MANDIRI RESPI 3

34
LI. 1.Mampu Memahami dan menjelasakan Asma Pada Anak LO 1.1. Definisi Menurut National Heart, Lung and Blood Institute (NHLBI, 2007), pada individu yang rentan, gejala asma berhubungan dengan inflamasi yang akan menyebabkan obstruksi dan hiperesponsivitas dari saluran pernapasan yang bervariasi derajatnya. Definisi asma yang lengkap menggambarkan konsep inflamasi sebagai dasar mekanisme terjadinya asma dikeluarkan oleh GINA (Global Initiative for Asthma). Asma didenfinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik saluran respiratorik dengan banyak sel yang berperan, khususnya sel mast, eosinofil, dan limfosit T. Pada orang yang rentan inflmasi ini menyebabkan episod wheezing berulang, sesak napas, rasa dada tertekan, dan batuk, khususnya pada malam dan dini hari. Gejala ini biasanya berhubungan dengan penyempitan saluran respiratorik yang luas namun bervariasi, yang paling tidak bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan. Inflamasi ini juga berhubungan dengan hiperreaktivitas saluran respiratorik terhadap berbagai rangsangan. (UKK Pulmonologi, 2004) LO.1.2. Etiologi Pemicu mengakibatkan terganggunya saluran pernafasan dan mengakibatkan penyempitan dari saluran pernafasan (bronkokonstriksi). Pemicu tidak menyebabkan peradangan. Banyak kalangan kedokteran yang menganggap pemicu dan bronkokonstriksi adalah gangguan pernafasan akut, yang belum berarti asma. 1.Alergen Faktor alergi dianggap mempunyai peranan penting pada sebagian besar anak dengan asma (William dkk 1958, Ford 1969). Disamping itu hiperreaktivitas saluran napas juga merupakan factor yang penting. Sensitisasi tergantung pada lama dan intensitas hubungan dengan bahan alergenik sehingga dengan berhubungan dengan umur. Pada bayi dan anak kecil sering berhubungan dengan isi dari debu rumah. Dengan bertambahnya umur makin banyak jenis alergen pencetusnya. Asma karena makanan biasanya terjadi pada bayi dan anak kecil.

description

PBL RESPI SK 3

Transcript of MANDIRI RESPI 3

Page 1: MANDIRI RESPI 3

LI. 1.Mampu Memahami dan menjelasakan Asma Pada Anak

LO 1.1. Definisi

Menurut National Heart, Lung and Blood Institute (NHLBI, 2007), pada individu yang rentan, gejala asma berhubungan dengan inflamasi yang akan menyebabkan obstruksi dan hiperesponsivitas dari saluran pernapasan yang bervariasi derajatnya.

Definisi asma yang lengkap menggambarkan konsep inflamasi sebagai dasar mekanisme terjadinya asma dikeluarkan oleh GINA (Global Initiative for Asthma). Asma didenfinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik saluran respiratorik dengan banyak sel yang berperan, khususnya sel mast, eosinofil, dan limfosit T. Pada orang yang rentan inflmasi ini menyebabkan episod wheezing berulang, sesak napas, rasa dada tertekan, dan batuk, khususnya pada malam dan dini hari. Gejala ini biasanya berhubungan dengan penyempitan saluran respiratorik yang luas namun bervariasi, yang paling tidak bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan. Inflamasi ini juga berhubungan dengan hiperreaktivitas saluran respiratorik terhadap berbagai rangsangan. (UKK Pulmonologi, 2004)

LO.1.2. Etiologi

Pemicu mengakibatkan terganggunya saluran pernafasan dan mengakibatkan penyempitan dari saluran pernafasan (bronkokonstriksi). Pemicu tidak menyebabkan peradangan. Banyak kalangan kedokteran yang menganggap pemicu dan bronkokonstriksi adalah gangguan pernafasan akut, yang belum berarti asma.

1. AlergenFaktor alergi dianggap mempunyai peranan penting pada sebagian besar anak dengan asma

(William dkk 1958, Ford 1969). Disamping itu hiperreaktivitas saluran napas juga merupakan factor yang penting. Sensitisasi tergantung pada lama dan intensitas hubungan dengan bahan alergenik sehingga dengan berhubungan dengan umur. Pada bayi dan anak kecil sering berhubungan dengan isi dari debu rumah. Dengan bertambahnya umur makin banyak jenis alergen pencetusnya. Asma karena makanan biasanya terjadi pada bayi dan anak kecil.2. Infeksi

Biasanya infeksi virus, terutama pada bayi dan anak kecil. Virus penyebab biasanya respiratory syncytial virus (RSV) dan virus parainfluenza. Kadang-kadang juga dapat disebabkan oleh bakteri, jamur dan parasit.3. Cuaca

Perubahan tekanan udara (Sultz dkk 1972), suhu udara, angin dan kelembaban (Lopez dan Salvagio 1980) dihubungkan dengan percepatan dan terjadinya serangan asma.4. Iritan

Hairspray, minyak wangi, asap rokok, cerutu dan pipa, bau tajam dari cat, SO2, dan polutan udara yang berbahaya lainnya, juga udara dingin dan air dingin.Iritasi hidung dan batuk dapat menimbulkan refleks bronkokonstriksi (Mc. Fadden 1980). Udara kering mungkin juga merupakan pencetus hiperventilasi dan kegiatan jasmani (strauss dkk 1978, Zebailos dkk 1978).5. Kegiatan jasmani

Kegiatan jasmani yang berat dapat menimbulkan serangan pada anak dengan asma (Goldfrey 1978, Eggleston 1980). Tertawa dan menangis dapat merupakan pencetus. Pada anak dengan faal paru di bawah normal sangat rentan terhadap kegiatan jasmani.6. Infeksi saluran napas bagian atas

Page 2: MANDIRI RESPI 3

Disamping infeksi virus saluran napas bagian atas, sinusitis akut dan kronik dapat mempermudah terjadinya asma pada anak (Rachelesfsky dkk 1978). Rinitis alergi dapat memperberat asma melalui mekanisme iritasi atau refleks.7. Refluks gastroesofagitisIritasi trakeobronkial karena isi lambung dapat memberatkan asma pada anak dan orang dewasa.8. Psikis

Tidak adanya perhatian dan tidak mau mengakui persoalan yang berhubungan dengan asma oleh anak sendiri atau keluarganya akan memperlambat atau menggagalkan usaha-usaha pencegahan. Dan sebaliknya jika terlalu takut terhadap serangan asma atau hari depan anak juga tidak baik, karena dapat memperberat serangan asma. Membatasi aktivitas anak, anak sering tidak masuk sekolah, sering bangun malam, terganggunya irama kehidupan keluarga karena anak sering mendapat serangan asma, pengeluaran uang untuk biaya pengobatan dan rasa khawatir, dapat mempengaruhi anak asma dan keluarganya.

Serangan asma sering timbul karena kerja sama berbagai pencetus. Dengan anak pencetus alergen sering disertai pencetus non alergen yang dapat mempercepat dan memperburuk serangan asma. Pada 38% kasus William dkk (1958) Faktor pencetusnya adalah alergen dan infeksi. Diduga infeksi virus memperkuat reaksi terhadap pencetus alergenik maupun nonalergenik

LO.2.3. Klasifikasi

Klasifkasi asma sangat diperlukan karena berhubungan dengan tatalaksana lanjutan (jangka panjang). GINA membagi asma menjadi 4 klasifikasi yaitu asma intermiten, asma persisten ringan, asma persisten sedang, dan asma persisten berat.2 Berbeda dengan GINA, PNAA membagi asma menjadi 3 yaitu asma episodik ringan, asma episodik sedang, dan asma persisten. Dasar pembagian ini karena pada asma anak kejadian episodik lebih sering dibanding persisten (kronisitas). Dasar pembagian atau klasifikasi asma pada anak adalah frekuensi serangan, lamanya serangan, aktivitas diluar serangan dan beberapa pemeriksaan penunjang.

Page 3: MANDIRI RESPI 3

LO.1.3. Memahami dan menjelasakan Epidemiologi Asma Pada Anak

Kira-kira 2-20% populasi anak dilaporkan pernah menderita asma. Belum ada penyelidikan menyeluruh mengenai angka kejadian asma pada anak Indonesia,namun diperkirakan berkisar antara 5-10%. Asma dapat timbul pada segala umur;30% penderita bergejala pada umur 1 tahun,sedang 80-90% anak asma mempunyai gejala pertama sebelum umur 4-5 tahun.

LO.1.4. Patogenesis

Keadaan yang dapat menimbulkan serangan asma menstimulasi terjadinya bronkospasme melalui salah satu dari 3 mekanisme, yaitu :

1. Degradasi sel mast dengan melibatkan immunoglobulin E (IgE).2. Degranulasi sel mast tanpa melibatkan IgE.

Degranulasi sel mast menyebabkan terlepasnya histamine, yaitu suatu slow reacting substance of anaphylaxis, dan kinin yang menyebabkan bronkokonstriksi.

3. Stimulasi langsung otot bronkus tanpa melibatkan sel mast.

Episode bronkospastik berkaitan dengan fluktuasi konsentrasi c-GMP (cyclis guanosine monophospate) atau konsentrasi c-AMP (cyclic adenosine monophospate), atau konsentrasi keduanya di dalam otot polos bronkus dan sel mast. Peningkatan konsentrasi c-GMP dan penurunan konsentrasi c-AMP intraselular berkaitan dengan terjadinya bronkospasme, sedangkan keadaan yang sebaliknya, yaitu penurunan konsentrasi c-GMP dan peningkatan konsentrasi c-AMP menyebabkan bronkodilatasi. Produksi IgE, spesifik memerlukan sensitasi terlebih dahulu. Penurunan aliran udara ekspirasi tidak hanya diakibatkan oleh bronkokonstriksi saja, tetapi juga oleh adanya edema mukosa dan sekresi lendir yang berlebihan. Gejala asma yaitu batuk sesak dengan mengi merupakan akibat dari obstruksi bronkus yang didasari oleh inflamasi kronik dan hipereaktivitas bronkus.

Hipereaktivitas bronkus merupakan ciri khas asma, besarnya hipereaktivitas bronkus ini dapat diukur secara tidak langsung. Pengukuran ini merupakan parameter objektif untuk menentukan beratnya hipereaktivitas bronkus yang ada pada seseorang pasien. Berbagai cara digunakan untuk mengukur hipereaktivitas bronkus ini, antara lain dengan uji provokasi beban kerja, inhalasi udara dingin, inhalasi antigen maupun inhalasi zat nonspesifik. Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor antara lain alergen, virus, dan iritan yang dapat menginduksi respon inflamasi akut yang terdiri atas reaksi asma dini (early asthma reaction = EAR) dan reaksi asma lambat (late asthma reaction = LAR). Setelah reaksi asma awal dan reaksi asma lambat, proses dapat terus berlanjut menjadi reaksi inflamasi sub-akut atau kronik. Pada keadaan ini terjadi inflamasi di bronkus dan sekitarnya, berupa infiltrasi sel-sel inflamasi terutama eosinophil dan monosit dalam jumlah besar ke dinding dan lumen bronkus.

Penyempitan saluran napas yang terjadi pada asma merupakan merupakan suatu hal yang kompleks. Hal ini terjadi karena lepasnya mediator dari sel mast yang banyak ditemukan di permukaan mukosa bronkus, lumen jalan napas dan di bawah membrane basal. Berbagai faktor pencetus dapat mengaktivasi sel mast selain sel mast, sel lain yang juga dapat melepaskan mediator adalah sel makrofag alveolar, eosinophil, epitel jalan napas, neutrofil, platelet, limfosit dan monosit. Inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag alveolar, nervus vagus dan mungkin juga epitel saluran napas. Peradangan vagal menyebabkan reflex bronkus, sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan makrofag akan membuat epitel jalan napas lebih permeable dan memudahkan alergen masuk ke dalam submucosa, sehingga memperbesar reaksi yang terjadi.

Page 4: MANDIRI RESPI 3

Mediator inflamasi secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan serangan asma, melalui sel efektor sekunder seperti eosinophil, netrofil, platelet dan limfosit. Sel sel inflamasi juga mengeluarkan mediator yang kuat seperti lektoriens. Tromboksan, PAF dan protein sitoksis yang memperkuat reaksi asma. Keadaan ini menyebabkan inflamasi yang akhirnya menimbulkan hipereaktivitas bronkus. Untuk menjadi pasien asma ada 2 faktor yang berperan yaitu faktor genetic dan lingkungan. Ada beberapa proses yang terjadi sebelum pasien menjadi asma :

1. Sensitasi, yaitu seseorang dengan risiko genetic dan lingkungan apabila terpajan dengan pemicu maka akan timbul sensitasi pada dirinya.

2. Seseorang yang telah mengalami sensitasi maka belum tentu menjadi asma apabila seseorang yang telah mengalami sensitasi terpajan dengan pemacu maka terjadi proses inflamasi pada sluran napasnya. Proses inflamasi yang berlangsung lama atau proses inflamsinya berat secara klinis berhubungan dengan hipereaktivitas bronkus.

3. Setelah mengalami inflamasi maka seseorang terpajan oleh pencetusnmaka akan terjadi serangan asma (mengi).

LO.1.5. Manifestasi Klinis

Page 5: MANDIRI RESPI 3

Serangan akut yang spesifik jarang dilihat sebelum anak berumur 2 tahun. Secara klinis asma dibagi dalam 3 stadium, yaitu :

Stadium IDisaat terjadi edema dinding bronkus, batuk paroksismal karena iritasi dan batuk kering. Sputum yang kering dan terkumpul merupakan benda asing yang merangsang batuk.

Stadium IISekresi bronkus bertambah banyak dan timbul batuk berdahak jernih berbusa. Pada stadium ini anak akan mulai berusaha bernapas lebih dalam. Ekspirasi memanjang dan terdengar mengi. Tampak otot napas tambahan turut bekerja. Terdapat retraksi suprasternal, epigastrium dan mungkin sela iga. Anak lebih senang duduk dan membungkuk, tangan menekan pada tepi tempat tidur atau kursi. Anak tampak gelisah, pucat, sianosis sekitar mulut. Toraks membungkuk ke depan dan lebih bulat serta bergerak lambat pada pernapasan. Pada anak yang lebih kecil, cenderung terjadi pernapasan abdominal, retraksi suprasternal dan interkostal.

Stadium IIIObstruksi atau spasme bronkus lebih berat, aliran udara sangat sedikit sehingga suara napas hampir tidak terdengar. Stadium ini sangat berbahaya karena sering disangka ada perbaikan. Batuk seperti ditekan. Pernapasan dangkal, tidak teratur dan frekuensi napas yang mendadak meninggi

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak. Cetakan Ke 7. Percetakan Infomedika : Jakarta, 2002.

LO.1.6. Diagnosis dan Diagnosis Banding

AnamnesaKeluhan sesak nafas, mengi, dada terasa berat atau tertekan, batuk berdahak yang tak kunjung

sembuh, atau batuk malam hari.Semua keluhan biasanya bersifat episodic dan reversible. Mungkin ada riwayat keluarga dengan penyakit yang sama atau penyakit alergi yang lain.

Pemeriksaan Fisik Keadaan umum : Penderita tampak sesak nafas dan gelisah, penderita lebih nyaman dalam

posisi duduk Jantung : Pekak jantung mengecil, takikardi Paru Inspeksi : Dinding torak tampak mengembang, diafragma terdorong kebawah Auskultasi : Terdengar wheezing (mengi), ekspirasi memanjang Perkusi : Hipersonor Palpasi : Fremitus vokal kanan sama dengan kiri

Pemeriksaan Laboratorium1. Pemeriksaan SputumPemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya: Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinofil Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang bronkhus Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkhus

Page 6: MANDIRI RESPI 3

Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug

2. Pemeriksaan Darah Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia,

hiperkapnia, atau asidosis Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana menandakan

terdapatnya suatu infeksi Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari IgE pada waktu serangan dan

menurun pada waktu bebas dari serangan

3. Pemeriksaan RadiologiGambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukan

gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun.Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut: Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah Bila terdapat komplikasi emfisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin

bertambah Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrat pada paru Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium, maka dapat

dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru

4. Pemeriksaan Tes KulitDilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi

yang positif pada asma.

5. ElektrokardiografiGambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian, dan

disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada emfisema paru, yaitu: Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock wise

rotation Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right bundle branch

block) Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES atau

terjadinya depresi segmen ST negative

6. Scanning ParuDengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama

serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.

7. SpirometriUntuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat dan

sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk

Page 7: MANDIRI RESPI 3

menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.

Status Asmatikus adalah keadaan darurat medik paru berupa serangan asma yang berat atau bertambah berat yang bersifat refrakter sementara terhadap pengobatan yang lazim diberikan. Refrakter adalah tidak adanya perbaikan atau perbaikan yang sifatnya hanya singkat, dengan waktu pengamatan antara satu sampai dua jam.Gambaran Klinis Status Asmatikus Penderita tampak sakit berat dan sianosis Sesak nafas, bicara terputus-putus Banyak berkeringat, bila kulit kering menunjukkan kegawatan sebab penderita sudah jatuh

dalam dehidrasi berat Pada keadaan awal kesadaran penderita mungkin masih cukup baik, tetapi lambat laun dapat

memburuk yang diawali dengan rasa cemas, gelisah kemudian jatuh ke dalam koma

Diagnosis Banding Pada bayi adanya benda asing di saluran napas dan esophagus atau kelenjar timus yang

menekan trakea. Penyakit paru kronik yang berhubungan dengan bronkiektasis dan fibrosis kistik. Kelainan trakea dan bronkus misalnya laringotrakeomalasia dan stenosis bronkus. Tuberkulosis kelenjar limfe di daerah trakeobronkial Bronkitis. Tidak ditemukan eosinofilia, suhu biasanya tinggi dan tidak herediter. Bila sering

berulang dan kronik biasanya disebabkan oleh asma. Bronkiolitis akut, biasanya mengenai anak di bawah umur 2 tahun dan terbanyak di bawah

umur 6 bulan dan jarang berulang. Asma kardial. Sangat jarang pada anak. Dispnea paroksismal terutama malam hari dan

biasanya didapatkan tanda-tanda kelainan jantung.

LO.1.7. Penatalaksanaan

Ada dua macam terapi asma : terapi simtomatik menggunakan “relievers” yaitu bronkodilator (agonis β, teofilin) dan “disease-modifying therapy” atau “controller” yang menggunakan obat antiinflamasi (kortikosteroid, kromolin, antileukotrin). Saat terjadi serangan asma, obat yang digunakan adalah “relievers” dibantu dengan “controller”. Setelah serangan dapat diatasi dan periode asimtomatik telah tercapai, obat yang digunakan hanya “controller” atau bahkan tanpa obat lagi, tetapi penderita dibekali peak flow meter untuk memantau arus puncak.

Tatalaksana MedikamentosaObat asma dapat dibagi dalam 2 kelompok besar, yaitu obat pereda (reliever) dan obat

pengendali (controller). Obat pereda digunakan untuk meredakan serangan atau gejala asma jika sedang timbul. Bila serangan sudah teratasi dan sudah tidak ada lagi gejala maka obat ini tidak lagi digunakan atau diberikan bila perlu. Kelompok kedua adalah obat pengendali yang disebut juga obat pencegah, atau obat profilaksis. Obat ini digunakan untuk mengatasi masalah dasar asma, yaitu inflamasi kronik saluran nafas. Dengan demikian pemakaian obat ini terus menerus diberikan walaupun sudah tidak ada lagi gejalanya kemudian pemberiannya diturunkan pelan – pelan yaitu 25 % setip penurunan setelah tujuan pengobatan asma tercapai 6 – 8 minggu. Obat – obat Pereda (Reliever)1. Bronkodilator

a. Short-acting β2 agonist

Page 8: MANDIRI RESPI 3

Merupakan bronkodilator terbaik dan terpilih untuk terapi asma akut pada anak.Reseptor β2 agonist berada di epitel jalan napas, otot pernapasan, alveolus, sel-sel inflamasi, jantung, pembuluh darah, otot lurik, hepar, dan pankreas.

Obat ini menstimulasi reseptor β2 adrenergik menyebabkan perubahan ATP menjadi cyclic-AMP sehingga timbul relaksasi otot polos jalan napas yang menyebabkan terjadinya bronkodilatasi. Efek lain seperti peningkatan klirens mukosilier, penurunan permeabilitas vaskuler, dan berkurangnya pelepasan mediator sel mast.

1. Epinefrin/adrenalinTidak direkomendasikan lagi untuk serangan asma kecuali tidak ada β2 agonis selektif.

Epinefrin menimbulkan stimulasi pada reseptor β1, β2, dan α sehingga menimbulkan efek samping berupa sakit kepala, gelisah, palpitasi, takiaritmia, tremor, dan hipertensi. Pemberian epinefrin aerosol kurang menguntungkan karena durasi efek bronkodilatasinya hanya 1-1,5 jam dan menimbulkan efek samping, terutama pada jantung dan CNS.

2. β2 agonis selektif(12)Obat yang sering dipakai : salbutamol, terbutalin, fenoterol.Dosis salbutamol oral : 0,1 - 0,15 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam.Dosis tebutalin oral : 0,05 – 0,1 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam.Dosis fenoterol : 0,1 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam.Dosis salbutamol nebulisasi : 0,1 - 0,15 mg/kgBB (dosis maksimum 5mg/kgBB), interval 20 menit, atau nebulisasi kontinu dengan dosis : 0,3 – 0,5 mg/kgBB/jam (dosis maksimum 15 mg/jam).Dosi Pemberian oral menimbulkan efek bronkodilatasi setelah 30 menit, efek puncak dicapai dalam 2 – 4 jam, lama kerjanya sampai 5 jam.Pemberian inhalasi (inhaler/nebulisasi) memiliki onset kerja 1 menit, efek puncak dicapai dalam 10 menit, lama kerjanya 4 – 6 jam.Serangan ringan : MDI 2 – 4 semprotan tiap 3 – 4 jam.Serangan sedang : MDI 6 – 10 semprotan tiap 1 – 2 jam.Serangan berat : MDI 10 semprotan.Pemberian intravena dilakukan saat serangan asma berat karena pada keadaan ini obat inhalasi sulit mencapai bagian distal obstruksi jalan napas. Efek samping takikardi lebih sering terjadi.Dosis salbutamol IV : mulai 0,2 mcg/kgBB/menit, dinaikkan 0,1 mcg/kgBB setiap 15 menit, dosis maksimal 4 mcg/kgBB/menit.Dosis terbutalin IV : 10 mcg/kgBB melalui infuse selama 10 menit, dilanjutkan dengan 0,1 – 0,4 ug/kgBB/jam dengan infuse kontinu.Efek samping β2 agonist antara lain tremor otot skeletal, sakit kepala, agitasi, palpitasi, dan takikardi.s terbutalin nebulisasi : 2,5 mg atau 1 respul/nebulisasi.

b. Methyl xanthineEfek bronkodilatasi methyl xantine setara dengan β2 agonist inhalasi, tapi karena efek

sampingnya lebih banyak dan batas keamanannya sempit, obat ini diberikan pada serangan asma berat dengan kombinasi β2 agonist dan anticholinergick.

Efek bronkodilatasi teofilin disebabkan oleh antagonisme terhadap reseptor adenosine dan inhibisi PDE 4 dan PDE 5.Methilxanthine cepat diabsorbsi setelah pemberian oral, rectal, atau parenteral.Pemberian teofilin IM harus dihindarkan karena menimbulkan nyeri setempat yang lama. Umumnya adanya makanan dalam lambung akan memperlambat kecepatan absorbsi teofilin tapi tidak mempengaruhi derajat besarnya absorpsi. Metilxanthine didistribusikan keseluruh tubuh, melewati plasenta dan masuk ke air susu ibu. Eliminasinya terutama melalui metabolism hati, sebagian besar dieksresi bersama urin.

Page 9: MANDIRI RESPI 3

Dosis aminofilin IV inisial bergantung kepada usia :- 1 – 6 bulan : 0,5mg/kgBB/Jam- 6 – 11 bulan : 1 mg/kgBB/Jam- 1 – 9 tahun : 1,2 – 1,5 mg/kgBB/Jam- > 10 tahun : 0,9 mg/kgBB/Jam

Efek samping obat ini adalah mual, muntah, sakit kepala. Pada konsentrasi yang lebih tinggi dapat timbul kejang, takikardi dan aritmia.

2. AnticholinergicsObat yang digunakan adalah Ipratropium Bromida.Kombinasi dengan nebulisasi β2 agonist

menghasilkan efek bronkodilatasi yang lebih baik. Dosis anjuran 0, 1 cc/kgBB, nebulisasi tiap 4 jam(12).

Obat ini dapat juga diberikan dalam larutan 0,025 % dengan dosis : untuk usia diatas 6 tahun 8 – 20 tetes; usia kecil 6 tahun 4 – 10 tetes. Efek sampingnya adalah kekeringan atau rasa tidak enak dimulut.Antikolinergik inhalasi tidak direkomendasikan pada terapi asma jangka panjang pada anak.

3. KortikosteroidKortikosteroid sistemik terutama diberikan pada keadaan :

Terapi inisial inhalasi β2 agonist kerja cepat gagal mencapai perbaikan yang cukup lama. Serangan asma tetap terjadi meski pasien telah menggunakan kortikosteroid hirupan sebagai

kontroler. Serangan ringan yang mempunyai riwayat serangan berat sebelumnya.Kortikosteroid sistemik memerlukan waktu paling sedikit 4 jam untuk mencapai perbaikan

klinis, efek maksimum dicapai dalan waktu 12 – 24 jam. Preparat oral yang di pakai adalah prednisone, prednisolon, atau triamsinolon dengan dosis 1 – 2 mg/kgBB/hari diberikan 2 – 3 kali sehari selama 3 – 5 kali sehari.

Kortikosteroid tidak secara langsung berefek sebagai bronkodilator. Obat ini bekerja sekaligus menghambat produksi sitokin dan kemokin, menghambat sintesis eikosainoid, menghambat peningkatan basofil, eosinofil dan leukosit lain di jaringan paru dan menurunkan permeabilitas vascular.

Metilprednisolon merupakan pilihan utama karena kemampuan penetrasi kejaringan paru lebih baik, efek anti inflamasi lebih besar, dan efek mineralokortikoid minimal.Dosis metilprednisolon IV yang dianjurkan adalah 1 mg/kgBB setiap 4 sampai 6 jam.Dosis Hidrokortison IV 4 mg/kgBB tiap 4 – 6 jam. Dosis dexamethasone bolus IV 0,5 – 1 mg/kgBB dilanjtkan 1 mg/kgBB/hari setiap 6 – 8 jam.

Obat – obat PengontrolObat – obat asma pengontrol pada anak – anak termasuk inhalasi dan sistemik glukokortikoid,

leukotrien modifiers, long acting inhaled β2-agonist, theofilin, cromones, dan long acting oral β2-agonist.

1. Inhalasi glukokortikosteroidGlukokortikosteroid inhalasi merupakan obat pengontrol yang paling efektif dan

direkomendasikan untuk penderita asma semua umur. Intervensi awal dengan penggunaan inhalasi budesonide berhubungan dengan perbaikan dalam pengontrolan asma dan mengurangi penggunaan obat-obat tambahan. Terapi pemeliharaan dengan inhalasi glukokortikosteroid ini mampu mengontrol gejala-gejala asma, mengurangi frekuensi dari eksaserbasi akut dan jumlah rawatan di rumah sakit, meningkatkan kualitas hidup, fungsi paru dan hiperresponsif bronkial, dan mengurangi bronkokonstriksi yang diinduksi latihan.

Page 10: MANDIRI RESPI 3

Glukokortikosteroid dapat mencegah penebalan lamina retikularis, mencegah terjadinya neoangiogenesis, dan mencegah atau mengurangi terjadinya down regulation receptor β2 agonist.Dosis yang dapat digunakan sampai 400ug/hari (respire anak).Efek samping berupa gangguan pertumbuhan, katarak, gangguan sistem saraf pusat, dan gangguan pada gigi dan mulut

2. Leukotriene Receptor Antagonist (LTRA)Secara hipotesis obat ini dikombinasikan dengan steroid hirupan dan mungkin hasilnya lebih

baik.Sayangnya, belum ada percobaan jangka panjang yang membandingkannya dengan steroid hirupan + LABA. Keuntungan memakai LTRA adalah sebagai berikut : LTRA dapat melengkapi kerja steroid hirupan dalam menekan cystenil leukotriane; Mempunyai efek bronkodilator dan perlindungan terhadap bronkokonstriktor; Mencegah early asma reaction dan late asthma reaction Dapat diberikan per oral, bahkan montelukast hanya diberikan sekali per hari., penggunaannya

aman, dan tidak mengganggu fungsi hati; sayangnya preparat montelukast ini belum ada di Indonesia;

Mungkin juga mempunyai efek menjaga integritas epitel, yaitu dengan meningkatkan kerja epithel growth factor (EGF) dan menekan transforming growth factor (TGF) sehingga dapat mengendalikan terjadinya fibrosis, hyperplasia, dan hipertrofi otot polos, serta diharapkan mencegah perubahan fungsi otot polos menjadi organ pro-inflamator.

Ada 2 preparat LTRA :a. Montelukast

Preparat ini belum ada di Indonesia dan harganya mahal. Dosis per oral 1 kali sehari.(respiro anak) Dosis pada anak usia 2-5 tahun adalah 4 mg qhs. (gina)

b. ZafirlukastPreparat ini terdapat di Indonesia, digunakan untuk anak usia> 7 tahun dengan dosis 10 mg 2 kali sehari.Leukotrin memberikan manfaat klinis yang baik pada berbagai tingkat keparahan asma dengan menekan produksi cystenil leukotrine. Efek samping obat dapat mengganggu fungsi hati (meningkatkan transaminase) sehingga perlu pemantauan fungsi hati

3. Long acting β2 Agonist (LABA)Preparat inhalasi yang digunakan adalah salmeterol dan formoterol. Pemberian ICS 400ug

dengan tambahan LABA lebih baik dilihat dari frekuensi serangan, FEV1 pagi dan sore, penggunaan steroid oral,, menurunnya hiperreaktivitas dan airway remodeling. Kombinasi ICS dan LABA sudah ada dalam 1 paket, yaitu kombinasi fluticasone propionate dan salmeterol (Seretide), budesonide dan formoterol (Symbicort).Seretide dalam MDI sedangkan Symbicort dalam DPI.Kombinasi ini mempermudah penggunaan obat dan meningkatkan kepatuhan memakai obat.

4. Teofilin lepas lambatTeofilin efektif sebagai monoterapi atau diberikan bersama kortikosteroid yang bertujuan untuk

mengontrol asma dan mengurangi dosis pemeliharaan glukokortikosteroid.Tapi efikasi teofilin lebih rendah daripada glukokortikosteroid inhalasi dosis rendah.

Efek samping berupa anoreksia, mual, muntah, dan sakit kepala, stimulasi ringan SSP, palpitasi, takikardi, aritmia, sakit perut, diare, dan jarang, perdarahan lambung. Efek samping muncul pada dosis lebih dari 10mg/kgBB/hari, oleh karena itu terapi dimulai pada dosis inisial 5mg/kgBB/hari dan secara bertahap diingkatkan sampai 10mg/kgBB/hari.

Terapi Suportif1. Terapi oksigen

Page 11: MANDIRI RESPI 3

Oksigen diberikan pada serangan sedang dan berat melalui kanula hidung, masker atau headbox.Perlu dilakukan pemantauan saturasi oksigen, sebaiknya diukur dengan pulse oxymetry (nilai normal > 95%).

2. Campuran Helium dan oksigenInhalasi Helioks (80% helium dan 20% oksigen) selama 15 menit sebagai tambahan pemberian

oksigen (dengan kanula hidung), bersama dengan nebulisasi salbutamol dan metilprednisolon IV, secara bermakna menurunkan pulsus paradoksus, meningkatkan peakflow dan mengurangi sesak. Campuran helium dan oksigen dapat memperbaiki oksigenasi karena helium bersifat ringan sehingga dapat mengubah aliran turbulen menjadi laminar dan menyebabkan oksigen lebih mudah mencapai alveoli.

3. Terapi cairanDehidrasi dapat terjadi pada serangan asma berat karena kurang adekuatnya asupan cairan,

peningkatan insensible water loss, takipnea serta efek diuretic teofilin. Pemberian cairan harus hati-hati kareana pada asma berat terjadi peningkatan sekresi Antidiuretik Hormone (ADH) yan memudahkan terjadinya retensi cairan dan tekanan pleura negatif tinggi pada puncak inspirasi yang memudahkan terjadinya edema paru. Jumlah cairan yang diberikan adalah 1-1,5 kali kebutuhan rumatan.

Tatalaksana Serangan1. Tatalaksana di rumah

Untuk serangan ringan dapat digunakan obat oral golongan beta 2 agonis atau teofilin. Bila tersedia, lebih baik digunakan obat inhalasi karena onsetnya lebih cepat dan efek samping sistemiknya minimal. Obat golongan beta 2 agonis inhalasi yang dapat digunakan yaitu MDI dengan atau tanpa spacer atau nebulizer. Bila dalam waktu 30 menit setelah inhalasi tidak ada perbaikan atau bahkan terjadi perburukan harus segera dibawa ke rumah sakit.

2. Tatalaksana di klinikPenderita yang datang dalam keadaan serangan langsung dinilai derajat serangannya.

Tatalaksana awal adalah pemberian beta agonis secara nebulisasi. Garam fisiologis dapat ditambahkan dalam cairan nebulisasi. Nebulisasi serupa dapat diulang dengan selang 20 menit. Pada pemberian ketiga dapat ditambahkan obat antikolinergik. Tatalaksana awal ini sekaligus berfungsi sebagai penapis yaitu untuk penentuan derajat serangan, karena penilaian derajat secara klinis tidak selalu dapat dilakukan dengan cepat dan jelas. Jika menurut penilaian awal penderita datang dengan serangan berat yang jelas, langsung berikan nebulisasi beta agonis dikombinasikan dengan antikolinergik. Penderita serangan berat dengan disertai dehidrasi dan asodosis metabolik dapat mengalami takifilaksis atau respons yang kurang terhadap nebulisasi beta agonis. Penderita seperti ini cukup sekali dinebulisasi kemudian secepatnya dirawat untuk mendapat obat intravena selain diatasi masalah dehidrasi dan asidosisnya. Sedangkan bila dengan sekali nebulisasi penderita menunjukkan respons yang baik, berati serangannya ringan. Penderita diobservasi selama 2 jam, jika respons tersebut bertahan, penderita dapat dipulangkan. Penderita dapat diresepkan obat beta agonis, baik hirup maupun oral, yang diberikan tiap 4 sampai 6 jam. Jika pencetus serngannya adalah infeksi virus, dapat ditambahkan steroid oral jangka pendek, 3 sampai 5 hari. Penderita kemudian dianjurkan untuk kontrol dalam waktu 24 sampai 48 jam untuk reevaluasi tatalaksananya. Selain itu jika sebelum serngan penderita sudah mendapat obat pengendali, obat tersebut diteruskan hingga reevaluasi di klinik. Namun jika setelah observasi 2 jam gejala timbul kembal, penderita harus segera dibawa ke rumah sakit.

Page 12: MANDIRI RESPI 3

Cara Pemberian Obat

Pemakaian alat perenggang (spacer) mengurangu deposisi obat dalam mulut (orofaring), jadi mengurangi jumlah obat yang akan tertelan sehingga mengurangi efek sistemik. Sebaliknya, deposisi dalamm paru lebih baik sehingga didapat efek terapeutik yang lebih baik. Obat hirupan dalam bentuk bubuk kering (Spinhaler, Diskhaler, Rotahaler, Turbuhaler) memerlukan inspirasi yang kuat. Umumnya bentuk ini dianjurkan untuk anak usia sekolah. Sebagian alat bantu yaitu Spacer (Volumatic, Nebuhaler, Aerochamber, Babyhaler, Autohaler) dapat dimodifikasi dengan menggunakan bekas gelas atau botol minuman atau menggunakan botol susu dengan dot susu yang telah dipotong untuk anak kecil dan bayi.

Kurangnya pengertian mengenai cara-cara pengobatan yang benar akan mengakibatkan asma salalu kambuh. Jika pengobatannya dilakukan secara dini, benar dan teratur maka serangan asma akan dapat ditekan seminimal mungkin.

Pada prinsipnya tata cara pengobatan asma dibagi atas Pengobatan Asma Jangka Pendek dan Pengobatan Asma Jagka Panjang.

1. Pengobatan Asma Jangka PendekPengobatan diberikan pada saat terjadi serangan asma yang hebat, dan terus diberikan sampai

serangan merendah, biasanya memakai obat-obatan yang melebarkan saluran pernapasan yang menyempit.

Tujuan pengobatannya untuk mengatasi penyempitan jalan napas, mengatasi sembab selaput lendir jalan napas, dan mengatasi produksi dahak yang berlebihan. Macam obatnya adalah:

A. Obat untuk mengatasi penyempitan jalan napasObat jenis ini untuk melemaskan otot polos pada saluran napas dan dikenal sebagai obat

bronkodilator. Ada 3 golongan besar obat ini, yaitu:- Golongan Xantin, misalnya Ephedrine HCl (zat aktif dalam Neo Napacin)- Golongan Simpatomimetika- Golongan Antikolinergik

Walaupun secara legal hanya jenis obat Ephedrine HCl saja yang dapat diperoleh penderita tanpa resep dokter (takaran < 25 mg), namun tidak tertutup kemungkinannya penderita memperoleh obat anti asma yang lain.

B. Obat untuk mengatasi sembab selaput lendir jalan napasObat jenis ini termasuk kelompok kortikosteroid. Meskipun efek sampingnya cukup berbahaya

(bila pemakaiannya tak terkontrol), namun cukup potensial untuk mengatasi sembab pada bagian tubuh manusia termasuk pada saluran napas. Atau dapat juga dipakai kelompok Kromolin.

Page 13: MANDIRI RESPI 3

C. Obat untuk mengatasi produksi dahak yang berlebihan.Jenis ini tidak ada dan tidak diperlukan. Yang terbaik adalah usaha untuk mengencerkan dahak

yang kental tersebut dan mengeluarkannya dari jalan napas dengan refleks batuk.Oleh karenanya penderita asma yang mengalami ini dianjurkan untuk minum yang banyak.

Namun tak menutup kemungkinan diberikan obat jenis lain, seperti Ambroxol atau Carbo Cystein untuk membantu.

2. Pengobatan Asma Jangka PanjangPengobatan diberikan setelah serangan asma merendah, karena tujuan pengobatan ini untuk

pencegahan serangan asma.Pengobatan asma diberikan dalam jangka waktu yang lama, bisa berbulan-bulan sampai

bertahun-tahun, dan harus diberikan secara teratur. Penghentian pemakaian obat ditentukan oleh dokter yang merawat.

Pengobatan ini lazimnya disebut sebagai immunoterapi, adalah suatu sistem pengobatan yang diterapkan pada penderita asma/pilek alergi dengan cara menyuntikkan bahan alergi terhadap penderita alergi yang dosisnya dinaikkan makin tinggi secara bertahap dan diharapkan dapat menghilangkan kepekaannya terhadap bahan tersebut (desentisasi) atau mengurangi kepekaannya (hiposentisisasi).

Dalam mengatasi dan mencegah asma paling tidak meminimalisir terjadinya serangan asma secara tiba-tiba, kita perlu mengetahui bagaimana tata pelaksanaan dalam menanggani asma.

Page 14: MANDIRI RESPI 3

LO.1.8. Pencegahan

1. Pencegahan primer ditujukan untuk mencegah sensitisasi pada bayi dengan risiko asma (orangtua asma), dengan cara :a. Penghindaran asap rokok dan polutan lain selama kehamilan dan masa perkembangan

bayi/anakb. Diet hipoalergenik ibu hamil, asalkan / dengan syarat diet tersebut tidak mengganggu asupan

janinc. Pemberian ASI eksklusif sampai usia 6 buland. Diet hipoalergenik ibu menyusui

2. Pencegahan sekunder ditujukan untuk mencegah inflamasi pada anak yang telah tersentisisasi dengan cara menghindari pajanan asap rokok, serta allergen dalam ruangan terutama tungau debu rumah.

3. Pencegahan tersier ditujukan untuk mencegah manifestasi asma pada anak yang telah menunjukkan manifestasi penyakit alergi. Sebuah penelitian multi senter yang dikenal dengan nama ETAC Study (early treatment of atopic children) mendapatkan bahwa pemberian Setirizin selama 18 bulan pada anak atopi dengan dermatitis atopi dan IgE spesifik terhadap serbuk rumput (Pollen) dan tungau debu rumah menurunkan kejadian asma sebanyak 50%. Perlu ditekankan bahwa pemberian setirizin pada penelitian ini bukan sebagai pengendali asma (controller).

Page 15: MANDIRI RESPI 3

LO.1.9Komplikasi

Bila serangan asma sering terjadi dan telah berlangsung lama, maka akan terjadi emfisema dan mengakibatkan perubahan bentuk thoraks yaitu membungkuk kedepan dan memanjang. Pada asma kronik dan berat dapat terjadi bentuk dada burung dara.

Bila secret banyak dan kental, salah satu bronkus dapat tersumbat sehingga dapat terjadi atelektasis pada lobus segmen yang sesuai.Bila atelektasis berlangsung lama dapat berubah menjadi bronkiektasis dan bila ada infeksi akan terjadi bronchopneumonia.

Serangan asma yang terus menerus dan berlangsung beberapa hari serta berat dan tidak dapat diatasi dengan obat-obat biasa disebut status asmatikus.

LO.1.10Prognosis

Mortalitas akibat asma jumlahnya kecil. Gambaran yang paling akhir menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi berisiko yang jumlahnya kira-kira 10 juta penduduk. Angka kematian cenderung meningkat di pinggiran kota dengan fasilitas kesehatan terbatas.

Informasi mengenai perjalanan klinis asma menyatakan bahwa prognosis baik ditemukan pada 50–80% pasien, khususnya pasien yang penyakitnya ringan dan timbul pada masa kanak-kanak. Jumlah anak yang masih menderita asma 7–10 tahun setelah diagnosis pertama bervariasi dari 26–78% dengan nilai rata-rata 46%, akan tetapi persentase anak yang menderita ringan dan timbul pada masa kanak-kanak. Jumlah anak yang menderita asma penyakit yang berat relatif berat (6 –19%). Secara keseluruhan dapat dikatakan 70–80% asma anak bila diikuti sampai dengan umur 21 tahun asmanya sudah menghilang.

LI 2. MM Terapi Inhalasi

Pemberian obat pada asma dapat berbagai macam, yaitu parenteral, peroral, dan perinhalasi. Pemberian perinhalasi adalah pemebrian obat secara langsung kedala saluran napas melalu penghisapan. Pada asma penggunaan obat secara inhalasi dapat mengurangi efek samping berupa gangguan gastrointestinal dan yg lainya yg sering terjadi pada pemberian parenteral atau peroral. Hal tersebut dimungkinkan karena dosis yang digunakan pada terapi inhalasi sangat kecil dibandingkan dengan pengobatan parenteral atau peroral. Terapi pada dewasa telah banyak digunakan dan keberhasilnaya cukup baik, tetapi pada anak belum banyak.

Prinsip terapi inhalasi

Prinsip farmakologis terapi inhalasi yang ideal untuk penyakit saluran napas adalah obat dapat sampai pada organ target dengan menghasilkan partikel aerosol berukuran optimal agar terdeposisi di paru, onset kerjanya cepat, dosis obat kecil, efek samping minimal karena konsentrasi obat di dalam darah sedikit atau rendah, mudah digunakan, serta efek terapeutik tercapai yang ditandai dengan tampaknya perbaikan klinis. Meskipun saluran napas mempunyai beberapa mekanisme antara lain refleks batuk, bersin serta klirens mukosilier yang akan melindungi terhadap masuk dan mengendapnya partikel obat sehingga akan mengeliminasi obat inhalasi. Namun dengan memperhatikan metode untuk menghasilkan aerosol serta cara

Page 16: MANDIRI RESPI 3

penyampaian/delivery obat yang akan mempengaruhi ukuran partikel yang dihasilkan dan jumlah obat yang mencapai berbagai tempat di saluran napas maka diharapkan obat terdeposisi secara efektif.

Ukuran partikel akan mempengaruhi sampai sejauh mana partikel menembus saluran napas. Partikel berukuran > 15 mm tersaring oleh filtrasi rambut hidung sedangkan > 10 mm akan mengendap di hidung dan nasofaring. Partikel yang besar ini terutama mengendap karena benturan inersial bila terdapat aliran udara yang cepat disertai perubahan arah atau arus urbulen. Partikel berukuran 0,5 – 5 mm akan mengendap secara sedimentasi karena gaya gravitasisedangkan partikel berukuran < 0,1 mm akanmengendap karena gerak Brown. Dengan demikian untuk mendapatkan manfaat obat yang optimal, obat yang diberikan secara inhalasi harus dapat mencapai tempat kerjanya di dalam saluran pernapasan. Bentuk aerosol yang digunakan yaitu suspensi partikel di dalam gas, dan partikel dalam aerosol yang mempunyai ukuran berkisar 2-10 Ïm atau 1-7 Ïm Penelitian lainnya mendapatkan bahwa partikel berukuran 1-8 Ïm mengalami benturan dan pengendapan di saluran nafas besar, kecil, dan alveoli.

Jenis terapi inhalasi

Pemberian aerosol yang ideal adalah dengan alat yang sederhana, mudah dibawa, tidak mahal, secara selektif mencapai saluran napas bawah, hanya sedikit yang tertinggal di saluran napas atas serta dapat digunakan oleh anak, orang cacat, atau orang tua. Namun keadaan ideal tersebut tidak dapat sepenuhnya tercapai dan masing-masing jenis alat terapi inhalasi mempunyai beberapa keuntungan dan kerugian. Hingga saat ini dikenal 3 sistem inhalasi yang digunakan dalam klinik sehari-hari yaitu,:

1. Nebuliser

2. Metered dosed inhaler aerosol ( dengan atau tanpa spacer / alat penyambung)

3. Dry powder inhaler

1. Nebuliser

Alat nebuliser dapat mengubah obat yang berbentuk larutan menjadi aerosol secara terus menerus dengan tenaga yang berasal dari udara yang dipadatkan atau gelombang ultrasonik sehingga dalam prakteknya dikenal 2 jenis alat nebuliser yaitu ultrasonic nebulizer dan jet nebuliser. Hasil pengobatan dengan nebulizer lebih banyak bergantung pada jenis nebuliser yang digunakan. Terdapat nebuliser yang dapat menghasilkan partikel aerosol terus menerus ada juga yang dapat diatur sehingga aerosol hanya timbul pada saat penderita melakukan inhalasi sehingga obat tidak banyak terbuang.

Keuntungan terapi inhalasi menggunakan nebuliser adalah tidak atau sedikit memerlukan koordinasi pasien, hanya memerlukan pernafasan tidal, beberapa jenis obat dapat dicampur (misalnya salbutamol dan natrium kromoglikat).

Page 17: MANDIRI RESPI 3

Kekurangannya adalah karena alat cukup besar, memerlukan sumber tenaga listrik dan relatif mahal.

• Ultrasonic nebuliser

Alat ini menghasilkan aerosol melalui osilasi frekuensi tinggi dari piezo-electric crystal yang berada dekat larutan dan cairan memecah menjadi aerosol. Keuntungan jenis nebuliser ini adalah tidak menimbulkan suara bising dan terus menerus dapat mengubah larutan menjadi aerosol sedangkan kekurangannya alat ini mahal dan memerlukan biaya perawatan lebih besar.

• Jet nebuliser

Alat ini paling banyak digunakan banyak Negara karena relatif lebih murah daripada ultrasonic nebuliser. Dengan gas jet berkecepatan tinggi yang berasal dari udara yang dipadatkan dalam silinder ditiupkan melalui lubang kecil dan akan dihasilkan tekanan negatif yang selanjutnya akan memecah larutan menjadi bentuk aerosol. Aerosol yang terbentuk dihisap pasien melalui mouth piece atau sungkup. Dengan mengisi suatu tempat pada nebuliser sebanyak 4 ml maka dihasilkan partikel aerosol berukuran < 5 Ïm, sebanyak 60-80% larutan nebulisasi akan terpakai dan lama nebulisasi dapat dibatasi. Dengan cara yang optimal maka hanya 12% larutan akan terdeposit di paru-paru.7 Bronkodilator yang diberikan dengan nebulizer memberikan efek bronkodilatasi yang bermakna tanpa menimbulkan efek samping.

2. Metered dose inhaler (MDI)

Metered dose inhaler (MDI) atau inhaler dosis terukur merupakan cara inhalasi yang memerlukan teknik inhalasi tertentu agar sejumlah dosis obat mencapai saluran pernafasan. Pada inhaler ini bahan aktif obat disuspensikan dalam kurang lebih 10 ml cairan pendorong (propelan) dan yang biasa digunakan adalah kloroflurokarbon (chlorofluorocarbon = CFC) pada tekanan tinggi. Akhir-akhir ini mulai dikembangkan penggunaan bahan non-CFC yaitu hidrofluroalkana (HFA) yang tidak merusak lapisan ozon. Propelan mempunyai tekanan uap tinggi sehingga di dalam tabung (kanister) tetap berbentuk cairan. Bila canister ditekan, aerosol disemprotkan keluar dengan kecepatan tinggi yaitu 30 m/detik dalam bentuk droplet dengan dosis tertentu melalui aktuator (lubang). Pada ujung aktuator ukuran partikel berkisar 35 Ïm, pada jarak 10 cm dari kanister besarnya menjadi 14 Ïm, dan setelah propelan mengalami evaporasi seluruhnya ukuran partikel menjadi 2,8-4,3 Ïm. Dengan teknik inhalasi yang benar maka 80% aerosol akan mengendap di mulut dan orofarings karena kecepatan yang tinggi dan ukurannya besar, 10% tetap berada dalam aktuator, dan hanya sekitar 10% aerosol yang disemprotkan akan sampai ke dalam paru-paru.

Pada cara inhalasi ini diperlukan koordinasi antara penekanan kanister dengan inspirasi napas. Untuk mendapatkan hasil optimal maka pemakaian inhaler ini hendaklah dikerjakan sebagai berikut:

1. terlebih dahulu kanister dikocok agar obat tetap homogen, lalu tutup kanister dibuka2. inhaler dipegang tegak kemudian pasien melakukan ekspirasi maksimal secara perlahan

Page 18: MANDIRI RESPI 3

3. mulut kanister diletakkan diantara bibir, lalu bibir dirapatkan dan dilakukan inspirasi perlahan sampai maksimal

4. pada pertengahan inspirasi kanister ditekan agar obat keluar5. pasien menahan nafas 10 detik atau dengan menghitung 10 hitungan pada inspirasi

maksimal6. setelah 30 detik atau 1 menit prosedur yang sama diulang kembali7. setelah proses selesai, jangan lupa berkumur untuk mencegah efek samping.

Langkah-langkah di atas harus dilaksanakan sebelum pasien menggunakan obat asma jenis MDI. Langkah di atas sering tidak diikuti sehingga pengobatan asma kurang efektif dan timbul efek samping yang tidak diinginkan. Beberapa ahli mengidentifikasi beberapa kesalahan yang sering dijumpai antara lain kurangnya koordinasi pada saat menekan kanister dan saat menghisap, terlalu cepat inspirasi, tidak berhenti sesaat setelah inspirasi, tidak mengocok kanister sebelum digunakan, dan terbalik pemakaiannya. Kesalahankesalahan di atas umumnya dilakukan oleh anak yang lebih muda, manula, wanita, dan penderita dengan social ekonomi dan pendidikan yang rendah.

MDI dengan spacer

Spacer (alat penyambung) akan menambah jarak antara aktuator dengan mulut sehingga kecepatan aerosol pada saat dihisap menjadi berkurang dan akan dihasilkan partikel berukuran kecil yang berpenetrasi ke saluran pernafasan perifer. Hal ini merupakan kelebihan dari penggunaan spacer karena mengurangi pengendapan di orofaring. Spacer ini berupa tabung (dapat bervolume 80 ml) dengan panjang sekitar 10-20 cm, atau bentuk lain berupa kerucut dengan volume 700-1000 ml. Untuk bayi dianjurkan menggunakan spacer volume kecil (babyhaler) agar aerosol yang dihasilkan lebih mampat sehingga lebih banyak obat akan terinhalasi pada setiap inspirasi. Beberapa alat dilengkapi dengan katup satu arah yang akan terbuka saat inhalasi dan akan menutup pada saat ekshalasi misalnya Nebuhaler (Astra), Volumatic (A&H). Pengendapan di orofaring akan berkurang yaitu sekitar 5% dosis yang diberikan bila digunakan spacer dengan katup satu arah. Pada spacer tanpa katup satu arah, pengendapan di orofaring sekitar 8-60% dosis. Dengan penggunaan spacer, deposit pada paru akan meningkat menjadi 20% dibandingkan tanpa spacer. Penggunaan spacer ini sangat menguntungkan pada anak karena pada anak koordinasinya belum baik. Dengan bantuan spacer, koordinasi pada saat menekan kanister dengan saat penghisapan dapat dikurangi atau bahkan tidak memerlukan koordinasi. Apabila spacer ini tidak tersedia maka sebagai penggantinya bisa digunakan spacer sederhana yang murah dan mudah dibuat yaitu dari plastic coffee cup yang dilubangi dasarnya untuk tempat aerosol. Cara ini sudah terbukti bermanfaat hanya untuk bronkodilator dan belum dibuktikan berguna untuk natrium kromoglikat dan steroid.

Easyhaler

Easyhaler adalah inhaler serbuk multidosis yang merupakan alternatif dari MDI. Komponennya terdiri dari plastik dan cincin stainless steel dan mengandung serbuk untuk sekurang-kurangnya 200 dosis. Masing-masing dosis obat dihitung secara akurat dengan cara menekan puncak alat (overcap) yang akan memutari silinder (metering cylindric) pada bagian bawah alat tersebut. Cekungan dosis berisi sejumlah obat berhubungan langsung dengan mouth piece. Saluran udara

Page 19: MANDIRI RESPI 3

ke arah mouthpiece berbentuk corong dengan tujuan untuk mengoptimalkan deposisi obat di saluran napas. Terdapat takaran dosis yang berguna untuk memberi informasi kepada pasien mengenai sisa dosis obat. Pelindung penutup berguna untuk mencegah kelembaban. Partikel obat yang halus (<10 Ï) sulit untuk melayang jauh dan cenderung untuk menggumpal, oleh karena itu zat aktif tersebut dicampur dengan sejumlah kecil laktosa yang berperan sebagai pembawa. Pada easyhaler ukuran partikel laktosa cukup besar untuk deposit di saluran napas bawah sehingga diharapkan akan jatuh di orofaring. Keadaan ini mempunyai keuntungan untuk memberitahukan pada penderita bahwa obatnya benar terhisap dengan rasa manis di mulut.

3. Dry Powder Inhaler

Pada awalnya di tahun 1957 jenis inhaler ini digunakan untuk delivery serbuk antibiotik. Selanjutnya banyak penelitian uji klinis yang menunjukkan bahwa DPI bisa digunakan untuk pengobatan asma anak. Dalam perkembangannya pada tahun 1970 dibuat inhaler yang hanya memuat serbuk kering dosis tunggal seperti misalnya spinhaler dan rotahaler, dan akhir tahun 1980 diperkenalkan inhaler yang memuat multiple dosis yaitu yang dikenal dengan diskhaler (8 dosis) dan turbuhaler. Beberapa tahun terakhir ini diperkenalkan diskus (di Inggris dikenal dengan accuhaler) yang memuat 60 dosis dan dapat dipergunakan untuk 1bulan terapi.6 Inhaler jenis ini tidak mengandung propelan sehingga mempunyai kelebihan dari MDI. Penggunaan obat serbuk kering pada DPI memerlukan inspirasi yang cukup kuat. Pada anak yang kecil hal ini sulit dilakukan mengingat inspirasi kuat belum dapat dilakukan, sehingga deposisi obat pada saluran pernafasan berkurang. Pada anak yang lebih besar, penggunaan obat serbuk ini dapat lebih mudah, karena kurang memerlukan koordinasi dibandingkan dengan MDI. Dengan cara ini deposisi obat di dalam paru lebih tinggi dan lebih konstan dibandingkan MDI sehingga dianjurkan diberikan pada anak di atas 5 tahun. Cara DPI ini tidak memerlukan spacer sebagai alat bantu sehingga mudah dibawa dan dimasukkan ke dalam saku. Hal ini yang juga memudahkan pasien dan lebih praktis

Terapi inhalasi pada asma

Pada tata laksana asma harus dibedakan dua hal penting yaitu tata laksana serangan dan tata laksana jangka panjang. Seorang anak yang telah didiagnosis asma harus ditentukan klasifikasinya. Berdasarkan Konsensus Nasional Penanganan Asma (KNAA) klasifikasi asma di luar serangan adalah asma episodik jarang, episodic sering, dan asma persisten.23 Pada asma episodik jarang, tidak diperlukan obat pengendali (controller) untuk tata laksana jangka panjangnya sedangkan pada asma episodik sering dan asma persisten harus diberikan obat pengendali. Obat pengendali dari golongan antiinflamasi yang sering digunakan adalah budesonid, beklometason dipropionat, flutikason, dan golongan natrium kromoglikat.23 Bila terjadi serangan maka digunakan obat pereda (reliever). Obat yang sering digunakan yaitu golongan bronkodilator seperti metilsantin (teofilin), agonis, dan ipratropium bromida.

Obat-obat ini dapat digunakan secara oral, parenteral, dan inhalasi, tetapi untuk metilsantin pemberian secara oral dan intravena lebih dipilih daripada inhalasi karena obat ini menyebabkan iritasi saluran napas.Telah diketahui secara luas bahwa obat antiinflamasi yang sering digunakan adalah golongan steroid. Mekanisme dasar asma adalah terjadinya reaksi

Page 20: MANDIRI RESPI 3

inflamasi sehingga pengendalian dengan obat antiinflamasi sangat dianjurkan pada asma episodik sering dan persisten. Namun harus disadari penggunaan kortikosteroid jangka panjang peroral atau parenteral dapat mengganggu tumbuh kembang anak secara keseluruhan selain efek samping lain yang mungkin timbul seperti hipertensi dan moon-face. Untuk itu pemberian inhalasi sangat dianjurkan. Jenis terapi inhalasi yang diberikan dapat disesuaikan dengan usia pasien dan patokan ini tidak berlaku secara kaku. Patokan yang diajukan oleh Dolovich dan Everard di bawah ini dapat dipakai sebagai acuan.

Bagaimana sebenarnya penggunaan obat inhalasi pada asma anak dapat diterangkan sebagai berikut:

Tata laksana saat serangan Pada saat serangan obat yang digunakan adalah obat golongan bronkodilator dan yang sering digunakan yaitu β2 agonis yang dapat diberikan sendiri atau bersama-sama dengar ́ipratropium bromid. Pada serangan asma yang ringan obat inhalasi yang diberikan hanya β2 agonis saja meskipun ada juga yang menambahkan dengan ipratropium bromida. Schuch dkk dalam penelitiannya mendapatkan bahwa dengan menggunakan β2 agonis saja dapat meningkatkan FEV dan menghilangkan gejala serangannya, sedangkan penambahan ipratropium bromida akan meningkatkan FEV1 yang lebih tinggi lagi. Pada serangan asma yang berat, KNAA menganjurkan pemberian β2 agonis bersama-sama dengan ipratropium bromid.Pemberian cara nebulizer untuk usia 18 bulan- 4 tahun dianjurkan menggunakan mouthpiece daripada masker muka untuk menghindarkan deposisi obat di muka dan mata.

Apabila dengan pemberian inhalasi obat tersebut serangan asma tidak teratasi/sedikit perbaikan maka dapat diberikan steroid sistemik. Pemberian steroid sistemik perlu diperhatikan pada anak dengan serangan asma yang sering karena anak ini berisiko mengalami efek samping akibat pemberian steroid sistemik berulang kali seperti supresi adrenal, gangguan pertumbuhan tulang, dan osteoporosis. Untuk mengurangi pemberian steroid oral berulang, maka sebagai alternatifnya dapat diberikan inhalasi budesonid dosis tinggi (1600 mg perhari) pada anak yang serangan asmanya tidak teratasi dengan penanganan inhalasi β2 agonis di rumah dan mereka belum/tidak perlu perawatan di rumah sakit. Penggunaan obat pereda secara inhalasi pada serangan asma sangat bermanfaat dan justru sangat dianjurkan, namun demikian penggunaannya masih belum banyak. Hal ini dimungkinkan karena penggunaannya yang belum banyak diketahui dan harga obat masih mahal. Hal ini berlaku bukan hanya di Indonesia, tetapi juga berlaku di negara maju. Penggunaannya pada orang dewasa lebih banyak dibandingkan dengan

Page 21: MANDIRI RESPI 3

anak. Tata laksana di luar serangan Obat inhalasi di luar serangan asma hanya diberikan apabila memerlukan obat pengendali; yang biasa digunakan adalah natrium kromoglikat dan golongan steroid. Natrium kromoglikat menurut KNAA diberikan apabila termasuk asma episodik sering sedangkan penggunaan steroid dapat diberikan pada asma episodik sering dan asma persisten. Natrium kromoglikat menunjukkan absorbsi yang tidak baik sehingga hanya efektif bila diberikan secara inhalasi. Obat ini tersedia dalam nebuliser solution , serbuk aerosol dan aerosol dengan dosis 20 mg untuk nebulizer atau 2 mg secara aerosol.

Penggunaan steroid pada asma anak masih jarang mengingat samping yang mungkin ditimbulkan. Namun beberapa peneliti telah membuktikan bahwa dengan penggunaan yang tepat dengan dosis, cara, dan jenis yang sesuai maka efek samping dapat dikurangi. Penggunaan obat inhalasi yang salah akan meningkatkan efek samping seperti jamur/kandidiasis di daerah mulut, suara serak, dan efek lainnya. Dengan inhalasi sebagian obat juga akan beredar ke seluruh tubuh melalui sistem gastrointestinal dan selanjutnya akan dielimininasi melalui hati sehingga dalam peredaran sistemik kadarnya berkurang. Obat yang baik adalah yang dapat elimininasi tubuh dengan baik artinya kadar di dalam sirkulasi menjadi kecil. Penggunaan steroid inhalasi pada asma episodik sering dan asma persisten memerlukan waktu yang lama dan dosis yang mungkin bervariasi. Pada awal pengobatan dapat diberikan dosis tinggi (400-800 mg per hari) dan diturunkan secara perlahan sampai tercapai dosis optimum untuk anak tersebut dan dipertahankan pada dosis optimum untuk beberapa lama dan kemudian diturunkan secara bertahap sampai pada akhirnya kalau memungkinkan tidak digunakan samasekali. Penggunaan waktu lama (sekitar 2-3 tahun) dengan dosis 400 mg perhari tidak mengganggu proses tumbuh kembang anak. Untuk bayi dan anak berusia di bawah 4 tahun yang memerlukan steroid inhalasi dapat digunakan suspensi budesonide inhalasi (pulmicort respules) yang diberikan dengan nebuliser. Jadi penggunaan steroid inhalasi dapat lebih aman apabila kita mengetahui cara penggunaannya.

Obat-obat yang umum digunakan

Takaran obat, cairan, dan waktu untuk nebulisasi

Cairan , Obat, Waktu Nebulisasi jet Nebulisasi ultrasonik

Garam faali (NaCl 0,9%) 5 ml 10 ml

b-agonis/antikolinergik/steroid Lihat tabel 2

Waktu 10-15 menit 3-5 menit

 

Obat untuk nebulisasi, jenis dan dosis

Nama generik Nama dagang Sediaan Dosis nebulisasi

Golongan b-agonis

Fenoterol Berotec Solution 0,1% 5-10 tetes

Page 22: MANDIRI RESPI 3

Salbutamol Ventolin Nebule 2,5 mg 1 nebule (0,1-0,15 mg/kg)

Terbutalin Bricasma Respule 2,5 mg 1 repsule

Golongan antikolinergik

Ipratropium bromide

Atroven Solution 0,025% > 6 thn : 8-20 tetes

£ 6 thn : 4-10 tetes

Golongan steroid

Budesonide

Fluticasone

Pulmicort

Flixotide

Respule

Nebule

 

Page 23: MANDIRI RESPI 3

Sediaan steroid yang dapat digunakan untuk serangan asma

Steroid Oral :

Nama Generik

Nama Dagang Sediaan Dosis

Prednisolon Medrol, Medixon

Lameson, Urbason

Tablet

4 mg

1-2 mg/kgBB/hari-tiap 6 jam

Prednison Hostacortin, Pehacort, Dellacorta

Tablet

5 mg

1-2 mg/kgBB/hari-tiap 6 jam

Triamsinolon Kenacort Tablet

4 mg

1-2 mg/kgBB/hari-tiap 6 jam

 

 Steroid Injeksi :

Nama Generik Nama Dagang Sediaan Jalur Dosis

M. prednisolon

suksinat

Solu-Medrol

Medixon

Vial 125 mg

Vial 500 mg

IV / IM 1-2 mg/kg

tiap 6 jam

Hidrokortison-Suksinat

Solu-Cortef

Silacort

Vial 100 mg

Vial 100 mg

IV / IM 4 mg/kgBB/x

tiap 6 jam

Deksametason Oradexon

Kalmetason

Fortecortin

Corsona

Ampul 5 mg

Ampul 4 mg

Ampul 4 mg

Ampul 5 mg

IV / IM 0,5-1mg/kgBB bolus, dilanjutkan 1 mg/kgBB/hari diberikan tiap 6-8 jam

Betametason Celestone Ampul 4 mg IV / IM 0,05-0,1 mg/kgBB tiap 6 jam