PBL RESPI 2

35
1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Saluran Nafas Bawah a. Makro Saluran pernafasan bagian bawah terdiri dari : trakea, bronkus primer (bronchus pricipalis), broncus sekunder (bronchus lobaris), bronkus tersier (bronchus segmentalis), bronkiolus terminalis, bronkiolus respiratory, ductus alveolaris, saccus alveolaris, alveoli. TRAKEA Trakhea merupakan perpanjangan dari laring pada ketinggian tulang vertebra torakal ke-7 yang bercabang menjadi 2 bronkhus. Terletak di tengah-tengah leher sampai incisura jugularis di belakang manubrium sternum masuk mediastinum superior. Ujung cabang trachea disebut bifurcatio trakea. Trachea bersifat sangat fleksibel, berotot, dan memiliki panjang 12 cm pada pria dan 10 cm pada wanita yang terdiri dari 16-20 cincin . Kartilago berbentuk huruf C dan pada cincin tersebut terdapat epitel bersilia tegak yang mengandung banyak sel goblet yang mensekresikan lendir (mucus). BRONKUS Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan kelanjutan dari trakea, ada 2 buah yang terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V. Bronkus itu berjalan kebawah dan kesamping kearah tampak paru–paru. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar dari pada bronkus kiri, terdiri dari 6–8 cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri dari 9–12 cincin mempunyai 2 cabang. Bronkus principal

description

pbl

Transcript of PBL RESPI 2

1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Saluran Nafas Bawaha. Makro

Saluran pernafasan bagian bawah terdiri dari : trakea, bronkus primer (bronchus pricipalis), broncus sekunder (bronchus lobaris), bronkus tersier (bronchus segmentalis), bronkiolus terminalis, bronkiolus respiratory, ductus alveolaris, saccus alveolaris, alveoli.

TRAKEATrakhea merupakan perpanjangan dari laring pada ketinggian tulang vertebra torakal ke-7 yang bercabang menjadi 2 bronkhus. Terletak di tengah-tengah leher sampai incisura jugularis di belakang manubrium sternum masuk mediastinum superior. Ujung cabang trachea disebut bifurcatio trakea. Trachea bersifat sangat fleksibel, berotot, dan memiliki panjang 12 cm pada pria dan 10 cm pada wanita yang terdiri dari 16-20 cincin. Kartilago berbentuk huruf C dan pada cincin tersebut terdapat epitel bersilia tegak yang mengandung banyak sel goblet yang mensekresikan lendir (mucus).

BRONKUSBronkus atau cabang tenggorokan merupakan kelanjutan dari trakea, ada 2 buah yang terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V. Bronkus itu berjalan kebawah dan kesamping kearah tampak paru–paru. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar dari pada bronkus kiri, terdiri dari 6–8 cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri dari 9–12 cincin mempunyai 2 cabang. Bronkus principal bercabang–cabang menjadi bronkus lobaris kemudian bronkus segmentalis.

Broncus dextra membentuk sudut 25 derajat dengan garis tengah, sedangkan broncus sinistra 45 derajat. Jadi posisi broncus yang kanan lebih curam dari yang kiri. Dengan posisi anatomi tersebut di atas maka benda asing dari trache lebih mudah masuk ke broncus dextra dan mudah terjadi infeksi broncus = BRONCHITIS.

BRONKUS DEXTRA

1. Lobus superior ( ada 3 segmen ) : a. Broncus segmentalis apicalis b. Broncus segmentalis posterior c. Broncus segmentalis Anterior

2. Lobus Media ( ada 2 segmen ) :

a. Broncus segmentalis lateralis b. Broncus segmentalis medialis

3. Lobus Inferior (ada 5 segmen ) : a. Broncus segmentalis superior b. Broncus segmentalis basalis Anterior c. Broncus segmentalis basalis medialis d. Broncus segmentalis basalis lateralis e. Broncus segmentalis basalis Posterior

BRONKUS SINISTRA

1. Lobus superior ( ada 4 segmen ) : a. Broncus segmentalis Apicoposterior b. Broncus segmentalis Anterior c. Broncus segmentalis Lingularis superior d. Broncus segmentalis lingularis inferior

2. Lobus Inferior (ada 5 segmen ) : a. Broncus segmentalis superior b. Broncus segmentalis basalis anterior c. Broncus segmentalis basalis mediad. Broncus segmentalis basalis lateralis e. Broncus segmentalis basalis posterior

PULMO (PARU)

Paru-paru terletak pada rongga dada, berbentuk kerucut yang ujungnya berada di atas tulang iga pertama dan dasarnya berada pada diafragma. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus( superior, media, inferior ) sedangkan paru-paru kiri mempunyai dua lobus ( superior, inferior ). Kelima lobus tersebut dapat terlihat dengan jelas. Pemisah antar lobus dektra disebut fisura obliq dan horizontal sedangkan pemisah antar lobus sinistra disebut fisura obliq. Setiap paru-paru terbagi lagi menjadi beberapa sub bagian menjadi sekitar sepuluh unit terkecil yang disebut bronchopulmonary segments. Paru-paru kanan dan kiri dipisahkan oleh ruang yang disebut mediastinum. Jantung, aorta, vena cava, pembuluh paru-paru, esofagus, bagian dari trakhea dan bronkhus, serta kelenjar timus terdapat pada mediastinum.Hillus pulmonalis adalah suatu daerah lipatan pleura pada Facies mediastinalis, dimana terjadinya peralihan dari pleura parietalis menjadi pleura Viseralis. Pada jaringan paru bagian posterior di dapatkan jejas ( Alur ) Dari Alat alat yang lewat yang menekan jaringan paru, Antara Lain : Mediastinum Posterior, Impressio cardiaca, Sulcus vena cava. Sulcus aorta Thoracica, Sulcus Esophagia

ALVEOLI

Parenkim paru-paru merupakan area yang aktif bekerja dari jaringan paru-paru. Parenkim tersebut mengandung berjuta-juta unit alveolus. Alveolimerupakan kantong udara yang berukuran sangat kecil, dan merupakan akhir dari bronkhiolus respiratorus sehingga memungkinkan pertukaran O2 dan CO2. Seluruh dari unit alveoli (zona respirasi) terdiri ats bronkhiolus respiratorius, duktus alveolus, dan alveolar sacs (kantong alveolus). Fungsi utama dari unit alveolus adalah pertukaran O2 dan CO2 diantara kapiler pulmoner dan alveoli.DADA, DIAFRAGMA, DAN PLEURATulang dada (sternum) berfungsi melindungi paru-paru, jantung, dan pembuluh darah besar. Bagian luar rongga dada terdiri atas 12 pasang tulang iga (costae). Bagian atas dada pada daerah leher terdapat dua otot tambahan inspirasi yaitu otot scaleneus dan sternocleidomastoid. Diafragma terletak di bawah rongga dada. Diafragma berbentuk seperti kubah pada keadaan relaksasi. Pengaturan saraf diafragma (Nervus Phrenicus) terdapat pada susunan saraf spinal. Pleura merupakan membran serosa yang menyelimuti paru-paru. Pleura ada dua macam yaitu pleura parietal yang bersinggungan dengan rongga dada (lapisan luar paru-paru) dan pleura visceral yang menutupi setiap paru-paru. Diantara kedua pleura terdapat cairan pleura seperti selaput tipis yang memungkinkan kedua permukaan tersebut bergesekan satu sama lain selama respirasi, dan mencegah pelekatan dada dengan paru-paru. Pleura parietalis berdasarkan letaknya terbagi atas :- Pleura costalis : Melapisi iga - Pleura diafraghmaica : Melapisi diafhragma - Pleura Mediastinalis : Melapisi mediastinum - Pleura Cervicalis : Melapisi Apex paru

Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah daripada tekanan atmosfer sehingga mencegah kolaps paru-paru. Masuknya udara maupun cairan ke dalam rongga pleura akan menyebabkan paru-paru tertekan dan kolaps. Apabila terserang penyakit, pleura akan mengalami peradangan.

PERDARAHAN PARU Bronchi, jaringan ikat paru, dan pleura visceralis menerima darah dari arteriae bronchiales yang merupakan cabang aorta ascendens. Venae bronchiales (yang berhubungan dengan venae pulmonales) mengalirkan darahnya ke vena azygos dan vena hemiazygos.

Alveoli menerima darah terdeoksigenasi dari cabang-cabang terminal arteriae pulmonales. Darah yang teroksigenasi meninggalkan kapiler-kapiler alveoli masuk ke cabang-cabang venae pulmonales yang mengikuti jaringan ikat septa intersegmentalis ke radix pulmonis. Dua venae pulmonales meninggalkan setiap radix pulmonis untuk bermuara ke dalam atrium sinistrum cor

PERSARAFAN PARU Serabut aferrent dan eferrent visceralis berasal dari truncus sympaticus dan serabut parasympatiscus berasal dari nervus vagus.

1. Serabut symphatis

Truncusympaticus kanan dan kiri memberikan cabang – caang pada paru

membentuk plexus pulmonalis yang terletak didepan dan dibelakang broncus

prim. Fungsi saraf sympatis untuk merelaxasi tunica muscularis dan menghambat

sekresi bron cus.

2. Serabut para sympatikus

Nervus vagus kanan dan kiri juga memberikan cabang – cabang pada plexus

pulmonalis kedepan dan kebelakang. Fungsi saraf parasympaticus untuk

konstraksi tunica muscularis akibatnya lumen menyempit dan merangsang sekresi

broncus, bronchokonstrinksi, vasodilatasi, dan peningkatan sekresi kelenjar.

b. MikroMikroskopis dari saluran pernafasan bagian bawah :

TRAKEA

Dilapisi oleh mukosa respirasi, epitel bertingkat silindris. Ligamen fibroelastis dan berkas-berkas otot polos (M. trakealis) terikat pada periostium dan menjembatani

kedua ujung bebas tulang rawan berbentuk C ini. Ligamen mencegah overdistensi dari lumen,sedangkan muskulus memungkinkan lumen menutup.Kontraksi otot dan penyempitan lumen trakea akibat bekerjanya refleks batuk.

BRONKUS DAN BRONKIOLUS

Bronkus

Memiliki lapisan sel epitel pseudostratified cilliated collumnar dengan sedikit sel goblet. lamina propia dipisah dari submukosa oleh lapisan otot polos. sedikit kelenjar seromukous dan kartilago lebih pipih

Bronkiolus

Diameter < 1 mm, tidak terdapat tulang rawan, epitel selapis torax bersilia dengan beberapa sel goblet. Tanpa kelenjar di lamina propria, terdapat otot polos. Makin kecil bronkiolusnya epitelnya selapis kubis bersilia tanpa sel goblet. Pada bronkiolus kecil terdapat sel clara yang menghasilkan surfaktan.

Bronkiolus terminalis

Epitel kuboid atau kolumner selapis bersilia tanpa sel goblet. sel clara (tidak bersilia) terdapat di antara epitel bersilia, tidak terdapat kelenjar mukosa dan lamina propia tersusun atas sel otot polos dan serabut elastic.

Bronkiolus respiratoris

Memiliki mukosa sel kuboid, sedikit atau tidak bersilia, tanpa sel goblet, memiliki sedikit sel clara dan memiliki lapisan otot polos

Ductus Alveolaris

Ductus alveolaris adalah saluran berdinding tipis, bebentuk kerucut.Epitel selapis

gepeng, diluar epitel, dindingnya dibentuk oleh jaringan fiboelastis.Alveoli

dipisahkan septum interalveolaris.

ALVEOLI

Dipisahkan oleh septum interalveolar/dinding alveolus.Terdiri atas 2 lapis epitel gepeng, didalamnya terdapat kapiler, serat elastin, kolagen, retikulin, fibroblast. Antara dinding alveoli yang berdekatan terdapat lubang kecil dengan diameter 10-15 mm,disebut stigma alveoli (porus alveolaris) untuk sirkulasi udara atau Septum Intralveolaris.

Pada Septum Intralveolaris terdapat sel yang hanya dapat dibedakan dgn mikroskop elektron :

1. Sel pneumosit tipe I/epitel alveoli/alveolar cell : inti gepeng, 95 % dinding alveoli,sitoplasma tipis.

2. Sel pneumosit tipe II/septal/alveolar besar/sekretorius : bentuk kubis, inti bulat,berkelompok 2-3 sel, sel menonjol ke arah lumen, sitoplasma mengandungmultilamelar bodies (surfaktan).

3. Sel alveolar fagosit/debu/dust cell : berasal dari monosit, sel agak besar inti bulat,sitoplasma bervakuola (sel darah yg telah memfagosit) /bergranula tanpa vakuola(mitosis dri makrofag).

Sel pneumosit tipe I dan Sel pneumosit tipe I

2. Memahami dan Menjelaskan Morfologi Bakteri Myobacterium TuberculosisTaksonomi mycobacterium tuberculosis Kingdom: Plant Phylum: Scizophyta Klas: Scizomycetes Ordo: Actinomycetales Family: Mycobacteriaceae Genus: Mycobacterium Species: Mycobacterium tuberculosis

Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung, tidak berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 – 0,6 μm dan panjang 1 – 4 μm. Dinding M.tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari lapisan lemak cukup tinggi (60%). Penyusun utama dinding sel M.tuberculosis ialah asam mikolat, lilin kompleks (complex-waxes), trehalosa dimikolat yang disebut “cord factor”, dan mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi. Asam mikolat merupakan asam lemak berantai panjang (C60 – C90) yang dihubungkan dengan arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid dan dengan peptidoglikan oleh jembatan fosfodiester. Unsur lain yang terdapat pada diniding sel bakteri tersebut adalah polisakarida seperti arabinogalaktan dan arabinomanan. Struktur dinding sel yang kompleks tersebut menyebebkan bakteri M.tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali diwarnai, tahan terhadap upaya penghilangan zat warna tersebut dengan larutan asam – alkohol.

Komponen antigen ditemukan di dinding sel dan sitoplasma yaitu komponen lipid, polisakarida dan protein. Karakteristik antigen M.tuberculosis dapat diidentifikasi dengan menggunakan antibodi monoklonal . Saat ini telah dikenal purified antigens dengan berat molekul 14 kDa (kiloDalton), 19 kDa, 38 kDa, 65 kDa yang memberikan sensitiviti dan spesifisiti yang bervariasi dalam mendiagnosis TB. Ada juga yang menggolongkan antigen M.tuberculosis dalam kelompok antigen yang disekresi dan yang tidak disekresi (somatik). Antigen yang disekresi hanya dihasilkan oleh basil yang hidup, contohnya antigen 30.000 α, protein MTP 40 dan lain lain.

Biomolekuler M.tuberculosis

Genom M.tuberculosis mempunyai ukuran 4,4 Mb (mega base) dengan kandungan guanin (G) dan sitosin (C) terbanyak. Dari hasil pemetaan gen, telah diketahui lebih dari 165 gen dan penanda genetik yang dibagi dalam 3 kelompok. Kelompok 1 gen yang merupakan sekwens DNA mikobakteria yang selalu ada (conserved) sebagai DNA target, kelompok II merupakan sekwens DNA yang menyandi antigen protein berjumlah, sedangkan kelompok III adalah sekwens DNA ulangan seperti elemen sisipan.

Gen pab dan gen groEL masing masing menyandi protein berikatan posfat misalnya protein 38 kDa dan protein kejut panas (heat shock protein) seperti protein 65 kDa, gen katG menyandi katalase-peroksidase dan gen 16SrRNA (rrs) menyandi protein ribosomal S12 sedangkan gen rpoB menyandi RNA polimerase.

Sekwens sisipan DNA (IS) adalah elemen genetik yang mobil. Lebih dari 16 IS ada dalam mikobakteria antara lain IS6110, IS1081 dan elemen seperti IS ( IS-like element). Deteksi gen tersebut dapat dilakukan dengan teknik PCR dan RFLP. (Himpunan Dokter Paru Indonesia)

3. Memahami dan Menjelaskan TB Parua. Definisi

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (DepKes, 2007). Mycobacterium tuberculosis menyebabkan TBC dan merupakan patogen manusia yang sangat penting (Jawetz, Melnick & Adfcerg, 2008).

Sebagian besar dinding kuman terdiri atas lipid, kemudian peptidoglikan dan arabinomannan. Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkohol) sehingga bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat hidup dalam udara kering maupun dalam keadaan dingin, hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Sifat dormant inilah yang dapat menyebabkan penyakit tuberkulosis menjadi aktif lagi (Bahar, 2003).

b. Etiologi dan Faktor ResikoEtiologi

Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1 – 4 μm dan tebal 0,3 – 0,6 μm dan digolongkan dalam basil tahan asam (BTA). Bakteri Mycobacterium tuberculosa seperti halnya bakteri lain pada umumnya, akan tumbuh dengan subur pada lingkungan dengan kelembaban yang tinggi. Air membentuk lebih dari 80% volume sel bakteri dan merupakan hal essensial untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup sel bakteri (Gibson, 2000).

Faktor ResikoPenyebab utama meningkatnya beban masalah TB antara lain adalah: Kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat, seperti pada negara negara

yang sedang berkembang. Kegagalan program TB selama ini. Hal ini diakibatkan oleh:

Tidak memadainya komitmen politik dan pendanaan Tidak memadainya organisasi pelayanan TB (kurang terakses oleh

masyarakat, penemuan kasus /diagnosis yang tidak standar, obat tidak terjamin penyediaannya, tidak dilakukan pemantauan, pencatatan dan pelaporan yang standar, dan sebagainya).

Tidak memadainya tatalaksana kasus (diagnosis dan paduan obat yang tidak standar, gagal menyembuhkan kasus yang telah didiagnosis)

Salah persepsi terhadap manfaat dan efektifitas BCG.oInfrastruktur kesehatan yang buruk pada negara-negara yang mengalami krisis ekonomi atau pergolakan masyarakat.

Perubahan demografik karena meningkatnya penduduk dunia dan perubahan struktur umur kependudukan.

Dampak pandemi HIV. Situasi TB didunia semakin memburuk, jumlah kasus TB meningkat

dan banyak yang tidak berhasil disembuhkan, terutama pada negara yang dikelompokkan dalam 22 negara dengan masalah TB besar (high burden countries). Menyikapi hal tersebut, pada tahun 1993, WHO mencanangkan TB sebagai kedaruratan dunia (global emergency).

Munculnya pandemi HIV/AIDS di dunia menambah permasalahan TB. Koinfeksi dengan HIV akan meningkatkan risiko kejadian TB secara signifikan. Pada saat yang sama, kekebalan ganda kuman TB terhadap obat anti TB (Multi Drug Resistance = MDR) semakin menjadi masalah akibat kasus yang tidak berhasil disembuhkan. Keadaan tersebut pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya epidemi TB yang sulit ditangani. (Depkes, 2009)

Jika orang menjadi immunocompromised HIV Kanker Khemoterapi Diabetes yang tidak terkontrol Malnutrisi

Situasi TB didunia semakin memburuk, jumlah kasus TB meningkat dan banyak yang tidak berhasil disembuhkan, terutama pada negara yang dikelompokkan dalam 22 negara dengan masalah TB besar (high burden countries). Menyikapi hal tersebut, pada tahun 1993, WHO mencanangkan TB sebagai kedaruratan dunia (global emergency).

Munculnya pandemi HIV/AIDS di dunia menambah permasalahan TB. Koinfeksi dengan HIV akan meningkatkan risiko kejadian TB secara signifikan. Pada saat yang sama, kekebalan ganda kuman TB terhadap obat anti TB (Multi Drug Resistance = MDR) semakin menjadi masalah akibat kasus yang tidak berhasil disembuhkan. Keadaan tersebut pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya epidemi TB yang sulit ditangani. (Depkes, 2009)

c. Klasifikasi1. Berdasarkan Tingkat Keparahan Penyakit

Pada TB Paru BTA negatif foto rontgen positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto rontgen memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas atau keadaan umum penderita buruk.

2. Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Mikroskopis a. Tuberculosis Paru BTA Negatif

i. Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif meliputi:1. Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif. 2. Foto rontgen dada menunjukan gambaran tuberculosis aktif.

b. Tubeculosis Paru BTA Positif i. Sekurang-kurangnya dua dari tiga spesimen dahak SPS hasilnya

BTA positif. ii. Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto rontgen

dada menunjukan gambaran tuberculosis. iii. Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman

TB paru-paru positif. iv. Satu atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah tiga

spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non-OAT.

v. Riwayat pengobatan TB paru-paru sebelumnya : baru atau sudah pernah di obati.

3 Berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya:a. Kasus baru Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT

atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu). b. Kasus kambuh (Relaps) Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya

pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).

c. Kasus setelah putus berobat (Default )Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.

d. Kasus setelah gagal (Failure)Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

e. Kasus Pindahan (Transfer In)Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.

f. Kasus lain:Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.

c. EpidemiologiDiperkirakan pada tahun 2004, setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan

kematian 101.000 orang dengan Insidensi kasus TB BTA positif sekitar 110 per 100.000 penduduk.

Pada tahun 1995, program nasional penanggulangan TB mulai menerapkan strategi DOTS dan dilaksanakan di Puskesmas secara bertahap. Sejak tahun 2000 strategi DOTS dilaksanakan secara nasional di seluruh sarana pelayanan kesehatan terutama Puskesmas yang di integrasikan dalam pelayanan kesehatan dasar.

Fakta menunjukkan bahwa TB masih merupakan masalah utama kesehatan masyarakat Indonesia, antara lain:

Indonesia merupakan negara dengan pasien TB terbanyak ke-3 di dunia setelah India dan Cina. Diperkirakan jumlah pasien TB di Indonesia sekitar 10% dari total jumlah pasien TB didunia.

Tahun 1995, hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menunjukkan bahwa penyakit TB merupakan penyebab kematian nomor tiga (3) setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok usia, dan nomor satu (1) dari golongan penyakit infeksi.

Hasil Survey Prevalensi TB di Indonesia tahun 2004 menunjukkan bahwa angka prevalensi TB BTA positif secara Nasional 110 per 100.000 penduduk. Secara Regional Insiden TB BTA positif di Indonesia dikelompokkan dalam 3 wilayah, yaitu:

1. Wilayah Sumatera angka insiden TB adalah 160 per 100.000 penduduk.

2. Wilayah Jawa angka insiden TB adalah 107 per 100.000 penduduk. 3. Wilayah Indonesia Timur angka insiden TB adalah 210 per 100.000

penduduk. 4. Khusus untuk Provinsi DIY dan Bali angka insiden TB adalah 64 per

100.000 penduduk. Berdasarkan hasil survey prevalensi tahun 2004, diperkirakan penurunan

insiden TB Basil Tahan Asam (BTA) positif secara Nasional 2-3 % setiap tahunnya. Sampai tahun 2005, program Penanggulangan TB dengan Strategi DOTS menjangkau 98% Puskesmas, sementara rumah sakit dan Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM)/Balai Kesehatan Paru Masyarakat

(BKPM)/Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru/Rumah Sakit Paru (RSP) baru sekitar 30%.

d. Patofisiologi

TUBERKULOSIS PRIMER

Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan paru, dimana ia akan membentuk suatu sarang pneumonik, yang disebut sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mugkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai berikut :

1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum)

2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus)

3. Menyebar dengan cara : 1. Perkontinuitatum, menyebar kesekitarnya Salah satu contoh adalah

epituberkulosis, yaitu suatu kejadian dimana terdapat penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan menimbulkan peradangan pada lobus yang atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis.

2. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru sebelahnya. Penyebaran ini juga terjadi ke dalam usus

3. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Kejadian penyebaran ini sangat bersangkutan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi basil. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis tuberkulosa, typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini mungkin berakhir dengan :

1. Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan terbelakang pada anak setelah mendapat ensefalomeningitis, tuberkuloma ) atau

2. MeninggalSemua kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosis primer.

TUBERKULOSIS POST-PRIMER

Dari tuberkulosis primer ini akan muncul bertahun-tahun kemudian tuberkulosis post-primer, biasanya pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis post primer mempunyai nama yang bermacam macam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama menjadi problem kesehatan rakyat, karena dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis post-primer dimulai dengan sarang dini, yang umumnya terletak di segmen apikal dari lobus superior maupun lobus inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumonik kecil. Nasib sarang pneumonik ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut :

1. Diresopsi kembali, dan sembuh kembali dengan tidak meninggalkan cacat Sarang tadi mula mula meluas, tapi segera terjadi proses penyembuhan dengan penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan membungkus diri menjadi lebih keras, terjadi perkapuran, dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sebaliknya dapat juga sarang tersebut menjadi aktif kembali, membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukkan keluar.

2. Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik). Nasib kaviti ini :

Mungkin meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonik baru. Sarang pneumonik ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan diatas

Dapat pula memadat dan membungkus diri (encapsulated), dan disebut tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tapi mungkin pula aktif kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi

Kaviti bisa pula menjadi bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kaviti menyembuh dengan membungkus diri, akhirnya mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang terbungkus, dan menciut sehingga kelihatan seperti bintang (stellate shaped).

e. Manifestasi Klinis

Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala respiratorik (atau gejala organ yang terlibat) dan gejala sistemik.1. Gejala respiratorik

batuk ≥ 3 minggu

batuk darah sesak napas nyeri dada

Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang penderita terdiagnosis pada saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka penderita mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.

Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada limfadenitis tuberkulosa akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosa akan terlihat gejala meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosa terdapat gejala sesak napas & kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.

b. Gejala sistemik

Demam 65-80% kasus Menggigil atau keringat malam hari Malaise Anorexia Tapi, 10-20% kasus TB tidak ada bergejala saat diagnosis

f. Diagnosis dan Diagnosis BandingDiagnosis

Diagnosis TB Paru

Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu - pagi - sewaktu (SPS).

Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks,biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.

Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis.

Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit.

Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB paru. (Depkes, 2009)

Diagnosis TB Ekstra Paru.

Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lain-lainnya.

Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis tergantung pada metode pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat diagnostik, misalnya uji mikrobiologi, patologi anatomi, serologi, foto toraks dan lain-lain. (Depkes, 2009)

g. PemeriksaanPemeriksaan MikroskopisAda beberapa tipe interpretasi pemeriksaan mikroskopis. WHO merekomendasikan pembacaan dengan skala International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (IUATLD) : 1)  Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif. 2)  Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang ditemukan. 3)  Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang, disebut +(1+). 4)  Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++(2+). 5)  Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++(3+).

Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS),

S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.

P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di sarana pelayanan kesehatan.

S (sewaktu): dahak dikumpulkan di sarana pelayanan kesehatan pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi.

Pemeriksaan bakteriologik dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi, termasuk BJH) dapat dilakukan dengan cara

Mikroskopik Biakan

Pemeriksaan mikroskopik:

Mikroskopik biasa : pewarnaan Ziehl-Nielsen pewarnaan Kinyoun Gabbett Mikroskopik fluoresens: pewarnaan auramin-rhodamin (khususnya untuk

screening)

Interpretasi hasil pemeriksaan mikroskopik dari 3 kali pemeriksaan ialah bila :

2 kali positif, 1 kali negatif → Mikroskopik positif1 kali positif, 2 kali negatif → ulang BTA 3 kali , kemudian bila 1 kali positif, 2 kali negatif → Mikroskopik positif bila 3 kali negatf → Mikroskopik negatif

Interpretasi pemeriksaan mikroskopik dibaca dengan skala bronkhorst atau IUATLD

Bila terdapat fasiliti radiologik dan gambaran radiologik menunjukkan tuberkulosis aktif, maka hasil pemeriksaan dahak 1 kali positif, 2 kali negatif tidak perlu diulang.

Pemeriksaan biakan kuman:

Pemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan metode konvensional ialah dengan cara :

Egg base media (Lowenstein-Jensen, Ogawa, Kudoh) Agar base media : Middle brook

Melakukan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis pasti, dan dapat mendeteksi Mycobacterium tuberculosis dan juga Mycobacterium other than tuberculosis (MOTT). Untuk mendeteksi MOTT dapat digunakan beberapa cara, baik dengan melihat cepatnya pertumbuhan, menggunakan uji nikotinamid, uji niasin maupun pencampuran dengan cyanogen bromide serta melihat pigmen yang timbul

Pemeriksaan Radiologik

Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA dengan atau tanpa foto lateral. Pemeriksaan lain atas indikasi : foto apiko-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform). Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :

Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah

Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular

Bayangan bercak milier Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang) Gambaran radiologik

yang dicurigai lesi TB inaktif Fibrotik pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas

Luluh Paru (Destroyed Lung ) :

Gambaran radiologik yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat, biasanya secara klinis disebut luluh paru . Gambaran radiologik luluh paru terdiri dari atelektasis, multikaviti dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai aktiviti lesi atau penyakit hanya berdasarkan gambaran radiologik tersebut.

Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologik untuk memastikan aktiviti proses penyakit

Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat dinyatakan sbb (terutama pada kasus BTA dahak negatif) :

Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas tidak lebih dari volume paru yang terletak di atas chondrostemal junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5 (sela iga 2) dan tidak dijumpai kaviti

Lesi luasBila proses lebih luas dari lesi minimal.

Pemeriksaan Penunjang

Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis adalah lamanya waktu yang dibutuhkan untuk pembiakan kuman tuberkulosis secara konvensional. Dalam perkembangan kini ada beberapa teknik baru yang dapat mengidentifikasi kuman tuberkulosis secara lebih cepat.

1. Polymerase chain reaction (PCR):

Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA, termasuk DNA M.tuberculosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik ini adalah kemungkinan kontaminasi. Cara pemeriksaan ini telah cukup banyak dipakai, kendati masih memerlukan ketelitian dalam pelaksanaannya.

Hasil pemeriksaan PCR dapat membantu untuk menegakkan diagnosis sepanjang pemeriksaan tersebut dikerjakan dengan cara yang benar dan sesuai standar.

2. Pemeriksaan serologi, dengan berbagai metoda a.1:

1. Enzym linked immunosorbent assay (ELISA)

Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi respon humoral berupa proses antigen-antibodi yang terjadi. Beberapa masalah dalam teknik ini antara lain adalah kemungkinan antibodi menetap dalam waktu yang cukup lama.

2. Mycodot

Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia. Uji ini menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM) yang direkatkan pada suatu alat yang berbentuk sisir plastik. Sisir plastik ini kemudian dicelupkan ke dalam serum penderita, dan bila di dalam serum tersebut terdapat antibodi spesifik anti LAM dalam jumlah yang memadai yang sesuai dengan aktiviti penyakit, maka akan timbul perubahan warna pada sisir yang dapat dideteksi dengan mudah

3. Uji peroksidase anti peroksidase (PAP)Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi yang terjadi

4. ICTUji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis) adalah uji serologik untuk mendeteksi antibodi M.tuberculosis dalam serum. Uji ICT tuberculosis merupakan uji diagnostik TB yang menggunakan 5 antigen spesifik yang berasal dari membran sitoplasma M.tuberculosis, diantaranya antigen M.tb 38 kDa. Ke 5 antigen tersebut diendapkan dalam bentuk 4 garis

melintang pada membran immunokromatografik (2 antigen diantaranya digabung dalam 1 garis) dismaping garis kontrol. Serum yang akan diperiksa sebanyak 30 μl diteteskan ke bantalan warna biru, kemudian serum akan berdifusi melewati garis antigen. Apabila serum mengandung antibodi IgG terhadap M.tuberculosis, maka antibodi akan berikatan dengan antigen dan membentuk garis warna merah muda. Uji dinyatakan positif bila setelah 15 menit terbentuk garis kontrol dan minimal satu dari empat garis antigen pada membran.

Dalam menginterpretasi hasil pemeriksaan serologi yang diperoleh, para klinisi harus hati hati karena banyak variabel yang mempengaruhi kadar antibodi yang terdeteksi. Saat ini pemeriksaan serologi belum bisa dipakai sebagai pegangan untuk diagnosis

5. Pemeriksaan Cairan PleuraPemeriksaan analisis cairan pleura & uji Rivalta cairan pleura perlu dilakukan pada penderita efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis. Interpretasi hasil analisis yang mendukung diagnosis tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta pada analisis cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan glukosa rendah

6. Pemeriksaan histopatologi jaringanBahan histopatologi jaringan dapat diperoleh melalui biopsi paru dengan trans bronchial lung biopsy (TBLB), trans thoracal biopsy (TTB), biopsi paru terbuka, biopsi pleura, biopsi kelenjar getah bening dan biopsi organ lain diluar paru. Dapat pula dilakukan biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH =biopsi jarum halus). Pemeriksaan biopsi dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis, terutama pada tuberkulosis ekstra paru. Diagnosis pasti infeksi TB didapatkan bila pemeriksaan histopatologi pada jaringan paru atau jaringan diluar paru memberikan hasil berupa granuloma dengan perkejuan

7. Pemeriksaan darah

Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik untuk tuberkulosis. Laju endap darah ( LED) jam pertama dan kedua sangat dibutuhkan. Data ini sangat penting sebagai indikator tingkat kestabilan keadaan nilai keseimbangan biologik penderita, sehingga dapat digunakan untuk salah satu respon terhadap pengobatan penderita serta kemungkinan sebagai predeteksi tingkat penyembuhan penderita. Demikian pula kadar limfosit bisa menggambarkan biologik/ daya tahan tubuh penderida , yaitu dalam keadaan supresi / tidak. LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju endap darah yang normal tidak menyingkirkan tuberkulosis. Limfositpun kurang spesifik.

7. Uji tuberkulin

Pemeriksaan ini sangat berarti dalam usaha mendeteksi infeksi TB di daerah dengan prevalensi tuberkulosis rendah. Di Indonesia dengan prevalensi tuberkulosis yang tinggi, pemeriksaan uji tuberkulin sebagai alat bantu diagnostik kurang berarti, apalagi pada orang dewasa. Uji ini akan mempunyai makna bila didapatkan konversi dari uji yang dilakukan satu bulan sebelumnya atau apabila kepositifan dari uji yang didapat besar sekali atau bula.

Pada pleuritis tuberkulosa uji tuberkulin kadang negatif, terutama pada malnutrisi dan infeksi HIV. Jika awalnya negatif mungkin dapat menjadi positif jika diulang 1 bulan kemudian.

Sebenarnya secara tidak langsung reaksi yang ditimbulkan hanya menunjukkan gambaran reaksi tubuh yang analog dengan ; a) reaksi peradangan dari lesi yang berada pada target organ yang terkena infeksi atau b) status respon imun individu yang tersedia bila menghadapi agent dari basil tahan asam yang bersangkutan (M.tuberculosis).

h. Tatalaksana

Pengobatan tuberkulosis menurut Depkes (2007) dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:

1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.

2. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).

3. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan. a) Tahap awal (intensif)

1. (1)  Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.

2. (2)  Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.

3. (3)  Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.

Pengawas Menelan Obat (PMO)Salah satu dari komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung. Sejak tahun 1995, manajemen operasional yang menyesuaikan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) menekankan adanya pengawas menelan obat (PMO) untuk setiap penderita TB paru dengan harapan dapat menjamin keteraturan minum obat bagi setiap penderita selama masa pengobatan.

1. Persyaratan/ kriteria PMO 1. Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas

kesehatan maupun penderita, selain itu harus disegani dan dihormati oleh penderita.

2. Seseorang yang tinggal dekat penderita. 3. Bersedia membantu penderita dengan sukarela. 4. Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan

penderita. 2. Siapa yang bisa jadi PMO

Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya Bidan di Desa, Perawat, Pekarya, Sanitarian, Juru Imunisasi, dan lain-lain. Bila tidak ada petugas

kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK, atau tokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga (Depkes, 2007).

Tugas seorang PMOMenurut PDPI (2006), tugas PMO antara lain:

1. Bersedia mendapat penjelasan di poliklinik. 2. Melakukan pengawasan terhadap pasien dalam hal minum obat. 3. Mengingatkan pasien untuk pemeriksaan ulang dahak sesuai jadwal

yang telah ditentukan yaitu akhir bulan kedua, 1 bulan sebelum akhir pengobatan dan atau akhir bulan pengobatan.

4. Memberikan dorongan terhadap pasien untuk berobat secara teratur hingga selesai.

5. Mengenali efek samping ringan obat, dan menasehati pasien agar tetap mau menelan obat serta merujuk pasien bila efek samping memberat.

6. Melakukan kunjungan rumah (jika PMO bukan anggota keluarga) 7. Memberikan penyuluhan pada anggota keluarga penderita TB yang

mempunyai gejala-gejala tersangka TB untuk segera memeriksakan diri kepada petugas kesehatan.

Kinerja PMO yang optimal akan meningkatkan keberhasilan pngobatan TBC. Ada beberapa pengertian tentang kinerja yaitu:

1. Menurut Sulistiyani (2003) pengertian kinerja adalah kombinasi dari kemampuan, usaha, dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya. Sedangkan menurut Bernardin dan Russel dalam Sulistiyani (2003) menyatakan bahwa kinerja merupakan catatan outcome yang dihasilkan dari fungsi pegawai tertentu atau kegiatan yang dilakukan selama periode waktu tertentu.

2. Menurut Rivai dan Basri (2005) pengertian kinerja adalah kesediaan seseorang atau kelompok orang untuk melakukan sesuatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawab dengan hasil seperti yang diharapkan.

Adapun Kinerja Pengawas Menelan Obat (PMO) adalah hasil kerja yang dicapai oleh PMO melalui aktivitas kerja yang telah ditentukan menurut kriteria yang berlaku bagi pekerjaan tersebut. Kinerja PMO dipengaruhi beberapa variabel antara lain usia, jenis kelamin, pendidikan, keluarga, tingkat sosial, pengalaman, kemampuan, dll (Sukamto, 2002).

i. Komplikasi Komplikasi yang sering terjadi pada penderita stadium lanjut menurut Depkes (2005):

1. Hemoptisis berat (pendarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.

2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial 3. Bronkiektasis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan

jaringan ikat pada proses pemulihan atau retraktif) pada paru. 4. Pneumotorak (adanya udara didalam rongga pleura) spontan: kolapsspontan

karena kerusakan jaringan paru. 5. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan

sebagainya. 6. Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency).

Penderita yang mengalami komplikasi berat perlu dirawat inap dirumah sakit. Penderita TBC paru dengan kerusakan jaringan luas yang telah sembuh (BTA negatif) masih bisa mengalami batuk darah. Keadaan ini seringkali dikelirukan dengan kasus sembuh. Pada kasus seperti ini, pengobatan dengan OAT tidak diperlukan, tapi cukup diberikan pengobatan simtomatis. Bila pendarahan berat, penderita harus dirujuk ke unit spesialistik (Depkes, 2005).

j. PrognosisPrognosis umumnya baik jika infeksi terbatas di paru, kecuali jika infeksi

disebabkan oleh strain resisten obat atau pasien berusia lanjut dengan debilitas atau mengalami gangguan kekebalan yang beresiko tinggi menderita tuberkulosis milier.

k. PencegahanPengobatan Pencegahan (Profilaksis) untuk AnakPada semua anak, terutama balita yang tinggal serumah atau kontak erat dengan penderita TB dengan BTA positif, perlu dilakukan pemeriksaan menggunakan sistem skoring. Bila hasil evaluasi dengan skoring sistem didapat skor < 5, kepada anak tersebut diberikan Isoniazid (INH) dengan dosis 5-10 mg/kg BB/hari selama 6 bulan. Bila anak tersebut belum pernah mendapat imunisasi BCG, imunisasi BCG dilakukan setelah pengobatan pencegahan selesai.

7. Memahami dan Menjelaskan Etika Batuk Dalam Islam

Sumber:http://klikpdpi.com/konsensus/Xsip/tb.pdf