Aljabar Linear!!

29
BAB 1 SISTEM PERSAMAAN LINEAR DAN MATRIKS 1.1 Pengantar Sistem Persamaan Linear System persamaan aljabar linear dan solusinya merupakan salah satu topik utama yang dipelajari dalam mata kuliah yang dikenal sebagai “Aljabar Linear”. 1. Persamaan Linear Bentuk umum 2 dimensi garis dalam xy : ( a, b ≠ 0 ) Bentuk umum 3 dimensi garis dalam xyz : ( a, b, c ≠ 0 ) Persamaan linear dalam variable –n Dalam khusus dimana b = 0, maka : ax + by ax + by + cz = d a₁x₁ + a 2 x 2 + … + a₁x₁ + a 2 x 2 + … + a x = 0

description

semoga bermanfaat

Transcript of Aljabar Linear!!

Page 1: Aljabar Linear!!

BAB 1

SISTEM PERSAMAAN LINEAR DAN MATRIKS

1.1 Pengantar Sistem Persamaan Linear

System persamaan aljabar linear dan solusinya merupakan salah satu topik utama yang dipelajari

dalam mata kuliah yang dikenal sebagai “Aljabar Linear”.

1. Persamaan Linear

Bentuk umum 2 dimensi garis dalam xy :

( a, b ≠ 0 )

Bentuk umum 3 dimensi garis dalam xyz :

( a, b, c ≠ 0 )

Persamaan linear dalam variable –n

Dalam khusus dimana b = 0, maka :

Bentuk persamaan linear homogen

ax + by = c

ax + by + cz = d

a₁x₁ + a2x2 + … + anxn = b

a₁x₁ + a2x2 + … + anxn = 0

X1, X2, …, Xn

Page 2: Aljabar Linear!!

Contoh persamaan linear Contoh yang bukan Linear

½x – y + 3z = 1 x + 3y2 = 4 → kurva bberbentuk parabola

Maka penyelesainnya : 3x + 2y – xy = 5

x + 3y = 7 sin x + y = 0 → grafiknya bukan garis

x1 - x2 – 3x3 + x4 = 0 melainkan fungsi sin.

x1, x2, …, xn = 1

Kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi dalam penyelesaian system persamaan linear

a1x + b1y = c1 ( a1, b1, tidak keduanya nol )

a2x + b2y = c2 ( a2, b2, tidak keduanya nol )

terdapat 3 kemungkinan

1) Tidak memiliki solusi.

Garis biru dan garis merah mungkin sejajar, yang berarti kedua garis tidak

berpotongan.

2) Satu solusi

Garis biru dan garis merah, mungkin hanya berpotongan hanya di satu titik.

Page 3: Aljabar Linear!!

3) Banyak solusi

Garis biru dan garis merah, mungkin berhimpitan yang berarti jumlah titik potongnya

tak terhingga.

Contoh 1

Dengan 1 solusi

x – y = 1 → dikali (-2) → -2x + 2y = -2

2x + y = 6 2x + y = 6

3y = 4

y = 4/3

Contoh 2

Tidak ada solusi

x + y = 4 → dikali (-3) → -3x – 3y = -12

3x + 3y = 6 3x + 3y = 6

Page 4: Aljabar Linear!!

0 = -6

Kontradiski 0 ≠ -6

Contoh 3

Banyak solusi menggunakan parameter, “misal z”

4x – 2y = 1 → dikali (-4) → -16x + 8y = -4

16x – 8y = 4 16x – 8y = 4

4x – 2y = 1 t = 0 y = 4x – ½

4x = 1 + 2y x = ¼ + ½ t y = 0

x = ¼ + 1/2y = ¼ + ½ (0)

x = ¼ + ½ t = ¼

t = 1 y = 4 x−1

2

x = ¼ + ½ t y = 1

= ¼ + ½ (1)

= ¾

2. Matriks yang di perbesar dan Operasi Baris Elementer

Metode dasar untuk menyelesaikan system persamaan linear dengan cara menerapkan

tiga jenis tipe operasi untuk mengeleminasi factor-faktor yang tidak diketaui secara

sistematis.

1) Mengalikan persamaan dengan konstanta tak nol.

2) Menukarkan posisi dua persamaan.

3) Menambahkan kelipatan satu persamaan ke persamaan lainnya.

Ketiga operasi ini bersesuaian dengan operasi berikut pada baris-baris matriks yang

diperbesar.

1) Mengalikan baris dengan konstanta.

2) Menukarkan posisi dua baris.

Page 5: Aljabar Linear!!

3) Menambahkan kelipatan satu baris ke baris lainnya.

1.2 Eliminasi Gaus

Bentuk Eselon

Sifat-sifat matriks dalam bentuk eselon baris tereduksi

1) Jika satu baris tidak seluruhnya terdiri dari nol, maka bilangan taknol pertama pada

baris itu adalah 1. Bilangan 1 ini disebut 1 utama (leading 1).

2) Jika terdapat baris yang seluruhnya terdiri dari nol, maka baris-baris ini akan

dikelompokkan bersama pada bagian paling bawah dari matriks.

3) Jika terdapat dua baris berurutan yang tidak seluruhnya terdiri dari nol, maka 1 utama

pada baris yang lebih rendah terdapat pada kolom yang lebih kanan dari 1 utama pada

baris yang lebih tinggi.

4) Setiap kolom yang memiliki 1 utama memiliki nol pada tempat-tempat lainnya.

Metode Eliminasi Gaus – Sian : bentuk eselon baris

x + y + 2z = 9

2x + 4y – 3z = 1

3x + 6y – 5z = 0

1 1 22 4 −33 6 −5

910

--2b1 + b

2

1 1 20 2 −73 6 −5

9−17

0

-3b1

+ b3

1 1 20 2 −70 3 −11

9

−17−27

½ b2

1 1 20 1 −7 /20 3 −11

9

−13/2−27

-3b1

+ b3

1 1 20 1 −7/20 0 −1/2

9

−17 /2−3 /2

-2b3

1 1 20 1 −7/20 0 1

9

−17 /23

x1 + x2 + 2x3 = 9

x2 – 7/2x3 = -17/2

Page 6: Aljabar Linear!!

x3 = 3

x2 – 7/2x3 = -17/2 x1 + x2 + 2x3 = 9

x2 – 7/2(3) = -17/2 x1 + 2 + 2 (3) = 9

x2 – 21/2 = -17/2 x1 + 2 + 6 = 9

x2 = -17/2 + 21/2 x1 + 8 = 9

x2 = 4/2 x1 = 9 - 8

x2 = 2 x1 = 1

Metode Gaus – Jordan

2x + y – 2z = 10

3x + 2y + 2z = 1

5x + 4y +3z = 4

2 1 −23 2 25 4 3

1014

-b2

+ 2b1

1 0 −63 2 25 4 3

1914

-3b1 + b2

1 0 −60 2 205 4 3

19

−564

½ b2

1 0 −60 1 105 4 3

19

−284

-5b1 + b3

1 0 −60 1 100 4 33

19

−28−91

-4b2

+ b3

1 0 −60 1 100 0 7

19

−2821

-1/7b3

1 0 −60 1 100 0 1

19

−28−3

-10b3

+ b2

1 0 −60 1 00 0 1

−192

−3 6b

3 + b

1

1 0 00 1 00 0 1

12

−3

Page 7: Aljabar Linear!!

Penggunaan solusi dalam matriks menggunakan system linear :

1 0 00 1 00 0 1

3

−14

x1 = 3, x2 = -1, dan x3 = 4

Tidak ada solusi

1 0 00 1 20 0 0

001

Ada solusi

1 0 00 1 20 0 0

000

1.3 Matriks dan Operasi Matriks

Notasi dan Istilah Matriks

Definisi 1

Suatu matriks adalah jajaran empat persegi panjang dari bilangan-bilangan. Bilangan-

bilangan dalam jajaran tersebut disebut entri dari matriks.

Operasi pada Matriks

Definisi 2

Dua mastriks adalah setara jika keduanya memiliki ukuran yang sama dan entri-entri yang

bersesuaian adalah sama.

Dalam notasi matriks, jika A = [aij] dan B = [bij] memiliki ukuran yang sama, maka A = B

jika dan hanya jika (A)ij = (B)ij atau aij = bij untuk semua i dan j.

Definisi 3

Page 8: Aljabar Linear!!

Jika A dan B adalah matriks-matriks dengan ukuran yang sama, maka jumlah A + B adalah

matriks yang di peroleh dengan menjumlahkan entri-entri pada B dengan entri-entri yang

bersesuaian pada A dan selisih A – B adalah matriks yang diperoleh dengan mengurangkan

entri-entri pada A dengan entri-entri yang bersesuaian pada B. matriks dengan ukuran yang

berbeda tidak dapat di jumlahkan atau dikurangkan.

Dalam notasi matriks, jika A = [aij] dan B = [bij] memiliki ukuran yang sama, maka :

(A + B)ij = (A)ij + (B)ij = aij + bij dan (A - B)ij = (A)ij - (B)ij = aij + bij

Definisi 4

Jika A adalah matriks sebarang dan c adalah scalar sebarang, maka hasilkalinya cA adalah

matriks yang diperoleh dari perkalian setiap entri pada matriks A dengan bilangan c. matriks

cA disebut sebagai kelipatan scalar dari A.

Dalam notasi matriks, jika A = [aij], maka : c(A)ij = caij

Definisi 5

Jika A adalah matriks m x r dan B adalah matriks r x n maka hasilkali AB adalah matiks m x

n yang entri-entrinya ditentukan sebagai berikut. Untuk mencari entri pada baris i dan kolom

j dari AB, pisahkan baris i dari matriks A dan kolom j dari matriks B. Kalikan entri-entri

yang bersesuaian dari baris dan kolom tersebut dan kemudian jumlahkan hasil yang di

peroleh.

Am x r x Brxn = ABmxn

Contoh :

A2x3 = 1 2 42 6 0 x B3x4 =

4 1 40 −1 32 7 5

312

A x B2x4 = 12 27 308 −4 26 13

12

Matriks yang dipartisi

Sebuah matriks yang dapat dibagi atau dipartisi menjadi beberapa matriks yang lebih kecil

dengan cara menyisipkan garis-garis horizontal dan vertical di antara baris dan kolom yang

dinginkan.

Page 9: Aljabar Linear!!

Definisi 6

Jika A adalah matriks m x n, maka transpos dari A dinyatakan dengan AT, didefinisikan

sebagai matriks n x m yang didapatkan dengan mempertukarkan baris-baris dan kolom-

kolom dari A, sehingga kolom pertama dari AT adalah baris pertama dari A.

Contoh :

A = 2 31 45 6

AT = 2 1 53 4 6

Definisi 7

Jika A adalah sebuah matriks bujursangkar, maka trace dari A yang dinyatakan sebagai tr(A),

didefinisikan sebagai jumlah entri-entri pada diagonal utama A. trace dari A tidak dapat

didefinisikan jika A bukan matriks bujursangkar.

Contoh :

A = 1 2 72 4 64 7 8

tr(A) = 1 + 4 + 8 = 13

1.4 Invers, Aturan Aritmatika Matriks

Sifat-sifat Operasi Matriks

Teorema 1.4.1 sifat-sifat aritmatika matriks.

a) A + B = B + A (Hukum komutatif penjumlahan)

b) A + (B + C) = (A + B) + C (Hukum asosiatif penjumlahan)

c) A (BC) = (AB) C (Hukum asosiatif perkalian)

d) A (B + C) = AB + AC (Hukum distributive kiri)

e) (B + C) A = BA + CA (Hukum distributive kanan)

f) A (B – C) = AB – AC

g) (B – C) A = BA – CA

h) a (B + C) = aB + aC

Page 10: Aljabar Linear!!

i) a (B – C) = aB – aC

j) (a + b) C = aC + bC

k) (a – b) C = aC – bC]

l) a (bC) = (ab) C

m) a (BC) = (aB) C = B (aC)

Matriks nol

Sebuah matriks yang seluruh entrinya adalah bilangan nol.

Sebagai contoh, pehatikan dua hasil standar dalam aritmatika bilangan real berikut ini :

Jika ab = ac dan a≠0 maka b = c. (ini disebut hukum pembatalan)

Jika ad = 0, maka paling tidak satu factor pada ruas kiri adalah 0.

Teorema 1.4.2 sifat-sifat matriks nol.

a) A + 0 = 0 + A = A

b) A – A = 0

c) A – 0 = A

d) A0 = 0; 0A = 0

e) Ifc A = 0, maka c = 0 atau A = 0

Matriks Identitas

Matriks bujursnagkar dengan bilangan 1 pada diagonal utamanya dan 0 pada entri-entri

lainnya.

Contoh :

1 00 1

1 0 00 1 00 0 1

Definisi 1

Page 11: Aljabar Linear!!

Jika A adalah matriks bujursangkar, dan jika terdapat matriks B yang ukurannya sama

sedemikian rupa hingga AB = BA = I, maka A disebut dapat dibalik dan B disebut invers

dari A. Jika matriks B tidak dapat didefinisikan, maka A dinyatakan sebagai matriks

singular.

Sifat – Sifat Invers

Teorema 1.4.4

Jika B dan C kedua-duanya adalah invers dari matriks A, maka B = C.

Teorema 1.4.5

A = [a bc d ] dapat dibalik jika ad – bc ≠ 0 dan inversnya dapat dihitung sesuai dengan

rumus :

A-1 = 1

ad−bc [ d −b−c a ] = [ d

ad−bc−bad−bc

−cad−bc

aad−bc ]

Teorema 1.4.6

Jika A dan B adalah matriks-matriks yang dapat dibalik dengan ukuran yang sama, maka

AB dapat dibalik dan (AB)-1 = B-1 A-1

Teorema 1.4.8 Hukum Eksponen

Jika A adalah matriks yang dapat di balik, maka :

a) A-1 dapat dibalik dan (A-1)-1 = A

b) An dapat dibalik dan (An)-1 = (A-1)n untuk n = 0, 1, 2, …

c) Untuk scalar taknol k sebarang, matriks kA dapat dibalik dan (kA)-1 = 1kA-1

1.5 Hasil lebih Lanjut pada Sistem Persamaan dan Keterbalikan

Teorema 1.6.2

Page 12: Aljabar Linear!!

Jika A adalah suatu matriks n x n yang dapat dibalik, maka untuk setiap matriks b, n x 1,

system persamaan Ax = b memiliki tepat satu solusi, yaitu x = A-1b.

1.6 Matriks Diagonal dan Matriks Simetrik

Matriks Diagonal

Suatu matriks bujursangkar yang semua entrinya yang tidak terletak pada diagonal utama

adalah nol.

Contoh :

2 00 5

1 0 00 1 00 0 1

1 0 00 2 00 0 3

Matriks Simetrik

Suatu matriks bujursangkar A adalah simetrik jika A = AT

Teorema 1.7.2

Jika A dan B adalah matriks-matriks simetrik dengan ukuran yang sama, dan jika k adalah

scalar sebarang, maka :

a) AT adalah simetrik

b) A + B dan A – B adalah simetrik

c) kA adalah simetrik

BAB 2

DETERMINAN

2.1 Menghitung Determinan dengan Reduksi Baris

Teorema 2.2.1

Misalkan A adalah suatu matriks bujursangkar

a) Jika A memiliki satu baris atau satu kolom bilangan nol, maka det(A) = 0

b) det(A) = det(AT)

Matriks Segitiga

Page 13: Aljabar Linear!!

Teorema 2.2.2

Jika A adalah matriks segitiga n x n (segitiga atas, segitiga bawah atau diagonal) maka

det(A) adalah hasilkali dari entri-entri pada diagonal utama matriks tersebut yaitu det(A)

= a11 a22 … ann

Operasi Baris Elementer

Teorema 2.2.3

Misalkan A adalah suatu matriks n x n.

a) Jika B adalah matriks yang diperoleh ketika satu baris atau satu kolom dari A

dikalikan dengan suatu scalar k, maka det(B) = k det(B).

b) Jika B adalah matriks yang diperoleh ketika dua baris atau dua kolom dari A

dipertukarkan, maka det(B) = - det(A).

c) Jika B adalah matriks yang diperoleh ketika kelipatan dari satu baris A

ditambahkan ke baris lainnya atau ketika kelipatan dari satu kolom ditambahkan

ke kolom yang lain, maka det(B) = det(A).

Menghitung Determinan dengan Reduksi Baris

Contoh :

Hitunglah det (A) dimana A = 0 1 53 −6 92 6 1

Penyelesaian :

Kita akan mereduksi A menjadi bentuk eselon baris (yaitu segitiga atas) dan menerapkan

teoreman 2.2.3.

Det (A) = [0 1 53 −6 92 6 1 ] = - [3 −6 9

0 1 52 6 1 ] ← baris pertama dan kedua dari A dipertukarkan

= -3 [1 −2 30 1 52 6 1] ← suatu factor bersama yaitu 3 dari baris pertama

dikeluarkan melewati tanda determinan

Page 14: Aljabar Linear!!

= -2 [1 −2 30 1 50 10 −5] ← -2 dikali baris pertama ditambahkan ke baris ketiga

= -10 [1 −2 30 1 50 0 −55] ← -10 kali baris kedua ditambahkan baris ketiga

= (-3)(-55) [1 −2 30 1 50 0 1] ← suatu factor bersama yaitu -55 dari baris

terakhir dikeluarkan melewati tanda

determinan.

= (-3)(-55)(1)

= 165

2.2 Ekspansi Kofaktor ; Aturan Cramer

Definisi 1

Jika A adalah suatu matriks bujursangkar, maka minor dari entri aij dinyatakan sebagai

Mij dan didefinisikan sebagai determinan dari submatriks yang tersisa setelah baris ke-i

dan kolom ke-j dihilangkan dari A. Bilangan (-1)i + j Mij dinyatakan sebagai Cij dan disebut

sebagai kofaktor dari entri aij.

Contoh :

Misalkan [3 1 −42 5 61 4 8 ]

Minor dari entri a11 adalah M11 = [3 1 −42 5 61 4 8 ] = [5 6

4 8] = 16

Kofaktor dari a11 adalah C11 = (-1)1+1 M11 = M11 = 16

Ekspansi Kofaktor

Menunjukan bahwa determinan A dapat dihitung dengan mengalikan entri-entri pada

baris pertama dari A dengan kofaktor-kofaktornya yang bersesuaian dan menjumlahkan

hasilkali-hasilkali yang di peroleh.

Contoh :

Page 15: Aljabar Linear!!

Misalkan A = [ 3 1 0−2 −4 35 4 −2] hitunglah det(A) dengan menggunakan ekspansi kofaktor

sepanjang baris pertama dari A.

Penyelesaian :

Det(A) = [ 3 1 0−2 −4 35 4 −2] = 3 [−4 3

4 −2] – 1 [−2 35 −2] + 0 [−2 −4

5 4 ]= 3(-4) – (1)(-11) + 0 = -1

Adjoin dari Matriks

Mengalikan entri-entri dari sebarang baris dengan kofaktor-kofaktor yang bersesuaian

dari baris yang berbeda, jumlah dari hasilkali-hasilkali ini selalu nol.

Teorema 2.4.2

Inver Matriks dengan Menggunakan Adjoinnya

Jika A adalah suatu matriks yang dapat dibalik, maka : A-1 = 1

det (A ) adj (A)

Contoh :

Tentukan invers dari matriks A = [ 12 4 126 2 −10

−16 16 16 ]A-1 =

1det (A ) adj (A)

= 164 [ 12 4 12

6 2 −10−16 16 16 ]

= [1264

464

1264

664

264

−1064

−1664

1664

1664

]

Page 16: Aljabar Linear!!

Aturan Cramer

Teorema berikut ini memberikan rumus untuk solusi dari system liniear tertentu dengan n

persamaan dan n factor yang tidak diketahui

BAB 3

VEKTOR PADA RUANG BERDIMENSI 2 DAN RUANG BERDIMENSI 3

3.1 Pengantar Vektor (Geometrik)

Vektor Geometrik

Vector dapat dinyatakan sebagai geometric sebagai ruas garis terarah menunjukan anak

panah pada ruang berdimensi 2 atau berdimensi 3. Arah anak panah menunjukan arah vekto,

sementara panjang anak panah menggambarkan besarnya. Ekor anak panah disebut titik awal

dari vector dan ujung anak panah adalah titik akhir.

Definisi 1

Jika v dan w adalah dua vector sebarang, maka jumlah (sum) v + w adalah vector yang di

tentukan sebagai berikut : Tempatkan vector w sedemikian rupa sehingga titik awalnya

berhimpitan dengan titik akhir v. vector v + w diwakili oleh anak panah dari titik awal v

hingga titik akhir w.

w

v v + w v

w + v

Page 17: Aljabar Linear!!

Vektor Nol

Vektor dengan panjang nol disebut vector nol (zero vector) dan dinyatakan sebagai 0. Kita

definisikan :

0 + v = v + 0 = v

Untuk setiap vector v. karena vector nol secara alami tidak memiliki arah, bahwa vector nol

dapat memiliki arah sebarang. Jika v adalah vector taknol sebarang, maka –v adalah bentuk

negative dari v dan didefinisikan sebagai vector yang besarnya sama dengan v, tetapi

memiliki arah yang berlawanan. Vector ini memiliki sifat v + (-v) = 0

Definisi 2

Jika v dan w adalah 2 vektor sebarang, maka selisih w dari v didefinisikan sebagai :

v – w = v + (-w)

v - w v

-w w

Definisi 3

Jika v adalah vector taknol dan k adalah bilangan real (scalar) taknol, maka hasilkali kv

didefinisikan sebagai vector yang panjangnya |k| kali panjang v dan arahnya sama dengan v

jika k > 0 dan arah berlawanan dengan v jika k < 0. Kita mendefiniskan kv = 0 jika k = 0 atau

v = 0.

Vector dalam Sistem Koordinat

Misalkan v adalah vector sebarang pada suatu bidang, bahwa v ditempatkan sedemikian rupa

sehingga titik awalnya berhimpitan dengan titik asal system koordinat siku-siku. Koordinat

(v1,v2) dari titik akhir v disebut komponen v dan kita tulis v = (v1,v2)

Jika vector-vektor v dan w terletak sedemikian rupa sehingga titik-titik awalnya berhimpitan.

Jadi, vector-vektor tersebut memiliki komponen-komponen yang sama. Sebaliknya vector-

Page 18: Aljabar Linear!!

vektor yang dengan komponen yang sama adalah ekuivalen karena memiliki panjang yang

sama dan arah yang sama. v = (v1,v2) dan w = (w1, w2)

Adalah ekuivalen jika dan hanya jika v1 = w1 dan v2 = w2.

Operasi penjumlahan dan perkalian vector dengan scalar mudah untuk dilakukan dalam

bentuk komponen-komponen.

v = (v1,v2) dan w = (w1, w2)

maka

v + w = (v1 + w1, v2 + w2 )

Jika v = (v1,v2) dan k adalah scalar sebarang, dapat ditunjukan sebagai berikut :

kv = (kv1, kv2)

Karena v – w = v + (-1) w, maka sesuai rumus 1 dan rumus 2 diperoleh :

v – w = (v1 - w1, v2 - w2)

Vektor pada Ruang Berdimensi 3

Vector ruang pada berdimensi 3 dapat digambarkan oleh tiga bilangan real dengan

memperkenalkan system koordinat siku-siku. Jika vector v pada ruang berdimensi 3

ditempatkan sedemikian rupa sehingga titik awalnya terletak pada titik asal system koordinat

siku-siku. Maka koordinat-koordinat titik ekhirnya disebut sebagai komponen-komponen v,

dan kita tulis

v = (v1,v2, v3)

v dan w adalah ekuivalen jika dan hanya jika v1 = w1, v2 = w2, v3 = w3

v + w = (v1 + w1, v2 + w2, v3 + w3)

kv = (kv1, kv2, kv3), dimaka k adalah scalar sebarang.

3.2 Norma Suatu Vektor ; Aritmatika Vektor

Sifat-sifat Operasi Vektor

Teorema 3.2.1

Jika u, v dan w adalah vector-vektor pada ruan g berdimensi 2 atau ruang berdimensi 3, dan k

dan l adalah scalar, maka hubungan-hubungan berikut berlaku :

a) u + v = v + u

b) (u + v) + w = u + (v + w)

Page 19: Aljabar Linear!!

c) u + 0 = 0 + u

d) u + (-u) = 0

e) k(lu) = (kl) u

f) k (u + v) = ku + kv

g) (k + l) u = ku + lu

h) lu = u

Pendekatan geometric, dimana vector-vektor diwakili oleh anak panah atau ruas garis terarah

dan pendekatan analitik, dimana vector-vektor diwakili oleh sepasang atau tiga pasang

bilangan yang disebut komponen.

Norma Suatu Vektor

Panjang dari suatu vector u seringkali disebut sebagai norma dari u dan dinyatakan dengan

‖u‖. Norma dari suatu vector u pada ruang berdimensi 2 adalah :

‖u‖ = akar u12 + u2

2

Norma dari suatu vector u pada ruang berdimensi 3 adalah :

‖u‖ = akar u12 + u2

2 + u33

3.3 Hasilkali Titik ; Proyeksi

Definisi 1

Jika u dan v adalah vector-vektor pada ruang berdimensi 2 atau ruang berdimensi 3 dan θ

adalah sudut antara u dan v, maka hasilkali titik atau hasilkali dlam Euclidean u . v

didefinisikan oleh :

u . v = ‖u‖ ‖v‖ cos θ jika u ≠ 0 dan v ≠ 0

0 jika u = 0 atau v = 0

Bentuk Komponen dari Hasilkali Titik

Page 20: Aljabar Linear!!

Misalkan u = (u1,u2, u3) dan v = (v1,v2, v3) adalah dua vector taknol. Jika θadalah sudut antara

u dan v, maka hukum cosinus menghasilkan :

‖P⃑Q‖2 = ‖u‖2 + ‖v‖2 – 2 ‖u‖ ‖v‖ cos θ

Menentukan Sudut antara Vektor-Vektor

Jika u dan v adalah vector-vektor taknol maka :

cos θ = u . v

‖u‖‖v‖

Teorema 3.3.1

Misalkan u dan v adalah vector-vektor pada ruang berdimensi 2 atau tuang berdimensi 3

a) v.v = ‖v‖2 ; yaitu ‖v‖ = (v . v)1/2

b) jika vector-vektor u dan v adalah taknol dan θ adalah sudut diantaranya, maka

θ adalah lancip jika dan hanya jika u.v > 0

θ adalah tumpul jika dan hanya jika u.v < 0

θ = π2 jika dan hanya jika u.v = 0

Vector-Vektor Ortogonal

Vector- vector yang saling tegak lurus juga disebut vector-vektor orthogonal. Dua vector

taknol adalah orthogonal jika dan hanya jika hasilkali titiknya adalah nol.

Teorema 3.3.2

Sifat-Sifat Hasilkali Titik

Jika u,v dan w adalah vector-vektor pada ruang berdimensi 2 atau berdimensi 3 dan k adalah

scalar, maka :

a) u . v = v . u

b) u . (v + w) = u . v + u . w

c) k (u . v) = (ku) . v = u . (kv)

Page 21: Aljabar Linear!!

d) v . v > 0 jika v ≠ 0, dan v . v = 0 jika v = 0

3.4 Hasilkali Silang

Hasilkali Silang Vektor

Teorema 3.4.1

Hubungan antara Hasilkali Silang dan Hasilkali Titik

Jika u, v dan w adalah vector-vektor pada ruang berdimensi 3, maka :

a) u . (u x v ) = 0 ( u x v orthogonal ke u)

b) v . ( u x v) = 0 ( u x v orthogonal ke v)

c) ‖ 𝑢 𝑥 𝑣‖2 = ‖𝑢‖2‖𝑣‖2 − (𝑢.𝑣)2 ( identitas lagrange )

d) u x (v x w) = (u . w)v – (u . v)w (Hubungan antara hasilkali titik dan hasilkali silang)

e) (u x v) x w = (u . w)v – (v . w)u (Hubungan antara hasilkali titik dan hasilkali silang)

Teorema 3.4.2

Sifat-sifat Hasilkali Silang

Jika u, v dan w adalah vector-vektor sebarang pada ruang berdimensi 3 dan k adalah scalar

sebarang, maka :

a) u x v = - (v x u)

b) u x (v + w) = (u x v) + (u x w)

c) (u + v) x w = (u x w) + (v x w)

d) k(u x v) = (ku) x v = u x (kv)

e) u x 0 = 0 x u = 0

f) u x u = 0