Amanda Putri Respi

download Amanda Putri Respi

of 17

description

respi

Transcript of Amanda Putri Respi

Amanda Putri1102014017

I. MM Anatomi SSPA1.1 Makro1.2 MikroII. MM fisiologi dan MPT pada SSPA2.1 Fisiologi2.2 Mekanisme pertahanan tubuhIII. MM Rhinitis alergi3.1 Definisi3.2 Klasifikasi3.3 Etiologi3.4 Patofisiologi3.5 Manifestasi klinis3.6 Diagnosis dan DD3.7 Tatalaksana dan pencegahan3.8 Komplikasi3.9 PrognosisIV. MM Antihistamin, Kortikosteroid, Nasal Dekongestan pada rhinitis alergi4.1 Farmakokinetik4.2 Farmakodinamik4.3 Efek sampingV. MM menjaga sistem pernafasan dalam islam

1.1 Anatomi Makroskopis

HidungMerupakan organ yang pertama berfungsi dalam saluran pernapasan. Ada 2 bagian dari hidung, yaitu: Eksternal: menonjol dari wajah, disangga oleh Os. Nasi dan tilang rawan kartilago Internal: permukaan yang bermukosa berupa rongga (vestibulum nasi) yang disekat antara kanan-kiri oleh septum nasiPada vestibulum nasi terdapat cilia yang kasar berfungsi untuk menyaring udara. Bagian dalam rongga hidung yang berbentuk terowongan (cavum nasi) dimulai dari lubang hidung depan (nares anterior) sampai lubang hidung belakang (nares posterior, dibagian ini ada 3 concha nasalis , yaitu: Concha nasalis superior Concha nasalis media Concha nasalis inferior

Ada 4 buah sinus yang berhubungan dengan cavum nasi, yaitu: Sinus sphenoidalis Sinus frontalis Sinus maxillaris Sinus eithmoidalisBagian depan dan atas cavum nasi dipersarafi oleh N. Opthalmicus. Mucusa hidung dan lainnya dipersarafi oleh ganglion sphenopalatinum. Nasofaring dan concha nasalis dipersarafi oleh cabang dari ganglion pterygopalatinum. Sedangkan N. Olfaktorius untuk penciuman. FaringMerupakan struktur seperti tuba yang menghubungkan hidung dan rongga mulut ke laring. Dibagi menjadi 3 bagian, yaitu: Nasofaring Orofaring Laringofaringeal

Berfungsi untuk menyediakan saluran pada traktus repiratorius dan traktus digestivus. LaringDaerahnya dimulai dari aditus laringis (pintu laring) sampai batas bawah cartilago cricoid. Terbentuk oleh tulang dan tulang rawan. Tulangnya adalah Os. Hyoid. Tulang rawannya: Epiglotis: tulang rawan berbentuk sendok. Pada saat ekspirasi inspirasi biasa, epiglotis terbuka. Pada waktu menelan, epiglotis menutup aditus laringis agar makanan tidak masuk ke laring. Cartilago tyroid (adams apple): jaringan ikatnya adalah membrana thyrohyoid. Cartilago arytenoid: ada 2. Digunakan dalam gerakan pita suara dengan cartilago thyroid. Cartilago cricoid: adalah batas bawah laringDalam cavum laringis terdapat pita suara asli (plica vocalis) dan pita suara palsu (plica vestibularis).

1.2 Anatomi MikroskopisSistem pernapasan merupakan sistem yang berfungsi untuk mengabsorbsi O2 dan mengeluarkan CO2 dalam tubuh yang bertujuan untuk mempertahankan homeostasis. Fungsi ini disebut sebagai respirasi. Sistem pernapasan dimulai dari rongga hidung/mulut hingga ke alveolus, di mana pada alveolus terjadi pertukaran oksigen dan karbondioksida dengan pembuluh darah.Sistem pernapasan biasanya dibagi menjadi 2 daerah utama: Bagian konduksi: meliputi rongga hidung, nasofaring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus dan bronkiolus terminalis Bagian respirasi: meliputi bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris dan alveolus.Sebagian besar bagian konduksi dilapisi epitel respirasi, yaitu epitel bertingkat silindris bersilia dengan sel goblet. Dengan menggunakan mikroskop elektron dapat dilihat ada 5 macam sel epitel respirasi yaitu sel silindris bersilia, sel goblet mukosa, sel sikat (brush cells), sel basal, dan sel granul kecil.

Ket: epitel respirasi

Rongga hidungRongga hidung terdiri atas vestibulum dan fosa nasalis. Pada vestibulum di sekitar nares terdapat kelenjar sebasea dan vibrisa (bulu hidung). Epitel di dalam vestibulum merupakan epitel respirasi sebelum memasuki fosa nasalis. Pada fosa nasalis (cavum nasi) yang dibagi dua oleh septum nasi pada garis medial, terdapat konka (superior, media, inferior) pada masing-masing dinding lateralnya. Konka media dan inferior ditutupi oleh epitel respirasi, sedangkan konka superior ditutupi oleh epitel olfaktorius yang khusus untuk fungsi menghidu/membaui. Epitel olfaktorius tersebut terdiri atas sel penyokong/sel sustentakuler, sel olfaktorius (neuron bipolar dengan dendrit yang melebar di permukaan epitel olfaktorius dan bersilia, berfungsi sebagai reseptor dan memiliki akson yang bersinaps dengan neuron olfaktorius otak), sel basal (berbentuk piramid) dan kelenjar Bowman pada lamina propria. Kelenjar Bowman menghasilkan sekret yang membersihkan silia sel olfaktorius sehingga memudahkan akses neuron untuk membaui zat-zat. Adanya vibrisa, konka dan vaskularisasi yang khas pada rongga hidung membuat setiap udara yang masuk mengalami pembersihan, pelembapan dan penghangatan sebelum masuk lebih jauh.

Ket: epitel olfaktori

Sinus paranasalisTerdiri atas sinus frontalis, sinus maksilaris, sinus ethmoidales dan sinus sphenoid, semuanya berhubungan langsung dengan rongga hidung. Sinus-sinus tersebut dilapisi oleh epitel respirasi yang lebih tipis dan mengandung sel goblet yang lebih sedikit serta lamina propria yang mengandung sedikit kelenjar kecil penghasil mukus yang menyatu dengan periosteum. Aktivitas silia mendorong mukus ke rongga hidung. FaringNasofaring dilapisi oleh epitel respirasi pada bagian yang berkontak dengan palatum mole, sedangkan orofaring dilapisi epitel tipe skuamosa/gepeng. LaringLaring merupakan bagian yang menghubungkan faring dengan trakea. Pada lamina propria laring terdapat tulang rawan hialin dan elastin yang berfungsi sebagai katup yang mencegah masuknya makanan dan sebagai alat penghasil suara pada fungsi fonasi. Epiglotis merupakan juluran dari tepian laring, meluas ke faring dan memiliki permukaan lingual dan laringeal. Bagian lingual dan apikal epiglotis ditutupi oleh epitel gepeng berlapis, sedangkan permukaan laringeal ditutupi oleh epitel respirasi bertingkat bersilindris bersilia. Di bawah epitel terdapat kelenjar campuran mukosa dan serosa.Di bawah epiglotis, mukosanya membentuk dua lipatan yang meluas ke dalam lumen laring: pasangan lipatan atas membentuk pita suara palsu (plika vestibularis) yang terdiri dari epitel respirasi dan kelenjar serosa, serta di lipatan bawah membentuk pita suara sejati yang terdiri dari epitel berlapis gepeng, ligamentum vokalis (serat elastin) dan muskulus vokalis (otot rangka). Otot muskulus vokalis akan membantu terbentuknya suara dengan frekuensi yang berbeda-beda.

Ket: epitel laringLI 2 : Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Pernafasan dan Mekanisme Pertahanan TubuhRespirasi eksternal adalahpertukaran gas antara darah dan atmosfer sedangkan respirasi internaladalah pertukaran gas antara darah sirkulasi dengan sel jaringan. Empat proses pertukaran gas :

a. Ventilasi b. DistribusiUdara yang telah memasuki saluran pernapasan didistribusikan ke paru-paru. Kemudian masuk ke dalam alveoli. Udara pertama yang terhirup, masuk ke puncak paru kemudian disusul oleh udara di belakangnya, masuk ke basis paru. Nilai ventilasi di puncak paru lebih besar dibandingkan nilai ventilasi di basis paru.c. PerfusiPerfusi paru adalah distribusi darah di dalam pembuluh kapiler paru. Tekanan aliran darah di dalam paru lebih rendah di bandingkan tekanan darah sistemik. Sirkulasi darah dalam paru mendapat tahanan, terutama tahanan pada jala-kapiler paru (capillary bed). Karena rendahnya tekanan aliran darah di kapiler paru, aliran darah di paru sangat terpengaruh oleh gravitasi bumi sehingga perfusi di bagian basal paru lebih besar dibandingkan dengan perfusi di bagian apex.d. Difusi gasPerpindahan molekul O2 dari rongga alveoli melewati membrana kapiler alveolar, melintasi pembuluh darah, menembus dinding eritrosit dan akhirnya masuk ke dalam sel eritrosit sampai berikatan dengan hemoglobin. Peristiwa yang lain di dalam paru yaitu perpindahan CO2 dari darah ke alveolar.Mekanisme pertahanan tubuhPada keadaan normal, mekanisme pertahanan tubuh baik humoral maupun selular tergantung pada aktivasi sel B dan sel T. Aktivasi berlebihan oleh antigen atau gangguan mekanisme ini, akan menimbulkan suatu keadaan imunopatologik yang disebut reaksi hipersensitivitas. Menurut Gell dan Coombs, reaksi hipersensitivitas dapat dibagi menjadi 4 tipe, yaitu tipe I hipersensitif anafilaktik, tipe II hipersensitif sitotoksik yang bergantung antibodi, tipe III hipersensitif yang diperani kompleks imun, dan tipe IV hipersensitif cell-mediated (hipersensitif tipe lambat). Selain itu masih ada satu tipe lagi yang disebut sentivitas tipe V atau stimulatory hipersensitivity.Pembagian reaksi hipersensitivitas oleh Gell dan Coombs adalah usaha untuk mempermudah evaluasi imunopatologi suatu penyakit. Dalam keadaan sebenarnya seringkali keempat mekanisme ini saling mempengaruhi. Aktivasi suatu mekanisme akan mengaktifkan mekanisme yang lainnyaLI 3 : Memahami dan Menjelaskan Rhinitis3.1 Menjelaskan Definisi RhinitisRhinitis adalah inflamasi ( peradangan ) pada membran mukosa di hidung

3.2 Menjelaskan Klasifikasi RhintisKlasifikasiMacamnyaGejala/contoh

TradisionalVasomotorikNeurogenik, neuropeptida

MedicamentosaPemakaian obat vasokonstriktor berulang dan dalam waktu lama

StrukturalHipertrofi chonca

WHO Iniative ARIA (2000)Intermitten< 4 minggu

Persisten> 4 minggu

RinganTidak mengganggu tidur dan aktivitas harian

Sedang atau BeratMengganggu tidur dan aktivitas harian

Memahami dan Menjelaskan Rhinitis Alergi Menjelaskan Definisi Rhinitis AlergiPenyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut.Menjelaskan Klasifikasi dan Etiologi Rhinitis Alergia. Rhinitis Seasonal (hay fever) : alergi yang terjadi karena menghirup alergen yang terdapat secara musiman, seperti serbuk sari bungab. Rhinitis Perrenial : alergi yang terjadi tanpa tergantung musim, hampir sepanjang hari dalam setahun, misalnya alergi, debu, bulu binatang, jamur, dan lain-lain. Dan umumnya menyebabkan gejala kronis yang lebih ringan. Alergennya umumnya diperoleh dari dalam rumahc. Rhinitis Occupational : alergi sebagai akibat paparan alergen tempat kerja, misalnya paparan terhadap agen dengan bobot molekul tinggi, agen berbobot molekul rendah atau zat-zat iritan, melalui mekanisme imunologi yang tidak begitu diketahuiMenjelaskan Patofisiologi RhinitisDiawali dengan fase sensitasi dan diikuti dengan tahap provokasi/reaksi alergi. 2 fase alergi yaitu, Immediate phase allergic reaction (reaksi alergi fase cepat / RAFC) sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam setelahnya dan Late phase allergic reaction (RAFL) yang berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam setelah pemaparan dan dapat berlangsung sampai 24-48 jam.Pada tahap sensitasi, makrofag atau monosit yang berperan sebagai penyaji (Antigen Presenting Cell/APC) akan menangkap alergen dan menjadikannya fragmen pendek. Fragmen pendek akan bergabung dengan molekul HLA kelas II membentuk komplek peptida MHC kelasi II ( Major Histocompatibility Complex) yang kemudian dipresentasikan pada sel T-helper (Th0). Th0 berproliferasi menjadi Th 2. IL 4 dan IL 13 mengaktifkan limfosit B yang kemudian memproduksi IgE. IgE di permukaan sel akan mengaktifkan mastosit dan atau basofil. Kedua rantai IgE akan mengikat alergen spesifik dan terjadinya degranulasit mastosit dan basofil dengan akibat terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk terutama histamin. Selain histamin, dilepaskan Newly Formed Mediators antara lain Prostaglandin D2, Leukotrien D4, Bradikinin, PAF, dll. Inilaih yang disebut sebagai Fase alergi reaksi cepat (FARC). Rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin disebabkan oleh rangsangan histamin terhadap ujung saraf vidianus dan hipersekresi kelenjar mukosa dan sel goblet dan permeabilitas kapiler meningkat. Gejala lain adalah hidung tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid. Menjelaskan Manifestasi Klinisa. Serangan bersin berulang terutama pada pagi hari atau bila terdapat kontak dengan sejumlah besar debu. b. Ingus (rinore) yang encerc. Hidung tersumbatd. Hidung dan mata gatale. Banyak air mata yang keluar (lakrimasi)f. Lipatan hidung melintang (garis hitam melintang pada tengah punggung hidung akibat sering menggosok hidung ke atas menirukan pemberian hormat (allergic salute))g. Lubang hidung bengkak h. Edema kelopak matai. Kongesti konjungtivaj. Lingkar hitam di bawah mata (allergic shiner)k. Otitis media serosa sebagai hasil hambatan tuba eustachii

Gejala lain yang tidak khas dapat berupa, batuk, sakit kepala, masalah penciuman, mengi, penekanan pada sinus dan nyeri wajah, post nasal drip. Beberapa orang juga mengalami lemah dan lesu, mudah marah, kehilangan nafsu makan dan sulit tidurDiagnosis dan diagnosis bandingAnamnesisRhinitis alergi dapat ditegakan apabila 2 atau lebih gejala seperti bersin-bersin lebih 5 kali setiap serangan, hidung dan mata gatal, ingus encer lebih dari satu jam, hidung tersumbat dan mata merah serta berair maka dinyatakan positif.

Pemeriksaan FisikPada muka di dapatkan garis Dennie-Morgan dan allergic shiner serta allergic crease yaitu berupa garis melintang pada dorsum nasi bagian sepertiga bawah. Dengan rinoskopi ditemukan permukaan hidung basah, berwarna pucat atau livid dengan chonca edema dengan sekret yang encer dan banyak. Polip hidung dapat memperberat gejala hidung tersumbat. Dapat pula ditemukan konjungtivitis bilateral atau penyakit yang berhubungan lainnya seperti sinusitis dan otitis media

Diagnosis Banding

Rhinitis Vasomotor : suatu keadaan idiopatik yang didiagnosis tanpa adanya infeksi, alergi, eosinofilia, perubahan hormonal dan pajanan obat.Rhinitis Medikamentosa : suatu kelainan hidung berupa gangguan respon normal vasomotor yang diakibatkan oleh pemakaian vasokonstriktor topikal dalam waktu lama dan berlebihan sehingga menyebabkan sumbatan hidung yang menetap.Rhinitis Simpleks : penyakit yang diakibatkan oleh virus. Biasanya adalah rhinovirus. Sangat menular dan gejala dapat timbul sebagai akibat tidak adanya kekebalan atau menurunnya daya tahan tubuh.Rhinitis Hipertrofi :Hipertrofi chonca karena proses inflamasi kronis yang disebabkan oleh bakteri primer atau sekunder.Rhinitis Atrofi : Infeksi hidung kronik yang ditandai adanya atrofi progresif pada mukosa dan tulang chonca.Pemeriksaan Penunjang In-vitro:SDT eosinofil normal atau meningkat. IgE sering kali menunjukan nilai normal, kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari satu macam penyakit. Lebih bermakna dengan RAST (Radio Immuno Sorbent Test) atau ELISA (Enzym Linked Immuno Sorbent Assay Test) In-vivo:Tes cukit kulit atau SET (Skin End-point Titration). SET dilakukan untuk alergen inhalan dengan menyuntikan alergen dalam berbagai konsentrasi yang bertingkat kepekatannya. Derajatalergi serta dosis inisial untuk desensitisasi dapat diketahui. Untuk alergi makanan, diagnosis pastinya ditegakkan dengan diet eliminasi dan provokasi. Alergen ingestan secara tuntas lenyap dalam waktu 5 hari.TatalaksanaMedikamentosaAntihistamin antagonis H-1 sebagai inti pertama pengobatan rhinitis alergi dalam kombinasi atau tanpa kombinasi dengan dekongestan secara peroral. Dibagi menjadi 2 golongan, generasi-1 (klasik) dan generasi-2 (non-sedatif). Generasi H-1 bersifat hipofilik sehingga dapat menembus sawar darah otak dan plasenta serta mempunyai efek kolinergik. Dekongestan dipakai hanya untuk menghindari terjadinya rhinitis medikamentosa. Preparat kortikosteroid intranasal dipilih bila gejala trauma sumbatan hidung tidak kunjung membaik setelah diberi antihistamin. Antikolinergik topikal adalah ipratropium bromida, bermanfaat untuk mengatasi rinore karena aktifitas inhibisi reserptor kolinergik permukaan sel efektor.Dekongestan, obat ini golongan simpatomimetik yang beraksi pada reseptor alfa-adregenik pada mukosa hidung untuk menyebabkan vasokonstriksi, menciutkan mukosa yang membengkak dan memperbaiki pernafasan, contohnya pseudofedrin, efedrin sulfat dan fenilpropanolamin. Penggunaan agen topikal yang lama dapat menyebabkan rhinitis medikamentosa, dimana hidung kembali tersumbat akibat vasodilatasi perifer. Dekongestan oral secara umum tidak dianjurkan karena efek klinisnya masih meragukan dan memiliki banyak efek samping. Dari keempat obat dekongestan yang banyak dipakai, fenilopropanolamin dan efedrin memiliki indeks terapi yang sempit. Keduanya dapat menyebabkan hipertensi pada dosis mendekati terapetiknya.Kortikosteroid Nasal, merupakan obat yang paling efektif untuk mengatasi rhinitis alergi hingga saat ini. Efek utama steroid topikal pada mukosa hidung antara lain mengurangi inflamasi dengan memblok pelepasan mediator, menekan kemotaksis neutrofil, mengurangi edema intrasel, dan menghambat reaksi fase lambat yang diperantarai sel mast. Sedangkan efek sampingnya meliputi bersin, perih pada mukosa hidung, sakit kepala dan infeksi Candidia albicans.Sodium Kromolin, bekerja dengan mencegah degranulasi sel mast dan pelepasan mediator, termasuk histamin. Efek sampingnya paling sering adalah iritasi lokal.Ipratropium Bromida, bermanfaat pada rhintis alergi perennial atau rhinitis alergi yang persisten, obat ini memiliki sifat antisekretori jika digunakan secara lokal dan bermanfaat untuk mengurangi hidung berair. Efek sampingnya tingan, meliputi sakit kepala, epistaksis, dan hidung terasa kering.OperatifTindakan konkotomi (pemotongan konka inferior) bila konka hipertrofi berat dan tidak dapat dikecilkan dengan cara kauterisasi memakai AgNO325% atau troklor asetat.

ImunoterapiDesensitasi, hiposensitasi dan netralisasi. Desensitasi dan hiposensitasi membentuk blocking antibody. Keduanya untuk alergi inhalan yang gejalanya berat, berlangsung lama dan pengobatan lain belum memuaskan.

KomplikasiPolip Hidung : Inspisited mucous gland, akumulasi sel-sel inflamasi yang banyak, hiperplasia epitel, hiperplasia sel goblet, dan metaplasia skuamosa.Otitis media : terutama pada anak-anakSinusitis paranasal : Inflamasi mukosa satu atau lebih sinus paranasal akibat edema ostia sinus oleh proses alergis dalam mukosa yang menyebabkan sumbatan ostia sehingga terjadi penurunan oksigenasi dan tekanan udara rongga sinus. Hal tersebut menyuburkan pertumbuhan bakteri aerob yang akan menyebabkan rusaknya fungsi barier epitel.PrognosisPrognosis baik jika penderita tidak terpajan dengan alergen dan belum terjadi komplikasi serta tidak memiliki predisposisi seperti asma dan riwayat keluarga.

MM Farmakodinamik dan farmakokinetik antihistamin, kortikosteroid, nasal dekongestan pada rhinitis alergia. Antihistamin (AH-1)Farmakodinamik

AH1 menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus, dan bermacam-macam otot polos; selain itu AH1 bermanfaat untuk mengobati reaksi hipersensitivitas/keadaan yang disertai penglepasan histamin endogen berlebihan Peninggian permeabilitas kapiler dan edema akibat hisatmin, dapat di hambat dengan efektif oleh AH1. AH1 dapat menhambat sekresi saliva dan sekresi kelenjar eksokrin lain akibat histaminFarmakokinetik Setelah pemberian oral atau parental, AH1 diabsorpsi secara baik. Efeknya maksimal timbul 15-30 menit setelah pemberian oral dan maksimal setelah 1-2jam. Kadar tertinggi terdapat pada paru-paru sedangkan pada limpa, ginjal, otak, otot, dan kulit kadarnya lebih rendah. Tempat utama Biotransformasi AH1 adalah hati, tetapi dapat juga pada paru-paru dan ginjal. AH1 diekresi melalui urin setelah 24 jam, terutama dalam bentuk metabolitnya. Indikasi AH1 berguna untuk pengobatan simtomatik berbagai penyakit alergi dan mencegah atau mengobati mabuk perjalanan. Penyakit alergi. AH1 berguna untuk mengobati alergi tipe eksudatif akut misalnya pada polinosis dan urtikaria. Efeknya bersifat paliatif, membatasi dan menghambat efek histamin yang dilepaskan sewaktu reaksi alergen-antibodi terjadi. AH1 dapat juga menghilangkan bersin,rinore, dan gatal pada mata,hidung dan tenggorokan pada pasien seasonal hay fever. Mabuk perjalan dan keadaan lain. AH1 efektif untuk dua pertiga kasus vertigo,mual dan muntah. AH1 efektif sebagai antimuntah, pascabedah, mual dan muntah waktu hamil dan setelah radiasi. AH1 juga dapat digunakan untuk mengobati penyakit Meniere dan gangguan Vestibular lain. Efek samping Efek yang paling sering ialah sedasi, yang justru menguntungkan pasien yang di rawat di RS atau pasien yang perlu banyak tidur. Efek samping yang berhubungan dengan efek sentral AH1 ialah vertigo, tinitus, lelah, penat, inkoordinasi, penglihatan kabur, diplopia, euforia, gelisah, insomia, dan tremor. Efek samping yang paling sering juga di temukan ialah nafsu makan berkurang, mual, muntah, keluhan pada epigastrium, konstipasi, atau diare; efek ini akan berkurang bila AH1 diberikan sewaktu makan. Efek samping lain yang mungkin timbul oleh AH1 ialah mulut kering, disuria, palpitasi, hipotensi, sakit kepala, rasa berat dan lemah pada tangan

b. Nasal dekongestan agonis banyak digunakan sebagai dekongestan nasal pada pasien rinitis alergika atau rinitis vasomotor dan pada pasien ispa dengan rinitis akut. Obat ini menyebabkan venokontriksi dalam mukosa hidung melalui reseptor 1 sehingga mengurangi volume mukosa dan dengan demikian mengurangi penyumbatan hidung. Pengobatan dengan dekongestan nasal dapat menyebabkan hilangnya efektivitas rebound hiperimia dan memburuknya gejala pda pemberian kronik atau bila obat dhentikan. Dalam praktek, dekongestan dapat digunakan secara sistemik (oral), yakni efedrin, fenil propanolamin dan pseudo-efedrin atau secara topikal dalam betuk tetes hidung maupun semprot hidung yakni fenileprin, efedrin dan semua derivat imidazolin. Dekongestan topikal terutama berguna untuk rinitis akut karena tempat kerjanya yang lebih selektif. Penggunaan dekongestan jenis ini hanya sedikit atau sama sekali tidak diabsorbsi secara sistemik. Penggunaan secara topikal lebih cepat dalam mengatasi penyumbatan hidung dibandingkan dengan penggunaan sistemik. Indikasinya per oral atau secara topikal. Eferdin oral sering menimbulkan efek sntral. Pseudoeferdrin Selain itu efek samping yang dapat ditimbulkan topical dekongestan antara lain rasa terbakar, bersin, dan kering pada mukosa hidung. Untuk itu penggunaan obat ini memerlukan konseling bagi pasien.Fenilpropanolamin obat ini harus digunakan secara hati2 pada pasien hipertensi dan pria dengan hipertrofi prostat .Pemberian dekongestan oral tidak dianjurkan untuk jangka panjang, terutama karena memepunyai efek samping stimulan SSP sehingga menyebabkan peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Obat ini tidak boleh diberikan kepada penderita hipertensi, penyakit jantung, koroner, hipertiroid, dan hipertropi prostat. Dekongestan oral pada umumnya terdapat dalam bentuk kombinasi dengan antihistamin atau dengan obat lain seperti antipiretik dan antitusif yang dijual sebagai obat bebas.c. KortikosteroidKortikosteroid adalah obat antiinflamasi yang kuat dan berperan penting dalam pengobatan RA. Penggunaan secara sistemik dapat dengan cepat mengatasi inflamasi yang akut sehingga dianjurkan hanya untuk penggunaan jangka pendek yakni pada gejala buntu hidung yang berat.Gejala buntu hidung merupakan gejala utama yang paling sering mengganggu penderita RA yang berat. Pada kondisi akut kortikosteroid oral diberikan dalam jangka pendek 7-14 hari dengan tapering off, tergantung dari respon pengobatan.Kortikosteroid meskipun mempunyai khasiat antiinflamasi yang tinggi, namun juga mempunyai efek sistemik yang tidak menguntungkan. Pemakaian intranasal akan memaksimalkan efek topikal pada mukosa hidung dan mengurangi efek sistematik. Berbagai produk kortikosteroid intranasal dipasarkan dengan menggunakan berbagai karakteristik.Untuk meningkatkan keamanan kortikosteroid intranasal digunakan obat yang mempunyai efek topikal yang kuat dan efek sistemik yang rendah. Kepraktisan dalam pemakaian serta rasa bau obat akan mempengaruhi kepatuhan penderita dalam menggunakan obat jangka panjang. Dosis sekali sehari lebih disukai daripada dua kali sehari karena lebih praktis sehingga meningkatkan kepatuhan.Beberapa kortikosteroid intranasal yang banyak digunakan adalah beklometason, flutikason, mometason, dan triamisolon. Keempat obat tersebut mempunyai efektifitas dan keamanan yang tidak berbeda. Obat yang biasa digunakan lainnya antara lain sodium kromolin, dan ipatropium bromida.Mekanisme kerjaBekerja mempengaruhi kecepatan sintesis protein, molekul hormon memasuki sel melewati membran plasma secara difusi pasif, mensintesis protein yg sifatnya menghambat atau toksik terhadap sel limfoid.mempengaruhi metabolisme karbohidrat,protein,dan lemak,dan sebagai antiinflamasi kuat. Pemberian glucocorticoid (eg, prednisone, dexamethasone) mengurangi ukuran dan isi lymphoid dari limfonodi dan limpa, tdk memiliki efek toksik pada mieloid yg sdg berproliferasi atau stem sel erythroid dalam sumsum tulang. Glucocorticoid menghambat produksi mediator inflamasi, termasuk PAF, leukotrien, prostaglandin, histamin, dan bradikinin Toksisitas berat dpt tjd pd penggunaan glukokortikoid dosis tinggi, jangka panjang

d. Antagonis LeukotrienLeukotrien adalah asam lemak tak jenuh yang mengandung karbon yang dilepaskan selama proses inflamasi. Leukotrien, prostaglandin dan tromboksan merupakan bagian dari grup asam lemak yang disebut eikosanoid. Senyawa ini diturunkan melalui aktivasi berbagi tipe sel oleh lipooksigenasi asam arakhidonat yang dibebaskan oleh fosfolipase A2 di membran perinuklear yang memisahkan nukleus dari sitoplasma. Asam arakhidonat sendiri merupakan substrat dari siklooksigenase yang aktivitasnya menghasilkan prostglandin dan tromboksan. Dengan kata lain, leukotrien juga merupakan mediator yang penting dalam terjadinya buntu hidung pada rinitis alergi.Dewasa ini telah berkembang obat antileukotrien yang dinilai cukup besar manfaatnya bagi pengobatan RA. Ada dua macam antileukotrien yakni inhibitor sintesis leukotrien dan antagonis reseptor leukotrien. Yang terbaru dapat satu inhibitor sintesis leukotrien dan tiga antagonis reseptor leukotrien, yakni CysLT1 dan CYsLT2. Yang pertama merupakan reseptor yang sensitif terhadap antagonis leukotrien yang dipakai pada pengobatan RA.Pada dasarnya antileukotrien bertujuan untuk menghambat kerja leukotrien sebagai mediator inflamasi yakni dengan cara memblokade reseptor leukotrien atau menghambat sintesis leukotrien. Dengan demikian diharapkan gejala akibat proses inflamasi pada RA maupun asma dapat ditekan. Tiga obat antileukotrien yang pernah dilaporkan penggunaannya yakni dua nataginis reseptor (zafirlukast dan montelukast), serta satu inhibitor lipooksigenase (zileuton). Laporan hasil penggunaan obat tersebut pada RA belum secara luas dipublikasikan sehingga efektifitasnya belum banyak diketahui.Penanganan Rhinitis alergi yang terakhir adalah dengan imunoterapi. Terapi ini disebut juga sebagai terapi desensitisasi. Imunoterapi merupakan proses yang panjang dan bertahap dengan cara menginjeksikan antigen dengan dosis yang ditingkatkan. Imunoterapi memiliki biaya yang mahal serta risiko yang besar, serta memerlukan komitmen yang besar dari pasien.

Memahami pernafasan menurut Agama islamDalam buku Al-Ijaaz Al-Ilmiy fii Al-Islam wa Al-Sunnah Al-Nabawiyah dijelaskan, ilmu kontemporer menetapkan setelah melalui eksperimen panjang, ternyata orang yang selalu berwudhu mayoritas hidung mereka lebih bersih, tidak terdapat berbagai mikroba.istinsyq (memasukkan dan mengeluarkan air ke/dari hidung)

Dalam beberapa hadits dijelaskan bahwa Rasulullah senantiasa melakukanistinsyq sebanyak tiga kali setiap berwudhu, dan beliau juga menekankanuntuk melakukan istinsyq pada setiap wudhu."Hendaknya menghirup air ke hidung kemudian mengeluarkannya kembali." (HR.al-Bukhari dan Muslim). Bahwa istinsyq adalah cara yang terbaik untuk membersihkan bagian dalamhidung. Karena setelah beberapa jam dari waktu kita membersihkan hidung,kotoran dan kuman akan kembali lagi mengisi rongga hidung kita sehingga kitaharus terus menerus mengulangi permbersihan hidung. Dan ternyata waktu yangtepat untuk membersihkan hidung kita kembali tersebut sangat cocok dengan pengaturan waktu pelaksanaan shalat lima waktu.