Airway Pada Trauma Fasial

4

Click here to load reader

description

Pendahuluan

Transcript of Airway Pada Trauma Fasial

Page 1: Airway Pada Trauma Fasial

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Trauma fasial adalah ruda paksa fisik pada wajah. Trauma facial dapat

melibatkan cedera jaringan lunak, seperti luka bakar, lebam dan memar, atau

fraktur tulang wajah seperti patah tulang hidung dan patah tulang rahang, serta

cedera mata. Trauma maksilofacial terjadi sekitar 6% dari seluruh trauma.

Kecelakaan kendaraan bermotor bertanggung jawab untuk 60% fraktur fasial,

sisanya akibat penyerangan 24%, jatuh 9%, kecelakaan industri 4%, olahraga 2%,

dan tembakan senjata 2% (Kairupan et al, 2014).

Fraktur tulang fasial terjadi karena beban trauma yang lebih besar dari tahanan

tulang fasial. Fraktur fasial dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu fraktur tulang

hidung, fraktur zigoma dan arkus zigoma, fraktur maksila, fraktur orbita dan

fraktur mandibula. Tulang hidung adalah struktur fasial yang paling sering

mengalami fraktur, dilaporkan kira-kira 40% dari tulang yang mengalami fraktur

pada trauma fasial, berikutnya tulang mandibula dan tulang zigoma (Kairupan et

al, 2014).

Berdasarkan Bellamy et al (2012), sebanyak 6,3% pasien dengan fraktur fasial

bagian tengah meninggal dan sebanyak 21,3% mengalami cedera intrakranial.

Mortalitas kumulatif mencapai 11,6% pada pasien dengan fraktur midface

kompleks dan 5,1% pada pasien dengan fraktur midface sederhana. Pasien dengan

fraktur midface kompleks memiliki resiko 57% untuk meninggal. Pada

khususnya, fraktur Le Fort II sendiri menyumbang 94% resiko kematian,

sementara fraktur Le Fort I dan III tidak memiliki resiko kematian yang tinggi. Di

antara pasien dengan gangguan neurologis, pasien dengan fraktur Le Fort II dan

III memiliki resiko 2-3 kali lipat mengalami cedera intrakranial.

Kegawatdaruratan yang bisa terjadi pada trauma fasial dan perlu mendapatkan

penanganan emergensi antara lain adalah resiko gangguan patensi jalan napas,

1

Page 2: Airway Pada Trauma Fasial

2

perdarahan, kemungkinan cedera otak berat, dan kecurigaan adanya trauma

vertebra servikalis. Penatalaksanaan yang bisa dilakukan meliputi penegakkan

airway, kontrol pendarahan, penutupan luka pada jarigan lunak, dan

menempatkan segmen tulang yang fraktur sesuai dengan posisinya melalui fiksasi

intermaksilari (Suardi et al, 2010). Penegakkan airway merupakan hal utama yang

sederhana namun krusial untuk dilakukan, melihat konteks cedera berada pada

jalan napas bagian atas.

Trauma di wajah menyulitkan ventilasi dengan masker dan mengganggu jalan

napas akibat fraktur fasial, edema jaringan, dan perubahan anatomis. Pembebasan

jalan napas sangat diperlukan saat pembedahan. Raval dan Rashiduddin (2011)

menyatakan dalam penelitiannya di RS Al-Nahdha, Arab Saudi, terdapat beberapa

metode dilakukan untuk hal ini, antara lain intubasi nasal (dilakukan sebanyak

57%), intubasi oral (dilakukan sebanyak 17%), intubasi nasal bronkoskopis

fiberoptik (26%).

Tingkat mortalitas fraktur fasial memang tidak setinggi penyakit

kardiovaskular atau penyakit sistemik lainnya, namun penatalaksanaan jalan

napas (airway) yang tidak adekuat dapat mengantar pasien ke kematian.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penatalaksanaan anestesi dalam bidang

manajemen jalan napas pada kasus trauma fasial penting untuk dibahas dalam

suatu kajian ilmiah dalam bentuk laporan kasus.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana manajemen jalan napas pada kasus trauma fasial pada tahap pre

operatif elektif?

1.3 Tujuan

Untuk mengetahui manajemen jalan napas pada kasus trauma fasial pada tahap

pre operatif elektif.

Page 3: Airway Pada Trauma Fasial

3

1.4 Manfaat

Penulisan laporan kasus ini secara khusus diharapkan dapat meningkatkan

pengetahuan dan pemahaman dokter muda dan tenaga medis pada umumnya

mengenai manajemen jalan napas pada kasus trauma fasial pada tahap pre operatif

elektif.