDAL dan tim teknis serta instansi yang bertanggung jawab dan
instansi yang terkait dari pusat dan daerah. Tiga faktor ini berpengaruh dalam
penerapan prosedur dan substansi dokumen AMDAL untuk menentukan kualitas
dokumen AMDAL. Apabila tiga faktor ini berjalan dengan baik maka kualitas
AMDAL akan baik dan dapat bersifat operasional. Selanjutnya masuk tahap
implementasi (pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan) serta
pengawasan pelaksanaannya yang dilakukan oleh instansi terkait dan penegakan
hukum.
Prosedur penyusunan AMDAL yang telah berjalan selama ini adalah tim
penyusun dokumen AMDAL ditunjuk oleh Pemrakarsa dan belum terakreditasi
oleh pemerintah. Dalam hal ini pemrakarsa dimungkinkan dapat mempengaruhi
-
7/26/2019 Amdal Migas
25/212
25
tim penyusun (tidak bersifat independen). Substansi dokumen AMDAL mengenai
kajian-kajian analisis ekonomi, kajian dampak terhadap ekosistem sangat minim
dan tidak memperhitungkan dampak perubahan lingkungan yang potensial
(eksternalitas) yang tidak diatur secara jelas di dalam peraturan perundang-
undangan atau kebijakan saat ini sehingga dokumen AMDAL yang telah disetujui
sulit untuk diimplementasikan oleh pemrakarsa.
Penentuan isu pokok di dalam kerangka acuan (KA-ANDAL), serta
penentuan dampak besar dan penting di dalam dokumen ANDAL masih bersifat
umum, tidak dikaji secara komprehensif dan belum memasukkan kajian-kajian
aspek ekologi, ekonomi dan sosial, sehingga penentuan dampak penting seringkali
kurang tepat dan pada akhirnya dokumen AMDAL kualitasnya diragukan dan
tidak bersifat operasional. Hal tersebut menyebabkan dokumen AMDAL yangmerupakan acuan di dalam pengelolaan dan pemantauan lingkungan selama
kegiatan berlangsung tidak dapat diterapkan di lapangan, sehingga mengakibatkan
terjadinya pencemaran lingkungan bahkan kerusakan lingkungan.
Sesungguhnya dokumen AMDAL merupakan hasil studi kelayakan
lingkungan yang mengkaji secara cermat dan mendalam tentang berbagai dampak
penting yang akan terjadi, sehingga dapat disimpulkan bahwa kegiatan yang akan
dilaksanakan tidak layak atau layak lingkungan, maka kegiatan dapat ditolak dan
atau sebaliknya. Proses persetujuan dokumen AMDAL dari KA-ANDAL, RKL
dan RPL membutuhkan waktu paling cepat 2-3 tahun. Penilaian AMDAL yang
dibantu oleh tim teknis dan para pakar hanya pada waktu rapat komisi seterusnya
evaluasi untuk persetujuan AMDAL dilaksanakan oleh komisi dan disetujui oleh
komisi.
Dokumen AMDAL yang efektif dan efisien ditentukan dari peraturan
perundangan dan atau kebijakan yang dipakai sebagai acuan di dalam penyusunan
dokumen AMDAL tersebut, prosedur penyusunan AMDAL, waktu penyusunan,
kualitas penyusun AMDAL dan pemrakarsa, kinerja komisi penilai dan tim teknis
AMDAL serta kualitas dokumen AMDAL (substansi dokumen AMDAL) maka
dirumuskan hal-hal sebagai berikut:
1. Kebijakan AMDAL yang ditetapkan selama ini belum efektif dan belum
efisien, kekurangan dari peraturan perundangan yang sudah ada antara lain:
-
7/26/2019 Amdal Migas
26/212
26
PP No. 27 tahun 1999 tentang AMDAL yang tidak mengatur substansi-
substansi untuk prakiraan dampak penting dan evaluasi dampak penting
sehingga muncul isu bahwa dokumen AMDAL hanya bersifat formalitas dan
mahal.
2. Kinerja komisi penilaian AMDAL belum efektif dan belum efisien yang
menyebabkan kualitas AMDAL diragukan. keputusan menteri negara
lingkungan hidup No. 40 tahun 2000 tentang pedoman tata kerja komisi
penilai AMDAL, tim teknis tidak ikut memberikan evaluasi dalam penerbitan
persetujuan AMDAL hanya ikut diwaktu penilaian sidang komisi.
3. Pelaksanaan dan waktu pengumuman masyarakat serta waktu penerbitan
persetujuan dokumen AMDAL terlalu lama. Keputusan kepala Bapedal No.
08 tahun 2000 tentang keterlibatan masyarakat dalam proses AMDAL,menentukan waktu terlalu lama untuk mengumpulkan pendapat masyarakat
dan berdasarkan PP. 27 tahun 1999 tentang AMDAL bahwa dokumen KA-
ANDAL disetujui selama 75 hari kerja dan dokumen ANDAL, RKL, RPL
disetujui juga selama 75 hari.
4. Kualitas tim penyusun AMDAL tidak independen dan ditunjuk langsung oleh
Pemrakarsa. Sampai saat ini belum ada landasan hukum yang mengatur
tentang konsultan penyusun AMDAL.
5. Pedoman penyusunan AMDAL lebih terfokus pada sistematika penulisandokumen, sedangkan penentuan isu pokok dan prakiraan dampak besar dan
penting serta evaluasi dampak penting tidak terdapat arahan metode-metode
yang baku untuk aspek ekologi, ekonomi dan sosial, tidak memasukkan
metode valuasi ekonomi (sesuai Kepdal No. 229 tahun 1996). Namun hanya
disebutkan secara garis besar memakai metode formal/non formal, baik di
dalam peraturan menteri negara lingkungan hidup No. 08 tahun 2006 tentang
pedoman penyusunan AMDAL maupun di dalam keputusan menteri energi
sumberdaya mineral No.1457 tahun 2000 tentang pedoman penyusunan
AMDAL kegiatan usaha migas.
Dengan demikian maka pertanyaan-pertanyaan penelitian yang diajukan
dalam penelitian ini adalah:
-
7/26/2019 Amdal Migas
27/212
27
1. Bagaimana efektivitas dan efisiensi kebijakan AMDAL migas yang ada saat
ini ?
2. Bagaimana merumuskan kebijakan AMDAL migas yang efektif dan efisien di
masa mendatang ?
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah merumuskan kebijakan AMDAL yang efektif dan
efisien dalam mencegah kerusakan lingkungan pada kegiatan usaha migas. Untuk
mencapai tujuan tersebut secara operasional dilakukan tahapan penelitian
meliputi:
1. Mereview kebijakan AMDAL saat ini.
2. Menganalisis kualitas dokumen AMDAL migas.
3. Menganalisis kinerja lingkungan implementasi AMDAL kegiatan migas.
4. Menganalisis kebutuhan stakeholders terhadap kebijakan AMDAL migas
dimasa mendatang
5. Merumuskan strategi pengembangan kebijakan AMDAL migas.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian dari sisi ilmiah adalah sebagai upaya pengembangan
ilmu dan pengetahuan, khususnya kajian lingkungan yang menyangkut analisis
mengenai dampak lingkungan dalam kegiatan usaha migas.
Manfaat penelitian dari sisi praktis adalah sebagai bahan pertimbangan
dalam penetapan kebijakan AMDAL yang efektif dan efisien pada kegiatan usaha
migas di masa datang serta sebagai acuan atau pedoman dalam penyusunan
dokumen AMDAL migas.
1.6 Kebaruan Penelitian
Kebaruan dari penelitian ini berupa kajian terhadap kebijakan AMDAL
yang efektif dan efisien yang terfokus pada substansi, prosedur dan kelembagaandi dalam AMDAL kegiatan usaha migas. Kebaruan dari aspek metode pendekatan
yang digunakan yakni melibatkan semua stakeholder dengan teknik analisis yang
terintegrasi antara FGD, PCA dan AHP serta valuasi ekonomi.
-
7/26/2019 Amdal Migas
28/212
28
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Lingkungan hidup merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya,
keadaan dan makhluk hidup termasuk didalamnya manusia dan perilakunya yang
mempengaruhi kelangsungan kehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk
hidup lainnya (UU No. 23 tahun 1997). Lingkungan hidup sebagai suatu sistem
yang terdiri atas: lingkungan alam (ecosystem), lingkungan buatan (technosystem)
dan lingkungan sosial (sociosystem) dimana ketiga sub sistem ini saling
berinteraksi dan membentuk suatu sistem yang dinamis. Ketahanan masing-
masing sub sistem akan memberikan jaminan berkelanjutan yang tentunya akan
memberikan peningkatan kualitas hidup setiap makhluk hidup didalamnya
(Hendartomo, 2001).
Masalah lingkungan hidup pada dasarnya timbul karena dinamika
penduduk, pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya yang kurang bijaksana serta
kurang terkendalinya pemanfaatan akan ilmu pengetahuan dan teknologi maju.
Dampak negatif yang sering timbul dari kemajuan ekonomi yang seharusnya
positif dan memberikan manfaat yang besar terhadap manusia seringkali terjadi
sebaliknya, manusia menjadi korban akibat dampak yang ditimbulkan dari
aktivitas ekonomi yang dilakukan. Pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup
merupakan dua permasalahan yang paling banyak timbul, sebagai dampak dari
kegiatan ekonomi dan pembangunan.
Pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukkannya
makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup
oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang
menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan
peruntukannya, sedangkan kerusakan lingkungan hidup adalah tindakan yangmenimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik dan
atau hayatinya yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi lagi dalam
menunjang pembangunan berkelanjutan (UU No. 23 tahun 1997).
Dalam perspektif ekonomi lingkungan dipandang sebagai asset gabungan
yang menyediakan berbagai jasa/fungsi yakni untuk mendukung kehidupan
-
7/26/2019 Amdal Migas
29/212
29
manusia dan memenuhi kebutuhan manusia. Lingkungan menyediakan bahan
baku yang ditransformasikan ke dalam bentuk barang dan jasa melalui proses
produksi dan energi selanjutnya menghasilkan residual yang kembali ke
lingkungan (Kusumastanto, 2000).
Hubungan timbal balik antara aspek ekonomi dan sumberdaya alam dan
lingkungan kemudian menjadi sangat penting. Ekstraksi terhadap sumberdaya
alam yang dilakukan manusia dalam rangka pemenuhan kebutuhan akan
menghasilkan benefit dan limbah. Aktivitas manusia secara langsung maupun
tidak langsung telah dan akan memberikan dampak terhadap resistensi
sumberdaya alam dan lingkungan.
Manusia melakukan aktivitas ekonomi untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya dengan memanfaatkan sumberdaya alam (air, udara, tanah, hutan,minyak, dan ikan) namun disisi lain pemanfaatan tersebut juga menimbulkan
residual (limbah) yang kembali ke lingkungan, dan berdampak terhadap kualitas
lingkungan tersebut. Sebagai salah satu negara yang luas di dunia, Indonesia
tidak hanya memiliki wilayah daratan dan perairan yang luas tetapi juga kaya
dengan sumberdaya alam. Hutan tropis yang luasnya diperkirakan mencapai 144
juta hektar sangat kaya dengan ribuan jenis burung, ratusan jenis mamalia dan
puluhan ribu jenis tumbuhan. Perairan yang luas menjadi tempat bagi
perkembangan populasi ikan dan hasil perairan lainnya. Demikian pula dengan
buminya yang mengandung deposit berbagai jenis mineral dalam jumlah yang
tidak sedikit.
Pengelolaan sumberdaya alam merupakan suatu hal yang sangat penting
dibicarakan dan dikaji dalam kerangka pelaksanaan pembangunan nasional kita.
Dengan potensi sumberdaya alam yang berlimpah sesungguhnya kita dapat
melaksanakan proses pembangunan bangsa ini secara berkelanjutan tanpa harus
dibayangi rasa cemas dan takut akan kekurangan modal bagi pelaksanaan
pembangunan tersebut. Pemanfaatan secara optimal kekayaan sumberdaya alam
ini akan mampu membawa kesejahteraan dan kemakmuran bagi seluruh bangsa
Indonesia.
Namun demikian perlu kita sadari eksploitasi secara berlebihan tanpa
perencanaan yang baik bukannya mendatangkan kemakmuran dan kesejahteraan
-
7/26/2019 Amdal Migas
30/212
30
namun malah sebaliknya akan membawa malapetaka yang tidak terhindarkan.
Akibat dari pengelolaan sumberdaya alam (SDA) yang tidak memperhatikan
keseimbangan dan kelestarian lingkungan dapat kita lihat pada kondisi lingkungan
yang mengalami degradasi baik kualitas maupun kuantitasnya. Hutan tropis yang
kita banggakan setiap tahun luasnya berkurang sangat cepat, demikian juga
dengan jenis flora dan dan fauna di dalamnya sebagian besar sudah terancam
punah. Perairan yang sangat luas sudah tercemar sehingga ekosistemnya
terganggu. Demikian juga dengan dampak eksploitasi mineral yang terkandung
dalam perut bumi juga mulai merusak keseimbangan dan kelestarian alam sebagai
akibat proses penggalian, pengolahan dan pembuangan limbah yang tidak
dilakukan secara benar.
Pengelolaan sumberdaya alam selama ini tampaknya lebih mengutamakanmeraih keuntungan dari segi ekonomi sebesar-besarnya tanpa memperhatikan
aspek sosial dan kerusakan lingkungan. Pemegang otoritas pengelolaan
sumberdaya alam berpusat pada negara yang dikuasai oleh pemerintah pusat,
sedangkan daerah tidak lebih sebagai penonton. Berbagai kebijakan yang
dikeluarkan cenderung bersifat sektoral, sehingga kadangkala menjadi kebijakan
yang tumpang tindih. Sentralisasi kewenangan tersebut juga mengakibatkan
pengabaian perlindungan terhadap hak azasi manusia. Selama puluhan tahun
praktek pengelolaan sumberdaya alam tersebut dilaksanakan telah membawa
dampak yang sangat besar bagi daerah.
Berdasarkan implementasi dari UU No. 23 tahun 1997 tentang
pengelolaan lingkungan hidup yang mendefinisikan tiga konsep utama dalam
pembangunan berkelanjutan yaitu: kondisi SDA, kualitas lingkungan dan faktor
demografi. Oleh karena itu perlu adanya optimalisasi usaha untuk menyusun
penghitungan kualitas lingkungan. Tujuan dari penghitungan kualitas lingkungan
adalah: a) memberikan deskripsi tujuan dari aktivitas manusia (sosial dan
ekonomi) dan fenomena alami keadaan lingkungan dan demografi, b)
memberikan informasi yang komprehensif untuk masyarakat dan pembuat
kebijakan, c) sebagai alat yang sangat membantu dalam mengevaluasi
pengelolaan demografi dan lingkungan (Landiyanto dan Wardaya, 2005).
-
7/26/2019 Amdal Migas
31/212
31
Agar upaya pelestarian lingkungan berjalan secara efektif dan efisien serta
berkelanjutan, dibutuhkan kebijakan untuk mewujudkan hal tersebut. Dalam
skenario politik ekonomi yang rumit saat ini, amatlah penting untuk menetapkan
kebijakan lingkungan dan sosial yang kuat disemua tingkatan. Demikian juga
penegakan hukum harus berjalan secara efektif agar pelestarian keanekaragaman
hayati dapat berjalan dengan baik.
Kebijakan adalah peraturan yang telah dirumuskan dan disetujui untuk
dilaksanakan guna mempengaruhi suatu keadaan (mempengaruhi pertumbuhan)
baik besaran maupun arahnya yang melingkupi kehidupan masyarakat umum.
Kebijakan dikatakan efektif apabila penerapan kebijakan dan instrumennya dapat
menghasilkan perubahan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Sedangkan
dikatakan efisien jika kebijakan tersebut membutuhkan biaya yang rendah.Tahapan kebijakan terdiri dari fase formulasi kebijakan dan fase implementasi
kebijakan, sedangkan analisis kebijakan aktivitas menciptakan pengetahuan
tentang proses pembuatan kebijakan Clay dan Shaffer (1984) dalam Sanim
(2003).
Salah satu tindakan pemerintah dalam analisis kebijakan lingkungan
adalah dengan menerapkan analisis mengenai dampak lingkungan dalam setiap
pelaksanaan usaha atau kegiatan terhadap lingkungan hidup. AMDAL merupakan
kajian dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, dibuat pada tahap
perencanaan, dan digunakan untuk pengambilan keputusan. Tujuan secara umum
AMDAL adalah menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan serta menekan
pencemaran sehingga dampak negatifnya menjadi serendah mungkin.
AMDAL di Indonesia telah lebih dari 20 tahun diterapkan. Meskipun
demikian berbagai hambatan dan masalah selalu muncul dalam penerapannya,
seperti juga yang terjadi pada penerapan AMDAL di negara-negara berkembang
lainnya. Dalam komisi penilai AMDAL, sangat jelas terlihat kerancuan dalam
proses penilaian, dengan tidak adanya kriteria dan indikator penilaian yang
standar, sehingga menjadikan proses penilaian AMDAL menjadi sangat subyektif.
Kriteria dan indikator merupakan jembatan yang menghubungkan antara
tujuan dan aksi yang dilakukan. Ada empat indikator untuk melihat keberhasilan
sebuah kebijakan (Kusumastanto, 2003) yakni: 1) kebijakan tersebut harus
-
7/26/2019 Amdal Migas
32/212
32
memiliki instrumen yang efektif untuk menjalankannya (policy tools) dengan
kriteria: dapat diaplikasikan secara leluasa (discretionary) dan universal, serta
dapat ditegakkan secara hukum dan memiliki kewenangan administratif yang
mencakup aspek insentif dan regulatif, 2) kebijakan tersebut dapat memberikan
dampak terhadap perekonomian domestik maupun global. Artinya, kebijakan itu
mendapatkan dukungan/konsensus secara nasional (khususnya di level pemerintah
dan legislatif) maupun internasional, 3) kebijakan tersebut harus efisien dan
efektif secara ekonomi serta adil, sehingga mampu mendorong pertumbuhan dan
pemerataan kesejahteraan rakyat, dan 4) kebijakan tersebut harus mampu
mendorong kemandirian rakyat dan berlandaskan nilai-nilai luhur agama dan
moralitas.
Agar indikator atau persyaratan tersebut dapat terpenuhi, maka diperlukanbeberapa pendekatan, yakni: 1) pendekatan pasar yang didukung oleh instrumen
kebijakan yang diterapkan, misalnya pajak, pungutan, sanksi dan insentif serta
disinsentif, 2) pendekatan kelembagaan. Aturan yang diterapkan dalam
pendekatan ini harus dikenal dan diikuti secara baik oleh seluruh pemangku
kepentingan (stakeholders) dan memberi naungan serta konstrain terhadap
mereka. Kebijakan ini mampu memberikan perlindungan dan pembatasan akses
terhadap sumberdaya, adanya peraturan perundangan yang mendukungnya.
Aturan ini ditulis secara formal dan ditegakkan oleh aparat pemerintah, atau tidak
ditulis formal sampai pada aturan adat dan norma masyarakat serta kearifan lokal.
Aspek penting lainnya dari aturan tersebut adalah dapat diprediksi, essentially
stabledan dapat diaplikasikan pada situasi berulang, 3) pendekatan percampuran
pasar dan bukan pasar serta pendekatan kelembagaan yang efektif dan efisien.
Pendekatan ini dapat menilai sumberdaya alam dan lingkungan secara wajar dan
tidak undervalue, sehingga kesejahteraan yang hakiki bagi masyarakat Indonesia
serta pembangunan yang bersifat lestari dapat terwujud.
Optimalisasi nilai manfaat sumberdaya alam dan lingkungan yang ada bagi
pengembangan wilayah secara berkelanjutan dan menjamin kepentingan umum
secara luas, diperlukan intervensi kebijakan dan penanganan pengelolaan dalam
pengembangan wilayah. Pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan dapat
terselenggara secara optimal jika arah kebijakan pengembangan wilayah dan
-
7/26/2019 Amdal Migas
33/212
33
tata ruang menjadi instrumen intervensi kebijakan dengan memperhatikan
kepentingan stakeholders selain didukung oleh program-program sektoral yang
melibatkan para pihak yang terkait dalam pengelolaan wilayah.
Kebijakan dengan berbagai indikator dan pendekatan yang dilakukan
merupakan upaya untuk senantiasa menjaga keberhasilan dalam implementasi
kebijakan yang dilakukan. Dalam kaitannya dengan kebijakan pengelolaan
lingkungan pada kegiatan usaha migas, berbagai undang-undang, peraturan
pemerintah hingga keputusan menteri diterbitkan, sebagai upaya untuk menjaga
keberlanjutan pembangunan dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan hidup.
Dalam UU No. 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup
dinyatakan bahwa setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian lingkungan,
mencegah dan menanggulangi pencemaran. Kemudian dalam UU No. 22 tahun2001 tentang migas dinyatakan bahwa semua kegiatan usaha migas wajib
melakukan pengelolaan lingkungan hidup, mulai tahap perencanaan hingga pasca
operasi. Artinya kegiatan usaha migas harus menyusun AMDAL sebelum
kegiatan operasi baik kegiatan hilir maupun kegiatan hulu.
2.2 Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
2.2.1 Defenisi AMDAL
Analisis mengenai dampak lingkungan hidup (AMDAL) adalah kajianmengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan atau kegiatan yang
direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan
keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan atau kegiatan. AMDAL merupakan
bagian kegiatan studi kelayakan perencanaan usaha dan atau kegiatan dan
merupakan syarat untuk mendapatkan izin usaha yang mana hasil dari AMDAL
digunakan sebagai bahan perencanaan pembangunan wilayah.
AMDAL adalah hasil studi mengenai dampak suatu kegiatan yang
direncanakan terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses
pengambilan keputusan. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan atau AMDAL
dirumuskan sebagai suatu analisis mengenai dampak lingkungan dari suatu proyek
yang meliputi pekerjaan evaluasi dan pendugaan dampak proyek dari
pembangunannya (Suratmo, 2002).
-
7/26/2019 Amdal Migas
34/212
34
Dampak lingkungan adalah perubahan yang terjadi dalam lingkungan
akibat adanya aktivitas manusia. Aktivitas tersebut dilakukan sebagai upaya untuk
memenuhi kebutuhan hidup. Aktivitas tersebut dapat bersifat alamiah, kimia, fisik
maupun biologi. Dampak kemudian menjadi permasalahan akibat perubahan yang
terjadi dan menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan.
Dampak dalam kaitannya dengan pembangunan memiliki dua batasan
yakni: 1) Dampak pembangunan terhadap lingkungan yakni perbedaan antara
kondisi lingkungan sebelum ada pembangunan dan setelah ada pembangunan, 2)
Dampak pembangunan terhadap lingkungan, yakni perbedaan antara kondisi
lingkungan yang diperkirakan terjadi tanpa adanya pembangunan dan yang
diperkirakan terjadi dengan adanya pembangunan tersebut (Mun, 1979 dalam
Sumarwoto, 2005). Lebih jauh Clark (1978) dalam Sumarwoto (2005) bahwaaktivitas pembangunan yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat
menimbulkan efek yang tidak direncanakan di luar sasaran yaitu yang disebut
dampak. Dampak dapat bersifat biofisik dan atau sosial-ekonomi-budaya yang
memiliki pengaruh terhadap sasaran yang ingin dicapai. Dampak primer dapat
menimbulkan dampak sekunder dan tersier. Lebih rinci, tampak pada Gambar 2.
Gambar 2 Aktivitas pembangunan menimbulkan dampak(Clark, 1978 dalamSuratmo, 2002)
Dampak
DampakSekunder
Dampak Sosial-
Ekonomi-Budaya
Dampak Biofisik
Pembangunan
Kenaikan
Kesejahteraan
Dampak Biofisik
Dampak Sosial-
Ekonomi-Budaya
Kegiatan Dampak
Tujuan
DampakPrimer
-
7/26/2019 Amdal Migas
35/212
35
Dampak yang muncul kemudian harus teridentifikasi dan diketahui secara
dini, apakah dampak tersebut menimbulkan dampak besar dan penting terhadap
lingkungan hidup. Untuk mengukur dan menentukan dampak besar dan penting
tersebut, digunakan beberapa kriteria yakni: a) besarnya jumlah manusia yang
akan terkena dampak rencana usaha dan atau kegiatan, b) luas wilayah
penyebaran dampak, c) intensitas dan lamanya dampak berlangsung, d)
banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak, e) sifat
kumulatif dampak dan f) sifat berbalik (reversible) dan tidak berbalik
(irreversible) dampak (Hendartomo, 2001).
Mengacu pada PP No. 27 tahun 1999 pasal 3 ayat 1 bahwa usaha dan atau
kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting
terhadap lingkungan hidup meliputi: a) pengubahan bentuk lahan dan bentangalam, b) eksploitasi sumberdaya alam baik yang terbaharui (renewable) maupun
yang tak terbaharui (non-renewable), c) proses dan kegiatan yang secara potensial
dapat menimbulkan pemborosan, pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup,
serta kemerosotan sumberdaya alam dalam pemanfaatannya, d) proses dan
kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam, lingkungan buatan
dan lingkungan sosial budaya, e) proses dan kegiatan yang hasilnya akan dapat
mempengaruhi pelesatarian kawasan konservasi sumberdaya dan atau
perlindungan cagar budaya, dan f) introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, jenis hewan
dan jenis jasad renik.
Tujuan umum AMDAL adalah menjaga dan meningkatkan kualitas
lingkungan serta menekan pencemaran sehingga dampak negatifnya menjadi
serendah mungkin. Sementara tujuan studi AMDAL adalah mengidentifikasi
rencana kegiatan yang diperkirakan menimbulkan dampak penting,
mengidentifikasi komponen atau parameter lingkungan yang akan terkena dampak
penting, melakukan prakiraan dan evaluasi dampak penting sebagai dasar untuk
menilai kelayakan lingkungan, menyusun strategi pengelolaan dan pemantauan
lingkungan. Menurut Mukono (2005) bahwa tujuan dan sasaran AMDAL adalah
untuk menjamin suatu usaha atau kegiatan pembangunan dapat berjalan secara
berkesinambungan tanpa merusak lingkungan hidup. Dengan melalui studi
AMDAL diharapkan usaha dan/atau kegiatan pembangunan dapat memanfaatkan
-
7/26/2019 Amdal Migas
36/212
36
dan mengelola sumberdaya alam secara efisien, meminimumkan dampak negatif
dan memaksimalkan dampak positip terhadap lingkungan hidup.
Untuk itu, AMDAL diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
pelaksanaan rencana kegiatan yang mempunyai dampak terhadap lingkungan
hidup. Proses AMDAL kemudian menjadi wajib dilakukan bagi setiap rencana
usaha dan atau kegiatan yang diperkirakan dapat menimbulkan dampak penting.
2.2.2 Landasan Hukum Pelaksanaan AMDAL
Landasan hukum pelaksanaan AMDAL migas di Indonesia adalah:
1. UU No. 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup.
2. Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999 tentang AMDAL.
3. Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan
pengendalian pencemaran air.
4. Peraturan Pemerintah No. 17 tahun 1974 tentang pengawasan pelaksanaan
eksplorasi dan eksploitasi lepas pantai.
5. Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 1999 tentang pengendalian pencemaran
dan atau perusakan laut.
6. Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1999 tentang pengendalian pencemaran
udara.
7. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 11 tahun 2006 tentang jenis
rencana usaha dan atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan AMDAL.
8. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 08 tahun 2006 tentang
pedoman penyusunan AMDAL.
9. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 02 tahun 1998 tentang
pedoman penetapan baku mutu lingkungan.
10.Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 42 tahun 1996 tentang
baku mutu limbah cair bagi kegiatan minyak dan gas serta panas bumi.
11.Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 48 tahun 1998 tentang
baku mutu tingkat kebisingan.
12.Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 02 tahun 2000 tentang
panduan penilaian dokumen AMDAL.
-
7/26/2019 Amdal Migas
37/212
37
13.Keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral No. 1457 tahun 2000
tentang pedoman teknis pengelolaan lingkungan dibidang pertambangan dan
energi.
14.Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. 08 tahun
2000 tentang keterlibatan masyarakat dan keterbukaan informasi dalam proses
AMDAL.
15.Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. 299 tahun
1996 tentang pedoman teknis kajian aspek sosial dalam penyusunan AMDAL.
2.2.3 Prosedur Pelaksanaan AMDAL
Proses pelaksanaan AMDAL terdiri atas: 1) penapisan (screening) atau
penentuan rencana kegiatan wajib AMDAL atau tidak, 2) pelingkupan (scoping)
adalah proses pemusatan studi pada hal-hal penting yang barkaitan dengan
dampak penting. Pelingkupan dampak penting yakni identifikasi dampak penting,
evaluasi dampak potensial dan pemusatan dampak penting. Pelingkupan wilayah
studi dengan memperhatikan batas proyek, batas ekologi, batas sosial, dan batas
administratif. Beanlands dan Dunker (1983) dalam Suratmo (2002)
mengelompokkan scoping sosial yaitu scopingyang menetapkan dampak penting
berdasarkan pandangan dan penilaian masyarakat. Scopingekologis adalah proses
dari scoping yang menetapkan dampak penting berdasarkan nilai-nilai ekologi
atau peranannya di dalam ekologi, 2) penyusunan dokumen kerangka acuan (KA-
ANDAL) merupakan ruang lingkup kajian analisis mengenai dampak lingkungan
yang merupakan hasil pelingkupan yang memuat isu pokok yang perlu dikaji di
dalam dokumen AMDAL, 3) melaksanakan studi analisis dampak lingkungan
(ANDAL) adalah telaahan secara cermat dan mendalam tentang dampak besar
dan penting suatu rencana usaha dan atau kegiatan yang direncanakan, 4)
penyusunan rencana pengelolaan lingkungan hidup (RKL) adalah upaya
pengelolaan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup yang
ditimbulkan akibat dari rencana usaha dan atau kegiatan, dan 5) penyusunan
rencana pemantauan lingkungan hidup (RPL) adalah upaya pemantauan
komponen lingkungan hidup yang terkena dampak besar dan penting akibat dari
rencana usaha dan atau kegiatan.
-
7/26/2019 Amdal Migas
38/212
38
Proses AMDAL tersebut menghasilkan empat buah dokumen AMDAL
terdiri atas: a) dokumen KA-ANDAL, b) dokumen ANDAL, c) dokumen RKL
dan d) dokumen RPL. Untuk menghasilkan keempat dokumen tersebut, dilakukan
prosedur pelaksanan AMDAL yakni: a) penapisan (screening), b) proses
pengumuman dan konsultasi masyarakat, c) penyusunan dan penilaian KA-
ANDAL, dan penyusunan dan penilaian ANDAL, RKL dan RPL (Hendartomo,
2001).
Proses penapisan merupakan proses seleksi kegiatan wajib AMDAL, yakni
untuk menentukan apakah suatu rencana kegiatan wajib AMDAL atau tidak,
sementara proses pengumuman dan konsultasi masyarakat didasarkan pada UU
No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup menyebutkan bahwa:
a) setiap orang berkewajiban memelihara lingkungan hidup dan mencegah sertamenanggulangi kerusakan dan pencemarannya, b) setiap orang mempunyai hak
dan kewajiban untuk berperan serta dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup
dan c) lembaga swadaya masyarakat berperan sebagai penunjang bagi pengelolaan
lingkungan hidup serta mengacu pada keputusan Kepala Bapedal No. 08 tahun
2000, bahwa pemrakarsa wajib mengumunkan rencana kegiatannya selama waktu
yang ditentukan dalam peraturan tersebut menanggapi masukan yang diberikan
dan melakukan konsultasi kepada masyarakat terlebih dulu sebelum menyusun
KA-ANDAL.
Berdasarkan undang-undang dan kebijakan-kebijakan pemerintah tersebut
maka tujuan dasar dari partisipasi masyarakat di Indonesia ialah: a)
mengikutsertakan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup, b)
mengikutsertakan masyarakat dalam pembangunan negara dan c) membantu
pemerintah untuk dapat mengambil kebijakan dan keputusan yang lebih baik dan
tepat.
Diharapkan manfaat dari partisipasi masyarakat dalam penyusunan
dokumen AMDAL pada suatu kegiatan usaha yaitu: 1) masyarakat mendapatkan
informasi mengenai rencana pembangunan didaerahnya sehingga dapat
mengetahui dampak apa yang akan terjadi baik yang positif maupun yang negatif
dan cara menanggulangi dampak negatif yang akan dan harus dilakukan. 2)
masyarakat akan ditingkatkan pengetahuannya mengenai masalah lingkungan,
-
7/26/2019 Amdal Migas
39/212
39
pembangunan, dan hubungan pembangunan dengan lingkungan sehingga
pemerintah dapat menumbuhkan dan mengembangkan kesadaran masyarakat akan
tanggung jawabnya dalam pengelolaan lingkungan hidup dan 3) masyarakat dapat
menyampaikan informasi dan pendapatnya atau persepsinya kepada pemerintah
terutama masyarakat di tempat proyek yang akan terkena dampak.
Implementasi AMDAL sangat perlu disosialisasikan tidak hanya kepada
masyarakat namun perlu juga pada para calon investor agar dapat mengetahui
perihal AMDAL di Indonesia. Karena proses pembangunan digunakan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi, sosial dan budaya.
Dengan implementasi AMDAL yang sesuai dengan aturan yang ada, maka
diharapkan akan berdampak positif pada pembangunan yang berwawasan
lingkungan dan berkelanjutan (Mukono, 2005).AMDAL didasarkan atas berbagai regulasi nasional yang telah ditetapkan
dengan baik serta berbagai acuan yang dikenal di seluruh sektor utama di
pemerintahan. Prosedur review dan persetujuan secara relatif telah menjadi
kebiasaan yang diterima dengan baik di dalam organisasi dan berlaku secara
umum di tingkat nasional dan propinsi, berdasarkan komite administratif dan
teknis lintas pemerintahan. Sistem tersebut didukung oleh suatu jaringan pusat
studi lingkungan yang menyediakan berbagai masukan teknis, pelatihan formal
dan kendali mutu, sementara berbagai reformasi penting juga telah dilakukan
untuk mencoba menstimulasi keterlibatan publik dalam jumlah yang lebih besar
dalam AMDAL (Purnama, 2003).
Secara lebih rinci prosedur teknis penyusunan dokumen AMDAL di
Indonesia sebagaimana termaktub dalam PP No. 27 tahun 1999 terdiri atas:
1. Pemrakarsa kegiatan menyampaikan ke instansi yang bertanggung jawab
terhadap rencana kegiatan.
2. Instansi yang bertanggung jawab berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan
Hidup No. 17 tahun 2001 yang telah direvisi menjadi Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup No. 11 tahun 2006 tentang kegiatan-kegiatan yang wajib
AMDAL.
3. Pemrakarsa diwajibkan melakukan pengumuman masyarakat dalam waktu 30
hari kerja dan selanjutnya menunggu tanggapan dari masyarakat.
-
7/26/2019 Amdal Migas
40/212
40
4. Pemrakarsa menyusun kerangka acuan (KA-ANDAL).
5. Kerangka acuan dinilai oleh tim teknis, pakar pada sidang komisi.
6. Komisi AMDAL menerbitkan surat keputusan kelayakan dalam waktu 75 hari
kerja.
7. Pemrakarsa menyusun AMDAL bersama dengan pihak ketiga yang ditunjuk
oleh pemrakarsa.
8. Dokumen AMDAL dinilai oleh tim teknis dan para pakar pada sidang komisi
(sidang komisi 1 dan sidang komisi 2).
9. AMDAL disetujui dalam jangka 75 hari kerja.
AMDAL bukanlah suatu proses yang berdiri sendiri tetapi merupakan
bagian dari proses AMDAL yang lebih besar dan lebih penting sehingga AMDAL
dapat dikatakan berguna bagi pengelolaan lingkungan, pemantauan lingkungan,pengelolaan proyek, pengambilan keputusan, dan menjadi dokumen yang penting.
Sedangkan peranan AMDAL dalam pengelolaan kegiatan yakni sebagai: a) fase
identifikasi, b) fase studi kelayakan, c) fase desain kerekayasaan (engineering
design) atau disebut juga sebagai fase rancangan, d) fase pembangunan proyek, e)
fase proyek berjalan atau fase proyek beroperasi, dan f) fase proyek telah berhenti
beroperasi atau pascaoperasi.
Lingkupan dan fase-fase dalam proses penyusunan AMDAL tersebut
memerlukan pengembangan metodologi. Metode yang dipakai dalam penentuan
dampak besar dan penting antara lain:
1. Metode Leopold ini juga dikenal sebagai Matriks Leopold atau matriks
interaksi dari Leopold. Metode matriks ini mulai diperkenalkan oleh Leopold
dan teman-temannya pada tahun 1971. Matriks yang diperkenalkan adalah
matriks dari 100 macam aktivitas dari suatu proyek dengan 88 komponen
lingkungan. Identifikasi dampak lingkungan dari proyek ditulis dalam
interaksi antara aktivitas dan komponen lingkungan. Macam-macam aktivitas
proyek dan komponen-komponen lingkungan dalam Matriks Leopold.
Aktivitas proyek dibagi menjadi 100 aktivitas yang terdiri dari 10 kelompok:
a) modifikasi areal 13 aktivitas, b) perubahan lahan dan pembuatan bangunan
fisik, c) ekstraksi sumberdaya, d) pemrosesan, e) perubahan lahan, f)
pembaharuan sumberdaya, g) perubahan lalu lintas, h) penempatan dan
-
7/26/2019 Amdal Migas
41/212
41
pengolahan limbah, i) pengolahan bahan kimia dan j) kecelakaan. Komponen
lingkungan dibagi menjadi 88 yang terdiri dari 5 kelompok sebagai berikut: a)
fisik dan kimia yang terdiri dari bumi, air, atmosfer dan proses, b) keadaan
biologi yang terdiri dari flora dan fauna dan c) sosial budaya yang terdiri dari
tata guna lahan, rekreasi, estetika dan minta masyarakat, status budaya,
fasilitas dan aktivitas buatan manusia, ekologi dan lain-lain komponen.
2. Metode yang diperkenalkan Moore tahun 1973 dikenal pula dengan nama
Matriks dampak dari Moore. Keistimewaan dari metode Moore adalah
dampak lingkungan dilihat dari sudut dampak pada kelompok daerah yang
sudah atau sedang dimanfaatkan manusia atau dapat digambarkan pula sebagai
proyek pembangunan manusia lainnya.
3. Metode yang dikembangkan Sorenson pada tahun 1971 merupakan analysisnetworks yang pertama. Disusun untuk digunakan pada proyek pengerukan
dasar laut (dreging). Bentuk jaringan kerja ini diberi nama sebagai aliran
dampak.
Penggunaan metode-metode tersebut merupakan metode standar yang
umumnya digunakan dalam penyusunan AMDAL. Selain itu untuk lebih
mengetahui sisi AMDAL di Indonesia, berbagai pengalaman penyusunan
AMDAL di negara maju dan berkembang dapat dijadikan sebagai bahan
perbandingan ke arah yang lebih baik. AMDAL negara lain diambil untuk melihat
kegiatan usaha AMDAL di negara berkembang yaitu Filipina dan negara maju
yakni Kanada.
1. Philipina
Pedoman sistem evaluasi laporan AMDAL di Filipina ditetapkan pada
tahun 1978 olehNational Environmental Protection Council(NEPC) yang berada
di bawah departemen sumberdaya alam. Skema dapat dijelaskan secara singkat
sebagai berikut:
Langkah pertama NEPC menetapkan instansi mana yang akan menjadi
instansi yang bertanggung jawab atau lead agency dari proyek yang diusulkan.
Langkah kedua pemrakarsa proyek menyampaikan usulan proyeknya
dengan laporan Initial Environmantal Evaluation (IEE) atau PIL yang disusun
-
7/26/2019 Amdal Migas
42/212
42
menyampaikan usulan proyeknya dengan pemerintah kepada instansi yang
bertanggung jawab.
Langkah ketiga instansi yang bertanggung jawab mengevaluasi usulan dan
laporan IEE untuk menetapkan perlu studi AMDAL atau tidak. Hasil evaluasi
yang merupakan tiga kemungkinan sebagai berikut: a) apabila diputuskan perlu
studi AMDAL maka pemrakarsa proyek diberitahu untuk menyelenggarakan studi
ANDAL, b) apabila diputuskan tidak perlu mengadakan studi AMDAL maka
proses perizinan dapat dilakukan untuk dapat membangun proyek, c) apabila
instansi yang bertanggung jawab ragu-ragu atau tidak tahu maka instansi ini dapat
berkonsultasi dan menanyakan kepada NEPC.
Langkah keempat adalah langkah yang harus dilakukan pemrakarsa
proyek apabila ditetapkan harus melakukan studi ANDAL. Maka pelaksanaanstudi ANDAL merupakan tanggung jawab pemrakarsa proyek dan kemudian
menyusun laporan draft ANDAL. Masih disebut draft karena belum dievaluasi
dan belum disetujui oleh yang mengevaluasi.
Langkah kelima menyerahkan laporan draft ANDAL kepada instansi yang
bertanggung jawab. Instansi yang bertanggung jawab mengirim ke instansi-
instansi lain yang erat hubungannya dengan proyek (berdasarkan suatu pedoman
atau suatu surat keputusan) untuk mendapatkan pendapat-pendapat atau saran-
sarannya. Instansi yang bertanggung jawab tersebut juga menetapkan apakah
usulan proyek ini perlu dengar pendapat atau public hearingkarena tidak semua
proyek harus ada dengar pendapat. Apabila dianggap perlu pemrakarsa proyek
diberitahu. Apabila ditetapkan perlu dengar pendapat maka instansi yang
bertanggung jawab menyelenggarakan dengar pendapat.
Langkah keenam merupakan kesibukan dari instansi yang bertanggung
jawab untuk mengumpulkan semua pendapat-pendapat dari berbagai instansi yang
ikut mengevaluasi (secara tertulis) dan hasil dari dengar pendapat kalau diadakan,