akmen

36
PENGEMBANGAN SISTEM MANAJEMEN BIAYA DOSEN PEMBIMBING: Dr. H. Suhairi, MSi, Ak, CA Dra. Sri Dewi Edmawati, MSi, Ak, CA Drs. Riwayadi, MBA, Ak, CA DISUSUN OLEH: HAFIZAH MARDIAH NOVIA ZAYETRI PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI

description

bahan persentasi

Transcript of akmen

Page 1: akmen

PENGEMBANGAN SISTEM MANAJEMEN BIAYA

DOSEN PEMBIMBING:

Dr. H. Suhairi, MSi, Ak, CA

Dra. Sri Dewi Edmawati, MSi, Ak, CA

Drs. Riwayadi, MBA, Ak, CA

DISUSUN OLEH:

HAFIZAH MARDIAH

NOVIA ZAYETRI

PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI

UNIVERSITAS ANDALAS

2015

Page 2: akmen

PENGEMBANGAN SISTEM MANAJEMEN BIAYA

1. Pendahuluan

Manajemen biaya adalah sistem yang didesain untuk menyediakan informasi bagi

manajemen untuk pengidentifikasian peluang-peluang penyempurnaan, perencanaan

strategi, dan pembuatan keputusan operasional mengenai pengadaan dan penggunaan

suber-sumber yang diperlukan oleh organisasi. Sistem manajemen biaya terdiri atas

semua alat-alat, teknik-teknik, dan metode-metode yang secara bersama-sama

membentuk suatu sistem manajemen biaya. Sistem manajemen biaya terintegrasi

menunjukkan adanya saling hubungan dengan elemen-elemen sistem lainnya yaitu: (1)

sistem desain dan pengembangan, (2) sistem pembelian dan produksi, (3) sistem

pelayanan konsumen, dan (4) sistem pemasaran dan distribusi.

Sistem manajemen biaya dapat diklasifikasikan menjadi sistem manajemen biaya

tradisional dan sistem manajemen biaa kontemporer. Keinginan perusahaan untuk

menghasilkan produk berkualitas yang beragam, tingkat persaingan yang tinggi, dan

kesadaran konsumen yang tinggi, mendorong perusahaan menggunakan sistem biaya

kontemporer.

Sistem manajemen tradisional tidak dapat bekerja dengan baik dalam memberikan

informasi yang relevan, akurat dan tepat waktu pada situasi dimana adanya tuntutan

keragaman, kompleksitas produk, persyaratan mutu dan tekanan persaingan yang tinggi.

2. Pembahasan

a. Biaya Langsung dan Biaya Tidak Langsung

Biaya langsung (direct cost) adalah biaya yang mudah ditelusuri ke objek biayanya.

Sedangkan yang dimaksud dengan biaya tidak langsung (indirect cost) adalah biaya

yang tidak mudah ditelusuri ke objek biayanya, sekalipun dapat ditelusuri dengan

cara yang tidak ekonomis.

Jika objek biaya-nya adalah suatu produk, seperti meja tulis, maka kayu merupakan

biaya langsung terhadap objek biaya meja tulis, Karena kayu dengan mudah ditelusuri

Page 3: akmen

pemakaiannya ke meja tulis. Pembebanan biaya langsung ke objek biaya disebut

dengan tracing. Biaya listrik untuk penerangan merupakan biaya tidak langsung,

karena berapa jumlah listrik yang diserap untuk pembuatan meja sulit untuk diukur.

Pembebanan biaya tidak langsung ke objek biayanya disebut dengan allocation.

b. Activity Based Costing

Pengertian Activity Based Costing (ABC) menurut para ahli:

Menurut Kaplan, ABC adalah pendekatan akuntansi berorientasi proses, dimana

biaya diidentifikasi dan dicatat dalam kategori aktivitas yang rinci, sehingga laba atas

investasi dan peningkatan efektivitas dapat dievaluasi.

Sedangkan menurut Blocher, ABC adalah pendekatan biaya yang memberikan biaya

sumber daya ke objek biaya, seperti produk, jasa, atau pelanggan berdasarkan kegatan

yang dilakukan untuk objek biaya.

ABC adalah model biaya khusus yang mengidentifikasi kegiatan dalam sebuah

organisasi dan memberikan biaya pada setiap aktivitas dengan sumber daya untuk

semua produk dan layanan sesuai dengan masing-masing konsumsi aktual.

Dalam pengunaan Activity Based Costing System (ABC), terdapat dua tahapan untuk

menentukan biaya overhead atas produk. Tahap pertama adalah, mengidentifikasi

aktivitas yang signifikan di dalam kegiatan produksi atas produk dan menentukan

biaya overhead untuk masing-masing aktivitas berkenaan dengan sumber biaya

organisasi yang digunakan oleh aktivitas. Biaya overhead ditentukan oleh masing-

masing aktivitas yang terdiri dari activity cost pool. Setelah menentukan biaya

overhead atas activity cost pool dalam tahap pertama, cost driver yang layak untuk

masing-masing cost pool diidentifikasikan dalam tahap kedua. Ketika biaya overhead

dialokasikan untuk masing-masing activity cost pool untuk lini produk dalam proporsi

dalam jumlah atas cost driver yang dikonsumsi oleh lini produk.

Page 4: akmen

Untuk menentukan cost driver, ada 3 kriteria yang harus dipenuhi:

1. Tingkat korelasi/hubungan

Kita harus dapat menyimpulkan bagaimana setiap lini produk mengkonsumsi dalam

aktivitas dengan mengamati bagaimana setiap lini produk mengkonsumsi cost driver.

Oleh karena itu, keakuratan penetapan biaya tergantung dari tingkat korelasi antara

konsumsi dari aktivitas dan konsumsi dari cost driver.

2. Biaya Pengukuran

Kita perlu merancang sistem informasi dari setiap cost-benefit trade-offs. Semakin

banyak activity cost pool yang digunakan, maka semakin tinggi akurasi dari biaya

pengukuran. Dengan demikian juga maka semakin banyak cost drivernya yang

menghasilkan sistem biaya pelaksanaan dan pemeliharaan yang lebih baik.

3. Efek Perilaku

Sistem informasi memiliki potensi tidak hanya untuk memfasilitasi pengambilan

keputusan, tetapi juga mempengaruhi perilaku dari pengambil keputusan, bisa baik

atau buruk, tergantung efek perilakunya. Dalam menentukan cost driver kita perlu

mempertimbangkan kemungkinan konsekuensi perilaku. Contoh, dalam sistem

produksi just-in-time, tujuannya adalah untuk mengurangi persediaan dan kegiatan

material-handling seminimum mungkin. Jumlah pergerakan barang bisa menjadi

dasar pengukuran yang paling tepat, yang dapat menimbulkan efek perilaku yang

diinginkan dan mempengaruhi manajer untuk mengurangi jumlah pergerakan

material, sehingga mengurangi material-handling cost.

Page 5: akmen

c. Activity Based Costing with Idle Capacity

Berdasarkan literatur berjudul Cost & Effect yang diterbitkan oleh Robin Cooper dan

Robert Kaplan, bahwa cost of idle capacity seharusnya tidak termasuk ke dalam cost

of product. Dalam akuntansi biaya tradisional, tarif overhead ditentukan dimuka

dengan cara membagi anggaran biaya overhead dengan ukuran aktivitas yang

dianggarkan seperti jam kerja langsung (direct labor hour). Praktek seperti ini akan

megakibatkan biaya idle capacity dibebankan ke produk dan akan menyebabkan

biaya produksi per unit tidak tepat. Jika aktivitas produksi diperkirakan turun, maka

tarif overhead akan meningkat karena dengan produksi yang lebih sedikit maka biaya

idle capacity yang ditanggung masing-masing unit produksi akan meningkat.

Dalam ABC, produk hanya dibebani biaya dari kapasitas yang digunakan dan tidak

dibebankan biaya dari idle capacity. Ini menyebabkan perhitungan biaya produksi per

unit akan lebih akurat, karena perhitungan biaya hanya atas kegiatan peroduksi yang

dilakukan.

Page 6: akmen

Menurut Hansen dan Mowen (2006), ada enam langkah dalam mendesain

Activity-based costing system (ABC), yaitu:

1. Activity identification, definition, and classification

Identifikasi aktivitas adalah sebuah langkah pertama yang logis dalam

mendesain sistem ABC. Aktivitas berasal dari aksi yang diambil satu atau dari

pelaksanaan kerja dengan peralatan atau untuk orang lain. Definisi aktivitas

adalah sebuah aktivitas dari inventory. Atribut aktivitas adalah informasi

keuangan dan non-keuangan yang menggambarkan aktivitas individual.

Klasifikasi aktivitas merupakan atribut yang digambarkan dan menjelaskan

aktivitas dan pada waktu yang sama menjadi basis pengklasifikasian aktivitas.

2. Assign cost to activities

Setelah mendeskripsikan dan menjelaskan aktivitas, tugas berikutnya adalah

menentukan berapa banyak kos pada setiap aktivitas. Kos dari sebuah aktivitas

adalah kos dari sumber daya yang dikonsumsi dari setiap aktivitas. Kos dari

sumber daya harus dilekatkan pada aktivitas dengan pendekatan langsung atau

dengan suatu pendorong. Penggerak aktivitas adalah faktor-faktor yang

mengukur pemakaian sumber daya oleh aktivitas.

3. Assigning secondary activity costs to primary activities

Pembebanan biaya pada aktivitas selesai pada tingkat pertama dari ABC.

Dalam tingkat pertama ini, aktivitas diklasifikasikan menjadi primer dan

sekunder. Jika ada aktivitas sekunder, maka tahap berikutnya muncul. Pada tahap

berikutnya, biaya aktivitas sekunder dibebankan pada aktivitas-aktivitas yang

memakai outputnya.

4. Cost object and bills of activities

Setelah biaya dari aktivitas primer ditentukan, maka biaya tersebut dapat

dibebankan pada produk dalam suatu aktivitas penggunaannya seperti dengan

yang diukur oleh penggerak aktivitas. Pembebanan ini diselesaikan dengan

penghitungan suatu tarif aktivitas yang ditentukan terlebih dahulu dan

mengalikan tarif ini dengan penggunaan aktivitas yang sebenarnya.

Page 7: akmen

5. Activity rates and product costing

Guna menghitung tarif aktivitas, kapasitas praktis dari tiap aktivitas harus

ditentukan. Guna membebankan biaya juga perlu diketahui jumlah dari tiap

aktivitas yang dipakai oleh tiap produk. Dalam memenuhi tujuan ini, akan

diasumsikan bahwa kapasitas praktis aktivitas adalah sebanding dengan total

penggunaan aktivitas oleh semua produk.

6. Classifying activities

Pada pembentukan kumpulan aktivitas yang berhubungan, aktivitas

diklasifikasikan menjadi salah satu dari empat kategori umum aktivitas.

d. Time-Driven Activity Based Costing

Menurut Kaplan dan Anderson di tahun 2004, Time-Driven Activity-Based Costing

(TDABC) merupakan sistem penghitungan biaya yang merupakan terobosan dari

ABC konvensional. Model baru ini diuat tanpa menghilangkan konse-konsep yang

terdapat dalam ABC. Time-Driven Activity-Based Costing (TDABC) merupakan

system yang lebih sederhana, cepat, dan murah karena tidak perlu melakukan

aktivitas survey dan wawancara yang mahal atas karyawannya, yang meman waktu,

dan subyektif. TDABC hanya memerlukan dua parameter, yakni:

1) Biaya per unit dari kapasitas persediaan (unit cost)

2) Waktu yang diperlukan untuk melakukan suatu aktivitas/transaksi (unit time)

Page 8: akmen
Page 9: akmen

3. Kasus John Deere Component Works (A)

Profil Perusahaan

John Deere, didirikan pada tahun 1837 oleh John Deere pandai besi yang

mengembangkan alat bajak baja pertama yang sukses secara komersial. Selama tahun

1970, Deere menghabiskan lebih dari satu miliar dollar pada modernisasi pabrik,

perluasan usaha dan perkakas. Selama tiga dekade, Deere mengembangkan lini

produknya, membangun pabrik baru dan menjalankan usaha sesuai dengan kapasitas

pabrik, namun tetap tidak mampu untuk memenuhi permintaan.

Dalam periode yang sama, Deere melakukan diversifikasi terhadap peralatan industri

lainnya seperti konstruksi, utility, dan pertambangan. Pada tahun 1962 Deere mulai

membangun gedung dan traktor perkebunan dan peralatan lainnya.

Pada pertengahan tahun 1980 Deere menjadi perusahaan yang bergerak dalam bidang

pertanian dan perkebunan terbesar di dunia. Di tahun 1980, komoditas pertanian

mengalami penurunan dan oleh karena itu, Deere mengambil beberapa kebijakan yaitu

menurunkan level operasinya, memotong biaya yang memungkinkan, meningkatkan

tekanan untuk mendorong pengambilan keputusan, dan melakukan restrukturisasi. Untuk

meningkatkan volume produksi, Deere ingin agar produksi komponennya memasok

untuk perusahaan dan industri lain.

John Deere Components Works

Selama beberapa tahun, komponen traktor dibuat dan dirakit di pabrik traktor, Waterloo.

Untuk menghasilkan produk lain, pada tahun 1970 Deere berhasil memisahkan

komponen produksi traktor menjadi mesin dan perakitan. Untuk perakitan traktor dan

mesin dipindahkan ke pabrik baru di area Waterloo. Pada akhir tahun ke 10, gedung lama

untuk produksi traktor digunakan untuk memproduksi komponen traktor yang dinamakan

John Deere Component Works (JDCW). JDCW memiliki 3 divisi, yaitu divisi hydraulics,

drive trains division, dan gear dan divisi produk spesial. JDCW didesain untuk menjadi

bagian dari produsen peralatan yang diproduksi Deere, terutama traktor.

Page 10: akmen

Selama tahun 1970, kegiatan operasi dan peralatan JDCW telah dirancang untuk

membantu divisi traktor sebesar 150 unit per hari. Pada pertengahan tahun 1980, JDCW

memproduksi suku cadang kurang dari kebutuhan. Aktivitas volume yang rendah

merupakan efek yang sangat merugikan mesin dan bisnis karena mesin tersebut lebih

efisien untuk produksi bervolume tinggi.

Penjualan Internal dan Transfer Pricing

Hampir seluruh penjualan JDCW merupakan penjualan internal. Pabrik peralatan diminta

untuk membeli secara internal komponen-komponen utama, misalnya transmisi desain

lanjutan dan roda yang akan memberikan keuntungan kompetitif pada Deere. Kebijakan

perusahaan menyatakan bahwa transfer pricing antara divisi ditentukan pada nilai full

cost. Perusahaan juga memiliki kebijakan make-buy, pada saat terjadi kelebihan

kapasitas, divisi yang akan melakukan pembelian harus menggunakan direct cost dan

bukan full cost sebagai acuan untuk dibandingkan dengan tawaran harga pasar.

Turning Machine Business

Pada awal tahun 1984, operasi JDCW berada jauh di bawah kapasitas dan para manajer

menyadari bahwa mereka tidak dapat menunggu hingga pasar agrikultur berubah menjadi

lebih baik. Pada divisi gear and produk spesial, sebagian orang memprediksi bahwa

produk turning machine akan menjadi fokus yang menjanjikan. Turning machine ini

merubah bahan mentah menjadi komponen akhir dan merupakan kegiatan operasi divisi

yang paling independen. Turning machine ini memiliki 3 departemen di JDCW. Ketiga

departemen ini dibedakan berdasarkan diameter barstock yang dapat dibuat oleh mesin

tersebut berdasakan katup dalam mesin.

JDCW Standard Cost Accounting System

Dalam perhitungan dengan standard costing, JDCW menjumlahkan unsur-unsur biaya-

biaya terdiri dari:

Direct Labor (run time only)

Direct Material

Overhead (direct + period) applied on direct labor

Page 11: akmen

Overhead (direct + period) applied on material dollars

Overhead (direct + period) applied on ACTS (Actual Cycle Time Standards) machine

hours

Menetapkan Tarif Overhead

Setiap satu tahun sekali, departemen akuntansi JDCW menetapkan kembali tarif

overhead berdasarkan dua studi, studi normal dan studi proses. Dalam studi normal,

menentukan nilai standar dari direct labor dan machine hours dan total overhead untuk

tahun berikutnya dengan menetapkan “volume normal”. Studi proses meruntuhkan

overhead yang diproyeksikan pada volume normal di antara 100-plus proses JDCW

seperti lukisan, lembaran logam, menggiling, turning machines, dan heat treating.

Basis Evaluasi untuk Tarif Overhead

Selama beberapa tahun JDCW menggunakan tenaga kerja langsung sebagai tarif untuk

mengalokasikan overhead. Namun pada tahun 1960, perusahaan menerapkan pemisahan

overhead berdasarkan material. Tarif tersebut termasuk biaya pembelian, penerimaan,

pemeriksaan, dan bahan mentah. Biaya-biaya tersebut dialokasikan ke persentase markup

disamping biaya material. Dari waktu ke waktu tarif terpisah ini sudah ditetapkan untuk

baja, castings, dan pembelian untuk merefleksikan perbedaan permintaan.

Perhtungan menggunakan tenaga kerja langsung dan material overhead ini dibagi atas

biaya langsung (biaya variabel), seperti biaya setup, scrap, materials handling, bervariasi

tergantung volume aktivitas produksi dan periode (biaya tetap), seperti pajak, biaya

depresiasi, listrik, gaji tidak dipengaruhi oleh aktivitas produksi. Pada tahun 1984, JDCW

memperkenalkan machine hours sebagai basis alokasi overhead seperti basis tenaga kerja

dan material. Dengan peningkatan penggunaan mesin, maka basis tenaga kerja langsung

tidak lagi digunakan sebagai basis overhead, karena tidak lagi merefleksikan performa

kerjanya. Jam kerja digunakan untuk proses dimana waktu kerja setara machine hours,

jika terdapat perbedaan maka jam atas ACTS digunakan untuk mengalokasikan biaya

overhead.

Page 12: akmen

Permasalahan

Kehancuran agribisnis yang dimulai dengan turunnya nilai tanah pertanian dan harga

komoditas yang menurun tajam yang mengakibatkan Deere untuk mengatur tingkat

pelaksanaan operasi semakin ke menurun, pemotongan biaya, menekankan pembuat

keputusan dilakukan secara desentralisasi, dan rekstrukturisasi pada proses manufaktur.

Deere juga melakukan pengurangan tempat produksi, mengurangi karyawan, mendorong

agar karyawan pensiun dini, dan tidak melakukan penggantian untuk karyawan yang

keluar dari perusahaan.

Sejumlah kegagalan terjadi terus-menerus dalam kompetisi JDCW untuk melakukan

penawaran. Mereka memberikan kontrak, dan semua pekerjaan dijual ke supplier luar.

JDCW hanya mendapatkan segilintir barang yang diminta yang kebanyakan merupakan

low-volume stuff yang tidak diinginkan. JDCW berfikir bahwa mungkin mereka akan

mendapatkan bisnis yang mana direct cost-nya lebih murah dibandingkan dengan

penawaran luar walaupun sebenarnya full cost-nya tidak. Penyebab penawarannya tidak

kompetitif adalah karena harganya lebih mahal dibandingkan supplier luar, dan lebih

mahal dibandingkan dengan divisi-divisi lain di Deere Company. Karena hal tersebut

JDCW mempertanyakan ketepatan metode pembiayaan yang dipakai saat ini, yang

menyebabkan JDCW tidak dapat bersaing dengan kompetitor-kompetitornya.

JDCW mempunyai 3 divisi yaitu The Hidraulics Division, The Drive Trains Division,

dan Gear and Special Product Division. Sebagai bagian dari sebuah perusahaan

terintegrasi secara vertikal, JDCW mendapatkan part dari Deere’s Equipment Division,

karena dapat memproduksi berbagai macam part dalam jumlah yang banyak, walaupun

produksi traktor relatif rendah. Rendahnya produksi traktor memberikan kerugian pada

mesin karena mesin lebih efisien beroperasi pada jumlah yang besar.

Kebijakan perusahaan, melakukan transfer antar divisi berdasarkan full cost (direct

material+direct labour+direct iverhead +period overhead). Perusahaan juga punya

kebijakan make-buy policy ketika kapasitas mencukupi, yaitu divisi pembeli bisa

membandingkan yang mana yang lebih rendah antara direct cost (bukan full cost)

dibandingkan dengan penawaran dari luar.

Page 13: akmen

Equipment Division tampaknya hanya melihat harga, berperilaku seperti profit center

bukan cost center, karena hanya memerhatikan keuntungan divisi dibandingkan

perusahaan secara keseluruhan. Dalam prakteknya equipment division tidak mengikuti

kebijakan perusahaan, sehingga JDCW kehilangan porsi untuk equipment factory karena

perusahaan pesaing.

Pada awalnya JDCW menggunakan standar costing untuk perhitungan biayanya, alokasi

overhead berdasarkan pada direct labor hours, machine hours, dan material. Pada

kenyataannya metode biaya ini bekerja cukup baik di masa lalu karena perusahaan

memproduksi produk yang spesifik dalam secara konsisten. Namun, metode biaya ini

tidak memberikan sistem alokasi biaya yang terbaik bagi JDCW.

Keith William menyadari kekurangan dari penggunaan standard costing tersebut dan

beralih menggunakan Activity-Based Activity Costing, yang mencerminkan nilai cost per

unit yang tepat untuk tiap produk. Namun, perbedaan nilai cost penggunaan standard

costing dan Activity-Based Costing bervariasi, ada beberapa produk yang mengalami

penurunan cost dan ada yang justru cost-nya menjadi lebih besar.

Berdasarkan penjelasan di atas, permasalahan yang terjadi di perusahaan yaitu:

1. Penggunaan Standard Costing System yang tidak sesuai dengan nature perusahaan

yang besar dan memproduksi barang yang sangat bervariasi dan tidak mencerminkan

actual cost per unit.

2. Perusahaan menyadari adanya kesalahan dalam menentukan biaya dengan

penggunaan Standard Costing dan beralih menggunakan Activity Based-Costing,

namun hasil yang diperoleh sangat bervariasi, ada yang biayanya menjadi lebih kecil

dan menjadi lebih besar.

Analisis Permasalahan

Pada Oktober 1984, JDCW melakukan penawaran sebanyak 275 suku cadang. Tetapi

dengan harga yang tidak kompetitif, keinginan divisi Gear And Special Products untuk

menjual suku cadangnya tidak dapat dilaksanakan. Harga per unit yang tidak kompetitif

Page 14: akmen

ini sebagian besar disebabkan karena JDCW menggunakan standard cost accounting

system dalam mengalokasikan overheadnya. Tarif overhead didasarkan pada basis direct

labor, material dollars, dan actual cycle time standard (ACTS) (lihat exhibit 3). Setelah

dilakukan analisis lebih lanjut oleh manajer akuntansi JDCW, maka sebaiknya JDCW

menggunakan sistem Activity Based Costing (ABC) dalam mengalokasikan overhead.

JDWC mengidentifikasi adanya 7 (tujuh) aktifitas signifikan dalam proses produksi,

sehingga total biaya overhead akan dialokasikan ke masing-masing aktifitas. Ketujuh

aktifitas yang digunakan JDWC sebagai cost driver sebagai berikut:

1. Direct Labor Support, overhead dialokasikan berdasarkan karyawan langsung yang

menangani pembuatan komponen-komponen. Biaya ini termasuk allowance for

benefits, break period, gaji, personnel, percentage of supervision dan gaji industrial

engineering. Seluruh direct labor yang menunjang overhead dapat dijumlahkan

menjadi $ 1,898,000 (in 1985) dan dibagi oleh total direct labor dollar $ 1,714,000

yang menghasilkan overhead rate untuk aktifitias ini sebesar 111%.

2. Machine Operation, overhead yang dihasilkan dari beroperasinya turning machine,

ditambah pengalokasian biaya kapasitas dan fasilitas. Total biaya yang digunakan

untuk mengoperasikan turning machine $ 4,045,000 dan dibagi total machine hour

242,000 yang menghasilkan $ 16.70 per hour overhead rate untuk aktifitas ini.

3. Setup Hours, overhead yang dihasilkan berdasarkan perubahan dari tugas yang harus

dijalankan. Hal ini termasuk biaya actual setup; small share machine, small tool

maintenance, supervision, dan gaji industrial engineering. Biayanya adalah $

1,111,000 dibagi dengan estimated number of setup hours 32,900 yang menghasilkan

overhead rate per jamnya $33.80.

4. Production Order Activity, dihasilkan dari kegiatan penjualan yang menghasilkan

pesanan komponen-komponen. Total biaya dibagi dengan total pesanan

produksi per tahun 7,150 yang menghasilkan biaya $ 114 setiap production

order.

5. Materials Handling, biaya overhead yang muncul dari aktifitas perpindahan

barstock ke dalam mesin dan perpindahan komponen-komponen yang

dihasilkan ke tahap selanjutnya. Biaya yang mendominasi aktifitas ini adalah

Page 15: akmen

karyawan yang menangani material dan perawatan peralatan. Overhead rate-

nya adalah $ 19.42 yang dihasilkan dari membagi total biaya yang dialokasikan

($303,000) dengan total muatan (15,600). Total muatan diestimasikan

berdasarkan 6 tahapan:

a.

b.

c. Loads/run + 0.5

d. Multiply result in (c) by number of runs of that part/year = number of loads/year

moved away from machine

e. Loads/year x 2 (movement to and from machine) = total number of loads/year for

that part

f. Repeat process for all numbers, and add number of load/part to obtain total

number of loads per year

6. Parts Administration, biaya overhead didapat dari total biaya $ 999,000 yang ketika

didistribusikan ke 2,050 parts di dalam system, menghasilkan head tax $ 487 per

komponen.

7. General and Administrastion, biaya overhead dihubungkan keseluruh pabrik, tidak

hanya pada suatu aktifitas atau proses manufakture tertentu. Biaya ini termasuk pajak,

depresiasi, etc. Total General and Administrative ($ 998,000) dibagi rata kesetiap

produk dengan dasar value added.

Setelah menentukan aktifitas-aktfitas yang signifikan untuk mengalokasikan total

overhead, dalam tahap kedua JDWC dapat menentukan biaya per unit produk

berdasarkan ketujuh cost driver untuk menghasilkan satu unit produk.

Page 16: akmen
Page 17: akmen

Dapat dilihat bahwa alokasi overhead dengan menggunakan ABC memiliki keragaman

cost driver dibandingkan dengan standard cost. Dengan total overhead yang sama dapat

menghasilkan alokasi overhead yang berbeda-beda berdasarkan driver costnya.

JDCW sebaiknya menggunakan ABC dalam menentukan costs/unitnya karena JDCW

memiliki keragaman produk yang dihasilkan dan setiap produk mengkonsumsi overhead

yang berbeda-beda. Oleh sebab itu apabila menggunakan standard costing maka hasil

alokasi overhead menjadi tidak akurat. Keakuratan yang dihasilkan dengan sistem ABC

ini akan mencerminkan kegiatan yang sebenarnya terjadi dalam membuat suatu produk.

Terlihat pada exhibit 3 dan 4, setelah metode ABC digunakan dalam mengalokasikan

overhead, ternyata 41% overhead bergeser kepada aktifitas 3 sampai dengan aktifitas 7.

Untuk mengestimasikan biaya masing-masing komponen. Berikut data element of costing

yang dibutuhkan:

Page 18: akmen

Berikut perhitungan untuk Part A103:

Dengan menggunakan Standard Costing

Direct Material $ 6.44

Direct Labor $ 12.76 x 0.185 $ 2.36

Overhead Direct Labor (0.185 x $ 12.76) x 205% $ 4.84

ACT Machine Hours 0.310 x $ 27.56 $ 8.54

Total $ 22.18

Dengan menggunankan ABC

Direct Material $ 6.44

Direct Labor $ 12.76 x 0.185 $ 2.36

Overhead Direct Labor Support (0.185 x $ 12.76) x 111% $ 2.62

Machine Operation 0.31 x ($ 8.99 + $ 7.61) $ 5.15

Machine Setup (4.2 x $ 33.76x 2) / ( 8000/100) $ 3.54

Production Order (2/8000/100) x $ 114.27 $ 2.86

Material-Handling (2/8000/100x2) x $ 19.42 $ 0.97

Part Administration 0.176 x $ 487 / (8000/100) $ 1.07

General and Administration 9.1% x $ (2.36+ 2.62+5.15+3.54+2.86+0.97+1.07)

$ 2.07

Total $ 26.7

Page 19: akmen

STANDAR COSTING ACTIVITY-BASED COSTING

DIRECT COST $ 8.8 (39%) $ 8.8 (27%)

INDIRECT COST $ 13.38 (61%) % 17.9 (73%)

TOTAL COST $ 22.18 $ 26.7

4. Kasus John Deere Component Works (B)

Hal-hal yang Dipengaruhi setelah Implementasi ABC

Frank Stevenson merangkum hasil yang didapat divisi Gear and Special Product dalam

mengimplementasikan Activity Based Costing:

ABC Costing Estimating Model

Dalam rangka penggunaan ABC untuk menentukan biaya individu komponen, sebuah

model diciptakan menggunakan Lotus 1-2-3 spreadsheet IBM. Model ABC, contohnya,

dapat mengkalkulasi biaya material atas dasar jenis baja, panjang, dan nomor mesin

(yang mempengaruhi jenis alat yang dipakai). Oleh karena itu, biaya material yang

dialokasikan ke suatu komponen tergantung dari bagaimana material itu digunakan juga

harga perolehannya. Penggunaan selanjutnya model ABC atas biaya material adalah;

Model ABC yang telah dikembangkan JDWC dapat menghasilkan data biaya trade-

off bila harga pembelian material komponen berbeda.

Model ABC tersebut dapat mengkalkulasi jumlah tahun berjalan yang dapat

menghasilkan biaya manufaktur terendah setiap tahunnya

Membandingan setup mesin yang berbeda

Dapat mengkalkulasikan costs at par level of utilization, walaupun metode ABC yang

dikembangkan berbasis normal volume

Page 20: akmen

Completing the ABC Study

Keith William dan Nick Vintila telah mencoba mengaplikasikan ABC dalam 44 sample

komponen JDWC dan membandingkannya dengan biaya yang dihasilkan oleh standard

costing system. Mereka juga bereksperimen dengan merubah lot size yang saat ini

digunakan dalam system MRP. Khususnya, Model ABC merekomendasikan mereka

untuk melipatgandakan lot size rata-rata dalam rangka untuk mengoptimisasi biaya

manufaktur. Penelitian selanjutnya menunjukan pengaruh yang kuat dari pergeseran

produk bauran (product mix) untuk mengefisiensikan penggunaan turning machine.

Division Changes

Selama tahun 1985 – 1986, divisi JDWC mengalami pembatasan lini produk ke dalam 5

bisnis: gear and shaft, machined parts, cast iron making, heat treating, dan sheet metal

work. Sedapat mungkin departemen dapat diorganisir ulang dari proses hingga maufaktur

cell dan pengadopsian pendekatan Just-In-Time untuk mempersingkat lead time,

meningkatkan kualitas, dan juga menurunkan biaya.

Agar ABC Model yang digunakan lebih efektif maka dilakukan beberapa perubahan

dalam implementasinya, yaitu terhadap:

1. Penawaran

ABC digunakan untuk menghitung biaya mesin dan menyiapkan penawaran untuk

Deere ataupun pelanggan dari luar. Dengan menggunakan ABC perusahaan tahu

mana saja produk yang cost nya tinggi dalam low-volume.

Dan divisi juga harus merubah sistem penawaran dalam praktek transfer pricing

mereka. Dan memulai untuk untuk menegosiasikan “market-based-price” yang

berada di bawah full cost

2. Process Planning

Bagian Proses enginering menggunakan model perbandingan relative efisiensi mesin

untuk tipe yang berbeda dari baja dan part number untuk memilih bagian mana saja

yang diproses sesuai tipe mesinnya, karena ABC menunjukan setup dan biaya

produksi yang tinggi dari pada MRP. Process engineering menggunakan ABC untuk

Page 21: akmen

menghitung biaya pada basis optimal run/ tahun dan bisa dinegosiasi untuk customer

untuk meneriman run yang lebih kecil pada harga yang lebih murah

3. Low Value- Added Parts

Gear and special produk mempercepat perpindahan dari low-volume, short-running

part dari turning mesin. Kira-kira 31% part membutuhkan lebih dari 20 jam direct

labor; secara keseluruhan dihitung 97% dari semua direct labor tersisa untuk mesin.

Tapi part yang kurang dari 8 jam akan di outsource. Secara kebetulan part yang

tersisa masih belum ditentukan, tapi keputusanyang dibuat berdasarkan costing yang

lebih akurat yaitu ABC.

Kombinasi dari perpindahan LVA part diharapkan dapat meningkatkan rata-rata run

time, mengurangi kerumitan penjadwalan dan mengurangi permintaan untuk staf

pendukung.

4. Cell Arrangements

Infrastruktur pabrik berubah dari sistem row mesin menjadi sistem per-sel. Beberapa

mesin dikelompokkan bersama dan dipakai untuk high-run part.

5. Layout

ABC juga membantu manajemen dalam mengatur departemen permesinan. Secondari

operations yang memiliki cost yang tinggi menyebabkan manajemen untuk

mengembalikan menjad divisi sebelumnya dan mengembalikan ke gedung sebelum

dipindahkan. Untuk mendapatkan tempat yang lebih besar, turning machine yang

sudah tidak efisien lagi dibuang. Lalu untuk meminimalisir jarak penanganan antara

barstock dengan packaging dan shipping, kegiatan-kegiatan tersebut dibuat menjadi

lebih dekat agar lebih efisien. Tetapi sayangnya layout yang baru ini belum pernah

dicoba selama proses produksi dikarenakan baru diatur selama bulan agustus 1986,

sedangkan pada januari 1987 pabrik tersebut ditutup. Walaupun begitu terdapat satu

perubahan layout yang sudah diterapkan tahun 1985 dan membuat perubahan yang

signifikan. Layout yang berhasil diterapkan pada tahun tersebut adalah process

engineering group. Mulanya, process engineering group ini berada jauh dari lantai

penjualan tetapi sekarang berada tepat ditengah area permesinan. Akibat dari

pemindahan layout ini komunikasi antar personelnya menjadi lebih mudah.

Page 22: akmen

Berikut Perbandingan Machine Parts Overhead Standard Costing dan ABC dengan 44

sampel (hanya Turning Machine Operation):

Dari perbandingan atas 44 sampel di atas, diperoleh hasil yang bervariasi dari pada

saat awal menggunakan standard costing lalu menggunakan ABC, ada yang biayanya

menjadi lebih kecil dan menjadi lebih besar. Namun kelebihan dari penggunaan

metode ABC adalah biaya yang muncul merupakan biaya yang sebenarnya dan lebih

akurat. Sehingga menghindari terjadinya overcosting ataupun undercosting dan

perusahaan dapat bersaing dengan vendor lain dengan penetapan harga berdasarkan

Page 23: akmen

cost yang aktual, meskipun terdapat beberapa barang menjadi lebih tinggi costnya,

banyak juga barang lain yang lebih rendah costnya. Pada saat menggunakan standard

costing sangat memungkinkan terjadi overcosting dan undercosting sehingga profit

margin yang diperoleh pun tidak aktual. Tabel di atas juga menunjukkan bahwa

tujuan dari penggunaan metode ABC bukanlah untuk mendapatkan biaya yang lebih

kecil, melainkan untuk mendapatkan ceminan biaya yang sebenarnya.

Future of ABC

Walaupun ABC ini sangat berguna, tetapi manfaatnya juga masih terbatas pada:

1. ABC hanya berjalan pada komputer tiap individu, bukan pada komputer yang

terintegerasi dengan data base divisi

2. ABC hanya digunakan untuk operasi yang meggunakan turning machine

5. Penutup

Penetapan biaya dengan standard costing tidak sesuai untuk digunakan oleh perusahaan

yang memproduksi barang dengan banyak aktivitas produksi dan variasi produk yang

beragam, tidak mencerminkan cost yang sebenarnya. Hanya menggunakan direct labor

dan machine hours sebagai cost driver, sedangkan ada banyak tahapan dalam aktivitas

produksi yang menuntut penentuan cost driver yang lebih akurat.

Dengan menggunakan Activity Based Costing perusahaan dapat mengetahui actual cost

per unit, sehingga tidak akan terjadi undercosting atau overcosting dalam penentuan

biaya. Penggunaan cost driver untuk yang disesuaikan berdasarkan aktivitas produksi

yang telah ditetapkan activity cost pool-nya, terdiri dari 7 cost driver yaitu direct labor

support, machine operation, setup hours, production order activity, materials handling,

parts administration, general and administrative.

Tujuan dari penggunaan metode ABC bukan untuk menghasilkan biaya per unit yang

kecil, namun menghasilkan biaya yang sebenarnya. Terbukti dari kasus John Deere,

perbedaan cost dari awal perusahaan menggunakan standard costing menjadi Activity

Page 24: akmen

Based Costing hasilnya bervariasi, ada yang biayanya menjadi lebih kecil dan menjadi

lebih besar.

Meskipun terdapat variasi perubahan cost karena beralih menggunakan metode ABC,

John Deere tetap dapat bersaing dengan lebih percaya diri karena keakuratan penentuan

biaya, karena menghindari profit margin yang semu akibat adanya overcosting dan

undercosting.

Agar pengaplikasian ABC menjadi lebih efisien makan harus dibantu dengan perubahan-

perubahan pada pabrik. Misalkan dalam kebijakan transfer pricing yang diubah dengan

menggunakan market based dibandingkan dengan direct cost atau full cost. Selain

kebijakan, tata letak pabrik juga diubah untuk memaksimalkan efisiensi penggunaan

ABC.

Page 25: akmen

DAFTAR REFERENSI

Edward J. Blocher, David E. Stout, Gary Cokins (2010). Cost Management: A Strategic Emphasis, 5th edition, Mc-Graw-Hil/Irwin.

Robert S. Kaplan and Robin Cooper (1999). The Design of Cost Management System; Text and Cases, 2nd edition, Prentice Hall.

Robert S. Kaplan and Steven R. Anderson (2004). Time-Driven Activity-Based Costing.

https://zulfikarnashrullah.wordpress.com/2008/05/28/hello-world/

John Deere Component Works Case