Akut
-
Upload
deborapasaribu -
Category
Documents
-
view
6 -
download
0
Transcript of Akut
Ketika pemeriksa datang ke rumah pasien, suami pasien sedang memberi makan burung
peliharaan pasien di depan rumah. Suami pasien kemudian menyuruh pemeriksa masuk
dan memanggil pasien. Pasien kemudian menyuruh pemeriksa masuk ke dalam rumah
dan duduk di sofa ruang tamu.
Pasien bercerita bahwa keluhan pasien sudah membaik setelah diberi obat oleh
dokter. Pasien merasa enak makan, tidur lebih nyenyak. Pasien yang sebelumnya malas
untuk melakukan pekerjaan, merasa lebih baik, dan lebih bersemangat. Pasien biasa
berjalan-jalan di sore hari bersama suami. Rasa krenyeng-krenyeng di dada pasien bahkan
tidak terasa lagi dalam masa periode meminum obat tersebut. Pasien merasa dirinya
sudah membaik dan tidak berniat untuk kembali kontrol ke dokter.
Akan tetapi, sejak hari Sabtu kemarin (15/3/2014) pasien kembali merasakan rasa
tidak enak di dada dan krenyeng-krenyeng di dada pasien. Pasien juga merasakan
pikirannya melayang kemana-mana dan mudah cemas, entah karena apa. Bahkan saat
suami pasien menerima telepon dari pemeriksa dan mengetahui bahwa pemeriksa hendak
berkunjung ke rumah pasien, pasien merasa takut dan cemas, rasa tidak enak di dada itu
semakin kuat. Pasien tidak tahu apa yang membuatnya kembali merasa cemas dan tidak
enak. Karena rasa krenyeng-krenyeng di dada itu kembali muncul, pasien menjadi
kembali tidak enak makan, tidak enak tidur, rasanya resah dan cemas. Pasien juga
kembali merasa berdebar-debar dan berkeringat dingin tanpa sebab yang jelas. Pasien
mungkin merasa bahwa rasa krenyeng-krenyeng itu muncul lagi akibat kelelahan karena
pasien hari Jumat berjalan-jalan pagi dengan suaminya dan suaminya mengajak pasien
berjalan-jalan keliling dengan rute lebih jauh sehingga rasa krenyeng-krenyeng itu
muncul kembali.
Ketika pemeriksa bertanya mengenai penyebab keresahan pasien, pasien
menyebutkan bahwa pasien merasa cemas karena rasa krenyeng-krenyeng itu muncul
kembali dan pasien merasa bahwa penyakitnya kembali lagi dan tidak sembuh. Pasien
bercerita bahwa awal penyakit ini adalah pada tahun 2011 ketika pasien dikuret di RS
DKT. Sebelum kuret tahun 2011 ini, pasien memang pernah dikuret juga dan setelah
dikuret pasien merasa lebih baik. Pada kuret di tahun 2011 ini, setelah pasien dikuret
pasien merasa badannya tidak kunjung membaik, pasien masih merasa mual dan lemas.
Karena pasien merasa kurang puas, pasien memeriksakan diri ke dokter spesialis obsgyn
yang lain di RS IBI dan menurut dokter, pasien harus periksa lab di Parahita. Setelah
periksa lab dan membawa hasilnya ke dokter obsgyn di RS IBI, dokter menyebutkan
bahwa ada kemungkinan kuretnya belum bersih dan memberikan opsi untuk kembali ke
dokter obsgyn yang pertama di RS DKT; setelah mengkonfirmasi hasil lab pada dokter
obsgyn yang pertama, dokter tersebut menolak untuk melakukan kuret dan akhirnya
pasien dikuret di dokter obsgyn di RS IBI.
Setelah kuret kedua, pasien masih merasa mualnya sudah hilang, akan tetapi
pasien merasa rasa kesemutan dan tidak enak yang menjalar dari kaki ke dada. Pasien
juga merasa lemas. Pasien kemudian kembali memeriksakan diri dan dokter obsgyn di
RS IBI menyatakan kalau hasil kuret sudah bersih (dibuktikan lagi dengan pemeriksaan
lab kedua). Pasien yang kurang puas kemudian memeriksakan diri ke dokter umum dan
dokter spesialis, periksa laboratorium lengkap (dalam batas normal) dan meminum
berbagai jenis obat, namun tidak kunjung membaik. Pasien yang masih kurang puas
kemudian membawa diri ke “orang pintar” dan “orang pintar” tersebut menyuruh pasien
untuk berhenti minum obat dan menyatakan bahwa masih ada sisa gumpalan darah di
dalam tubuh pasien. Pasien juga sudah melaksanakan terapi dari “orang pintar” tersebut,
tetapi gejala yang dirasakan pasien tidak membaik.
Kemudian pasien berkunjung ke dokter umum di dekat rumah pasien, dan pasien
diberikan obat penenang. Dokter tersebut bercerita bahwa pasien kemungkinan terlalu
banyak pikiran dan agak depresi; dan disuruh berobat ke psikiater. Pasien tidak terima
dirinya dibilang depresi oleh dokter umum tersebut dan pemeriksa menjelaskan bahwa
kondisi depresi bukan seperti yang dibayangkan oleh pasien. Pasien kemudian
melanjutkan ceritanya bahwa pasien berobat ke psikiater dan sembuh tanpa perlu kontrol
lagi ke dokter. Saat itu pasien diberi obat Sandepril oleh psikiater.
Saat pemeriksa mengonfirmasi apakah penyebab kecemasan dan banyak pikiran
pasien dikarenakan masalah keluarga, pasien menjawab tidak ada. Pasien merasa masalah
keluarga pasien adalah lumrah dan setiap rumah tangga pasti memiliki masalah masing-
masing. Pemeriksa mencoba menggali lagi dan pasien bercerita bahwa kadang-kadang
pasien merasa tidak suka (pegel) dengan sikap suaminya yang menurutnya “selalu ingin
menyenangkan orang lain”. Selain menjadi tentara, suami pasien adalah seorang pelatih
bola dan menurut pasien, suami pasien terlalu royal dengan orang lain. Menurut pasien,
menjadi pelatih bola malah harus mengeluarkan duit untuk turnamen dan pasien merasa,
sebaiknya uang yang ada itu untuk disimpan bukan untuk dikeluarkan, apalagi untuk
orang lain. Sebelumnya pasien biasa “menelan” rasa tidak terimanya pada suaminya, tapi
menurut pasien, akhir-akhir ini pasien sudah mulai mengutarakan rasa tidak suka
mengenai royalnya suaminya tersebut.
Pasien kembali berputar ke awal bercerita mengenai bahwa rasa krenyeng-
krenyeng di dadanya itu muncul karena keresahannya akan penyakitnya yang tidak
kunjung membaik dan membuatnya cemas serta pikirannya sering melayang. Pemeriksa
kembali mengarahkan cerita dan bertanya mengenai anak-anaknya dan pasien
menjelaskan bahwa anak-anaknya prestasinya cukup baik di sekolah dan anaknya cukup
baik. Pasien merasa lega karena anaknya yang paling besar akan sekolah di Malang,
karena mendapat beasiswa di sekolah bola dan pasien akan mendapatkan keringanan
karena anaknya yang paling besar akan sekolah sendiri di Malang. Ketika pemeriksa
bertanya: apabila pasien punya masalah pasien akan bercerita dengan siapa; pasien
kemudian menjawab bahwa pasien bercerita pada ibunya dan ibu pasien sedang ada di
Jember. Ketika sebulan yang lalu pasien merasa rasa tidak enak itu mengganggu, pasien
langsung meminta ibunya dari Solo untuk berkunjung ke Jember untuk menemaninya
karena pasien merasa lemah dan lelah untuk melakukan pekerjaannya. Pasien kemudian
kembali merasa bahwa rasa krenyeng-krenyeng di dada itu muncul karena pasien merasa
penyakitnya tidak kunjung sembuh dan pasien merasa penasaran mengapa sakitnya tidak
membaik, walaupun kemarin sempat membaik. Pemeriksa kemudian menyarankan
bahwa pasien mungkin terlalu banyak pikiran dan agar pasien lebih ikhlas dan tabah
menerima apa yang sudah terjadi di masa lalu, dan pasien menyangkal bahwa dia banyak
pikiran dan pasien merasa masalah-masalahnya itu lumrah dalam rumah tangga. Pasien
menyebutkan bahwa suaminya orang yang sangat baik dan tidak pernah marah, apalagi
membentak, walaupun tampilan wajahnya menyeramkan. Pemeriksa kemudian
menyarankan pasien untuk tetap kontrol keesokan harinya.